Post on 16-Nov-2020
PEMBENTUKAN MADZHAB-MADZHAB FIQH
Makalah
Disususn guna memenuhi tugas
Mata kuliah : IlmuFiqh
Dosen Pengampu : KurniaMuhajarah, M. Si.
Disususn Oleh :
Nurma Aisyah Imani (1601016064)
Ade Anisatun Aula (1601016066)
Leni Astuti (1601016067)
Nur Ramadhani R. A (1601016068)
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2016
PEMBENTUKAN MADZHAB-MADZHAB FIQH
I. PENDAHULUAN
Madzhab fiqh, secara internal, adalah otonom. Namun secara eksternal, merupakan bagian
dari entitas kehidupan Muslim, yang saling tergantung dengan unsur lain dari entitas itu,
sehingga menampakkan suatu kesatuan entitas kehidupan manusia. Sedikitnya ada empat
madzhab fiqh yang seharusnya diketahui dan dipahami oleh setiap Muslim. Keempat
madzhab inilah yang menyebabkan perbedaan pendapat dalam masalah-masalah fiqh.
Madzhab hadir bukan sebagai sebuah organisasi formal atau kelompok, melainkan sebagai
sebuah metode dan ajaran atau dotrin bersama, sehingga membicarakan sebuah aliran
pemikiran.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Pengertian madzhab?
B. Bagaimana landasan terbentuknya madzhab fiqh?
C. Sebutkan macam-macam madzhab fiqh?
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian madzhab
Kata madzhab berasal dari bahasa Arab, yaitu isim makan (kata benda
keterangan tempat) dari akar kata dzahab (pergi). Kata madzhab menurut bahasa
“tempat pergi”, yaitu jalan (ath-thariq). Secara terminologis pengertian madzhab adalah
pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh imam mujtahid dalam memecahkan
masalah atau mengistimbat (menggali) hukum Isalam. Menurut ushul fiqh, madzhab
adalah kumpulan pendapat mujtahid yang berupa hukum-hukum Islam, yang digali dari
dalil-dalil syariat yang terperinci serta berbagai kaidah dan landasan (ushul) yang
mendasari pendapat tersebut, yang saling berkaitan satu dan lainnya sehingga menjadi
satu kesatuan yang utuh. 1
Istilah madzhab juga berarti metode istinbath hukum, artinya pendekatan yang
digunakan ulama mujtahid dalam menggali ketentuan hukum Islam dari nash Al-Qur’an
dan hadis dengan menerapkan berbagai pendekatan.2 Jadi madzhab adalah pokok pikiran
atau dasar yang digunakan oleh Imam Mujathid dalam memecahkan masalah hukum
islam. 3
B. Landasan terbentuknya madzhab fiqh
Munculnya pemikiran madzhab hukum dalam Islam dimulai sejak timbulnya
persoalan tentang pemegang otoritas hukum. Weiss membedakan dua tipe otoritas
pemikiran dalam islam, yaitu otoritas legislatif (legislative authority), di mana Allah
(Tuhan) sendiri sebagai syari’ (pembuat hukum), dan otoritas interpretatif atau
deklaratif yang didalam hal ini dimiliki oleh para ulama, sebagai derivasi dari
pemberian otoritas Tuhan. Melalui otoritas fuqahainilah kemudian muncul berbagai
pemikiran hukum (fiqih).
Periode terbentuknya madzhab ini dimulai sejak awal abad kedua hijriyah,
yakni periode akhir pemerintahan Umayyah. Ketika itu, pemikiran hukum Islam
mulai berkembang dari praktik administratif dan popular yang dibentuk oleh ajaran
etika dan keagamaan dalam al-Qur’an dan Hadis Nabi. Peran Al-Qur’an pada tahap
1 Moenawar Khalik, Kembali Kepada Al-Quran dan As-Sunah, Bandung: Diponegoro, 1987, hlm.56. 2 Beni Ahmad Saebani dan Encep Taufiqqurrahmaan, Pengantar Ilmu Fiqh, Bandung: PUSTAKA SETIA, 2015, hlm.
