Post on 06-Feb-2016
description
Pada praktikum kali ini dilakukanlah pengamatan tentang pengaruh cara
pemberian obat terhadap mula kerja obat. Mencit dipilih sebagai hewan uji karena proses
metabolisme dalam tubuhnya berlangsung cepat sehingga sangat cocok untuk dijadikan
sebagai objek pengamatan.
Pemberian obat pada hewan uji yaitu dilakukan melalui cara per-oral, dan
intraperitoneal. Secara teoritis, mula kerja obat (onset of action) menunjukkan bahwa
pemberian per oral lebih lamban dibandingkan intraperitoneal. Hal ini dikarenakan pada
pemberian per oral, obat tidak langsung masuk ke sirkulasi darah, namun harus melalui
siklus yang panjang melalui gastro intestinal, hepar dan kemudian ke sirkulasi darah.
Didalam saluran pencernaan tersebut, obat akan dimetabolisme oleh enzim di dinding
usus dan atau di hati pada lintasan pertamanya. Fenomena ini disebut sebagai
metabolisme lintas pertama (first pass metabolism) sehingga tidak semua dosis obat akan
mencapai sirkulasi sistemik.
Sedangkan pada pemberian intraperitoneal obat tidak mengalami proses absorbsi,
disolusi di gastro intestinal sehingga tidak mempengaruhi bioavailabilitas obat, sehingga
obat dapat langsung memberikan onset yang cepat karena langsung ke sirkulasi.
Keuntungan dengan cara intraperitoneal adalah obat yang disuntikkan dalam rongga
peritonium akan diabsorpsi cepat sehingga reaksi obat akan cepat terlihat. Pemberian obat
secara intraperitoneal tidak mengalami absorpsi tapi langsung kedalam pembuluh darah.
Duration of action pemberian obat secara peritoneal lebih cepat dibandingkan dengan
pemberian obat secara oral. Hal ini adalah dikarenakan pemberian obat per oral melewati
saluran 12 cerna yang memiliki rute cukup panjang dan melewati banyak fase seperti
perombakan di hati menjadi aktif dan tidak aktif. Semakin banyak fase yang dilalui maka
kadar obat akan turun sehingga obat yang berikatan dengan reseptor akan turun dan
durasinya menjadi pendek.
Berdasarkan penjelasan diatas, hasil praktikum yang telah dilakukan menunjukkan
kesesuaian dengan teori tersebut. Pada hasil praktikum ini, mencit yang telah diberi obat
dengan cara per-oral tidak menunjukkan efek hipotik (tertidur), namun tetap
menunjukkan efek sedatif (tenang) dengan rata-rata menit ke-11 setelah pemberian obat.
Berbeda dengan per-oral, mencit yang diberi obat dengan cara intraperitoneal
menunjukkan efek hipnotik pada rata-rata menit ke-6 dan efek sedatif pada rata-rata
menit ke-2 setelah pemberian obat. Dari uraian diatas, selain dapat diketahui jika efek
dari pemberian obat intraperitoneal lebih cepat dibanding per-oral, dapat diketahui pula
bahwa intraperitoneal memiliki bioavailibilitas (persentase obat yang mencapai sirkulasi
sistemik) lebih tinggi dibandingkan per-oral.
Kesimpulan:
Mula kerja obat (onset of action) pada pemberian per-oral lebih lambat dan memiliki
bioavailibilitas yang lebih rendah dibandingkan intraperitoneal. Hal ini disebabkan karena
intraperitoneal obat tidak mengalami proses absorbsi di gastro intestinal seperti per-oral namun
langsung menuju ke sirkulasi sistemik.
Saran:
Dalam menentukan rute pemberian obat, sebaiknya perlu perhatikan pula kelebihan dan
kekurangan masing-masing rute pemberian obat tersebut agar dapat di memberikan efek yang
sesuai dengan pasien harapkan.