Post on 24-Jul-2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam biologi industri, mikroba mempunyai peranan yang sangat besar dalam
menghasilkan berbagai macam produk. Jenis dan jumlah mikroba yang bersifat
menguntungkan ini juga tersedia secara melimpah di alam, yang masih perlu digali dan
dikembangkan dalam industri. Mikroba tersebut dapat ditemukan mulai dari dasar samudra
sampai kepuncak gunung dan dapat hidup pada berbagai macam habitat, termasuk pada
lingkungan yang ekstrim. Persiapan dalam mengeksploirasi mikroba dari habitat, agar
dapat diaplikasikan dalam industri dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan jenis produk yang akan dihasilkan
2. Mengetahui kelompok mikroba yang dapat digunakan
3. Mempelajari jalur biosintesis produk
4. Menentukan medium untuk pertumbuhan mikroba dan substrat yang bisa
digunakan dalam menghasilkan produk yang diinginkan
5. Isolasi mikroba; Seleksi mikroba
6. Karakterisasi dan identifikasi
7. Pemeliharaan kultur
8. Propagasi kultur dan pembuatan starter
9. Fermentasi
10. Scale up
11. Pengembangan mutan jika diperlukan
12. Aplikasi dalam Industri.
Mikroba dengan ukuran mikroskopis, jenis dan sifat fisiologis yang bervariasi,
menempati habitat di alam tanpa batas ruang. Dengan kata lain mikroba dapat ditemukan
dimana saja, yakni di tanaman, hewan, manusia, air, tanah, udara, limbah dan sebagai-nya.
Dalam biologi industri mikroba merupakan pabrik molekuler, yang mampu
memproduksi ribuan macam produk yang dapat dimanfaatkan manusia. Dewasa ini,
aplikasi mikroba dalam industri terus berkembang baik di bidang kimia, pangan, tekstil,
kertas, pertanian.ataupun lingkungan dan lain sebagainya. Sementara di alam, mikroba
yang bersifat menguntungkan ini, merupakan harta kekayaan yang masih banyak
tersembunyi dan tak kan pernah habis untuk digali dan dikembangkan.
B. Pemanfaatan Mikroba Dalam Dunia Industri Pangan
Banyak yang menduga bahwa mikroorganisme membawa dampak yang merugikan
bagi kehidupan hewan, tumbuhan, dan manusia, misalnya pada bidang mikrobiologi
kedokteran dan fitopatologi banyak aditemukan mikroorganisme yang pathogen yang
menyebabkan penyakit dengan sifat-sifat kehidupannya yang khas. Meskipun demikian,
masih banyak manfaat yang dapat diambil dari mikroorganisme-mikroorganisme tersebut.
salah satunya adalah dengan memanfaatkan mikroba sebagai bahan industri pangan.
Beberapa bahan makanan yang sampai saat ini dibuat dengan menggunakan
mikroorganisme sebagai bahan utama prosesnya, misalnya pembuatan bir dan minuman
anggur dengan menggunakan ragi, pembuatan roti dan produk air susu dengan bantuan
bakteri asam laktat, dan pembuatan cuka dengan bantuan bakteri cuka.
Pengolahan kacang kedelai di beberapa negara banyak yang menggunakan bantuan
fungi, ragi, dan bakteri-bakteri asam laktat. Bahkan asam laktat dan asam sitrat yang dalam
jumlah besar diperlukan oleh industri bahan makanan masing-masing dibuat dengan
bantuan asam laktat dan Aspergillus niger. Beberapa kelompok mikroorganisme dapat
digunakan sebagai indikator kualitas makanan.
Mikroorganisme ini merupakan kelompok bakteri yang keberadaannya di makanan
di atas batasan jumlah tertentu, yang dapat menjadi indikator suatu kondisi yang terekspos
yang dapat mengintroduksi organisme berbahaya dan menyebabkan proliferasi spesies
patogen ataupun toksigen. Misalnya E. coli tipe I, coliform dan fekal streptococci
digunakan sebagai indikator penanganan pangan secara tidak higienis, termasuk
keberadaan patogen tertentu. Mikroorganisme indikator ini sering digunakan sebagai
indaktor kualitas mikrobiologi pada pangan dan air.