95. 3 Huzaemah Tahido Yanggo, pengantar perbandingan madzhab, Ciputat: Logos Wacana Ilmu, hlm.72.
awal ini dapat diterima begitu saja, tetapi peran hadis atau tradisi Nabi, telah menjadi
bahan perselisihan pendapat dikalangan sarjana (ulama). Sebagian berpendapat
bahwa hadis diterima baru setelah Muhammad ibn Idris al-Syafi’i menyatakan
demikian.
Khaled M. Aboe el-Fadl mensinyalir, bahwa pada abad ke-2 H/8 M muncul para
pemegang otoritas yang sangat hebat dan luar biasa kuatnya sebagai “pesaing”
hukum Tuhan, yakni Syari’ah yang dibentuk, disajikan, dan dihadirkan oleh
sekelompok profesional tertentu yang dikenal dengan fuquha (para ahli hukum).
Dalam sejarah tercatat ada beberapa fuquha yang mengembangkan madzhab
hukum berdasarkan basis sosialnya. Di antara fuquha tersebut adalah Al-Awza’i (w.
744 M ) yang membangun madzhab fiqih Awza’i di Syiria,, Abu Hanifah (w.767 M)
yang membangun madzhab fiqih hanafi di Iraq, Malik ibn Anas (w. 795 M) yang
membangaun madzhab fiqih Maliki di Madinah, Muhammad ibn Idris Al-Syafi’i
(w.820 M) yang membangun madzhab fiqih di Iraq dan kemudian di Mesir, Ahmad
ibn Hanbal (w.855 M) yang membangun madzhab Hanbali di Iraq, Dawud ibn
Khalaf (w. 883 M) yang membangun madzhab Dhahiri di Iraq, dan sebagainya.
Munculnya madzhab Hanafi di Kufah, Maliki di Madinah, dan Syafi’i di Irak
dan Mesir adalah bukti paling konkrit sebagai embrio dari madzhab fiqih Sunni, di
samping madzhab-madzhab sunni yang lain, seperti Hanbali, al-Auza’i, Tsauri, dan
Ja’fari (Syi’i). Aliran pemikiran fiqih ynag disebut madzhab (bentuk jamaknya
madzhib) hadir bukan sebagai sebuah organisasi formal atau kelompok, melainkan
sebagai sebuah metode dan ajaran/doktrin bersama, sehingga [hanya] membicarakan
sebuah aliran pemikiran.
Madzhab Hanafi yang berpusat di Kufah dan Baghdad, merefleksikan
kompleksitas masyarakatnya, masyarakat Irak bercocok pluralis dan terbuka dengan
pencampuran masyarakat agraris dan masyarakat ekonomis-indusrtialis dengan
keragaman etnik dan budaya yang kosmopolitan.
Madzhab maliki berbeda secara diametral (kontras) dengan madzhab Hanafi,
yang dibentuk oleh masyarakat yang homogen, establish, taat beragama (shaleh) dan
berpola patriarkhis (dalam hukum kekerabatan) sebagai tradisi masyarakat Madinah
yang dibangun oleh Nabi dan para khalifah masa awal. Malik ibn Anas (lahir di
Madinah 713 M) dalam kitabnya Al-Muwaththa’, suatu koleksi tradisi (hadis) Nabi,
sahabat, dan tabi’in yang disusun berdasarkan subjek yurisprudensi- dia sering
menegaskan suatu butir masalah hukum dengan mengatakan, “ini ketentuan kami”
atau “ini ketentuan yang ditetapkan berdasarkan konsensus disini”. Sehingga tak
pelak lagi Malik memiliki doktrin hukum yang terikat pada tradisi (Madinah).
Madzhab lain yang muncul kemudian dan berkembang dengan pesat adalah
madzhab Syafi’i yang dibangun oleh Muhammad ibn Idris Al-Syafi’i yang
membangun fiqihnya dengan atas namanya sendiri secara lebih moderat, yakni
dengan perpaduan antara rasionalitas Hanafi dan tradisionalitas Maliki. Al- Syafi’i
adalah murid langsung Imam Malik dan juga mendalami madzhab fiqih hanafi
dengan berguru kepada Abu Yusuf dan Muhammad Hasan (murid utama Imam Abu
Hanifah). Dan terakhir adalah madzhab Hanbali yang dibangun oleh Ahmad ibn
Hanbal.
