Post on 30-Jan-2018
MAKALAH KONSEP DASAR KEPERAWATAN 2
Perspektif Transkultural dalam Keperawatan dan Komunikasi Transkultural
KELAS B
KELOMPOK 4
Nama Kelompok:
Afif Ni’matul Khoiriyah (1106014210)
Azhari Putri Cempaka (1106053426)
Dina Wulandari (1106053224)
Ratna Susiyanti (1106053363)
Paramudita Tri Hardani (1106000842)
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNVERSITAS INDONESIA
2011
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena
atas rahmat dan petunjuk-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Makalah ini kami susun berdasarkan data-data yang telah kami kumpulkan dari berbagai
sumber. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Konsep Dasar Keperawatan 2.
Makalah ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung
maupun tidak langsung, untuk itu perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. Ibu Ibu Enie Novieastari
2. Orang tua penulis yang telah memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis
3. Seluruh teman-teman yang telah membantu
4. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam
penyelesaian karya tulis ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna.
Untuk itu, kritik dan saran yang membangun dalam perbaikan karya tulis ini sangat penulis
harapkan.
Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Depok, 6 November 2011
Penulis
ABSTRAKSI
Di era globalisasi dimana migrasi sudah menjadi suatu hal yang lazim, besar kemungkinan perawat
dihadapkan pada situasi yang lebih rumit. Seringkali perawat harus menangani klien yang berasal dari Negara, latar
belakang budaya dan pola komunikasi yang berbeada. Disinilah dibutuhkan pemahaman dan penguasaan konsep
keperawatan transkultural agar perawat mampu mengimplementasikan asuhan keperawatan dengan baik.
Transkultural Nursing adalah suatu areal wilayah keilmuan budaya pada proses belajar dan praktek
keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat,
dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan, dan tindakan. Ilmu ini digunakan untuk memberikan
asuhan keperawatan khususnya budaya atau keluhan budaya kepada manusia (Leininger 2002). Tujuannya dari
keperawatan transkultural sendiri adalah untuk mengidentifikasi, menguji, mengerti dan menggerakkan pemahaman
keperawatan trnskultural untuk meningkatkan kebudayaan yang spesifik dalam pemberian asuhan keperawatan.
Komunikasi patut menjadi fokus perhatian dalam memberikan asuhan keperawatan. Mengingat setiap
orang memiliki pola komunikasi yang berbeda serta menganut nilai dan norma budaya dalam berkomunikasi yang
juga berbeda, maka perawat tidak dapat menyamaratakan implementasi asuhan keperawatan pada semua klien. Oleh
karena itu penting bagi perawat memahami konsep perspektif transkultural dalam keperawatan dan komunikasi
transkultural.
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Profesi perawat di bidang kesehatan membutuhkan kemampuan dalam
berinteraksi dengan baik.Baik interaksi antar perawat, interaksi dengan anggota
kesehatan lain, dan terutama interaksi dengan klien dan keluarganya.Perawat juga
dituntun untuk secara tanggap memahami kebutuhan klien, sekalipun terdapat perbedaan
baik dalam hal latar belakang klien, maupun perbedaan pola komunikasi yang digunakan
oleh klien, . sehingga dapat melakukan tindakan yang semestinya dilakukan sesuai
dengan situasi dan kondisi yang ada.
Untuk itu, kami membahas topik konsep keperawatan transkultural, agar dapat
lebih memahami bahwa perawat mampu untuk menentukan tindakan yang tepat dan
sesuai dengan situasi di lapangan, dan mampu menerapkan implementasi asuhan
keperawatan dengan baik dalam kondisi apapun. Bahkan, perawat harus dapat mengelola
situasi yang tidak terduga, yaitu saat klien berasal dari latar belakang budaya, negara dan
bahasa yang berbeda, misalnya.Perawat dituntut untuk secara tanggap menentukan
tindakan yang tepat dalam menangani klien dengan perbedaan-perbedaan yang ada,
khususnya perbedaan bahasa yang akan kami bahas lebih lanjut dalam makalah
kami.Tidak ada gading yang tak retak, begitu juga dengan tulisan ini yang masih jauh
dari kesempurnaan. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang yang
membangun dari pembaca sekalian. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat untuk pembaca
sekalian. Terima kasih.
B. Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk :
Mengetahui perspektif transkultural dalam keperawatan.
Mengetahui tentang komunikasi transkultural.
Bab II
Perspektif Transkultural dalam Keperawatan dan Komunikasi Transkultural
1. Perspektif Trasnkultural dalam Keperawatan
a. Keperawatan Transkultural dan Globalisasi Dalam Pelayanan Masyarakat dan Konsep dan Prinsip dalam Asuhan Keperawatan
Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan pada abad ke-21, termasuk
tuntutan terhadap asuhan keperawatan yang berkualitas akan semakin besar dengan adanya
globalisasi, dimana perpindahan penduduk antar negara (migrasi) dimungkinkan sebagai
penyebab adaanya pergeseran terhadap tuntutan asuhan keperawatan. Sebagai seorang perawat
yang profesional, ketika dihadapkan dengan kllien yang berbeda budaya tetap akan memberikan
asuhan keperawatan yang tinggi, demi terpenuhinya kebutuhan dasar klien tersebut.