Peranan mikroba dalam pembuatan fruity wine
Banyak orang yang suka minum wine dan beberapa tidak minum bukan karena tidk
suka namun karena larangan agama. Meskipun hanya sebuah minuman namun pembuatan
wine tidak semudah pembuatan fast food. Perlu banyak alat dan persyaratan agar
pembuatan wine berhasil dengan baik.
Bahan yang utama diperlukan adalah buah (jika buahnya anggur disebut wine saja,
jika buah lain misal pisang maka disebut wine pisang dan sebagainya tergantung nama
buah). Selain buah diperlukan juga peralatan (fermentor) dan mikroorganisme yaitu
khamir, dan nutrisi tanbahan. Pada dasarnya khamir semua buah dapat dibuat wine
terutama yang mengandung gula. Bila gula pada buah tadi kurang maka sering
ditambahkan gula. Dapat pula dari bahan yang kaya pati misalnya beras ketan, maka pati
ada beras ini harus dipecah terlebih dahulu misal menggunakan ragi tape dijadikan tape
atau dihidrolisis dengan asam maupun enzim. Contoh produk yang berasal dari beras ketan
melalui fermentasi ada adalah brem bali, sedang yang melalui hidrolisis adalah bio-etanol.
Mikroba sering digunakan untuk memfermentasi bahan makanan. Roti, keju,
tempe, kecap merupakan makanan hasil fermentasi mikroba. Pengetahuan manusia
terhadap fermentasi mikroba lebih dulu berkembang daripada mikroba sendiri.
BAB II
ISI
Peran mikroba dalam industri pembuatan fruity wine
Ini adalah salah satu pembuatan bahan pangan yang memanfaatkan mikroba :
Wine merupakan minuman beralkohol yang biasanya terbuat dari jus anggur yang
difermentasi. Keseimbangan sifat alami yang terkandung pada buah anggur, menyebabkan
buah tersebut dapat difermentasi tanpa penambahan gula, asam, enzyme, ataupun nutrisi
lain. Wine dibuat dengan cara memfermentasi jus buah anggur menggunakan khamir dari
type tertentu. Yeast tersebut akan mengkonsumsi kandungan gula yang ada pada buah
anggur dan mengubahnya menjadi alcohol.
Perbedaan varietas anggur dan strain khamir yang digunakan, tergantung pada type
dari wine yang akan diproduksi.Buah yang baik untuk digunakan dalam pembuatan wine
apabila mengandung asam-asam seperti asam tartart, malat dan sitrat. Asam tartart adalah
antioksidan dan menghasilkan rasa asam. Asam malat juga dikenal sebagai asam buah
terutama pada apel. Asam sitrat adalah pengawet alami dan juga memberi rasa
asam.Khamir adalah mikrooorganisme yang melakukan fementasi juice buah menjadi
wine.
Khamir yang umum digunakan dalam fermentasi adalah Saccharomyces sp. Khamir
ini akan mengubah gula menjadi alkohol dan CO2. Dalam perombakan ini diperlukan pula
nutrien yang mendukung pertumbuhan khamir, jika tidak tersedia pada bahan baku. Bahan
yang umum dtambahkan adalah amonium fosfat sebagai sumber nitrogen.
Jika proses fermentasi telah selesai, maka dilakukan proses penjernihan. Dalam
proses penjernihan umumnya ditambahan tanin. Tanin akan membantu pembentukan
flavor. Proses penambahan tanin ini disebut aging karena setelah ditambahkan wine
dibiarkan beberapa lama (dapat sampai berbulan-bulan). Tanin umumnya ditambahkan
pada pembuatan red wine. Red wine dibuat dari anggur hitam dan kulitnya tidak
dipisahkan dalam proses pembuatanya. Tanin terdapat pada kulit buah, tangkai dan biji.
