Post on 13-Apr-2016
description
TUGAS PRESENTASI KASUS
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
BRONKOPNEUMONIA
PEMBIMBING:
dr. Ariadne Tiara H, Sp.A
Disusun Oleh
Aulia Dyah Febrianti G1A009002
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2012
I. PENDAHULUAN
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang
mengenai parenkim paru. yang menyerang saluran nafas bagian bawah yang
terbanyak kasusnya didapatkan di praktek-praktek dokter atau rumah sakit dan
sering menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit saluran nafas bawah yang
menyerang anak-anak dan balita hampir di seluruh dunia. Diperkirakan
pneumonia banyak terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan, oleh karena itu
pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan angka kematian anak. Kasus
pneumonia banyak disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah
penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Terjadinya pnemonia pada
anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus (biasa
disebut bronchopneumonia). Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi
sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi
bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan
orang dewasa (Mansjoer et al.,2008).
Bronkopneumonia adalah peradangan paru, biasanya dimulai di bronkioli
terminalis. Bronkopneumonia adalah nama yang diberikan untuk sebuah
inflamasi paru-paru yang biasanya dimulai di bronkiolus terminalis. Bronkiolus
terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk bercak-
bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat
sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik
dan penyakit yang melemahkan sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-
orang yang lemah, pneumonia dapat muncul sebagai infeksi primer (Bets et al.,
2002).
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Bronkopneumonia adalah infeksi atau peradangan pada jaringan
parenkim paru yang sering menyerang anak- anak yang awalnya terjadi di
bronkioli terminalis dan juga dapat mengenai alveolus sekitarnya yang berupa
distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution). Menurut anatomis
pneumonia anak dibedakan menjadi pneumonia interstitialis, pneumonia
lobaris, bronkopneumonia (Mirzanie et al., 2006).
B. Etiologi
a.Pada anak kurang 3 bulan banyak disebabkan oleh Streptococcus grup B,
S.aureus,C trakomatis, bakteri gram negative.
b.Pada anak usia 3 bulan hingga 5 tahun sering disebabkan oleh
S.pneumonia, H. influenza, dan jarang oleh S.aureus, Streptococcus grup A.
c.Pada anak lebih dari 5 tahun biasanya disebabkan oleh M. Pneumonia, C.
Pneumonia, S.pneumonia, H.influenza (Mirzanie et al., 2006).
C. Klasifikasi
1. Berdasarkan Sumber Infeksi
a. Pneumonia yg didapat di masyarakat (Community-acquired
pneumonia.)
1) Streptococcus pneumonia merupakan penyebab utama pada orang
dewasa
2) Haemophilus influenzae merupakan penyebab yang sering pada anak-
anak
3) Mycoplasma sering bisa menjadi penyebab keduanya (anak &
dewasa) (Pulmonologi RS Persahabatan Jakarta, 2000)
b. Pneumonia yg didapat di RS (Hospital-acquired pneumonia )
1) Terutama disebabkan kerena kuman gram negatif
2) Angka kematiannya > daripada CAP (Community-acquired
pneumonia.)
