Post on 02-Jan-2020
1
1 MAHASISWA STKIP PGRI LUBUKLINGGAU
2 DOSEN STKIP PGRI LUBUKLINGGAU
PENGARUH MODEL MAKE A MATCH TERHADAP MINAT DAN HASIL
BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 LUBUKLINGGAU
TAHUN PELAJARAN 2015/2016
Oleh:
Nita Marcellina1 Linna Fitriani
2 Yuni Krisnawati
3
STKIP-PGRI Lubuklinggau
Email: Anlovtha@gmail.com
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Make A Match
terhadap minat dan hasil belajar biologi siswa kelas X SMA Negeri 2 Lubuklinggau tahun
ajaran 2015/2016. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode penelitian eksperimen
dengan desain Pre-test post-test group design. Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswa
kelas X SMA Negeri 2 Lubuklinggau tahun ajaran 2015/2016. Pengambilan sampel dalam
penelitian ini secara acak (cluster random sampling). Pengumpulan data dilakukan dengan
teknik tes dan angket. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan uji-t.
Berdasarkan hasil analisis uji-t pada taraf signifikan 𝛼 = 0,05, diperoleh thitung (2,34) > ttabel
(1,671). Pada persentase angket minat siswa pada pembelajaran biologi di kelas X diperoleh
34,2% yang berada dikategori cukup. Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan ada pengaruh
yang signifikan model pembelajaran Make A Match terhadap minat dan hasil belajar biologi
siswa kelas X SMA Negeri 2 Lubuklinggau tahun ajaran 2015/2016.
Kata kunci: Pengaruh, Make A Match, Minat, Hasil Belajar
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu bagian terpenting dalam kehidupan manusia, karena
dengan pendidikan akan menentukan peradaban manusia pada masa yang akan datang.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:7) bahwa “Pendidikan adalah proses interaksi yang
bertujuan. Interaksi terjadi antara guru dengan siswa, yang bertujuan meningkatkan
perkembangan mental sehingga menjadi mandiri dan utuh”. Peranan pendidikan dalam hal ini
tidak hanya penting bagi erkembangan individu, melainkan perkembangan bangsa dan negara
bahkan dunia. Perbaikan proses belajar mengajar dapat dilakukan dengan menggunakan
model-model pembelajaran yang lebih sesuai dengan perubahan dan tuntutan zaman.
2
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara bersama salah satu guru mata pelajaran
biologi kelas X diketahui hasil belajar siswa belum tercapai nilai kriteria ketuntasan minimal
(KKM) yaitu 75 hal ini disebabkan oleh kurangnya minat siswa untuk mengikuti
pembelajaran dan berdasarkan wawancara dari salah satu murid kelas X SMA mengatakan
bahwa proses dalam pelajaran biologi cenderung membosankan karena guru menyampaikan
materi dengan menerapkan model ceramah dan kurang melibatkan peserta didik dalam proses
pembelajaran. Hal tersebut menyebabkan peserta didik kurang memperhatikan pelajaran,
mengantuk, mengobrol dengan teman sebangku, bahkan adapula peserta didik yang tertidur
saat proses pembelajaran berlangsung. Hal ini menjadikan peserta didik kurang aktif, sulit
mengembangkan potensi diri, dan sulit menerapkan ilmu pengetahuan dalam kehidupan
sehari-hari. Dapat dilihat dari hasil ulangan tengah semester yang di dapat siswa di seluruh
siswa kelas X yang berjumlah 391 hanya 124 siswa yang dinyatakan tuntas dan 267 siswa
dinyatakan tidak tuntas.
Salah satu sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk
bekerjasama dengan siswa-siswa dalam tugas-tugas yang berstruktur disebut sebagai sistem
“Pembelajaran Kooperatif”. Salah satu bentuk pembelajaran kooperatif yang dapat dipilih
oleh peneliti adalah Make A Match. Dalam model pembelajaran tersebut, siswa ditempatkan
dalam kelompok-kelompok kecil (3 sampai 5 siswa) yang heterogen untuk menyelesaikan
tugas kelompok yang sudah disiapkan oleh guru, selanjutnya diikuti dengan pemberian
bantuan secara individu bagi siswa yang memerlukan. Menurut Kurniasih dan Berlin
(2015:56) Kelebihan dari model Make A Match yaitu: 1) Belajar aktif dan menyenangkan, 2)
Lebih menarik perhatian siswa, 3) Mampu meningkatkan hasil belajar siswa, 4) Suasana
gembira, 4) Berkerjasama dan 5) Bergotong royong.