Pembuatan Fruity Wine (anggur buah) adalah minuman beralkohol hasil fermentasi
sari buah dengan atau tanpa Bahan Tambahan Makanan yang diizinkan. Sari buah yang
biasa digunakan oleh winemaker dalam pembuatan wine adalah buah anggur, karena
memiliki kandungan glukosa yang tinggi yaitu 75 – 150 mg/ml. Berdasarkan jenis anggur
yang digunakan wine dapat dibedakan atas dua macam, yaitu red wine dan white wine.
Perbedaan keduanya dapat terletak pada bahan baku, red wine menggunakan
anggur anggur merah sedangkan white wine menggunakan anggur hijau atau anggur merah
yang dikupas kulitnya. Selain itu lama dan suhu fermentasi dari kedua jenis ini berbeda,
red wine membutuhkan waktu fermentasi selama 3 – 5 hari pada 24 – 270C sedangkan
white wine membutuhkan waktu selama 7 – 14 hari pada 10 – 210C.
Pada dasarnya hampir semua buah dapat dibuat menjadi wine terutama yang
mengandung gula (15 – 18%). Bila kandungan gula pada buah kurang atau tidak
mencukupi, maka sering ditambahkan gula pada saat proses fermentasi wine. Syarat
medium yang baik untuk pembuatan wine atau anggur, yaitu:
1.Harus mempunyai kandungan nutrisi tinggi
2.Mempunyai keasaman yang tinggi sehingga dapat menghambat pertumbuhan
mikroba yang tidak diinginkan.
3.Kandungan gula cukup tinggi
4.Mempunyai aroma yang sedap.
Varietas anggur yang digunakan dalam pembuatan wine (anggur), yaitu Vitis
Vinifera dan Vitis labrusca. Berikut ini ciri-ciri dari kedua jenis anggur, yaitu :
1. Vitis Vinifera
Kulit tipis, rasa manis, dan segar Kemampuan tumbuh dari dataran rendah
hingga 300 m dari permukaan laut beriklim kering. Termasuk jenis ini adalah
dari Eropa (Pinot Noir, Chardonnay, Cabernet Sauvignon, Gamay and Merlot)
dan dari Indonesia (Gros Colman, Probolinggo biru dan putih, Situbondo
Kuning, Alphonso lavalle, dan Golden Camphion).
2. Vitis Labrusca
Kulit tebal, rasa asam, dan kurang segar. Kemampuan tumbuh dari dataran
rendah hingga 900 m di bawah permukaan laut.
Termasuk jenis ini adalah Brilliant, Delaware, Carman, Beacon, dan
Isabella.
Jenis mikroba yang digunakan dalam pembuatan wine ini adalah :
Mikroorganisme yang sering berperan dalam fermentasi anggur buah adalah
dari golongan khamir dari genus Saccharomyces, Candida, Hansenula pichia.
Dari genus Saccharomyces yang dapat digunakan dalam pembuatan anggur
buah antara lain Saccharomyces cerevisiae, Saccharomyces ovifformes, dan
Saccharomyces fermentasi.