Periode ini dalam sejarah tasyri’ Islam disebut sebagai ijtihad dan pembentukan
madzhab. Pada periode ini bermunculan banyak madzhab hukum (fiqih) yang
dibangun oleh para imam mujtahid dan dikembangkan teori-teori hukum Islam.
Pesatnya gerakam intelektual di masa pembentukan madzhab fiqih ini disebabkan
oleh karena dinamika pemikiran hukum di kalangan ulam yamg sangat pesat.
Kebebasan intelektual pun dihargai, sehingga pendapat-pendapat hukum pun
bermunculan dengan berbagai coraknya. Madzhab fiqih yang dibangun oleh Imam
Abu Hanifah (80-150 H), merupakan madzhab fiqih rasional yang pertama di antara
madzhab-madzhab fiqih lain. Teorinya yang terkenal dalam madzhab ini adalah al-
Istihsan. Istihsan dalam prakteknya diukur dengan pertimbangan akal (rasionalitas).
Kemudian madzhab Maliki yang dibangun oleh Malik ibn Anas (93-179 H)
dengan teorinya al-Maslahat al-Mursalah. Argumentasi teori Maslahah Mursalah
juga mengesankan sisi rasionalitasnya, dengan kriteria dan ukuran yang didasarkan
pada pertimbangan akal (al-ra’yu). Selanjutnya madzhab fiqih Syafi’i yang dibangun
oleh Muhammad b. Idris al-Syafi’i (150-204 H) memunculkan teori al-Qiyas.
Fiqihnya bercorak moderat “kombinatif” antara rasional al-Hanafi dan tradisional al-
Maliki. Terakhir adalah madzhab fiqih Hanbali (Hanabilah) yang dibangun oleh
Ahmad ibn Hanbal ( 164-241 H).
Perkembangan pemikiran fiqih pada masa-masa berikutnya lebih didominasi oleh
sikap ulama yang lebih mempertahankan madzhab hukum dari imam madzhab
mereka dan berkurangnya minat untuk melakukan ijtihad. Mereka merasa cukup
dengan hasil yang dirumuskan oleh imam madzhab dan mengikuti pendapatnya.4
4 Ahmad Arifi, Pergulatan Pemikiran Fiqih “Tradisi” Pola Madzhab, Yogyakarta: elSAQ Press, 2008, hlm. 137-142
C. Macam-macam madzhab fiqh
1. Madzhab ahli al-Sunnah wa al-Jama’ah
a) Madzhab Hanafi
Madzhab ini didirikan oleh Imam Abu Hanifah(Nu’man bin Tsabit).
Beliau adalah seorang ulama besar yang lahir Kufah tahun 80 H dan wafat pada
tahun 150 H. Beliau hidup pada dua masa, yaitu masa bani Umayyah dan bani
Abbasiyyah. Beliau termasuk dari Tabiut Tabi’in(yaitu mereka yang hidup
setelah generasi Tabi’in. Ada yang mengatakan beliau adalah Tabi’in, karena ada
riwayat beliau pernah bertemu dfengan Anas bin Malik. Beliau sering mendapat
julukan sebagai Imam Ahlu Ra’yi(sebab dalam mengambil kesimpulan hukum,
banyak memakai rasio). Beliau adalah ahli fiqh yang tinggal di Irak dan menjadi
rujukan masyarakat Irak. Karakter penduduk Irak saat itu cenderung pemalas dan
serta berdebat, serta susah dinasehati, sehingga jika beliau mengajak mereka
untuk melaksanakan syariat Allah, beliau harus berusaha mencari-cari dalil atau
alasan yang bisa masuk akal.
Atas dasar inilah beliau lebih banyak menggunakan akalnya (logika)
daripada dalil Al-Qur’an dan Hadis. Pun demikian, bukan berarti beliau
meninggalkan keduanya. Apa yang beliau sampaikan dari pendapat fiqh
sebenarnya bersumber juga dari Al-Qur’an dan Hadis. Hanya saja, tidak beliau
sebutkan secara tekstual.5
Dasar-dasar hukum fiqh madzhab abu hanifah
Al-Qur’an
As Sunnah
Fatwa sahabat
Ijma’
Qiyas
Istihsan
‘Urf
Ulama yang mengikuti madzhab Abu Hanifah dikenal dengan ulama Hanafiyah.
