Post on 05-Jul-2015
Laporan kasus : Seorang Anak dengan Keluhan Sakit pada Telinga Kiri
disertai Demam
KELOMPOK III
Biondi Andorio H.
(030.10.057)
Boby Seftian Eka Putra
(030.10.059)
Camila Kamal
(030.10.061)
Chrisendy Hakim
(030.10.063)
Cinta
(030.10.065)
Clavi Hanum Pratama Dardum
(030.10.067)
Cynthia Ayuningtyas
(030.10.069)
Dela Asrivia Buana
(030.10.071)
Denia Mariella Chantika
(030.10.073)
Desira Anggitania
(030.10.075)
Devi Yuliana
(030.10.077)
Devina Pangastuti
(030.10.079)
Diani Adita
(030.10.081)
Widya Ilmiaty Kamrul
(030.10.083)
Jakarta
19 Mei 2011
PENDAHULUAN
Telinga, hidung, dan tenggorok merupakan organ yang saling berhubungan satu sama
lain. Bila ada satu bagian dari organ tersebut yang terganggu, maka kedua organ lainnya akan
terimbas pula.
Telinga merupakan organ untuk pendengaran dan keseimbangan, yang terdiri dari
telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga luar berfungsi untuk menangkap
gelombang suara yang kemudian diubah menjadi energi mekanis oleh telinga tengah. Energi
mekanis tersebut kemudian diubah kembali oleh telinga tengah menjadi gelombang saraf
yang berikutnya akan dihantarkan ke otak. Telinga dalam berperan dalam membantu menjaga
keseimbangan tubuh. Penyakit yang ditemui di daerah telinga biasanya merupakan dampak
dari penyakit yang terjadi pada hidung ataupun tenggorokan. Jarak antara saluran tenggorok,
hidung, dan telinga yang pendek sekali menyebabkan kuman pada saluran tersebut naik ke
telinga.
Gangguan pendengaran pada anak-anak umumnya terjadi akibat batuk pilek lama dan
berulang (infeksi saluran pernafasan atas), sehingga menyebabkan terkumpulnya cairan pada
rongga telinga tengah (Otitis Media Efusi), hal ini disebabkan saluran (tuba eustachius) dari
hidung ke telinga mengalami sumbatan. Apalagi muara telinga atau tuba eustachius pada
anak masih pendek, lebar, dan terletak lebih horisontal sehingga sangat mudah terjadi infeksi
dari daerah sekitarnya. Rasa sakit pada telinga dapat timbul jika terdapat infeksi. Pengobatan
terhadap infeksi saluran pernafasan atas (batuk-pilek) yang sesuai dapat mengurangi
timbulnya gangguan4.
STUDI KASUS
Data pasien
Nama : An. Budi
Usia : 8 tahun
Pendidikan : Kelas 3 SD
Alamat : Jl. Kampung Melayu, Jakarta Timur
Dari anamnesis didapatkan keluhan
Seorang anak laki-laki usia 8 tahun diantar oleh ibunya dengan keluhan sakit pada
telinga kiri dan disertai demam sejak 3 hari. Selain itu ia mengeluh pendengaran
telinga kiri berkurang disertai berdengung. Menurut ibunya sebelum timbul sakit pada
telinga kirinya, ia menderita batuk-pilek, dan diobati sendiri dengan obat batuk-pilek
untuk anak-anak.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan
Status generalis:
Keadaan umum dan kesadaran : Sakit sedang, Compos mentis
Tinggi dan berat badan : 130 cm/35kg
Suhu : 38,5o C
Tensi : 100/60 mmHg
Pernafasan : 18x/menit
Nadi : 120x/menit
Kepala : Lihat status THT
Thorax : Normal
Abdomen : Normal
Ekstremitas : Normal
Status THT
Pada pemeriksaan THT didapati telinga kanan dalam batas normal dan telinga
kiri didapatkan liang telinga lapang tidak hiperemis tidak terdapat serumen
ataupun sekret, membran timpani sangat menonjol dan hiperemis.
Pemeriksaan hidung didapatkan kedua kavum nasi lapang, konka inferior dan
konka media hiperemis serta didapatkan sekret purulen pada kedua rongga
hidung.
Pemeriksaan tenggorok dalam batas normal.
Pemeriksaan kelenjar getah bening leher tidak didapati pembengkakan.
Pemeriksaan lab
Hb : 14 gr/dl
Lekosit : 15.000 uL
Trombosit : 250.000
LED : 20 mm/jam
PEMBAHASAN
Masalah-masalah yang terdapat dalam kasus ini diantaranya sakit pada telinga kiri
disertai demam dan pendengaran telinga kiri berkurang disertai berdengung.Pada
pemeriksaan telinga, dapat terlihat membran timpani yang sangat menonjol dan hiperemis
pada telinga kiri.Sedangkan pada pemeriksaan hidung didapatkan kedua kavum nasi lapang,
konka inferior dan konka media hiperemis serta didapatkan sekret purulen pada kedua rongga
hidung.
