Post on 06-Mar-2019
KODE :
LAPORAN AKHIR
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN TANAH DI LAHAN KERING IKLIM
KERING UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS >20%
Tahun Anggaran 2011
BALAI PENELITIAN TANAH BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN
2011
LAPORAN AKHIR
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN TANAH DI LAHAN KERING IKLIM
KERING UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS >20%
Tahun Anggaran 2011
Oleh
Dr. Ai Dariah Dr. Neneng L. Nurida
Jubaedah, SP, MS. Ir. Nurjaya, MS.
Satker
BALAI PENELITIAN TANAH BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN
2011
LEMBAR PENGESAHAN 1. Judul Kegiatan (RPTP) : Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Tanah di Lahan Kering Iklim Kering untuk Meningkatkan Produktivitas >20% 2. Penanggungjawab RPTP/RDHP : a. Nama : Dr. Ai Dariah b. Pangkat/Golongan : Pembina/IVa c. Jabatan c1. Fungsional : Peneliti Madya c2. Struktural : Ka Kelti Konservasi, Rehabilitasi dan Reklamasi
Lahan 3. Lokasi Kegiatan : Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat 4. Biaya Penelitian : Rp. 170.000.000- (Seratus tujuh puluh juta
rupiah) 5. Sumber dana : DIPA/RKAKL Satker. Balai Penelitian Tanah
Tahun Anggaran 2011
Menyetujui, Penanggungjawab Kepala Balai Penelitian Tanah RPTP Dr. Ir. Sri Rochayati, MSc. Ai Dariah NIP. 19570616 198603 2001 NIP. 19620210 198703 2001
i
KATA PENGANTAR
Kegiatan berjudul “Teknologi Pengelolaan Tanah di Lahan Kering Iklim Kering
untuk Meningkatkan Produktivitas >20%”, merupakan kegiatan penelitian yang didanai
DIPA/RKAKL Satker Balai Penelitian Tanah Tahun Anggaran 2011. Kegiatan ini
dilakukan untuk mendukung “Konsorsium Model/Sistem Pertanian Terpadu Lahan
Kering Iklim Kering”, yang dilaksanakan dan dibiayai bersama oleh beberapa satker
terkait.
Selain melakukan pendampingan dalam hal teknik pengelolaan tanah meliputi
teknik konservasi dan pemupukan, dilakukan pula kegiatan dalam bentuk superimphose
trial. Pada TA-2011 kegiatan dilakukan di dua lokasi yaitu di NTT yang merupakan
kelanjutan kegiatan TA-2010 dan NTB. Laporan akhit ini merupakan hasil kegiatan
selama TA-2011.
Terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah bekerjasama dan
membantu demi kelancaran pelaksanaan penelitan ini.
Bogor, Juli 2011
Kepala Balai Penelitian Tanah
Dr. Sri Rochayati
NIP. NIP. 19570616 198603 2001
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................. i DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii DAFTAR TABEL.................................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR............................................................................................. iii RINGKASAN........................................................................................................ i v SUMMARY ...................................................................................................... iv I. PENDAHULUAN............................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang.............................................................................. 1 1.2. Dasar Pertimbangan ..................................................................... 3 1.3. Tujuan ............................................................................................ 3 1.4. Luaran yang Diharapkan .............................................................. 3 1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak dari kegiatan yang dirancang..... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 5
2.1. Kerangka Teoritis ...................................................................... 5 2.2. Hasil-Hasil Penelitian ................................................................. 6
III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................... 8
3.1. Pendekatan ................................................................................. 8 3.2. Ruang Lingkup kegiatan ............................................................ 8 3.3. Bahan dan Metode Penelitian .................................................... 8 3.4. Analisis Resiko ......................................................................... 11
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 12
4.1. Karakterisasi lahan di lokasi penelitian dan kegiatan pendampingan aplikasi teknik pengelolaan tanah........................ 12
4.2. Kegiatan superimphose trial ...................................................... 15
V. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 22 4.1. Kesimpulan sementara .......................................................................... 22 4.2. Saran ................................................................................................... 22
VI. PRAKIRAAN DAMPAK HASIL KEGIATAN .......................................... 23
VII. DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 18
iii
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
11
Dosis pupuk dasar dan pembenah tanah yang digunakan pada masing-masing perlakuan.................................................................... Perlakuan dan pupuk dasar yang digunakan pada plot superimphose konservasi di NTB............................................................................... Perlakuan pada superimphose pemupukan di NTB............................ Hasil Pengujian status kesuburan tanah pada Demplot SPTLKIK di NTB..................................................................................................... Pengaruh penggunaan mulsa terhadap tinggi tanaman jagung di Desa Oebola, NTT ................................................................. Pengaruh perlakuan pemupukan terhadap tinggi tanaman jagung pada percobaan superimpose di Desa Puncak Jringo, NTB (MST=minggu setelah tanam)............................................................ Pengaruh perlakuan pemupukan terhadap produksi tanaman jagung pada percobaan superimpose di Desa Puncak Jringo, NTB............. Pengaruh perlakuan pemupukan terhadap sifat fisik tanah pada percobaan superimpose di Desa Puncak Jringo, NTB ............. Pengaruh aplikasi mulsa dan pembenah tanah terhadap pertumbuhan tanaman jagung di Desa Puncah Jringo NTB.............. Pengaruh aplikasi mulsa dan pembenah tanah terhadap produksi tanaman jagung di Desa Puncak Jringo NTB.................................. Pengaruh aplikasi mulsa dan pembenah tanah terhadap sifat fisik tanah di Desa Puncah Jringo NTB....................................................
10
11
11
12
16
.17
18
18
19
20
20
iv
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman 1 2 3 4
Kondisi Topografi pada Demplot SPT-LKIK di NTB.................... Kondisi batuan di permukan pada Demplot SPT-LKIK di NTB........ Plot super imphose pada areal Demplot SPT-LKIK di NTB............. Pengaruh perlakuan (DP=dosis petani, DR=dosis rekomendasi, DR+POH= dosis rekomendasi+pupuk hayati) terhadap parameter kemampuan tanah memegang air......................................................
13
14
15 .
