Post on 29-Nov-2020
Peningkatan Pemanfaatan Hutan Tinjomoyo
sebagai Hutan Wisata
Disusun Oleh :
Nama : Kezia Rhayendra
NIM : 732014007
Disusun sebagai Laporan Tugas Akhir Program Studi Destinasi Pariwisata
PROGRAM STUDI DESTINASI PARIWISATA
FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2018
1. PENDAHULUAN
Pemerintah di berbagai wilayah di Indonesia mulai menyadari akan kebutuhan
rekreasi di alam bebas bagi masyarakat perkotaan. Oleh karena itu, Perhutani sebagai
lembaga yang bertanggung jawab mengelola hutan terlibat dalam pengadaan hutan
untuk wilayah perkotaan sebagai arena rekreasi bagi masyarakat perkotaan. Hutan
semacam ini dinamakan hutan wisata karena fungsi utamanya adalah sebagai lokasi
berwisata, selain itu dapat juga berfungsi sebagai lahan penelitian. Menurut ahli
kehutanan, hutan dapat digolongkan sebagai hutan wisata jika memiliki beberapa
unsur seperti sumber daya alam yang indah berupa pemandangan alam flora dan
fauna. Hutan wisata yang berada dalam wilayah perkotaan bermanfaat untuk
menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota dan juga
memperbaiki dan menjaga iklim dan nilai estetika di dalam wilayah tersebut.
Salah satu wilayah yang memiliki potensi sebagai hutan wisata adalah Hutan
Tinjomoyo yang berada di Kota Semarang. Hutan Wisata Tinjomoyo berada dalam
kewenangan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang yang pada
pelaksanaanya membentuk UPTD dengan Peraturan Walikota Semarang Nomor 72
Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Hutan
Wisata Tinjomoyo Kota Semarang. Perda Kota Semarang Nomor 7 Tahun 2010
tentang penataan Ruang Terbuka Hijau menyebutkan komponen dan kawasan-
kawasan Ruang Terbuka Hijau.
Hutan Wisata Tinjomoyo yang terletak di daerah Banyumanik Kota Semarang
merupakan salah satu sarana rekreasi/pariwisata menarik bagi masyarakat Kota
Semarang dan sekitarnya. Kawasan Hutan Tinjomoyo pun saat ini memiliki
keunggulan lain dengan seringnya digunakan sebagai arena permainan perang (battle
simulation) yang menggunakan senjata jenis paint ball dan airsoftgun.
Namun demikian, pengelolaan dan pemeliharaan Hutan Tinjomoyo seringkali
terabaikan. Hal ini nampak dari kondisi fasilitas yang tidak diperbarui dan dibiarkan
rusak tanpa perawatan. Disamping itu, banyak aktivitas baru diadakan namun sarana
pendukungnya minim. Persoalan ini menjadi perhatian dari pihak Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Kota Semarang. Oleh karena itu, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kota Semarang menyusun Feasibility Study (FS).
Kajian Feasibility Study dimaksudkan sebagai pedoman dalam pengembangan
aset Hutan Tinjomoyo kedepan. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata berharap agar aset
Hutan Wisata menjadi aset yang bernilai dan dapat meningkatkan ekonomi kawasan
Hutan Tinjomoyo. Sementara itu, dalam rangka mendukung pelaksanaan kajian FS,
peneliti ini bermaksud menawarkan model pengembangan potensi wisata yang ada di
Hutan Tinjomoyo agar lebih menarik bagi wisatawan.
3https://deslisumatran.wordpress.com/2010/03/13/fungsi-dan-manfaat-hutan-kota/ diakses pada 15 juli
2017
Pada bagian-bagian selanjutnya dari tulisan ini, secara runtut peneliti akan
memaparkan tinjauan pustaka, metode penelitian, pembahasan, kesimpulan dan saran
bagi meningkatkan pemanfaatan hutan wisata yang ada di Hutan Tinjomoyo. Hutan
Tinjomoyo memiliki potensi-potensi yang bisa menjadi daya tarik hutan tersebut.