Perkembangan teori keperawatan terbagi menjadi empat, yaitu metha theory, grand
theory, dan practice theory. Salah satu teori yang diungkapkan pada middle range theory adalah
Transcultural Nursing theory. Teori ini berasal dari ilmu Antropologi dan dikembangkan dalam
konteks keparawatan. Leninger beranggapan bahwa sangatlah penting memperhatikan
keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan keparawatan kepada klien. Bila
hal tersebut diabaikan oleh perawat, maka akan mengakibatkan terjadinya cultural shock.
Cultural shock akan dialami ileh klien disaat perawat tidak mampu beradaptasi dengan
perbedaan nilai budaya dan kepercayaan.
Transcultural Nursing adalah suatu areal wilayah keilmuan budaya pada proses belajar
dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya
dengan menghargai asuhan, sehat, dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia,
kepercayaan, dan tindakan. Ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan
khususnya budaya atau keluhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002). Tujuannya dari
keperawatan transkultural sendiri adalah untuk mengidentifikasi, menguji, mengerti dan
menggerakkan pemahaman keperawatan transkultural untuk meningkatkan kebudayaan yang
spesifik dalam pemberian asuhan keperawatan.
b. Konsep dalam Transkukltural Nursing
1. Budaya, adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari dan
dibagi serta memberikan petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan.
2. Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yang optimal dari
pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinan variasi pendekatan yang
dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya yang menghargai nilai budaya individu,
kepercayaan dan tindakan termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang
datang dan individu yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985).
3. Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau sesuatu
tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi tindakan dan
keptutusan.
4. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa
kebudayaannya adalah yang trbaik antara budaya-budaya yang dimiliki orang lalin.
5. Etnis berakitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang
digolongkan menurut cirri-ciri dan kebiasaan yang lazim.
6. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal
muasal manusia. Ras merupakan sistem pengklasifikasikan manusia berdasarkan
karakteristik fisik pigmentasi, bentuk tubuh, bentuk wajah, bulu pada tubuh dan bentuk
kepala. Ada tiga jenis ras yang umumnya dikenal, yaitu kaukasoid, negroid, Mongolid.
Budaya adalah keyakinan dan perilaku yang diturunkan atau diajarkan manusia kepada
generasi berikutnya (Taylor, 1989).
7. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada penelitian
etnografi memnungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang tinggi pada
perbedaan budaya setiap individu, emnjelaskan dasat observasi untuk mempelajari
lingkungan dan orang-orang, dan saling memberikan timbale balik diantara keduanya.
8. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan,
perilaku pada individu, keluarga, kelompok, dengan adanya kejadian untuk memenuhi
kebutuhan baik actual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan kualitas
kehidupan.
9. Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing, mendukung dan
mengarahkan individu, , keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau
antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi manusia.
10. Cultural care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai,
keprcayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk membimbing, mendukung atau
member kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan
kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup.
11. Cultural imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk
memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai di atas budaya orang lain karena percaya
bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain.
Berikut ini beberapa prinsip penting keprawatan transkultural yang memberikan bimbingan
kepada pelayan perawatan transkultur untuk berinteraksi.
1. Human caring dengan keperawatan transkultur berfokus untuk kepentingan
kesehatan, penyembuhan, dan kesejahteraan individu, keuarga, kelompok dan
lembaga.
2. Setiap budaya memiliki keprcayaan tertentu, nilai dan pola kepedulian dan
pemyembuhan yang perlu ditemukan, dipahami dan digunakan dalam merawat
orang-orang dari berbeda-beda atau mirip.
3. Keperewatan transkultural pengetahuan dan kompetnsi yang imperative untuk
memberikan makna, kongruen, aman, dan menguntungakn praktek perawat
kesehatan.
4. Ini adalah hak asasi manusia yang kebudayaan memiliki nilai-nilai peduli budaya
mereka, kepercayaan dan praktek-praktek di hormati.
5. Budaya dan kesehatan perawatan berdasarkan keprcayaan dan praktek-praktek
kesehatan.
6. Komperatif pengalaman perawatan budaya, makna, nilai dan pola budaya
perawatan sumber dasar pengetahuan keperawatn lintas untuk menntun
keputusan.
7. Generic (etnik, folk) dan professional (etik engetahuan dan praktek perawatan
sering memiliki pengetahuan dan pengalaman yang berbeda dasar yang perlu
dinilai dan dipahami sebelum menggunakan informasi dalam perawatan klien.
