KARAKTERISTIK FISIK, KOMPOSISI NUTRIEN, DAN … · KARAKTERISTIK FISIK, KOMPOSISI NUTRIEN, DAN...
Transcript of KARAKTERISTIK FISIK, KOMPOSISI NUTRIEN, DAN … · KARAKTERISTIK FISIK, KOMPOSISI NUTRIEN, DAN...
KARAKTERISTIK FISIK, KOMPOSISI NUTRIEN, DAN
KECERNAAN in vitro Hi-fer PUCUK TEBU
LIEN AMALIA O’NEAL ELMI
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Fisik,
Komposisi Nutrien, dan Kecernaan in vitro Hi-fer Pucuk Tebu adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi
ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2017
Lien Amalia O’Neal Elmi
NIM D24120014
ABSTRAK
LIEN AMALIA O’NEAL ELMI. Karakteristik Fisik, Komposisi Nutrien, dan
Kecernaan in vitro Hi-fer Pucuk Tebu. Dibimbing oleh SURYAHADI dan ANITA
S. TJAKRADIDJAJA.
Pucuk tebu merupakan limbah tanaman tebu yang sangat potensial sebagai pakan
ternak karena ketersediannya banyak dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia.
Salah satu keterbatasan dari limbah tanaman tebu adalah kecernaan yang rendah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi karakteristik fisik, komposisi nutrien, dan
kecernaan in vitro Hi-fer pucuk tebu. Percobaan menggunakan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dan 5 kelompok. Perlakuan yang digunakan
adalah P0 (pucuk tebu tanpa perlakuan), P1 (Hi-fer pucuk tebu fermentasi 2 minggu),
P2 (Hi-fer pucuk tebu fermentasi 4 minggu), dan P3 (rumput gajah tanpa perlakuan).
Peubah yang diamati adalah karakteristik fisik, komposisi nutrien, koefisien cerna
bahan kering (KCBK), dan koefisien cerna bahan organik (KCBO). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pembuatan Hi-fer merubah aroma, warna, tekstur, dan pH
pucuk tebu. Komposisi nutrien pucuk tebu yaitu kadar BK, BO, LK, BETN, dan TDN
baik, tetapi menurunkan PK dan SK. Hi-fer pucuk tebu dapat dibuat dengan lama
fermentasi 2 atau 4 minggu. Pembuatan Hi-fer dapat memperbaiki kualitas fisik,
kadar nutrien dan nilai kecernaan pucuk tebu.
Kata kunci: Hi-fer, kecernaan, nutrien, pucuk tebu
ABSTRACT
LIEN AMALIA O’NEAL ELMI. Physical Characteristics, Composition of Nutrients,
and in vitro Digestibility of Cane Top Hi-fer . Supervised by SURYAHADI and
ANITA S. TJAKRADIDJAJA.
Cane top is waste of cane plantation that have a lot of potential as fodder because
its abundance and its uses do not compete with human needs. One of the limitations of
the cane top is low digestibility. This study is aimed at evaluating the physical
characteristics, composition of nutrients and in vitro digestibility of cane top Hi-fer.
The experiment used a randomized block design with 4 treatments and 5 groups. The
treatments were P0 (cane tops without treatment), P1 (cane top Hi-fer fermented for
2 weeks), P2 (cane top Hi-fer fermented for 4 weeks), and P3 (elephant grass without
treatment). Variables measured were physical characteristics, composition of nutrients,
digestibility coefficients of dry matter (IVDMD), and organic matter (IVOMD). The
results show that the odor, color, texture, and pH changes after created Hi-fer.
Nutrient composition of cane top Hi-fer had good dry matter, organic matter, etter
extract, nitrogen free extract, and TDN contens, but had low on crude protein and crude
fiber contens. Cane top could be made up as Hi-fer that be fermented for 2 or 4 weeks.
Making up cane top as Hi-fer fermented for 2 or 4 weeks can improve physical quality,
nutrient compotition, and digestibility of dry matter and organic matter on cane top.
Keywords: cane top, digestibility, Hi-fer, nutrient
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
KARAKTERISTIK FISIK, KOMPOSISI NUTRIEN, DAN
KECERNAAN in vitro Hi-fer PUCUK TEBU
LIEN AMALIA O’NEAL ELMI
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Mei 2016 hingga Oktober 2016 ialah Karakteristik Fisik,
Komposisi Nutrien, dan Kecernaan in vitro Hi-fer Pucuk Tebu.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi karakteristik fisik, komposisi
nutrien, dan kecernaan in vitro pada Hi-fer pucuk tebu. Penelitian ini terlaksana
dibawah bimbingan Dr Ir Suryahadi, DEA dan Ir Anita S Tjakradidjaja, MRur Sc.
Hasil penelitian ini disusun dalam bentuk skripsi sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangan. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan
demi perbaikan di masa mendatang. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis. Terakhir, penulis
mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah ikut membantu
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2017
Lien Amalia O’Neal Elmi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
METODE 2
Lokasi dan Waktu Penelitian 2
Bahan 2
Alat 2
Prosedur 2
HASIL DAN PEMBAHASAN 5
Kondisi Umum 5
Karakteristik Fisik 5
Komposisi Nutrien 7
Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) dan Bahan Organik (KCBO) 8
Perbedaan antara Hi-fer Pucuk Tebu dan Rumput Gajah 10
SIMPULAN DAN SARAN 12
DAFTAR PUSTAKA 12
RIWAYAT HIDUP 15
DAFTAR TABEL
1 Nilai pH dan karakteristik fisik Hi-fer pucuk tebu 5
2 Komposisi nutrien Hi-fer pucuk tebu 7
3 Koefisien cerna bahan kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO) Hi-fer
pucuk tebu 9
4 Nilai pH dan kualitas fisik Hi-fer pucuk tebu dan rumput gajah 10
5 Komposisi nutrien antara Hi-fer pucuk tebu dan rumput gajah 11
DAFTAR GAMBAR
1 Gambar 1 (a) Pucuk tebu tanpa perlakuan (P0); (b) Hi-fer pucuk tebu
difermentasi 2 minggu (P1); (c) Hi-fer pucuk tebu difermentasi 4 minggu
(P2); (d) rumput gajah tanpa perlakuan (P3) 7
DAFTAR LAMPIRAN
1 Analisis ragam (ANOVA) dan uji ortogonal kontras pengaruh perlakuan
terhadap koefisien cerna bahan kering (KCBK) 14
2 Analisis ragam (ANOVA) dan uji ortogonal kontras pengaruh perlakuan
terhadap koefisien cerna bahan organik (KCBO) 14
PENDAHULUAN
Hijauan merupakan bahan pakan yang harus tersedia dalam peternakan
ruminansia. Namun saat ini ketersediaan dan kualitas hijauan di Indonesia masih
tergolong rendah. Ketersediaan pakan yang belum memadai mengakibatkan
terjadinya kesulitan dalam peningkatan populasi ternak sapi (Suryahadi et al. 2009).