Namun sayangnya kondisi dari pemanfaatan di dalam hutan kurang maksimal.
Penataan dan perawatan pepohonan dan banyaknya rumput liar menjadikan kondisi
Hutan Wisata Tinjomoyo belum dapat dikatakan maksimal.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hutan Wisata dan Peningkatan Kualitas Hidup Masyarakat Perkotaan
Hutan wisata adalah kawasan ruang terbuka hijau yang dikembangkan untuk
kepentingan pariwisata.Keberadaan hutan wisata di perkotaan berfungsi sebagai paru-
paru kota menjaga keseimbangan oksigen (O2) dan karbon dioksida (CO2),
mengurangi polutan, dan meredam kebisingan. Selain itu, jugaberfungsi untuk
menambah nilai estetika dan keasrian kota sehingga berdampak positif pada kualitas
lingkungan dan kehidupan masyarakat (Sibarani, 2003).
Manfaat hutan wisata selain sebagai paru paru kota adalah sebagai tempat
berekreasi dan tempat berwisata secara tidaklangsung pergi ke hutan wisara dapat
menghilangkan penat dan stress. Selain digunakan sebagai tempat wisata, hutan
wisata juga bisa dimanfaatkan sebagai tempat penelitian dan pendidikan. ( Arifin Arif,
2001)
Masalah perkotaan pada saat ini telah menjadi masalah yang cukup pelik untuk
diatasi. Perkembangan perkotaan membawa pada konsekuensi negatif pada beberapa
aspek, termasuk aspek lingkungan. Dalam tahap awal perkembangan kota, sebagian
besar lahan merupakan ruang terbuka hijau. Namun, adanya kebutuhan ruang untuk
menampung penduduk dan aktivitasnya, ruang hijau tersebut cenderung mengalami
konversi guna lahan menjadi kawasan terbangun. Sebagian besar permukaannya,
terutama di pusat kota, tertutup oleh jalan, bangunan dan lainlain dengan karakter
yang sangat kompleks dan berbeda dengan karakter ruang terbuka hijau. Hal-hal
tersebut diperburuk oleh lemahnya penegakan hukum dan penyadaran masyarakat
terhadap aspek penataan ruang kota sehingga menyebabkan munculnya permukiman
kumuh di beberapa ruang kota dan menimbulkan masalah kemacetan akibat
tingginya hambatan samping di ruas-ruas jalan tertentu.
Dalam upaya mewujudkan ruang yang nyaman, produktif dan berkelanjutan,
maka sudah saatnya kita memberikan perhatian yang cukup terhadap keberadaan
ruang terbuka public, khususnya ruang terbuka hijau. Beberapa solusi yang dapat
dilakukan antara lain membuat peraturan tentang standar penataan ruang berkaitan
dengan penyediaan ruang terbuka hijau, serta upayaupaya dalam skala kecil yang
dapat dilakukan oleh masyarakat secara mandiri seperti menanam pohon atau
tanaman perdu, selain udara menjadi lebih sejuk, polusi udara juga bisa dikurangi.
Untuk menutupi kekurangan tempat menyimpan cadangan air tanah, setiap keluarga
bisa melengkapi rumahnya, yang masih memiliki sedikit halaman, dengan sumur
resapan.
3. METODE PENELITIAN
3.2 Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Menurut
Creswell (1998) bahwa di dalam penelitian kualitatif, pengetahuan dibangun melalui
interprestasi terhadap multi perspektif yang berbagai dari masukan segenap
partisipanyang terlibat dalam penelitian, tidak hanya dari penelitian semata. Sumber
datanya bermacam-macam, seperti catatan observasi, catatan wawancara serta
pencarian dokumen dan informasi. Sehingga dengan melakukan metode penelitian
kualitatif ini dapat menghasilkan sebuah jurnal yang berkaitan erat dengan lokasi
tersebut.