Maka dapat disimpulkan bahwa model Make A Match dapat memperbaiki hasil
belajar dan minat siswa terhadap pelajaran khususnya biologi, argument ini di dukung juga
3
dari penelitian Hikmawati (2015:21) bahwa “Pembelajaran teks procedure pada materi
menulis teks procedure model cooperative learning tipe Make A Match adalah dapat
meningkatkan minat belajar siswa, partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran, dan
kemampuan menulis teks procedure”. Dan berdasarkan dari penelitian Sirait dan Putri
(2013:258) bahwa “Ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match
terhadap hasil belajar siswa pada materi pokok alat-alat optik di kelas VIII semester II SMP
Swasta Budi Agung Medan”.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Adakah pengaruh model Make A
Match terhadap hasil belajar dan minat siswa biologi kelas X SMA Negeri 2 Lubuklinggau
tahun pelajaran 2015/2016 ? “.
LANDASAN TEORI
PENGARUH
Menurut Chulsum dan Novia (2006:336) bahwa “Pengaruh adalah daya yang ada atau
timbul dari sesuatu, orang, benda dan sebagainya yang ikut membentuk watak, perbuatan
seseorang dan sebagainya yang ikut membentuk watak, dan perbuatan seseorang”.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kata pengaruh adalah
kekuatan yang dapat mendorong perubahan, perubahan tersebut timbul karena adanya daya
dari suatu benda atau manusia yang memiliki kekuatan merubah sesuatu agar lebih baik lagi.
MODEL MAKE A MATCH
Menurut Rusman (2012:223) “Model Make A Match (membuat pasangan) merupakan
salah satu jenis dari metode dalam pembelajaran kooperatif”. Salah satu keunggulan teknik
ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik, dalam
suasana menyenangkan. Menurut Rusman (2012:223) langkah-langkah model pembelajaran
Make A Match adalah: a) Guru menyiapkan beberapa kartu dengan satu bagian kartu soal
4
dan bagian lainnya kartu jawaban. b) Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang
bertuliskan soal/jawaban. c) Tiap siswa memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang
dipegang. d) Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin
dan sebaliknya akan diberi sanksi dengan kesepakatan bersama. e) Setelah satu babak, kartu
dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian
seterusnya. f) Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang
kartu yang cocok. g) Kesimpulan.
Sedangkan menurut Hanafiah dan Cucu (2009:46) langkah-langkah yang dapat
dilakukan dalam model pembelajaran ini sebagai berikut: a) Guru menyiapkan beberapa kartu
satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban. b) Setiap peserta didik mendapat
satu buah kartu. c) Setiap peserta didik memikirkan jawaban atas soal dari kartu yang
dipegang. d) Setiap peserta didik mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok
dengan kartunya (soal jawaban). e) Setiap peserta didik yang dapat mencocokan kartunya
sebelum batas waktu diberi poin. f) Setelah satu babak, kartu di kocok lagi agar setiap peserta
didik mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya. g) Kesimpulan.
Berdasarkan dua langkah-langkah pembelajaran Make A Match, maka dapat
ditentukan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut: a) Pengajar menyiapkan beberapa
kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu
soal dan bagian lainnya kartu jawaban. b) Pengajar membagi siswa menjadi dua bagian satu
bagian mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal atau jawaban. c) Setiap siswa
memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang kemudian setiap siswa mencari
pasangan yang cocok dengan kartunya. d) Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya
sebelum batas waktu diberi poin. e) Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan
kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan
hukuman, yang telah disepakati bersama. f) Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap
5
siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya. g) Guru bersama-
sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.