Beralihnya fungsi lahan menjadi pemukiman ataupun usaha masyarakat merupakan
faktor menurunnya ketersediaan pakan hijauan. Selain itu, faktor iklim yang tidak
menentu juga dapat menurunkan kualitas pakan yang ada, ketersediaan hijauan
sangatlah terbatas saat musim kemarau. Dengan demikian, perlu adanya pakan
alternatif yang dapat digunakan untuk meningkatkan produktifitas ternak. Salah
satu pakan alternatif tersebut adalah pucuk tebu. Pucuk tebu merupakan limbah
tanaman tebu yang sangat potensial sebagai pakan ternak karena ketersediannya
melimpah dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Salah satu keterbatasan
dari limbah tanaman tebu adalah kecernaan yang rendah. Oleh karena itu, pucuk
tebu perlu diproses terlebih dahulu sebelum diberikan kepada ternak (Pratama
2014). Pucuk tebu sebagai pakan mempunyai faktor pembatas, yaitu kandungan
nutrien dan kecernaannya yang sangat rendah. Pucuk tebu mempunyai kadar serat
kasar dan kadar lignin yang sangat tinggi, yaitu masing-masing sebesar 46.5% dan
14% (Ensminger dan Olentine 1980).
Penebangan tebu dilakukan secara cepat, untuk memenuhi kebutuhan
produksi pabrik gula. Limbah yang berasal dari penebangan tebu cukup banyak,
sedangkan yang dimanfaatkan sedikit. Diperkirakan dihasilkan pucuk tebu setiap
tahunnya lebih dari 1.5 juta ton (Hermana et al. 2005). Saat panen, pucuk tebu
tersedia cukup banyak dalam waktu yang singkat dan melebihi kebutuhan ternak.
Pucuk tebu yang dimaksud disini adalah ujung atas batang tebu berikut 5-7 helai
daun yang dipotong dari tebu yang dipanen untuk tebu bibit atau tebu giling
(Musofie dan Wardhani 1987). Pucuk tebu merupakan 23% bagian dari satu batang
tebu (Sandi et al. 2012). Menurut BPS (2015), luas areal perkebunan tebu di
Indonesia adalah 461 732 ha dengan produksi tebu sebanyak 2 623 931 ton pada
tahun 2015.
Baru-baru ini ditemukan teknologi yang diberi nama Hi-fer oleh Pusat Studi
Hewan Tropika/Center for Tropical Animal Studies (CENTRAS) LPPM-IPB.
Teknologi pakan Hi-fer merupakan hijauan fermentasi awetan yang mudah
disimpan, didistribusikan, dan mudah dalam pengangkutan. Hi-fer adalah hijauan
hasil fermentasi dengan menggunakan Aditif Fermentasi (AF). Hijauan yang
dihasilkan sangat disukai ternak (palatable), TDN meningkat, dan tahan lama
disimpan. Secara umum bahan baku pembuatan Hi-fer adalah rumput gajah atau
hijauan lainnya yang telah dilayukan (Suryahadi 2014). Dengan pengolahan ini,
diharapkan nutrien dan kecernaan pada pucuk tebu meningkat. Saat ini pembuatan
Hi-fer komersial hanya menggunakan rumput gajah, karena semakin tinggi
kualitas rumput, semakin tinggi pula efisiensi penggunaan pakan. Selain
menggunakan rumput gajah, hijauan limbah pertanian juga dapat diolah menjadi
Hi-fer. Penelitian ini mencoba menggunakan limbah pertanian dalam pembuatan
Hi-fer yaitu pucuk tebu, karena pada umumnya pucuk tebu tidak digunakan lagi
setelah pemanenan dan tersedia dalam jumlah banyak dalam satu kali pemanenan.
Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi Hi-fer pucuk tebu dengan lama
2
fermentasi yang berbeda terhadap karakteristik fisik, komposisi nutrien, dan
kecernaan in vitro.
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Oktober 2016 yang
bertempat Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor untuk analisis sampel. Pucuk tebu diperoleh dari perkebunan tebu
yang berlokasi di Kediri dan cairan rumen diperoleh dari Rumah Potong Hewan
(RPH) Bubulak, Bogor.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pucuk tebu, cairan rumen,
aditif fermantasi, air, molasses, NaHCO3, Na2HPO4, KCl, NaCl, MgSO4, CaCl2,
HgCl2 jenuh, pepsin HCl 0.2%, aquades, dan gas CO2.
Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah tabung fermentor, tabung
Erlenmeyer, tutup karet, sendok, shaker water bath, magnetic stirrer, pipet, bulb,
termos, timbangan, plastik polietilen, terpal sebesar plastik polietilen, tali ban,
cawan, kertas saring whattman no 41, eksikator, oven, tanur, ruang asam, gegep,
bambu satu ruas, dan pompa vakum.
Prosedur
Pembuatan Hi-fer (Suryahadi 2014)
Pembuatan Hi-fer ini menggunakan pucuk tebu sebanyak 3.90 kg untuk P1
dan 3.69 kg untuk P2. Setiap perlakuan memiliki 5 ulangan. Pucuk tebu yang
digunakan memiliki kadar BK 59.47%. Pucuk tebu yang akan digunakan dilayukan
terlebih dahulu selama satu malam kemudian dicacah dengan ukuran 5-10 cm.
Setelah itu dicampur dengan aditif fermentasi sebanyak 2% (w/v) dan molasses
sebanyak 7% (w/v). Setelah semua tercampur rata, pucuk tebu dimasukkan ke
dalam kantong plastik polietilen dan ditekan hingga padat agar tidak ada ruang
kosong yang belum terisi oleh pucuk tebu. Plastik polietilen dilapisi terpal pada
bagian luar sehingga menjadi dua lapis (double layer), guna meminimalisir
kebocoran plastik. Bambu ujung atas diberi lubang bagian kanan dan kiri, kemudian
diikat dengan longgar menggunakan tali ban dengan tujuan udara dari dalam dapat
keluar, namun udara dari luar tidak dapat masuk. Bambu dimasukkan ke dalam
plastik polietilen hingga 5-10 cm dari permukaan Hi-fer kemudian diikat
3
menggunakan tali ban agar lebih kuat. Hi-fer pucuk tebu disimpan di dalam
ruangan yang tidak terkena matahari langsung.