3.3 Teknik Pengambilan Data
Teknik pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan teknik
pengambilan data dalam metode kualitatif yakni observasi dan wawancara. Observasi
dilakukan di Hutan Wisata Tinjomoyo Semarang dan Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kota Semarang. Observasi dalam penelitian ini adalah observasi langsung
yaitu penelitian dan pengamat melihat dan mengamati secara langsung,kemudian
mencatat perilaku dan kejadian yang terjadi sebenarnya.
Kedua dengan proses wawancara, dengan mewawancarai pihak pengelola,
pemerintah dan masyarakat yang ikut serta dalam pengembangan Hutan Wisata
Tinjomoyo ini. Peneliti mewawancarai Kepala pengelola Kawasan Hutan Tinjomoyo
Bapak Bambang dan Staff Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang Bapak
Agus Kariswanto
Ketiga, pengumpulan data juga dilakukan dengan bersumber pada buku,
laporan, jurnal-jurnal, koran,website, penelitian dengan topik terkait dan sumber-
sumber yang lain. semua data dikumpulkan dan dianalisis serta di interpretasikan
melalui evaluasi, dan dibahas sesuai dengan kajian pustaka dan dibandingkan dengan
data yang ada.
3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian serta observasi maupun wawancara di lakukan di ruang
lingkup Hutan Tinjomoyo dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang.
Hutan Wisata Tinjomoyo terletak di Kelurahan Sukorejo Kecamatan Gunungpati, Kota
Semarang, dengan struktur topografi yang berbukit, kemiringan lereng antara 15 – 45
persen dan berada di ketinggian 160 – 235 meter dari permukaan laut. Lahan seluas
57,5 Ha itu sering dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai area combat game, camping
ground, outing activity, birds watcing, dan outbond. Hutan Wisata Tinjomoyo berada
pada bagian selatan dari Kota Semarang. Yakni berjarak sekitar kurang lebih 7 km dari
pusat Tugumuda. Atau lebih tepatnya berada didepan daerah Kampus Unika
Soegijapranata Semarang. Mengunjungi Hutan Wisata Tinjomoyo bisa dilalui dengan
menempuh kendaraan umum, maupun kendaraan pribadi. Hutan Wisata Tinjomoyo
buka mulai dari jam 07.00 hingga menjelang maghrib sekitar jam 18.00 WIB dengan
biaya tiket masuk Rp 4.250 ( empat ribu dua ratus lima puluh rupiah).
Sedangkan waktu penelitian ini dilakukan pada 1 Mei 2017 hingga 30
September 2017. Selama melakukan penelilitian kurang lebih 5 bulan dengan Riset,
Observasi langsung dan Wawancara kepada Pengelola Hutan Tinjomoyo dan Staff
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang, peneliti menemukan banyak hal
yang bisa membantu dalam peningkatan pemanfaatan Hutan Tinjomoyo. Salah satunya
adalah program dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang yaitu
penyusunan Feasibility Study (FS) yang bertujuan untuk mengembangkan Hutan
Tinjomoyo sebagai Hutan Kota yang bermanfaat bagi masyarakat perkotaan dan bisa
dijadikan menjadi hutan wisata.
3.5 Jadwal Penelitian
Aktivitas Mei Juni Juli Agustus September Oktober
Pencarian
Data
Wawancara
dan
Observasi
Pembuatan
LOKASI HUTAN
WISATA TINJOMOYO
Jurnal
Penulisan
Laporan
4. PEMBAHASAN
4.1 Pemanfaatan Hutan Tinjomoyo
Berdasarkan informasi yang peneliti dapatkan bahwa Hutan Tinjomoyo
sekarang dikenal oleh masyarakat luas sebagai Hutan Wisata. Pada mulanya, hutan
wisata tinjomoyo merupakan kebun binatang dengan berbagai kolekasi satwanya yang
lengkap. Hingga kemudian di tahun 2006 terjadi banjir besar di Kali Garang hingga
memutuskan jembatan besar yang menjadi penghubung antara pintu masuk dengan
kawasan hutan. Hal ini membuat akses ke lokasi kebun binatang tersebut menjadi
terhambat. Tak hanya itu, kontur tanah di sekitar hutan menjadi lebih labil dan mudah
longsor. Hingga akhirnya Pemerintah Kota Semarang pun memindahkan kebun
binatang tersebut ke tempat baru di daerah Mangkang.
