Post on 21-Oct-2015
description
BAB I
PENDAHULUAN
Fibromyalgia adalah kelainan yang sering ditemui, dicirikan oleh adanya nyeri
musculoskeletal kronik yang menyebar luas disertai rasa kelelahan dan ditandai
dengan tender point pada penekanan otot ligament dan insersi tendon dengan
penyebaran yang simetris, kekakuan, mudah lelah, parestesi, dan gangguan tidur. 1 Sir
William Gowers 1904,pertama kali menggunakan istilah fibromiositis,kini istilah
tersebut ternyata kurang tepat. Berbagai nama lain kemudian berkembang dan dikenal
sebagai sinonim dari fibromyalgia : soft tissue rheumatism, tendomiopati, miogelosis,
neuroasthenia, muscular rheumatism, myalgic encephalomyelitis, dll
Tahun 1977, oleh Smythe dan Moldofsky memperkenalkan untuk pertama kali
istilah fibromyalgia sebagai suatu sindrom klinis dari gejala penyebaran nyeri dan
beberapa tanda tender point, disertai dengan gambaran karakteristik yang lain yaitu
gangguan tidur, kekakuan dan stress emosional.
Fibromialgia bukan merupakan suatu bentuk artritis karena tidak menyebabkan
kelainan sendi, tetapi dapat muncul bersamaan dengan jenis artritis rheumatoid, SLE,
ataupun penyakit jaringan ikat lain. Pada pasien penyakit autoimun didapatkan
sebanyak 20-25% disertai dengan fibromialgia
Istilah fibromialgia baru muncul belum terlalu lama, meskipun gejalanya telah
banyak dibahas dalam literatur kedokteran sejak awal tahun 1900- an. Baru pada tahun
1989, fibromialgia muncul pada salah satu buku teks reumatologi dengan istilah
fibrositis yang pada tahun 1990 diubah oleh American College of Rheuma- tology
(ACR) menjadi sindrom fibromialgia, mengingat istilah fibrositis yang kurang tepat.2
Bersama dengan penyakit nyeri dan kelelahan kronik lainnya, fibromialgia
dapat dikatakan sebagai beban kesehatan yang besar yang belum dapat diatasi secara
efektif oleh ilmu kedokteran barat konvensional.3 Pasien rata-rata sudah berobat
selama 5 tahun sebelum diagnosis yang tepat ditegakkan. Lebih dari 50% pasien
fibromialgia mengalami salah diagnosis dan menjalani operasi yang tidak perlu.4
1
Setelah tatalaksana selama 7 tahun, 50% pasien fibro- mialgia belum merasa puas
dengan kesehatan mereka, 59% menilai kesehatan mereka tidak membaik atau bahkan
memburuk. Dengan kata lain tatalaksana medis saat ini belum menghasilkan perbaikan
pada status kesehatan maupun keparahan penyakit.3
Hal tersebut menyebabkan tingkat kecacatan akibat fibromialgia relatif tinggi, yaitu
44%. Sekitar sepertiga pasien di Amerika Serikat harus memodifikasi pekerjaan
mereka. Biasanya mereka harus mempersingkat waktu kerja, sehingga pendapatannya
menurun dan beban finansial meningkat. Beban biaya kesehatan akibat fibromyalgia di
Amerika Serikat diperkirakan mencapai 9 milyar dolar per tahun.4
2
BAB II
PEMBAHASAN
I. Epidemiologi
Berdasarkan data di Amerika Serikat, kira-kira 20% pasien klinik rheumatologi
adalah pasien fibromyalgia, yang kebanyakan berusia 30-50 tahun. Dari data tersebut
dapat dikatakan 1 dari 5 pasien yang berobat adalah fibromialgia.1 Thompson4
melaporkan fibromialgia sebagai penyakit terbanyak kedua yang ditemui dalam
praktek rheumatologis.
Fibromyalgia lebih banyak menyerang perempuan dibandingkan laki-laki, dengan
rasio 9:1. Prevalensi fibro- mialgia pada populasi umum di Amerika Serikat untuk
perempuan ialah 3,4%, sedangkan untuk laki-laki 0,5%. Fibromialgia juga lebih sering
ditemukan pada perempuan di atas 50 tahun.1
Dari seluruh penyakit musculoskeletal,bahwa insiden di Asia 21-39%, sedang di
Negara barat 23%.
II. Etiologi
Sampai saat ini etiologi dan pathogenesis fibromyalgia belum diketahui secara
pasti. Kelainan laboratorium dan gambaran histologis belum diketahui.8,11. Penelitian
selama 10 tahun terakhir ini difokuskan pada factor psikologi,factor yang
menyebabkan gangguan tidur,nociception dan factor neuroendokrin.
Benneth (2002) menyatakan bahwa sidnrom fibromyalgia semata-mata adalah
kelainan psikosomatik dan didapatkan sering bersamaan dengan kondisi ko-morbid
yang lain seperti irritable bowel syndrome, hipotensi postural, sakit kepala,
migre,dysmenorrhoe dan gangguan tidur. Gangguan neuroendokrin yang berhubungan
dengan hipotalamus, kelenjar hipofisis anterior dan kelenjar adrenal dikatakan
mempunyai peran sebagai fibromyalgia.
Faktor eksogen yang diduga sebagai penyebab antara lain : trauma, infeksi virus,
bakteri atau parasit.
3
Faktor genetic juga mempunyai peran,dimana pasien fibromyalgia sering bersamaan
dengan penyakit atoimun seperti : SLE, AR, dan Sindrom Sjogren.
