Post on 04-Dec-2015
description
2.2. Biokimia Hati
Pada dasarnya hati melakukan pembetukan senyawa-senyawa yang akan dibawa untuk
membentuk sel darah merah melalui daur ulang heme yang di dapatkan dari sel darah merah
yang sudah usang. Bukan hanya itu dari heme dapat dibentuk kembali menjadi zat pewarna yang
disebut bilirubin, pada sesi ini akan dijelaskan secara mendetail apa yang akan terjadi pada heme
di dalam hati.
2.2.1. Katabolisme heme menghasilkan bilirubin
Dalam kondisi faali orang dewasa sehat, setiap jam 1-2 x10 eritrosit dihancurkan. Oleh karena
itu dalam 1 hari, seorang dengan berat badan 70 kg mempertukarkan sekitar 6 gram
hemoglobinnya. Jika hemoglobin dihancurkan, globin akan diuraikan menjadi asam-asam amino
pembentuknya yang kemudian dapat digunakan kembali, dan besi heme memasuki kompartemen
besi. Bagian porfirin yang bebas-besi juga diuraikan, terutama disel retikuloendotel hati, limpa,
dan sum-sum tulang.
Katabolisme heme dari semua protein heme tampaknya dilaksanakan difraksi mikrosom sel oleh
suatu system enzim kompleks yang disebut heme oksigenase. Pada saat heme yang berasal dari
protein heme mencapai sistem oksigenase. Pada saat heme yang berasal dari protein heme
mencapai system oksigenase, besi tersebut biasanya telah dioksidasi menjadi bentuk feri, yang
membentuk hemin, sistem heme oksigenase adalah system yang dapat diinduksi oleh substrat.
Hemin direduksi menjadi heme dengan NADPH, dan dengan bantuan NADPH lain, oksigen
ditambahkan kejembatan @-metin antara pirol 1 dan 2 porfirin. Besi fero kembali dioksidasi
menjadi bentuk feri, dengan penambahan oksigen lain, besi feri dibebaskan dan karbon
monoksida dihasilkan serta terbentuk biliverdin dari pemecahan cincin tetrapirol dalam jumlah
moral yang setara.
Pada unggas dan amfibia, biliferdin IX yang berwarna hijau diekskresikan pada mamalia, suatu
enzim larut yang dinamai biliverdin reduktase mereduksi jembatan metin antara pirol III dan
pirol IV ke gugus metilen untuk menghasilkan bilirubin, suatu pigmen kuning.
Diperkirakan bahwa 1 gram hemoglobin menghasilkan 35 mg bilirubin. Pembentukan bilirubin
harian pada orang dewasa adalah sekitar 250-350 mg yang terutama berasal dari hemoglobin
meskipun ada juga yang diperoleh dari eritropoesis inefektif dan berbagai protein heme lain
misalnya sitrokom P450.
Perubahan kimiawi heme menjadi bilirubin oleh sel retikuloendotel dapat di amati in vivo
sebagai warna ungu heme dalam hematom yang secara perlahan berubah menjadi pigmen kuning
billirubin.
Billirubin yang dibentuk dijaringan perifer diangkut kehati oleh albumin plasma. Metabolism
bilirubin selanjutnya, berlangsung terutama dihati. Metabolism ini dapat dibagi menjadi 3
proses : (1) penyerapan bilirubin oleh sel parenkim hati; (2) konjugasi bilirubin dengan
glukuronat diretikulum endoplasma; dan (3) sekresi bilirubin terkonjugasi kedalam empedu.
2.2.2. Hati menyerap bilirubin
Bilirubin hanya sedikit larut dalam air, tetapi kelarutannya dalam plasma meningkat oleh
pembentukan ikatan nonkovalen dengan albumin. Setiap molekul albumin tampaknya memiliki
satu tempat berafinitas-rendah untuk bilirubin. Dalam 100 ml plasma sekitar 25 mg bilirubin
dapat terikat erat dengan albumin ditempat berafinitas-tinggi. Bilirubin yang jumlahnya melebihi
angka ini dapat terikat secara longgar sehingga mudah terrlepas dan berdifusi kedalam jaringan.
Sejumlah senyawa, misalnya antibiotic dan obat lain bersaing dengan bilirubin untuk menempati
tempat pengikatan berafinitas-tinggi di albumin. Jadi, senyawa-senyawa ini dapat menggeser
bilirubin dari albumin dan menimbulkan dampak klinis yang signifikan.