8. Pengetahuan yag holistik dan komprehensif dan keperawatan.
Transkultural membutuhkan pemahaman perspektif emik dan etik yang yang
terkait dengan padnangan dunia, bahasa, etnohistory, kekerabatan, agama,
teknoligi, ekonomi dan faktor-faktor politik.
9. Cara belajar yang berbeda, hidup dan budaya transmisi perawatan dan kesehatan
siklus hidup adalah fokus utama dari pendidikan, penelitian dan praktek
keperawatan transkultur.
10. Keperawatan transkultural membutuhkan pemahaman tentang diri sendiri, satu
budaya dan cara seseorang memasuki budaya lain.
Kosep yang dikembangkan Leininger merupakan konsep yang dikembangkan dari ilmu
Antropologi yang di integrasikan dengan ilmu keperwatan. Konsep tentang keperawatan
tarnskultural berfokus pada kebudayaan yang memberikan pelayanan kepada seseroang dengan
pendekatan latar belakang jebudayaan. Sehingga perawat mampu melakukan tindakan
keprawatan yang sesuai dengan perilaku sosial seseorang.
a. Pengkajian Asuhan keperawatan Budaya
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi kesehatan
klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger dan Davidhizar, 1995).
Pengkajian dirancangkan berdasarkan tujuh komponen yang ada pada ‘Sunrise Model’,
yaitu:
a.Faktor teknologi
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran
menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengkaji: persepsi
sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari
bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepi klien tentang
penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permalahan ini.
b.Faktor agama dan falsafah hidup
Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah: agama yang dianut, status
pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan, dan
kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
c.Faktor sosial dan keterikatan budaya
Pada tahap ini perawat harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama panggilan,
umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan
keputusan dalam keluarga, dan hubungan klien dengan kepala keluarga.
d.Nilai-nilai budaya dan gaya hidup
Yang perlu dikaji dalam faktor ini adalah: posisi dan jabatan yang dipegang oeh kepala
keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam
kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan
membersihkan diri.
e.Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku
Menurut Andre dan Boyle, kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah
segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas
budaya. Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: peraturan dan kebijakan yang berkaitan
dengan jam kunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran
untuk klien yang dirawat.
f.Faktor ekonomi
Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya pekerjaan klien, sumber
biaya pengobatan klien, tabungan yang dimiliki oleh keluarga klien, dan biaya dari
sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor klien atau patungan antar
anggota keluarga klien
g.Faktor pendidikan
Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah tingkat pendidikan klien, jenis pekerjaan
serta kemampuan belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga
tidak terulang kembali.
Dalam pengkajian asuhan keperawatan budaya, terdapat prinsip-prinsip pengkajian budaya:
Janngan menggunakan asumsi
Jangan membuat sreotip karna dapat menimbulkan konflik
Menerima dan memahami metode komunikasi
Menghargai perbedaan individual
Menghargai kebutuhan personal dari setiap individu
Tidak boleh membeda-bedakan keyakinan klien
Menyediakan privacy terkait kebutuhan pribadi klien
b. Beberapa Instrumen Pengkajian Budaya
Budaya adalah instrument yang mendasari seseorang dalam membentuk kepribadian
manusia untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari.
Instrumen-instrumen pengkajian budaya meliputi etnisitas dan religi.
Etnisitas
Latar belakang yang dimiliki oleh seseorang sangat berpengaruh terhadap apa
yang dia butuhkan dan apa yang ia lakukan. Dalam budaya etnik, masyarakat
biasanya menganut asas yang terlalu berlebihan dalam memeluk suatu paham,
misalnya agama dan bahasa. Namun seseorang dapat juga mengadopsi dari
kebudayaan lain. Etnisitas juga berpengaruh pada pola perkerjaan dan tempat
tinggal.
Religi
Religi atau keyakinan dalam diri seseorang yang berada di luar kekuatan
manusia yang harus dihadapi. Dengan dalamnya religi eksinitas dapat dikaji
ulang untuk mendapatkan klasifikasi yang kongkrit. Religi juga dapat
digunakan untuk merumuskan filosopi dan sistem melalui sistem keyakinan.
2. Komunikasi Transkultural
c. Nilai dan Norma Budaya dalam Berkomunikasi
Komunikasi dan budaya adalah dua hal yang saling terkait.Budaya mempengaruhi bagaimana perasaan diekspresikan.Orang Amerika lebih menyembunyikan perasaan mereka, sedangkan orang Inggris dikenal dengan budaya yang tidak saling menyentuh satu sama lain. Sebaliknya, budaya Timur lebih terbuka terhadap perasaan mereka, dan banyak menyentuh. Dilaporkan bahwa sentuhan antar pasangan terjadi sekitar 180 kai dalam satu jam di San Juan, Puerto Rico, dan 110 kali per jam di Paris.Di kota lain, terjadi sangat sedikit sentuhan, yaitu 2 dua kali per jam di Florida, dan tidak sama sekali terjadi di London.