Namun sampai saat ini eteiologi dan pathogenesis fibromyalgia belum diketahui secara
pasti. Kebanyakan sasaran penilitian dipusatkan pada 3 keadaan,yaitu:
Gangguan tidur
Perubahan otot, dan
Paramaeter psikologi
Hingga kini, penyebab pasti fibromialgia belum dapat ditemukan,1,3,4 namun telah
diketahui bahwa fibromialgia dapat dipicu oleh stres emosional, infeksi, pembedahan,
hipotiroidisme, dan trauma. Fibromialgia juga telah ditemukan pada pasien yang
terinfeksi hepatitis C, HIV, parvovirus B19, dan lyme disease.1 Pendapat lain
menyebutkan kurangnya latihan, penggunaan otot secara berlebihan, dan perubahan
metabolisme otot sebagai kemungkinan penyebab fibromialgia.5
III. Patogenesis
Meskipun penyebab pasti fibromialgia masih menjadi misteri, secara umum para
ahli sepakat mengenai adanya mekanisme pengolahan input yang tidak normal,
khususnya input nyeri (nosiseptif), pada sistem saraf pusat.3,4 Pada studi dolorimetri
dan pemberian stimuli seperti panas, dingin dan elektrik, ditemukan ambang rangsang
yang rendah pada pasien fibromialgia. Pasien fibromialgia mempersepsikan stimuli
non-nosiseptif sebagai stimuli nosiseptif serta kurang mampu mentoleransi nyeri yang
seharusnya dapat ditoleransi oleh orang normal.3
Beberapa kelainan fisiologik dan biokimia telah ditemukan pada susunan saraf pusat
pasien fibromialgia sehingga fibromialgia tidak lagi dapat disebut sebagai keluhan
subjektif.1,3,4 Kelainan tersebut adalah :
1. Kadar serotonin yang rendah,1,4
2. Disfungsi poros hipotalamus hipofisis,3
4
3. Kadar hormon pertumbuhan yang rendah1,4
4. Kadar substansi P yang meningkat 1,4 dan faktor pertumbuhan saraf yang
meningkat.4
Gangguan Tidur (Kadar Serotonin yang Rendah)
Pasien fibromyalgia 90% sering mengalami gangguan tidur. Diduga GH dan
prolactin memegang pernana. Defisiensi GH pada orang dewasa dapat dihubungkan
dengan fibromyalgia ini. Sekitar 80% produksi GH dikeluarkan saat tidur pada stage
IV (non random eye movement sleep atau restoractive sleep ). Stage IV didapatkan
pada saat tidur yang paling dalam dan hal ini berhubungan dengan intensitas dan tidur
yang cukup. GH juga menyebabkan hati membentuk suatu protein yang disebut
somatomedin atau insulin like growth factor yang paling banyak dikeluarkan pada saat
tidur yang dalam (stage IV). Benneth dkk(1944) mendapatkan kadar somatomedin
yang rendah pada pasien fibromyalgia dibandingkan group control
Prolactin juga dikeluarkan pada saat tidur yang panjang dan dalam dan diduga
dapat meningkatkan efisiensi tidur. Kadar prolactin dijumpai rendah pada pasien
fibromyalgia. Serotonin dan triptopan juga pegang peranan. Triptopan adalah prekusor
dari serotonin , suatu neurotransmitter yang juga berperan dalam regulasi tidur dan jika
kadar serotonin rendah maka dapat meimbulkan insomnia.
Serotonin merupakan neurotransmiter yang berperan dalam tidur, nyeri dan
perubahan mood.1 Serotonin yang disekresikan oleh ujung serat neuron rafe, dapat
menyebabkan perangsangan daerah tertentu dari otak yang kemudian menyebabkan
tidur. Serotonin yang disekresi oleh radiks dorsalis medula spinalis dapat merangsang
sekresi enkefalin yang menimbulkan hambatan presinaptik dan postsinaptik pada
serabut nyeri.6 Kadar serotonin yang rendah diduga memiliki peran dalam patogenesis
fibromialgia yaitu dengan menurunkan efek hambatan pada serabut nyeri. Hal tersebut
diperkuat dengan penemuan bahwa pasien fibromialgia ternyata memiliki kadar
serotonin yang rendah di cairan serebrospinalnya.1 Bukti lain menunjukkan bahwa
obat yang mempengaruhi serotonin ternyata tidak menunjukkan efek dramatis pada
fibromialgia.1,4
5
Disfungsi Poros Hipotalamus Hipofisis
Poros hipotalamus hipofisis berperan penting dalam respons adaptasi terhadap
stres. Pada sistem yang berfungsi normal, hipotalamus mensekresi corticotropin-
releasing hormone (CRH) yang kemudian merangsang sekresi adreno- corticotropic
hormone (ACTH) oleh hipofisis. ACTH kemudian merangsang korteks adrenal
mensekresi glukokortikoid yang berperan dalam respons adaptasi terhadap stres.4.
Regulasi sirkadian sistem poros hipotalamus hipofisis sebagian dipengaruhi
metabolisme serotonin. Disfungsi sistem poros hipotalamus hipofisis diperkirakan
sebagai akibat dari rendahnya kadar serotonin. Sebaliknya, disfungsi sistem poros
hipotalamus hipofisis juga diperkirakan memperburuk abnormalitas kadar serotonin di
sistem saraf pusat.4
Beberapa kelainan yang dapat ditemukan berkaitan dengan disfungsi sistem
poros hipotalamus hipofisis adalah kadar kortisol 24 jam yang rendah, hilangnya ritme
sirkadian dengan peningkatan kadar kortisol sore hari, hipoglikemia yang diinduksi
insulin berkaitan dengan produksi ACTH yang berlebihan, kadar hormon pertumbuhan
yang rendah dan sekresi glukokortikoid yang rendah.4 Selain itu ditemukan juga kadar
kortisol bebas pada urin yang rendah, serta berkurangnya respons kortisol terhadap
corticotropin-re- leasing hormone pada pasien fibromialgia.1
Perubahan Otot (Kadar Growth Hormone yang Rendah)
Growth hormone (GH) adalah suatu hormon yang berperan dalam pertumbuhan
karena sifatnya yang meningkatkan sintesis protein, meningkatkan penggunaan lemak
untuk energi, menurunkan pemakaian glukosa untuk energi, dan merangsang
pertumbuhan tulang.6 Hormon tersebut secara normal disekresi pada tahap 4 dari
tidur, sehingga gangguan tidur diduga dapat menurunkan sekresinya.1
Growth hormone juga merupakan suatu peptide anabolic yang menstimulasi
peningkatan sintseis DNA, RNA dan protein yang berguna pada pertumbuhan semua
jaringan tubuh pada orang dewasa memegang peranan penting pada homeostasis otot
dalam hal memelihara otot yang normal dan perbaikannya akibat dari pemakaian
sehari-hari dan kerusakan otot.