Syarat mutu Fruity Wine (anggur buah) menuru Depertemen
Pertanian (2004) dalam Effendi (2004) adalah :
Tabel 1. Syarat Mutu Fruity Wine
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan :
Bau
Normal/khas
RasaNormal/khas
2 Etil Alkohol % v/v 5 – 15
3 Metal Alkohol % v/v
Terhadap
alcohol absolut
Maks 0,1
4 Asam yang mudah menguap
(dihitung sebagai asam
asetat)
g/100 ml Maks 0,2
5 Bahan Tambahan Makanan :
Zat pewarna
Pengawet
Pemanis buatan
Sesuai SNI 01-
0222-1987
Negative
6 Cemaran logam :
Timbal (Pb)
Tembaga (Cu)
Seng (Zn)
Raksa (Hg)
Timah (Sn)
Arsen (As)
mg/Kg
mg/Kg
mg/Kg
mg/Kg
mg/Kg
mg/Kg
Maks 0,2
Maks 2,0
Maks 2,0
Maks 0,03
Maks 40,0
Maks 0,1
7 Cemaran mikrobiologi :
Angka lempeng total
Bakteri coliform
Escherichia coli
Salmonella
Koloni/mg
APM/ml
APM/ml
Maks 2,0×102
Maks 20
< 3
Staphylococcus aureus
Vibrio species
Clostridium perfringen
Kapang
Khamir
Koloni/ml
Koloni/ml
Koloni/ml
Negative
0
Negative
Jenis mikroba
Mikroorganisme yang sering berperan dalam fermentasi anggur buah adalah dari
golongan khamir dari genus Saccharomyces, Candida, Hansenula pichia. Dari genus
Saccharomyces yang dapat digunakan dalam pembuatan anggur buah antara lain
Saccharomyces cerevisiae, Saccharomyces ovifformes, dan Saccharomyces fermentati
(Frazier and Westhoff, 1978).
Khamir yang biasa dan banyak digunakan untuk fermentasi buah anggur adalah
Sacharomyces cerevisiae dari varietas ellipsoideus. Saccharomyces cerevisiae varietas
ellipsoideus biasa digunakan untuk fermentasi buah anggur karena khamir jenis ini
mempunyai sifat yang dapat mengadakan fermentasi pada suhu yang agak tinggi yaitu 30 oC. Selain itu dapat menghasilkan alkohol cukup tinggi yaitu 18 – 20 % (v/v). Khamir jenis
ini juga mampu memfermentasi beberapa macam gula diantaranya sukrosa, glukosa,
fruktosa, galaktosa, manosa, maltosa dan maltotriosa (Fardiaz, 1989). Fermentasi etanol
oleh Saccharomyces cerevisiae dapat dilakukan pada pH 4 – 5 dengan temperatur 27 – 35 0C, proses ini dapat berlangsung 35 – 60 jam. Taksonomi Saccharomyces cerevisiae
adalah sebagai berikut (Anonymousa, 2009) :
Divisi : Eumycophyta
Kelas : Ascomycetes
Ordo : Sacharomycetales
Famili : Sacharomycetaceae
Genus : Sacharomyces
Species : Sacharomyces cerevisiae
Sel yang termasuk jenis Sacharomyces cerevisiae berbentuk bulat, oval, atau memanjang.
Dalam industry alcohol atau pembuatan anggur digunakan khamir permukaan yang disebut
top yeast, yaitu khamir yang bersifat fermentative kuat dan tumbuh dengan cepat pada
suhu 200C. Khamir permukaan tumbuh secara menggerombol dan melepaskan karbon
dioksida dengan cepat mengakibatkan sel terapung pada permukaan. Contohnya adalah
Sacharomyces cerevisiae var.ellipsoideus merupakan galur yang dapat memproduksi
alkohol dalam jumlah tinggi, sehingga digunakan dalam industry pembuatan alcohol atau
anggur (Fardiaz, 1989).
Fermentasi Wine
Menurut Anonymous (2008) fermentasi wine adalah proses dimana juice anggur
bersama-sama dengan bahan yang lain yang diubah secara reaksi biokimia oleh khamir dan
menghasilkan wine. Bahan untuk proses fermentasi adalah gula ditambah khamir yang
akan menghasilkan alkohol dan CO2. CO2 akan dilepaskan dari campuran wine menuju
udara dan alkohol akan tetap tinggal di fermentor. Jika semua gula buah sudah diubah
menjadi alkohol atau alkohol telah mencapai sekitar 15% biasanya fermentasi telah selesai
atau dihentikan.
