Nita Lasna R kapita selekta

29
STRATEGI VALIDASI METODE ANALISIS UNTUK PENJAMINAN MUTU Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Kapita Selekta Oleh: Nita Lasna Rostika 31110084 PRODI S1 FARMASI SEKOLAH TINGGI KESEHATAN BAKTI TUNAS HUSADA

description

kapita selekta

Transcript of Nita Lasna R kapita selekta

Page 1: Nita Lasna R kapita selekta

STRATEGI VALIDASI METODE ANALISIS UNTUK PENJAMINAN MUTU

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Ujian Akhir Semester

Mata Kuliah Kapita Selekta

Oleh:

Nita Lasna Rostika

31110084

PRODI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN BAKTI TUNAS HUSADA

TASIKMALAYA

2014

Page 2: Nita Lasna R kapita selekta

STRATEGI VALIDASI METODE ANALISIS UNTUK PENJAMINAN MUTU

1. Presisi

Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya

diekspresikan sebagai simpanagan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda

signifikan secara statistik. Sesuai dengan ICH, presisi harus dilakukan pada 3 tingkatan

yang berbeda yaitu: keterulangan (repeatibility), presisi antara(intermediate precision)

dan ketertiruan (reproducibility)

a. Keterulangan yaitu ketepatan pada kondisi percobaan yang sama baik orangnya,

peralatannya, tempatnya, maupun waktunya.

b. Presisi antara yaitu ketepatan pada kondisi percobaan yang berbeda, baik orangnya,

peralatannya, tempatnya, maupun waktunya.

c. Ketertiruan merujuk pada hasil-hasil dari labolatorium yang lain.

Dokumentasi presisis seharusnya mencakup: simpangan baku, simpangan baku

relative (RSD) atau koefisien variasi (CV), dan kisaran kepercayaan.

Pengujian presisi pada saat awal validasi metode seringkali hanya menggunakan

2 parameter yang pertama, yaitu: keterulangan dan presisi antara. Reprodusibilitas

biasanya dilakukan ketika akan melekukan uji banding antar labolatorium. Presisi

seringkali diekspresikn dengan SD atau standar deviasi relative (RSD) dari serangkaian

data.

Standar deviasi (SD)

Standar deviasi

Merupakan akar jumlah kuadrat deviasi masing-masing hasil penetapan

terhadap mean dibagi dengan derajat kebebasannya (degres of freedom).

Dengan rumus, SD dapat dinyatakan:

SD = √∑ ¿¿¿¿

Yang mana :

X = nilai dari masing-masing pengukuran

X = rata-rata (mean) dari pengukuran

N = frekuensi penetapan

N-1 = derajat kebebasan

Nilai dari ∑ ¿¿¿ disebut sebagai varian

1

Page 3: Nita Lasna R kapita selekta

Jadi SD = √V

Standar deviasi (SD) lebih banyak digunakan sebagai ukuran kuantitatif

ketepatan atau ukuran presisi, terutama apabila dibutuhkan untuk membandingkan

ketepatan suatu hasil (metode) dengan hasil (metode) lain. Semakin kecil niali SD dari

serangkaian pengukuran, maka metode yang diguanakan semakin tepat.

Standar Deviasi relatif (RSD)

Standar Deviasi relative (relative standard deviation, RSD) yang juga dikenal

dengan koefisien variasi (cv) merupakan ukuran ketepatan relative dan umumnya

dinyatakan dalam persen. RSD dirumuskan dengan persamaan:

RSD = SDX

x 100 %

Yang mana :

RSD : standar deviasi relative (%)

SD : standar deviasi

X : Rata-rata

Semakin kecil nilai RSD dari serangkaian pengukuran maka metode

yang digunakan semakin tepet.

Simpangan baku relative atau koefisien variasi (KV) adalah :

KV = SDx

x 100%

Data untuk menguji presisi sering kali dikumpulkan sebagai bagian

kajian-kajian lain yang berkaitan dengan presisi seperti linearitas atau akurasi.

Biasanya reflikasi 5-16 dilkukan pada sampel tunggal untuk tiap-tiap konsentrasi.

Pada pengujian dengan KCKT, nilai RSD antara 1-2 % biasanya dipersyaratkan

untuk senyawa-senyawa aktif dalam jumlah yang banyak; sedangkan untuk

senyawa-senyawa dengan kadar sekelumit, RSD berkisar antara 5-15 %.