BELAJAR
Belajar adalah kegiatan yang berlangsung dalam proses mengajar. Suyono dan
Hariyanto (2012:9) menyatakan “Belajar adalah suatu aktifitas atau suatu proses untuk
memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan
mengokohkan kepribadian”. Menurut Bloom (dalam Suprijono, 2009:6) bahwa “Hasil
belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah
knowledge (pengetahuan ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan meringkas,
contoh), application (menerapkan), analisis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis
(meng-organisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai)”.
Maka disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku pada siswa yang terdiri
dari aspek ranah kognitif, afektif, psikomotorik dan siswa dari tidak mengerti menjadi
mengerti dan tidak tahu menjadi tahu.
Menurut Aunurrahman (2009:177-196) masalah-masalah yang mempengaruhi hasil
belajar, yaitu: 1) Faktor-faktor internal belajar yaitu: a) Ciri khas/karakteristik siswa; b) Sikap
terhadap belajar; c) Motivasi belajar; d)Konsentrasi belajar; e) Mengolah bahan belajar; f)
Menggali hasil belajar; g) Rasa percaya diri; h) Kebiasaan Belajar. 2) Faktor-faktor eksternal
belajar yaitu: a) Faktor Guru; b) Lingkungan Sosial (termasuk teman sebaya); c) Kurikulum
Sekolah; d) Sarana dan Prasarana. Berdasarkan uraian tersebut, penulis menyimpulkan bahwa
faktor internal dan eksternal atau faktor dari dalam diri siswa maupun dari luar diri siswa itu
sangat berpengaruh untuk mencapai hasil belajar siswa yang maksimal.
MINAT
Menurut Djaali (2008:121) “Minat adalah rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada
suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh”. Menurut Crow and Crow (dalam djaali,
6
2008:121) “Minat berhubungan dengan gaya gerak yang mendorong seseorang untuk
menghadapai dan berurusan dengan orang, benda, kegiatan, pengalaman yang dirangsang
oleh kegiatan itu sendiri”. Djaali (2008:122-124) membagi minat menjadi enam jenis
berdasarkan orang dan pilihan kerjanya, yaitu: a) Realistis, b) Investigatif, c) Aristik., d)
Sosial, e) Enterprising, f) Konvensional. Jadi minat terhadap sesuatu merupakan hasil belajar
dan menyokong belajar selanjutnya. Menurut Hamalik (2001:110) bahwa “Belajar tanpa
adanya minat (motivasi) kiranya sulit untuk mencapai keberhasilan optimal”. Hal ini juga
didukung oleh pendapat Dalyono (2007:57) bahwa “Kuat lemahnya minat (motivasi)
seseorang turut mempengaruhi keberhasilan”.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan metode
penelitian eksperimen. Penelitian ini menggunakan desain berbentuk pretest-posttest group
design atau desain kelompok kontrol eksperimen. Penelitian ini, siswa di kelompokkan dua
kelas yaitu, kelas kelas kontrol dan kelas eksperimen. Kelas eksperimen menggunakan model
pembelajaran Make A Match dengan kelas kontrol menggunakan model pembelajaran
konvensional. Desain penelitiannya sebagai berikut:
Control Group Pre-test Pos-test
Eksperimen O1 X O2
Kontrol O3 - O4
Sugiyono (2008: 83)
Keterangan:
O1 = tes awal (pre-test) kelas eksperimen
O2 = tes akhir (post-test) kelas eksperimen
O3 = tes awal (pre-test) kelas kontrol
O4 = tes akhir (post-test) kelas kontrol
X = perlakuan model pembelajaran Make A Match
- = model pembelajaran konvensional
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 2
Lubuklinggau tahun pelajaran 2015/2016. Sampel penelitian ini diambil dua kelas. Cara
7
pengambilanya secara sampel random sederhana. Karena setiap kelas mempunyai
kemampuan yang sama, maka peneliti melakukan undian untuk bisa menentukan kelas yang
akan di jadikan sampel. Dari sepuluh kelas terpilih dua kelas yaitu kelas X.1 kelas
eksperimen dan kelas X.8 kelas kontrol. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini yaitu
dengan teknik tes dan nontes berupa angket minat siswa.