6
Pada pasien fibromialgia ditemukan penurunan kadar GH yang penting untuk
proses repair otot dan kekuatan, yang diduga diakibatkan oleh gangguan tidur. Hal itu
didukung oleh bukti adanya hasil EEG yang menunjukkan gangguan tahap 4 dari tidur
normal (non-REM) dan gangguan gelombang yang berulang pada pasien
fibromialgia.1. Pada fibromyalgia didapatkan kontraksi isokinetic dan isometric otot
berkurang serta penurunan kapasitas aerobic otot dan aliran darah otot juga
berkurang.Juga ditemukan penurunan kadar ATP dan ADP serta peningkatan AMP
Faktor Psikologi (Kadar Substansi P yang Meningkat)
Faktor psikologi juga memegang peranan penting yang dapat menimbulkan
spasme otot sehingga muncul symptom fisik seperti nyeri otot, kaku dan
pembengkakan jaringan lunak. Riwayat depresi pada keluarga lebih sering dijumpai
pada pasien fibromyalgia dibandingkan dengan artritis rheumatoid
Kadar serotonin yang rendah pada pasien fibromyalgia berkorelasi dengan
tender point dan kadar triptopan yang rendah menyebabkan serotonin juga menurun
dan mengakibatkan rasa nyeri persisten yang difus pada pasien. Substansi P adalah
neurotransmiter yang dilepaskan bila akson distimulasi. Peningkatan kadar substansi P
meningkatkan sensitivitas saraf terhadap nyeri. Kadar substansi P yang tinggi
menyebabkan stimulus normal dipersepsikan sebagai stimulus nosiseptif oleh
penderita fibromialgia.4c. Kadar substansi P yang meningkat di cairan cerebrospinal
pasien fibromialgia juga mungkin berperan dalam menyebarkan nyeri otot. Peneliti
pada 4 studi yang independen melaporkan kadar substansi P pada pasien fibromialgia
meningkat sampai 2-3 kali kadar pada individu normal.4
Selain hal-hal di atas ditemukan juga abnormalitas lain seperti berkurangnya
aliran darah ke talamus, nukleus kaudatus, serta tektum pontine, yang merupakan area
signaling, integrasi, dan modulasi nyeri. Disfungsi saraf otonom diduga juga berperan
dalam fibromialgia, dengan ditemukannya hipotensi ortostatik setelah uji tilt table dan
peningkatan frekuensi denyut jantung istirahat terlentang.1. Penelitian dalam bidang
genetik memperkirakan adanya peran polimorfisme gen sebagai etiologi fibromialgia.
Gen yang diperkirakan mengalami abnormalitas adalah gen yang mengatur sistem
serotonergik, katekolaminergik dan dopaminergik.4
7
IV. KLASIFIKASI
Fibromialgia Primer :
Gambaran karakterisitik fibromyalgia tanpa diketahui penyebabnya atau
penyakit yang melatarbelakangi
Fibromialgia sekunder :
Gambaran karakteristik fibromyalgia yang diketahui penyebabnya atau penyakit
yang melatarbelakanginya dan dapat merupakan manifestasi penyakit lain yang erat
hubungannya dengan fibromyalgia dan ditandai dengan hilangnya keluhan
fibromyalgia setelah penyakit primernya teratasi
Fibromialgia Regional atau Terlokalisasi :
Nyeri miofasial yang disertai dengan trigger point biasanya sekunder terhadap
strain otot (pekerjaan berulang) sangat mirip dengan sindrom miofasial local, regional
atau spsifik dan tidak memenuhi syarat kriteria untuk fibromyalgia primer/sekunder
Fibromialgia usia lanjut :
Sama dengan fibromyalgia primer atau sekunder, perlu perhatian khusus
terhadap kemungkinan adanya polymyalgia reumatika, penyakit degenerative atau
neurologic,osteoporosis, penyakit Parkinson, sindrom otak organic atau sindrom
kelelahan pasca penyakit virus
Fibromialgia Juvenille :
Sama dengan fibromilagia primer pada pasien usia muda
8
Gambaran Klinis
Sindrom fibromyalgia menampilkan 4 jenis gambaran klinis yang saling berkaitan,
yaitu:
Gambaran utama, berupa keluhan nyeri musculoskeletal generalisata kronis
yang meluas dan nyeri tekan yang terlokalisir pada otot dan insersi otot dengan
tendon. Keluhan ini 97% didapatkan
Gambaran karakteristik. Berupa keluhan kelelahan( fatique), kaku pada pagi hari
(morning stiffness) dan tidur tidak nyenyak atau terganggu (non refereshed or
disturbed sleep) yang ditemukan pada 75%kasus
Gambaran umum, bukan merupakan keluhan penting, ditemukan pada 25% pasien.
Keluhan tersebut antara lain : Irritable Bowel Syndrome, fenomena Raynaud, nyeri
kepala, rasa bengkak, aparastesia, psikologik abnormal dan disabilitas fungsi
Koeksistensi dengan beberapa gangguan reumatik yang gejalanya saling tumpang
tindih dengan sindrom fibromyalgia seperti artritis, nyeri pinggang bawah, nyeri
tengkuk dan tendonitis
Ada 3 gejala utama yang dikenal dengan TRIAD Fibromialgia, yaitu :
1. Nyeri musculoskeletal
Lokasi nyeri yang sering dijumpai adalah pada aksial, yaitu di sekeliling bahu,
leher dan belakang bawah (low back). Paling menonjol pada servikal dan lumbal.
Sebagian pasien mengeluh nyeri otot dan rasa lemah, walaupun secara objektif
tidak ditemukan kelemahan otot
2. Kekakuan (stiffness)
Merupakan gejala umum paling sering dijumpai, seperti pada pasien reumatik
lainnya. Rasa kaku terutama pada pagi hari dan membaik setelah bergerak,
walaupun pada pasien dapat berlangsung selama 3 hari
3. Kelelahan (fatique)
Keluhan ini erat kaitannya dengan gangguan tidur. Gangguan tidur berupa sering
9
terbangun malam hari sehingga pasien tidak segar pada saat bangun tidur dan
merasa sangat lelah. Gangguan tidur juga ternyata berpengaruh secara signifikan
terhadap intensitas nyeri, kelelahan sepanjang hari dan kaku pagi hari.
Dalam riwayat penyakit dapat ditemukan keluhan yang bertambah berat bila kena
air dingin, suara keras, kerja berat, stress mental dan kecemasan.
Riwayat pengobatan menunjukkan pasien mengalami kegagalan dengan aspirin
dan obat antiinflamasi nonsteroid
Riwayat penyakit yang berhubungan dengan stress missal irritable bowel
syndrome, irritable bladder, tension headache, migren dan dismenorrhoe
Suatu keadaan yang khas pada pemeriksaan fisik pada Tender Point (titik nyeri).
Tender point dapat dirasakan dengan penekanan menggunakan ibu jari tangan
yang setara dengan beban 4kg
Penelitian menggunakan dolorimeter menunjukkan bahwa pada lokasi tender point
pasien ini didapatkan ambang nyeri yang lebih rendah dibanding normal
Tender point tidak hanya dijumpai pada pasien fibromyalgia tetapi pada regional
pain syndrome yang mirip dengan fibromyalgia tetapi tanpa disertai dengan
kekakuan umum dan kelelahan. Sindrom ini disebut sindrom miofasial (myofacial
pain syndrome). Untuk membedakan kedua titik tersebut maka titik pada miofasial
syndrome disebut dengan trigger point. Istilah ini digunakan oleh karena
penekanan pada titik tersebut akan menimbulkan nyeri yang disebarkan ke daerah
sekitarnya, sedangkan tender point hanya menimbulkan nyeri local saja
Pemeriksaan laboratorium biasanya hanya memberikan hasil yang normal.