Hutan yang dipenuhi tumbuhan jati dan pinus ini, menjadi tempat yang
nyaman bagi sekitar 240 jenis burung, termasuk beberapa burung yang dilindungi.
Sebagai contoh, elang jawa yang bermigarsi ke Asia Utara pada bulan Maret-April,
kemudian pada bulan Oktober-November mereka kembali ke Nusa Tenggara
Timur, dan di luar bulan-bulan tersebut mereka singgah ke Hutan Tinjomoyo. Burung
langka lain yang juga tinggal di Hutan Tinjomoyo adalah burung kepodang yang
merupakan ikon Jawa Tengah. Selain itu ada juga elang ular bido di hutan ini. Dengan
teropong monokuler dan binokuler, pengunjung dapat menjelajah hutan, belajar
mengenai berbagai jenis tanaman, dan mengenal lebih dekat habitat burung.
Tinjomoyo merupakan hutan wisata yang dapat dimanfatkan sebagai arena
combat game, camping ground, outing activity, bird watching, juga tempat flying fox.
Tempat ini sangat ideal karena perpaduan hutan, bukit dan sungai sehingga para
penggemar combat game dapat menikmati petualangan alam medan tempur, dengan
standard keamanan yang tinggi untuk keselamatan pemainnya.
Hutan Taman Tinjomoyo masih sangat alami. Udara sejuk dan segar
memberikan suasana penuh ketenangan. Hutan yang dipenuhi dengan pohon-pohon
besar dan rindang sangat cocok untuk kegiatan pecinta alam, combat game, camping
ground, outing activity dan lain lain. Lahan yang sangat luas dipenuhi pohon yang
rindang dan udara yang sangat sejuk merupakan surga bagi pecinta kegiatan alam/
outdoor activities.
Kondisi jalan di Kawasan Hutan Wisata Tinjomoyo cukup baik, dengan lebar
4 m yang menghubungkan akses masuk dari depan kampus Unika Soegijapranata
Semarang hingga Gapura Kawasan Hutan Wisata Tinjomoyo. Kualitas jalan berupa
perkerasan beraspal. Hanya saja kelerengan jalan cukup curam karena topografi
sekitar Kawasan Hutan Wisata Tinjomoyo cukup berlereng. Untuk sampai ke
gerbang Hutan Wisata Tinjomoyo, harus melalui jembatan yang cukup lebar.
4.1.1 Gambar jembatan menuju Lokasi
Saat ini, jalan di dalam kawasan Hutan Wisata Tinjomoyo masih
dimanfaatkan oleh penduduk lokal untuk mencapai kawasan permukiman yang berada
di sebelah selatan kawasan Hutan Wisata Tinjomoyo. Kondisi jalan di dalam kawasan
Hutan Wisata Tinjomoyo cukup memprihatinkan karena banyak kondisi jalan yang
rusak, akibat tanah di kawasan ini labil sehingga banyak jalan yang retak/ patah.
Karena banyak anak sungai yang melalui dalam kawasan hutan, maka ada beberapa
jembatan kecil yang dibangun sebagai penghubung. Namun kondisi jembatan
penghubung tersebut juga banyak yang sudah rusak.
4.1.2 Jalan menuju Lokasi
Di dalam kawasan Hutan Wisata Tinjomoyo sudah tersedia wadah sampah,
namun bentuknya masih bervariasi. Ada pula tong sampah yang sudah terpilah untuk
sampah organik dan non organik. Hanya saja masih banyak sampah berserakan di
beberapa tempat. Sampah daun kering juga banyak berserakan sehingga menambah
kesan hutan wisata Tinjomoyo ini kurang terawat. Perilaku pengunjung untuk
memulai kesadaran tidak membuang sampah sembarangan masih perlu untuk
ditingkatkan
4.1.3 Gambar Tempat Sampah
Loket pembelian karcis, berada di depan pintu gerbang masuk Hutan Wisata
Tinjomoyo. Kondisinya kurang terawat. Loket pembelian karcis dilengkapi dengan
area duduk untuk menunggu.