Sebuah budaya bisa dibatasi dan dicetak oleh praktik komunikasi.Perawat harus peduli terhadap pandangan bahwa pola komunikasi tertentu tidak dapat digeneralisasikan kepada semua orang, karena pola komunikasi adalah unik.Maka, dibutuhkan kesigapan bagi perawat dalam menangani klien dengan pola komunikasi yang berbeda dengan pola komunikasi yang digunakan oleh perawat itu sendiri.
b. Prinsip-Prinsip dalam Komunikasi
Komunikasi transkultural adalah komunikasi/interaksi antara orang-orang yang berbeda
budaya, bangsa, ras, atau komunitas bahasa. ( staff.ui.ac.id / Hj. Efy Afifah, S. Kp. M.
Kes.). Selanjutnya kita akan menggali sifat atau hakikat atau karakteristik komunikasi
dengan menyajikan delapan prinsip komunikasi. Memahami prinsip-prinsip ini sangat
penting untuk memahami komunikasi dalam segala bentuk dan fungsinya. Adapun prinsip-
prinsip itu yaitu :
1. Komunikasi Adalah Paket Isyarat
Perilaku komunikasi, apakah ini melibatkan pesan verbal, isyarat tubuh, atau
kombinasi dari keduanya, biasanya terjadi dalam "paket". Biasanya, perilaku verbal
dan nonverbal saling memperkuat dan mendukung. Semua bagian dari sistem pesan
biasanya bekerja bersama-sama untuk mengkomunikasikan makna tertentu. Kita tidak
mengutarakan rasa takut dengan kata-kata sementara seluruh tubuh kita bersikap santai.
Kita tidak mengungkapkan rasa marah sambil tersenyum. Seluruh tubuh—baik secara
verbal maupun nonverbal—bekerja bersama-sama untuk mengungkapkan pikiran dan
perasaan kita.
Pesan yang Kontradiktif
Bayangkanlah seseorang yang mengatakan "Saya begitu senang bertemu dengan anda,
" tetapi berusaha menghindari kontak mata langsung dan melihat kesana-kemari untuk
mengetahui siapa lagi yang hadir. Orang ini mengirimkan pesan yang kontradiktif. Kita
menyaksikan pesan yang kontradiktif (juga dinamai "pesan berbaur" oleh beberapa
penulis) pada pasangan yang mengatakan bahwa mereka saling mencintai tetapi secara
nonverbal melakukan hal-hal yang saling menyakiti, misalnya datang terlambat untuk
suatu janji penting, mengenakan pakaian yang tidak disukai pasangannya,
menghindari kontak mata, atau tidak saling menyentuh. Pesan-pesan tersebut ada juga
yang mengatakan sebagai "diskordansi" (discordance) merupakan akibat dari keinginan
untuk mengkomunikasikan dua emosi atas perasaan yang berbeda. Sebagai contoh,
anda mungkin menyukai seseorang dan ingin mengkomunikasikan perasaan positif ini,
tetapi anda juga tidak menyukai orang itu dan ingin mengkomunikasikan perasaan
negatif ini juga. Hasilnya adalah anda mengkomunikasikan kedua perasaan itu, satu
secara verbal dan lainnya secara nonverbal.
2. Komunikasi Adalah Proses Penyesuaian
Komunikasi hanya dapat terjadi bila para komunikatornya menggunakan sistem isyarat
yang sama. Ini jelas kelihatan pada orang-orang yang menggunakan bahasa berbeda.
Tetapi, prinsip ini menjadi sangat relevan bila kita menyadari bahwa tidak ada dua
orang yang menggunakan sistem isyarat yang persis sama. Orang tua dan anak,
misalnya, bukan hanya memiliki perbedaan kata yang berbeda, melainkan juga
mempunyai arti yang berbeda untuk istilah yang mereka gunakan. Sebagian dari seni
komunikasi adalah mengidentifikasikan isyarat orang lain, mengenali bagaimana
isyarat-isyarat tersebut digunakan, dan memahami apa artinya. Mereka yang
hubungannya akrab akan menyadari bahwa mengenali isyarat-isyarat orang lain
memerlukan waktu yang sangat lama dan seringkali membutuhkan kesabaran. Jika kita
ingin benar-benar memahami apa yang dimaksud seseorang, bukan sekadar mengerti
apa yang dikatakan atau dilakukannya, kita harus mengenal sistem isyarat orang itu.
3. Komunikasi Mencakup Dimensi Isi Dan Hubungan
Komunikasi, setidak-tidaknya sampai batas tertentu, berkaitan dengan dunia nyata
atau sesuatu yang berada di luar (bersifat ekstern bagi) pembicara dan pendengar.
