Post on 13-Apr-2016
description
PENGOBATAN TUMOR LARINGDENGAN MENGGUNAKAN METODE RADIOTERAPI
MAKALAHUNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Bahasa Indonesia Keilmuanyang dibina oleh Ibu Frida Siswiyanti
Oleh:
Leviana Erinda
140341605939
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
Desember, 2014
PENGOBATAN TUMOR LARING
DENGAN MENGGUNAKAN METODE RADIOTERAPI
Oleh: Leviana Erinda
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penderita penyakit tumor di Indonesia semakin meningkat. Tumor merupakan
penyakit yang mengkhawatirkan karena dapat menyebabkan kematian. Tumor adalah
sebutan untuk neoplasma atau lesi padat yang terbentuk akibat pertumbuhan sel tubuh
yang berlebihan. Pertumbuhan sel ini mirip dengan simtoma bengkak. Istilah tumor
berasal dari bahasa latin yang berarti pembengkakan pada masa jaringan yang tidak
normal.
Tumor disebabkan oleh mutasi di dalam DNA sel. Mutasi mengaktifkan onkogen
atau menekan gen penahan tumor sehingga menyebabkan tumor. Sel memiliki
mekanisme yang dapat memperbaiki DNA. Mekanisme lainnya menyebabkan sel
untuk menghancurkan dirinya melalui apoptosis bila DNA rusak parah. Mutasi yang
menahan gen untuk mekanisme ini dapat menyebabkan kanker. Sebuah mutasi dalam
satu onkogen atau satu gen penahan tumor biasanya tidak cukup menyebabkan
terjadinya tumor.
Pada pertumbuhannya, tumor dapat digolongkan sebagai tumor ganas (malignan)
dan tumor jinak (benign). Tumor ganas selnya bersifat kanker yang memiliki potensi
untuk merusak jaringan yang berdekatan dan menciptakan metastasis. Perkembangan
tumor ganas lebih cepat karena lebih aktif dan agresif, sedangkan tumor jinak selnya
tidak bersifat kanker. Tumor ini tidak menyerang jaringan yang berdekatan dan tidak
menyebarkan benih (metastasis), tetapi dapat tumbuh secara lokal menjadi besar.
Selain itu, tumor ini tumbuh secara ekspansif atau mendesak (Affandi, 2009).
Satu contoh tumor ganas yang mudah menyerang manusia adalah tumor laring.
Tumor laring menyerang pita suara, kotak suara (laring) atau daerah lainnya di
tenggorokan. Laring merupakan susunan epitel kartilago yang menghubungkan faring
dan trakea. Laring dibentuk oleh sebuah tulang dibagian atas dan beberapa tulang
rawan yang saling berhubungan satu sama lain. Tulang-tulang ini diikat oleh otot
intrinsik dan ekstrisik serta dilapisi oleh mukosa. Organ ini berfungsi sebagai
pelindung jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk.
Tumor dapat terjadi di laring karena jaringan epitel mukosa laring bereaksi dengan
zat-zat yang ada pada rokok, alkohol, makanan yang mengandung bahan kimia, virus,
maupun radikal bebas sehingga terjadi mutasi pada DNA sel yang kemudian akan
menimbulkan tumor. Selain itu, tumor laring dapat terjadi karena adanya faktor
keturunan.
Tumor laring lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dengan
perbandingan 5:1. Tumor ini kebanyakan pada penderita dengan rentang usia 50
sampai 70 tahun. Diagnosa tumor ganas sulit dilakukan karena letaknya sulit dicapai,
sehingga ketika ada penderita tumor ini maka akan dijumpai bukan pada tahap awal
lagi (Kentjono, 2003).
Untuk mengatasi masalah tersebut, selain menggunakan metode pembedahan dan
kemoterapi, tumor laring dapat ditangani dengan menggunakan metode radiologi.
Kanker pada organ asalnya dapat diatasi dengan pengobatan operasi dan radioterapi,
bersamaan dengan kemoterapi, dengan hasil yang memuaskan (Perez & Brady,
1987).