Pemeriksaan psikologik menunjukkan keluhan ini memburuk bila ada stress. Ada
yang beranggapan fibromilagia merupakan depresi terselubung atau gangguan
ansietas yang somatisasi menonjol dan hipokondria. Pasien fibromialgiayang jelas
menunjukkan depresi, ansietas dan hipokondria umumnya sukar untuk
disembuhkan. Hipotesis menyatakan adanya lingkaran setan antara kejang otot,
gangguan tidur, psikologik abnormal
10
V. Diagnosis
Diagnosis fibromialgia dilakukan dengan mengacu pada kriteria ACR 1990, yaitu
sebagai berikut.7
1. Riwayat nyeri yang menyebar
Definisi: Nyeri dianggap menyebar jika ada di seluruh lokasi berikut :
Nyeri di sisi kiri tubuh,
Nyeri di sisi kanan tubuh
Nyeri di atas pinggang, dan
Nyeri di bawah pinggang
Nyeri rangka aksial skeletal (nyeri vertebra servikal, dada depan, vertebra
thorakalis, atau low back
2. Nyeri di 11 dari 18 tender points pada palpasi dengan jari
Definisi: Pada palpasi dengan jari, nyeri harus terdapat pada minimal 11 dari 18 situs
tender points di bawah ini.
a. Oksiput : bilateral, di insersi otot suboksipital
b. Servikal bawah : bilateral, di aspek anterior spasium intertransversum di C5
hingga C7
c. Trapezius – bilateral, di titik tengah batas atas
d. Supraspinatus – bilateral, di origo, di atas spina scapula dekat batas mediale.
e. Iga kedua – bilateral, di junctio kostokondral kedua, sedikit ke lateral dari
persambungan permukaan atas
f. Epikondilus lateral – bilateral, 2 cm distal dari epikondilus
g. Gluteal – bilateral, di kuadran atas luar dari bokong di lipatan otot anterior
11
h. Trochanter mayor – bilateral, posterior dari prominensia trochanteri
i. Lutut – bilateral, pada bantalan lemak medial, proksimal dari garis sendi lutut
Palpasi dengan jari dilakukan dengan tekanan yang sedang. Untuk menyebut sebuah
tender point positif, subjek harus mengatakan bahwa pada palpasi terasa nyeri
Ada 4 kontrol point pada sindrom fibromyalgia, yaitu
1. Titik tengah dari dahi
2. Aspek volar dari pertengahan lengan atas
3. Kuku ibu jari
4. Otot-otot dari tungkai atas sisi anterior
Faktor yang memperberat adalah
Cuaca dingin dan lembab
Tidur yang tidak nyaman
Kelelahan fisik atau mental
Aktivitas fisik yang berlebihan
Inaktivitas fisik dan stress
Faktor yang memperingan adalah
Cuaca hangat dan kering
Mandi air panas
Tidur nyenyak, dan
Aktivitas sedang seperti peregangan dan pijat
12
Pemeriksaan laboratorium dan radiologis biasanya memberikan hasil yang
normal,pemeriksaan ini dilakukan hanya untuk menyingkirkan gangguan atau kelainan
lain. Diagnosis fibromyalgia dapat ditegakkan apabila pasien memenuhi kedua kriteria
ACR 1990, yaitu
Riwayat nyeri muskuloskeletal yang menyebar minimal 3 bulan dan
Nyeri yang signifikan pada minimal 11 dari 18 tender points (Gambar 1) jika
dilakukan palpasi dengan jari.1,2,7
Kriteria ACR sangat bermanfaat dalam menegakkan diagnosis, meskipun
beberapa pasien memiliki jumlah tender sites yang lebih sedikit dan nyeri
regional yang lebih, sehingga didiagnosis fibromyalgia. Pemeriksaan neurologis
muskuloskeletal dan laboratorium tetap normal pada fibromyalgia.1
Gambar 1. Letak Tender Points di Tubuh.1
Fibromialgia, meskipun memiliki gejala yang serupa, perlu dibedakan dengan
chronic fatigue syndrome. Kedua penyakit tersebut berkaitan dengan kelelahan,
gangguan tidur, nyeri muskuloskeletal, gangguan memori, konsentrasi, dan kondisi
psikiatrik seperti depresi dan cemas. Pasien chronic fatigue syndrome lebih cenderung
memiliki gejala seperti penyakit akibat virus, seperti demam ringan, sakit tenggorokan,
13
dan nyeri di ketiak dan nodus limfatikus servikalis anterior dan posterior. Onset
chronic fatigue syndrome biasanya tiba-tiba, serta diagnosisnya tidak memerlukan
tender points.1
Pasien fibromialgia mengeluh lemah otot, namun pada uji kekuatan otot,
ditemukan kelemahan “menyerah” (“give- away” weakness) akibat nyeri yang
dirasakan. Kelemahan otot proksimal dan peningkatan enzim otot membedakan
polimyositis dari fibromyalgia. Polimyalgia rheumatika dibedakan dari fibromyalgia
pada pasien usia lanjut dengan kekakuan otot proksimal dan nyeri serta LED yang
meningkat. Sleep apnea dibedakan dengan keadaan somnolen pada siang hari.
Diagnosis banding lain di antaranya hipotiroidisme, restless leg syndrome, dan
myofascial pain syndrome.1
Diagnosa Banding
Fibromialgia dapat sebagai penyakit yang berdiri sendiri aau muncul bersama penyakit
lain seperti SLE, RA, Sklerosis multiple atau kelainan autoimun lain
Diagnosa banding fibromyalgia antara lain :
Sindrom nyeri miofasial
Artritis rheumatoid
Polymyalgia rheumatika/Giamt cell arteritis
Polimiositis/dermatomiositis
Miopati karena kelainan endokrin hiptiroid, hipertiroid, hipoparatiroid,
hiperparatiroid, insufisiensi adrenal
Miopati metabolic (glycogen storage disease,lipid myopathies)
Neurosis (depresi,ansietas)
Karsinoma metastase
Sindrom fatique kronis
14
Parkinsonisme (fase diskinetik)
Tabel 2. Perbedaan Gambaran antara Sindrom Fibromialgia dan Sindrom Fibromialgia dan
sindrom nyeri Miofasial
Gambaran
Nyeri
Kelelahan
Kekakuan pagi hari
Palpasi
Terapi
Prognosis
Sindroma Fibromialgia
Menyeluruh/difus
Sangat nyata/sering
Generalisata/sering
Tender points:
Tersebar luas/difus
Latihan umum
Obat gangguan tidur
Penyakit cenderung kronik
dengan beberapa disabilitas
fungsional
Sindrom Miofasial
Regional/local
Biasanya tidak ada/jarang
Regional/jarang
Trigger point:
Regional/local
Menghindari faktor
pemberat,
latihan peregangan
Diharapkan resolusi
sempurna, walaupun sering
kambuh
VI. Tata Laksana
Tatalaksana fibromialgia dapat dibagi menjadi
Tatalaksana non farmakologis dan
Tatalaksana farmakologis.
