Post on 27-Mar-2016
description
Desain Sampul“M”
KontributorAde Annisa GieriAdhitya DwisetyoAndi Rha Rha RhaAstrid Septriana
Zulfikar AriefMurethy
Kontake-mail:
minormedia@yahoo.com
@media_minor
Blogminormedia.tumblr.com
Sms0838 9227 9679
www.issuu.com/minormedia
Minor merupakan wadah yang
terbuka bagi siapapun untuk
berkontribusi dan memproduksi
gagasan dan produk kreatif terhadap
tema dalam fenomena yang terjadi
dalam kehidupan, membawa
pengetahuan mereka dalam bentuk
berupa tulisan, audio dan atau visual.
MINOR Edisi 3/2013
Terinterupsi oleh mati lampu, gelap namun berhikmah sepi, sunyi, tenang walaupun sejenak. Menginterupsi keterinterupsian datang ketika melihat minimarket yang kini menjamuri kota. Sejenak memperhatikan sepetak area yang terang-benderang sendiri dihidupi oleh genset dan terlihat
orang-orang datang menghampiri entah membeli ataupun mengisi energi piranti sambil ngopi layaknya laron-laron yang
tertarik menghampiri sumber cahaya.
•Teks & Desain Sampul oleh: “M”
Sampul hikayat
Kala, perhiasan buatan tangan dengan seni kolase tercetak di atasnya yang secara eksklusif dibuat oleh Resatio Adi Putra.
Didirikan pada akhir 2012. Kala berasal dari bahasa Sansekerta. Kala berarti waktu, seni, sajak, sebuah bagian kecil. Ya, ada banyak makna di dalam Kala. Kami menempatkan seni kolase misterius dan surealis di dalamnya dengan sentuhan nuansa berkarat dan klasik.
Terdapat puisi kecil di belakang masing-masing seni kolase yang dicetak pada perhiasan sembari berharap Anda akan menemukan makna sendiri pada kolase kami.
E: kala.jewelry@yahoo.com F: facebook.com/KalaJewelry T: @kalajewelryT: kala-jewelry.tumblr.com
MOTOROTOARMotor Masuk Trotoar, Harap Didorong!
Mari Hargai Hak Pejalan Kaki
Konversi benda amal•Daur ulang•Lapak amal keliling•Kolaborasi komunitas•
Hubungi kami di:twitter : @ruangkolekanwebsite : www.ruangkolekan.comtelp : 021 - 29501002sms : 08568904511
KOLEKANTEPAT GUNA
Byar-pet, byar-pet! pet-pet-pet! Gelap. gerah, bosan,
tidak ada hiburan? nonton TV terinterupsi, mau mandi
air bak belum terisi. Ketika mati lampu menjadi momen
yang sebenarnya bisa menjadi sesuatu yang asyik kalau
sejenak kita melihat sekitar bisa menjadi sarana menghibur
diri. Melihat sejenak? lah kan gelap?
Yuk mari kita rehat sejenak melihat dengan mata,
mari melihat dengan meraba. Layaknya saudara kita
yang penyandang tuna netra, kegelapan tentu bukan
penghalang bagi kita untuk menikmati suasana. Mereka
memiliki sensitifitas perabaan dan atau pendengaran yang
lebih tajam. Sudah, sudah jangan mengutuk kegelapan,
mari bersenang-senang dalam kegelapan.
Grafik diatas bermaksud “melihat dengan meraba”.
ternyata dari sekedar merespon benda-benda sekitar
seperti mengetuk-ngetuk meja, lemari bahkan mungkin
bagi mereka yang bisa memainkan orkestra gelas dapat
menjadi musik yang bisa didengar :)
Atau mungkin meraba untuk mengenali tekstur dan
bentuk benda-benda sekitar dan menebaknya setelah
itu cobalah menjelajah dengan cara mencoba berjalan
dari kamar hingga pintu depan, seberapa banyakkah
Kita bilang “aduh” menabrak benda-benda sekitar
mengindikasikan ternyata Kita belum mengenal dengan
baik bahkan ruangan kita sendiri :)
Jika ingin lebih ingin interaktif cobalah bermain meraba
wajah orang yang ada disekitar. Bisa menciptakan gelak
tawa tersendiri apalagi jika dimainkan oleh keluarga yang
memiliki anak kecil :)
*“Ta
k ad
a lis
trik
, tak
ada
air,
tak
jadi
man
di.”