Pada pembuatan wine tedapat tahapan-tahapan proses, yaitu :
1. Penghancuran dan Perlakuan Anggur Sebelum Fermentasi
Proses pertama kali yang dilakukan adalah menghancurkan anggur. Untuk wine putih kulit
dari anggur dihilangkan, sedangkan wine merah dihancurkan beserta kulitnya. Setelah itu
dilakukan pendinginan pada suhu 5 – 100C dalam waktu 24 – 48 jam dengan bantuan
enzim pectinase untuk menghancurkan material anggur.
Pada fermentasi wine atau anggur juga dilakukan penambahan SO2 kedalam jus/cairan
buah anggur dengan tujuan untuk mencegah browning selama penghancuran buah dan
menghambat aktivitas khamir lain yang tidak diinginkan.
2. Fermentasi Alkohol
Secara tradisional fermantasi dari anggur dilakukan di dalam tangki kayu yang
besar atau tangki beton, tetapi kebanyakan wine modern sekarang menggunakan tangki
stainless steel yang canggih dengan fasilitas pengontrol suhu, alat pembersih dan lainnya.
Anggur putih secara umum difermentasi pada suhu 10 – 210C pada 7-14 hari atau lebih,
sedangkan Anggur merah difermentasi antara 3 – 5 hari dengan suhu antara 24 – 270C.
Pada fermentasi ini mikroba yang digunakan yaitu Saccharomyces cerevisiae yang
diinokulasi dalam jus dengan populasi 106-107 cells/ml.
Menurut Hotmaka and Ebner (1995) alcohol merupakan cairan yang mempunyai sifat fisik
sebagai berikut :
1. Berbentuk cair
2. Tidak berwarna
3. Volatile (mudah menguap)
4. Dapat bercampur dengan air dalam segala perbandingan
5. Mendidih pada suhu 790C
6. Membeku pada suhu -1170C
7. Mempunyai berat molekul 46 g/mo/
Menurut Fardiaz (1989) fermentasi alcohol meliputi dua tahapan, yaitu :
1) Pemecahan rantai carbon melalui jalur EMP (Embden Mayorhof Parnas) menghasilkan
karbon teroksidasi yaitu asam Piruvat.
2) Asam piruvat akan dirubah menjadi produk akhir berupa alkohol
Pada fermentasi alcohol bahan-bahan yang mengandung Monosakarida (glukosa)
langsung dapat difermentasi, akan tetapi Disakarida, Pati maupun Karbohidrat Komplek
harus dihidrolisis terlebih dahulu menjadi komponen-komponen yang lebih sederhana.
Selama fermentasi alcohol berlangsung, diperlukan sedikit O2 yaitu sekitar 0,05 –
0,10 mmhg tekanan O2 yang diperlukan oleh sel khamir untuk biosintesa lemak-lemak
tidak jenuh dan lipid. Jumlah O2 yang lebih tinggi dapat merangsang pertumbuhan sel
khamir, sehingga produktivitas etanol menjadi lebih rendah (Daulay dan Rahman, 1992).
3. Fermentasi Malolactic
Fermentasi ini terjadi alami 2 sampai 3 minggu setelah fermentasi alkohol selesai,
dan berakhir 2 sampai 4 minggu. Reaksi ini mengubah dekarboksilasi L-malic acid
menjadi L-lactic acid dengan menurunkan kadar keasaman wine dan menaikkan pH antara
0,3 sampai 0,5. Penurunan kadar keasaman dengan fermentasi ini membuat wine lebih
lembut, rasa yang matang dan rasa yang lebih menarik. Tidak semua jenis wine
memerlukan proses fermentasi malolactic.
4. Proses Setelah Fermentasi
Kebanyakan wine putih tidak disimpan dalam jangka waktu yang lama setelah
fermentasi alkohol atau fermentasi malolactic selesai. Pada wine merah yang sudah tua
antara 1 sampai 2 tahun disimpan dalam tangki kayu (biasanya kayu oak). Selama ini,
reaksi kimia ini memberikan kontribusi pada perkembangan rasa antara wine dan ekstrak
komponen dari tangki kayu. Poin yang penting untuk mengontrol selama penyimpanan dan
penuaan adalah pengeluaran oksigen dan penambahan dari sulfur dioksida ke level bebas
antara 20 sampai 25 μg/ml. Sebelum pengemasan, wine mungkin disimpan di tempat yang
bersuhu dingin antara 5-100C untuk mengendapkan kotoran.