3) Prognosis ditentukan ada tidaknya penyakit penyerta (Pulmonologi
RS Persahabatan Jakarta, 2000)
c. Pneumonia aspirasi
1.) Sering terjadi pada bayi dan anak-anak
2.) Pada orang dewasa sering disebabkan oleh bakteri anaerob
(Pulmonologi RS Persahabatan Jakarta, 2000)
d. Pneumonia Immunocompromise host
1) Macam kuman penyebabnya sangat luas, termasuk kuman sebenarnya
mempunyai patogenesis yang rendah
2) Berkembang sangat progresif menyebabkan kematian akibat rendahnya
pertahanan tubuh (Pulmonologi RS Persahabatan Jakarta, 2000)
2. Berdasarkan Kuman Penyebab
a. Pneumonia bakterial
1) Sering terjadi pada semua usia
2) Beberapa mikroba cenderung menyerang individu yang peka, misal;
Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphylococcus menyerang pasca
influenza (Pulmonologi RS Persahabatan Jakarta, 2000)
b. Pneumonia Atipikal
1) Disebabkan: Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
2) Sering mengenai anak-anak dan dewasa muda (Pulmonologi RS
Persahabatan Jakarta, 2000)
c. Pneumonia yang disebabkan virus
1) Sering pada bayi dan anak-anak
2) Merupakan penyakit yang serius pada penderita dengan pertahanan
tubuh yang lemah (Pulmonologi RS Persahabatan Jakarta, 2000)
d. Pneumonia yang disebabkan oleh jamur atau patogen lainnya
1. Seringkali merupakan infeksi sekunder
2. Predileksi terutama pada penderita dengan pertahanan tubuh yang
rendah (Pulmonologi RS Persahabatan Jakarta, 2000)
3.Berdasarkan Predileksi atau Tempat Infeksi
a. Pneumonia lobaris (lobar pneumonia)
1) Sering pada pneumonia bakterial
2) Jarang pada bayi dan orang tua
3) Pneumonia terjadi pada satu lobus atau segmen, kemungkinan
dikarenakan obstruksi bronkus misalnya : aspirasi benda asing pada
anak atau proses keganasan pada orang dewasa (Pulmonologi RS
Persahabatan Jakarta, 2000)
b. Bronchopneumonia
1) Ditandai adanya bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru
2) Dapat disebabkan bakteri maupun virus
3) Sering pada bayi dan orang tua
4) Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus (Pulmonologi RS
Persahabatan Jakarta, 2000)
c. Pneumonia interstisialis (interstitial pneumonia)
1) Proses terjadi mengenai jaringan interstitium daripada alevoli atau
bronki
2) Merupakan karakteristik (tipikal) infeksi oportunistik
(Cytomegalovirus, Pneumocystis carinii) (Pulmonologi RS
Persahabatan Jakarta, 2000).
D. Patomekanisme
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan
paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan
antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak
dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke
dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain :
1. Inhalasi langsung dari udara
2. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring
3. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain
4. Penyebaran secara hematogen
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien
untuk mencegah infeksi yang terdiri dari :
1. Susunan anatomis rongga hidung
2. Jaringan limfoid di nasofaring
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan
sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.
4. Refleks batuk.
5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.
6. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
7. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari IgA
8. Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang
bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik.
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat
melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada
dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di
alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium,
yaitu :
1. Stadium kongesti atau hyperemia (4-12 jam)
Stadium ini bermula pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan
dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen
bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot
polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini
mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak
yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka
perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. Kapiler melebar
dan kongesti serta dalam alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri dalam
jumlah banyak, bebrapa neutrophil dan makrophag.
2. Stadium Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)
Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat tidak mengandung udara,
warna menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar. Dalam alveolus
didapatkan fibrin, leukosit netrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit
dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek.
3. Stadium Hepatisasi Kelabu (3 – 8 hari)
Lobus masih tetap padat dan warna merah berubah menjadi pucat
kelabu. Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus
terisi fibrin dan leucosit, tempat terjadi fagositosis pneumococcus,
kapiler tidak lagi kongestif.
4. Stadium Resolusi (7 – 11 hari)
Eksudat berkurang. Dalam alveolus macrofag bertambah dan leukosit
mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin di resorbsi dan
menghilang.
Proses kerusakan yang terjadi dapat di batasi dengan pemberian
antibiotik sedini mungkin agar system bronkopulmonal yang tidak terkena
dapat di selamatkan (Sudoyo, 2006).