Tatalaksana non-farmakologis, selain untuk mengurangi nyeri, gangguan tidur serta
depresi juga digunakan untuk mengatasi kelelahan otot. Salah satu caranya ialah
edukasi pasien.
15
Edukasi pasien merupakan salah satu tatalaksana fibromyalgia yang paling penting.
Edukasi pasien harus dilakukan sebagai langkah pertama dalam tatalaksana pasien
fibromialgia. Pasien perlu diinformasikan mengenai penyakit yang sedang
dialaminya.5 Pasien juga perlu diinformasikan bahwa fibromyalgia tidak
menyebabkan kelumpuhan dan tidak bersifat degeneratif, serta terdapat pengobatan
untuk penyakit ini.1 Setelah itu, barulah dapat dilakukan usaha untuk menghilangkan
berbagai keluhan pasien.
A. Tata Laksana Farmakologis
Tatalaksana farmakologis dapat digunakan untuk mengatasi nyeri, gangguan tidur
serta depresi dan kecemasan.
Tidak ada obat khusus untuk pengobatan fibromyalgia, pengobatan simptomatis
memberikan perbaikan sebanyank 30-50%
Obat-obatan yang dapat diberikan :
Trisiklik antidepressant :
o Amitriptilin 5-50mg/hari. Nortriptilin (pamelor) 10-50mg/hari, Sinequan
(Doksepin) 2,5-75mg/hari
o Selektif serotonin reuptake inhibitor (SSRI) : Trazadon (desirel)
25-50mg/hari, fluoksetin (prozak) 1-20mg/hari, paroksetin (paksil)
5-220mg/hari
o Muscle relaxan : Siklobenzaprin (flekseril) 10-30mg/hari
o Benzodiazepine : Klonazepam (klonopin) 0,5-1mg/hari Alprazolam (Xanax)
0,25-1,25 mg/hari
o Analgesic sederhana : OAINS (Ibuprofen, selekosib) Acetaminofen (tidak
boleh lebih dari 4 gram/hari)
o Analgesic sentral golongan opioid : Kodein, metadon, Tramadol
o Topical krim Capsaicin 0,25%
16
B. Tata Laksana Non-farmakologis
Latihan olahraga : peregangan,penguatan,aerobic. Latihan olahraga merupakan
pengobatan nonfarmakologi yang paling penting. Latihan olahraga yang teratur
dimulai dengan peregangan dan diikuti aerobic dapat meningkatkan nilai ambang rasa
nyeri,meningkatkan oksigen ke otot, memperbaiki kondisi umum
Pemanasaan: Dapat meningkatkan sirkulasi dan mengurangi nyeri
Terapi perubahan tingkah laku (kognitif): berfikir dan tingkah laku yang positif
Pendidikan : penyuluhan mengenai penyakit dan pengobatannya, perbaikan tidur
termasuk tidur teratur, lingkungan bersih dan tidak rebut, menjauhi alcohol, rokok dan
kopi menjelang tidur.
Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) : dapat meningkatkan opioid
endogen
Diet: rendah lemak dan tinggi serat
Suplement diet : Koenzim 10, Magnesium,Vit B12
Relaksasi/akupunktur :
Akupressure: meditasi,pemijatan.
Distraction, misalnya menonton film yang lucu (funny movie)
Relaksasi, misalnya mendengarkan music yang lembut
VII. PROGNOSIS
Pasien usia muda dengan gejala ringan cenderung prognosisnya lebih baik, walaupun
pasien memberikan respon terhadap pengobatan kadang-kadang masih juga ada keluhan yang
ringan tetapi nyeri tersebut dapat ditoleransi. Penyembuhan akan sulit pada pasien yang
mempunyai stress emosional berupa ansietas dan depresi, oleh karena itu perlu
penatalaksanaan secara multidispliner
17
VIII. Polymyalgia rheumatica
Introduction
Polymyalgia rheumatica (PMR) biasanya bermanifestasi sebagai nyeri inflamasi dan
kekakuan dalam sendi bahu dan / atau panggul pada pasien lebih dari usia 50 tahun.
Kondisi ini sudah lama tidak mendapat perhatian dan karena itu kurang terdiagnosis. Namun,
sampai hari ini masih dapat terjadi overdiagnosis. Dokter harus menyadari bahwa banyak
kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya PMR, termasuk penyakit yang membawa
prognosis yang buruk atau memerlukan perawatan segera.PMR mungkin manifestasi pertama
dari Giant Cell Artritis, dan dokter wajib untuk melakukan pencarian untuk tanda-tanda lain
dari penyakit ini. PMR juga dapat menjadi pertanda dari penyakit rheumatologic lain seperti
rheumatoid arthritis, sindrom RS3PE, spondyloarthropathy, lupus eritematosus sistemik
(SLE), miopati, vaskulitis, dan kondrokalsinosis.Akhirnya, PMR mungkin merupakan
manifestasi pertama dari gangguan endokrin, keganasan, atau infeksi. Kegagalan untuk
merespon glukokortikoid mungkin mengarah ke Giant cell Artritis, penyakit keganasan, atau
infeksi. Ultrasonografi dapat membantu dalam diagnosis dengan menunjukkan bilateral
subdeltoid bursitis. Glukokortikoid adalah andalan pengobatan PMR. Meskipun jadwal
mulai pemberian dan dosis yang optimal masih belum
disepakati, dosis awal yang rendah dan bertahap dapat menurunkan tingkat kekambuhan.