Pengobatan tumor laring ini mulai digunakan orang sebagai salah satu regimen
pengobatan tumor ganas, setelah ditemukannya sinar X oleh WC Rontgen, sifat-sifat
radioaktivitas Becquerel dan radium Pierre dan Marie Curie. Mereka mengatakan
bahwa keajaiban di dunia pengobatan kanker telah ditemukan ("miraculous cure").
Gambaran ini berubah ketika ditemukan bahwa tumor-tumor yang semula hilang
karena terapi radiasi kembali muncul dan kerusakan pada jaringan sehat akibat radiasi
mulai tampak. Setelah itu selama kurang lebih 25 tahun radioterapi memasuki zaman
kegelapan di dalam evolusinya, bahkan hampir ditinggalkan orang jika saja pionir-
pionir dari "Fondation Curie" di Paris yang dipimpin oleh Claude Regaud tidak
segera berhasil memecahkan misteri sinar ini (Anonymous, 2012).
Radiologi merupakan salah satu metode pengobatan tumor ganas yang paling
efektif. Radiologi dapat mengacu pada dua sub-bidang, radiologi diagnostik dan
radioterapi. Diagnostik radiologi berkaitan dengan penggunaan berbagai modalitas
pencitraan untuk membantu dalam diagnosis penyakit. Radiologi diagnostik dapat
dibagi lagi menjadi beberapa sub-spesialisasi daerah. Radiologi intervensi, salah satu
sub-spesialisasi daerah, menggunakan modalitas pencitraan radiologi diagnostik
untuk panduan prosedur bedah minimal invasif. Radioterapi atau radiasi onkologi
menggunakan radiasi untuk mengobati penyakit, seperti kanker menggunakan bentuk
pengobatan yang disebut terapi radiasi (Rasjidi, 2013).
Radioterapi merupakan metode pengobatan penyakit maglina dengan
menggunakan sinar pengion yang bertujuan untuk mematikan sel-sel tumor sebanyak
mungkin dan memelihara jaringan sehat di sekitar tumor agar tidak menderita
kerusakan terlalu berat. Tumor laring bersifat radioresponsif sehingga radioterapi
merupakan terapi terpenting (Rasyid, 2000).
Metode radioterapi digunakan untuk mengurangi ukuran tumor atau
menghilangkan gejala dan gangguan yang menyertai. Radioterapi berperan dalam
pengobatan penyakit kanker, karena kemampuan energy tinggi dari dari radiasi
pengion, yang berupa sinar Gamma dari pesawat Cobalt 60 teleterapi, atau radiasi
photon dan elektron dari pesawat linear accelerator yang dapat menghancurkan sel
kanker. Sel kanker bila terkena radiasi pengion akan menimbulkan reaksi langsung
dan tidak langsung (Powell et al, 1996).
Masalah ini perlu dibahas agar dapat mengetahui metode pengobatan bagi
penderita tumor laring selain kemoterapi dan pembedahan, yaitu radioterapi yang
dapat mengurangi ukuran tumor, menghilangkan gejala dan gangguannya. Selain itu
agar dapat mengetahui bagaimana teknik radioterapi digunakan pada proses
pengobatannya sehingga dapat digunakan sebagai referensi metode pengobatan tumor
laring.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah umum dalam makalah ini dirumuskan yaitu, bagaimana cara pengobatan
tumor laring menggunakan metode radioterapi?
Masalah khusus dalam makalah ini dirumuskan sebagai berikut:
1) Bagaimana cara pengobatan tumor laring pada metode radioterapi dengan
memanfaatkan sinar-x?
2) Bagaimana cara pengobatan tumor laring pada metode radioterapi dengan
memanfaatkan sinar gamma?
2. PEMBAHASAN
2.1 Radioterapi Tumor Laring dengan Memanfaatkan Sinar X
Salah satu metode yang dapat digunakan dalam pengobatan tumor laring adalah
tehnik radioterapi. Metode radioterapi ini digunakan untuk mengurangi ukuran tumor
atau menghilangkan gejala dan gangguan yang menyertainya. Cara kerja radioterapi
berupa radiasi ionisasi secara langsung maupun tidak langsung melalui aliran darah
yang mempunyai kekuatan untuk menghancurkan keutuhan sel dengan cara
membenturkan radiasi ke nukleus dan perubahan kimia yang dipicu oleh ionisasi
radiasi (Kumar, 1996).