Tes yang diberikan sebanyak 20 soal dengan materi Ekosistem dan nontes diberikan
20 pertanyaan angket minat siswa. Tes dilaksanakan sebanyak dua kali yaitu tes awal (pre-
test) dan tes akhir (post-test) diberikan untuk mengetahui perubahan hasil belajar siswa
dengan menggunakan model Make A Match dan model Konvensional pada kelas eksperimen
dan kelas kontrol. Nontes dilaksanakan pada akhir pertemuan setelah post-test pada kelas
eksperimen hal ini bertujuan untuk melihat minat siswa menggunakan model Make A Match
pada proses pembelajaran.
Sebelum melakukan perlakuan pada kedua kelas terlebih dahulu peneliti menguji coba
soal di kelas XI IPA dan hasil uji coba instrumen, dari 30 soal yang diajukan sebagai
instrument hanya 20 soal yang valid dan diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,87 sehingga
soal tes tersebut mempunyai drajat reliabilitas tinggi dan soal dapat dipercaya sebakai alat
ukur.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
Berdasarkan data hasil pre-test diperoleh bahwa rata-rata skor kemampuan awal siswa
pada materi ekosisten kelas eksperimen sebesar 48,70 dan kelas kontrol sebesar 49,66. Secara
deskriptif dapat disimpulkan bahwa kemampuan awal siswa pada materi ekosistem kelas
eksperimen lebih rendah dibandingkan kelas kontrol. Begitupun dengan analisis uji−𝑡 data
hasil pre-test diperoleh 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = -0,5. Nilai 𝑡T𝑎𝑏𝑒𝑙 pada taraf signifikan α = 0,05 dan dk = 60
8
adalah 𝑡Tabel= 2,00hal ini berarti 𝐻𝑜 diterima. Dengan demikian tidak terdapat perbedaan
yang signifikan rata-rata skor kemampuan awal siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Berdasarkan data hasil post-test diperoleh bahwa rata-rata skor kemampuan akhir
siswa kelas eksperimen sebesar 83,00 dan kelas kontrol sebesar 68,23. Secara deskriptif dapat
disimpulkan bahwa kemampuan akhir siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan
kelas kontrol. Berdasarkan analisis data hasil post-test menunjukkan nilai 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =2,34 ≥
𝑡Tabel=1,671, sehingga dapat disimpulkan 𝐻𝑜 ditolak dan 𝐻𝑎 diterima dan hasil data seluruh
jawaban angket minat yang dijawab oleh siswa kelas X.1 yang berjumlah 40 siswa
didapatkan 34,2% dengan kategori “cukup”. Dengan demikian, hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini dapat diterima kebenarannya, sehingga dapat disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh model Make A Match terhadap minat dan hasil belajar siswa biologi kelas
X SMA Negeri 2 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016.
2. Pembahasan
Langkah pertama sebelum melaksanakan penelitian pada kedua kelas yang menjadi
sampel penelitian, terlebih dahulu peneliti menguji cobakan soal uji instrumen yang telah
dibuat oleh peneliti. Uji instrumen penelitian telah dilakukan pada kelas XI SMA Negeri 2
Lubuklinggau tahun pelajaran 2015/2016. Dari hasil analisis uji coba, ternyata 30 soal yang
diujikan, hanya 20 soal memenuhi kriteria soal yang dapat digunakan sebagai tes dengan
kriteria reliabilitas sangat tinggi. Setelah melakukan uji instrumen, peneliti melakukan
random sampling pada seluruh kelas X, Sampel diambil sebanyak dua kelas, satu kelas
sebagai kelas eksperimen yaitu kelas X.1 dan satu kelas lainya sebagai kelas kontrol yaitu
kelas X.8.