Madzhab Hanafiyah telah menyebar ke berbagai wilayah Islam, seperti
5 Nur Sillaturohmah dan Budiman Mustofa, Fikih Muslimah Terlengkap, Surakarta: al-Qudwah, 2014, hlm. 24-25
Baghdad, Persia, India, Bukhara, yaman, Mesir, dan Syam. Madzhab Hanafiyah
termasuk madzhab yang paling banyak dianut pada masa Dinasti Abbasiyah. 6
b) Madzhab Maliki
Madzhab ini didirikan oleh Imam Malik bin Anas. Beliau lahir pada
tahuyn 93 H, pada masa khalifah al-Walid bin Abdul Malik dan meninggal pada
tahun 179 H, pada masa khalifah Harun ar-Rasyid. Beliau dalah Imam dan
ulama besar di Madinah. Beliau termasuk ahli fiqh dan ahli hadis setelah
Tabi’in. Beliau terkenal sebagai orang yang betul-betul melaksanakan As-
Sunnah. 7
Dasar-dasar hukum fiqh madzhab Maliki
Al-Qur’an
As-Sunnah
Ijma’
Fatwa sahabat
Qiyas
Istihsan
Al-Mashalahah al-Mursalah
Istishhab
Ulama yang mengikuti madzhab Imam Malik dikenal dengan ulama Malikiyah.
Madzhab Maliki timbul dan berkembang di Madinah, kemudian tersiar di sekitar
Hedzjaz. Di Mesir, madzhab Maliki sudah mulai muncul dan berkembang
selama Imam Malik masih hidup. Selain di Mesir, madzhab Maliki juga dianut
oleh umat Islam yang berada di Maroko, Tunisia, Tripoli, Sudan, Bahrain,
Kuwait, dan daerah Islam lain di sebelah barat termasuk Andalusia.8
c) Madzhab Syafi’i
Madzhab ini didirikan oleh Imam Muhammad bin Idris asy-Syafi’i.
Beliau lahir di Palestina (Syam) pada tahun 150 H dan wafat di Mesir tahun 204
6 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh, Semarang: PT.PUSTAKA RIZKI PUTRA, 1997,
hlm. 117. 7 Nur Sillaturohmah dan Budiman Mustofa, Fikih Muslimah Terlengkap, Surakarta: al-Qudwah, 2014, hlm. 25 8 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh, Semarang: PT.PUSTAKA RIZKI PUTRA, 1997,
hlm. 121.
H. Beliau termasuk keturunan Rasulullah SAW yang bertemu di garis keturunan
kakeknya, Abdul Manaf. Setelah ayahnya meninggal, ibunya membawanya
kembali ke Makkah untuk berguru pada seorang mufti, Imam Muslim bin al-
Khalid.
Beliau telah hafal Al-Qur’an pada usianya yang baru genap 7 tahun.
Beliau diberi izin untuk mengeluarkan fatwa ketika berusia 15 tahun. Kemudian
beliau pindah ke Madinah berguru kepada Imam Malik bin Anas, dan berhasil
menghafalkan kitab al-Muwattha’, karangan Imam Malik hanya dalam 9 malam.
Kemudian beliau berpindah-pindah tempat untuk menuntut ilmu, dari
Yaman, Bagdad, bahkan beliau sempat menuintut ilmu kepada Imam Ahmad bin
Hanbal di Makkah. Beliau menamakan pendapat-pendapatnya ketika berada di
Bagdad dengan Madzhab Qodim (madzhab yang lama).
Pada tahun 200 H, beliau pindah ke Mesir dan bertemu dengan murid-
murid Imam Hanafi sehingga pola pikir mereka mempengaruhi pola pikir beliau.
Di Mesir, beliau mengembangkan Madzab Jadid (madzab yang baru).9
Dasar-dasar hukum fiqh madzhab Syafi’i
Al-Qur’an
As-Sunnah
Ijma’
Qiyas
Ulama yang mengikuti madzhab Imam Syafi’I dikenal dengan ulama Syafi’iyah.
