Post on 29-Dec-2015
description
2.1 Data Tutorial
Tutor : dr. Yuniza
Moderator : Faris Naufal Afif
Sekretaris Meja : David Wijaya
Hari, Tanggal : Senin, 15 April 2013
Rabu, 17 April 2013
Peraturan : 1. Alat komunikasi di nonaktifkan
2. Dilarang makan dan minum
2.2 Skenario kasus
Didi, bayi laki-laki usia 9 blan, dibawa ibunya ke dokter dengan keluhan batuk dan sukar
bernafas disertai demam, sejak dua hari yang lalu dan hari ini keluhannya bertambah berat
Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum : tampak sakit berat, kesadaran: kompos mentis
RR : 68x/menit, nadi: 132x/menit, regular, suhu: 38,6⁰c
Panjang badan: 72 cm, berat badan : 8,5kg
Keadaan spesifik:
Kepala: nafas cuping hidung (+)
Toraks: paru: inspeksi: simetris, retraksi intercostal, supraclavicular
Palpasi : stem fremitus kiri=kanan
Perkusi : redup pada basal kedua lapang paru
Auskultasi: peningkatan suara nafas vesikuler, ronki basah halus nyaring, tidak terdengar
wheezing
Pemeriksaan lain dalam batas normal.
Informasi tambahan : Tidak ada riwayat atopi dalam keluarga
Pemeriksaan Laboratorium:
Hb 11,9 g%, Ht: 34 vol%, WBC 15.000/ mm3, LED: 18 mm/jam, Trombosit : 220.000/mm3,
Diff count 0/2/1/75/20/2, CRP: (-)
Radiologi:
Thoraks AP: infiltrat di parahilar kedua paru
2.3 Paparan
1. Klarifikasi Istilah
1. Batuk : ekspulsi udara yang tiba-tiba sambil mengeluarkan
suara dari paru-paru
2. Sukar bernafas : keadaan dimana terjad kesulitan saat inspirasi dan
ekspirasi
3. Demam : peningkatan temperature tubuh sampai di atas rentang
normal
4. Compos mentis : keadaan normal atau sadar sepenuhnya
5. Nafas cuping hidung (+) : cuping hidung ikut bergerak saat inspirasi
6. Retraksi intercostal : tertariknya oto-oto interkoslat, subcostal, suprasternal
akibat meningkatnya pemakaian otot-otot leher dada
sebagai usaha untuk bernafas
7. Stem fremitus : pemeriksaan dengan palpasi yang digunakan untuk
mengetahui adanya getaran yang timbul di daerah
dada kanan dan dada kiri saat mengeluarkan suara
8. Wheezing : suara bersuit yang dibuat dalam bernafas
9. Ronki basah : suara berisik dan terputus akibat aliran udara yang
melewati cairan pada bronkiolus berupa infiltrat
10. Suara nafas vesikuler : suara yang terdengar akibat adanya pusaran udara di
dalam alveolus
11. Atopi : predisposisi genetic untuk membentuk reaksi
hipersensitifitas cepat terhadap antigen lingkungan
12. CRP : suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit
sebagai respon terhadap infeksi atau inflamasi jaringan
13. Parahilar : didekat hilus paru
14. Infiltrate : substansi atau cairan yang tertimbun pada jaringan
dimana pada keadaan normal tidak dijumpai substansi
tersebut atau dtemukan dalam jumlah yang melebihi
batas normal
2. Identifikasi Masalah
1. Didi, bayi laki-laki usia 9 blan, dibawa ibunya ke dokter dengan keluhan batuk dan
sukar bernafas disertai demam, sejak dua hari yang lalu dan hari ini keluhannya
bertambah berat
2. Hasil pemeriksaan fisik
3. Hasil pemeriksaan laboratorium
4. Hasil pemeriksaan radiologi
3. Analisis Masalah
1. Didi, bayi laki-laki usia 9 bulan, dibawa ibunya ke dokter dengan keluhan batuk
dan sukar bernafas disertai demam, sejak dua hari yang lalu dan hari ini
keluhannya bertambah berat
a. Bagaimana etiologi dari batuk, sukar bernafas dan demam ?
Batuk
o Gejala flu.
o ISPA.
o Alergi
o Asma
o tuberculosis
o Benda asing yang masuk kedalam saluran napas
o Tersedak
o Faktor lingkungan (asap, rokok)
o Batuk Psikogenik.
Sukar bernafas
o Faktor keturunan. Pembawaan dari genetic yang memiliki paru-paru
dan organ pernafasan lemah.
o Factor lingkungan seperti udara dingin dan lembab, lingkungan yang
berdebu dan asap rokok dapat mengurangi supply oksigen ke paru-
paru.
o Produksi mucus yang berlebihan
o Masalah pada susunan tulang atau otot pada punggung bagian atas
Demam
Demam biasanya terjadi akibat infeksi virus (influenza), infeksi bakteri (tifus),
atau karena efek samping dari imunisasi atau obat-obatan tertentu
b. Bagaimana mekanisme dari;
i.Batuk
Saat ada benda asing masuk ke dalam saluran pernafasan dan menempel pada
mukosa saluran pernapasan, terjadi aktivasi reseptor batuk yang kemudian
akan mengirimkan sinyal ke medula spinalis dan timbul perintah dari medula
spinalis agar otot intercosta berkontraksi dan diafragma berkontraksi. Hal ini
memicu terjadinya fase inspirasi yang cepat. Kemudian glotis akan menutup
dan otot – otot di sepanjang saluran pernapasan akan berkontraksi. Akibatnya,
terjadilah kenaikan tekanan intrathorax. Kemudian, terjadi lagi pembukaan
glotis sehingga terjadi ekspirasi secara cepat dan terjadilah batuk. Batuk akan
tetap terjadi (meski tidak secara terus menerus) bila penyebab aktivasi
reseptor batuk, seperti kolonisasi miroba penyebab batuk, tidak dihilangkan.
ii.Sukar bernafas
Sukar bernafas : infeksi pada bronkus (menyebabkan terjadinya edema,
akumulasi mucus, dan debris seluler yang akan menghambat jalan nafas) dan
alveolus (tekumpulnya eksudat didalam alveolus yang akan mengganggu
difusi) sulit bernafas.
iii.Demam
Demam adalah kenaikan suhu tubuh di atas normal. Dalam kasus ini, demam
terjadi sebagai pertanda telah terjadi infeksi. Zat yang dapat menyebabkan
demam disebut sebagai pirogen. Pirogen ada 2 jenis, yaitu pirogen endogen
dan pirogen eksogen. Pirogen endogen adalah zat yang berasal dari tubuh
hospes dan pirogen eksogen adalah zat yang berasal dari luar tubuh hospes.