Selama fermentasi, dihasilkan cairan yang disebut “must”. Guna mencegah
tumbuhnya bakteri pada must maka dilakukan pengadukan. Senyawa-senyawa volatil juga
dihasilkan dengan berbagai konsentrasi pada fermentasi anggur. Senyawa-senyawa ini
mempunyai peran penting dalam sifat-sifat flavor dan sensoris. Aroma wine adalah hasil
dari kombinasi kompleks banyak komponen terutama senyawa-senyawa volatil yang
menjadi penciri wine. Pada wine mangga setidaknya ada 18 senyawa volatil dengan
berbagai konsentrasi. Ada 8 senyawa yang potensial sebagai aroma yaitu: asetaldehida,
dietil suksinat, atil asetat, etil butirat, isoamil alkohol, l-heksanol, etil dekanoat dan asam
kaproat.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fermentasi Wine
Fermentasi alkohol/wine (anggur) dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:
a. Spesies sel khamir
Pemilihan mikroorganisme biasanya didasarkan pada jenis karbohidrat yang
digunakan sebagai medium, sebagai contoh untuk memproduksi alkohol dari pati dan gula
digunakan Sacharomyces cerevisiae sedangkan untuk laktosa dari “whey” menggunakan
Candida pseudotropicalis. Seleksi tersebut bertujuan agar didapatkan mikroorganisme yang
mampu tumbuh dengan cepat dan toleransi terhadap konsentrasi yang tinggi, mampu
mengahasilkan alkohol dalam jumlah banyak dan tahan terhadap alkohol tersebut
(Soeharto, 1986).
b. Jumlah sel khamir
Inokulum yaitu kultur mikroba yang diinokulasikan kedalam medium fermentasi.
Tipe dan kosentrasi mikroorganisme yang diinokulasikan merupakan “critical factor” yang
mempengaruhi (wood, 1998). Menurut Soeharto (1986), jumlah “starter” optimum pada
fermentasi alkohol adalah 2-5% serta jumlah khamir yang harus tersedia dalam jumlah
yang cukup dengan jumlah sel berkisar 2-5 . 106 sel per ml.
c. Derajat keasaman(pH)
Derajat keasaman optimum untuk pertumbuhan khamir yang digunakan pada
fermentasi etanol adalah 4,5 – 5,5 (Prescott and Dunn, 2002). Sedangkan menurut Daulay
dan Rahman (1992), pada umumnya sel khamir dapat tumbuh dan memproduksi etanol
secara efisien pada pH 3,5 – 6,0.
d. Suhu
Khamir mempunyai kisaran toleransi tertentu terhadap suhu untuk pembentukan
selnya, optimum untuk khamir adalah 25 – 30 oC serta khamir dapat tumbuh secara efesien
pada suhu 28 – 35 oC. Peningkatan suhu sampai 40 oC dapat mempertinggi kecepatan awal
produksi etanol, tetapi produktivitas fermentasi secara keseluruhan menurun karena
meningkatnya pengaruh penghambatan oleh etanol terhadap pertumbuhan sel khamir
(Daulay dan Rahman, 1992).
e. Oksigen
Selama fermentasi alkohol berlangsung, diperlukan sedikit oksigen yaitu sekitar
0,05-0,10 mmHg tekanan oksigen, yang diperlukan sel khamir untuk biosintesa lemak tak
jenuh dan lipid. Jumlah oksigen yang lebih tinggi dapat merangsang pertumbuhan sel
khamir, sehingga produktivitasnya alkohol menjadi lebih rendah. Menurut Daulay dan
Rahman (1992), persediaan oksigen yang besar penting untuk kecepatan
perkembangbiakan sel khamir dan permulaan fermentasi, namun produksi alkohol terbaik
pada kondisi an aerob.