Tabel 1. Rentang maksimum yang diperbolehkan (perhitungan dibuat berdasarkan atas

kepercayaan 99%)

2

Page 4: Nita Lasna R kapita selekta

Rentang yang dapat diterima

(% klaim)

Penetapan tunggal Penetapan duploMetode RSD

(%)Sistem RSD

(%)Metode RSD

(%)Sistem RSD

(%)98,5 – 101,5 0,58 0,41 0,82 0,58

97 – 103 1,2 0,82 1,6 1,295 – 105 1,9 1,4 2,7 1,990 – 110 3,9 2,8 5,5 3,990 – 115 4,8 3,4 6,9 4,890 – 125 6,8 4,8 9,6 6,885 – 115 5,8 4,1 8,2 5,875 – 125 9,7 6,950 – 150 19,4 13,7

Contoh uji homogenitas

Cara kerja :

Standar 100 ppm

Timbang 25,0 mg tetrasiklin HCl. Masukan kedalam labu ukur 50,0 ml.

Tambahkan air sampai 50,0 ml, kocok (lakukan triplo).

Pipet 2,0 ml larutan diatas. Masukan ke dalam labu ukur 10,0 ml. Tambahkan air

sampai 10,0 ml. Kocok (dibuat 10 labu).

Standar 1000 ppm

Timbang 50,0 mg tetrasiklin HCl. Masukan ke dalam labu ukur 25,0 ml.

Tambahkan air sampai 10,0 ml, kocok (lakukan triplo)

Pipet 5,0 ml larutan diatas. Masukan ke dalam labu ukur 10,0 ml. Tambahkan air

sampai 10,0 ml. Kocok (dibuat 10 labu)

Suntikan 20 µl standar 100 ppm dan standar 1000 ppm pada HPLC dengan

kecepatan alir 1,0 ml/menit dan panjang gelombang 360 nm.

Tabel 2. Homogenitas dari tetrasiklin HCl

Konsentrasi tetrasiklin HCl

(ppm)Area

Konsentrasi tetrasiklin (ppm)

Area

3

Page 5: Nita Lasna R kapita selekta

100 1782560 1000 17824980100 1784392 1000 17830710100 1784506 1000 17831960100 1784857 1000 17851970100 1785275 1000 17853480100 1807112 1000 17895130100 1808175 1000 17899070100 1809577 1000 17921150100 1823930 1000 17933210100 1853383 1000 17959770

Nilai F 4,31

F = S2

N (terbesar )

S21( terkecil)

S2 = ∑ ¿¿¿

S2 = variansi

F < F tabel

Contoh perhitungan uji keseksamaan (presisi)

Cara kerja

a. Pembuatan larutan baku

Timbang baku Tetrasiklin HCl 20,0; 30,0 mg masing-masing masukan ke dalam

labu ukur 50,0 ml. Maka diperoleh konsentrasi larutan berturut-turut sebesar 400,

500 dan 600 ppm.

Larutkan dengan air sampai 50,0 ml, kocok.

Suntikkan µl larutan baku pada HPLC.

b. Pembuatan larutan uji

Timbang serbuk obat Tetrasiklin HCl yang kadarnya 80 %, 100 %, 120 % sebesar

100,0 mg (masingmasing 6, setiap 100 mg serbuk obat mengandung tetrasiklin

HCl 50 mg). Masukan ke dalam labu ukur 100,0 ml. Maka akan diperoleh

konsentrasi larutan berturutturut sebesar 400, 500 dan 600 ppm.

Larutkan dengan air sampai 100,0 ml, kocok

Saring dengan kertas saring Durapore membran filter 0,45 mm HV.

Suntikan 20 μl larutan uji pada HPLC. Hitung % kadarnya.

Presisi dilakukan pada sediaan serbuk obat Tetrasiklin HCl dengan konsentrasi

80 %, 100 %, 120 % kadar Tetrasiklin HCl, masing-masing enam kali penimbangan

4

Page 6: Nita Lasna R kapita selekta

yang dilakukan pada hari yang berbeda selama 3 hari. Hasil perhitungan tersebut dapat

dilihat pada tabel-tabel berikut ini.

Tabel 3. Presisi tetrasiklin 80%

Konsentrasi tetrasiklin HCl (ppm)

Area Presentrasi kadar (%)

400 7168141 80,34400 7159952 80,26400 7112864 79,79400 7136432 80,03400 7116750 79,83400 7127785 79,94

SD < (syarat kadar terbesar – terkecil) = 3,336

0,23

RSD (< 2 %) 0,28

Tabel 4. Presisi tetrasiklin 100%

Konsentrasi tetrasiklin HCl (ppm)

Area Presentrasi kadar (%)

500 9184380 100,39500 9305120 101,59500 9502175 103,65500 9335870 101,89500 9283175 101,47500 9193470 101,48