Mayoritas pirogen eksogen adalah mikroorganisme itu sendiri yang
difagositosis, produk mereka atau toxin yang mereka hasilkan. Sebagai respon
terhadap rangsangan pirogen eksogen, maka monosit dan makrofag
mengeluarkan pirogen endogen IL-1(interleukin 1), TNFα (Tumor Necrosis
Factor α), IL-6 (interleukin 6), dan INFα (interferon α). (Isselbacher et al,
2012 : 98) Pirogen tersebut akan beredar dalam sistem vaskular.
Di hipothalamus anterior, terdapat suatu daerah yang kaya neuron yang
disuplai oleh suatu jaringan vaskular yang disebut sebagai organum
vasculorum laminae terminalis (OVLT). Sel – sel endotel di daerah ini akan
melepaskan metabolit asam arakhidonat ketika terpapar pirogen endogen.
Metabolit asam aradikonat, yang sebagian besar adalah Prostaglandin E2 yang
dihasilkan melalui jalur COX-2 (cyclooxygenase 2), akan berdifusi ke dalam
hipothalamus. Pusat termoregulasi hipotalamus akan meningkatkan patokan
termostat suhu tubuh kita. Hipotalamus akan berusaha mempertahankan suhu
di titik termostat yang baru tersebut sehingga hipotalamus merasa bahwa suhu
normal tubuh kita (37° C) sebagai terlalu dingin. Hipothalamus melalui sistem
saraf eferen akan memerintahkan pembuluh darah perifer untuk vasokontriksi
sehingga terjadi konservasi panas. Produksi panas tubuh juga akan
ditingkatkan melalui mekanisme menggigil (kontraksi otot dapat
meningkatkan produksi panas). Konservasi panas dan peningkatan produksi
panas akan membuat suhu tubuh kita naik menuju set point yang baru
sehingga kita menjadi demam. (Isselbacher et al, 2012 : 98)
Dengan demikian, pembentukan demam sebagai respon terhadap rangsangan
pirogenik adalah sesuatu yang disengaja dan bukan disebabkan oleh kerusakan
mekanisme termoregulasi. Bila pirogen eksogen yang menjadi penyebab
demam dihilangkan, maka demam biasanya akan hilang dngan sendirinya.
Selain itu, set point hipothalamus juga dapat diturunkan dengan memberikan
obat – obatan yang dapat menghambat sintesis prostaglandin lokal oleh
inhibitor siklooksigenase seperti aspirin, ibuprofen ,atau asetaminofen
sehingga demam dapat mereda.
c. Mengapa keluhan bertambah berat ?
Penyakit yang diderita Didi tergolong penyakit akut, salah satu penyakit akut pada pernafasan yang sering terjadi pada anak-anak adalah pneumonia. Pada kasus pneumonia, kemungkinan kondisi pada Didi telah memasuki tahapan perkembangan pneumonia yang kedua, yaitu hepatisasi merah (48 jam berikutnya), dengan kondisi, paru tampak merah dan bergranula, karena sel-sel darah merah, leukosit PMN dan fibrin yag mengisi alveoli. Semakin hari semakin bertambah sesak, karena alveoli tidak dapat mengerjakan tugasnya secara normal (tempat pertukaran gas).
d. Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin dengan kasus ini ?
Hasil SDKI pada tahun 2001 menunjukkan bahwa prevalensi pneumonia
paling tinggi terjadi pada anak usia 1-4 tahun yaitu 33,76% dan prevalensi
pada anak usia < 1 tahun yaitu sebesar 31%.
Menurut WHO tahun 2005 proporsi kematian balita dan bayi karena
pneumonia di dunia adalah sebesar 19% dan 26%.
Menurut Pedoman Program Pemberantasan Penyakit ISPA untuk
Penanggulangan Pneumonia pada Balita (2002), anak laki-laki memiliki risiko
lebih besar untuk terkena pneumonia dibandingkan dengan anak perempuan.
2. Pemeriksaan fisik
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik ?
No Pemeriksaan Didi Normal Interpretasi
1 Keadaan umum Tampak sakit berat - -
2 RR 68x/menit Anak usia 2 - 11 bulan 20 - 50 kali atau lebih per menit
takipneu
3 Denyut nadi 132x/menit, regular Min: 80x/menit
Max:160x/menit
normal
4 Suhu 38,6°C 36,5-37,2°C febris
5 Tinggi dan berat Tinggi : 72 cm
Berat: 8,5 kg
Tinggi : 66-72,3
cm
Berat : 7,0-9,2
kg
Normal
Keadaan Spesifik :
- Kepala
Napas cuping hidung abnormal – meningkatnya usaha napas
- Toraks (paru)
Inspeksi
- Simetris normal
- Retraksi intercostal, supraklavikular abnormal – meningkatnya
usaha napas
Palpasi
- Stemfremitus kanan = kiri normal
Perkusi
- Redup pada basal kedua lapangan paru abnormal (Normal :
Sonor)
Auskultasi
- Peningkatan suara napas vesikuler : abnormal (normal: vesikuler)
- Ronki basah halus nyaring : abnormal (normal: tidak ada)
- Tidak dijumpai wheezing normal
b. Bagaimana mekanisme abnormal dari;
i. Keadaan umum
RR : takipneu terjadi karena adanya eksudat pada parenkim paru
yang menghambat difusi sehingga tubuh mengaktifkan mekanisme
kompensasi yaitu dengan meningkatkan laju respirasi sehingga
terjadilah takipneu
Demam terjadi karena adanya infeksi patogen sehingga mengaktifkan
pirogen endogen (berupa sitokin seperti interleukin dan TNF-alpha
yang dapat meningkatkan produksi prostaglandin sehingga setpoint di
thalamus meningkat dan terjadilah demam.
ii. Keadaan spesifik
Gbr.5. Retraksi pada dinding dada
Nafas cuping hidung (+):
Untuk melakukan ventilasi optimal karena terjadi gangguan ventilasi pada
alveoli, tubuh akan mengaktifkan otot – otot bantu pernapasan. Akibatnya,
kerja otot menjadi lebih berat. Peningkatan usaha pernapasan ini akan
tampak sebagai pergerakan cuping hidung.
Retraksi intercostal, subcostal dan suprasternal:Terjadi penarikan ke dalam otot-otot interkostal, subcostal, dan
suprasternal. Hal ini menunjukkan penggunaan otot-otot bantu pernafasan
sebagai kompensasi untuk mengeluarkan udara
Perkusi redup pada basal paru:Normalnya suara yang didapat pada saat perkusi paru adalah sonor karena
paru yang normal berisi udara. Apabila ada perubahan menjadi redup,
artinya paru berisikan akumulasi cairan.