Di hati, bilirubin dikeluarkan dari albumin dan diserap pada permukaan sinusoid hepatosit oleh
suatu system yang diperantarai oleh suatu system karier-perantara yang dapat jenuh. System
transpor terfasilitasi ini memiliki kapasitas yang sangat besar, bahkan pada kondisi patologis
sekalipun, system ini masih dapat membatasi laju metabolism bilirubin.
Karena system transport terfasilitasi ini memungkinkan tercapainya keseimbangan antara kedua
sisi membran hepatosit, penyerapan netto bilirubin tergantung pada pengeluaran bilirubin
melalui jalur-jalur metabolic lainnya.
Setelah masuk kedalam hepatosit, bilirubin berikatan dengan protein sitosil tertentu yang
membantu senyawa ini tetap larut sebelum dikonjugasi. Ligandin dan protein Y adalah protein-
protein yang berperan. Keduanya juga membantu mencegah aliran balik bilirubin kedalam aliran
darah.
2.2.3. Konjugasi bilirubin dengan asam glukoronat terjadi dihati
Bilirubin bersifat nonpolar dan akan menetap di sel jika tidak dibuat larut-air. Hepatosis
mengubah bilirubin menjadi bentuk polar yang mudah diekskresikan dalam empedu. Dengan
menambahkan molekul asam glukoronat ke senyawa ini. Proses ini disebut konjugasi dan dapat
menggunakan molekul polar selain asam glukuronat. Banyak hormon steroid dan obat juga di
ubah menjadi derivate larut-air melalui konjugasi sebagai persiapan untuk ekskresi.
Konjugasi bilirubin dikatalisis oleh suatu glukorono-siltransferase yang spesifik. Enzim ini
terutama terletak di reticulum endoplasma, menggunakan UDP-asam glukuronat sebagai donor
glukurunosil, dan disebut sebagai bilirubin UGT. Bilirubin monoglukuronida adalah zat antara
dan kemudian diubah menjadi diglueuronida. Sebagian besar bilirubin yang diekskresi dalam
empedu mamalia berada dalam bentuk bilirubin diglukuronida. Namun, jika terdapat secara
abnormal dalam plasma manusia, konjugat bilirubin terutama berupa monoglukorida. Aktifitas
bilirubin-UGT dapat di induksi oleh sejumlah obat yang bermanfaat secara klinis, mencakup
fenobarbital.
2.2.4. Bilirubin disekresikan ke dalam empedu
Selesai bilirubin terkonjugasi ke dalam empedu terjadi oleh suatu mekanisme transfor aktif yang
menentukan laju keseluruhan proses metabolism bilirubin di hati.
Protein yang berperan adalah MRP-2 (multidrug resistancelike protein 2) yang juga
disebut multispecific organic anion transporter (MOAT). Protein ini terletak di membrane
plasma kanalikulus empedu dan menangani sejumlah anion organic. Protein ini merupakan
anggota family transporter ATP-binding cassette (ABC). Transfor bilirubin terkonjugasi di hati
ke dalam empedu dapat diinduksi oleh obat – obat yang juga mampu menginduksi konjugasi
bilirubin. Jadi, system konjugasi dan ekskresi untuk bilirubin bertindak seperti suatu unit
fungsional empedu
2.2.5. Bilirubin terkonjugasi diresuksi menjadi urobilirubin oleh bakteri usus
Sewaktu bilirubin terkonjugasi mencapai ileum terminal dan usus besar, glukuronida dikeluarkan
oleh enzim bakteri khusus (β-glukuronidase), dan pigmen tersebut kemudian direduksi oleh flora
feses menjadi sekelompok senyawa tetrapirol tak-berwarna yang disebut urobilinogen. Di ileum
terminal dan usus besar, sebagian kecil urobilinogen direabsorpsi dan diekskresi ulang melalui
hati sehingga membentuk siklus urobilinogen enterohepatik. Pada keadaan abnormal, terutama
jika terbentuk pigmen empedu dalam jumlah berlebihan atau terdapat penyakit hati yang
mengganggu siklus intrahepatik ini, urobilinogen juga dapat diekskresikan ke urine
Pada keadaan normal, sebagian besar urobilinogen yang tak berwarna dan dibentuk di kolon oleh
flora feses mengalami oksidasi di sana menjadi urobilin (senyawa berwarna) dan diekskresikan
di tinja. Bertambah gelapnya tinja ketiks terkena udara disebabkan oleh oksidasi urobilinogen
yang tersisa menjadi urobilin
2.2.6. Hiperbilirubenemia menyebabkan ikterus
Jika bilirubin darah melebihi 1 mg/dl (17,1 μmol/L), hiperbilirubinemia akan timbul.