SD < (syarat kadar terbesar – terkecil) = 3,336

1,18

RSD (< 2 %) 1,17

Tabel 5. Presisi tetrasiklin 120%

Konsentrasi tetrasiklin HCl (ppm)

Area Presentrasi kadar (%)

600 11206510 120,50600 11157635 120,01600 11124382 119,68600 11132680 119,76600 11173120 120,16600 11227365 120,70

SD < (syarat kadar terbesar – terkecil) = 3,336

0,41

RSD (< 2 %) 1,34

Tabel 6. Presisi serbuk obat tetrasiklin 80%

Konsentrasi tetrasiklin HCl Area Presentrasi kadar (%)

5

Page 7: Nita Lasna R kapita selekta

(ppm)400 7158750 80,25400 7126435 79,93400 7109690 79,76400 7142460 80,09400 7171155 80,37400 7129140 79,96

SD < (syarat kadar terbesar – terkecil) = 3,336

0,22

RSD (< 2 %) 0,28

Tabel 7. Presisi serbuk obat tetrasiklin 100%

Konsentrasi tetrasiklin HCl (ppm)

Area Presentrasi kadar (%)

500 9195010 100,50500 9312420 101,66500 9392500 102,46500 9311795 101,66500 9176435 100,31500 9137890 99,93

SD < (syarat kadar terbesar – terkecil) = 3,336

0,98

RSD (< 2 %) 0,97

Tabel 8. Presisi serbuk obat tetrasiklin 120%

Konsentrasi tetrasiklin HCl (ppm)

Area Presentrasi kadar (%)

600 11216645 120,60600 11134340 119,78600 11231270 120,75600 11175835 120,19600 11149590 119,93600 11197365 120,41

SD < (syarat kadar terbesar – terkecil) = 3,336

0,38

RSD (< 2 %) 0,32

Tabel 9. Presisi serbuk obat tetrasiklin 80%

Konsentrasi tetrasiklin HCl Area Presentrasi kadar (%)

6

Page 8: Nita Lasna R kapita selekta

(ppm)400 7114565 79,81400 7188390 80,54400 7132320 79,99400 7157255 80,24400 7168430 80,35400 7125835 79,92

SD < (syarat kadar terbesar – terkecil) = 3,336

0,28

RSD (< 2 %) 0,35

2. Akurasi

Akurasi merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai terukur

dengan nilai yang diterima baik nilai konvensi, nilai sebenarnya, atau nilai rujukan.

Akurasi diukur sebagai banyaknya analit yang diperoleh kembali pada suatu

pengukuran dengan melakukan spiking pada suatu sampel. Untuk pengujian senyawa

obat, akurasi diperoleh dengan membandingkan hasil pengukuran dengan bahan rujukan

standar (standard reference material, SRM).

Untuk mendokumentasikan akurasi, ICH merekomendasikan pengumpulan data

dari 9 kali penetapan kadar dengan 3 konsentrasi yang berbeda (misal 3 kosentrasi

dengan 3 kali replikasi). Data harus dilaporkan sebagai persentase perolehan kembali.

Cara penetuan :

Kecermatan ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi (spiked-placebo

recovery) atau metode penambahan baku (standard addition method). Dalam metode

simulasi, sejumlah analit bahan murni (senyawa pembanding kimia CRM atau SRM)

ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) lalu

campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang

ditambahkan (kadar yang sebenarnya). Dalam metode penambahan baku, sampel

dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa ditambahkan ke dalam sampel

dicampur dan dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang

sebenarnya (hasil yang diharapkan). Dalam kedua metode tersebut, persen peroleh

kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang

sebenarnya. % Perolehan kembali dapat ditentukan dengan cara membuat sampel

placebo (eksepien obat, cairan biologis) kemudian ditambah analit dengan konsentrasi

tertentu (biasanya 80% sampai 120% dari kadar analit yang diperkirakan), kemudian

7

Page 9: Nita Lasna R kapita selekta

dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Tetapi bila tidak memungkinkan

membuat sampel plasebo karena matriksnya tidak diketahui seperti obat-obatan paten,

atau karena analitnya berupa suatu senyawa endogen misalnya metabolit sekunder pada

kultur kalus, maka dapat dipakai metode adisi. pembanding kimia CRM atau SRM)

ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) lalu

campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang

ditambahkan (kadar yang sebenarnya). Dalam metode penambahan baku, sampel

dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa ditambahkan ke dalam sampel

dicampur dan dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang

sebenarnya (hasil yang diharapkan). Dalam kedua metode tersebut, persen peroleh

kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang

sebenarnya. % Perolehan kembali dapat ditentukan dengan cara membuat sampel

placebo (eksepien obat, cairan biologis) kemudian ditambah analit dengan konsentrasi

tertentu (biasanya 80% sampai 120% dari kadar analit yang diperkirakan), kemudian

dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Tetapi bila tidak memungkinkan

membuat sampel plasebo karena matriksnya tidak diketahui seperti obat-obatan paten,

atau karena analitnya berupa suatu senyawa endogen misalnya metabolit sekunder pada

kultur kalus, maka dapat dipakai metode adisi. Metode adisi dapat dilakukan dengan

menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa,

lalu dianalisis dengan metode tersebut. Persen perolehan kembali ditentukan dengan

menentukan berapa persen analit yang ditambahkan tadi dapat ditemukan. Kriteria

kecermatan sangat tergantung kepada konsentrasi analit dalam matriks sampel dan pada

keseksamaan metode (RSD). Vanderwielen, dkk menyatakan bahwa selisih kadar pada

berbagai penentuan (Xd) harus 5% atau kurang pada setiap konsentrasi analit pada mana

prosedur dilakukan. Harga rata-rata selisih secara statistic harus 1,5% atau kurang.

Kriteria tersebut dinyatakan secara matematik sebagai berikut:

Xd

X0

. 100 < 5%

Xd

X0

. 100 -- (S (0,95n−I ))

n < 1,5 %

8

Page 10: Nita Lasna R kapita selekta

Xd = Xi – X0

Xd = hasil analisis

X0 = hasil yang sebenarnya

I = nilai t pada tabel t’ student pada atas 95%

S = simpangan baku relatif dari semua pengujian

n = jumlah sampel yang dianalisis

Kadar analit dalam metode penambahan baku dapat dihitung sebagai berikut:

C

C+S = R1

R2

C = S R1

R2−R2

C = kadar analit dalam sampel

S = kadar analit yang ditambahkan pada sampel

R1 = respon yang diberikan sampel

R2 = respon yang diberikan campuran sampel dengan tambahan analit

Perhitungan perolehan kembali dapat juga ditetapkan dengan rumus sebagai berikut:

% Perolehan kembali = (C ¿¿ F−CA)

C ¿A

¿ x 100

CF = konsentrasi total sampel yang diperoleh dari pengukuran

CA = konsentrasi sampel sebenarnya

C*A = konsentrasi analit yang ditambahkan

Pada metode penambahan baku, pengukuran blanko tidak diperlukan lagi.

Metode ini tidak dapat digunakan jika penambahan analit dapat mengganggu

pengukuran, misalnya analit yang ditambahkan menyebabkan kekurangan pereaksi,

mengubah pH atau kapasitas dapar, dll. Kriteria kecermatan dilakukan sama seperti

pada metode simulasi. Pada percobaan penetapan kecermatan, sedikitnya lima sampel

yang mengandung analit dan plasebo yang harus disiapkan dengan kadar antara 50%

sampai 150% dari kandungan yang diharapkan. Persen perolehan kembali seharusnya

tidak melebihi nilai presisi RSD. Rentang kesalahan yang diijinkan pada setiap

9

Page 11: Nita Lasna R kapita selekta

konsentrasi analit pada matriks dapat dilihat pada tabel 10. di bawah ini:

Analit pada matrik sampel, % Rata-rata yang diperoleh, %100 98-102> 10 98-102> 1 97-103

> 0,1 95-1050,01 90-107

0,001 90-1070,000.1 (1 ppm) 80-110

0,000.01 (100 ppb) 80-1100,000.001 (10 ppb) 60-1150,000.000.1 (1 ppb) 40-120

Contoh perhitungan:

Perolehan kembali Analit

Dianggap bobot tiap tablet 175 mg.

Penimbangan 20 tablet : 20 x 175 mg = 3500 mg.

Komposisi tablet tdd :

Zat aktif : 20 x 7,5 mg = 150 mg

Berat zat tambahan :

3500 mg – 150 mg = 3350 mg

Penimbangan serbuk plasebo:

3.364,791 mg ditambahkan dengan

Meloksikam: 151,043 mg = 3.515,834 mg

Meloksikam yg ditambahkan:

151,043 x 99,34% = 150,046 mg

PEROLEHAN KEMBALI 80, 100 DAN 120 %

Perbandingan yang digunakan untuk spike placebo : baku yang ditambahkan = 70:30

Perolehan kembali 80% = 80% x 4 mg = 3,2 mg

Terdiri dari serbuk plasebo = 70/100 x 3,2 mg = 2,24 mg

% Penimbangan setara 2,24 mg

serbuk plasebo = 2,24/150,05 x 3515,83 mg = 52,49 mg

% Baku = 30/100 x 3,2 mg = 0,96 mg

Penimbangan baku : 9,664 mg x 99,34

10

Page 12: Nita Lasna R kapita selekta

% = 0,96 mg,

larutkan dalam methanol 20 ml. Pipet 2 ml untuk sekali penambahan sebagai baku.