Pengambilan cairan rumen Cairan rumen diambil dari Rumah Potong Hewan (RPH) Bubulak. Termos
yang digunakan untuk wadah cairan rumen, diisi air panas (39oC) terlebih dahulu.
Sebelum cairan rumen dimasukkan, air panas dalam termos dibuang. Isi rumen
diambil kemudian diperas dan cairannya dimasukkan ke dalam termos.
Pengambilan cairan rumen dilakukan sebanyak lima kali.
Pembuatan larutan McDougall Penelitian ini dibutuhkan 120 ml larutan McDougall untuk sepuluh sampel
yang dianalisis, masing-masing sampel dibutuhkan 12 ml larutan McDougall.
Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat larutan McDougall adalah NaHCO3
sebanyak 1.176 g; Na2HPO4 sebanyak 0,4452 g; KCl sebanyak 0.0684; NaCl
sebanyak 0.0564; MgSO4 sebanyak 0.0144; CaCl2 sebanyak 0.048. Semua bahan
dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer kecuali CaCl2 dan dilarutkan dengan
aquades hingga 80 ml. Campuran tersebut dihomogenkan menggunakan magnetic
stirrer. Setelah itu CaCl2 dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer dan ditambahkan
aquades hingga 120 ml. Larutan McDougall 120 ml tersebut dihomogenkan
kembali menggunakan stirrer. Sebelum dimasukkan ke dalam tabung fermentor,
larutan McDougall dialiri gas CO2 terlebih dahulu hingga mencapai pH 6.8.
Pengukuran Kualitas Fisik Pucuk tebu semua perlakuan dilakukan uji kualitas fisik. Pengamatan kualitas
fisik dilakukan dengan pengujian sensori untuk peubah aroma, pH, warna, tekstur,
dan keberadaan jamur. Penilaian aroma Hi-fer pucuk tebu yaitu pada setiap
perlakuan dibuka kemudian dicium baunya dengan cara mengipaskan tangan diatas
mulut kantong plastik Hi-fer pucuk tebu ke arah hidung. Penilaian tekstur Hi-fer
pucuk tebu yaitu pada setiap perlakuan dibuka kemudian dipegang sambil diamati.
Pengujian warna Hi-fer pucuk tebu dilakukan dari setiap perlakuan. Pengujian
keberadaan jamur dapat dilakukan dengan dihitung persentase bagian yang
terkontaminasi jamur menggunakan rumus sebagai berikut :
Bagian Terkontaminasi Jamur % BS = Bobot bagian berjamur (g)
Bobot bagian terfermentasi (g)x 100%
Pengukuran Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) dan Bahan Organik
(KCBO) Pengukuran koefisien cerna bahan kering dan bahan organik (KCBK dan
KCBO) dilakukan dengan metode Tilley dan Terry (1963) modifikasi Sutardi
(1979). Tahapan analisis sama seperti yang dilakukan pada fermentasi in vitro yang
terdiri dari 1 g sampel, 12 ml larutan McDougall, dan 8 ml cairan rumen yang
diinkubasi selama 24 jam, lalu ditambahkan 2 tetes larutan HgCl2 jenuh. Kemudian disentrifugasi pada kecepatan 3 000 rpm selama 15 menit. Hasil sentrifugasi yang
digunakan untuk analisis adalah residu (padatan). Residu tersebut ditambah 20 ml
larutan pepsin HCl 0.2%. Inkubasi dilanjutkan selama 24 jam secara aerob pada
suhu 39oC kemudian disaring menggunakan kertas saring Whattman no 41 dibantu
4
dengan pompa vakum. Hasil saringan dimasukkan ke dalam cawan porselin dan
dikeringkan di dalam oven 105°C selama 24 jam untuk mengetahui residu bahan
kering dan diabukan dalam tanur 900°C selama 4 jam untuk menghitung kadar
bahan organiknya. Koefisien cerna bahan kering dan bahan organik dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
KCBK (%)=BK sampel (g) - (BK residu (g) - BK blanko (g))
BK sampel (g)x 100%
KCBO (%)=BO sampel (g) - (BO residu (g) - BO blanko (g))
BO sampel (g) x 100%
Keterangan :
KCBK = Koefisien Cerna Bahan Kering
KCBO = Koefisien Cerna Bahan Organik
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Perlakuan
Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah P0 (pucuk tebu tanpa
perlakuan), P1 (Hi-fer pucuk tebu fermentasi 2 minggu), P2 (Hi-fer pucuk tebu
fermentasi 4 minggu), dan P3 (Rumput gajah tanpa perlakuan).
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan dalam penelitian ini yairu Rancangan Acak Kelompok
(RAK) dengan pola 4x5, dimana digunakan 4 perlakuan dan 5 ulangan (kelompok).
Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie 1993) :
Yij = µ + 𝝉i + 𝜷j + 𝜺ij
Keterangan:
Yij = Nilai pengamatan perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
𝜇 = Rataan umum pengamatan
𝜏i = Pengaruh perlakuan ke-i
𝛽j = Pengaruh kelompok ke-j
𝜀ij = Galat percobaan untuk perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
Analisis Data
Data dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA). Jika memberikan hasil
yang berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji ortogonal kontras (Steel dan
Torrie 1993). Data komposisi nutrien dianalisis secara deskriptif.
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati dalam penelitian ini yaitu kualitas fisik, komposisi
nutrien, koefisien cerna bahan kering, dan bahan organik.
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Pucuk tebu yang digunakan dalam percobaan ini berasal dari salah satu
perkebunan tebu di daerah Kediri. Pucuk tebu yang digunakan adalah limbah dari
pemanenan tanaman tebu yang akan dibuat gula. Pucuk tebu dari Kediri hingga ke
Bogor dikirim menggunakan transportasi darat. Perjalanan tersebut membutuhkan
waktu lebih dari 3 hari. Perjalanan yang cukup lama dan selama perjalanan, kondisi
pucuk tebu dibungkus dengan padat, mengakibatkan tumpukan pucuk tebu tersebut
berjamur. Hal tersebut dapat memicu munculnya jamur lebih banyak saat
pembuatan Hi-fer.
