METOPEL TM 12 ANALISIS STATISTIKA

Post on 09-Jan-2017

70 views 6 download

Transcript of METOPEL TM 12 ANALISIS STATISTIKA

TM_XIIANALISIS

STATISTIKA DALAM

PENELITIAN (Hartoko, 1998)

 

METODE ILMIAHMETODE PENELITIANDESAIN PENELITIANSTUDI PUSTAKAPERUMUSAN MASALAHMEMILIH VARIABEL dan TEKNIK PENGUKURANNYAMERUMUSKAN DAN MENGUJI HIPOTESISDISAIN PERCOBAAN

TEKNIK SAMPLINGTEKNIK MEMBUAT SKALAANALISIS DAN PENAFSIRANTEKNIK STATISTIK DALAM ANALISISMENULIS LAPORANSEMINARMEM_PUBLIKASIKAN

LAPORAN PENELITIANKata PengantarDaftar isiDaftar tabelDaftar GambarPENDAHULUANPerumusan MasalahTINJAUAN PUSTAKATUJUAN DAN MANFAATMATERI DAN METODEWaktu dan tempatMateriMetode

HASIL DAN PEMBAHASANKESIMPULAN DAN SARANDAFTAR PUSTAKALAMPIRAN

PERANAN STATISTIKA DALAM PENELITIAN (Hartoko, 1998) Setiap kali kita mengadakan penelitian untuk menjawab suatu masalah, maka jadilah jawaban itu suatu pengetahuan. Kumpulan pengetahuan yang telah ditata secara beraturan atau bersistem melalui pengamatan, pengkajian dan percobaan, dinamakan science.

Mengapa kita perlu menata pengetahuan pengetahuan yang kian lama kian banyak itu menjadi ilmu pengetahuan.

Andi Hakim Nasution (1982) menjawab, karena kita ingin mewariskan kumpulan pengetahuan itu sebagai unsur budaya kepada anak cucu kita melalui usaha pendidikan.

Agar proses pewarisan itu dapat berlangsung lancar, pengetahuan harus diatur sistematik menurut penalaran yang logis. Kalau tidak demikian akan sulit diterima atau bahkan tidak mungkin diterima oleh para pewaris.Penyebarluasan kumpulan pengetahuan dalam bentuk ilmu akhirnya membuat lebih

banyak lagi orang yang merasa tertarik untuk ikut berpikir dan berusaha mengembangkan. Bertambah pesat pulalah kemudian perkembangan ilmu itu.Penelitian ilmiah merupakan suatu proses belajar yang terarah. Penggunaan statistika dimaksudkan agar proses belajar tersebut dapat dibuat efisien.

Matematika, statistika dan logika dapat berperan mulai dari langkah penyusunan model dan hipotesis.

Dikemukakan oleh Barizi (1979), hipotesis yang merupakan konsekuensi dari model itu seyogyanya bersifat operasional dan mudah‑diuji. Untuk itu pengetahuan statistika akan banyak membantu peneliti. 

Berdasarkan hipotesis yang telah disusun, keadaan medan dan pengetahuan yang ada dapat dibuat suatu rancangan tentang macam data yang perlu dikumpulkan dan cara pengumpulannya. Pengetahuan statistika, terutama perancangan percobaan dan teknik penarikan contoh, dapat membantu dalam penyusunan /rancangan pengumpulan data secara efisien. 

Setelah model dan hitotesis tersusun serta data telah terkumpul, langkah berikutnya ialah menga dakadakan penguj ian atau verifikasi terhadap hipotesis.

Selain itu perlu pula diadakan pendugaan terhadap parameter yang ada dalam model. Dalam langkah pengujian hipotesis dan pendugaan parameter inilah statistika paling banyak memegang peranan sehingga banyak yang mengira bahwa statistika hanya perlu digunakan pada langkah ini.

