Post on 24-Oct-2015
description
Kaidah Dasar Bioetik
Nama Kelompok F9 :
1. Fina Otta Apelia 102012086
2. Jeffer Shison 102012138
3. Monica Djuardi 102012176
4. Natalia Yobeanto 102012234
5. Angie 102012267
6. Jeremy Joshua Santosa 102012273
7. Nadia Liem 102012357
8. Fiqih Vidiantoro Halim 102012415
9. Ayu Krisdayanti 102012441
10. Dhanis Sartika
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kaidah Dasar Bioetika merupakan bagian terpenting untuk menunjang
penerapan sistem praktek keilmuan, khususnya di bidang kedokteran. Pembahasan
mengenainya butuh penjelasan secara teratur dan jelas sehingga dapat diambil
hikmanya untuk dihayati dan diamalkan secara nyata.
Selama ini bahkan sampai sekarang, suatu tim medis khususnya pihak dokter
terkadang dihadapkan pada dilema apakah pantas untuk mengambil tindakan medis di
kala bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang mengatur etika mereka.
Penulisan makalah ini dilakukan untuk membahasa seluruh masalh tersebut . Agar
lebih tergambarkan dan mudah dipahami, telah dimuat satu contoh kasus keseharian
Dokter Bagus mengenai bagaimana cara ia mengabdi untuk masyarakat di pedesaan
yang hanya memiliki 1 unit pusat kesehatan masyarakat.
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah :
a. Mengetahui contoh kasus yang dikategorikan dalam kaidah dasar bioetika
b. Mengetahui contoh kasus penyimpangan kaidah dasar bioetika
c. Memahami kaidah dasar bioetika dan menerapkannya dalam profesi
kedokteran
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Beneficence
Istilah dari kata beneficence dapat dikonotasikan sebagai suatu tindakan yang
bersifat kebaikan, kemanusiaan dan altruisme. Jika ditelisik artinya lebih dapat
diartikan sebagai bentuk teori etik yang menggambarkan tindakan yang
menguntungkan dengan menyebarkan kebaikan pada sesama, membantu dalam
melegitimasi ketertarikan akan sesuatu dan mencegah terjadinya hal buruk. Dalam
naskah Hippokrates ditujukan pada bagian “Di rumah manapun saya berkunjung, saya
datang untuk kebaikan yang sakit, menjauhkan diri dari semua ketidakadilan yang
disengaja, dari semua perbuatan jahat dan khusus hubungan kelamin dengan
perempuan maupun laki-laki, apakah mereka orang bebas”. Contoh di kehidupan
nyata dapat ditemukan saat menangani seorang pasien yang menderita penyakit
kanker dimana sebagai dokter diwajibkan untuk mengurangi efek samping dari
kemoterapi yang dijalani dan selalu mengontrol perjalanan penyakitnya. Salah satu
faktor yang berkontribusi sebagai paham beneficence ialah efektif saat menjalankan
tugas menjadi profesional yang mengedukasi dengan berusaha mengikuti kemajuan
jaman. Saat menentukan apakah sebuah kasus kedokteran berkaitan dengan
beneficence atau tidak terdapat point-point yang harus dipenuhi. Berikut adalah
rincian ciri-ciri beneficence
No Uraian
1Mengutamakan altruisme atau menolong tanpa pamrih, rela
berkorban untuk kepentingan orang lain
2 Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3 Memandang pasien/keluarga/sesuatu tidak hanya sejauh
menguntungkan dokter
4Mengusahakan agar kebaikan/manfaatnya lebih banyak
dibandingkan dengan keburukannya
5 Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6 Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7 Pembatasan goal based
8 Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9 Minimalisasi akibat buruk
10 Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11 Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12 Tidak menarik honorarium di luar kepantasan
13 Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14 Mengembangkan profesi secara terus-menerus
15 Memberikan obat berkhasiat namun murah
16 Menerapkan Golden Rule Principle
Pada alur cerita “Dokter Bagus” terdapat beberapa tindakannya yang berkaitan
dengan asas beneficence, yaitu di paragraf I didapatkan tindakan Dokter Bagus
memiliki nilai rela berkorban yang sangat tinggi. Dokter Bagus tetap bersedia
meluangkan waktunya untuk memberikan kesempatan warga memperoleh
pengobatan. Jika kita mengupas satu per satu kasus yang ditemukan di praktek sehari-
hari terdapat saat menghadapi pasiennya seorang Ibu yang menderita penyakit batuk
dan pilek, sikap yang ditunjukan menitik beratkan pada memandang pasien bukan
hanya pemberi keuntungan bagi profesi yang dijalani dan paternalism bertanggung
jawab dengan Dokter Bagus memberikan pasien nasehat untuk kesembuhannya.