Nilai pH dan Karakteristik Fisik
Kualitas fisik merupakan salah satu peubah guna mengetahui keberhasilan
dalam pembuatan Hi-fer. Kualitas Hi-fer pucuk tebu dapat dilihat dari
karakterstik fisiknya. Nilai pH dan kualitas fisik tersebut dapat dilihat pada Tabel 1
dan peubah yang digunakan adalah pH, aroma, warna, tekstur, dan jamur. Gambar
1 menunjukkan pucuk tebu dan rumput gajah tanpa perlakuan, serta pucuk tebu
yang dibuat Hi-fer.
Tabel 1 Nilai pH dan karakteristik fisik Hi-fer pucuk tebu
Perla
kuan
Peubah
pH Aroma Warna Tekstur
Jamur
Bobot
Hi-fer
(kg)
Bobot
Jamur
Hi-fer
(kg)
% jamur
P0 6.8 Hijauan Coklat
muda
Kasar,
berbulu,
kering
10 0 0
P1 4.5
Wangi
fermen
tasi
Hijau
keco
klatan
Lembut,
agak
basah
3.90±0.18 1.26±0.23 31.80±3.92
P2 4.2
Wangi
fermen
tasi
Hijau
kekuni
ngan
Lembut,
agak
basah
3.69±0.22 1.18±0.22 31.73±3.81
P3 4.8 Hijuan
segar
Hijau
muda
Berbulu,
agak
basah
30 0 0
P0 (pucuk tebu tanpa perlakuan); P1 (Hi-fer pucuk tebu fermentasi 2 minggu); P2 (Hi-fer pucuk
tebu fermentasi 4 minggu); P3 (rumput gajah tanpa perlakuan)
Tabel 1 menunjukkan bahwa adanya perubahan karakteristik fisik pucuk tebu
antara perlakuan yang dibuat Hi-fer dengan yang tidak dibuat Hi-fer. Pucuk
tebu yang dibuat Hi-fer mengalami penurunan pH. Pucuk tebu yang tidak diberi
perlakuan memiliki pH 6.8 dan setelah dibuat Hi-fer, pH mengalami penurunan
menjadi 4.5 dan 4.2. Penurunan pH pucuk tebu semakin besar dengan semakin
6
lamanya proses fermentasi dari 2 minggu menjadi 4 minggu. Hal ini sependapat
dengan Suryahadi (2014) yang mengatakan bahwa pH Hi-fer yang baik adalah
3.2-4.5. Surono dan Budhi (2006) juga mengatakan bahwa penambahan zat aditif
dalam pembuatan silase berperan memberikan nutrien bagi bakteri asam laktat,
sehingga penurunan pH terjadi dengan cepat dan mencegah terbentuknya hasil
fermentasi yang berlebihan.
Aroma pucuk tebu tanpa perlakuan (P1) adalah aroma hijauan yang sudah
kering dan aroma rumput gajah segar (P3) adalah aroma hijauan segar. Aroma yang
dihasilkan Hi-fer pucuk tebu pada P1 dan P2 tidak berbeda yaitu wangi seperti
halnya rumput yang difermentasi (bau asam). Menurut Hapsari (2016), bau asam
yang ditimbulkan disebabkan oleh populasi bakteri asam laktat (BAL) yang
berkembang di dalam hasil fermentasi. Cairan AF sebagai sumber energi tersedia
mampu dimanfaatkan dengan baik oleh BAL dalam proses fermentasi.
Warna pucuk tebu tanpa perlakuan (P) berbeda dengan warna pucuk tebu
yang dibuat Hi-fer (P1 dan P2) yaitu perubahan dari warna coklat muda menjadi
hijau kecoklatan. Perlakuan P1 dan P2 memiliki warna yang hampir sama, namun
P1 menunjukkan warna yang lebih gelap. Perlakuan P3 menunjukkan warna hijauan
segar karena rumput gajah yang digunakan adalah rumput gajah segar. Penambahan
molases pada pembuatan silase dapat memberikan warna yang baik (Vina et al.
2012) dan perubahan warna hijau menjadi kecoklatan disebabkan oleh adanya
molases (Hapsari 2016). Seperti halnya Hapsari (2016), Pratama (2015)
mengatakan bahwa warna dominan coklat yang dihasilkan produk silase Hi-fer
disebabkan oleh bahan yang digunakan sebagai campuran yaitu molases yang
memiliki warna dasar cokat.
Tekstur Hi-fer pucuk tebu yang dihasilkan baik. Pucuk tebu tanpa perlakuan
memiliki tekstur yang kasar, agak berbulu, dan kering. Tekstur berubah menjadi
lembut dan agak basah setelah dibuat Hi-fer. Tekstur Hi-fer pucuk tebu yang
difermentasi selama 2 dan 4 minggu tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
Jamur yang terdapat dalam Hi-fer cukup banyak. Keberadaan jamur
terbanyak terdapat pada permukaan hasil fermentasi dimana area tersebut
merupakan area yang paling besar peluangnya udara masuk. Pemadatan yang
kurang baik dapat memicu jamur bertambah banyak. Selain itu, jamur yang banyak
ini disebabkan oleh bahan baku awal sudah terdapat jamur, sehingga memicu
keluarnya jamur lebih banyak.
7
a b
c d
Gambar 1 (a) Pucuk tebu tanpa perlakuan (P0); (b) Hi-fer pucuk tebu difermentasi
2 minggu (P1); (c) Hi-fer pucuk tebu difermentasi 4 minggu (P2); (d)
rumput gajah tanpa perlakuan (P3)
Komposisi Nutrien
Komposisi nutrien yang terkandung dalam hijauan merupakan suatu hal yang
sangat diperhitungkan dalam pengolahan pakan. Komposisi nutrien pucuk tebu
yang dibuat Hi-fer dicantumkan di dalam Tabel 2.
Tabel 2 Komposisi nutrien Hi-fer pucuk tebu
Perlakuan %BKa) Abua) PKb) LKb) SKb) BETNc) TDNd)
------------------------------%BK------------------------------
P0 59.47 13.91 8.18 0.18 40.25 37.47 46.03
P1 24.54 11.54 8.18 1.91 35.45 42.93 51.96
P2 30.22 11.09 7.12 1.98 33.12 46.69 53.90
P3 16.04 10.92 12.33 1.56 31.61 43.57 55.66 a)Hasil Analisis Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Fakultas Peternakan, IPB; b)Hasil Analisis
Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, IPB; c)Hasil Perhitungan
BETN= 100 – (Abu+PK+LK+SK); d)Hasil Perhitungan dengan Rumus TDN=
70.6+0.259PK+1.01LK-0.76SK+0.0991BETN (Sutardi 2001). P0 (pucuk tebu tanpa perlakuan); P1
(Hi-fer pucuk tebu fermentasi 2 minggu); P2 (Hi-fer pucuk tebu fermentasi 4 minggu); P3
(rumput gajah tanpa perlakuan).