Metotreksat mungkin berguna ketika ketergantungan glukokortikoid berkembang. Sebaliknya,
TNF-α antagonis mungkin tidak efektif
Etiologi
Variasi musiman dalam kejadian PMR telah dilaporkan, menunjukkan peran agen
menular dalam terjadinya penyakit ini. Beberapa organisme telah dicurigai, termasuk
adenovirus, respiratory syncytial virus, virus parainfluenza tipe 1, Parvovirus B19,
Mycoplasma pneumoniae, dan Chlamydia pneumoniae. Studi-studi lain tidak menemukan
bukti musiman variasi atau asosiasi dengan agen infeksi. Distribusi etnis dan laporan kasus
keluarga menyatakan adanya
peran faktor genetik. HLA DRB1 * 04 dan * 01 DRB1
alelles berhubungan dengan PMR dan mungkin juga dengan tingkat
keparahan penyakit. Genetik polimorfisme untuk antar molekul adhesi (ICAM-1), TNF-α, dan
18
IL-1 antagonis reseptor dapat mempengaruhi kerentanan terhadap PMR. Ketidaksesuaian
sekresi kortisol serum, ACTH, dan dehydroepiandrosterone sulfate telah didokumentasikan,
menunjukkan peran patogenik untuk disfungsi kelenjar adrenal
Manifestasi klinis
Inflamasi nyeri dengan morning stiffness selama lebih dari 1 jam dalam sendi bahu
(70-95% pasien) dan / atau sendi panggul (50-70%) adalah presentasi yang khas. Sakit selama
minimal
1 bulan diperlukan untuk diagnosis. Para serviks atau lumbal tulang belakang dapat
dipengaruhi juga. Rasa sakit mungkin terbatas pada unilateral pada awalnya, tetapi kemudian
menjadi bilateral. Sepertiga dari pasien memiliki gejala konstitusional seperti demam ringan,
asthenia,
anoreksia, dan penurunan berat badan. Penurunan kemampuan fungsional bertentangan
dengan kurangnya temuan fisik. Pemeriksaan obyektif dari bahu tidak mengungkapkan bukti
dari
peradangan.Luas gerak aktif dari bahu dapat berkurang, terutama di pagi hari. Luas gerak
Pasif juga kadang-kadang berkurang. Kekuatan otot adalah normal. Asymmetric polyarthritis
tanpa erosi sendi tercatat pada 45 pasien (25%), carpal tunnel syndrome dalam 24 (14%), dan
pembengkakan pada tangan (12%). Artritis perifer dapat berkembang, terutama di
wanita dengan riwayat kambuh selama beberapa tahun pengobatan. Edema perifer didominasi
oleh pasien yang lebih tua, yang diobati dengan glukokortikoid dosis rendah untuk periode
yang singkat.
Laboratorium tes
Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR) elevasi lebih dari 40 mm / jam adalah kriteria
diagnostik utama untuk PMR. Namun, nilai normal pada 7-20% pasien. Protein C-reaktif
(CRP) elevasi dengan LED normal telah dilaporkan. IL-6 juga sering meningkat, dan dengan
adanya kelainan ini meskipun telah mendapat pengobatan menunjukkan peningkatan risiko
kambuh. Namun, IL-6 assay tidak tersedia secara luas.
Kolestasis tanpa ikterus ditemukan dalam 20-30% kasus. Tes negatif untuk faktor arthritis dan
antinuclear
antibodi. Muscle enzyme levels dalam batas normal.
19
Studi Pencitraan
Studi menggunakan pencitraan resonansi magnetik dan ultrasonografi (MRI) telah
menetapkan bahwa bursitis dan sinovitis adalah sangat sering pada pasien dengan PMR.
Acromiodeltoid
bursitis dan subdeltoid bursitis didapatkan pada 55 dari 57 pasien dalam satu penelitian,
dibandingkan dengan hanya 25 dari 114 kontrol (46 dengan rheumatoid arthritis, 21 dengan
spondyloarthropathies, enam dengan penyakit jaringan ikat, 35 dengan osteoarthritis, dan
enam dengan fibromyalgia). Bursitis didapatkan di 12 dari 46 pasien dengan rheumatoid
arthritis dan 7 dari 21 pasien dengan spondyloarthropathies. Dari 55 pasien dengan bursitis
dan PMR, 53 memiliki bursitis bilateral. Bursitis bilateral memiliki sensitivitas 92,9%,
99,1% spesifisitas, dan 98,1% nilai prediktif positif untuk PMR .Namun dalam studi lain,
bursitis bilateral tercatat hanya 35 (70%) dari 50 pasien dengan PMR, dibandingkan dengan
22 (44%) dari 50 pasien dengan rheumatoid arthritis. Studi MRI telah menunjukkan
tenosynovitis pada pasien dengan perifer edema.
Diagnostik kriteria
Kriteria diagnostik untuk diagnosis PMR adalah empiris. Kriteria pertama
dikembangkan oleh Bird dkk. pada tahun 1979 (Tabel 1). Namun, mereka gagal untuk
memasukkan keterlibatan dari pelvis, respon cepat terhadap terapi glukokortikoid, atau
mengesampingkan diagnosis lain. Di antara kriteria lainnya, yang dikembangkan oleh Hunder
dan Healey secara luas
digunakan di Amerika Serikat dan Inggris (Tabel 1). Satu-satunya perbedaan
antara mereka adalah bahwa respon cepat terhadap terapi glukokortikoid termasuk dalam
kriteria Healey [3]. Tidak mengherankan, sensitivitas tertinggi untuk kriteria Bird (99,5%),
diikuti oleh kriteria Hunder.