E. Penegakan Diagnosis
1. Gambaran Klinis
a. Anamnesis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas
bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak
sampai 39–40°C dan mungkin disertai kejang karena demam yag
tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, nyeri dada, ekspektorasi purulen,
pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan
sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai di
awal penyakit, anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari,
dimana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi
produktif.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik dapat berupa demam,
sesak napas, nafas cepat,dan nafas cuping hidung. Pada perkusi toraks
sering tidak dijumpai adanya kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya
terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang
bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi
terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi
terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah tepi dapat terjadi leukositosis, namun pada bayi jumlah
leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar hemoglobin
biasanya normal atau sedikit menurun
2. Analisis Gas Darah , pemeriksaan ini tergantung pada luas paru
yang terlibat dapat menunjukkan pO2 turun hipoksia, asidosis
respiratorik
3. Rontgen thorak AP lateral dapat berupa bercak-bercak infiltrate
dapat terjadi pada satu atau beberapa lobus paru. Abnormalitas
pada bronkopneumonia terjadi karena pengisian alveoli oleh cairan
radang berupa opasitas / peningkatan densitas ( konsolidasi )
disertai dengan gambaran air bronchogram
4. Kultur sputum dan pengecatan bakteri penyebab
5. Kultur darah
Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata
laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut
bronkopneumonia dibedakan berdasarkan :
1.Bronkopneumonia sangat berat bila terjadi sianosis sentral dan anak
tidak sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan
diberi antibiotika.
2.Bronkopneumonia berat bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis
dan masih sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan
diberi antibiotika
3.Bronkopneumonia bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan
yang cepat :
1.60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
2.> 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun
3.> 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.
4. Bukan bronkopenumonia bila hanya batuk tanpa adanya tanda dan
gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi
antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman
penyebab:
a. kultur sputum atau bilasan cairan lambung
b. kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama
virus
c. deteksi antigen bakteri (Departemen Kesehatan RI, 2009)
d. Penegakkan diagnosis menurut WHO
Bila dijumpai batuk dan sesak napas disertai dengan minimal salah
satu gejala di bawah ini:
1. Kepala terangguk –angguk
2. Pernapasan cuping hidung
3. Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
4. Foto rontgen menunjukkan gambaran pneumonia yakni terdapat
adanya gambaran konsolidasi atau infiltrate
5. Terdapat adanya napas cepat
a. 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
b. > 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun
c. > 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.
6. Suara merintih
d. Pada auskultasi dapat didengar bunyi ronkhi, suara napas menurun,
suara napas bronkial (Departemen Kesehatan RI, 2009)
F. Diagnosis Banding
1. Bronkiolitis
2. Bronkopneumonia et causa virus
3. Bronkopneumonia et causa bakteri
4. TB Paru
G. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
a. Tatalaksanan pneumonia ringan
1. Anak di rawat jalan
2. Beri antibiotik: Kotrimoksasol (4 mg TMP/kg BB/kali) 2 kali
sehari selama 3hari atau Amoksisilin (25 mg/kg BB/kali) 2 kali
sehari selama 3 hari. Untuk pasien HIV diberikan selama 5 hari.
b. Tatalaksanan pneumonia berat
1.Anak di rawat di rumah sakit
2.Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6
jam), yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama.
Bila anak member respons yang baik maka diberikan selama 5 hari.
Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit dengan
amoksisilin oral (15 mg/kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari
berikutnya. Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau
terdapat keadaan yang berat (tidak dapat menyusu atau
minum/makan, atau memuntahkan semuanya, kejang, letargis atau
tidak sadar, sianosis, distres pernapasan berat) maka ditambahkan
kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam). Bila
pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen
dan pengobatan kombinasi ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-
gentamisin. Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB
IM atau IV sekali sehari). Bila anak tidak membaik dalam 48 jam,
maka bila memungkinkan buat foto dada. Apabila diduga
pneumonia stafilokokal (dijelaskan di bawah untuk pneumonia
stafilokokal), ganti antibiotik dengan gentamisin (7.5 mg/kgBB IM
sekali sehari) dan kloksasilin (50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam)
atau klindamisin (15 mg/kgBB/hari –3 kali pemberian). Bila
keadaan anak membaik, lanjutkan kloksasilin (atau dikloksasilin)
secara oral 4 kali sehari sampai secara keseluruhan mencapai 3
minggu, atau klindamisin secara oral selama 2 minggu.