Selanjutnya dikemukakan pula oleh Barizi (1979) bahwa statistika juga berperan dalam mengurangi pengaruh galat percobaan (error). Analisis statistika akan dapat memberikan ukuran ketepatan (precision) bagi pengaruh yang diduga, sehingga kita dapat mendeteksi pengaruh dari faktor yang diselidiki meskipun pengaruh galat percobaan tidak dapat dihilangkan seluruhnya.

Analisis statistika dapat menunjukkan apakah suatu korelasi merupakan hubungan sebab akibat atau bukan.

Tidak semua pengaruh bekerja secara sendiri‑sendiri, adakalanya beberapa pengaruh bekerja bersama dan tidak dapat dijumlahkan.

Dengan menggunakan rancangan percobaan dan analisis statistika yang sesuai, tidak hanya pengaruh sederhana saja yang dapat dievaluasi, tetapi juga yang tidak linier dan tidak aditif (pengaruh interaksi). Model yang biasa digunakan dewasa ini bagi suatu maslaah penelitian adalah model matematika.

Barizi (1979) mengemukakan empat kelebihan model matematika bila dibandingkan terhadap model verbal, yakni

Model matematika dapat merumuskan masalah dengan lebih singkat dan padat, sehingga struktur masalah lebih mudah ditangkap.

Hubungan antar komponen dalam model matematika lebih jelas digambarkan. Dengan model matematika kuantifikasi lebih mudah dilakukan, sehingga metode kuantitatif dapat diterapkan untuk menganalisis masalah tersebut.

Membuka jalan untuk menggunakan komputer, sehingga kemampuan mengungkapkan masalah dapat ditingkatkan lagi.

Kebanyakan metode untuk pengujian hipotesis didasar kan pada anggapan tertentu (distribusi normal, acak, ragam homogen). Kenyataannya asumsi tersebut tidak selalu dapat dipenuhi, atau distribusinya tidak diketahui. Sukardi (1996) mengemukakan bahwa bila asumsi tersebut tidak dipenuhi, maka ada dua hal yang dapat kita lakukan.

Pertama, kita dapat melakukan transformasi terhadap data atau variabel asli sehingga dapat diperoleh data atau variabel yang dapat memenuhi asumsi yang diperlukan bagi keabsahan penggunaan sidik ragam.

Sebagai contohnya, apabila kita mempunyai data persentase atau proporsi, menurut teori statistika akan menyebar dalam suatu bentuk distribusi binomial.

Agar supaya data ini dapat berubah mengikuti suatu distribusi normal, maka harus dilakukan 'pentransformasian' data, sehingga asumsi bagi penggunaan sidik ragam dapat dipenuhi.

Kedua, melakukan pengujian dengan menggunakan teknik yang tidak memerlukan asumsi tertentu yaitu tes non parametrik atau sering disebut juga bebas sebaran (free distribution) karena tidak tergantung pada suatu sebaran tertentu.

Meskipun demikian perlu diperhatikan, tes ini tidak lebih kuat hasilnya jika dibandingkan dengan tes parametrik. 

 Djarwanto (1983) mengemukakan bah uji nonparametrik atau bebas sebaran (free distribution) digunakan bila bentuk distribusi populasinya, darimana sampel diambil, tidak diketahui menyebar secara normal.Variabel dinyatakan dalam bentuk nominal (diklasifikasikan dalam katagori dan dihitung frekuensinva).

Variabel dinyatakan dalam bentuk ordinal (disusun dalam urutan, dinyatakan dalam jenjang 1, jenjang 2, jenjang 3 dan seterusnya). 

 Keterbatasan Analisis StitistikaMetode percobaan umumnya merupakan pendekatan yang ideal bagi penelitian analitik, namun dalam keadaan tertentu agak sulit untuk dilaksanakan sepenuhnya.