Sebelum melakukan perlakuan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, peneliti
melakukan pre-test untuk melihat kemampuan awal pada siswa yang belum menerima materi
ekosistem. Dari hasil analisis data tes awal (pre-test) pada kelas eksperimen diperoleh rata-
9
rata 48,7 dengan nilai terendah 30 dan nilai tertinggi 65, sedangkan pada kelas kontrol
diperoleh rata-rata 49,66 dengan nilai terendah 35 dan nilai tertinggi 75. Hasil dari analisis
uji−𝑡 data hasil pre-test diperoleh 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = -0,5. Nilai 𝑡T𝑎𝑏𝑒𝑙 pada taraf signifikan α = 0,05 dan
dk = 60 adalah 𝑡Tabel= 2,00 hal ini berarti 𝐻𝑜 diterima.. Maka dapat disimpulkan bahwa kelas
eksperimen pada kemampuan awal siswa terhadap materi Ekosistem dibawah kemampuan
awal siswa di kelas kontrol dengan masing-masing kelas belum sama sekali diajarkan tentang
materi Ekosistem tetapi kelas kontrol cukup menguasi materi tersebut dibandingkan kelas
eksperimen.
Setelah melakukan pre-test, peneliti memberi perlakuan pada pertemuan pertama,
pada kelas eksperimen menggunakan model Make A Match dan kelas kontrol menggunakan
model konvensional. Pelaksanaan pembelajaran pada kelas eksperimen dengan model Make
A Match mengalami sedikit hambatan. Pembelajaran yang baru bagi siswa, sehingga siswa
membutuhkan waktu untuk penyesuaian. Pada saat siswa dibagi kartu dan disuruh mencari
pasangan yang cocok untuk kartunya kegaduhan mulai terjadi dalam kelas, hal ini
dikarenakan siswa masih bingung dalam mencari pasangan yang cocok untuk kartunya dan
karena siswa masih malu-malu untuk bertanya kepada kelompok lain dan siswa belum
terbiasa dengan model Make A Match.
Selanjutnya pertemuan kedua, pada kelas eksperimen siswa mulai terbiasa belajar
menggunakan model Make A Match, dan siswa sudah tidak bingung lagi dalam mencari
pasangan yang cocok untuk kartunya, dan siswa sudah tidak malu-malu lagi untuk bertanya
kepada kelompok lain dan siswa perlahan mulai terbiasa dengan model Make A Match.
Hambatan yang dirasakan siswa secara perlahan dapat berkurang karena siswa mulai tertarik
dengan model Make A Match, siswa menjadi lebih tanggap dan cekatan dalam mencari
pasangan yang cocok untuk kartunya sebelum batas waktu yang ditentukan berakhir.
10
Pada pertemuan ketiga, proses pembelajaran kelas eksperimen berlangsung dengan
baik. Karena siswa sudah terbiasa menggunakan model Make A Match. Pengajar menyiapkan
beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu
bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban. Pengajar membagi siswa menjadi dua
bagian satu bagian mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal atau jawaban. Tiap siswa
memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang kemudian Setiap siswa mencari
pasangan yang cocok dengan kartunya. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya
sebelum batas waktu diberi poin. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu
temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan
hukuman, yang telah disepakati bersama. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap
siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya pengajar bersama-
sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.
Setelah kedua kelompok diberi perlakuan yang berbeda, yaitu kelas eksperimen
dengan menggunakan model Make A Match dan kelas kontrol menggunakan pembelajaran
model konvensional terlihat bahwa hasil belajar kedua kelas berbeda. Berbeda dengan
pembelajaran yang dilaksanakan pada kelas kontrol, pembelajaran yang menggunakan model
konvensioanal. Pada saat guru menjelaskan materi pelajaran siswa banyak bercerita dengan
teman sebangkunya, tidak memperhatikan penjelasan guru dan hanya siswa tertentu yang
memperhatikan guru saat menjelaskan materi. Kegiatan ini lebih berpusat pada guru,
sehingga siswa menjadi pasif dan tidak aktif dalam belajar. Pada saat guru menanyakan siapa
yang belum paham, siswa hanya diam sehingga membuat guru kurang mengetahui batas
pemahaman siswa.