19
v
RINGKASAN
Perbaikan kualitas tanah yang berdampak pada peningkatan efisiensi penggunaan input usahatani khususnya penggunaan air dan pupuk, merupakan salah satu kunci peningkatan produktivitas dan keuntungan usahatani lahan kering. Kegiatan ini merupakan bagian dari “Konsorsium Model/Sistem Pertanian Terpadu Lahan Kering Iklim Kering”, dan bertujuan untuk: (1) melakukan pendampingan teknologi di bidang pengelolaan tanah (pemupukam, pengelolaan bahan organik, konservasi dan rehabilitasi tanah) dalam upaya mendukung Konsorsium Pengembangan “Model/Sistem Pertanian Terpadu Lahan Kering Iklim Kering”, (2) menguji beberapa teknik pengelolan tanah (pemupukan, pengelolaan bahan organik, konservasi dan rehabilitasi tanah) dalam bentuk penelitian superimposed trial untuk meningkatkan produktivitas tanaman >20%. Penelitian dilakukan di KP Naibonat, Kupang, NTT dan Desa Persiapan Puncak Jringo, Kecamatan Suela, Lombok Timur, NTB. Karakterisasi kondisi lahan untuk menentukan rekomendasi pengelolaan tanah dilakukan pada lokasi kegiatan di NTB. Kegiatan super imphose trial di NTT merupakan lanjutan kegiatan 2011, yakni pengujian penggunaan pembenah tanah berbahan dasar biochar yang telah diperkaya pupuk hayati dan senyawa humat, serta pemanfaatan mulsa baik dalam bentuk mulsa permukaan maupun vertikal. Kegiatan yang sama dilakukan pula di lokasi demplot NTB. Kegiatan superimphose trial pemupukan hanya dilakukan di demplot NTB, yakni menguji dosis pupuk, yaitu dosis rekomendasi penuh, ¾, dan ½ dosis rekomendasi. Hasil sementara kegiatan ini menunjukkan bahwa kesuburan tanah pada demplot di NTB tergolong baik, yang menjadi pembatas utama usahatani adalah adanya batuan di permukaan yang sangat tinggi (>50%), dan topografi yang rata-rata curam. Konservasi bahan organik pada lahan kering iklim kering harus menjadi prioritas, karena ada indikasi penurunan kadar bahan organik yang drastis pada lahan yang telah diusahakan secara intensif. Hasil kegiatan super impose trial di NTT menunjukan perlakuan aplikasi mulsa dan pembenah tanah berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman jagung. Pertumbuhan terbaik dicapai perlakuan mulsa vertical (slot mulsa), baik dengan maupun tanpa pembenah tanah. Pada perlakuan slot mulsa pengurangan dosis pupuk menjadi ¾ dosis rekomendasi tidak menyebabkan perubahan pertumbuhan tanaman. Hasil kegiatan superimpose di NTB menunjukan penurunan dosis pupuk NPK menjadi ¾ dan ½ dosis rekomendasi nyata menurunkan berat basah dan berat kering tongkol, serta berat kering pipilan jagung, meski disertai dengan penambahan pupuk organik hayati sebanyak 2,5 t/ha. Aplikasi mulsa dan pembenah tanah dapat meningkatkan pertumbuha tanaman secara nyata, namun tidak berpengaruh nyata terhadap produksi tanaman jagung. Perlakuan aplikasi mulsa dan pembenah tanah berpengaruh nyata terhadap persen pori drainase cepat dan indeks stabilitas agregat. Persen pori drainase cepat tertinggi dicapai perlakuan mulsa ditambah pembenah tanah, berbeda nyata dibanding kontrol dan mulsa permukaan tanpa pembenah tanah
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Luas wilayah lahan kering beriklim kering yang berpotensi untuk pengembangan
pertanian adalah sekitar 6,7 juta ha. Sekitar 2,73 juta ha dinyatakan berpotensi untuk
pengembangan tanaman semusim, 3,44 juta ha untuk tanaman tahunan, dan 0,5 juta ha
untuk peternakan (Puslitbangtanak, 2002).
Lahan kering di daerah beriklim kering merupakan pendukung utama
terwujudnya kemandirian pangan di kawasan ini. Namun demikian, dalam
pemanfaatannya masih ditemukan berbagai kendala, sehingga tingkat produktivitas
aktual masih lebih rendah dari potensinya. Perbaikan kualitas tanah yang berdampak
pada peningkatan efisiensi penggunaan input usahatani khususnya penggunaan air dan
pupuk merupakan salah satu kunci peningkatan produktivitas dan keuntungan usahatani
lahan kering.
Hasil kegiatan penelitian pada TA.2010 menunjukkan bahwa status bahan organik
tanah pada lahan kering beriklim kering di KP Naibonat, Nusa Tenggara Timur rata-rata
sangat rendah (Dariah et al., 2010). Beberapa hasil penelitian lainnya juga menunjukkan
buruknya status bahan organik pada lahan kering beriklim kering, terutama yang telah
diusahakan untuk tanaman semusim (Dariah et al., 2006; Dariah et al., 1999). Tingkat
dekomposisi bahan organik yang relatif cepat, dengan tingkat pengembalian yang tidak
memadai merupakan penyebab buruknya status bahan organik tanah pada lahan kering
beriklim kering, dan hal ini berdampak terhadap kemerosotan kualitas tanah. Erosi pada
lahan kering beriklim kering juga merupakan masalah yang tidak bisa diabaikan, karena
meskipun total curah hujan relatif kecil namun karena terjadi dalam waktu yang relatif
pendek, maka intensitas hujan menjadi tinggi, sehingga menyebabkan tingkat
erosivitasnya juga menjadi tinggi.
Optimalisasi pemanfaatan sumber bahan organik yang bersifat insitu merupakan
cara yang paling efisien untuk mendukung perbaikan kualitas tanah di areal lahan kering.
Pemanfaatan limbah pertanian hingga tidak ada lagi limbah yang terbuang (zero waste)
bermakna melestarikan perputaran unsur hara dari tanah-tanaman-ternak kembali ke
tanah. Selain melestarikan perputaran unsur hara, pengembalian bahan organik ke dalam
2
tanah juga akan menjaga status bahan organik tanah dari ancaman degradasi, sehingga
sifat fisik dan lingkungan biologi tanah tetap terjaga dengan baik.
Konservasi dan pemanfaatan air merupakan aspek lainnya yang menjadi kunci
keberhasilan pengelolaan lahan dan peningkatan produktivitas pertanian pada lahan
kering beriklim kering. Namun demikian manfaat dari penerapan teknologi konservasi
tanah dan air yang tidak secara cepat dapat dirasakan petani, merupakan faktor penyebab
rendahnya partisipasi petani dalam menerapkan teknologi konservasi tanah dan air. Oleh
karena itu pembangunan suatu pilot project dapat dijadikan suatu sarana dalam
mendiseminasikan teknologi yang akan dikembangkan, termasuk di dalamnya teknologi
konservasi, pengelolaan hara, dan lain sebagainya, sehingga petani dapat melihat secara
langsung manfaat dari teknologi yang akan dikembangkan.
Kegiatan ”Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Tanah di Lahan
Kering Beriklim Kering untuk Meningkatkan Produktivitas >20%” merupakan bagian
dari kegiatan “Konsorsium Model/Sistem Pertanian Terpadu Lahan Kering Iklim
Kering”. Sesuai mandat Balai Penelitian Tanah, fokus utama pengkajian yang akan
dilakukan adalah dalam aspek sumberdaya tanah dengan mengintegrasikan aspek
agronomi, iklim, sosial ekonomi, dan lain sebagainya. Aspek tersebut juga akan menjadi
titik berat kajian anggota konsorsium lainnya.
Badan Litbang Pertanian membentuk “Konsorsium Model/Sistem Pertanian
Terpadu Lahan Kering Iklim Kering”, yang dilaksanakan dan dibiayai bersama oleh
beberapa satker terkait. Tujuan kegiatan konsorsium tersebut adalah: (1) membangun
model/sistem pertanian terpadu spesifik pada lahan kering beriklim kering (pada TA.
2010 Kebun Percobaan BPTP Naibonat dijadikan sebagai pilot project, dan pada TA.
2011 lokasi pilot project dikembangkan ke wilayah NTB), (2) menerapkan inovasi
teknologi (Pupuk, Air, Varietas, Alsintan) dan kelembagaan pertanian lahan kering
beriklim kering secara terintegrasi, (3) melakukan beberapa inovasi teknologi melalui
penelitian superimposed di dalam kawasan pilot project, (4) melakukan transfer teknologi
pertanian lahan kering ke pelaku usaha agribisnis, dan (5) menyusun grand design sistem
pengembangan pertanian terpadu lahan kering berilkim kering secara nasional.