Tetapi, sekaligus, komunikasi juga menyangkut hubungan di antara kedua pihak.
Sebagai contoh, seorang atasan mungkin berkata kepada bawahannya, "Datanglah ke
ruang saya setelah rapat ini." Pesan sederhana ini mempunyai aspek isi (kandungan,
atau content) dan aspek hubungan (relational). Aspek isi mengacu pada tanggapan
perilaku yang diharapkan-yaitu, bawahan menemui atasan setelah rapat. Aspek
hubungan menunjukkan bagaimana komunikasi dilakukan. Bahkan penggunaan kalimat
perintah yang sederhana sudah menunjukkan adanya perbedaan status di antara kedua
pihak Atasan dapat memerintah bawahan. Ini barangkali akan lebih jelas terlihat bila
kita membayangkan seorang bawahan memberi perintah kepada atasannya. Hal ini akan
terasa janggal dan tidak layak karena melanggar hubungan normal antara atasan dan
bawahan.
4. Komunikasi Melibatkan Transaksi Simetris dan Komplementer
Hubungan dapat berbentuk simetris atau komplementer. Dalam hubungan simetris dua
orang saling bercermin pada perilaku lainnya. Perilaku satu orang tercermin pada
perilaku yang lainnya. Jika salah seorang mengangguk, yang lain mengangguk, jika
yang satu menampakkan rasa cemburu, yang lain memperlihatkan rasa cemburu; jika
yang satu pasif, yang lain pasif. Hubungan ini bersifat setara (sebanding), dengan
penekanan pada meminimalkan perbedaan di antara kedua orang yang bersangkutan.
Hubungan simetris bersifat kompetitif; masing-masing pihak berusaha
mempertahankan kesetaraan atau keunggulannya dari yang lain.
Dalam hubungan komplementer kedua pihak mempunyai perilaku yang berbeda.
Perilaku salah seorang berfungsi sebagai stimulus perilaku komplementer dari yang
lain. Dalam hubungan komplementer perbedaan di antara kedua pihak dimaksimumkan.
Orang menempati posisi yang berbeda; yang satu atasan, yang lain bawahan; yang satu
aktif, yang lain pasif; yang satu kuat, yang lain lemah. Salah satu masalah dalam
hubungan komplementer, yang dikenal baik oleh banyak mahasiswa, adalah yang
disebabkan oleh kekakuan yang berlebihan. Sementara hubungan komplementer antara
seorang ibu yan melindungi dan membimbing dengan anaknya yang sangat bergantung
kepadanya pada suatu saat sangat penting dan diperlukan untuk kehidupan si anak,
hubungan yang sama ketika anak ini beranjak dewasa menjadi penghambat bagi
pengembangan anak itu selanjutnya. Perubahan yang begitu penting untuk
pertumbuhan tidak dimungkinkan terjadi.
5. Rangkaian Komunikasi Dipunktuasi
Peristiwa komunikasi merupakan transaksi yang kontinyu. Tidak ada awal dan akhir
yang jelas. Sebagai pemeran serta atau sebagai pengamat tindak komunikasi, kita
membagi proses kontinyu dan berputar ini ke dalam sebab dan akibat, atau ke dalam
stimulus dan tanggapan. Artinya, kita mensegmentasikan arus kontinyu komunikasi ini
ke dalam potongan-potongan yang lebih kecil. Kita menamai beberapa di antaranya
sebagai sebab atau stimulus dan lainnya sebagai efek atau tanggapan.
Komunikasi adalah proses transaksional
Komunikasi adalah transaksi. Dengan transaksi dimaksudkan bahwa komunikasi
merupakan suatu proses, hahwa komponen-komponennya saling terkait, dan bahwa
para komunikatornya beraksi dan bereaksi sebagai suatu kesatuan atau keseluruhan.
Komunikasi adalah Proses
Komunikasi merupakan suatu proses, suatu kegiatan. Walaupun kita mungkin
membicarakan komunikasi seakan-akan ini merupakan suatu yang statis, yang diam,
komunikasi tidak pernah seperti itu. Segala hal dalam komunikasi selalu berubah -kita,
orang yang kita ajak berkomunikasi, dan lingkungan kita-.
Komponen-komponen Komunikasi Saling Terkait
Dalam setiap proses transaksi, setiap komponen berkaitan secara integral dengan setiap
komponen yang lain. Komponen komunikasi saling bergantung, tidak pernah
independen: Masing-masing komponen dalam kaitannya dengan komponen yang lain.
Sebagai contoh, tidak mungkin ada sumber tanpa penerima, tidak akan ada pesan
tanpa sumber, dan tidak akan umpan balik tanpa adanya penerima.
Komunikator bertindak sebagai satu kesatuan
Setiap orang yang terlibat dalam komunikasi beraksi dan bereaksi sebagai satu kesatuan
yang utuh. Secara biologis kita dirancang untuk bertindak sebagai makhluk yang utuh.