Penyebaran madzhab Syafi’I antara lain di Irak, lalu berkembang dan tersiar ke
Khurasan, Pakistan, Syam, Yaman, Persia, Hijaz, India, daerah-daerah Afrika
dan Andalusia. Kemudian madzhab Syafi’i ini tersiar dan berkembang, bukan
hanya di Afrika, tetapi ke seluruh pelosok Negara-negara Islam, baik di Barat,
maupun di Timur, termasuk ke Indonesia.10
d) Madzhab Hanbali
Didirikan oleh Imam Ahmad bin Hanbal asy-Syaibani. Beliau lahir,
hidup, dan meninggal di Bagdad. Namun beliau juga banyak melakukan
perjalanan menuntut ilmu ke Kufah, Bashrah, Makkah, Madinah, Yaman, Syam,
dan Al-Jazirah.
9 Nur Sillaturohmah dan Budiman Mustofa, Fikih Muslimah Terlengkap, Surakarta: al-Qudwah, 2014, hlm. 25-26 10 Huzaemah Tahido Yanggo, pengantar perbandingan madzhab, Ciputat: Logos Wacana Ilmu, hlm. 128-131
Ketika di Bagdad, beliau bertemu dengan Imam Syafi’i, yang kemudian
berguru kepada beliau. Beliau tidak mengarang satu kitab pun, tetapi para
sahabatnya banyak merujuk pada madzhab dan pendapat-pendapat beliau.
Bahkan, sikap dan jawaban beliau dalam hukum0-hukum syariat banyak
dijadikan rujukan. Dasar madzhab beliau hampir sama dengan madzhab Imam
Syafi’i, yaitu Al-Qur’sn, As-Sunnah, fatwa sahabat, ijmak, qiyas, istishhab,
masalihul mursalah, dan adz-Dzara’i11.
Dasar-dasar hukum fiqh madzhab Hanbali
Al-Qur’an
As-Sunnah
Fatwa sahabat
Qiyas
Ulama yang mengikuti madzhab Imam Hanbal dikenal dengan ulama Hanabilah.
Madzhab Hanbali mula-mula berkembang di Baghdad, kemudian ke perbatasan
Irak dan berkembang di Mesir. Sekarang madzhab Hanbali adalah madzhab
resmi pemerintah Saudi Arabia dan mempunyai pengikut yang tersebar di
seluruh jazirah Arab, Palestina, Syiria dan Irak.
2. Madzhab Syi’ah
a) Syi’ah Zaidiyah
Syi’ah Zaidiyah adalah pengikut Zaid bin Ali Zain al-Abidin. Syi’ah
Zaidiyah berpendapat, bahwa Imam tidaklah ditentukan Nabi orangnya, tetapi
hanya sifat-sifatnya.
b) Syi’ah Imamiyah
Syi’ah Imamiyah disebut juga dengan madzhab Syi’ah Itsna Asyariyah
(Syi’ah dua belas), karena mereka mempunyai 12 orang imam nyata, yang
urutannya adalah:
- Ali bin Abi Thalib
- Al-Hasan
- Al-Husayn
- Ali Zain al-Abidin
- Muhammad al-Baqir
11 Nur Sillaturohmah dan Budiman Mustofa, Fikih Muslimah Terlengkap, Surakarta: al-Qudwah, 2014, hlm.26
- Ja’far al-Shadiq
- Musa al-Kazhim
- Ali al-Ridha
- Muhammad al-Jawwad
- Ali al-Hadi
- Al Hasan bin Muhammad al-Askari
- Muhammad al-Mahdi al-Muntazhar
3. Madzhab-madzhab yang telah musnah
a) Madzhab Al Auza’i
Pembangun madzhab ini adalah Al Imam Abu Amer Abdur Rahman bin
Muhammad al-Auza’i. beliau dilahirkan Ba’la Bakka, pada tahun 88 H. Pada
akhir umurnya berdiam di Beirut dan wafat di sana dalam tahun 157 H.