Radiasi diberikan sebagai terapi primer untuk kanker laring atau terapi tambahan
setelah pembedahan. Terapi ini sering dilakukan dengan tekhnik penyinaran eksternal
dengan dosis 6000-7000 cGy yang diberikan pada lokasi primer tumor. Terapi radiasi
pos-operatif dilakukan pada kanker dengan stadium lanjut, penyebaran tumor ke
ekstrkapsular dalam nodus limfa, penyebaran ke perineural atau angiolimfatik,
keterlibatan nodus secara multipel ditingkat leher (terutama level IV dan V, atau
media stinum).
Pengobatan tumor menggunakan tehnik radioterapi dilakukan dengan
menggunakan bantuan sinar pengion. Sinar pengion yang dapat digunakan sebagai
pengobatan tumor laring adalah sinar X . Sinar X adalah gelombang elektromagnetik
yang mempunyai panjang gelombang 10-8 -10-12 m dan frekuensi sekitar 1016 -1021 Hz.
Sinar X mempunyai ukuran panjang mulai dari 0,01 sampai 10 nanometer dengan
frekuensi mulai dari 30 petaHertz sampai 30 exaHertz dan mempunyai energi mulai
dari 120 elektroVolt hingga 120 kilo elektroVolt. Kemampuan sinar X menembus
bahan sering kali dimanfaatkan pada bidang medis, seperti dalam ranah Radiologi
Diagnostik (Wirjoatmojo, 2000).
Sinar X terbentuk pada saat elektron-elektron bebas melepaskan sebagian energi
saat terjalin interaksi dengan elektron lain yang mengorbit dengan inti atom atau
nukleus. Energi yang dilepaskan dari elektron berupa foto sinar X. Sinar ini dapat
menembus benda-benda lunak seperti daging dan kulit tetapi tidak dapat menembus
benda-benda keras seperti tulang, gigi, dan logam. Sinar X sering digunakan di
berbagai bidang seperti bidang kedokteran, fisika, kimia, mineralogi, metarulugi, dan
biologi.
Sinar X bukan hanya bermanfaat untuk mendiagnosis penyakit (disebut
radiodiagnostik), tetapi juga dapat digunakan sebagai pengobatan penyakit kanker.
Pada radioterapi, peningkatan optimasi terfokus untuk memberikan dosis radiasi
tinggi pada tumor dan dosis rendah pada jaringan tetangga sekitar tumor. Di lain
pihak, radioterapi internal menggunakan sumber radioaktif terbuka yang dimasukkan
ke dalam tubuh melalui injeksi ataupun secara oral, melalui proses metabolisme yang
diarahkan pada organ tertentu (Kompas. 2012).
Sumber sinar berupa sinar X atau radioisotop ditempatkan diluar tubuh. Sinar
diarahkan ke tumor yang akan diberikan radiasi, besar energi yang akan diserap oleh
tumor tergantung dari besarnya energi yang dipancarkan oleh sumber energi, jarak
antara sumber energi dengan tumor, dan kepadatan massa tumor. Teleterapi
umumnya diberikan secara fraksional dengan dosis 150-250 rad per kali, dalam 2-3
seri. Diantara seri 1-2 atau 2-3 diberi istirahat 1-2 minggu untuk pemulihan keadaan
pederita sehingga radioterapi memerlukan waktu 4-6 minggu (Yunus, 2000).
Seleksi energi sinar didasarkan pada lokasi tumor. Kanker pada leher dapat
diatasi dengan sinar X 4 hingga 6 MeV. Tumor pada leher berlokasi tidak lebih dari 7
hingga 8 cm kedalamannya dan biasanya juga diperlukan pengobatan pada kelenjar
limfe regional yang superfisial. Sinar X sebesar 15-25 MeV juga dapat digunakan
untuk pengobatan tambahan pada beberapa tumor di leher, seperti tumor laring
(Baylay, 2007).