4.1.4 Gambar Loket
Toilet/ WC umum, tersedia di dekat kantor UPTD dan di area camping
ground. Kondisi fasilitas kamar mandi cukup baik dan dalam kondisi cukup bersih.
Namun sayang, kamar mandi sering dikunci dan tidak dapat digunakan di hari
biasa karena hutan tinjomoyo hanya ramai pada akhir pekan.
4.1.5 Gambar toilet
Obyek wisata kawasan Hutan Wisata Tinjomoyo buka setiap hari mulai
pukul 07.00 -18.00 WIB. Obyek hutan wisata Tinjomoyo ini biasanya ramai
dikunjungi wisatawan pada hari Minggu atau hari libur nasional. Pada hari-hari
biasa (Senin- Jumat) wisatawan yang berkunjung hanya sekitar 15-20 orang, untuk
hari Sabtu sekitar 100 orang dan pada hari Minggu atau hari libur nasional bisa
mencapai 200–300 orang yang didominasi oleh kalangan remaja. Untuk dapat
masuk ke obyek ini, wisatawan hanya dikenakan biaya tarif masuk sebesar
Rp.4.250 (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata 2017 Kota Semarang).
Dalam perjalanan pengelolaannya kembali menemui kendala untuk
mengembangkan fungsi penyelenggaraan Hutan Wisata Tinjomoyo untuk masa
yang akan datang. Hal ini dominan disebabkan oleh keadaan tanah pada kawasan
tersebut didominasi jenis batuan lempung dengan sifat merekah yang relatif besar,
dan terlalui oleh jalur-jalur sesar sehingga labil. Labilnya tanah berdampak pada
rusaknya fasilitas bangunan. Karena itulah diperlukan kajian potensi dan upaya
optimalisasi pengelolaan Hutan Wisata Tinjomoyo sehingga dapat menjadi strategi
yang tepat dalam pemanfaatan aset daerah Kota Semarang.
Dengan banyaknya permasalahan dan belum adanya pemanfaatan yang
baik oleh pemerintah pusat maka dari itu. Peningkatan pemanfaat Hutan Wisata
Tinjomoyo perlu segera dilakukan supaya potensi-potensi yang dimiliki menjadi
terpelihara dan menjadi daya tarik bagi masyarakat yang berkunjung ke Hutan
Tinjomoyo.
4.2 Konsep Peningkatan Pemanfaatan Hutan Tinjomoyo
Berdasarkan potensi dan permasalahan dalam peningkatan pemanfaatan,
maka pengembangan Hutan Tinjomoyo dapat dilakukan dengan prinsip Integrated
Outdoor Activities Preserve konsep pemanfaatan hutan wisata yang ditawarkan
oleh Agus Kariswanto (Staff Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang).
Yang dimaksud Integrated Activities Preserve adalah konsep pelestarian hutan
wisata yang terintegrasi secara tata kelola, aturan, dan pelaksanannya melalui
pengintegrasian pengelolaan aset hutan wisata dalam implementasi pemeliharaan
kedepannya. Dimana Outdoor Activities merupakan pencarian suatu pengalaman
atau kegiatan yang dilaksanakan di luar ruangan (alam terbuka). Bentuk perjalanan
di alam terbuka dengan tujuan merasakan kepuasan di alam terbuka. Untuk
memenuhi tujuan tersebut maka dibutuhkan suatu fasilitas atau media yang mampu
memenuhi keberlangsungan pembelajaran itu sehingga ditunjuklah alam sebagai
medianya. Alam akan memberikan pengalaman yang secara nyata dapat
dirasakannya secara langsung. Segala bentuk kejadian yang dialami di alam
terbuka akan membekas dan menjadi pengalaman yang mungkin tidak bisa
dilupakan. Sebagai penggiat di alam terbuka, melihat aktivitas yang dilakukan di
alam terbuka sebagai media pendidikan (outdoor activity for education) terdapat
tiga formula yang saling berkaitan, diantaranya unsur petualangan, unsur
tantangan, dan unsur pendidikan.