Ronki basah halus nyaring:
Ronkhi basah (dalam bahasa Inggris disebut rales) adalah suara napas
tambahan berupa vibrasi terputus-putus akibat getaran yang terjadi karena
cairan dalam jalan napas dilalui oleh udara. Ronkhi basah dapat dibedakan
menjadi ronkhi basah halus, sedang, dan kasar berdasarkan lokasi cairan
pada saluran napas. Ronkhi basah halus terjadi bila cairan berada di
duktus alveolus, bronkiolus, dan bronkus halus. Ronkhi basah sedang
terjadi bila cairan berasal dari bronkus kecil dan sedang. Ronkhi basah
kasar terjadi bila cairan berasal dari bronkus di luar jaringan paru.
c. Bagaimana makna klinis tidak adanya riwayat atopi dalam keluarga?
Riwayat atopi dalam keluarga menunjukkan adanya kecenderungan untuk
mengalami reaksi hipersensitivitas/alergi. Tidak adanya riwayat atopi dapat
membantu menyingkirkan kemungkinan adanya penyakit alergi seperti asma
bronkial, rinitis alergi, dermatitis atopi, alergi obat dan alergi makanan.
3. Pemeriksaan laboratorium
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan laboratorium ?
b. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan lab ?
Leukosit meningkat karena adanya infeksi
Pemeriksaan Nilai Hasil Nilai Normal Kesimpulan
Hb 11,9 gr/dl 11,3-14,1gr/dl Normal
Leukosit 15.000/mm3 5000-10.000 mm3 Meningkat
Diff.count
- Basofil
- Eosinofil
- Netrofil Batang
- Netrofil segmen
- Limfosit
- Monosit
0
2
1
75
20
2
0 – 1
0 – 3
5 – 11
15 – 35
45 – 76
3 - 6
Normal
Normal
Menurun
Meningkat
Menurun
Menurun
LED 18 mm/jam Denagan 2 cara
1. Westergren
anak- anak 0-20
mm/jam
2. Wintrobe anak-
anak 0 – 13
mm/jam
Normal
Meningkat
Trombosit 220.000mm3 250.000 –
600.000 / mm3
Menurun
CRP - - Normal
Neutrofil segmen meningkat karena adanya inflamsi akut maka terjadi
migrasi neurofil kesirkulasi yang berasal dari sumsum tulang dan persedian
marginal intarvaskular
LED meningkat karena adanya inflamasi.
c. Apa tujuan dilakukannya pemeriksaan CRP ?
CRP adalah suatu indikator terhadap proses inflamasi akut. Biasanya mulai
meningkat setelah 2 jam terhadap onset inflamasi dan akan mencapai
puncaknya dalam waktu 48 jam. CRP juga dapat menandakan suatu proses
infeksi bakterial yang sifatnya akut. Pemeriksaan CRP pada neonatal dan bayi
masih menjadi perdebatan sebab pada neonatal dan bayi, kemampuan untuk
menghasilkan protein inflamasi akut seperti CRP masih sangat terbatas
sehingga bila terjadi inflamasi atau infeksi, sering tidak terjadi peningkatan
CRP atau terjadi peningkatan yang sangat sedikit, jauh lebih rendah
dibandingkan peningkatan pada orang dewasa.
4. Pemeriksaan radiologi
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan radiologi ?
Infiltrat parahilar : abnormal
b. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan radiologi ?
Gambaran infiltrat pada rontgen thoraks terjadi karena adanya eksudat pada bronkus, bronkiolus, dan alveolus disekitarnya. Cairan (eksudat) lebih padat dari udara, sehingga ketika dirontgen daerah paru yang terisi eksudat terlihat lebih radio opaque daripada daerah disekitarnya yang hanya terisi udara).Mekanismenya:infeksi mikroorganisme : di alveolus aktivasi makrofag pelepasan sitokin-stitokin
peningkatan permeabilitas vaskular & aktivasi dan kemotaksis netrofil reaksi inflamasi di alveolus eksudat di aveolus gambaran infiltrat pada rontgen.
juga menginvasi saluran nafas (bronkiolus) respon inflamasi di bronkiolus eksudat di bronkiolus gambaran infiltrat pada rontgen.
5. Apakah ada pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan ?
a. Laboratorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih
dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit
terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan
diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur
darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah
menunjukkan hipoksemia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
Pemeriksaan kultur untuk menegakan penyebab pneumonia. Pemeriksaan kultur darah
seringkali positif terutama pada pneumonia pneumococcus dan merupakan cara yang
lebih pasti untuk mengidentifikasi organisme dibandingkan dengan kultur yang
potensial terkontaminasi seperti kultur sputum. Boleh dilakukan uji sensitivitas obat
agar terapi tepat sasaran.
b. Radiologis
Secara umum gambaran foto thoraks terdiri dari :
Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,
peribronchial cuffing, dan hiperareasi.
Infiltar alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.
Kosolidasi dapat menegnai 1 lobus (Pneumonia lobaris), atau terlihat sebagai
lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak
terlalu tegas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round
pneumonia.
Bronkopneumonia, terdapat gambaran difus merata pada kedua paru,
berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru,
disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.
Lesi pneumonia pada anak banyak terbanyak berada di paru kanan, terutama di
lobus atas. Bila ditemukan di lobus kiri, dan terbanyak di lobus bawah, maka hal
ini merupakan prediktor perjalan penyakit yang lebih berat dengan risiko pleuritis
meningkat.
CXR dapat membantu mengarahkan kecenderungan etiologi pneumonia.
Pneumonia virus kecenderungan terlihat penebalan peribronkhial, infiltrat
interstisial merata, dan hiperinflasi. Sedangkan pada infeksi bakteri terlihat infiltrat
alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar, bronkopneumonia, dan air
bronchogram.
CXR pada pneumonia mikoplasma sangat bervariasi. Beberapa kasus gambarannya
mirip dengan CXR infeksi virus. Selain itu, terdapat bronkopneumonia terutama di
lobus bawah, infiltrat interstisial retikluonodular bilateral.
c. Serologis.
Uji ini mempunyai sensitifitas dan spesifitas yang rendah pada infeksi bakteri tipik,
kecuali pada infeksi Streptococcus group A yang dapat dikonfirmasi dengan
peningkatan titer antibodi, seperti antistreptolisin O.