Interpretasi2,3
1. Suhu : Febris (Normal : 36,5-37,2o C).
2. Tensi :Normal.
3. LED : Tidak normal (Normal : 0-8 mm/jam).
4. Pernafasan :Normal (pernafasan anak 5-9 tahun normalnya 15-30x/menit, dan rata2
waktu tidur 18x/menit).
5. Nadi : Hampir tidak normal (Normal pada anak usia 2-10 tahun :70-110x/menit).
6. Membran timpani menonjol.
7. Hb : Normal (10-16 gr/dl).
8. Leukosit : Leukositosis (Normal 9.000-12.000).
9. Trombosit : Normal (Normal150.000-400,000 platelets per microliter (mcL)).
Anatomi telinga1
1. Aurikel (daun telinga)
Terdiri dari tulang rawan dan kulit
Terdapat konkha, tragus, antitragus, helix,
antihelix dan lobulus
Fungsi utama aurikel adalah untuk
menangkap gelombang suara dan
mengarahkannya ke dalam MAE
2. Meatus Auditorius Eksternal (liang telinga luar)
Panjang + 2, 5 cm, berbentuk huruf S
1/3 bagian luar terdiri dari tulang rawan, banyak terdapat kelenjar minyak dan kel.
Serumen
2/3 bagian sisanya terdiri dari tulang ( temporal ) dan sedikit kelenjar serumen.
Rambut halus dan serumen berfungsi untuk mencegah serangga kecil masuk.
MAE ini juga berfungsi sebagai buffer terhadap perubahan kelembaban dan
temperatur yang dapat mengganggu elastisitas membran tympani
3. Membrana Tympani
Terdiri dari jaringan fibrosa elastis
Bentuk bundar dan cekung dari luar
Terdapat bagian yang disebut pars flaksida, pars tensa dan umbo. Reflek cahaya ke
arah kiri jam tujuh dan jam lima ke kanan
Dibagi 4 kwadran ; atas depan, atas belakang, bawah depan dan bawah belakang
Berfungsi menerima getaran suara dan meneruskannya pada tulang pendengaran
4. Tulang-tulang Pendengaran
Terdiri dari Maleus, Incus dan Stapes
Merupaka tulang terkecil pada tubuh manusia
Brfungsi menurunkan amplitudo getaran yang diterima dari membran tympani dan
meneruskannya kjendela oval
5. Cavum Tympani
Merupakan ruangan yang berhubungan dengan tulang Mastoid, sehingga bila terjadi
infeksi pada telinga tengah dapat menjalar menjadi mastoiditis
6. Tuba Eustachius
Bermula dari ruang tympani ke arah bawah sampai nasofaring
Struktur mukosanya merupakan kelanjutan dari mukosa nasofaring
Tuba dapat tertutup pada kondisi peningkatan tekanan secara mendadak
Tuba ini terbuka saat menelan dan bersin
Berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan udara di luar tubuh dengan di dalam
telinga tengah
7. Koklea
Skala vestibuli yang berhubungan dengan vestibular berisi perilymph
Skala tympani yang berakhir pada jendela bulat, berisi perilymph
Skala media / duktus koklearis yang berisi endolymph
Dasar skala vestibuli disebut membran basalis, dimana terdapat organ corti dan sel
rambut sebagai organ pendengaran
8. Kanalis Semi Sirkularis
Terdiri dari 3 duktus semiserkular, masing-masing berujung pada ampula
Pada ampula terdapat sel rambut, krista dan kupula
Berkaitan dengan sistem keseimbangan tubuh dalam hal rotasi
9. Vestibula
Terdiri dari sakulus dan utrikel yang mengandung makula
Berkaitan dengan sistem keseimbangan tubuh dalam hal posisi
Fisiologi pendengaran5
Suara ditangkap oleh daun telinga liang telinga luar membran timpani
maleus inkus stapes organ Corti saraf pendengaran lobus temporalis
(Brodman 41) area asosiasi.
Patofisiologi Otitis Media Akut4
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Adanya kuman yang biasanya golongan Streptokokus, Stafilokokus, dan
Pneumokokus yang masuk ke telinga dalam.Cara masuknya bisa melalui tertelannya
kuman tersebut waktu gejala pilek atau menurunnya daya tahan tubuh anak
tersebut.Pada stadium ini terdapat retraksi membran timpani.
2. Stadium Hiperemis
Adanya bakteri tersebut memicu sel untuk mengeluarkan histamin, sehingga
melebarnya pembuluh darah di membran timpani sehingga membran timpani tampak
hiperemis serta ada sedikit edema.