3
1.2. Dasar Pertimbangan
Inovasi teknologi pengelolaan tanah (pemupukan, pengelolaan bahan organik,
konservasi dan rehabilitasi tanah) merupakan komponen penting dalam pengembangan
model/sistem pengembangan pertanian terpadu lahan kering beriklim kering. Teknik
pengelolaan tanah untuk lahan kering sudah cukup tersedia namun pengembangannya
masih jauh tertinggal. Teknologi tersebut masih perlu diintegrasikan, dikemas dan dikaji
secara praktis di lapangan dengan mempertimbangkan faktor penghambat yang bersifat
umum maupun spesifik lokasi.
1.3. Tujuan
a. Tahunan (2011)
- Melakukan pengawalan teknologi di bidang pengelolaan tanah (pemupukam,
pengelolaan bahan organik, konservasi dan rehabilitasi tanah) dalam upaya
mendukung Konsorsium Pengembangan “Model/Sistem Pertanian Terpadu Lahan
Kering Iklim Kering”.
- Menguji beberapa teknik pengelolan tanah (pemupukan, pengelolaan bahan organik,
konservasi dan rehabilitasi tanah) dalam bentuk penelitian superimposed trial untuk
meningkatkan produktivitas tanaman >20%.
b. Jangka Panjang
Menyusun konsep pedoman pengelolaan tanah pada lahan kering iklim kering
yang bersifat berkelanjutan.
1.4. Luaran yang diharapkan
- Dua paket komponen teknologi (pemupukan dan konservasi) pengelolaan tanah
(pemupukan, pengelolaan bahan organik, konservasi dan rehabilitasi tanah) untuk
meningkatkan produktivitas lahan kering iklim kering >20%
- Rekomendasi teknologi pengelolaan tanah untuk mendukung penyusunan model
sistem pertanian terpadu Lahan kering iklim kering.
4
1.5. Perkiraan manfaat dan dampak dari kegiatan yang dirancang
- Sebagai dampak penggunaan mulsa, tingkat kehilangan air lewat evaporasi dapat
dikurangi, sehingga penggunaan air menjadi lebih efisien.
- Sebagai dampak penggunaan bahan pembenah tanah, terjadi perbaikan kemampuan
tanah memegang air, sehingga air menjadi lebih tersedia untuk tanaman.
- Peningkatan ketersediaan hara khususnya hara P, sebagai dampak penggunaan
pupuk hayati.
- Peningkatan produktivitas tanaman sebagai dampak penanggulangan faktor
pembatas penyediaan air dan perbaikan beberapa sifat tanah.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Teoritis
Potensi lahan kering untuk pengembangan pertanian di Indonesia tergolong tinggi,
namun terdapat permasalahan biofisik dan sosial ekonomi yang harus diatasi, bila ingin
dicapai tingkat produktivitas yang optimal dan berkelanjutan. Beberapa tindakan
penanggulangan faktor pembatas biofisik lahan yang dapat dilakukan adalah pengelolaan
kesuburan tanah, konservasi dan rehabilitasi tanah, serta pengelolaan sumberdaya air
secara efisien (Abdurachman et al., 2008).
Program peningkatan produkivitas lahan kering di daerah beriklim kering seperti
P3NT (Proyek Pembangunan Penelitian Pertanian Nusa Tenggara), UFDP (Upland
Farmers Development Project), NWMCP (National Watershed Management
Conservation Project (Momuat et al., 1993; Rachman et al., 1995; Dariah et al., 1995,
Agus et al., 1999; Abdurachman et al., 1998), telah dilakukan sejak sebelum tahun 1980.
Namun demikian sampai saat ini pembangunan pertanian lahan kering masih jauh
tertinggal. Berdasarkan beberapa hasil studi tersebut dapat dilakukan evaluasi tentang
berbagai faktor penghambat adopsi teknologi, baik yang bersifat umum maupun yang
bersifat spesifik lokasi, sehingga dapat dirumuskan beberapa alternatif pemecahannya.
2.2. Hasil-hasil Penelitian
Lahan kering didefinisikan sebagai hamparan lahan yang tidak pernah tergenang
atau digenangi air pada sebagian besar waktu dalam setahun atau sepanjang waktu
(Hidayat dan Mulyani, 2005). Berdasarkan Atlas Arahan Tata Ruang Pertanian
Indonesia skala 1:1.000.000 (Puslitbangtanak, 2001), sekitar 76,2 juta ha lahan kering
dinyatakan sesuai untuk budidaya pertanian, yang berada di wilayah beriklim kering
adalah sekitar 6.674.480 ha, utamanya terdapat di Nusa Tenggara, Bali, Sulawesi dan
Jawa Timur. Sekitar 2.733.410 ha lahan kering beriklim kering dinyatakan berpotensi
untuk pengembangan tanaman semusim, 3.437.120 ha untuk tanaman tahunan dan
503.950 ha untuk peternakan (Puslitbangtanak, 2002).
6
Pada daerah beriklim kering, tingkat kesuburan dan produktivitas tanah relatif
lebih tinggi dibandingkan tanah-tanah di daerah beriklim basah. Pada daerah ini banyak
ditemukan tanah Alfisol, Vertisol, Mollisol, dan Inceptisol (Hidayat dan Mulyani, 2005).
Kahat bahan organik banyak ditemukan pada lahan kering, baik di wilayah beriklim
basah maupun kering. Kadar bahan organik yang rendah berdampak pada kondisi fisik
tanah. Tanah dengan kadar bahan organik rendah umumnya mudah mengalami
pemadatan, aerasi menjadi buruk dan kemampuan tanah memegang air menjadi rendah.
Sifat biologi tanah juga sangat dipengaruhi oleh ketersediaan bahan organik dan kondisi
lingkungan seperti kondisi aerasi tanah, ketersediaan air, dan lain sebagainya.
Hasil penelitian pada lahan keing iklim kering di KP Naibonat (Dariah et al.,
2010) menunjukkan kandungan P potensial di lokasi ini tinggi-sangat tinggi, namun
ketersediaannya bagi tanaman sangat rendah. Ikatan Ca-P yang dominan terjadi pada
tanah ber pH netral alkalin merupakan penyebab rendahnya ketersediaan P pada tanah di
lokasi penelitian. Penambahan mikroba pelarut P merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan ketersediaan P, asam-asam organik juga dapat melemahkan ikatan Ca-P
sehingga tersedia untuk tanaman.
Produktivitas aktual lahan kering umumnya lebih rendah dari potensinya.
Ketersediaan air seringkali menjadi penyebab hal tersebut di atas. Pada lahan kering
beriklim kering, selain total hujan tahunan tergolong sangat rendah (<1.500 mm/th), rata-
rata musim hujan juga terjadi dalam waktu relatif singkat yakni 3-5 bulan, bahkan di
beberapa wilayah di NTT hujan terjadi dalam jangka waktu kurang dari 3 bulan) (Irianto,
et al., 1998; Nurida et al., 2007).
Cara konvensional dan mungkin paling ekonomis dalam mengkonservasi air
adalah melalui pemilihan tanaman yang sesuai untuk iklim setempat (Agus et al., 2005),
sehingga untuk daerah beriklim kering dipilih tanaman yang sedikit mengkonsumsi air.