Table 1
A: Criteria for PMR developed b y Bird and colleagues: three of the following
seven features are required; B: criteria for PMR developed by Healey and
colleagues: all six criteria are required
A
1. Bilateral shoulder pain and/or stiffness
20
2. Bilateral upper arm tenderness
3. Onset of illness within 2 weeks
4. ESR >40 mm/h
5. Morning stiffness >1 hour
6. Age >65 years
7. Depression or weight loss or both
B
1. Pain for at least 1 month at two or more of the following sites: shoulders,
pelvic girdle, and cervical spine
2. Morning stiffness >1 hour
3. Age >50 years
4. ESR >40 mm/h
5. Exclusion of other diagnoses
6. Prompt and marked response to glucocorticoid therapy in a dosage
<20 mg/day
Diagnosis banding
Polymyalgia rheumatica: differential diagnosis and testin
1.Inflammatory disorders:
Polymyalgia rheumatica
:Age >50 years, predominantly proximal shoulder and hip girdle symptoms, symmetrical;
nonerosive joint disease on radiography
Rheumatoid arthritis
:Mainly distal joint symptoms; positive for rheumatoid factor and anticyclic citrullinated
peptide; erosive joint disease on radiography
Late onset spondyloarthropathy, including ankylosing spondylitis, psoriatic arthritis
:Predominantly low back stiffness and pain; may have large and distal joint symptoms; spinal21
ankylosis on radiography; psoriasis
RS3PE (remitting seronegative symmetric synovitis with pitting oedema) syndrome
:Peripheral hand or foot oedema
Systemic lupus erythematosus, scleroderma, Sjögren’s syndrome, vasculitis
:Fatigue, stiffness,multisystemdisease; presence of antinuclear antibodies and antineutrophil
cytoplasmic antibodies
Dermatomyositis, polymyositis
:Proximal muscle weakness, rash; creatine kinase raised
2.Non-inflammatory disorders:
Osteoarthritis, spinal spondylosis:
=Articular pain of shoulder, neck, and hip joints; gelling; degenerative changes on
radiography
Rotator cuff disease, adhesive capsulitis (frozen shoulder):
=Periarticular pain, restricted range ofmotion; ultrasoundandmagnetic resonance imagingmay
show characteristic bursal and synovial inflammation
Infections, including viral syndromes, osteomyelitis, bacterial endocarditis, tuberculosis:
= Fever, weight loss, heart murmur, deep soft tissue and bone pain, microscopic haematuria
Cancer (lymphoma, leukaemia, myeloma, amyloidosis; occult solid tumours):
= Weight loss, fatigue; investigations according to symptoms, sex, and age
Parkinsonism Stiffness, rigidity, shuffling gait, gradual onset
Chronic pain syndromes, fibromyalgia, depression :
= Fatigue, longstanding pain, tender points, sadness, loss of usual interests
Endocrinopathy and metabolic bone disease: hyperthyroidism, hypothyroidism,
hyperparathyroidism, hypoparathyroidism, hypovitaminosis D, osteomalacia, pseudogout
22
with calcium pyrophosphate deposition:
=Bone pain, fatigue; abnormalities of parathyroid hormone, calcium, phosphorus, vitamin D
concentrations, thyroid stimulating hormone
Giant Cell Artritis
Penyakit ini ditandai oleh vascullitis akut dan kronik segmental (biasanya
granulomatus) dan lebih banyak menyerang arteri besar dan sedang di kepala, terutama
cabang dari arteri karotis. Etiologi dan patogenesenya masih belum jelas. Adanya radang
granulomatus menunjukkan kemungkinan adanya peranan imunitas seluler. Immunoglobulin
dan komponen ditemukan di dekat lamina elastik interna. Hal ini menunjukkan adanya
kemungkinan peranan imunitas humoral juga.
Gambaran klinis
- Gejala awal berupa gejala sistemik yaitu demam, penurunan berat badan dan
lemah lesu. Kemudian didapatkan nyeri fasial atau nyeri kepala, biasanya
unilateral, terutama pada permukaan arteri temporalis. Pada arteri tersebut teraba
seperti nodul dan nyeri tekan.
- Gejala visual sering terjadi, yaitu diplopia, ptosis sementara atau permanen,
kebutaan parsial atau total, unilateral atau bilateral.
- Gejala lain adalah klaudikasio pada rahang, lidah dan ekstremitas, sinovitis, mono
dan polineuropati stroke.
- Pernah dilaporkan angina pektoris dan infark miokard oleh karena artritis
koronaria.
Test Laboratorium
- LED meningkat,
- Anemia normokrom-normositer,
- Peningkatan minimal dari transaminase hepar dan ALP.
- Peningkatan faktor VIII yang menunjukkan aktivitas penyakit juga sebagai tanda
dari kerusakan pembuluh darah.
Diagnosis
Kriteria untuk klasifikasi Artritis Temporalis:
23
-Usia saat onset > 50 tahun
-Nyeri kepala yang baru timbul
-Kelainan arteri temporalis (nyeri tekan atau penurunan pulsasi yang tak berhubungan
dengan sklerosis arteri servikalis)
-Peningkatan LED (>50 mm/jam dengan metode westergren)
-Kelainan pada biopsi arteri (vaskulitis dengan sel mononuklear atau inflamasi
granulomatous, biasanya dengan sel raksasa)
Penatalaksanaan
Dengan pemberian steroid, baik gejala sistemik maupun fokal akan membaik dalam
beberapa hari. Terapi steroid ini juga mencegah terjadinya kebutaan. Prednison diberikan 40-
60 mg/hari (1mg/kg/hari) per oral, lalu diturunkan perlahan sampai 5 – 10 mg selama 6-12
bulan. Untuk mencegah kebutaan, setelah terjadinya iskemia retina akut, diberikan
metilprednisolon iv, 20 mg/kg/hari diberikan dalam 30 -60 menit selama 3 hari atau 1g / 12
jam selama 5 hari. Terapi sitotoksik digunakan jika timbul masalah akibat efek samping
steroid. Bisa digunakan anti malaria, dapson atau penisilamin.
24
Box 2 Symptoms and markers to monitor
Morning stiffness
Proximal hip and girdle pain
Disability related to the polymyalgia rheumatica
Adverse events including osteoporotic stress fractures
Symptoms and signs suggesting an alternative diagnosis
Laboratory markers—blood glucose concentrations,
erythrocyte sedimentation rate, and blood count
(haemoglobin, white blood cell count, platelet count)
Bone density every one to two years
It is important to treat the patient’s symptoms and not to
rely exclusively on the inflammatory markers to guide
treatment
Box 3
Differential diagnoses in patients with PMR and a normal
ESR :
Myositis, myopathy
Endocrine disorders: thyroid gland dysfunction,
hyperparathyroidism,
osteomalacia
Drugs: lipid-lowering agents, angiotensin-conversion
25
Box 1 Diagnosis and treatment of polymyalgia rheumatica
Establish the diagnosis in a stepwise fashion in patients
aged over 50 (usually over 60) who have had symptoms
for at least one or twoweeks
Symptoms
Bilateral shoulder or pelvic girdle aching, or both
Morning stiffness of greater than 45 minutes’ duration
Raised inflammatory response parameters (erythrocyte
sedimentation rate or C reactive protein concentration)
Systemic symptoms including low grade fever, weight
loss, and depression may occur
Exclude active infections, rheumatoid arthritis and other
inflammatory conditions, thyroid disorders, cancer, and
drugs such as statins
Basic investigations
Measure inflammatory markers (erythrocyte
sedimentation rate or C reactive protein, or both)
Calcium measurements
Creatinine and urinalysis
Thyroid function test
Creatine phosphokinase measurement
Alkaline phosphatase measurement
Blood glucose measurement
Complete blood cell count with differential
Ultrasonography of the hip and shoulders, if available
Preventive health measures (optional)
Measure blood pressure
Study bone mineral density and measure 25-
dehydroxyvitamin D concentrations according to regional
guidelines
Test for tuberculosis (purified protein derivative (PPD) or a
T cell based interferon γ release enzyme linked
immunosorbent assay (ELISA), or both, with or without
chest radiography) in at-risk patients
Measure cholesterol and triglyceride concentrations
Perform immunisations as appropriate for age and
regional guidelines
Other screening tests including prostate specific antigen,
colonoscopy, mammography as appropriate and
according to regional screening recommendations
enzyme inhibitors,
beta-blockers, dipyridamole
Pengobatan
Tujuan dari pengobatan PMR untuk mengurangi inflamasi dan nyeri , memperingan
kekakuan , lemah dan demam. Olahraga yang teratur penting untuk menjaga fleksibilitas
sendi, kekuatan otot dan fungsinya.