Kondisi semacam ini tidak terbatas pada penelitian masalah sosial saja, karena dalam metodologi, kesehatan, bahkan di bidang biologipun percobaan yang "ideal" terkadang sulit atau tidak mungkin dilakukan.Beberapa kelemahan tes non parametrik, menurut Sukardi (1996) adalah sebagai berikut :

Apabila nggapan pada tes parametrik itu dapat dipenuhi, maka tes nonparametrik merupakan penghamburan data. Tes parametrik 10% lebih efisien dibanding dengan tes non‑parametrik.

Tes non ‑parametrik pengganti tes parametrik untuk menguji interaksi dalam model sidik ragam belum ada.

Kesulitan yang kedua menyangkut lemahnya ke simpulan hasil percobaan dalam mencerminkan karakteristik populasi sasarannya.

Sebagai contoh, kesimpulan yang diperoleh dari percobaan keefektifan jenis pengobatan terhadap pasien dengan penyakit tertentu mungkin hanya berlaku bagi populasi percobaan (pasien yang memiliki kemiripan latar belakang tingkat sakit dan lingkungan perawatan nya).

Memperluas cakupan kesimpulan bagi semua pasien yang mungkin menderita yang sama memerlukan penelitian empirik yang sangat ekstensif, yang menjangkau variasi ras, jenis kelamin, umur, lingkungan perawatan (rumah sakit, klinik atau di rumah) dalam kurun waktu yang lebih panjang.

Seorang peneliti dalam usaha memanfaatkan data semaksimal mungkin menghadapi tiga masalah dasar yaitu pengukuran, representasi dan pengendalian. Masalah dasar pertama yakni pengukuran, membawa kita pada pentingnya validitas dan reliabilitas. Validitas berkaitan erat dengan presisi dan akurasi.

Metode percobaan cukup kuat dalam aspek pengendalian tetapi lemah dalam representasi hasil, penelitian melalui survai relatif lemah dalam pengendalian keragaman tetapi cukup kuat dalam representasi hasil karena umumnya didasarkan pada kondisi alami dari masalah yang dihadapi, sedangkan metode observasi lemah dalam pengendalian keragaman dan kadang lemah pula sebagai cerminan keadaan yang sebenarnya.

Metode yang terakhir ini sering digunakan karena faktor kemudahan, biaya yang terbatas atau keinginan mengamati masalah dalam keadaan_yang sebenarnya (Aminudin, 1995).

ValiditasAlat pengukur yang berfungsi dengan baik akan mampu mengukur dengan tepat gejala sosial tertentu; alat tersebut disebut valid (sah, absah, sahid, benar). Misalnya termometer harus dipakai untuk suhu, bukan harus dipakai untuk mengukur kocerdasan, dan sebagainya. 

Disamping untuk mengukur ketepatan alat pengukur dikatakan valid jika mampu memberikan reading (score, biji) yang akurat dan teliti, yaitu mampu secara cermat menunjukan ukuran besar kecilnya dan gradasi suatu gejala.

Misalnya, termometer dengan cermat menunjukan angka 400 C jika suhu seorang penderita panasnya benar setinggi 400C. Meteran dianggap akurat, panjang benda 5,90 meter dikatakan 5,90 meter, dan seterusnya.

Jadi, pada validitas terdapat dua unsur, yaitu ketepatan dan ketelitian. Dalam hal ilmu kealaman, masalah validitas relatif mudah dicapai, tetapi pada fenomena sosial hal ini sulit diperoleh. Penyebabnya antara lain gejala sosial umumnya bersifat kompleks, majemuk dan saling berkait.

Karena sifat demikian, maka untuk meneliti gejala sosial diperlukan alat pengukur majemuk (compound measuring devices), yang masing‑masing dapat mengukur unsur terkecil dari gejala tingkah laku manusia. Unsur terkecil ini disebut item.

Pengujian validitas suatu alat ukur merupakan peristiwa penting bagi keberhasilan penelitian. Untuk memperoleh fakta yang valid dan dapat dipercaya dari sejumlah individu, para peneliti pada umumnya menggunakan kriteria sebagai berikut. 