Rec 100% = 100% x 4 mg = 4 mg

Terdiri dari serbuk plasebo = 70/100 x 4 mg = 2,80 mg

% Penimbangan setara 2,8 mg

serbuk plasebo = 2,80 /150,05 x 3515,83 mg = 65,608 mg

% Baku = 30/100 x 4 mg = 1,2 mg

Penimbangan baku : 24,315 mg x 99,34 % = 24,1545 mg, larutkan dalam metanol 100

ml metanol. Pipet 5 ml untuk sekali penambahan sebagai baku.

Rec 120% = 120% x 4 mg = 4,8 mg

Terdiri dari serbuk plasebo = 70/100 x 4,8 mg = 3,36 mg

% Penimbangan setara 3,36 mg

serbuk plasebo = 3,36 /150,05 x 3515,83 mg = 78,73 mg

% Baku = 30/100 x 4,8 mg = 1,44 mgPenimbangan baku : 30,128 mg x 99,34 % = 29,929 mg, larutkan

dalam metanol 100 ml metanol. Pipet 5 ml untuk sekali penambahan

sebagai baku.

Contoh perhitungan % Perolehan kembali

Rata-rata area : 1712875+1718115

2= 1715495

Jumlah meloksikam total : 1715495+3282,9347

6569,9521x 50

1000 = 3,234 mg (CF)

Penimbangan serbuk plasebo : 53,215 mg

Baku yang ditambahkan : 0,96 mg (C*A)

Dalam 53,215 mg serbuk placebo terdapat meloksikam sebanyak :

53,215 / 3515,834 x 150,046 mg = 2,271 mg (CA)

% Perolehan kembali = (CF−C A)

C ¿A

x 100

% Perolehan kembali =3,234 –2,271

0,960 x 100 % = 100,31 %

11

Page 13: Nita Lasna R kapita selekta

METODE SPIKED PLACEBO RECOVERY

Penimbangan baku meloksikam : 79,615 mg (99,34%)

meloksikam labu tentukur 200ml. Larutkan dalam metanol. Ultrasonik

selama 30 menit.

Pipet 2, 4, 6, 10 dan 15 ml larutan labu tentukur 50 ml dan tambahkan 2 ml

larutan baku dalam. Tambahkan fase gerak s/d tanda.

Larutan baku dalam :

81,212 mg labu tentukur 100 ml dilarutkan dalam metanol.

(lihat tabel 1 di bawah ini)

Keterangan :

Persamaan regresi : y = 0,0173 x + 0,01700; r = 0,9999

Contoh perhitungan :

Rata rata luas puncak meloksikam : 2081430,5

Rata rata luas puncak piroksikam :1541890,5

Ratio M/P = 1,3499211

Kadar meloksikam = 1,3499211−0,01700

0,0173 x

501000

= 3,852 mg

Serbuk plasebo yang ditimbang 92,053 mg mengandung:

92,0533516,831

x 150,046 = 3,92857 mg

% Perolehan Kembali = 3,8533,929

x 100% = 98,06%

Tabel 11. Hasil pengukuran kurva kalibrasi meloksikam menggunakan baku dalam

Konsentrasi Meloksikam

(µg/ml)

Luas kromatogram rata-rata Mv.detAngka banding luas

kromatogram meloksikam dam piroksikam

Piroksikam Meloksikam15,818 1551193 449819 0,290031,636 1546303 868274 0,561547,454 1545185 1303159 0,843479,090 1554005 2149441 1,3832118,634 1553935 3207326 2,0640

12

Page 14: Nita Lasna R kapita selekta

3. Batas Deteksi (limit of detection, LOD)

Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel

yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. LOD

merupakan batas uji yang secara spesifik menyatakan apakah analit diatas atau dibawah

nilai tertentu. Definisi batas deteksi yang paling umum digunakan dalam kimia analisis

adalah bahwa batas deteksi merupakan kadar analit yang memberikan respon sebesar

respon blanko (yb) ditambah dengan 3 simpangan baku blanko (3Sb).

LOD seringkali diekspresikan sebagai suatu konsentrasi pada rasio signal

terhadap derau (signal to noise ratio) yang biasanya rasionya 2 atau 3 diabanding 1.