Akibat terpenting dari karakteristik ini adalah bahwa aksi dan reaksi kita dalam
komunikasi ditentukan bukan hanya oleh apa yang dikatakan, melainkan juga oleh cara
kita menafsirkan apa yang dikatakan. Jadi, dua orang yang mendengarkan sebuah
pesan seringkali menerimanya dengan arti yang sangat berbeda. Walaupun kata-kata
dan simbol yang digunakan sama, setiap orang menafsirkannya secara berbeda.
6. Komunikasi Tak Terhindarkan
Seseorang mungkin menganggap bahwa komunikasi berlangsung secara sengaja,
bertujuan, dan termotivasi secara sadar. Tetapi, seringkali pula komunikasi terjadi
meskipun seseorang tidak merasa berkomunikasi atau tidak ingin berkomunikasi.
Dalam situasi interaksi, seseorang tidak bisa tidak berkomunikasi.
7. Komunikasi Bersifat Tak Reversibel
Seseorang dapat membalikkan arah proses beberapa sistem tertentu. Sebagai contoh,
ketika seseorang dapat mengubah air menjadi es dan kemudian mengembalikan es
menjadi air, dan dapat mengulang-ulang proses dua arah ini berkali-kali. Proses seperti
ini dinamakan proses reversibel. Tetapi ada sistem lain yang bersifat tak reversibel
(irreversible). Prosesnya hanya bisa berjalan dalam satu arah, tidak bisa dibalik.
seseorang, misalnya, dapat mengubah buah anggur menjadi minuman anggur (sari
anggur), tetapi tidak bisa mengembalikan sari anggur menjadi buah anggur.
Komunikasi termasuk proses seperti ini, proses tak reversibel. Sekali seseorang
mengkomunikasikan sesuatu, dia tidak bisa tidak mengkomunikasikannya. Tentu saja,
dia dapat berusaha mengurangi dampak dari pesan yang sudah terlanjur anda
sampaikan; misalnya, mengatakan, "Saya sangat marah waktu itu; saya tidak benar-
benar bermaksud mengatakan seperti itu." Tetapi apa pun yang dilakukan untuk
mengurangi atau meniadakan dampak dari pesan itu sendiri, sekali telah dikirimkan
dan diterima, tidak bisa dibalikkan. (Ada pepatah Indonesia yang mengatakan, nasi
telah menjadi bubur.) Dalam situasi komunikasi publik atau komunikasi masa, di mana
pesan-pesan didengar oleli ratusan, ribuan, bahkan jutaan orang, sangatlah penting
kita menyadari bahwa komunikasi kita bersifat tak reversibel.
(Rahayu Iskandar, Ners, M.Kep)
Komunikasi transkutural pada prinsipnya sama dengan komunikasi biasa namun
komunikasi transkultural lebih cenderung dan terlihat ketika seorang perawat
menghadapi klien dengan perbedaan latar belakang budaya. Di sini komunikasi
transkultural sangat dibutuhkan agar dapat terwujud asuhan keperawatan yang optimal
melaui pendekatan-pendekatan baik personal maupun budaya.
c.Bentuk-Bentuk Komunikasi Ada tiga bentuk komunikasi, yaitu komunikasi verbal(bahasa) yang melingkupi penggunaan perbendaharaan kata, struktur gramatikal, kualitas suara, kecepatan bicara, dan pelafalan.Sementara itu jenis komunikasi yang kedua adalah komunikasi non verbal yang meliputi sentuhan, mimik wajah, kontak mata, dan bahasa tubuh.Beberapa praktik komunikasi mengkombinasikan keduanya dengan adanya kehangatan dan humor.
-Bentuk Komunikasi Verbal(Bahasa)
Bahasa mutlak diperlukan dalam berkomunikasi.Kata adalah alat yng digunaka untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan atau menjelaskan suatu objek.Namun, kata yang sama seringkali mengandung makna yang berbeda.Untuk menangani klien dengan baik, perawat harus memastikan bahwa pesan yang disampaikan diterima dan dimengerti dengan baik oleh klien.
1. Perbendaharaan KataKata mempunyai dua makna, yaitu makna denotatif dan makna konotatif.Kata dengan makna konotatif biasanya membutuhkan interpretasi yang lebih mendalam.Kata yang sama bisa bermakna negatif atau positif, tergantung pada konteks kalimatnya.Oleh karena itu, dalam merawat klien, perlu diperhatikan penggunaan kata yang tepat bagi klien.