Namun, untuk mendeteksi infeksi bakteri atipik. Peningkatan IgG dapat
mengkonfirmasi diagnosis.
6. Differential diagnosis
Asthma Bronchiectasis Bronchitis Congestive heart failure Abses paru Ca paru Pulmonary edema Pulmonary embolism Sepsis
Didi, ♂9bln Bronkopneumonia Bronkitis Akut Bronkiolitis Akut
Takipneu + + +
Takikardi + + +
Demam Demam Tinggi Demam ringan Demam
ringan/normal
Nafas cuping + Mengi Mengi/normal
Retraksi
intercostal
+ +/jarang +
Redup + Hipersonor Hipersonor
Vesikuler ↑ Normal/↓ ↓
Ronki Basah + + -
Wheezing - + +
7. Penegakan diagnosis
Dalam pelaksanaan program P2 ISPA, penentuan klasifikasi pneumonia berat dan
pneumonia adalah sekaligus merupakan penegakan diagnosis, sedangkan penentuan
klasifikasi bukan pneumonia tidak dianggap sebagai penegakan diagnosis. Jika keadaan
penyakit seorang balita termasuk dalam klasifikasi bukan pneumonia maka diagnosis
penyakitnya kemungkinan adalah batuk pilek biasa, faringitis, tonsillitis, otitis atau
penyakit ISPA non-pneumonia lainnya.
a. Anamnesis
Pada anamnesis dapat ditanyakan mengenai:a. Keluhan utama (sesak nafas, demam tinggi, batuk produktif, rhinorrhea)b. Nafsu makannya berkurang atau tidakc. Umur anakd. Riwayat perjalanan penyakit e. Riwayat penyakit terdahulu f. Riwayat kehamilan ibu g. Riwayat kelahiran h. Riwayat makanan dan imunisasi i. Tumbuh kembang (TB dan BB)j. Keadaan keluarga (sosioekonomi)
Gambaran klinik pneumonia biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat dapat melebihi 400C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-
kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.
b. Pemeriksaan Fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi dapat
terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pada perkusi redup, pada
auskultasi terdengar suara napas vesikuler yang mungkin disertai ronki basah halus,
yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.
Dalam pola tatalaksana penderita pneumonia yang digunakan oleh program P2 ISPA,
diagnosis pneumonia pada balita didasarkan pada adanya batuk atau kesukaran
bernafas disertai peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat) sesuai umur. Adanya nafas
cepat ini ditentukan dengan cara menghitung frekuensi pernafasan. Batas nafas cepat
adalah anak usia < 2 bulan bernapas 60 kali atau lebih per menit , anak usia 2 bulan
Bulu-bulu hidung menangkap partikel yang lebih besar
Partikel kecil masuk ke alveolar
Microbial pathogen terhisap
sampai 11 bulan bernapas 50 kali atau lebih per menit, anak usia 12 bulan sampai 5
tahun bernapas 40 kali atau lebih per menit.
8. Working diagnosis
Bronkopneumoni berat
9. Pathogenesis dan patofisiologi
10. Manifestasi klinis
a. Gejala nonspesifik infeksi :
Gelisah Menggigil dan demam 38,5 ° C sampai 41,1°C Diaforesis Anoreksia Malaise Nausea Sakit kepala
b. Gejala infeksi saluran pernapasan bawah
Batuk kental, produktif: Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi kemerahan atau berkarat
Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan: Nyeri pleuritik, Nafas dangkal dan mendengkur, Takipnea
Sukar bernapas dan ada napas cuping hidung
c. Tanda pneumonia
Ronki basah di area yang terkena, peningkatan intensitas suara nafas di bagian parenkim (vesikular).
Gerakan dada tidak simetris dan ada retraksi dinding dada Perkusi redup - pekak Cyanosis: Area sirkumoral, Dasar kuku kebiruan
Beda manifestasi klinik pneumonia atipikal dan tipikal
11. Penatalaksanaan
I. Awal (supportif):a. Bed restb. Oksigen: 1-2 L
c. Cairan: Glukosa 5% dan NaCl 0,9% ditambah larutan KCl 10mEq/500 ml (disesuaikan dengan BB dan suhu tubuh)
II. Simptomatika. Antipiretik: paracetamol 10-15 mg/KgBBb. Mukolitik: ambroxol 1,2-1,6 mg/KgBB
III. Antibiotik (Untuk usia 3 bulan – 5 tahun)Seharusnya diberikan berdasarkan hasil kultur dan uji resistensi dari penyebab pneumonia pada pasien. Tapi dapat diberikan obat berikut :
a. Ampisilin 50-100 mg/KgBB, secara intravena atau intramuscular, dosis: 4x/harib. Kloramfenikol 50-100 mg/KgBB, secara intravena, dosis: 4x/haric. Kloksasilin 50 mg, secara intravena atau intramuscular, dosis: 4x/harid. Gentamisin 5-7 mg, secara intravena atau intramuscular, dosis: 1-2x/harie. amoksisilin 25 mg/kg BB per hari secara oralf. kotrimoksazol (4 mg trimetoprim; 20 mg sulfometoksazol)/kgBB secara oral
IV. Rehabilitatif- Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui
selang nasogastrik dengan feeding drip. Jika sesaknya berat maka pasien harus dipuasakan.
- Pengaturan posisi yang nyaman. Tujuannya untul meminimalisasi hambatan aktivitas gerakan thoraks dan meminimalisasi hambatan keluar masuknya udara di saluran pernapasan, misalnya duduk dengan posisi tubuh mendatar ke depan (leaning forward).
- Terapi Fisik DadaJenis terapi fisik dada yang sering digunakan kepada penderita penyakit paru akut, pneumonia, dan kronis adalah postural drainage, perkusi, dan vibrasi.Postural drainage merupakan cara klasik mengeluarkan lender dari paru dengan menggunakan gaya berat dan sekret (lendir) itu sendiri.Tujuannya adalah mencegah terkumpulnya lendir dalam saluran nafas serta mempercepat pengeluaran lendir. Sementara itu, perkusi merupakan jenis terapi fisik dada dengan memberikan energi mekanik (menimbulkan efek getar) pada dada yang diteruskan pada saluran nafas paru untuk tujuan melepaskan sekret yang tertahan. Vibrasi merupakan tindakan kompresi dada dengan tujuan menggerakkan sekret ke arah saluran nafas besar, dan dilakukan pada waktu pasien mengeluarkan nafas.