Sebagai contoh Las et al. (1995) menunjukan beberapa pilihan tanaman untuk kabupaten
Sikka, Nusa Tenggara Barat. Di daerah arid dan semi arid, curah hujan yang kurang dari
1.000 mm/tahun mampu mendukung pertanian dengan diterapkannya teknologi hemat air
(Subagyono et al., 2004).
Berbagai teknik pengelolaan air untuk memperpanjang masa tanam seperti teknik
panen hujan telah dicoba di berbagai tempat, dengan hasil yang relatif baik. Pada daerah
7
arid dan semi arid banyak dipraktekkan teknik pematang setengah lingkar (half moon
dykes), rorak (dead-end trenches atau sedimen pit), sistem gulud menurut kontur, sistem
gulud berblok (tied ridging atau boxes ridges), pengolahan tanah berzone (zoned tillage),
dan lain-lain (Agus et al., 2005). Hasil penelitian Wiyo et al. (2000) di Malawi
menunjukkan bahwa sistem gulud berblok (tied ridging) bermanfaat untuk tanaman
jagung bila curah hujan berkisar antara 500-900 mm/tahun. Tied ridging yang dibuat
pada akhir musim hujan dapat meningkatkan cadangan air tanah pada musim kemarau.
Pemanfaatan rorak merupakan alternatif untuk memanen air dan meningkatkan
kelengasan tanah, serta mengendalikan erosi (Puslit Kopi dan Kakao, 1998; Agus et al.,
1999; Dariah et al., 2004). Rorak yang dikombinasikan dengan mulsa vertikal (slot
mulch) mampu mengurangi erosi sampai 94% (Noeralam, 2002). Beberapa penelitian
lainnya juga menunjukkan efektivitas mulsa vertikal dalam menahan erosi dan aliran
permukaan (Brata, 1995a, 1995b dan Talao’hu et al., 1992). Teknik untuk mengurangi
kehilangan air melalui evaporasi dengan memanfaatkan sisa-sisa tanaman dan legum
penutup tanah akan memberikan peluang untuk memperpanjang ketersediaan air.
8
II. METODOLOGI/PROSEDUR
3.1. Pendekatan
Penyusunan rekomendasi pengelolaan tanah didasarkan pada hasil identifikasi
karakteristik lahan kering iklim kering di lokasi penelitian dan inventarisasi teknologi
pengelolaan lahan kering iklim kering. Superimposed trial dilakukan untuk menguji
teknik pengelolaan tanah atau berbagai produk yang diperlukan (misalnya pupuk atau
pembenah tanah), namun belum pernah diuji pada areal lahan kering iklim kering.
3.2. Ruang Lingkup Kegiatan
Kegiatan ini merupakan bagian dari “Konsorsium Model/Sistem Pertanian
Terpadu Lahan Kering Iklim Kering”. Dalam konsorsium tersebut dikaji berbagai aspek
yang berhubungan dengan pembangunan pertanian lahan kering di daerah beriklim kering,
temasuk aspek biofisik (aspek tanah, agronomi, iklim, dan lain sebagainya) dan sosial
ekonomi. Sesuai mandat yang dimiliki Balittanah, maka asek kajian yang akan dilakukan
akan dititik beratkan pada aspek tanah, termasuk teknologi pengelolaan tanah yang dapat
dikembangakan untuk meningkatkan produktivitas lahan kering iklim kering.
Pada TA.2011 kegiatan penelitian dilakukan di 2 lokasi yaitu NTT dan NTB.
Kegiatan di NTT tepatnya di KP Naibonat melanjutkan satu kegiatan superimposed,
sedangkan kegiatan superimposed lainnya dilakukan di NTB. Bentuk penelitian
superimposed di lokasi baru (NTB) didasarkan pada hasil identifikasi karaktersitik lahan
yang dilakukan pada awal penelitian dan inventarsasi kebutuhan teknologi pengelolaan
tanah yang masih memerlukan pengujian.
3.3. Bahan dan Metode Penelitian
3.3.1. Bahan dan alat
- Data sumberdaya lahan kering iklim kering
- PUTK, Produk Balittanah (pembenah tanah Biochar SP-50 humat, pupuk hayati)
- Benih, pupuk dasar (urea, ZA, Ponska, SP36, KCl), obat-obatan, label, bahan kimia.
- ATK, CD, Flash Disk, Tonner, kertas peta, dll
9
3.3.2. Metodologi
A. Karakterisasi kondisi lahan di lokasi penelitian
Kegiatan ini dilakukan di lokasi penelitian baru (NTB). Hasil dari kegiatan ini
digunakan untuk menyusun rekomendasi pengelolaan tanah diantaranya rekomendasi
pemupukan, pengelolaan bahan organik, perbaikan (rehabilitasi) lahan dan konservasi
tanah. Berdasarkan hasil kegiatan ini juga dapat diidentifikasi alternatif teknologi yang
dibutuhkan, namun masih memerlukan pengujian dalam bentuk superimposed trial.
Karakteristik tanah yang akan diamati adalah:
(a1). Status kesuburan tanah
Pengujian/pengukuran tingkat kesuburan tanah dilakukan dengan menggunakan
PUTK (Perangkat Uji Tanah Kering), beberapa sample divalidasi dengan melakukan
analisis di laboratorium Balittanah. Unsur yang diukur meliputi status N, P, K, dan
kandungan bahan organik, serta pH tanah. Hasil pengukuran ini digunakan untuk
menyusun rekomendasi pemupukan.
Selain status bahan organik tanah, identifikasi sumber bahan organik insitu akan
dilakukan untuk menyusun rekomendasi sistem pengelolaan bahan organik di lokasi
penelitian.
(a2). Kemiringan lahan, panjang lereng, dan ketebalan solum tanah, dan pola tanam
Pengukuran kemiringan tanah, panjang lereng, dan ketebalan solum tanah, dan
pola tanam akan digunakan sebagai salah satu data dukung untuk penyusunan
rekomendasi teknologi konservasi tanah.
B. Kegiatan superimposed trial
b1. Superimposed trial di Konservasi Tanah dan air di NTT
Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok dengan 3 ulangan, adapun
perlakuan yang diuji adalah sebagai berikut:
K1= Kontrol (tanpa teknik konservasi atau cara petani) K2= Mulsa konvensional K3= Mulsa konvensional+Pembenah tanah ; pupuk ¾ dosis rekomendasi K4= Mulsa vertikal K5= Mulsa vertikal + pembenah tanah; pupuk ¾ dosis rekomendasi
10
Tanaman indikator adalah jagung. Pada perlakuan pembenah tanah dilakukan
pengurangan pupuk sampai ¾ dosis rekomendasi. Dosis pupuk dan pembenah tanah
yang digunakan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Dosis pupuk dasar dan pembenah tanah yang digunakan pada masing-masing perlakuan
Perlakuan
urea ZA Ponska SP-36, KCl PT Mulsa
--- kg/ha --- --- t/ha --
K1= Kontrol (tanpa KTA /cara petani) 200 200 - - 0 0
K2= Mulsa permukaan 200 100 300 45,25 0 5
K3= mulsa permukaan + PT, pupuk ¾ DR 150 75 225 33,75, 18,75 2,5 5
K4= Slot mulsa 200 100 300 45, 25 0 5
K5= Slot mulsa + PT, pupuk ¾ DR 150 75 225 33,75, 18,75 2,5 5
PT=pembenah tanah, DR=dosis rekomendasi
b2. Superimposed trial di Konservasi Tanah dan air di NTB
Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan acak kelompok.