Kerusakan Wine
Menurut Handoyo (2007), Kerusakan wine secara organoleptik dapat dideteksi dari
warna, rasa, dan bau. Penyebab kerusakan tersebut dikarenakan cara pembuatan yang
kurang baik, penyimpanan, dan penyajian yang keliru. Wine yang disimpan pada
temperatur tinggi dapat menyebabkan wine terasa seperti dimasak atau dipanaskan, dimana
karakter freshnessnya sudah hilang dan aromanya terasa seperti buah-buahan yang telah
dimasak.Sedangkan kerusakan karena penyajian dapat menyebabkan oksidasi wine
menjadi asam cuka (tersedia oksigenyang cukup). Oksidasi juga bisa disebakan karena
sumbat botol (cork) yang dipakai mempunyai kualitas yang kurang bagus, sehingga
memungkinkan udara masuk kedalam botol.
Beberapa karakter aroma lain yang dapat dijadikan indikator kerusakan wine adalah :
· Bau sayuran busuk
· Bau belerang
· Bau apel busuk
· Bau telur busuk
· Bau apek
Kerusakan wine secara mikrobiologi dapat disebabkan oleh Bakteri Asam Laktat
(BAL) dari jenis Leuconostoc, pediococcus, dan Lactobacillus. Bakteri jenis ini dapat
memetabolisme gula, asam, dan unsur lain yang ada dianggur menghasilkan beberapa
senyawa yang menyebabkan pembusukan. Setelah fermentasi alkohol selesai, maka secara
alami akan terjadi proses MLF (Malolactic Fermentasi) yang dilakukan oleh BAL. Reaksi
ini mengubah dekarboksilasi L-malic acid menjadi L-lactic acid dengan menurunkan kadar
keasaman wine dan menaikkan pH antara 0,3 sampai 0,5. Setelah proses MLF selesai,
maka kehidupan dari BAL tergantung pada komposisi wine dan bagaimana wine
ditangani. Jika wine memiliki pH tinggi (> 3,5) dan SO2 tidak memadai, maka bakteri
BAL dapat tumbuh dan merusak wine atau penyebab kebusukan (Murli, 2007).
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Fermentasi wine adalah proses dimana juice anggur bersama-sama dengan
bahan yang lain yang diubah secara reaksi biokimia oleh khamir dan
menghasilkan wine. Bahan untuk proses fermentasi adalah gula ditambah
khamir yang akan menghasilkan alkohol dan CO2. CO2 akan dilepaskan dari
campuran wine menuju udara dan alkohol akan tetap tinggal di fermentor. Jika
semua gula buah sudah diubah menjadi alkohol atau alkohol telah mencapai
sekitar 15% biasanya fermentasi telah selesai atau dihentikan.
2. Pada fermentasi fruity wine mikroba yang digunakan yaitu Saccharomyces
cerevisiae yang diinokulasi dalam jus dengan populasi 106-107 cells/ml.
3. Kerusakan wine secara organoleptik dapat dideteksi dari warna, rasa, dan bau.
Penyebab kerusakan tersebut dikarenakan cara pembuatan yang kurang baik,
penyimpanan, dan penyajian yang keliru. Wine yang disimpan pada temperatur
tinggi dapat menyebabkan wine terasa seperti dimasak atau dipanaskan, dimana
karakter freshnessnya sudah hilang dan aromanya terasa seperti buah-buahan
yang telah dimasak.
DAFTAR PUSTAKA
http://joulnottmikrobiologi.blogspot.com/
http://lordbroken.wordpress.com/
http://gurungeblog.wordpress.com/
http://ptp2007.wordpress.com/
Yulneriwarni. 2008. “Mikroba, dari Habitat ke Industri”. Fakultas Biologi Universitas
Nasional
PEMBUATAN FRUITY WINE SECARA FERMENTASI
Oleh:
Rizky Dwi Agustin (4350407006)
Siti Muji Alfi Nikmah (4350407019)
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2011