Pengukuran BK menjadi salah satu peubah dalam menentukan kualitas
nutrien produk ensilase (Hapsari 2016). Tabel 2 menunjukkan nilai BK perlakuan
P3 memiliki nilai yang paling rendah. Kadar BK yang rendah pada P3 ini
disebabkan oleh rumput gajah yang digunakan, yaitu rumput gajah muda dan segar,
sehingga kadar air masih tinggi. Selain itu proses pelayuan yang tidak maksimal
dapat meningkatkan kadar air. Hal ini sependapat dengan Hapsari (2016) yang
mengatakan bahwa kondisi rumput yang lebih kering akan menghasilkan
8
kandungan BK silase yang lebih tinggi. Berdasarkan hasil analisis, semakin lama
fermentasi semakin tinggi pula bahan keringnya. Hal ini ditunjukkan pada P1 dan
P2 yaitu BK mengalamai peningkatan dari 24.54 menjadi 30.22%. Hapsari (2016)
menyatakan bahwa semakin banyak BK yang tersisa, semakin banyak pula nutrien
yang tersedia bagi ternak, namun dalam percobaan ini terdapat beberapa nutrien
yang mengalami penurunan ketika BK meningkat yaitu kadar abu, protein kasar,
dan serat kasar.
Nilai kisaran kadar abu dalam penelitian ini adalah 10.92 sampai 13.91%.
Kadar abu paling rendah terdapat pada P3 dan yang tertinggi adalah P0. Semakin
lama difermentasi, kadar abu Hi-fer pucuk tebu semakin menurun, sehingga
kandungan bahan organiknya semakin tinggi. Kadar PK antara P0 dan P1 sama
yaitu 8.18%. Kadar PK mengalami penurunan setelah fermentasi 4 minggu yaitu
dari 8.18% menjadi 7.12%. Perlakuan P3 memiliki PK tertinggi yaitu 12.33%.
Berdasarkan hasil analisis proksimat, semakin lama fermentasi, protein semakin
menurun. Kadar lemak kasar Hi-fer pucuk tebu semakin meningkat seiring
dengan lamanya fermentasi. Kadar LK P1, P2, dan P3 menunjukkan hasil yang
tidak berbeda jauh. Pucuk tebu memiliki serat kasar yang cukup tinggi yaitu 40.25%.
Namun setelah dibuat Hi-fer, serat kasar pucuk tebu mengalami penurunan
menjadi 33.12%. Penurunan serat kasar terjadi karena adanya proses degradasi
enzimatik komponen serat kasar seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignoselulosa
oleh bakteri menjadi gula-gula sederhana (Tillman et al. 1998). Semakin lama
fermentasi, SK semakin menurun. Hal ini ditunjukkan pada Hi-fer pucuk tebu
fermentasi 4 minggu (P2) memiliki SK yang lebih rendah daripada Hi-fer pucuk
tebu fermentasi 2 minggu. Perlakuan P3 memiliki SK paling rendah yaitu 31.61%.
Kadar BETN juga mengalami peningkatan seiring dengan lamanya fermentasi.
perlakuan P0 mengandung BETN 37.47% dan setelah dibuat Hi-fer BETN
meningkat menjadi 42.93% pada P1 serta 46.69% pada P3. Kadar BETN P3 lebih
rendah dibandingkan dengan P2 tetapi masih lebih tinggi daripada P0 dan P1.
Semakin lama fermetasi nilai TDN semakin meningkat yaitu dari 46.03% sampai
53.90%. Nilai TDN P3 memiliki nilai yang paling tinggi yaitu 55.66%. Peningkatan
TDN Hi-fer pucuk tebu dapat terjadi akibat meningkatnya kadar BO, LK, dan
BETN serta menurunnya kadar abu, PK, dan SK.
Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) dan Bahan Organik (KCBO)
Koefisien cerna yang dianalisis dalam percobaan ini adalah kecernaan bahan
kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO). Kecernaan dapat digambarkan melalui
koefisien cerna. Kecernaan adalah perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan
makanan di dalam alat pencernaan. Perubahan tersebut berupa penghalusan atau
penguraian bahan makanan. Selain itu bahan pakan juga dapat mengalami
perombakan menjadi bentuk senyawa lain yang berbeda dengan asalnya (Resdiani
2010). Koefisien cerna bahan kering dan bahan organik pucuk tebu dan rumput
gajah dapat dilihat pada Tabel 3.
9
Tabel 3 Koefisien cerna bahan kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO) Hi-fer
pucuk tebu
Perlakuan Peubah
KCBK (%) KCBO (%)
P0 16.85 ± 2.62C 8.95 ± 3.21D
P1 21.80 ± 3.20B 13.84 ± 2.97B
P2 21.12 ± 2.58B 12.71 ± 3.63C
P3 27.79 ± 5.07A 19.62 ± 6.17A P0 (pucuk tebu tanpa perlakuan); P1 (Hi-fer pucuk tebu fermentasi 2 minggu); P2 (Hi-fer pucuk
tebu fermentasi 4 minggu); P3 (rumput gajah tanpa perlakuan). Huruf yang berbeda pada kolom
yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) pada KCBK dan KCBO
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa KCBK dan KCBO dipengaruhi secara
sangat nyata (P<0.01) oleh perlakuan. KCBK dan KCBO pucuk tebu tanpa
perlakuan adalah yang terendah, sebaliknya KCBK dan KCBO rumput gajah tanpa
perlakuan adalah tertinggi (P<0.01). Pembuatan Hi-fer dapat memperbaiki
KCBK dan KCBO pucuk tebu, tetapi masih dibawah KCBK dan KCBO rumput
gajah. KCBK pada penelitian ini berkisar dari 16.75% sampai 27.79% dan KCBO
berkisar dari 8.95% sampai 19.62%. Perlakuan P1 dan P2 tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata pada KCBK yaitu 21.80 dan 21.12%, tetapi KCBO
mengalami perbedaan yang sangat nyata (P<0.01).
Tabel 3 menunjukkan bahwa KCBK dan KCBO yang baik terdapat pada P3
yaitu rumput gajah. Namun hasil kecernaan dalam percobaan ini tergolong rendah.