3. Stadium Supurasi
Stadium ini terjadi jika kuman yang ada di bagian posterior membran timpani banyak
sehingga menyebabkan banyak antibodi yang rusak. Antibodi yang rusak tadi akan
menjadi nanah dan mendesak membran timpani sehingga membran timpani menonjol
ke arah telinga luar. Juga banyak sel epitel superfisial yang rusak dan terjadi
peningkatan suhu yang hebat. Jika tekanan nanah pada kavum timpani tidak
berkurang lama kelamaan akan terjadi iskemia.
4. Stadium Perforasi
Penanganan yang lambat lama kelamaan akan terjadi ruptur pada membran timpani
sehingga mengakibatkan nanah mengalir keluar.
5. Stadium Resolusi
Jika membran timpani tetap utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali. Bila
tidak utuh penyakit Otitis Media Akut akan menjadi Otitis Media Kronis.
Pengobatan4
Pengobatan OMA tergantung pada jenis stadium penyakitnya.
Pada stadium oklusi pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba
Eustachius, sehingga tekanan negatif ditelinga tengah hilang.Untuk ini diberikan obat tetes
hidung. HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik ( anak < 12 tahun) atau HCl efedrin 1 %
dalam larutan fisiologik untuk yang berumur diatas 12 tahun dan pada orang dewasa.
Disamping itu sumber infeksi harus diobati.Antibiotika diberikan apabila penyebab penyakit
adalah kuman, bukan oleh virus atau alergi.
Pada stadium presupurasi ialah antibiotika, obat tetes hidung dan analgetika.Bila
membran timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi.
Antibiotika yang dianjurkan ialah dari golongan penisilin atau ampisilin.Terapi awal diberkan
penisilin intramuskular agar didapatkan konsentrasi yang adekuat didalam darahm sehingga
tidak terjadi mastoiditis yang terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa, dan
kekambuhan.Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari.Bila pasien alergi
terhadap penisilin, maka diberikan eritromisin.
Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50-100 mg/BB/hari, dibagi dalam 4 dosis, atau
amoksilin 40 mg/BB/hari dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40 mg/BB/hari.
Pada stadium supurasi disamping diberikan antibiotika, idealnya harus disertai
dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh.Dengan miringotomi gejala-gejala
klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari.
Pada stadium perforasi sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang terlihat
keluarnya sekret secara berdenyut (pulsasi).Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci
telinga H2O2 3 % selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang
dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7-10 hari.
Pada stadium resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar
melalui peforasi di membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan karena berlanjunya edem
mukosa telinga tengah.Pada keadaan demikian antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3
minggu.Bila 3 minggu setelah pengobatan sekret masih tetap banyak, kemungkinan telah
terjadi mastoiditis.
Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih dari 3 minggu,
maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut.
Bila perforasi menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan,
maka keadaan ini disebut otitis media supuratif kronis (OMSK).
Prognosis
Pada anak ini dapat dibuat prognosis sebagai berikut :
Ad vitam (kehidupan) :
Ad bonamyang berarti prognosis anak ini baik
Ad sanantionam (bisa kambuh lagi atau tidak) :
Dubia ad bonamyang berarti kemungkinan lebih kearah baik
Ad fungsionam (fungsi organ) :
Ad bonamyang berarti fungsi organ anak ini baik
KESIMPULAN
Otitis media akut adalah peradangan sebagian atau seluruh telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.
Dari hasil anamnesis pada anak ini ditemukan bahwa pendengaran telinga kiri
berkurang, berdengung, dan sakit.Pada pemeriksaan fisik terdapat suhunya febris dan nadi
tinggi. Sedangkan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan bahwa LED tinggi dan leukosit
tinggi.Dari data-data tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien menderita otitis media akut
(OMA) stadium supurasi.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah diberikan antibiotika dan melakukan
miringotomi, serta untuk demamnya dapat diberikan obat antipiretik.. Dengan
penatalaksanaan baik dan tepat, maka prognosis yang didapatkan juga akan baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Putz R, Pabst R. Sobota. EGC. 2006.
2. Provan D, Krentz A. Oxford handbook of clinical and laboratory investigation.
New York: Oxford University Press; 2002. p. 584.
3. Latief A, Tumbelaka AR, Matondang CS, Chair I, Bisanto J, Abdoerrachman
MH, dkk. Apendiks. In: Matondang CS, Wahidiyat I, Sastroasmoro S, editors.
Diagnosis Fisis pada Anak. 2nd ed.
Jakarta: CV Sagung Seto;2009.p.205-6.
4. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan Telinga Tengah. In Soepardi EA,
Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. 5th ed. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2001.p.64-8.
5. Silbernagl S, Despopoulos A. Color Atlas of Physiology. 6th ed. New York :
Thieme;2008.p.370-1.