Aktivitas di alam terbuka juga identik dengan nuansa menantang (challenge)
dan mengandung unsur petualangan yang mendorong motivasi pelaku untuk
mencoba melewatinya, jika kedua unsur tersebut disikapi dengan sadar sebagai
tempat untuk mencoba dan mengembangkan kemampuan dan potensi diri, apapun
hasil yang didapat akan memberi makna dan nilai-nilai baru yang berorientasi pada
diri, dalam arti berhasil melewati atau pun gagal melewatinya makna dan nilai baru
akan dirasakan oleh pelakunya.
Dengan pemahaman di atas para pelaku kegiatan di alam terbuka diharapkan
tidak hanya menyalurkan hobi atau mencari suasana yang menyenangkan atau
menegangkan saja, namun ada nilai dan makna yang didapat dari pengalaman yang
dilewati sebagai sebuah pelajaran atau belajar dari pengalaman (experience
learning). Berdasarkan pernyataan di atas, maka kegiatan yang dilakukan di alam
terbuka biasanya dalam bentuk tantangan, petualangan, dan pendidikan. Ketiga
bentuk tersebut dapat dilihat dalam kegiatan yang akan direncakan pada Kawasan
Hutan Wisata Tinjomoyo. Peningkatan pemanfaatan Hutan Wisata Tinjomoyo
diintegrasikan dengan rencana pembangunan jalan akses menuju permukiman
Tinjomoyo. Rencana jalan akses ini bertujuan agar penduduk lokal tidak lagi
menggunakan akses dalam kawasan Hutan Wisata Tinjomoyo namun dapat melalui
jalan umum ini. Rencana jalan dibangun dari jalan masuk Hutan Wisata Tinjomoyo
ke arah kiri menuju Jembatan Merah.
Upaya pelestarian aset hutan wisata melalui kegiatan pemeliharaan bentukan
fisik suatu tempat dalam kondisi eksisting dan memperlambat proses kerusakan
yang merupakan bagian dari perawatan dan pemeliharaan yang intinya adalah
mempertahankan keadaan bangunan dan lingkungan hutan. Dalam analisis
signifikansi mayoritas upaya pelestarian yang dilestarikan adalah preservasi,
dimana merupakan bagian dari kegiatan pemeliharaan atau maintenance aset hutan
wisata. Penciptaan ekonomi hutan wisata dimana merupakan upaya penciptaan
value added atau nilai tambah kawasan melalui pemanfaatan kembali atau
revitalisasi asset menjadi aktivitas baru yang dapat bermanfaat secara ekonomi
sehingga menjadi daya tarik wisata. Karena sifat preservasi yang statis, upaya
pelestarian merupakan pendekatan konservasi yang dinamis, tidak hanya mencakup
bangunannya saja tetapi juga lingkungan (conservation area).
4.3 Strategi Peningkatan Pemanfaatan Hutan Tinjomoyo
Berdasarkan konsep dan penelitian yang peneliti lakukan, bahwa hutan
tinjomoyo memiliki banyak potensi dan daya tarik wisata yang bisa dikembangkan.
Maka dari itu, disini peneliti memperoleh strategi yang bisa membantu dalam
proses pengembangan hutan Tinjomoyo. Konsep untuk meningkatkan daya tarik
wisata dengan diadakannya konservasi flora dan fauna yang ada di kawasan
tersebut. Perbaikan atraksi wisata yang ada seperti penambahan wahana permainan
outbond, perbaikan wahana flying fox, penyediaan perlengkapan airsoftgun,
pembuatan tema kawasan yaitu keanekaragaman burung, pembuatan taman
burung, pembuatan track sepeda, pemugaran terhadapa jalur tracking, pembuatan
kios makanan dan kios souvenir yang bisa menjadi pemasukan bagi masyrakat
yang ingin berjualan di kawasan hutan Tinjomoyo. Pembuatan atm centre,
pembuatan klinik bagi masyarakat yang datan ke kawasan tersebut lalu pembuatan
lahan parkir yang luas. Konsep ini dilakukan supaya masyarakat bisa menikmati
atraksi dan fasilitas wisata yang ada di hutan Tinjomoyo dengan nyaman.