ICH mengenalkan suatu konvensi matode signal to noise ratio ini, meskipun demikian

ICH juga menggunakan 2 metode pilihan lain untuk menentukan LOD yakni; matode

non instrumental visual dan dengan metode perhitungan. matode non instrumental

visual digunakan pada teknik kromatografi lapis tipis dan pada metode titrimrtri. LOD

juga dapat dihitung berdasarkan pada standar deviasi (SD) respond an kemiringan

(slope,S) kurva baku pada level yang mendekati LOD sesuai dengan rumus, LOD = 3,3

(SD/S). standar deviasi respon dapat ditentukan berdasarkan pada standar deviasi

blanko, pada standar deviasi residual dari garis regresi, atau standar deviasi intersep y

pada garis regresi.

Batas deteksi dan kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui garis regresi

linier dari kurva kalibrasi. Nilai pengukuran akan sama dengan nilai b pada persamaan

garis linier y = a + bx, sedangkan simpangan baku blanko sama dengan simpangan baku

residual (Sy/x.)

a. Batas deteksi (Q)

Karena k = 3 atau 10

Simpangan baku (Sb) = Sy/x,

maka

Q = 3 Sy / X

Sl

b. Batas kuantitasi (Q)

Q = 10 sy / x

sl

13

Page 15: Nita Lasna R kapita selekta

Perhitungan LOD dan LOQ

Tabel 12. Hasil Pengukuran Kurva Kalibrasi Meloksikam

Konsentrasi meloksikam (mg/ml) Luas kromatogram rata-rata meloksikam (mV.det)15,818 42345231,636 83211747,454 125274179,090 2101372

118,634 3149102

Persamaan regresi ; y = 26569,95 x – 3282,9347

NoKons. Analit

(µg/ml)Area (Yi) Yi (Yi –Yi)2

1. 15,818 423.452,5 417053,67 40945025,372. 31,636 832.117,0 837390,28 27807481,963. 47,454 1.252.741,0 1257461,19 22280193,644. 79,090 2.101.372,5 2098134,41 10485226,855. 118,634 31.49102,0 3148710,23 153483,73

∑ = 101671411,6

Y didapat dari pers regresi, misalnya:

X = 15,82 maka

y = 26569,95 x – 3282,9347 = 417053,67

S (y/x)2 = Variasi variabel respon (y), didapat dari data-data yang dekat dengan garis

regresi

= ∑ ¿¿¿

= 1016713411,60

3 = 33890470,52

S (y/x) = V 33890470,52 = 5821,55

LOD= 3.SD/b LOQ= 10.SD/b

= 3.5821,5526569,95

= 10.5821,5526569,95

= 0,66 µg/ml = 2,19 µg/ml

4. Batas Kuantifikasi (limit of quantification, LOQ)

Batas kuntifikasi didefinisaikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam

sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada

kondisi operasional metode yang digunakan. Sebagaimana LOD, LOQ juga

14

Page 16: Nita Lasna R kapita selekta

diekspresikan sebagai konsentrasi (dengan akurasi dan presisi juga dilaporkan).

Kadang-kadang rasio signal to noise 10:1 digunakan untuk menentukan LOQ.

Perhitungan LOQ dengan rasio signal to noise 10:1 merupakan aturan umum, meskipun

demikian perlu diingat bahwa LOQ merupkan suatu kompromi antara konsentrasi

dengan presisi dan akurasi yang dipersyaratkan. Jadi, jika konsentrasi LOQ menurun

maka prisisi juga menurun. Jika presisi tinggi dipersyaratkan, maka konsentrasi LOQ

yang lebih tinggi harus dilaporkan.

ICH mengenalkan metode rasio signal to noise ini, meskipun demikian

sebagaimana dalam perhitungan LOD, ICH juga menggunakan metode pilihan lain

untuk menentukan LOQ yaitu : (1) metode non instrumental visual dan (2) metode

perhitungan.

5. Spesifisitas

Spesifisitas adalah kemampuan untuk mengukur analit yang dituju secara tepat

dan spesifik dengan adanya komponen-komponen lain dalam matriks sampel seperti

ketidakmurnian, produk degradasi, dan komponen matriks.

ICH memebagi spesifisitas dalam 2 kategori, yakni uji identifikasi dan uji

kemurnian atau pengukuran. Untuk tujuan identifikasi, spesifisitas ditunjukan dengan

kemampuan suatu metode analisis untuk membedakan antar senyawa yang mempunyai

struktu molekul yang hampir sama. Untuk tujuan uji kemurnian dan tujuan pengukuran

kadar, spesifisitas ditunjukkan oleh daya pisah 2 senyawa yang berdekatan

(sebagaimana dengan kromatografi). Senyawa-senyawa tersebut biasanya adalah

komponen utama atau komponen aktif dan atau suatu pengotor. Jika dalam suatu uji

terdapat suatu pengotor (impurities) maka metode uji harus tidak terpengaruh dengan

adanya pengotor ini.