Metropolitan, tak henti-hentinya meneriakan kebisingan mulai dari derap langkah kaki yang sibuk, bunyi klakson mengamuk di padatnya pagi, hingga bunyi-bunyian informasi yang tak pernah
tidur. Di sisi lain, kita juga bisa dengarkan irama dari musik, gagasan penyair, atau bahkan hantaman guntur. Bunyi adalah keseharian, dengarkan semua yang resonansinya tertangkap indera telinga. Lalu, bagaimana sang bisu bisa kita dengar suaranya? Membaca raut wajah dan geliuk gerak tubuhnya? Menginterpretasi bunyi-bunyian verbal yang tidak terucap? Bagaimana mendengarkan jerit kata hati atau dialog antara angin yang terbentur tembok bangunan? Lagipula apa gunanya? Bila agama punya ritual ibadah, alam punya ruang penghayatan untuk dijelajah. Medianya beragam, salah satu yang termudah dengan mengambil jarak dari frame ‘Urban’. Urban yang kaya kelap-kelip lampu dan mesin buatan manusia, matikan itu semua, atau bisa saja mengambil kesempatan ketika listrik padam, kejadian yang seringkali dicaci. Pulang kepada gelap, tanpa suara televisi, radio atau suara mesin air yang bergemuruh. ....Ngiiiiing..ngiiiing..Bunyinya-bunyian ungkapan sunyi, bisa memekakan telinga. Manusia urban, terbiasa dengan gemuruh. Tapi, bunyi yang tertangkap telinga tadi bisa kita kelola jadi pemikiran liar tentang ini siapa yang sedang berbicara, suara ‘ngiiiiing’ tadi datang dari mana? Suara gesekan daun dengan dahan, tetesan embun, pergerakan akar di bawah tanah yang kita pijak. Interaksi dengan sekitar, dengan penghayatan lebih, karena hidup bukan hanya sekedar sekolah, bekerja, beranak-pinak, untuk menuju mati. Mendengarkan kesunyian, berpenjar bersama diam, untuk khusuk membedah identitas diri yang utuh. Kata hati, guratan pemikiran dan sikap yang dilakukan akan jadi seirama, saling mengamini. Menghidupi makna dan pesan yang bertebaran dalam hidup, berlatih untuk tergeletak mati dalam lian kubur. Menyadari diam dan dengungan sunyi sebenarnya adalah bagian dalam bunyi-bunyian yang terdengar pada hiruk pikuk kota. Dalam ketukan musik selalu ada diam yang memberi jeda tiap detik jeda, dalam ibadah ada diam. Diam adalah irama itu sendiri. Jangan hujat listrik padam, jangan lari darinya dengan kegaduhan. Mungkin itu adalah saat tepat untuk menepi dan ambil jarak sesaat dari noise yang mendistorsi isi kepala.
NGUPINI
NGUPINI
MINORAKSI
Teks
: As
trid
Sep
tria
na
NGUPINIMINORITA
Oke, oke.. ini memang membahas mati lampu.. dimana orang kota tampaknya seperti kehilangan separo dayanya ketika listrik
lenyap barang sekejap saja. Mati lampu, lampunya mati, namun tampaknya memikirkan hal tersebut malah tertuju pada lampunya. Ya, lampu… nyala…bohlam… simbol yang sering terlihat ketika muncul ide pada balon kata di komik, ilustrasi maupun audio visual. Memangnya kalau mengunakan gambar sumber cahaya seperti lilin, obor, api unggun kan bisa juga donk? muncul cahaya muncul ide. Ah, pastilah terlihat kurang kece?
Ah, kenapa harus bohlam juga? Lampu bohlam temuan Thomas Alva Edison itu merajai penampakan ilustrasi ketika orang mendapat ide, atau jangan-jangan Anda sedang memikirkannya malah. Ah, mungkin karena ditengah gelapnya inspirasi nyala bohlam merupakan tanda ide datang,. Ya tapi kalo pikirannya lagi mati lampu itu gimana dong? (memang bisa pikiran mati lampu? He..he..he..)
Oke, oke Saya sedikit sensitif memang tapi tanpa tendensi apapun tampaknya jikalau memang pikiran yg belum dapat ide itu diumpamakan pikiran sedang “mati lampu” yah berarti itu bohlam gak bisa nyala karena: “listrik”nya dari mana???
Ide : Ade Gieri, Astrid, Adhitya Dwisetyo, Zulfikar Arief
Foto: Andi rharharha