Pemberian radiasi pada tumor laring dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
dengan after loading dan instalasi. After loading merupakan metode pengobatan
radioterapi dengan cara memasukkan suatu aplikator kosong ke dalam rongga tubuh
pada tempat tumor laring berkembang. Setelah aplikatornya tepat pada bagian yang
akan disinari, radioisotop dimasukkan ke dalam aplikator tersebut. Terapi ini
meminimalkan paparan radiasi untuk personil perawatan kesehatan. Pemberian
radiasi dengan menggunakan metode inhalasi dilakukan dengan menyuntikkan
larutan radioisotop ke dalam rongga laring yang terserang tumor. Terapi inhalasi
merupakan suatu pengobatan yang ditujukan untuk mengembalikan perubahan-
perubahan patofisiologi pertukaran gas sistem kardiopulmoner ke arah yang normal,
seperti dengan menggunakan respirator atau alat penghasil aerosol (Kirk & Ribbans,
2004).
2.2 Radioterapi Tumor Laring dengan Memanfaatkan Sinar Gamma
Sinar gamma adalah sinar dari radiasi elektromagnetik atau foton. Sinar ini dapat
menembus tubuh. Daya tembusnya tergantung dari besar energy yang menimbulkan
sinar itu. Semakin tinggi energinya atau makin tinggi voltagenya, makin besar daya
tembusnya dan makin dalam letak dosis maksimalnya (Sukardja, 1996).
Sinar gamma yang dapat dimanfaatkan dalam bidang ini adalah sinar gamma
dari pesawat Cobalt 60 teleterapi yang dapat menghancurkan sel kanker. Sel kanker
bila terkena radiasi pengion akan menimbulkan reaksi langsung dan tidak langsung.
Reaksi tidak langsung karena molekul air (H2O) dan molekul oksigen (O2) yang
terkena radiasi pengion akan terionosasi. Molekul oksigen akan kehilangan
elektronnya sehingga menjadi ion oksigen. Ion-ion ini bersifat tidak stabil dan akan
berubah menjadi H radikal, OH radikal dan O radikal. Akibat dari reaksi radikal-
radikal tersebut dengan DNA maka terjadi berbagai jenis kerusakan pada DNA.
Selain itu, akan terjadi aberasi kromosom dan aberasi kromatid dan beberapa
kematian sel yang segera terjadi atau aberasi yang terus terjadi selama sel membelah
(Powell et al, 1996).
Terapi berkas eksternal biasanya menggunakan modalitas berkas foton atau sinar
gamma yang dihasilkan oleh pemercepat partikel linier, sinar gamma yang dihasilkan
oleh unit Co-60 atau sinar yang lebih rendah dengan rentang energi 50-300 kV. Co-
60 ditempatkan pada container metal yang tebal pada alat yang diatur sedemikian
rupa sehingga sel kanker dapat diradiasi dari berbagai arah yang ditunjukkan setepat
mungkin dan dengan paparan yang setepat mungkin.
Teknik- teknik yang dijalankan dalam radiasi gamma Co-60 sesuai dengan
prinsip proteksi radiasi diantaranya meminimalkan waktu penyinaran,
memaksimalkan jarak dari sumber radiasi, dan melindungi sumber radiasi. Pada
radioterapi CO-60, pembatasan waktu penyinaran harus dibuat sedemikian rupa
sehingga produk nilai dosis dan waktu penyinaran tidak melebihi dosis total
maksimum yang diperbolehkan radioterapi yang dikerjakan sesuai dengan prinsip
keselamatan radiasi. Jarak penyinaran perlu diatur agar radioterapi menjadi optimal
(Tjokronagoro, 2004).
Selain itu dapat juga menggunakan sistem Gamma Knife, yaitu terapi untuk
menghancurkan sel-sel yang sakit sementara menjaga sel-sel lainnya yang masih
sehat. Dalam sistem pengobatan Gamma Knife, 200 pancaran sinar radiasi
difokuskan ke daerah yang terkena tumor di bagian laring. Setiap pancaran sinar
mempunyai dampak kecil terhadap sel yang dilaluinya, namun memiliki dosis radiasi
yang cukup besar pada lokasi target pancaran-pancaran bertemu. Pengobatan dengan
sistem ini menggunakan mesin radiasi yang memotong tumor dari beberapa sudut
berbeda. Keakuratan Gamma Knife tidak menyebabkan kerusakan pada sel-sel yang
berada di sekitar target penyinaran.