Penduduk Syria pada mula-mulanya bermadzhab Al Auza’i. Kemudian
madzhab ini pindah ke Spanyol, tetapi sesudah abad ke 2 Hijriyah
madzhabnya lenyap ditantang oleh madzhab As-Syafi’i dan madzhab Maliki.
b) Madzhab Ats Tsauri
Pembangun madzhab ini adalah Abu Abdillah Sufyan bin Sa’ad ats Tsauri al
Kufi, wafat pada tahun 161 H. Beliau diakui oleh para ulama sebagai orang
mujtahid mutlaq. Beliau tidak mendapat pengikut yang banyak dan
madzhabnya pun lekas lenyap.
c) Madzhab Al laitsi
Pembangun madzhab ini adalah Abdul Harits al-Laits bin Sa’ad al-Fahmi,
wafat tahun 175 H. Beliau terkenal sebagai ahli fiqh di Mesir. As-Syafi’i
mengakui bahwa al-Laitsi lebih pandai dalam soal fiqh daripada Malik. Akan
tetapi pengikut-pengikutnya tidak bersungguh-sungguh mengembangkan
madzhabnya sehingga lenyap pada abad pertengahan ke-3 H.
d) Madzhab Dhahiri
Pembangun madzhab ini adalah Abu Sulaiman Daud bin Ali Al Asfahani
yang kemudian dikenal dengan nama Daud ad Dhahiri. Beliau dilahirkan di
Kufah pada tahun 202 H, dibesarkan di Baghdad dan wafat di sana tahun 270
H. Madzhab ini berkembang di Andalus hingga abad ke-5 H, kemudian
berangsur-angsur mundur, hingga lenyap sama sekali di abad ke-8.
e) Madzab Ath Thabari
Pembangun madzhab ini adalah Abu Ja’far bin Jarir al-Thabary, dilahirkan
tahun 224 H dan wafat di Baghdad tahun 320 H. Beliau terkenal sebagai
seorang mujtahid, ahli sejarah dan ahli tafsir. Mula-mulanya beliau
mempelajari fiqh As-Syafi’i dan Malik serta fiqh ulama Kufah, kemudian
membentuk madzhab sendiri yang berkembang di Baghdad. Diantara
pengikutnya ialah Abu al-Farj al-Nahrawi. Madzhabnya lenyap pada
pertengahan abad ke-5 H.
IV. KESIMPULAN
Madzhab adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh Imam
Mujathid dalam memecahkan masalah hukum islam. Dalam hukum Islam,
madzhab-madzhab dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
1. Madzhab ahli al-Sunnah wa al-Jama’ah
Terdiri dari: madzhab Hanafi, madzhab Maliki, madzhab Syafi’i madzhab
Hanbali.
2. Madzhab Syi’ah
Terdiri dari: Syi’ah Zaidiyah dan Syi’ah Imamiyah
3. Madzhab yang telah musnah.
Terdiri dari: madzhab Al-Auza’i, madzhab Ats Tsauri, madzhab Al laitsi,
madzhab Dhahiri ,madzhab Ath Thabari.
Madzhab yang dapat bertahan dan berkembang terus sampai sekarang serta
banyak diikuti oleh umat Islam di seluruh dunia adalah madzhab Hanafi, madzhab
Maliki, madzhab Syafi’I dan madzhab Hanbali. Madzhab-madzhab tersebut
tersebar ke seluruh pelosok negara yang berpenduduk muslim. Dengan
tersebarnya madzhab-madzhab tersebut, berarti tersebar pula syari’at Islam ke
pelosok dunia yang dapat mempermudah umat Islamuntuk melaksanakannya.
V. PENUTUP
Demikian makalah sederhana ini kami susun. Terimakasih atas antusiasme dari
pembaca yang berkenan menelaah isi makalah ini. Kritik dab saran tetap kami harapkan
sebagai bahan perbaikan. Sekian dan terimakasih.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Sillaturohmah Nur dan Budiman Mustofa. 2014 Fikih Muslimah Terlengkap.
Banyuanyar Surakarta: al-Qudwah
Yanggo, Huzaemah Tahido.1997. Pengantar Perbandingan Madhab. Ciputat: Logos
Wacana Ilmu
Bisri, Cik Hasan.2003. Model Penelitian Fikih. Bogor. Perdana Media
Arifi, Ahmad.2008. Pergulatan Pemikiran Fiqh “Tradisi” Pola Madhab. Yogyakarta:
Elsaq Press
Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi Ash. 1999. Pengantar Ilmu Fiqh. Semarang:
PT. Pustaka Riki Putra