Hal ini diduga karena serat yang terdapat dalam pucuk tebu sangat tinggi yaitu 40%.
Tillman et al. (1998) mengatakan bahwa serat kasar merupakan komponen yang
sulit dicerna, sehingga mengakibatkan penuruan nilai kecernaan. Selain itu,
kecernaan secara in vitro dipengaruhi oleh pencampuran pakan, cairan rumen dan
inokulan, pH kondisi fermentasi, pengaturan suhu fermentasi, lamanya waktu
inkubasi, dan ukuran partikel sampel serta larutan buffer (McDonald et al. 2002).
Kecernaan bahan makanan erat hubungannya dengan komposisi kimia, terutama
serat kasar. Kecernaan yang tinggi mencerminkan besarnya sumbangan nutrien
pada ternak, sedangkan kecernaan yang rendah menunjukkan bahwa nutrien yang
terserap hanya sedikit untuk hidup pokok maupun produksi (Yusmadi 2008). Hasil
analisis menunjukkan bahwa KCBK dan KCBO memiliki nilai yang sama
rendahnya. Hal ini sependapat dengan Sutardi (2001) yang mengatakan bahwa
KCBK berbanding lurus dengan KCBO. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui
bahwa P2 (Hi-fer pucuk tebu 2 minggu) memiliki kecernaan yang lebih baik
daripada P0 dan P1. Hasil tersebut hampir sama dengan P3 (rumput gajah segar).
Peningkatan kecernaan dapat disebabkan oleh molases yang digunakan sebagai
sumber energi bagi bakteri rumen. Selain suasana asam tersebut mampu
memutuskan ikatan serat yang terdapat pada pucuk tebu, sehingga mikroba rumen
dapat menghidrolisis dan memfermentasi selulosa, hemiselulosa, dan karbohidrat
lainnya (Bata 2008). Peningkatan KCBK dan KCBO pucuk tebu yang dibuat Hi-
fer disebabkan oleh meningkatnya kadar BO, LK, dan BETN dan menurunnya
kadar abu, PK, dan SK.
10
Perbedaan antara Hi-fer Pucuk Tebu dan Rumput Gajah
Tabel 4 merupakan tabel perbandingan nilai pH dan kualitas fisik antara Hi-
fer rumput gajah dan pucuk tebu yang nilai meliputi pH, aroma, warna, dan
tekstur.
Tabel 4 Nilai pH dan kualitas fisik Hi-fer pucuk tebu dan rumput gajah
Perlakuan pH Aroma Warna Tekstur
Hi-fer pucuk tebu
fermentasi 2
minggu
4.5 Wangi
fermentasi Hijau kecoklatan
Lembut, agak
basah
Hi-fer pucuk tebu
fermentasi 4
minggu
4.2 Wangi
fermentasi
Hijau
kekuningan
Lembut, agak
basah
Hi-fer rumput
gajah 21 hari a) 3.5
Wangi
fermentasi Hijau kecoklatan
Tidak
menggumpal
dan tidak
berlendir
Hi-fer rumput
gajah 3 bulan b) 4.09
Wangi
fermentasi
Coklat agak
gelap Basah
a)Nurjana et al. (2016); b)Pratama (2015)
Tabel 4 menunjukkan bahwa pH antara Hi-fer rumput gajah dan pucuk tebu
hampir sama yaitu berkisar antara 4.09 – 4.5, namun berbeda dengan Hi-fer
rumput gajah pada penelitian Nurjana et al. (2016). Penelitian Nurjana et al. (2016)
mendapatkan pH 3.5 pada Hi-fer yang difermentasi selama 21 hari. Aroma yang
dihasilkan sama yaitu wangi fermentasi. Warna Hi-fer rumput gajah yang
difermentasi 21 hari dan Hi-fer pucuk tebu yang difermentasi 2 minggu
menghasilkan warna yang sama yaitu hijau kecoklatan, sedangkan Hi-fer rumput
gajah yang difermentasi 3 bulan menghasilkan warna yang lebih coklat daripada
Hi-fer yang lain. Hal ini diduga karena molases yang digunakan pada penelitian
Pratama (2015) lebih banyak daripada Hi-fer lainnya yaitu 8%. Tekstur yang
dihasilkan Hi-fer rumput gajah fermentasi 21 hari dan Hi-fer pucuk tebu
fermentasi 2 minggu dan 4 minggu hampir sama. Pada Hi-fer pucuk tebu
fermentasi 2 dan 4 minggu juga menghasilkan tekstur yang tidak menggumpal,
tidak berlendir, lembut, dan agak basah. Hi-fer rumput gajah fermentasi 3 bulan
menghasilkan Hi-fer yang lebih basah daripada Hi-fer yang lain. Namun
demikian, Hi-fer pucuk tebu memiliki kesamaan dalam kualitas fisiknya dengan
Hi-fer rumput gajah.
Tabel 5 merupakan perbandingan komposisi nutrien Hi-fer rumput gajah
dan pucuk tebu. Komposisi nutrien tersebut meliputi BK, Abu, PK, LK, SK, BETN,
dan TDN.
11
Tabel 5 Komposisi nutrien antara Hi-fer pucuk tebu dan rumput gajah
Perlakuan BK
(%)
Abu PK LK SK BETN TDN
--------------------------%BK-------------------------
Hi-fer pucuk tebu
fermentasi 2
minggu
24.54 11.54 8.18 1.91 35.45 42.93 51.96
Hi-fer pucuk tebu
fermentasi 4
minggu
30.22 11.09 7.12 1.98 33.12 46.69 53.90
Hi-fer rumput
gajah 3 minggua) 23.48 12.08 9.36 2.31 32.6 43.66 50.99
Hi-fer rumput
gajah 3 bulanb) 40.46 9.08 10.76 2.77 33.56 43.83 59.59
a)Hapsari (2016); b)Pratama (2015)
Tabel 5 menunjukkan bahwa kadar BK mengalami peningkatan seiring
dengan semakin lamanya fermentasi, baik Hi-fer rumput gajah maupun pucuk
tebu. Kadar BK Hi-fer rumput gajah 3 minggu mengalami peningkatan dari 23.48
menjadi 40.46% setelah difermentasi 3 bulan. Seperti halnya Hi-fer rumput gajah,
Hi-fer pucuk tebu pun mengalami peningkatan dari 24.54 hingga 30.33% pada
fermentasi 4 minggu. Semakin lama fermentasi, kadar abu semakin menurun. Hal
ini ditunjukkan oleh penelitian Pratama (2015) bahwa Hi-fer rumput gajah yang
telah difermentasi selama 3 bulan menghasilkan kadar abu sebesar 9.08%,
sedangkan pada penelitian Nurjana et al. (2016) kadar abu sebesar 12.08% setelah
fermentasi 3 minggu. Kadar protein Hi-fer rumput gajah dan pucuk tebu tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan yaitu berkisar antara 7.12–12.08%. Kadar
LK mengalami peningkatan seiring dengan lamanya fermentasi. Hi-fer rumput
gajah pada penelitian Nurjana et al. (2016) menghasilkan kadar lemak sebesar
9.36% dan meningkat menjadi 10.76% pada penelitian Pratama (2015) pada
fermentasi 3 bulan. Kadar SK Hi-fer rumput gajah maupun pucuk tebu tidak
menunjukkan hasil yang signifikan seiring dengan lamanya fermentasi yaitu
berkisar antara 32.6 – 35.45%. Hi-fer rumput gajah fermentasi 3 minggu
menghasilkan BETN sebesar 43.66% dan mengalami sedikit peningkatan setelah
fermentasi 3 bulan. Kadar BETN Hi-fer pucuk tebu mengalami peningkatan yang
signifikan yaitu dari 42.93% menjadi 46.69% setelah fermentasi 4 minggu.