2. Kualitas SuaraKualitas suara, termasuk nada dan jeda antar kalimat adalah elemen penting dalam komunikasi.Kadang, gaya bicara yang halus, pelan dan tanpa adanya penekanan pada kata tertentu menimbulkan kesan yang terlalu basa-basi.Sebaliknya, ketika perawat berbicara terlalu keras dan lantang, akan menimbulkan interpretasi sebagai perawat yang tidak ramah. 3. IntonasiAdalah aspek penting alam menyampaikan pesan.Banyak makna tersembunyi yang terkandung dalam kata yang dintonasikan berbeda.Teknik atas intonasi kata juga berbeda-beda, tergantung budaya yang dianut oleh masing-masing individu.
4. Ritme
Ritme juga berbeda-beda pad tiap-tiap budaya. Beberapa orang brbicara dengan ritme yang jelas dan teratur, sedangkan lainnya tidak demikian.Pada umumnya, petinggi Negara di Amerika dan Afrika memainkan ritmenya dalam berbicara. 5. Kecepatan BicaraKecepatan bicara menggambarkan suasana hati si pembicara.Seseorang yang depresi lebih berbicara dengan pelan.Sebaliknya, orang yang agresif dan bersemangat berbicara dengan cepat dan keras.
6. PelafalanOrang dari beberapa kelompok budaya dapat dikenali dari dialeknya.Dialek juga digunakan sebagai ekspresi solidaritas, atau untuk menyembunykan sesuatu yang tidak ingin diketahui oleh orang lain. 7. DiamArti atau makna dari diamnya seseorang berbeda.Mungkin saja diam berarti si pembicara tidak tahu apa yang harus dikatakan, atau bisa juga menunjukan ketidak nyamanan.Perawat harus memahami apa makna diam dari si klien, sehingga dapat merawat tanpa ada kesalahpahaman, dan komunikasi dapat terus berjalan dengan baik.
-Komunikasi Non Verbal Enam puluh lima persen pesan diterima dalam bentuk komuniksasi non verbal.Melalui bahasa tubuh, orang menyampaikan sesuatu yang tidak bisa diungkapkan melalui kata-kata.Untuk meginterpretasikan pesan secara akurat, dapat dilihat dari mimic wajah dan intonasi.Untuk memahami klien, perawat perlu mengkomunikasikan dengan tim kesehatanlain, karena setiap orang memiliki penafsiran yang berbeda.Penting bagi perawat untuk memperhatikan tidak hanya perilaku verbal, namun juga perilaku non verbal.
1. SentuhanAdalah aspek yang dapat meniadakan jarak antara perawat dengan klien.Sentuhan memiliki banyak makna, baik itu sebagai perhatian, membagi kesendirian, kehangatan, dan menambah konsep diri.Di lain pihak, sentuhan juga dipandang sebagai frustasi, kemarahan, keagresifan, hukuman, mengganggu privasi, dan berkesan negatif. Perawat harus paham tentang cara dalam memberikan sentuhan yang tepat berdasarkan profesi klien, budaya klien, dan jenis kelamin.Semua budaya mempunyai aturan tentang siapa yang dianggap layak menyentuh mereka, kapan dan dimana sentuhan layak dilakukan. 2. Mimik WajahBiasanya digunakan untuk menunjukkan perasaan seseorang.Ketika dalam kondisi takut, biasanya mata terbuka lebar, alis naik, dan bibir menjadi kehitaman.Ketika marah, biasanya alis seseorang bergerak naik turun dengan mata menatap tajam.Penggunaan mimik wajah juga bervariasi, tergantung budaya yang dianut.
3. Kontak MataPergerakan mata adalah aspek penting dalam komunikasi interpersonal.Biasanya pada interaksi sosial, setap orang sering melihat satu sama lain dalam waktu yang singkat.Kurangnya kontak mata mungkin diartikan sebagai tanda bahwa seseorang merasa malu, rendah diri, tidak jujur, tidak sopan, atau memiliki derajat yang lebih tinggi.
-Komunikasi yang Menggabungkan Keduanya
Beberapa komunikasi interpersonal menggabungkan komunikasi verbal dan non verbal.Kehangatan dan humor adalah dua diantaranya.
1. KehangatanAdalah kualitas yang mengungkapkan perasaan, pertemanan atau kesenangan.Kehangatan dapat dikomunikasikan secara verbal, dengan senyuman atau tepukan bahu.Walaupun demikian, kehangatan secara verbal lebih diartikan positif dan lebih dibutuhkan.Komunikasi hangat dari perawat adalah aspek dinamis dalam komunikasi terapeutik. 2. Humor Adalah komponen kuat dari verbal dan non verbal komunikasi.Humor dapat menciptakan suasana berbagi keceriaan, mengurangi kekakuan dan tekanan, memotivasi, dan menimbulkan sikap kooperatif.Oleh karena itu, penting juga bagi perawat melakukan sedikit humor untuk menjalin kerjasama yang baik dengan klien.