Medication
Kortikosteroid adalah obat pilihan utama yang digunakan untuk mengobati PMR.
Nonsteroid anti-inflamatory drugs (NSAIDs) dapat diberikan bersamaan dengan
kortikosteroid. Pasien harus kontrol secara rutin ke dokter, ketika sudah memulai pengobatan,
dan dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan seperti pemeriksaan LED, untuk memantau
pengobatan. Walaupun pasien sudah merasa baikan, pastikan bahwa pasien harus tetap harus
mengontrol ke dokter, untuk melihat apakah ada efek samping yang muncul ataupun tanda –
tanda kekambuhan.
Kortikosteroid merupakan obat yang sangat baik dalam mengurangi nyeri inflamasi dan
kekakuan otot. Pasien dengan PMR merasa baikan dalam beberapa hari setelah
mengkonsumsi obat ini pada dosis - dosis awal pemberian. Prednisone adalah obat pilihan
utama dalam mengobati PMR. Dosis rendah prednisone (10 -15 mg / hari) cukup untuk
26
Box 4
Differential diagnoses in patients with PMR that fails to
respond to glucocorticoid therapy:
Giant cell arteritis
Spondyloarthropathy
Malignancy
Amyloidosis
Infective endocarditis
mengontrol PMR. Pasien harus tetap mengkonsumsi obat ini walaupun sudah merasa baikan,
karena PMR dapat kembali kambuh atau akan muncul masalah- masalah yang lain jika obat
ini dihentikan secara mendadak. Pengobatan dengan prednisone membutuhkan waktu paling
sedikit 6 bulan sampai paling lama 2 tahun. Efek samping yang dapat muncul dalam
pemakaian jangka panjang, seperti :
- Weight gain
- Osteoporosis
- Depression and mood swing
- Katarak
- Glaukoma
- Thinning of the skin and easy bruising
- Rounding of the face
- Difficulty aleeping
- High blood pressure
Bone densitry test harus dilakukan ketika sudah memulai pengobatan, karena kortikosteroid
dapat menyebabkan resiko dari osteoporosis. Pemberian vitamin D dan calcium mungkin
akan diberikan untuk mencegah atau memperlambat terjadinya osteoporosis.
NSAIDs dapat diberikan sendiri atau bersamaan dengan kortikosteroid, NSAIDs tidak
sekuat kortikosteroid, namun dapat membantu dalam mengurangi nyeri dan inflamasi yang
timbul. Aspirin dan Ibuprofen merupakan contoh NSAIDs yang dapat diberikan. Subkategori
dari NSAIDs, berupa COX-2 inhibitors juga dapat diberikan , contohnya seperti celecoxib
(Celebrex) , Rofecoxib (Vioxx), dan valdecoxib (Bextra).
Exercise and rest
Exercise dan istirahat memegang peranan penting dalam pengobatan. Olahraga
membantu dalam mempertahankan energy dan kekuatan otot, dan juga membantu dalam
melawan osteoporosis ataupun weight gain. Namun olahraga yang berlebihan juga akan dapat
memperburuk keadaan. Olahraga yang ringan seperti berjalan kaki, bersepeda, atau berenang
sangat baik dilakukan. Istirahat yang cukup juga sangat diperlukan dalam pengobatan.
27
BAB III
KESIMPULAN
Fibromialgia adalah kelainan yang dicirikan oleh nyeri muskuloskeletal yang
menyebar dengan penyebaran simetris, kekakuan, mudah lelah, parestesi, dan
gangguan tidur. Hingga kini, penyebab pasti fibromialgia belum dapat diketahui,
namun fibromyalgia dapat dipicu oleh stres emosional, infeksi, pembedahan,
hipotiroidisme, trauma, kurangnya latihan, penggunaan otot secara berlebihan, dan
perubahan metabolisme otot. Beberapa kelainan fisiologik dan biokimia telah
ditemukan yaitu kadar serotonin yang rendah, disfungsi poros hipotalamus hipofisis,
kadar hormon pertumbuhan yang rendah, kadar substansi P yang meningkat dan faktor
pertumbuhan saraf yang meningkat. Tatalaksana fibromialgia dapat dibagi menjadi
tatalaksana farmakologis dan non-farmakologis. Tatalaksana farmakologis dapat
digunakan untuk mengatasi nyeri, gangguan tidur serta depresi dan kecemasan.
Tatalaksana non-farmakologis, selain untuk mengurangi nyeri, gangguan tidur serta
depresi juga digunakan untuk mengatasi kelelahan otot. Edukasi untuk mengubah gaya
hidup merupakan tatalaksana utama.
Kata kunci: fibromialgia, nyeri muskuloskeletal, diagnosis, tatalaksana
28
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Gilliland BC. Fibromyalgia, arthritis associated with systemic disease, and other arthritides.
In: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, editors.
Harrison’s prin- ciples of internal medicine. 16th ed. New York: McGraw-Hill; 2005.p.2055-
64.
2. Winfield J. Fibromyalgia [Online]. 2007 Aug 15 [cited 2007 Dec 26]; Available from:
URL: http://www.emedicine.com/med/ topic790.htm
3. Gilligand RP. Fibromyalgia [Online]. 2007 Jan 22 [cited 2007 Dec 26]; Available from:
URL: http://www.emedicine.com/pmr/ topic47.htm
4. Thompson JM.The diagnosis and treatment of muscle pain syn- dromes. In: Braddom RL,
Buschbacher RM, Dumitru D, Johnson EW, Matthews DJ, Sinaki M, editors. Physical
medicine and rehabilitation. 2nd ed. Philadelphia (USA): WB Saunders; 2000.p.934-54.
5. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. 9th ed. Jakarta: EGC; 1996.
6. Arthritis Foundation. Living well with fibromyalgia. USA: Longstreet Press, Inc.; 1997.
7. Wolfe F, Smythe HA, Yunus MB, Bennett RM, Bombardier C, Goldenberg DL, et al. The
American College of Rheumatology 1990 criteria for the classification of fibromyalgia.
Arthritis Rheum 1990;33:160-72.
8. Sudoyo Aru W, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi ke-5, jild 3. Jakarta, Interna
Publishing, 2009. 2709 – 2714.
9. Martin Soubrier, Polymyalgia Rheumatica : diagnosis and treatment, Joint Bone Spine,
2006.
29