Kandungan TDN Hi-fer rumput gajah dan pucuk tebu juga mengalami
peningkatan seiring dengan lamanya fermentasi, namun TDN Hi-fer pucuk tebu
belum bisa menyamai TDN Hi-fer rumput gajah. Dengan demikian, kadar abu,
LK, SK, dan BETN serta TDN pada Hi-fer pucuk tebu sama dengan komposisi
nutrien Hi-fer rumput gajah.
12
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pembuatan Hi-fer dapat memperbaiki kandungan nutrien pucuk tebu
dengan meningkatkan BK, BO, LK, BETN, dan TDN dan menurunkan kadar abu,
PK, dan SK. Hi-fer pucuk tebu memiliki kualitas fisik yang baik seperti Hi-fer
rumput gajah. Perubahan nutrien tersebut dapat meningkatkan KCBK dan KCBO
pucuk tebu yang dibuat Hi-fer dengan lama fermentasi 2 dan 4 minggu. Hi-fer
pucuk tebu dapat dibuat dengan lama fermentasi 2 atau 4 minggu.
Saran
Perlu dilakukan penelitian secara in vivo untuk mengetahui palatabilitas dari
Hi-fer pucuk tebu dan mengetahui efek pemberian Hi-fer pucuk tebu terhadap
perfoma ternak.Variasi lama fermentasi Hi-fer perlu ditambah untuk mengetahui
perbedaan kualitas nutrien dan kecernaan. Teknologi Hi-fer perlu dicobakan pada
pakan berbasis limbah pertanian/perkebunan yang mengandung serat tinggi untuk
membantu pengadaan pakan pengganti rumput dan untuk meningkatkan nilai
nutrien pakan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Bata M. 2008. Pengaruh molases pada amoniasi jerami padi menggunakan urea
terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik. Agripet. 8(2):15-20.
[BPS] Badan Pusat Statistika. 2015. Luas Areal, Produksi dan Produktivitas
Perkebunan di Indonesia Tahun 2011-2015 [internet]. [diunduh 2017
Februari 01]. Tersedia pada http://www.pertanian.go.id/Indikator/tabel-3-
prod-lsareal-prodvitas-bun.pdf. Ensminger ME, Olentine CG. 1980. Feed and Nutrition. Ed ke-1. California (US):
The Engsminger Publishing Company.
Hapsari SS. 2016. Peningkatan mutu nutritif hijauan fermentasi (Hi-fer) melalui
inokulasi Lactobacillus plantarum dan asam formiat [tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor
Hermana I, Hidayat R, Mansyur. 2005. Pengaruh penggunaan molases dalam
pembuatan silase campuran ampas tahu dan pucuk tebu kering terhadap nilai
pH dan komposisi zat-zat makanannya. J Ilmu Ternak. 5(2):94-99.
McDonald P, Edwards RA, Greenhalgh JFD, Morgan CA. 2002. Animal Nutrition.
Ed ke-6. London (GB): Prentice Hall.
Musofie A, Wardhani KN. 1987. Potensi pemanfaatan pucuk tebu sebagai pakan
ternak. J Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 4(2):6-10
Nurjana DJ, Suharti S, Suryahadi. 2016. Improvement of napier grass silage
nutritive value by using inoculant and crude enzymes from Trichoderma
reesei and its effect on in vitro rumen fermentation. Medpet. 39(1):46-52.
13
Pratama J. 2014. Kandungan NDF, ADF, dan hemiselulosa pucuk tebu
(Saccharumofficinarum L.) yang difermentasi dengan kalsium karbonat, urea,
dan molases [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Pratama MR. 2015. Kualitas nutritif dan palatabilitas berbagai Hi-fer pada Rusa
Timor (Cervus timorensis) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Resdiani N. 2010. Kajian in vitro fermentabilitas dan kecernaan Brachiaria
humidicola yang diintroduksi dengan beberapa leguminosa di UP3 Jonggol
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sandi S, Ali M, Arianto M. 2012. Kualitas nutrisi silase pucuk tebu (Saccaharum
Officinarum) dengan penambahan inokulan Effective Mikroorganisme-4
(EM-4). Palembang (ID): Universitas Sriwijaya.
Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan
Biometrik. Ed ke-3. M Syah (penerjemah). Jakarta (ID): Gramedia Pustaka
Utama. Surono MS, Budhi SPS. 2006. Kehilangan bahan kering dan bahan organik silase
rumput gajah pada umur potong dan level aditif yang berbeda. J Indonesian
Trop Anim Agric. 31(1):62-68.
Suryahadi, Muladno, Mulatsih S, Hidayat R. 2009. Langkah Strategis Percepatan
Peningkatan Populasi Ternak Sapi. Seminar Nasional Percepatan
Peningkatan Populasi Ternak Sapi di Indonesia. Bogor 19 Oktober 2009.
Hasil Penelitian. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Suryahadi. 2014. Penguatan Penyediaan Pakan Ternak melalui Aplikasi Teknologi
Hi-fer. Pusat Studi Hewan Tropika LPPM IPB. Prosiding Seminar Hasil
Penelitian LPPM IPB. ICC Bogor, 01 Desember 2014.