d. Media Komunikasi Transkultural
Media (channels) merupakan alat penyampaian dan penerimaan pesan melalui indra penglihatan,
pendengaran, dan taktil. Ekspresi wajah akan mengirimkan pesan visual, kata-kata memasuki saluran
pendengaran, dan sentuhan menggunakan saluran taktil. Individu akan memahami suatu pesan dengan
lebih baik jika pengirim menggunakan berbagai media. Sebagai contoh, saat mengajarkan penyuntikan
insulin, perawat menjelaskan dan mendemonstrasikan tekniknya, memberikan informasi tertulis pada
klien, dan mendorong latihan langsung dengan vial dan jarum suntik. Perawat menggunakan media
komunikasi verbal, non verbal dan alat/ teknologi. Mereka mengirim dan menerima informasi melalui
tulisan formal ataupun non formal, mesin faksimili, surat elektronik, komputer interaktif, dan situs
informatif.
e. Hambatan Komunikasi
Hambatan dari Proses Komunikasi
Hambatan dari pengirim pesan, misalnya pesan yang akan disampaikan belum jelas bagi
dirinya atau pengirim pesan, hal ini dipengaruhi oleh perasaan atau situasi emosional.
Hambatan dalam penyandian/simbol
Hal ini dapat terjadi karena bahasa yang dipergunakan tidak jelas sehingga mempunyai
arti lebih dari satu, simbol yang dipergunakan antara si pengirim dan penerima tidak
sama atau bahasa yang dipergunakan terlalu sulit.
Hambatan media, adalah hambatan yang terjadi dalam penggunaan media komunikasi,
misalnya gangguan suara radio dan aliran listrik sehingga tidak dapat mendengarkan
pesan.
Hambatan dalam bahasa sandi. Hambatan terjadi dalam menafsirkan sandi oleh si
penerima
Hambatan dari penerima pesan, misalnya kurangnya perhatian pada saat menerima
/mendengarkan pesan, sikap prasangka tanggapan yang keliru dan tidak mencari
informasi lebih lanjut.
Hambatan dalam memberikan balikan. Balikan yang diberikan tidak menggambarkan
apa adanya akan tetapi memberikan interpretatif, tidak tepat waktu atau tidak jelas dan
sebagainya.
1. Hambatan Fisik
Hambatan fisik dapat mengganggu komunikasi yang efektif, cuaca gangguan alat
komunikasi, dan lain lain, misalnya: gangguan kesehatan, gangguan alat komunikasi dan
sebagainya.
2. Hambatan Semantik
Kata-kata yang dipergunakan dalam komunikasi kadang-kadang mempunyai arti
mendua yang berbeda, tidak jelas atau berbelit-belit antara pemberi pesan dan penerima.
Faktor-faktor penyebab terjadinya hambatan semantik antara lain:
1. Penggunaan kata-kata abstrak dan popular secara tidak tepat.
2. Perbedaan pemahaman makna kata antara si penulis/pembicara dengan si
pembaca/pendengar.
3. Kata- kata yang digunakan tidak sepenuhnya dipahami secara benar.
4. Adanya perbedaan bahasa (daerah, nasional, atau internasional).
5. Hadirnya istilah-istilah yang hanya belaku pada bidang tertentu, misalnya bidang bisnis,
industri, kedokteran, dan sebagainya.
3. Hambatan Psikologis
Hambatan psikologis dan sosial kadang-kadang mengganggu komunikasi, misalnya;
perbedaan nilai-nilai serta harapan yang berbeda antara pengirim dan penerima pesan.
Bab III
Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan bahwa transkultural nursing adalaha suatu areal wilayah keilmuan
budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang focus memandang perbedaan dan
kesamaaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat, dan sakit didasarkan pada nilai
budaya manusia, kepercayaan, dan tindakan. Ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan
keperwatan khususnya budaya atau keluhan budaya kepada manusia dan bertujuan untuk
mengidentifikasi, menguji, mengerti dan menggerakkan pemahaman keperawatan transkultural
untuk meningkatkan kebudayaan yang spesifik dalam pemberian asuhan keperawatan.
Sedangkan komunikasi transkultural adalah komunikasi yang melibatkan banyak orang
dari latar belakang budaya pola komunikasi dan bahasa yang berbeda. Terdapat banyak
hambatan dalam berkomunikasi sehingga perawat harus mampu menyelesaikan permasalahan
dalam berkomunikasi agar proses asuhan keperawatan dapat berjalan dengan baik.
Daftar Pustaka
Referensi:
Andrew,M&Boyle.J.S, (1995). Transcultural Concepts in nursing care, 2nd Ed, Philadelphia, Jb.
Lippincot Company. Giger, J.J & David Hizar.
R.E, (1995), Transcultural Nursing: Assesment and Intervention, 2nd Ed, Missouri Mosby
Yearbook Inc.
http://staff.ui.afc.id/internal/132051049/material/transculturalnursing.pdf, 21oktober20111
http://10107141.unikom.ac.id/transkultural.dalam.n6, 22oktober2011