3.Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat Bila
tersedia pulse oximetry, gunakan sebagai panduan untuk terapi
oksigen (berikan pada anak dengan saturasi oksigen < 90%, bila
tersedia oksigen yang cukup). Lakukan periode uji coba tanpa
oksigen setiap harinya pada anak yang stabil. Hentikan pemberian
oksigen bila saturasi tetap stabil > 90%. Pemberian oksigen setelah
saat ini tidak berguna. Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau
kateter nasofaringeal.Penggunaan nasal prongs adalah metode
terbaik untuk menghantarkan oksigen pada bayi muda. Masker
wajah atau masker kepala tidak direkomendasikan. Oksigen harus
tersedia secara terus-menerus setiap waktu (Departemen Kesehatan
RI, 2009).
c.Tata laksana umum bronkopneumonia anak
1.Antibiotik untuk gram (+) dapat diberikan Ampicillin dengan dosis
100-200 mg/KgBB/4 dosis secara IV sedangkan untuk gram (-)
dapat diberikan kloramfenikol dengan dosis 50-100 mg/KgBB/4
dosis secara IV.
2.Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan
buat foto dada.
3.Bed rest
4.Antipiretik : paracetamol 10-15 mg/kgBB/x beri
5.Mukolitik : Ambroxol 1,2-1,6 mg/kgBB/2 dosis/oral
6.Diet sesuai dengan usia,bila anak dalam keadaan sesak napas berat
sebaiknya dipuasakan dahulu (Departemen Kesehatan RI, 2009)
2. Non medikamentosa
a.Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak
dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang
dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini.
b.Vaksinasi Varisela dan influenza dianjurkan pada anak dengan daya
tahan tubuh rendah.
c.Edukasi pada orang tua pasien mengenai penyakit, perjalanan
prognosis, dan komplikasi yang dapat muncul (Departemen Kesehatan
RI, 2009).
H. Prognosis
Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat yang dimulai secara
dini pada perjalanan penyakit tersebut maka mortalitas selam masa bayi dan
mas kanak-kanak dapat di turunkan sampai kurang 1 % dan sesuai dengan
kenyataan ini morbiditas yang berlangsung lama juga menjadi rendah. Anak
dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat
menunjukkan mortalitas tang lebih tinggi (Departemen Kesehatan RI, 2009).
I. Komplikasi
1. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau
kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk
hilang.
2. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam
rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura. (Sectish
et al., 2004)
3. Otitis media
4. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
5. Infeksi sitemik
6. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
7. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak (Sudoyo, 2006)
III. KESIMPULAN
1.Bronkopneumonia adalah infeksi atau peradangan pada jaringan parenkim paru
yang sering menyerang anak- anak yang awalnya terjadi di bronkioli terminalis
dan juga dapat mengenai alveolus sekitarnya yang berupa distribusi berbentuk
bercak-bercak (patchy distribution)
2.Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya
tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat
timbulnya infeksi penyakit.
3.Prognosis pada penderita tergantung pada pemberian antibiotik yang tepat dan
adekuat yang dimulai secara dini pada perjalanan penyakit
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 3. Jakarta: EGC.
Mansjoer A, Wardhani WI. 2008. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 2.
Pulmonologi Anak. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius FK UI. 465-468
hal.
Mirzanie H, Leksana. 2006. Buku Saku Pediatri Anak TOSCA. Pulmonologi.
Yogyakarta: Tosca Enterprise. 2-5 hal.
Pulmonologi RS Persahabatan Jakarta. 2000. Konsensus Pneumonia. Jakarta.
Sectish T, Probler C. 2004. Nelson Textbook of Pediatric’s. Pneumonia Edisi 17.
Saunders.
Sudoyo AW. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Pneumonia.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Univeristas Indonesia. 964-965 hal.
Departemen Kesehatan RI. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di RS –
WHO. Jakarta : Departemen Kesehatan RI