Pembenah tanah merupakan alternatif tenologi yang diuji di lokasi NTB. Jenis teknik
konservasi yang diuji sama dengan jenis teknik konservasi yang diuji di NTT yaitu
penggunaan mulsa (permukaan dan vertikal). Pembenah tanah yang diuji merupakan
bahan pembenah yang dapat meningkatkan kemampuan tanah memegang air (campuran
biochar dan pupuk organik), sedangkan unsur hayati digunakan untuk memperkaya
pembenah tanah. Tanaman indikator adalah jagung. Pada perlakukan pembenah tanah
penggunaan pupuk dikurangi menjadi ¾ dosis rekomendasi. Perlakuan dan pupuk dasar
yang digunakan pada superimphose konservasi disajikan pada Tabel 2. Pada super
impose pemupukan perlakuan pemupukan yang diuji disajikan pada Tabel 3.
11
Tabel 2. Perlakuan dan pupuk dasar yang digunakan pada plot superimphose konservasi di NTB
Perlakuan
Urea ZA Ponska KCl PT Mulsa --- kg/ha --- --- t/ha --
K1= Kontrol (tanpa KTA atau cara petani 200 200 - - 0 0 K2= Mulsa permukaan 150 150 250 15 0 5 K3= mulsa permukaan + PT, pupuk ¾ DR 112,5 112,5 187,5 11,25 2,5 5 K4= Slot mulsa 150 150 250 15 2,5 5 K5= Slot mulsa + PT , pupuk ¾ DR 112,5 112,5 187,5 11,25 2,5 5
PTO=pembenah tanah , DR=dosis rekomendasi
Tabel 3. Perlakuan pada plot superimphose pemupukan
Perlakuan
Dosis Pupuk anorganik Dosis PO t/ha
Dosis pupuk hayati kg/ha
Urea ZA Ponska KCl
------- kg/ha ------- P1=cara petani 200 200 0 0 0 0
P2= dosis rekomentasi NPK 150 150 250 15 0 0 P3= dosis rek NPK +pupuk organik hayati 150 150 250 15 2,5 2 P4= ¾ dosis rek NPK +pupuk organik hayati 112,5 112,5 187,5 11,25 2,5 2 P5= ½ dosis rek NPK +pupuk organik hayati 75 75 125 7,5 2,5 2
3.4. Analisis Resiko
- Resiko kekeringan, karena musim hujan di lokasi penelitian terbatas dan
ketidakpastian musim yang sering terjadi belakangan ini, oleh karena ini perlu
disediakan fasilitas untuk irigasi suplemen.
- Keterbatasan bahan mulsa yang bersumber dari bahan organik sisa panen karena
adanya persaingan penggunaan dengan pakan ternak, alternatif pengganti mulsa
adalah tanaman legum seperyi glyriciceau atau rumput yang banyak tumbuh di
sekitar lokasi penelitian.
- Perubahan parameter sifat fisik dan status bahan organik sulit teridentifikasi dalam
jangka pendek, oleh karena itu penelitian sebaiknya dilakukan dalam jangka
panjang.
12
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakterisasi lahan di lokasi penelitian dan kegiatan pendampingan aplikasi teknik pengelolaan tanah
Karakterisasi kondisi lahan dilakukan di lokasi penelitian yang baru yaitu di Desa
Persiapan Puncak Jringo, Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok Timur. Lokasi
penelitian merupakan areal Transmigrasi Lokal, dengan areal penguasaan lahan per
petani meliputi 0,75 ha lahan usaha (LU) dan 0,25 ha lahan pekarangan (LP).
4.1.1. Status kesuburan tanah.
Penetapan status kesuburan tanah dilakukan dengan menggunakan PUTK,
pengambilan sample dilakukan di Lahan Usaha dan Lahan Pekarangan, dengan membuat
transek dengan titik pengambilan sample tanah pada lereng atas, tengah dan bawah.
Lahan Usaha umumnya berada di lereng yang lebih atas dibanding Lahan Pekarangan.
Hasil pengujian tanah dengan menggunakan PUTK disajikan pada Tabel 4.
Hasil pengujian tanah dengan menggunakan PUTK menunjukkan pH tanah
berkisar 5-7, kandungan P sedang-tinggi dan K tergolong rendah-sedang, kondisi bahan
organik cukup bervariasi dari rendah sampai tinggi. Lahan dengan kandungan bahan
organik tinggi ditemukan pada areal yang baru dibuka. Hal ini menunjukkan bahwa
setelah lahan dibuka penurunan bahan organik berlangsung sangat cepat.
Tabel 4. Hasil pengujian status kesuburn tanah di lokasi penelitian
Lokasi pengambilan sample tanah
Parameter pH P K C-organik
LU lereng atas LU lereng tengah LU lereng bawah LP lereng atas LU lereng tengah LU lereng bawah
5-6 5-6 6-7 6-7 5-6 5-6
Sedang Sedang Tinggi Sedang Tinggi Tinggi
Rendah Rendang Sedang Rendah Sedang Sedang
Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Rendah Rendah
13
4.1.2. Topograpi dan ketebalan solum tanah, serta pola tanam
Desa Puncak Jringo didominasi topografi berbukit sampai bergunung. Areal LU
didominasi lahan dengan kemiringan curam (Gambar 1). Lereng atas umumnya sudah
tidak sesuai ditanami tanaman semusim secara monokultur, apalagi untuk lahan dengan
kemiringan >40%. Untuk areal dengan kemiringan 30-40% masih dapat ditanami
tanaman semusim disela tanaman tahunan, meskipun demikian sebaiknya proporsi
tanaman tahunan masih lebih tinggi dibanding tanaman semusim. Kemiringan lahan
pada areal LP juga sangat bervariasi, namun sebagian besar >15%, oleh karena ini
kombinasi tanaman tahunan dengan tanaman semusim juga perlu ditekankan untuk lahan
pekarangan.
Gambar 1. Kondisi topografi pada demplot SPT-LKIK di NTB
Tindakan konservasi umumnya belum dilakukan petani. Sebagian kecil petani
menanaman tanaman turi dalam pola alley cropping. Beberapa petani juga sudah mulai
menata lahannya dengan membuat teras batu secara bertahap, terutama pada areal lahan
pekarangan. Sebagian besar petani sangat berminat membuat teras batu, namun
keterbatasan tenaga kerja dan peralatan merupakan faktor pembatas pengembangan atau
aplikasi teras batu.
Tanaman utama semusim yang diusahakan pada areal LU adalah tanaman jagung.
Beberapa petani menanaman tanaman pisang diantara tanaman jagung dengan letak yang
tidak teratur. Tanaman jagung hanya ditanam satu musim pertahun. Sampai saat ini
14
lahan yang sudah intensif diusahakan petani adalah lahan pekarangan, karena jaringan air
sudah terpasang di areal ini. Tanaman hortikultur seperti cabe dan tanaman sayuran
lainnya ditanam petani di lahan pekarangan dengan luasan yang terbatas (<500 m2).
Tanaman tembakau juga diusahakan petani di lahan pekarangan. Tanaman hortikultur
buah-buahan seperti mangga dan pisang juga ditanam di lahan pekarangan.