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi kemampuan hati
normal untuk mengeksresikannya, atau disebabkan oleh kegagalan hati (karena rusak) untuk
mengekresikan bilirubin yang doproduksi dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati,
obstruksi saluran ekskresi hati dengan menghambat ekskresi bilirubin juga akan menyebabkan
hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini bilirubin tertimbun di dalam darah, dan jika
konsentrasinya mencapai nilai tertentu (sekitar 2-2,5 mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke dalam
jaringan yang kemudian menjadi kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice.
Dalam pemeriksaan klinis ikterus, pengukuran bilirubin serum sangat bermanfaat, metode untuk
mengukur jumlah kandungan bilirubin dalam serum pertama kali dirancang oleh vaa den bergh
dengan menerapkan uji Ehrlich untuk bilirubin di urine. Reaksi Ehrlich didasarkan pada
penggabungan asam sulfanilat terdiazotisasi (reagen diazo Ehrlich) dan bilirubin untuk
menghasilkan senyawa azo yang berwarna ungu kemerahan. Dalam prosedur aslinya, seperti
diuraikan ole Ehrlich, metanol digunakan untuk menghasilkan larutan untuk melarutkan bilirubin
dan reagen diazo. Suatu saat van den bergh secara tidak sengaja lupa menambahkan methanol
kettika berupaya memeriksa pigmen empedu di dalam empedu manusia. Dengan terkejut
pembentukan warna normal terjadi “secara langsung”. Bentuk bilirubin tanpa penambahan
methanol ini dinamai bilirubin yang “bereaksi langsung”. Kemudian ditemukan bahwa reaksi
langsung yang sama ini juga terjadi diserum pada kasus – kasus ikterus akibat obstruksi empedu.
Namun, penambahan methanol masih diperlukan untuk mendeteksi bilirubin dalam serum
normal atau bilirubin yang berlebihan dalam serum pada kasus ikterus hemolitik yang tak
disertai tanda – tanda obstruksi. Untuk bentuk bilirubin yang dapat diukur hanya setelah
penambahan methanol ini, kita menggunakan istilah “bereaksi tak langsung”.
Kemudian ditemukan bilirubin indirek adalah bilirubin bebas (tak-terkonjugasi) dalam
perjalanan ke hati dari jaringan retikuloendotel, tempat bilirubin dihasilkan dari pemecahan
porfirin heme. Karena tidak larut air, bilirubin ini memerlukan methanol untuk memulai
penggabungan dengan reagen diazo. Di hati bilirubin bebas dikonjugasikan dengan asam
glukuronat dan konjugatnya, terutama berupa bilirubin diglukuronida, kemudian dapat
diekskresikan ke dalam empedu. Selain itu, bilirubin terkonjugasi, karena larut-air, dapat
bereaksi secara langsung dengan reagen diazo sehingga “bilirubin langsung/direk” van den bergh
sebenarnya adalah bilirubin terkonjugasi (bilirubin dglukuronida).
Hiperbilirubin dapat diklasifikasikan, bergantung pada jenis bilirubin yang ada di plasma, tak-
terkonjugasi atau terkonjugasi menjadi hiperbilirubinemia retensi, akibat produksi berlebihan,
atau hiperbilirubinemia regurgitasi, akibat refluks ke dalam aliran darah karena obstruksi
empedu.
Pemisahan atau pengukuran bilirubin tak-terkonjugasi dan terkonjugasi dapat dilakukan dengan
menggunakan kromatografi cair bertekanan tinggi (high pressure liquid chromatogaphy).
Karena hidrofobisitasnya, hanya bilirubin tak-terkonjugasi yang dapat menembus sawar darah
otak dan masuuk ke dalam susunan saraf pusat; jadi, ensefalopati akibat hiperbilirubinemia
(kernikterus) hanya dapat terjadi kaitannya dengan hiperbilirubinemia retensi. Di pihak lain,
karena sifatnya yang larut air, hanya bilirubin terkonjugasi yang muncul dalam urine. Oleh sebab
itu, ikterus kolurik (koluria adalah adanya pigmen empedu dalam urine) hanya terjadi pada
hiperbilirubin regurgitasi, dan ikterus akolurik terjadi bilirubin tak-terkonjugasi melebihi nilai
normal.