3. SIMPULAN
Tehnik radioterapi untuk penyembuhan tumor laring dapat dilakukan dengan
memanfaatkan sinar-X dan sinar gamma Co-60. Pengobatan menggunakan sinar-X
diterapkan dengan after loading dan inhalasi. After loading adalah metode
pengobatan radioterapi dengan cara memasukkan suatu aplikator kosong ke dalam
rongga tubuh pada tempat tumor laring berkembang, kemudian memasukkan
radioisotop ke dalam aplikator tersebut. Inhalasi merupakan metode yang dilakukan
dengan menyuntikkan larutan radioisotop ke dalam rongga laring yang terserang
tumor.
Pengobatan menggunakan sinar gamma dilakukan dengan penyinaran yang
berasal dari pesawat Cobalt 60 teleterapi yang dapat menghancurkan sel kanker dan
dengan sistem Gamma Knife. Gamma Knife merupakan terapi untuk menghancurkan
sel-sel yang sakit sementara menjaga sel-sel lainnya yang masih sehat dengan
menggunakan 200 pancaran sinar radiasi yang difokuskan ke daerah yang terkena
tumor di bagian laring.
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, Ahmad. 2009. Prinsip Terapi Radiasi dalam THT. Disertasi tidak
diterbitkan. Pekanbaru: Fakultas Kedokteran Riau.
Anonymous. 2012. Radioterapi. Radioterapi.pdf (Online)(http://radioterapi.pdf.ac.id),
diakses 27 September 2014.
Baylay, Byron J. 2007. Head and Neck Surgery- Otolaryngology. Volume three. New
York: Lippincott Williams & Wilkins.
Kentjono, Widodo Ario. 2003. Perkembangan Terkini Karsinoma Nesofaring.
Majalah Kedokteran Tropis Indonesia, 14 (2). Surabaya: Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga.
Kirk, R.M. & Ribbans, W.J. 2004. Clinical Surgery in general. Fourth edition.
London : Churchill Livingstone.
Kompas. 6 Juli, 2012. Teknologi Gamma Knife Kurangi Beban Pasien (Online),
(
http://health.kompas.com/read/2012/07/06/05343720/Teknologi.Gamma.Knif
e.Kurangi.Beban.Pasien), diakses 8 November 2014.
Kumar, Shyamal. 1996. Fundamentals of Ear, Nose, & Throat Disease and Head-
Neck Surgery. Calcutta : The New Book Stall.
Perez, Ca & Brady, W. 1897. Principles and practice of radiation Oncology. JB:
Lippincot Company Philadelphia.
Powell S.N., Kachnic L.A & Anne P.R. 1996. How do cells repair DNA damage
caused by Ionizing radiation? Molekular biology for oncologist. London:
Chapman & Hall, ISBN 0412712709.
Rasjidi, Imam. 2013. Buku Ajar Onkologi Klinik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Rasyid, Abdul. 2000. Karsinoma Nesofaring: Penatalaksanaan Radioterapi.
Tinjauan pustaka. Dalam: Majalah Kedokteran nusantara. Vol. XXXIII No. 1.
Medan: FK USU. H. 52-8.
Sukardja, I Dewa Gede. 1996. Onkologi klinik. Disertasi tidak diterbitkan. Surabaya:
FK Unair.
Tjokronagoro, Salugu Maesadjie. 2004. Peranan Radioterapi Dalam
Penanggulangan Penyakit Kanker. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Gajah Mada.
Wirjoatmojo, Karjadi. 2000. Anestesiologi dan Reanimasi Modul Dasar untuk
Pendidikan S1 Kedokteran. Jakarta: Rektorat Jendral Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional.
Yunus, M., Lutan, Ramsi. 2000. Efek samping radioterapi pada pengobatan
karsinoma nesofaring. Referat. Medan: FK USU.