Solum tanah di lokasi penelitian umumnya tergolong dalam (>100 cm), namun
persen batuan di permuaan sangat tinggi (>50%) (Gambar 2), dan menjadi faktor
pembatas utama usahatani. Kondisi ini membuat penataan lahan sangat sulit dilakukan,
sehingga petani berusaha menanam tanaman semusim maupun tahunan disela-sela batu.
Perlu inovasi teknologi untuk mengatasi hal ini, karena sulit untuk menata batuan yang
ada di permukaan tanah secara manual, umumnya batu berukuran besar. Batuan yang
berukuran kecil ditata petani mengikuti garis menyrupai kontur. Keberadaan batuan
bukan hanya di permukaan, namun juga menyebar sampai kedalaman tanah >100 cm.
Gambar 2. Kondisi batuan di permukaan pada areal SPT-LKIK di NTB
4.1.3. Pendampingan aplikasi teknik konservasi pada lahan kering iklim kering di Puncak jringo, NTB dan Desa Oebola, NTT
Potensi erosi pada lokasi pilot SPT-LKIK di Puncak Jringo sangat tinggi, dlihat
dari kemiringan lereng yang relatif curang. Berdasarkan karakteristik lahan di Desa
Puncak Jringo, alternatif teknik konservasi yang bisa diterapkan adalah dengan membuat
teras batu, seperti yang telah dilakukan beberapa petani di Desa ini. Namun demikian,
pada sebagian besar areal lahan kering di daerah ini, pembuatan teras batu sulit dilakukan
secara menual, karena batuan yang muncul di permukaan berukuran besar, dan tertanam
15
cukup dalam. Oleh karena itu, direkomendasikan jenis teknik konservasi yang
diterapkan pada lokasi ini adalah dengan menanam tanaman legum tree menurut kontur.
Pendampingan teknologi untuk menarik garis kontur telah dilakukan. Tanaman legun
yang ditanam pada garis kontur adalah glyrisidia atau turi, karena bibit tanaman ini
banyak ditemui di lokasi ini. Pangkasan dari tanaman legun juga dapat dimanfaatkan
sebagai pakan ternak.
Pendampingan teknologi yang telah dilakukan di Desa Oebola adalah sistem
pengelolaan bahan organik, meliputi pembuatan kompos dan biochar. Bahan baku
kompos yang digunakan adalah pupuk kandang, sedangkan sisa tanam sudah
dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Bahan baku biochar adalah ranting pangkasan legum
tree, yang tidan dapat dimanfaatkan sebagai pakan. Pendampingan aplikasi teknik
konservasi rencananya akan dilakukan pada TA-2012, bersamaan dengan aplikasi
kompos pukan dan biochar sebagai pupuk organik dan pembenah tanah.
4.2. Kegiatan superimposed trial
4.2.1. Superimposed trial Teknik Konservasi Tanah dan air di NTT
Perlakuan aplikasi mulsa dan pembenah tanah berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan tanaman jagung, ditunjukan data tinggi tanaman umur 8 minggu (Tabel 5).
Pertumbuhan terbaik dicapai perlakuan mulsa vertical (slot mulsa), baik dengan maupun
tanpa pembenah tanah. Pada perlakuan slot mulsa pengurangan dosis pupuk menjadi ¾
dosis rekomendasi tidak menyebabkan perubahan pertumbuhan tanaman.
Aplikasi mulsa dan pembenah tanah tidak berpengaruh nyata terhadap produksi
tanaman jagung, ditunjukan data berat tongkol basah dan berat pipilan kering jagung
(Tabel 5), Namun demikian terlihat ada kecenderungan berat tongkol basah dan berat
pipilan kering tertinggi dicapai perlakuan slot mulsa tanpa dilakukan pengurangan dosis
pupuk, meski tidak dilakukan pemberian bahan pembenah tanah.
16
Tabel 5. Pengaruh penggunaan mulsa terhadap tinggi tanaman jagung di Desa Oebola, NTT
Perlakuan Tinggi tanaman 8 MST (cm)
Berat tongkol basah (kg/plot)
Berat Pipilan (kg/plot)
K1= Kontrol (tanpa KTA /cara petani) 148,90 ab 22,10 a 13,00 a K2= Mulsa permukaan 147,73 ab 23,93 a 13,07 a K3= mulsa permukaan + PT, pupuk ¾ DR 137,40 b 22,40 a 12,67 a K4= Slot mulsa 152,53 a 27,43 a 15,33 a K5= Slot mulsa + PT, pupuk ¾ DR 152,87 a 22,77 a 12,37 a * angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT
pada taraf nyata 5%. PT=pembenah tanah, DR=dosis rekomendasi 4.2.2. Superimposed trial di pemupukan NPK dan Organik-hayati di NTB
Kegiatan superimphose trial di Puncak Jringo, NTB dilakukan di areal Lahan
Pekarangan, kemiringan lahan sekitar 15%. Kondisi areal yang digunakan untuk
kegiatan superimphose ditunjukan Gambar 3.
Gambar 3. Plot superimphose pada areal Demplot lahan kering di NTB
Perlakuan pemupukan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman jagung
(Tabel 6). Perlakuan dengan dosis yang umum digunakan petani di lokasi pilot (200 kg
urea/ha dan 200 kg ZA/ha) menghasilkan pertumbuhan yang paling buruk, berbeda nyata
dibanding perlakuan rekomendasi penuh. Berdasarkan data tinggi tanaman umur 6
minggu setalah tanah (MST) menunjukan bahwa pengurangan dosis pupuk NPK menjadi
¾ dosis rekomendasi tidak menurunkan pertumbuhan tanaman secara nyata. Namun
17
pengurangan dosis sampai dengan ½ dosis rekomendasi menurunkan pertumbuhan
tanaman menjadi tidak berbeda nyata dengan perlakuan cara petani, meskipun masih ada
kecenderungan lebih baik pada perlakuan dosis ½ rekomendasi disertai pemberian pupuk
organik dan hayati. Berdasarkan tinggi tanaman pada perlakuan P2 dan P3, pemberian
pupuk organik dengan dosis 2,5 t/ha belum mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman.
Tabel 6. Pengaruh perlakuan pemupukan terhadap tinggi tanaman jagung pada
percobaan superimpose di Desa Puncak Jringo, NTB (MST=minggu setelah tanam)
Perlakuan
2 MST 4 MST 6 MST
--------------------cm--------------------- P1=cara petani 21,77 b* 86,37 b 149,20 b P2= dosis rekomentasi NPK 25,77 a 106,47 a 201,20 a P3= dosis rek NPK +pupuk organik hayati 23,77 ab 100,57 a 196,13 a P4= ¾ dosis rek NPK +pupuk organik hayati 23,37 ab 97,57 ab 190,27 a P5= ½ dosis rek NPK +pupuk organik hayati 24,87 ab 99,33 ab 177,13 ab * angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT
pada taraf nyata 5%
Perlakuan pemupukan juga berpengaruh nyata terhadap produksi tanaman jagung,
ditunjukan data jumlah tongkol; berat basah biomas dan tongkol; berat kering biomas,
tongkol, dan pipilan (Tabel 7). Perlakuan dosis petani rata-rata menghasilkan semua
komponen produksi jagung terendah. Penurunan dosis pupuk sampai dengan ½ dosis
rekomendasi tidak menyebabkan penurunan berat basah dan berat kering biomas. Lain
halnya dengan pengaruhnya terhadap patameter produksilainnya. Penurunan dosis pupuk
NPK menjadi ¾ dan ½ dosis rekomendasi nyata menurunkan berat basah dan berat
kering tongkol, serta berat kering pipilan jagung, meski disertai dengan penambahan
pupuk organik hayati sebanyak 2,5 t/ha. Pada perlakuan NPK dosis rekomendasi,
pemberian pupuk organik hayati dengan dosis 2,5 t/ha tidak menghasilkan produksi
tanaman yang berbeda nyata. Untuk tanah dengan kandungan bahan organic tanah
rendah dibutuhkan dosis pupuk organic yang relative tinggi (>2,5 t/ha).