12. Pencegahan
Pencegahan Primer Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap kejadian pneumonia. Pencegahan pneumonia selain dengan menghindarkan atau mengurangi faktor risiko dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu dengan pendidikan kesehatan di komunitas, perbaikan gizi, pelatihan petugas kesehatan dalam hal memanfaatkan pedoman diagnosis dan pengobatan pneumonia, penggunaan antibiotika yang benar dan efektif, dan waktu untuk merujuk yang tepat dan segera bagi kasus pneumonia berat. Peningkatan gizi termasuk pemberian ASI eksklusif, peningkatan cakupan imunisasi, dan pengurangan polusi udara di dalam ruangan dapat pula mengurangi faktor risiko. Penelitian terkini juga menyimpulkan bahwa mencuci tangan dapat mengurangi kejadian pneumonia.
Usaha Untuk mencegah pneumonia ada 2 kategori yaitu: Pencegahan Non spesifik, yaitu: 1. Meningkatkan derajat sosio-ekonomi
Kemiskinan ↓ Tingkat pendidikan ↑ Kurang gizi ↓ Derajat kesehatan ↑
2. Lingkungan yang bersih, bebas polusi
Pencegahan Spesifik 1. Cegah BBLR 2. Pemberian makanan yang baik/gizi seimbang 3. Berikan imunisasi
Vaksinasi yang tersedia untuk mencegah secara langsung pneumonia adalah vaksin pertussis (ada dalam DTP), campak, Hib (Haemophilus influenzae type b) dan Pneumococcus (PCV). Dua vaksin diantaranya, yaitu pertussis dan campak telah masuk ke dalam program vaksinasi nasional di berbagai negara, termasuk Indonesia. Sedangkan Hib dan pneumokokus sudah dianjurkan oleh WHO dan menurut laporan, kedua vaksin ini dapat mencegah kematian 1.075.000 anak setahun. Namun, karena harganya mahal
belum banyak negara yang memasukkan kedua vaksin tersebut ke dalam program nasional imunisasi.
Pencegahan Sekunder Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk mencegah orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit, menghindari komplikasi, dan mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan sekunder meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat sehingga dapat mencegah meluasnya penyakit dan terjadinya komplikasi. Upaya yang dapat dilakukan antara lain:15
a. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral dan penambahan oksigen. b. Pneumonia : diberikan antibiotik kotrimoksasol oral, ampisilin atau amoksilin. c. Bukan Pneumonia : perawatan di rumah saja. Tidak diberikan terapi antibiotik. Bila demam tinggi diberikan parasetamol. Bersihkan hidung pada anak yang mengalami pilek dengan menggunakan lintingan kapas yang diolesi air garam. Jika anak mengalami nyeri tenggorokan, beri penisilin dan dipantau selama 10 hari ke depan.
Pencegahan Tertier Tujuan utama dari pencegahan tertier adalah mencegah agar tidak munculnya penyakit lain atau kondisi lain yang akan memperburuk kondisi balita, mengurangi kematian serta usaha rehabilitasinya. Pada pencegahan tingkat ini dilakukan upaya untuk mencegah proses penyakit lebih lanjut seperti perawatan dan pengobatan. Upaya yang dilakukan dapat berupa:a. Melakukan perawatan yang ekstra pada balita di rumah, beri antibiotik selama 5 hari, anjurkan ibu untuk tetap kontrol bila keadaan anak memburuk. b. Bila anak bertambah parah, maka segera bawa ke sarana kesehatan terdekat agar penyakit tidak bertambah berat dan tidak menimbulkan kematian.
13. Komplikasi
Komplikasi pneumonia :
1. Efusi pleura
2. Empiema
3. Pneumothoraks
4. Piopneumothoraks
5. Pneumatosel
6. Abses paru
7. Sepsis
8. Gagal napas
9. Meningitis
10. Endocarditis
11. Pericarditis purulenta
14. Prognosis
Tergantung dari penyebab pneumonia, waktu penegakkan diagnosis dan pengobatan.
Dengan diagnosis yang tepat waktu dan pengobatan yang tepat, prognosis adalah
baik/bonam. Menurut WHO tahun 2005, proporsi kematian balita dan bayi karena
pneumonia di dunia adalah sebesar 19% dan 26%. Bila tidak didiagnosis tepat waktu
dan penanganan tidak tepat, prognosis bisa menjadi ke arah buruk/dubia ad malam
karena adanya kemungkinan komplikasi yang berat.
Untuk pneumonia yang didapat dari komunitas atau masyarakat, dapat juga digunakan
skor CURB-65, yaitu :
Interpretasi :
15. KDU
Tingkat Kemampuan 3B, yaitu mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter
(misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat
memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang
relevan (kasus gawat darurat).
4. Hipotesis
Didi, bayi laki-laki usia 9 bulan mengalami batuk, sukar bernafas dan demam karena
mengalami bronkopneumonia berat
Learning Issue
1. Sistem Respiratorius
ANATOMI
Saluran atas : Hidung, faring, dan struktur yang terkait.
Saluran bawah : Laring, trakea, bronkus, paru-paru.
Sistem pernapasan merupakan sistem yang berfungsi untuk mengabsorbsi oksigen dan
mengeluarkan karbondioksida dalam tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan
homeostasis. Fungsi ini disebut sebagai respirasi. Sistem pernapasan dimulai dari rongga
hidung/mulut hingga ke alveolus, di mana pada alveolus terjadi pertukaran oksigen dan
karbondioksida dengan pembuluh darah.
Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama:
1. Bagian konduksi, meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus,
bronkiolus dan bronkiolus terminalis
2. Bagian respirasi, meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus.
Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat silindris
bersilia dengan sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat ada 5
macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel goblet mukosa, sel sikat (brush cells),
sel basal, dan sel granul kecil.
Hidung
- Terdiri atas bagian eksternal dan internal
- Bagian eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan kartilago
- Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi
rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut septum
- Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang banyak mengandung vaskular
- Permukaan mukosa hidung dilapisi oleh sel-sel goblet yang mensekresi lendir
- Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-paru
- Hidung berfungsi sebagai kotoran, melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup
Faring
- Faring atau tenggorok merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan
rongga mulut ke laring
- Faring dibagi menjadi tiga region : nasal (nasofaring), oral (orofaring), dan laring
(laringofaring)
Laring
- Laring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring
dan trakea
- Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas :
a. Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama menelan
b. Glotis : ostium antara pita suara dalam laring
c. Kartilago tiroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini membentuk
jakun (Adam’s apple)
d. Kartilago krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring (terletak di
bawah kartilago tiroid)
f. Kartilago aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago tiroid
g. Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi suara
(pita suara melekat pada lumen laring)
- Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi
- Laring juga berfungsi melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan
memudahkan batuk
Trakea
-Saluran Udara
-Terbagi untuk membentuk :
a. Bronchi primer
b. Carina: refleks batuk
- Disebut juga batang tenggorok
- Ujung trakea bercabang menjadi dua bronkus yang disebut karina.