Selanjutnya mari melihat kasus ke dua dengan pasien yang dihadapi
menderita keganasan stadium lanjut, Dokter Bagus diharuskan memberikan
gambaran sebenarnya keadaan pasien kepada keluarga tanpa harus menyinggung
perasaan mereka karena walaupun diambil keputusan untuk menjalani kemoterapi
dari sisi financial tidak memungkin bagi keluarga tersebut. Tidak hanya itu saja,
keadaan pasien dinilai sudah tidak memungkinkan mencapai kesembuhan maksimal.
Sehingga untuk mengatasinya perilaku yang dilakukan Dokter Bagus adalah berbicara
dengan tidak menyakitkan keluarga karena sebagai manusia mereka memiliki harkat
dan martabat.
Di kasus ketiga, dokter menerapkan etika yang sama seperti kasus ke dua
Sewaktu Dokter Bagus akan memeriksa pasien ke empat, tiba-tiba datang seseorang
yang digotong oleh beberapa pemuda dengan keadaan telapak tangannya mengalami
luka sangat serius diakibatkan masuk ke dalam mesin penggilingan padi. Sikap sigap
yang diambil Dokter Bagus dengan memohon kesedian pasien ke empat menunggu.
Ini merupakan wujud penerapan Golden Rule Principle.
Nilai etika yang tersirat di kasus ke empat adalah perilaku Dokter Bagus yang
memandang pasien dengan keluarganya bukan sekedar objek keuntungan bagi dokter
dan lagi-lagi penerapan Golden Rule Principle (bersikap jujur bahwa penangan si
pasien, Bapak berumur 55 tahun akan lebih baik jika dilakukan oleh rumah sakitt
yang ada di kota).
2.2 Non Maleficence
Istilah lain non maleficence ialah primum non nocere yang berasal dari
bahasa Latin . Asas ini menyangkut sikap seorang dokter untuk tidak merugikan atau
melakukan hal yang buruk. Pada Sumpah Hippokrates bisa ditemukan pada ucapan, “
Saya akan menetapkan aturan diet untuk kebaikan yang sakit sesuai dengan dan
penilaian saya. Saya akan menjaga mereka terhadap cidera dan ketidakadilan.”
Manfaat terciptanya non maleficence untuk menyempurnakan beneficence. Berikut
adalah rincian ciri-ciri Non Malficence
No Uraian
1 Menolong pasien emergensi
2 Kondisi untuk menggambarkan kriteria ini adalah
a. Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau darurat atau Beresiko hilangnya
sesuatu yang penting (gawat)
b. Dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut
c. Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
d. Manfaat bagi pasien lebih banyak daripada kerugian dokter (hanya
mengalami resiko minimal)
3 Mengobati pasien yang luka
4 Tidak membunuh pasien (tidak melakukan euthanasia)
5 Tidak menghina/mencaci maki/memanfaatkan pasien
6 Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
7 Mengobati secara tidak proporsional
8 Mencegah pasien dari bahaya
9 Menghindari misrepresentasi dari pasien
10 Tidak membahayakan kehidupan pasien karena kelalaian
11 Memberikan semangat hidup
12 Melindungi pasien dari serangan
13Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan/ke-
rumah sakitan yang merugikan pihak pasien/keluarganya
Non Maleficence bisa ditemukan pada kasus III dan kasus kegawatadaruratan.
Persamaan diantara keduanya terdapat pada bagian dimana pasien dalam keadaan
berbahaya yang beresiko kehilanga sesuatu yang penting. Selajutnya adalah
pemberian pengobatan pada pasien yang luka, tidak memandang pasien hanya sebagai
objek melainkan seseorang yang wajib ditolong, menghndarkan pasien dari
misrepresentasi terhadap penyakit yang diderita dan tndakan yang akan dilakukan
untuk menanganinya, memberikan semangat hidup dengan anjuran,
Sedangkan perbedaan yang hadir diantara kedua kasus itu berupa di kasus III
mengandung makna bahwa dokter tidak sanggup mencegah bahaya atau kehilangan.
Yang dapat dia berikan hanyalah meminimalisir resiko. Dan kasus gawat darurat,
memiliki keadaan berbeda dari kasus III.