4.2.1 Gambar Rencana Pemanfaatan Peningkatan Hutan Tinjomoyo
Peningkatan pemanfaatan aksesbilitas pariwisata yang harus dilkakukan
di Tinjomoyo adalah dengan meningkatkan keragaman jenis dan jumlah moda
transportasi umum menuju Hutan Tinjomoyo. Dengan pembuatan jalan alternatif
menuju kawasan pemukiman Tinjomoyo yang berada di sebelah selatan Hutan
Tinjomoyo, berupa jalan lingkungan sepanjang tepi sungau mulai dari jalan masuk
kawsan hutan Tinjomoyo hingga jembatan merah. Adanya jalan tepi sungai ini
diharapkan dapat menjadi daya tarik wisata tersendiri, dengan dilengkapi wisata
kuliner yang bisa dimanfaatkan oleh warga pemukiman Hutan Tinjomoyo. Dengan
adanya jalan alternatif ini diharapkan penduduk permukiman Tinjomoyo tidak
menggunakan jalan dalam kawasan hutan lagi.
Meningkatkan ketersediaan fasilitas hutan Tinjomoyo dengan perbaikan
pintu gerbang dengan desain sesuai tema kawasan, penataan loket pembelian karcis
di dekat pintu masuk, pembangunan restoran/cafe/kantin, pembuatan papan
informasi, penyediaan media komunikasi, pembuatan tempat duduk dan gazebo di
dalam kawasan hutan Tinjomoyo.
Peneliti juga merekomendasikan konsep toilet ekologis dalam
peningkatan pemanfaatan hutan tinjomoyo Miller (1975). Toilet ekologis
mengubah tinja dan air seni menjadi pupuk dan bahan pengubah struktur tanah. Ini
akan memperbaiki kesehatan pengguna dan lingkungan dengan mencegah
penyebaran kuman dan mengubah limbah yang berbahaya menjadi sumberdaya
yang berharga. Toilet ekologis juga melindungi dan melestarikan air karena tidak
diperlukan air dalam pemakaiannya, kecuali untuk membilas atau mencuci tangan.
Toilet ini lebih aman bagi air tanah karena ditempatkan di atas tanah atau
menggunakan lubang yang dangkal. Pupuk juga bisa dibuat dari kotoran manusia.
Tinja manusia mengandung nutrisi yang dapat digunakan untuk memperkaya
tanah. Tetapi, tinja juga mengandung kuman yang menyebabkan penyakit. Oleh
karena itu, membuat pupuk dari kotoran manusia harus lebih berhati-hati
dibandingkan dengan membuat kompos dari kotoran khewan dan sisa-sisa
makanan. Jangan gunakan tinja yang masih baru. Tetapi jika ia telah diubah
menjadi pupuk, tinja bisa membantu pertumbuhan tanaman pangan, pohon, dan
tanaman lain tanpa pupuk kimia. Air seni mengandung sedikit kuman dan punya
lebih banyak nutrisi dibandingkan tinja. Ini membuat air seni lebih aman ditangani
dan sangat bernilai sebagai pupuk. Tetapi air seni terlalu keras jika digunakan
secara langsung pada tanaman, dan juga perlu pengolahan lebih dulu.
Namun saat meningkatan atau pembangunan sarana kepariwisataan
tidak mengubah karakteristik dari bentang alam dan tidak menghilangkan
fungsinya, tidak merusak/ menebang pohon, pada saat pengerasan areal harus
dilakukan dengan konstruksi yang tidak menggangu penyerapan air di dalam tanah.