Penentuan spesifisitas metode dapat diperoleh dengan 2 jalan. Yang pertama

adalah dengan melekukan optimasi sehingga diperoleh senyawa yang dituju terpisah

secara sempurna dari senyawa-senyawa lain (resolusi senyawa yang dituju ≥ 2). Cara

kedua untuk memperoleh spesifisitas adalah dengan menggunakan detektor selektif,

terutama untuk senyawa-senyawa yang terelusi secara bersama-sama. Sebagai contoh,

detektor elektrokimia atau detektor fluoresen hanya akan mendeteksi senyawa tertentu,

sementara senyawa yang lainnya tidak terdeteksi. Penggunaan detektor UV pada

15

Page 17: Nita Lasna R kapita selekta

panjang gelombang yang spesifik juga merupakan cara yang efektif untuk melakukan

pengukuran selektifitas. Deteksi analit secara selektif dengan detektor UV dapat

ditingkatkan dengan menggunakan teknik derivatisasi dan dilanjutkan dengan

pengukuran pada panjang gelombang tertentu yang spesifik terhadap derivate yang

dihasilkan. Sebagai contoh adalah penggunaan senyawa 4-dimetilaminiazobenzen-4’ –

sulfonil klorida (DABS-Cl) untuk menderivatisasi asam amino yang mana derivat yang

terbentuk dapat dieteksi dengan UV pada panjang gelombang 436 nm.

Cara kerja :

Untuk uji selektifitas maka zat yang akan diuji harus ditentuka dulu panjang

gelombang maksimum. Dalam hal ini larutan tetrasiklin HCl mempunyai panjang

gelombang maksimum 360 nm. Selanjutnya larutan blanko.

a. Pembuatan larutan baku tetrasiklin HCl

Timbang 25,0 mg baku Tetrasiklin HCl, masukan kedalam labu ukur 50,0 ml.

Larutkan dengan air sampai 50,0 ml, kocok.

Suntikkan 20 μl larutan uji pada HPLC. Amati puncaknya pada kromatogram

HPLC.

b. Pembuatan larutan uji tetrasiklin HCl

Timbang 100,0 mg serbuk obat tetrasiklin HCl, masukan kedalam labu ukur 100,0

ml.

Larutkan dengan air sampai 100,0 ml, kocok.

Saring dengan kertas saring Durapore membrane filter 0,45 μm HV

Suntikan 20 μl larutan uji pada HPLC. Amati puncaknya pada kromatogram HPLC.

Hasil kromatogram Tetrasiklin HCl standar dan sampel harus menunjukkan

waktu retensi yang sama dan pada daerah sekitar waktu retensi tetrasiklin tersebut tidak

boleh ada gangguan yang dapat dilihat dari kromatogram larutam blanko.

6. Linieritas

Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil-hasil

uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang

diberikan. Linieritas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi

yang menghubungkan antara respon (y) dengan konsentrasi (x). Linieritas dapat diukur

16

Page 18: Nita Lasna R kapita selekta

dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbeda-beda. Data yang

diperoleh selanjutnya diproses dengan metode kuadrat terkecil, untuk selanjutnya dapat

ditentukan nilai kemiringan (slope), intersep, dan koefisien korelasinya.

Cara kerja :

a. Tahap 1

Timbang baku tetrasiklin HCl (B1, B2, B3) masing-masing sebesar 20,0; 22,5;

25,0 mg. Masukkan kedalam labu ukur 25,0 ml.

Larutkan dengan air sampai 25,0 ml, kocok.

b. Tahap 2

Timbang baku Tetrasiklin HCl (B4, B5) masing-masing sebesar 30,0; 35,0 mg.

Masukkan kedalam labu ukur 50,0 ml.

Larutkan dengan air sampai 50,0 ml, kocok.

Standar 1 :

Pipet 1,0 ml larutan baku B3. Masukan kedalam labu ukur 10,0 ml. Tambahkan

air sampai 10,0 ml, kocok.

Standar 2 :

Pipet 5,0 ml larutan baku B3. Masukkan ke dalam labu ukur 25,0 ml.

Tambahkan air sampai 25,0 ml, kocok.

Standar 3 :

Pipet 5,0 ml larutan baku B4. Masukkan kedalam labu ukur 10,0 ml. Tambahkan

air sampai 10,0 ml, kocok.