Sutardi T. 1979. Ketahanan protein bahan makanan terhadap degradasi oleh
mikroba rumen dan manfaatnya bagi peningkatan produktivitas ternak.
Prosiding Seminar Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Lembaga
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor (ID).
Sutardi T. 2001. Revitalisasi peternakan sapi perah melalui penggunaan ransum
berbasis limbah perkebunan dan suplemen mineral organik. Laporan Akhir
RUT VIII. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Tilley JMA, Terry RA. 1963. A Two Stage Technique for the In Vitro, Digestion of
Forage Crops. London (GB): British Grassl Pr.
Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprojo S, Prawirokusumo S, Lebdosoekojo S.
1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta (ID): Universitas Gajah
Mada.
Vina EVF, Mirni L, Ismudiono, Koesnoto S, Sri C, Nanik H. 2012. Karakteristik
silase pucuk tebu (Sacchharum officinarum, Linn) dengan penambahan
Lactobacillus plantarum. Agroveteriner. 1(1):5-10.
Yusmadi. 2008. Kajian mutu dan palatabilitas silase dan hay ransum komplit
berbasis sampah organic primer pada kambing PE [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor
14
Lampiran 1 Analisis ragam (ANOVA) dan uji ortogonal kontras pengaruh
perlakuan terhadap koefisien cerna bahan kering (KCBK)
SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Total 19 502.01 26.42
Perlakuan 3 304.28 101.43 36.94 3.49 5.95 **
P3 vs P1 P2 P0 1 232.23 232.23 84.59 4.75 9.33 **
P1 P2 vs P0 1 70.91 70.91 25.83 4.75 9.33 **
P1 vs P2 1 1.14 1.14 0.42 4.75 9.33 ns
Kelompok 4 164.78 41.20 15.01 3.26 5.41 **
Galat 12 32.94 2.75 1.00 SK: sumber keragaman; db: derajat bebas; JK: jumlah kuadrat; KT: kuadrat tengah; **sangat
berbeda nyata (P<0.01); *berbeda nyata (P<0.05); ns: tidak signifikan; P0 (puuck tebu tanpa
perlakuan); P1 (Hi-fer pucuk tebu fermentasi 2 minggu). P2 (Hi-fer pucuk tebu fermentasi 4
minggu); P3 (rumput gajah tanpa perlakuan)
Lampiran 2 Analisis ragam (ANOVA) dan uji ortogonal kontras pengaruh
perlakuan terhadap koefisien cerna bahan organik (KCBO)
SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01
Total 19 573.96 30.21
Perlakuan 3 292.42 97.47 24.56 3.49 5.95 **
P3 P1 vs P2 P0 1 173.63 173.63 43.74 4.75 9.33 **
P3 vs P1 1 83.44 83.44 21.02 4.75 9.33 **
P2 vs P0 1 35.35 35.35 8.90 4.75 9.33 *
Kelompok 4 233.90 58.48 14.73 3.26 5.41 **
Galat 12 47.63 3.97 SK: sumber keragaman; db: derajat bebas; JK: jumlah kuadrat; KT: kuadrat tengah; **sangat
berbeda nyata (P<0.01); *berbeda nyata (P<0.05); ns: tidak signifikan; P0 (puuck tebu tanpa
perlakuan); P1 (Hi-fer pucuk tebu fermentasi 2 minggu). P2 (Hi-fer pucuk tebu fermentasi 4
minggu); P3 (rumput gajah tanpa perlakuan)
15
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Lien Amalia O’Neal Elmi dilahirkan pada
tanggal 11 Maret 1994 di Sleman. Penulis merupakan anak
pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Achmad
Warid Khan (alm) dan Ibu Siti Fathonah. Pendidikan yang telah
ditempuh penulis yaitu SDN 2 Barenglor Klaten Utara pada
tahun 2000-2006, SMPIT Abu Bakar Yogyakarta pada tahun
2006-2009, dan SMA Muhammadiyah 1 Klaten pada tahun
2009-2012. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor sebagai
mahasiswa melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN) pada tahun 2012 pada Program Departemen Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan. Selama menempuh pendidikan sarjana,
penulis aktif dalam organisasi Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Peternakan
(DPM D) periode 2013/2014 sebagai sekretaris komisi 3 dan periode 2014/2015
sebagai sekretaris komisi 3, serta Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Klaten.
Selain itu penulis juga mengikuti beberapa kepanitiaan seperti Masa Perkenalan
Fakultas Peternakan (Meet Cowboy) 2014 sebagai anggota divisi sponsorship,
Panitia Pemilihan Raya Fakultas Peternakan 2014 sebagai bendahara, dan Pekan
Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) 2016 sebagai Liason Officer (LO). Penulis
merupakan penerima Beasiswa Bidikmisi tahun 2012.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat,
nikmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana dari program
studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan. Sholawat dan Salam
senantiasa penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Suryahadi, DEA dan Ir Anita S
Tjakradidjaja, MRur Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak
memberikan bimbingan, keluangan waktu, kesabaran dan dukungan kepada penulis.
Penulis ucapkan terima kasih kepada Dr Indah Wijayanti, STP MSi selaku dosen
pembahas seminar pada tanggal 25 April 2016, serta Dr Ir Asep Sudarman, MRur
Sc dan Dr Ir Lucia Cyrilla ENSD, MSi selaku dosen penguji sidang skripsi yang
dilaksanakan pada tanggal 27 Januari 2017. Terima kasih pula untuk ibu Dian
selaku teknisi Laboratorium Nutrisi Ternak Perah yang telah memberikan bantuan
selama di laboratorium. Tak lupa penulis ucapkan kepada Beasiswa Bidikmisi yang
sudah memberikan beasiswa selama studi di IPB dan civitas akademika IPB yang
telah memberikan banyak ilmu.
Terima kasih penulis ucapkan pula kepada orang tua penulis (Bapak Achmad
Warid Khan (alm) dan Ibu Siti Fathonah), adik kandung (Bellah Asa O’Neal Elmi),
serta seluruh keluarga atas segala do’a dan kasih sayang yang telah diberikan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan penelitian, Lina Febriana atas
bantuannya selama penelitian berlangsung. Terima kasih kepada sahabat Fatatul
Arifah, Zulfa Fitriya, Ulfa Nurrofingah, Ita Mariam, Eka Rachmawati, keluarga
16
Wisma Tanjung, sahabat Melingkar, keluarga Papat Songo KMK IPB, dan teman-
teman INTP 49 (Centaurus) atas segala dukungannya.