Tinjomoyo layak dikembangkan sebagai kawasan wisata alam, dengan
pertimbangan karena kawasan hutan wisata Tinjomoyo memiliki berbagai
keanekaragaman flora dan fauna, sehingga berpotensi pula dijadikan sebagai
tempat pengamatan dan penelitian tentang flora dan fauna.
Diharapkan dengan adanya strategi peningkatan pemanfaatan hutan
tinjomoyo dapat memberi wadah daya tarik wisata agar hutan tinjomoyo menjadi
kawasan hutan wisata yang menarik bagi pengunjung dan masyarakat sekitar.
Dalam melakukan peningkatan pemanfaatan Hutan Tinjomoyo kawasan
wisata Tinjomoyo layak dikembangkan sebagai kawasan wisata alam, dengan
pertimbangan karena kawasan hutan wisata Tinjomoyo memiliki berbagai
keanekaragaman flora dan fauna, sehingga berpotensi pula dijadikan sebagai
tempat pengamatan dan penelitian tentang flora dan fauna.
5. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Hutan Tinjomoyo memiliki potensi yang dapat dikembangkan seperti fisik
dan non fisik. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di kawasan Hutan
Tinjomoyo serta data-data yang diperoleh dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kota Semarang, Hutan Tinjomoyo layak dijadikan hutan wisata karena hutan
tinjomoyo memiliki daya tarik wisata yang menarik dan bisa dikembangkan secara
maksimal. Namun dalam proses meningkatkan pengembangannya hutan
Tinjomoyo tidak dapat bergerak sendiri, harus adanya dukungan dari stakeholders
dan dinas-dinas terkait. Oleh karena itu ada beberapa saran terkait dalam
meningkatkan pemanfaatn di hutan Tinjomoyo diantaranya :
a. Konservasi sumber daya alam dengan menambahkan koleksi keanekaragaman
hayati dan pelestarian habitat flora dan fauna.
b. Peningkatan daya tarik wisata, peningkatan atraksi wisata dengan membuat
taman burung, taman bunga, penambahan wahana permainan outbond,
perbaikan flying fox, penambahan perlengkapan air softgun, pembuatan track
sepeda, dan track hutan wisata.
c. Peningkatan aksesibilitas pariwisata dengan meningkatkan keragaman jenis dan
jumlah moda transportasi umum menuju Hutan Wisata Tinjomoyo.
Pembangunan jalan alternatif menuju kawasan permukiman Tinjomoyo supaya
penduduk tinjomoyo tidak melewati jalan yang sama dengan pengunjung hutan
tinjomoyo.
d. Peningkatan ketersediaan prasarana umum , fasilitas umum, dan fasilitas
pariwisata, perbaikan fasilitas yang telah ada dan penambahan fasilitas
pariwisata untuk menambah kenyamanan pengunjung.
e. Penerapan model pengelolaan kemitraan antara pemerintah, swasta, dan
masyarakat dalam pengembangan Hutan Wisata Tinjomoyo.
DAFTAR PUSTAKA
Agus kriswanto (2015). Integrated Activities Preserve Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kota Semarang
Fandeli, Chafid (2002) Perencanaan Kepariwisataan Alam, Yogyakarta: Fakultas
Kehutanan Universitas Gajah Mada.
Mustikawati, Rahayu. (2010). Strategi pengembangan objek wisata curug malela sebagai
wisata unggulan di kabupaten bandung barat. Skripsi Sarjana Pariwisata
Manajemen Resort & Leisure FPIPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan
Nuryanti, Wiendu (2004). Pedoman Pengembangan Desa Wisata Di Jawa Barat,
Bandung.
Wisata Minat Khusus Di Indonesia.Makalah Seminar Nasional Gegama, 8 September
1997 di Yogyakarta.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Ir. Arifin Arief , M.P. (2001) Hutan dan Kehutanan. Yogjakarta. Kanisius
Yoeti, Oka. A. 1995. Pengantar Ilmu Pariwisata. Jakarta : Angkasa.
Parikesit, Danang &Hernowo (1997). Prospek Dan Strategi Pengembangan