2.3 Justice
Justice (keadilan) diidam-idamkan oleh seluruh manusia di dunia dan pilar
utama kokohnya demokrasi. Justice hadir atas hak asasi manusia (HAM). Jika kita
mempelajarinya dalam bidang kesehatan itu berarti keberhakan untuk mendapatkan
pelayanan dan fasilitas kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan tanpa memandang
latar belakang.Di negara kita, ini diatur dalam amandemen Undang-Undang Dasar
(UUD) 1945 serta bisa juga ditemukan dalam lafal sumpah dokter Indonesia yang
mengacu dari lafal sumpah dokter internasional, “ Saya akan berikhtiar dengan
sungguh-sungguh supaya tiak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan,
kebangsaan, kesukuan, politik, kepartaian atau kedudukan sosial dalam menunaikan
kewajiban terhadap penderita.
Keadilan yang dapat diterapkan di bidang kesehatan dapat bersifat distributif,
keadilan dalam distribusi sumberdaya kesehatan (contohnya dokter, perawat, obat,
alat medis dan lain-lain) Penerapan nyata keadilan ditemukan dengan adanya wajib
kerja dan pegawai tidak tetap bagi dokter agar pelayanan kesehatan dapat dirasakan
oleh seluruh warga negara Indonesia (WNI).Berikut adalah ciri-ciri Justice
No Uraian
1 Memberlakukan segala sesuatu secara universal
2 Mengambil pori terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3Memberi kesempatan yang sama terhadap probadi dalam posisi
yang sama
4Menghargai hak sehat paien (affordability, equality, accesbility,
availability, quality)
5 Menghargai hak hukum pasien
6 Menghargai hak orang lain
7 Menjaga kelompok rentan
8Tidak membedakan pelayanan kesehatan pasien atas dasar SARA,
status sosial dan lain-lain
9 Tidak melakukan penyalahgunaan
10 Memberikan kontribusi yang relative sama sesuai kebutuhan pasien
11 Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuan
12Kewajiban mendistribusi keuntungan dan kerugian (biaya, beban,
sanksi) secara adil
13Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan
kompeten
14Tidak memberi beban secara tidak merata tanpa alasan sah/tepat
15 Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan
penyakit/gangguan kesehatan
16 Bijak dalam makroalokasi
Kasus mengenai peradilan atau justice berhubungan dengan bagaimana Dokter
Bagus menjaga hubungan yang adil dengan pasien, keluarga, paramedis dan pihak
lain yang terkait sehubungan dengan bidang kedokteran.Representasinya berupa
penerapan sistem nomor antrian untuk menjaga ketertiban dan menunjukan tidak ada
yang dibedakan dalam pelayanan kesehatan , keadaan dimana pasien gawat darurat
mendapatkan penanganan lebih dulu dibandingkan pasie lainnya yang memiliki
keadaan lebih baik. Sedangkan perilaku negatif Dokter Bagus pada asas ini adalah
ketika ia menyalahgunakan wewenang yang dimiliki yaitu tidak mendengarkan
keluhan seorang Ibu muda yang sangat cerewet dan langsung memberikan tindakan
merujuknya ke sebuah klinik langganan yang berada di kota, “KLINIK CEPAT
TEPAT”
2.4 Otonomi
Berdasarkan sejarah , otonomi hadir di tahun 1950-an, saat seluruh perubahan
dari berbagai aspek bermasyarakat, termasuk bidang kesehatan. Orang mulai tidak
mendapatkan kepuasan atas pola hubungan tradisional (beneficence dan non
maleficence) Tetapi perlu disadari pula mekipun baru makin disadari di tahun yang
telah disebutkan di atas, otonomi sudah ada sejak lama hanya saja gagal dikarenakan
besarnya dominasi arus paternalisme. Berikut ini faktor yang mempengaruhi
perkembangan otonomi, yaitu
a. Deklarasi Universal Tentang Hak-Hak Asasi Manusia yang disahkan oleh
PBB tahun 1948
b. Keberhasilan perjuangan golongan minoritas kulit hitam di Amerika
Serikat menuntuk hak-hak sipil yang sama dengan warga Negara kulit
putih
c. Pekembangan sosial-ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat
d. Di Indonesia saat dihadapkan dengan krisis di tahun 1997 yang
melahirkan gerakan reformasi menuntut demokratisasi, pemberlakuan
HAM, termasuk dalam peranan sebagai pasien.