Paru
- Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut
- Terletak dalam rongga dada atau toraks
- Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa
pembuluhdarah besar.
- Struktur dapat dibayangkan sebagai:
Yang menutupi permukaan lapangan tenis (sekitar 75 m2) dengan plastictipis, dan dapat
menjejalkannya ke dalam 3 liter botol air minum.
- berat paru orang dewasa dapat mencapai 1 kg dan dapat menampung udara sebanyak 4-6 L
- Setiap paru mempunyai apeks dan basis
- Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura interlobaris
- Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus
- Lobos-lobus tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen
bronkusnya
Bronkus
- Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri
- Disebut bronkus lobaris kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris kiri (2 bronkus)
- Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus lobaris kiri
terbagi menjadi 9 bronkus segmental
- Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus subsegmental yang
dikelilingi olehjaringan ikat yang memiliki : arteri, limfatik dan saraf
Bronkiolus
- Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus
- Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk
selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan napas
Bronkiolus Terminalis
- Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang tidak mempunyai
kelenjar lendir dan silia)
Bronkiolus respiratori
- Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori
- Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan napas konduksi dan
jalan udara pertukaran gas
Duktus alveolar dan Sakus alveolar
- Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar
- Dan kemudian menjadi alveoli
Alveoli
- Merupakan tempat pertukaran O2 dan CO2
- Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2
- Terdiri atas 3 tipe :
a. Sel-sel alveolar tipe I : adalah sel epitel yang membentuk dinding alveoli
b. Sel-sel alveolar tipe II : adalah sel yang aktif secara metabolik dan mensekresi surfaktan
(suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps)
c. Sel-sel alveolar tipe III : adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagotosis dan bekerja
sebagai mekanisme pertahanan
Pleura
- Merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis
- Terbagi mejadi 2 :
a. Pleura parietalis yaitu yang melapisi rongga dada
b. Pleura viseralis yaitu yang menyelubingi setiap paru-paru
- Diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura yang berfungsi untuk
memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernapasan, juga untuk mencegah
pemisahan toraks dengan paru-paru
- Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, hal ini untuk mencegah
kolap paru-paru.
2. Pneumonia
Definisi
Pneumonia adalah salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas bagian bawah yang
terbanyak kasusnya didapatkan di praktek-praktek dokter atau rumah sakit dan sering
menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit saluran nafas bawah yang menyerang anak-
anak dan balita hampir di seluruh dunia. Diperkirakan pneumonia banyak terjadi pada bayi
kurang dari 2 bulan, oleh karena itu pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan
angka kematian anak.
Bronkopneumonia yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang biasanya mengenai
bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan
balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan
benda asing.
Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah
penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering
merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh
tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpain pada anak-anak dan orang
dewasa.
Etiologi
Jenis Mikroorganisme :
Bakteri : Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus Hemoliticus Aureus,
Haemophilus Influenza, Basilus Friendlander (Klebsial Pneumoni), Mycobacterium
Tuberculosis.
Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik.
Mycoplasma pneumoniae
Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides,
Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp, Candinda Albicans.
Aspirasi benda asing, makanan, kerosene, cairan amnion
Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah daya tahan tubuh
yang menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun,
pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
Sumber Mikroorganisme
Community Aquired Pneumoni (CAP) → pneumonia yang di dapat di masyarakat
Hospital Acquired Pneumonia atau Pneumonia nosokomial
Pneumonia aspirasi
Pneumonia immunocompromised
CAPNosocomial
Pneumonia
Atypical
Pneumonia
S.pneumoniae
H.influenzae
Moraxella catarrhalis
S.aureus
Gram negative bacilli
Virus
Gram negative bacilli
S.aureus
Pseudomonas aerugi-
nosa
M.pneumoniae
C.pneumoniae
Legionella pneumophila
Woodhead M.Medicine International 1995; 31
Mild (Ambulatory Patients)Moderate (hospitalized, non
ICU)*Severe (ICU)*
S. Pneumoniae
M. Pneumoniae
H. Influenzae
C. Pneumoniae
Viruses
Mixed flora
(aspiration)
S. Pneumoniae
M. Pneumoniae
C. Pneumoniae
H. influenzae
Legionella spp
Mixed flora
(aspiration)
S. Pneumoniae
S. aureus
H. influenzae
Gram negative
bacilli Legionella
spp
File MJ. Tan JS. Cure open Purn Med 1997.
Tabel penyebab pneumonia berdasarkan umur:
Epidemiologi
Di negara maju seperti amerika dan eropa diperkirakan tiap tahunnya 30-45 dari 1000 anak
pada umur dibawah 5 tahun. 16-20 dari 1000 anak pada umur 5-9 tahun, dan 6-12 dari 1000
anak pada umur 9 tahun dan remaja.
Di RSU dr. Sutomo surabayamaningkata dari tahun ke tahun
Tahun 2003 : 190 pasien
Tahun 2004 : 231 pasien dan usia terbanyak pada usis < 1 tahun
Tahun 2005 : < 5 tahun sebanyak 547 dengan jumlah terbanyak pada usia 1-12 bulan
sebanyak 337 anak.
Insiden puncak pada umur 1-5 tahun dan menurun dengan bertambahnya umur.
Dinegara dengan 4 musim infeksi biasa terjadi pada musim dingin dan awal musim semi.
Dinegara tropis biasanya terjadi pada musim hujan
Faktor Risiko
Gangguan nutrisi
Usia muda
Kelengkapan imunitas
kepadatan hunian
Devisiensi vitamin A dan Zn
Paparan asap rokok
Patogenesis
Pneumonia adalah setiap keadaan radang paru dengan beberapa atau seluruh alveoli terisi
cairan. Infeksi dalam alveoli menyebabkan membran paru mengalami peradangan dan
berlobang-lobang sehingga cairan bahkan sel darah merah dan putih keluar dari darah dan
masuk ke alveoli alveoli yg terinfeksi secara perogresif terisi dengan cairan dan sel-sel
daerah paru menjadi berkonsolidasi (paru terisi cairan dan sisa sel)
Fisiologi guyton.
Dalam perjalan penyakit pneumonia, penyakit berlangsung dalam 4 stadium klinis, yaitu :
a. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung
pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan
cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat
plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar
kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan
jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini
dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.
b. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga
anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.
c. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh
daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena
berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak
lagi mengalami kongesti.
d. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.