Dibantu oleh catatan (records), misalnya catatan periode, biografi, catatan khusus, dokumen, daftar nilai, daftar konduite, file kepolisian, dan sebagainya. Status sosial, misalnya kedudukan/ jabatan di suatu lembaga/ jawatan, keanggotaan kelompok sosial lainnya.

Melakukan observasi dan pencatatan secara simultan dengan berbagai metode, misalnya metode biografi, wawancara, dan sebagainya. Penilaian dan penaksiran (rating) oleh beberapa observasi secara bersamaan.

Untuk menguji validitas alat ukur, biasanya peneliti melakukan satu, dua atau tiga kali percobaan (tryout). Pada umumnya pembuatan suatu tes atau alat pengukur lain tidak dapat diselesaikan cepat dengan menggunakan satu tryout saja, karena dengan sekali percobaan belum dapat dijamin validitas yang meyakinkan sehingga tryout tersebut perlu dikoreksi dan direvisi itemnya, serta dibuat tryout kedua kalinya.

Penelitian mengenai kesahihan item satu demi satu itu disebut analisis item (item analysis) (Setiawan, 1996). Fardiaz (1989) mengemukakan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi ketelitian data, seperti persiapan sampel, penarikan sampel, instrumen, analis, pelaksanaan penelitian, kalibrasi dan standar kalibrasi serta kondisi analisis dan komputasi.

Instrumen jelas berpengaruh terhadap data yang dikumpulkan selama penelitian, mengingat setiap instrumen mempunyai karakteristik dan kepekaan sendiri. Meskipun kecanggihan suatu instrumen sering dihubungkan dengan ketelitian data yang didapat, namun ini tidak berarti bahwa makin canggih suatu instrumen data yang diberikannya makin benar,

oleh karena bagaimanapun juga data yang diberikan sangat tergantung pada keahlian seorang analis dalam menggunakan instrumen tersebut dan sekaligus menginterpretasikannya dalam bentuk data analisis.

Disamping itu, kalibrasi yang seharusnya dilakukan secara rutin terhadap instrumen sangat menentukan kebenaran data yang diberikannya.

Dan metode komputasi yang dilakukan oleh setiap analis/pelaksana penelitian sering merupakan sumber kesalahan dalam menyiapkan data yang benar. 

ReliabilitasPeristiwa yang erat hubungannya dengan validitas adalah reliabilitas (hal yang dapat dipercaya). Sebelum alat ukur dipakai, validitas ditentukan terlebih dahulu, sebab basil penelitian yang optimal ditentukan oleh validitas dan reliabilitas alat pengukurnya.

Realibilitas adalah kehandalan suatu tes seperti yang dicerminkan dalam kemantapan, keajegan dari skor setelah melakukan pengukuran yang berulang‑ulang terhadap kelompok yang sama.

Teknik untuk menetapkan realibilitas alat ukur didasarkan pada pembandingan atau komparasi antara hasil pengukuran yang dilakukan berulang‑ulang pada sejumlah subjek yang sama.

Prinsip demikian dapat dipenuhi secara mudah pada pengukuran benda anorganik (fisik).

Dengan pengulangan beberapa kali saja kondisinya dapat dikontrol secara teliti dan relatif mudah. Besarnya perkiraan tentang ketidakstabilan dari skor dapat dibatasi seminimal mungkin.

Tidak demikian halnya pada fenomena sosial karena dapat sulit mengendalikan kondisinya secara sempurna.

Akibatnya, banyak didapatkan ketidakstabilan pada skor. Untuk mengatasi hal tersebut ditentukan prinsip : semakin banyak subjek yang dikenai pengukuran, maka semakin baik hal tersebut sebagai kriteria penilaian reliabilitasnya.