18
Tabel 7. Pengaruh perlakuan pemupukan terhadap produksi tanaman jagung pada percobaan superimpose di Desa Puncak Jringo, NTB
Perlakuan
Jumlah tongkol
(biji/plot)
Berat basah Berat kering Biomas Tongkol Biomas Tongkol Pipilan
-----------------------kg/plot------------------------------------ P1= carapetani 169,0 bc* 24,33 b 21,00 c 24,33 b 14,50 b 11,23 c P2= DR NPK 198,0a 45,67 a 34,00 a 45,67 a 20,50 a 18,23 a P3= DR NPK + POH 190,3 ab 42,67 a 30,67 ab 42,67 a 19,67 a 17,33 a P4= ¾ DR NPK + POH 160,0 c 43,67 a 24,67 c 43,67 a 15,83 b 13,07 bc P5= ½ DR NPK + POH 178,0abc 40,67 a 26,00 bc 40,67 a 16,33 b 14,50 b * angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT
pada taraf nyata 5% . DR=dosis rekomendasi, POH=pupuk organik+hayati
Perlakuan pemupukan NPK dan organic hayati tidak berpengarih nyata terhadap
persen pori drainase sepat dan air tersedia, serta stabilitas agreagat (Tabel 8). Pengaruh
nyata perlakuan terhadap ruang pori total tidak menunjukan pola yang jelas. Dilihat dari
parameter persen agregasi, pemberian pupuk sesuai rekomendasi menghasilkan persen
agregasi yang nyata lebih tinggi dibanding control jika disertai pemberian pupuk organic
hayati.
Tabel 8. Pengaruh perlakuan pemupukan terhadap sifat fisik tanah pada percobaan superimpose di Desa Puncak Jringo, NTB
Perlakuan Pori drainase
cepat Pori air tersedia
Ruang pori total Agregasi
(%)
Indeks stabilitas agregat ---------%Vol----------
P1= carapetani 14,10 a 14,33 a 51,37 ab 43,60 b 48,13 a P2= DR NPK 17,87 a 14,00a 56,27 a 47,37 ab 58,07 a P3= DR NPK + POH 15,47 a 13,47 a 55,00 ab 50,33 a 58,20 a P4= ¾ DR NPK + POH 14,80 a 10,80 a 50,70 b 46,93 ab 47,73 a P5= ½ DR NPK + POH 18,77 a 13,37 a 55,27 ab 48,73 ab 58,03 a * angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT
pada taraf nyata 5% . DR=dosis rekomendasi, POH=pupuk organik+hayati
Pemberian bahan organik pada lahan kering iklim kering diantaranya ditujukan
untuk meningkatkan kemampuan tanah memegang air. Berdasarkan data kadar air tanah
pada beberapa tingkatan pF menunjukkan ada indikasi peningkatan kemampuan
mememgang air pada perlakuan aplikasi bahan organik (Gambar 4).
19
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
pF2 pF2,52 pF4
% volum
e
DP
DR
DR+POH
Gambar 4. Pengaruh perlakuan (DP=dosis petani, DR=dosis rekomendasi, DR+POH=
dosis rekomendasi+pupuk hayati) terhadap parameter kemampuan tanah memegang air.
4.2.2. Superimposed trial di Teknik Konservasi Tanah di NTB
Aplikasi mulsa dan pembenah tanah berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan
tanaman jagung, ditunjukan data tinggi tanaman pada umur 6 dan 8 minggu setelah tanam
(MST). Perlakuan tanpa mulsa dan pembenah tanah menghasilkan rata-rata tinggi
tanaman paling rendah (Tabel 9). Pengurangan dosis pupuk menjadi ¾ dosis
rekomendasi pada perlakuan pembenah tanah tidak menyebabkan terjadinya penurunan
pertumbuhan tanaman. Tidak ada perbedaan nyata antara perlakuan mulsa yang
diaplikasikan dengan cara disebar dengan dimasukan ke dalam slot (lubang), kecuali pada
perlakuan slot mulsa yang tidak disertai dengan pemberian pembenah tanah, ditunjukan
data tinggi tanaman umur 8 minggu setelah tanam.
Tabel 9. Pengaruh aplikasi mulsa dan pembenah tanah terhadap pertumbuhan tanaman jagung di Desa Puncak Jringo NTB
Perlakuan
Tinggi tanaman pada umur 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST
-----------------------cm------------------- K1= Kontrol (tanpa KTA atau cara petani) 21,93 a* 93,33 a 172,57 b 217,63 b K2= Mulsa permukaan 23,40 a 100,79 a 191,23 ab 264,97 a K3= mulsa permukaan + PT, pupuk ¾ DR 23,23 a 98,63 a 205,90 a 263,20 a K4= Slot mulsa 23,20 a 95,50 a 173,30 b 257,13 a K5= Slot mulsa + PT , pupuk ¾ DR 22,77 a 95,25 a 180,57 ab 248,07 a *angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf nyata 5% . DR=dosis rekomendasi, PT=pembenah tanah, MST=minggu setelah tanam
20
Data produksi tanaman jagung yang disajikan dalam laporan ini adalah data
produksi tanaman sample, karena menjelang panen, plot penelitian diserang monyet.
Berdasarkan data panen tanaman sample, perlakuan aplikasi mulsa dan pemberian
pembenah tanah tidak berpengaruh nyata terhadap produksi tanaman jagung (Tabel 10).
Ada kecenderungan perlakuan mulsa permukaan menghasilkan rata-rata produksi jagung
lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya. Pengurangan dosis pupuk NPK pada perlakuan
pemberian pembenah tanah tidak menyababkan penurunan produksi tanaman jagung
secara nyata.
Tabel 10. Pengaruh aplikasi mulsa dan pembenah tanah terhadap produksi tanaman jagung di Desa Puncah Jringo NTB
Perlakuan
Tongkol Basah Tongkol Kering Pipilan Kering --------------------------g/plot----------------------------
K1= Kontrol (tanpa KTA atau cara petani) 1713,30 a* 1093,30 a 843,30 a K2= Mulsa permukaan 1963,30 a 1203,30 a 940,00 a K3= mulsa permukaan + PT, pupuk ¾ DR 1913,30 a 1156,70 a 900,00 a K4= Slot mulsa 1816,70 a 1136,70 a 906,70 a K5= Slot mulsa + PT , pupuk ¾ DR 1713,30 a 1050,00 a 806,70 a * angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT
pada taraf nyata 5% . DR=dosis rekomendasi, PT=pembenah tanah.
Perlakuan aplikasi mulsa dan pembenah tanah berpengaruh nyata terhadap persen
pori drainase cepat dan indeks stabilitas agregat. Persen pori drainase cepat tertinggi
dicapai perlakuan mulsa ditambah pembenah tanah, berbeda nyata dibanding kontrol dan
mulsa permukaan tanpa pembenah tanah (Tabel 11). Indeks stabilitas agregat tertinggi
dicapai perlakuan mulsa permukaan ditambah pembenah tanah.