Manifestasi Klinis
Secara umum dapat dibagi:
a. Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit kepala, iritabilitas,
gelisah, malaise, nafsu makan kurang, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah
atau diare.
b. Gejala umum saluran napas bawah berupa batuk, takipnea, ekspektorasi sputum, napas
cuping hidung, sesak napas, air hunger, merintih, sianosis.
c. Tanda pneumonia berupa retraksi dada, perkusi pekak (redup), fremitus melemah,
suara napas melemah, ronki.
d. Tanda infeksi ektrapulmonal.
Diagnosis Banding
Keadaan yang menyerupai pneumonia adalah bronkiolitis, gagal jantung, aspirasi benda
asing, atelektasis, abses paru dan tuberkulosis.
Diagnosis
WHO mengajukan pedoman diagnostik yang sederhana dalam pembagian bronkopneumonia,
yaitu :
1. Bronkopneumonia sangat berat.
Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus
dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika
2. Bronkopneumonia berat.
Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,maka anak
harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
3. Bronkopneumonia.
Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :
a. >60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
b. >50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun
c. >40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.
4. Bukan bronkopenumonia.
Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan
tidak perlu diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman
penyebab:
a. kultur sputum atau bilasan cairan lambung
b. kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus deteksi
antigen bakteri
Penatalaksanaan
a. Terapi causative : Antibiotika folifragmasi
Yang menjadi pertimbangan :
- Apakah perlu menggunakan antibiotik atau tidak. Idealnya tata laksana sesuai dengan kuman penyebab infeksi. Namun kerap kali sulit membedakan pneumonia akibat virus atau bakteri dan besarnya kemungkinan infeksi bakteri sekunder sehingga pasien pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.
- Apakah perlu digunakan antibiotik dengan spektrum luas atau obat mana yang tepat. Golongan beta laktam seperti penisilin, sefalosporin, karbapenem dan monobaktam merupakan jenis antibioti yang sudah dikenal cukup luas. Pneumonia karena infeksi pneumokokus bisa diatasi dengan penisilin dan ampisilin, sedangkan infeksi haemofilus bisa diatasi dengan ampisilin dan kloramfenikol. Kuman basil gram negatif seperti Proteus mirabilis bisa diatasi dengan aminogliosida. Pneumonia karena jamur dapat diatasi dengan pemberian anti jamur (antimikotik) seperti amphotericin B, ketokonazol, dan flukonazol. Pneuonia karena sitomegalovirus bisa diatasi dengan antiviral seperti asiklovir dan gansilovir.
- Cara pemberian obat secara oral atau parenteral. WHO menyarankan untuk pengobatan pneumonia tanpa retraksi dinding dada untuk dirawat secara poliklinis dengan antibiotik oral. Pasien dengan pneumonia berat sebaiknya dirawat inap dan diberi antibiotik secara parenteral. Menurut British Thoracic Society, anak – anak yang tidak bisa menerima antibiotik oral dan anak – anak dengan pneumonia berat dapat diberikan antibiotik secara parenteral.
- Faktor modifikasi pneumoniaYang termasuk dalam faktor modifikasi adalah:
a. Pneumokokus resisten terhadap penisilin
Umur lebih dari 65 tahun Memakai obat-obat golongan P laktam selama tiga bulan terakhir
Pecandu alkohol
Penyakit gangguan kekebalan
Penyakit penyerta yang multipel
b. Bakteri enterik Gram negatif
Penghuni rumah jompo
Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru
Mempunyai kelainan penyakit yang multipel
Riwayat pengobatan antibiotik
c. Pseudomonas aeruginosa
Bronkiektasis
Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari
Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir
Gizi kurang
Empiris terapi pneumonia :
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi / hasil biakan dan uji resistensi,
tetapi berhubung tidak selalu dapat dikerjakan dan memakan waktu maka dalam
praktek diberikan pengobatan polifragmasi atau empiris.
Ampicilin, 100mg/kgBB/hari dalam 3-4 dosis
Chloramphenicol :
- untuk umur < 6 bulan : 25-50 mg/kgBB/hari
- untuk umur > 6 bulan : 50-75 mg/kgBB/hari, dibagi 3-4 dosis atau
gentamisin 3-5 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis
Pneumonia rawat jalan
Diberikan antibiotic lini pertama secara oral, misalnya amoksisilin atau
kotrimoksazol.
Dosis amoksisilin : 25 mg/kgBB, sedangkan kotrimoksazol : 4 mg/kgBB TMP
- 20 mg/kgBB sulfametoksazol.
Makrolid, baik eritromisin maupun makrolid abru, dapat digunakan sebagai
terapi alternative beta laktam untuk pengobatan inisisal pneumonia, dengan
mempertimbangkan aktivitas ganda terhadap S.pneumonia dan bakteri atipik.
Pneumonia rawat inap
Pilihan antibiotic lini pertama dapat menggunakan antibiotic golongan beta
laktam atau kloramfenikol.
Pada pneumoni yang tidak responsive terhadap beta laktam dan kloramfenikol,
dapat diberikan antibiotic lain seperti gentamisisn, amikasin, atau sefalosporin,
sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemukan.
b. Terapi suportif:
1. IVFD, Pembersihan jalan napas, oksigen.
2.
Bila impending decompensatio cordis : retriksi cairan ¾ kebutuhan, beri diuretic,
NaCl di stop, jika tak teratasi beri digitalisasi
c. Terapi Simptomatik
a. Pemberian asetaminofen (untuk demam dan ketidaknyamanan)
b. Pemberian obat batuk
c. Jika terdapat wheezing, berikan rapid-acting bronchodilator.
d. Paracetamol untuk mengatasi demam yang tinggi
e. Oksigen untuk mengatasi sesak nafas, retraksi, takipnea
b. Rehabilitatif
Perlu dirawat di rumah sakit agar keadaannya dapat selalu terkontrol.
c. Promotif
Memberikan penjelasan mengenai faktor resiko, gejala, dan pencegahan pneumonia.
Berikan penyuluhan tentang pneumonia ke masyarakat terutama yang tinggal di
lingkunag beresiko tinggi.