Dari hasil penilaian reliabilitas pengukuran, peneliti mencari indeks dan pengukuran, pedoman diantara hasil pengukuran pertama dengan pengukuran ulangan lainnya. Indeks hubungannya disebut sebagai koefisien korelasi (Setiawan, 1996) 

PENUTUPStatistik berperan besar dalam tahap pengumpulan dan analisis data.

Pada tahap penyusunan model dan perumusan hipotesis berperan sedang, sebab tidak selalu peneliti menggunakan model mate matis, ada kalanya lebih senang memilih model verbal (Tabel 1.).

Tabel 1. Peranan Statistika TAHAP PENELITIAN B s K

Penyusunan Perumusan Masalah vModel dan Hipotesis v Pengumpulan Data vAnalisis Data vKesimpulan v

Stafistika non parametrik banyak digunakan pada penelitian non eksperimental, sedang statistika parametrik banyak dipakai pada penelitian eksperimental. 

Dalam penarikan kesimpulan, utamakan pengetahuan (bidang ilmu) pokoknya.

Statistika hanyalah alat untuk membantu melihat fakta berdasarkan data.

Perlu disadari bahwa pada hakekatnya tidak ada satu metode yang sempurna. Masing‑masing memiliki kelemahan tertentu.

Sebagai ilustrasi, dalam penelitian sosial, dengan observasi saja kita tidak mengetahui sikap dan perasaan masyarakat yang sesungguhnya, oleh karena itu perlu dilakukan interview.   

Sebaliknya dengan interview saja sering kali kita dapatkan pandangan yang subyektif dan impian yang belum tentu sesuai dengan kenyataan sebenamya.

Oleh karena itu perlu dilengkapi pengamatan, atau bahkan perlu diadakan percobaan.   

DDAFTAR PUSTAKA AAunudin, 1995. Beberapa Permasalahan Dalam Penerapan Statistika Untuk Penelitian. Makalah Lokakarya Problematika Statistika dan Metodologi Penelitian Ilmu‑ilmu Pertanian. Kerjasama ISPI Cabang Purwokerto dengan Fakultas. Petemakan Unsoed Purwokerto, 8 Agustus 1995. 

Benyamin G. Bracket, B.G , Seidel G.E Jr., and S.M. Seidel 1981. New Technologies in Animal Breeding. Academic Press, New York, London.

 Dent J.B and J.R. Anderson, 1971.

System Analysis in Agricultural Management John Wiley & Sons Autrelia PTY LTD. Sydney, New York, London, Toronto

 

Mason I.L and V.Buvanendran, 1982. Breeding Plans for Ruminant Livestock in the Tropics Food and Agriculture Organitation of The United NationsRome

 Ibrahim, M.N.M., de Jong. R, van

Bruchem. J., dan H.Purnomo (1991). Livestock and Feed Development in the Tropics. Proceeding of the International Seminar held at Brawijaya University, Malang, Indonesia, 21-25 Oktober , 1991.

 Warwick E.J. arid J. E. Legates R.,

1983. Breeding ~ Improvement of Farm Animals.Tate McGraw-I-lull Pub Copeny. Ltd. P 588

 Weller, J.I., 1994. Economic Aspects

of Animal Breeding. First Edition 1994 Published by Chapman & Hall, 2-6 Boundaiy Row,London SEI 8HN, UK

    

DISAIN PERCOBAAN

Proses merenanakan penelitian, lengkap denganpenataan obyek penelitian,Model matemaik,Perlakuan, ulangan, Pengukuran dan Pengambilan data.

Memperoleh informasi sebanyak mungkin dengan kesalahan sekecil mungkin

DISAIN PERCOBAAN

Pemilihan dan penggunakan pola percobaan.

Eksperimental • Rancangan Acak Lengkap• Faktorial

SurvaiStudi kasus

PENGUMPULAN DATA

Data PrimerData Sekunder

Data penelitianData survai

Metode sampling• Acak• Stratified

UJI HIPOTESIS

• Konsistensi logis Alasan dedukstif Alasan induktif • Uji statistika