Setelah diberi perlakuan pada kedua sampel penelitian yaitu kelas eksperimen dan
kelas kontrol, peneliti melakukan tes akhir yaitu post-test. Berdasarkan analisis data post-test
pada kelas eksperimen memperoleh nilai rata-rata 83 dengan nilai terendah 65 dan nilai
11
tertinggi 95, sedangkan pada kelas kontrol memperoleh nilai rata-rata 68,23 dengan nilai
terendah 55 dan nilai tertinggi 90. Hasil data post-test menunjukkan nilai 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =2,34 ≥
𝑡Tabel=1,671, sehingga dapat disimpulkan 𝐻𝑜 ditolak dan 𝐻𝑎 diterima. Hasil tersebut dapat
menunjukkan bahwa hasil belajar kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan hasil
belajar kelas kontrol di karenakan kelas eksperimen menggunakan model Make A Match. Hal
ini juga sejalan dengan kelebihan model Make A Match menurut Kurniasih dan Berlin
(2015:56) yaitu: a) Menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan, b) Lebih menarik
perhatian siswa, c) Mampu meningkatkan hasil belajar, d) Suasana kegembiraan akan tumbuh
dalam proses pembelajaran, e) Kerjasama dan f) Munculnya gotong royong antar siswa dan
sejalan juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Irma Paramita dkk (2012) bahwa model
Make A Match dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Setelah dilakukan post-test pada kelas eksperimen, peneliti memberi angket minat
pada siswa kelas eskperimen yang diberi perlakuan model Make A Match. Pada perhitungan
persentase minat belajar siswa pada mata pelajaran biologi dengan menggunakan model
Make A Macth di SMA Negeri 2 Lubuklinggau dalam kategori “cukup” yaitu pada frekuensi
34,2 %, dapat disimpulkan bahwa minat siswa cukup tertarik dengan pelajaran biologi
dengan menggunakan model Make A Match yang diterapkan saat proses pembelajaran
berlangsung dan hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ratna Hikmawati
(2015) bahwa model pembelajaran Make A Match dapat membuat minat siswa meningkat.
Berdasarkan uraian tersebut berarti model pembelajaran kooperatif Make A Match
dapat mempengaruhi minat dan hasil belajar siswa maka model pembelajaran ini dapat
digunakan sebagai alternatif dalam kegiatan belajar mengajar disuatu sekolah. Proses belajar
yang terjadi tidak hanya berasal dari satu arah saja, peran guru sebagai fasilitator dan
motivator pun akan meningkat. Kegiatan belajar menjadi menyenangkan dan tidak
membosankan seperti yang terjadi pada proses pembelajaran klasikal. Selain itu, penggunaan
12
model Make A Match dapat meningkatkan keterampilan siswa, tidak hanya kognitif saja,
tetapi dapat juga meningkatkan keterampilan afektif seperti yang diharapkan.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil analisis data menggunakan uji-t
menunjukkan thitung sebesar 2,34 dan ttabel sebesar 1,671, artinya Ho ditolak dan Ha diterima.
Pada persentase angket minat siswa didapatkan 34,2% maka dapat dikatakan minat siswa
dalam pembelajaran biologi cukup. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
model Make A Match terhadap minat dan hasil belajar biologi siswa kelas X di SMA Negeri
2 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2106.
DAFTAR PUSTAKA
Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Chulsum, U & Novia, W. 2006. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Surabaya: Kashiko.
Dalyono, M. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta,
Dimyati & Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Djaali. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Hamalik, O. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara
Hanafiah, & Cucu. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Refika aditama.
Hikmawati, R. 2015. Peningkatan Kemampuan Siswa Menulis Teks Procedure Melalui
Model Pembelajaran Make A Match, 16, (4).
Kurniasi & Berlin. 2015. Ragam Pengembangan Model Pembelajaran. Jakarta: Kata Pena.
Rusman. 2012. Seri Manajemen Sekolah Bermutu. Model-Model Pembelajaran.
Mengembangkan Propesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
Sirait, M, & Putri, A.N. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A
Match terhadap Hasil Belajar Siswa, INPAFI. 1, (3). 252-259.
Sugiyono. 2008. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alpabeta.
Suprijono, A. 2009. Cooperatif Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Suyono & Hariyanti. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Offset.