Pedoman dari WHO untuk diagnosis dan tatalaksana :
Tanda dan gejala klasifikasi Penatalaksanaan
a.Sianosis sentral
b. Severe respiratory
distress (contoh : kepala
mengangguk-angguk)
c.Tidak sanggup minum
Pneumonia
sangat berat
d. harus di rawat di RS
e.diberi antibiotik.
f. berikan terapi oksigen
g. atur jalan nafas
h. turunkan panas badan,
jika ada
Chest indawing Pneumonia berat i. harus di rawat di RS
j. diberi antibiotik.
k. berikan terapi oksigen
l. atur jalan nafas
m. turunkan panas badan,
jika ada
Nafas cepat :
- ≥ 60 x/menit (pd usia
anak < 2 bln)
- >50 x/menit (anak usia 2
bln- 11 bln)
- > 40 X/menit (anak usia
1th- 5 th)
Pada auskultasi terdapat
definite crackles
Pneumonia n. tidak perlu dirawat
o. berikan antibiotik selama
5 hari
p. melegakan tenggorokan
dan batuk dengan
pengobatan yang aman
q. memberikan nasehat
kepada orang tua kapan
harus kembali segera
r. melakukan follow up selama
2 hari.
s.Hanya batuk
t. Tidak terdapat tanda
pneumonia
Bukan
pneumonia
(batuk atau
pilek)
u. Tidak perlu dirawat
v. melegakan tenggorokan
dan batuk dengan
pengobatan yang aman
w. memberikan nasehat
kepada orang tua kapan
harus kembali segera
x. melakukan follow up
selama 5 hari jika tidak ada
perbaikan.
Prognosis
Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari 1 %. Anak yang berada dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukan mortalitas yang lebih tinggi.
Komplikasi
Dengan penggunaan antibiotika, komplikasi pneumonia hampir tidak pernah dijumpai. Komplikasi yang dapat dijumpai antara lain empiema danotitis media akut. Sementara komplikasi lainnya seperti meningitis, perikarditis, osteomielitis, dan peritonitis lebih jarang terjadi.
Pencegahan
a. Imunisasi
Pneumonia dapat disebabkan oleh Haemophillus influenza dapat dicegah dengan
pemberian imunisasi Hib.
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara
lain:
Vaksinasi Pneumokokus
Vaksinasi H. influenza
Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah
Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.
b. Meningkatkan daya tahan tubuh kita terhadap berbagai penyakit saluran nafas
seperti: cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur ,menjaga
kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll.
Bronkopneumonia / Pneumonia Lobaris
A. DEFINISI
Bronkopneumoni atau pneumonia lobaris merupakan bagian dari pneumonia berdasarkan
kriteria pembagian secara anatomis. Bronkopneumoni adalah peradangan atau inflamasi
saluran pernafasan akut yang mengenai jaringan peribronchial. Dalam hal ini proses
radang mengenai lobulus paru. Lobulus paru merupakan bagian segmen paru, sedangkan
segmen paru merupakan bagian dari lobus paru.
B.ETIOLOGI
Broncopneumoni dibagi menjadi spesifik dan aspesifik. Yang spesifik disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculose, sedangkan yang tidak spesifik bisa disebabkan oleh virus,
jamur, bakteri, bahan kimia, ataupun karena aspirasi. Virus antara lain Respiratory syncial
virus, adenovirus, citomegalovirus, jamur antara lain aspergilus, koksidiomikosis,
sedangkan karena aspirasi dapat dari makanan, cairan lambung, benda asing. Tapi pada
umumnya penyebab terbanyak adalah bakteri terutama Streptococcus pneumonia dan
Haemophilus influnzae.
C.PATOGENESIS
Bakteri, atau penyebab lain terisap kesaluran napas, adanya aspirasi mikoroorganisme
yang ada di nasofaring atau penyebab hematogen dari fokal infeksi di tempat lain
menyebabkan reaksi jaringan berupa edema, yang memudahkan proliferasi dan
penyebaran kuman. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadinya
sebukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema dan kuman di alveoli. Peradangan ini
biasanya di mulai di bronkioli terminal. Mereka tersumbat oleh eksudat mukopurulen yang
membentuk bercak-bercak konsolidasi lobuli yang berdekatan.
D.GEJALA KLINIS
Secara umum dapat dibagi menjadi :
1. Manifestasi nonspesifik infeksi : Panas yang bersifat remitten, takikardi, gelisah,
nafsu makan berkurang
2. Gejala umum saluran pernafasan bagian bawah berupa batuk, sesak napas, nafas
cuping hidung, merintih dan sianosis, frekuensi nafas meningkat, jika memberat dapat
terjadi hipoksia. Tampak adanya retraksi suprasternal, intercosta, ataupun pernafasan
abdomen untuk mengkopensasi.
E.PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan adanya suara dasar bronkial setempat-
setempat (tergantung pada lokalisasi kelainan)
Ditemukan ronkhi basah (halus atau sedang) Yang letaknya basal atau difus
Apabila pleura ikut terserang akan terdapat nyeri pleura atau pleura friction rub
F.PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah tepi
Menunjukan leukositosis dengan predominan PMN atau dapat ditemukan
leukopenia yang menandakan prognosis buruk. Dapat ditemukan anemia ringan
atau sedang.
2. Pemeriksaan radiologis memberi gambaran bercak konsolidasi
3. Pemeriksaan mikrobiologi dari spesimen usap tenggorok, sekresi nasofaring,
sputum, aspirasi paru dapat ditemukan adanya bakteri, virus, jamur penyebab
untuk menegakan diagnosa penyebab.
G. DIAGNOSA BANDING
1. Bronkhitis
2. Bronkhiolitis
3. Bronkhopneumoni duplek : - spesifik
- aspesifik
H. KOMPLIKASI
Intra Pulmonal
· Emfisema
· Efusi pleura
· Atelektasis
· Pleuritis
· Cpsa
· Bronkiektasi
Ektra pulmonal
Sepsis
Encelopati
Kejang demam
KERANGKA KONSEP
Jamur, bakteri, virus, atau protozoa masuk ke saluran napas
dan parenkim paru
Makrofag menfagosit patogen
reaksi inflamasi
Permeabilitas kapiler ↑
Eksudasi cairan plasma dan sel radang
Reflek batuk + batuk produktif
Akumulasi di saluran napas
Produksi mukus ↑
demam
Set point suhu pada hipotalamus ↑
Produksi prostaglandin
Sitokin (IL1, IL6,TNF α) ↑
Kongesti alveoli + bronkiolus
Difusi O2 ↓
Oksigenasi jaringan ↓
RR ↑
Aktivasi otot bantu pernapasan, retraksi intercostal, napas cuping
hidung
Air flow terganggu
Perkusi redup pada basal paru, rales, vesikuler
meningkat, gambaran infiltrat pada foto thorax
Takipneu, sukar bernapas
LED ↑, leukositosis
DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W. A. Newman.. 2002. Kamus Kedokteran Dorland edisi 29. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia Anderson dan Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Robbins Kumar, Basic Pathology