Tabel 11. Pengaruh aplikasi mulsa dan pembenah tanah terhadap sifat fisik tanah di Desa Puncah Jringo NTB
Perlakuan PDC PAT Permeabi-
litas cm/jam
Agregasi (%)
Indeks stab.
agregat --------%vol--------- K1= Kontrol (tanpa KTA atau cara petani) 15,27 ab* 15,20 a 10,00 b 41,80 a 76,63 ab K2= Mulsa permukaan 13,63 b 14,37 a 10,13 b 44,13 a 77,37 ab K3= mulsa permukaan + PT, pupuk ¾ DR 14,43 ab 12,53 a 17,07 a 43,23 a 100,03 a K4= Slot mulsa 16,80 a 13,27 a 18,53 a 45,60 a 73,53 b K5= Slot mulsa + PT , pupuk ¾ DR 18,57 a 13,93 a 16,23 ab 39,80 a 77,80 ab * angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT
pada taraf nyata 5% . DR=dosis rekomendasi, PT=pembenah tanah.
21
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Pendampingan aplikasi teknologi pengelolaan tanah
1. Potensi erosi pada lokasi pilot SPT-LKIK di Puncak Jringo, NTB tergolong tinggi.
Aplikasi teknik konservasi yang direkomendasikan adalah penanaman tanaman legum
menurut garis kontur, karena pemanfaatan batuan untuk aplikasi teknik konservasi
sulit dilakukan secara manual.
2. Penurunan kandungan bahan organik tanah relatif cepat, dilihat dari kandungan bahan
organik tanah pada areal yang telah intensif diusahakan dibandingkan dengan areal
yang relatif baru dibuka.
3. Aplikasi sistem usaha tanai yang bersifat zero waste belum sepenuhnya diaplikasikan
petani pada lokasi pilot di Desa Oebola, karena masih adanya sumber bahan organik
sulit lapuk yang belum dimanfaatkan. Oleh karena itu diperlukan pendampingan
pemanfaatan bahan organik sulit lapuk , diantanya dalam bentuk biochar.
Super impose aplikasi mulsa dan pembenah tanah di lokasi pilot Naibonat
4. Perlakuan aplikasi mulsa dan pembenah tanah berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan tanaman jagung. Pertumbuhan terbaik dicapai perlakuan mulsa vertical
(slot mulsa), baik dengan maupun tanpa pembenah tanah. Pada perlakuan slot mulsa
pengurangan dosis pupuk menjadi ¾ dosis rekomendasi tidak menyebabkan
perubahan pertumbuhan tanaman.
Superimposed trial di pemupukan NPK dan Organik-hayati di Puncak Jringo,NTB
5. Penurunan dosis pupuk NPK menjadi ¾ dan ½ dosis rekomendasi nyata menurunkan
berat basah dan berat kering tongkol, serta berat kering pipilan jagung, meski disertai
dengan penambahan pupuk organik hayati sebanyak 2,5 t/ha.
Super impose aplikasi mulsa dan pembenah tanah di lokasi pilot Puncak Jringo,NTB
6. Aplikasi mulsa dan pembenah tanah dapat meningkatkan pertumbuha tanaman secara
nyata, namun tidak berpengaruh nyata terhadap produksi tanaman jagung.
22
7. Perlakuan aplikasi mulsa dan pembenah tanah berpengaruh nyata terhadap persen
pori drainase cepat dan indeks stabilitas agregat. Persen pori drainase cepat tertinggi
dicapai perlakuan mulsa ditambah pembenah tanah, berbeda nyata dibanding kontrol
dan mulsa permukaan tanpa pembenah tanah
5.2. Saran
Perlu bantuan peralatan untuk mengurangi keberadaan batuan di permukaan,
utamanya jika lahan akan digunakan untuk pertanaman tanaman semusim. Untuk
mendukung animo petani dalam menanamn tanaman tahunan perlu bantuan bibit
tanaman hortikultur berkualitas baik dan pengembangan ketrampilan petani dalam
memperbanyak bibit tanaman tahunan.
VI. PRAKIRAAN DAMPAK HASIL PENELITIAN
Optimalisasi pemanfaatan lahan kering iklim kering dengan faktor pembatas
ketersediaan air, topografi, dan kondisi batuan di permukaan.
23
V. DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman, A., A. Dariah, dan A. Mulyani. 2008. Strategi dan Teknologi Lahan Kering Mendukung Pengadaan Pangan Nasional. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 27 (2): 43-48.
Agus, F., E. Surmaini, dan N. Sutrisno. 2005. Teknologi Hemat air dan irigasi suplemen. Hlm. 223-245 dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering: Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Dariah, A. N.L. Nurida., S.H. Talaouhu. 2007. Aplikasi sistem olah tanah pada lahan kering beiklim kering di Lombok Timur. Hlm 291-300. dalam Prosiding Kongres Nasional IX HITI. UPN Veteran Yogyakarta, 5-7 Desember 2007.
Dariah, A., N.L. Nurida, Nurjaya. 2010. Laboran Akhir Penelitian dan Pengemabngan Pengelolaan Tanah pada Lahan Kering Beriklim Kering untuk Meningkatkan Productivitas Tanaman>20%. Balai Penelitian Tanah. Badan Litbang Pertanian.
Hidayat, A. dan A. Mulyani. 2005. Lahan Kering untuk Pertanian. Hlm. 1-34. Dalam Abdurachman et al. (ed.). Buku Pengelolaan Lahan Kering Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Irianto, G., H. Sosiawan, dan S. Karama. 1998. Stratei pmbangunan pertanian lahan kering untuk mengantisipasi persaingan global. Hlm 1-12 dalam Prosiding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah danAgroklimat. Makalah utama. Bogor, 10-12 Februari 1998. Puslittanak, Bogor.
Las, I., M.B.L. De Rozari, A. Bey, J.S. Baharsyah, E. Guhardja. S.N. Darwis, dan A.S. Karama. 1995. Pengunan model iklim dan tanaman untuk pengembangan komoditas pertanian di Sikka dan Ende, NTT. Agromet Journal XI (I):1-34.
Nurida, N.L dan A. Dariah. 2007. Keunggulam komparatif aplikasi olah tanah konservasi pada pertanaman jagung di lalahn berbatu Kabupaten Lombk Timur. Hlm.27-37. dalam Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan dan Lingkungan Pertanian. Bogor, 7-8 Nopember 2008.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. 2001. Atlas Arahan Tata Ruang Pertanian Indonesia Skala 1 : 1.000.000. Puslitbangtanak. Bogor. Indonesia. 37 hal.
Pusat Penelitian Tanah dan Agrolimat. 2002. Atlas Arahan Pewilayahan Komoditas Unggulan Nasioanal skala 1:1.000.000. Puslitbangtanak, Bogor.
Subagyono, K., U. Haryati, dan S. H. Talaohu. 2004. Teknologi konservasi air pada pertanian lahan kering. Hlm. 151-188 dalam Konservasi Tanah pada Lahan Kering Berlereng. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.
Wiyo, K.A., Z.M. kasumekera, and J. Feyen. 2000. Effect of tied ridgingon soil water status of maize crop under Malawi condition. Agricultural Water Management 45: 101-125.