Standar 4 :

Pipet 5,0 ml larutan baku B1. Masukkan kedalam labu ukur 10,0 ml. Tambahkan

air sampai 10,0 ml, kocok.

Standar 5 :

Pipet 5,0 ml larutan baku B3. Masukkan kedalam labu ukur 10,0 ml. Tambahkan

air sampai 10,0 ml, kocok.

Standar 6 : Larutan baku B4

Standar 7 : Larutan baku B5

Standar 8 : Larutan baku B1

Standar 9 : Larutan baku B2

17

Page 19: Nita Lasna R kapita selekta

Standar 10 : Larutan baku B3

Suntikkan 20 μl standar (sampai dengan standar 10 pada HPLC pada λ : 352 nm dan

kecepatan alir 1,0 ml/menit. Hubungan linear antara konsentrasi (ppm) dan area

Tetrasiklin HCl dalam pelarut air pada 10 perbedaan tingkat konsentrasi antara 100 –

1000 ppm ditunjukkan pada tabel 9. Hasil dari analisis regresi menggunakan model y =

ax + b dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13. Linearitas dari tetrasiklin HCl

Konsentrasi tetrasiklin HCl (ppm) Area100 1791763200 3583526300 5375289400 7167052500 9078290600 11190450700 12542340800 14334110900 161258701000 17918670

Slop b 17937,62Aksis intersep a 45047,55Koefisien korelasi (r) 0,999Proses relatif standar deviasi (VxO) 1,504 %ANOVA Linearitas testing 12063,95172

7. Kekasaran (Ruggedness)

Kekasaran (Ruggedness) merupakan tingkat reprodusibilitas hasl yang diperoleh

dibawah kondisi yang bermacam-macam yang diekspresikan sebagai persen standar

deviasi relative (% RSD). Kondisi-kondisi ini meliputi labolatorium, analis, alat, reagen,

dan waktu percobaan yang berbeda.

Kekasaran suatu metode mungkin tidak akan diketahui jika suatu metode

dikembangkan pertama kali, akan tetapi kekasarn suatu metode akan kelihatan jika

digunakan berulang kali. Suatu pengembangan metode yang bagus mensyaratkan suatu

evaluasi yang sistematik terhadap faktor-faktor penting yang mempengaruhi kekasaran

suatu metode.

Strategi untuk menentukan kekasaran suatu metode akan bervariasi tergantung

pada kompleksitas metode dan waktu yang tersedia untuk melakukan validasi.

18

Page 20: Nita Lasna R kapita selekta

Penentuan kekasaran metode dapat dibatasi oleh kondisi-kondisi percobaan yang kritis,

misalkan pengecekan pengaruh kolom kromatografi yang berbeda (pabrik dan jenisnya

sama) atau pengaruh-pengaruh operasionalisasi metode pada labolatorium yang

berbeda. Dalam kasus yang seperti ini, semua faktor harus dijaga konstan seperti fase

gerak dan reagen-reagen yang digunakan.

Cara penentuan:

Ketangguhan metode ditentukan dengan menganalisis beningan suatu lot sampel

yang homogen dalam lab yang berbeda oleh analis yang berbeda menggunakan kondisi

operasi yang berbeda, dan lingkungan yang berbeda tetapi menggunakan prosedur dan

parameter uji yang sama. Derajat ketertiruan hasil uji kemudian ditentukan sebagai

fungsi dari variabel penentuan. Ketertiruan dapat dibandingkan terhadap keseksamaan

penentuan di bawah kondisi normal untuk mendapatkan ukuran ketangguhan metode.

Perhitungannya dilakukan secara statistic menggunakan ANOVA pada kajian

kolaboratif yang disusun olehYouden dan Stainer.

8. Ketahanan (Robustness)

Ketahanan merupakan kapasitas metode untuk tetap tidak terpengaruh oleh

adanya variasi parameter metode yang kecil. Ketahanan dievaluasi dengan melakukan

variasi parameter-parameter metode seperti: persentase pelarut organic, pH, kekuatan

ionic, suhu dan sebagainya. Suatu praktek yag baik untuk mengevaluasi ketahanan suatu

metode adalah dengan memvariasi parameter-parameter penting dalam suatu metode

secara sistematis lalu mengukur pengaruhnya pada pemisahan. Sebagai contoh, jika

suatu metode menggunakan meloksikam 96%-air sebagai fase geraknya, maka seorang

analis lalu memvariasi persentase meloksikamnya menjadi misalkan 93,96, dan 99%

lalu melihat pengaruhnya pada waktu retensi analit yang diuji.

.

19