Sebelum mendeskripsikan otonomi secara terperinci, kita dapat
membedakannya dari beneficence melalui sisi metode komunikasi dengan pasien
(ketika seorang dokter memberikan saran mengenai tahapan terapi yang dapat dijalani
oleh pasien, seorang pasien memiliki otoritas untuk memilihnya dan dokter harus bisa
menerima keputusan tersebut), privasi dan kepercayaan dan keyakinan atas pilihan
yang diambil menyangkut kehidupan.
Otonomi adalah hak untuk menentukan nasib sendiri bagi diri sendiri, dari
sudut pandang kesehatan dikenal sebagai hak otonomi pasien. Konsep otonomi
dilatarbelakangi oleh manusia merupakan mahkluk Tuhan yang bermartabat, sehingga
tiap manusia seyogyanya pantas mempunyai hak untuk menentukan segala hal yang
berkaitan dengan hidup dan matinya (secara ekstrim). Bagan di bawah ini akan
menentukan kasus kedokteran didasarkan asas otonomi
No Uraian
1Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat
pasien
2Tidak mengintervensi pasien membuat keputusan (pada kondisi
elektif)
3 Berterus terang
4 Menghargai privasi pasien
5 Menjaga rahasia pasien
6 Menghargai rasionalitas pasien
7 Melaksanakan informed consent
8Membiarkan pasien dewas dan kompeten mengambil keputusan
sendiri
9 Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
10
Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam membuat
keputusan, termasuk keluarga pasien sendiri
11Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus
non emergensi
12 Tidak berbohong kepada pasien meskipun demi kebaikan pasien
13 Menjaga hubungan atau kontrak
Otonomi adalah asas yang menyangkut hak menentukan nasibnya sendiri
terutama tentang kesehatan. Seorang dokter tidak dapat mengambil tindakan terapi
tanpa menginformasikan terlebih dahulu pada pasien atau keluarganya terkecuali
tidak ada seorang pun yang dapat dimintai pendapatya. Dalam hal ini harus
dihadirkan saksi lain seperti perawat atau mantra yang mengetahui (dalam kasus
Dokter Bagus tidak ditemukan) Selain daripada itu Dokter selalu menempatkan
pasien, keluarga atau pihak terkait dalam keadaan memilih dan selama menunggu
ditetapkannya sebuah pilihan bersabar menunggu dan tidak melakukan intervensi
apapun. Bahkan dokter berkewajiban pula mencegah terjadimya intervensi dari pihak
lain terhadap pasien. Bebeberapa cirri yang telah disebutkan di atas bisa kita temukan
pada pasien dengan kasus seorang Ibu yang menderita batuk pilek, seorang anak laki-
laki yang mengalami keganasan dan saat ke praktek Dokter Bagus ditemani oleh
keluarganya, kecelakaan pada seorang laki-laki karena mesin penggiling padi dengan
konsekuensi tangannya harus diamputasi. Dan yang terakhir di saat Dokter Bagus
melakukan kesalahan yaitu tidak menanyakan terlebih dahulu apakah seorang Ibu
muda yang cerewet berkenan untuk dirujuk ke sebuah klinik di kota.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dokter Bagus telah menerapkan empat asas dalam praktek kedokterannya,
yaitu beneficence, non maleficence, justice dan otonomi. Tetapi tidak secara
keseluruhan asas dilakukan secara tepat. Berikut hasil pengelompokan kasus ke dalam
asas-asas yang berlaku
a. Beneficence: Penjelasan awal mengenai bagaimana Dokter Bagus
mengabdi pada masyarakat, kasus I, kasus II, kasus III dan kasus IV
b. Non Maleficence: Kasus III dan kasus kegawatdaruratan
c. Justice: Penerapan sisitem nomor antrian bagi seluruh pasien yang
berobat, kasus gawatdarurat dan kasus VI
d. Otonomi Kasus II, kasus III, kasus gawatdarurat dan kasus V
3.2 Saran
Diharapkan Dokter Bagus dan semua calon dokter di Indonesia menerapkan
empat kaidah dasar bioetika dan mengabdikan diri kepada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Chang, William, OFM Cap(2009). BIOETIKA Sebuah Pengantar. Yogyakarta : Penerbit
Kanisius.
2. D. Dickenson, R. Huxtable, M. Parker(2010). The Cambridge Medical Ethics Second
Edition. United States of America : Penerbit Cambridge University Press