Post on 21-Jan-2016
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Protein merupakan suatu polipeptida yang memiliki struktur primer, sekunder, tersier
dan kuartener. Penentuan konsentrasi protein merupakan proses yang rutin digunakan
dalam kerja Biokimia. Ada beberapa metode yang biasa digunakan dalam rangka
penentuan konsentrasi preotein, yaitu metode Biuret, Lowry, dan lain
sebagainya. Masing-masing metode mempunyai kekurangan dan kelebihan. Pemilihan
metode yang terbaik dan tepat untuk suatu pengukuran bergantung pada beberapa faktor
seperti misalnya, banyaknya material atau sampel yang tersedia, waktu yang tersedia
untuk melakukan pengukuran, alat spektrofotometri yang tersedia (VIS atau UV).
Reagen pendeteksi gugus-gugus fenolik seperti reagen folin dan ciocalteu telah
digunakan dalam penentuan konsentrasi protein oleh Lowry (1951) yang kemudian
dikenal dengan metode Lowry. Dalam bentuk yang paling sederhana reagen folin
ciocalteu apat mendeteksi residu tirosin (dalam protein) karena kandungan fenolik dalam
residu tersebut mampu mereduksi fosfotungsat dan fosfomolibdat, yang merupakan
konstituen utama reagen folin ciocalteu, menjadi tungsten dan molibdenum yang
berwarna biru. Hasil reduksi ini menunjukkan puncak absorbsi yang lebar pada daerah
merah. Sensitifitas dari metode folin ciocalteu ini mengalami perbaikan yang cukup
signifikan apabila digabung dengan ion-ion Cu (Hermansyah, 2012).
1.2 Tujuan
Untuk mngetahui kdar protein yang larut dalam air dengan metode lowry
Dari percobaan ini diharapkan mahasiswa mampu menentukan konsentrasi protein dengan metode Lowry.
Mahasiswa mampu membuat kurva standard (reagen)
1
BAB II.TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Protein
Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Tidak seperti bahan
makronutrien lainnya (karbohidrat, lemak), protein ini berperan lebih penting dalam
pembentukan biomolekul daripada sumber energi. Namun demikian apabila organisme
sedang kekurangan energi, maka protein ini dapat juga di pakai sebagai sumber energi.
Keistimewaan lain dari protein adalah strukturnya yang selain engandung N, C, H, O,
kadang mengandung S, P, dan Fe (Sudarmadji, 1989).
Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena zat ini
disamping berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur, Protein adalah sumber asam- asam
amino yang mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau
karbohidrat. Molekul protein mengandung pula posfor, belerang dan ada jenis protein yang
mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Budianto, A.K, 2009).
Protein adalah molekul makro yang mempunyai berat molekul antara lima ribu hingga
beberapa juta. Protein terdiri atas rantai-rantai asam amino, yang terikat satu sama lain dalam
ikatan peptida. Asam amino yang terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen dan
nitrogen ; beberapa asam amino disamping itu mengandung unsur-unsur fosfor, besi, iodium,
dan cobalt. Unsur nitrogen adalah unsur utama Universitas Sumatera Utaraprotein, karena
terdapat di dalam semua protein akan tetapi tidak terdapat di dalam karbohidrat dan lemak.
Unsur nitrogen merupakan 16% dari berat protein. Molekul protein lebih kompleks daripada
karbohidrat dan lemak dalam hal berat molekul dan keanekaragaman unit-unit asam amino
yang membentuknya (Almatsier. S, 1989).
Struktu Protein
Molekul protein merupakan rantai panjang yang tersusun oleh mata rantai asam-asam
amino. Dalam molekul protein, asam-asam amino saling dirangkaikan melalui reaksi gugusan
karboksil asam amino yang satu dengan gugusan amino dari asam amino yang lain, sehingga
terjadi ikatan yang disebut ikatan peptida. Ikatan pepetida ini merupakan ikatan tingkat
2
primer. Dua molekul asam amino yang saling diikatkan dengan cara demikian disebut ikatan
dipeptida. Bila tiga molekul asam amino, disebut tripeptida dan bila lebih banyak lagi disebut
polypeptida. Polypeptida yang hanya terdiri dari sejumlah beberapa molekul asam amino
disebut oligopeptida. Molekul protein adalah suatu polypeptida, dimana sejumlah besar asam-
asam aminonya saling dipertautkan dengan ikatan peptida tersebut (Gaman, P.M, 1992)
Asam-asam amino
Asam amino ialah asam karboksilat yang mempunyai gugus amino. Asam amino yang
terdapat sebagai komponen, protein mempunyai gugus −NH2 pada atom karbon α dari posisi
gugus −COOH. Universitas Sumatera Utara Rumus umum untuk asam amino
ialahR−CH−COOH NH2
Pada umumnya asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik non polar
seperti eter, aseton, dan kloroform. Sifat asam amino ini berbeda dengan asam karboksilat
maupun dengan sifat amina. Asam karboksilat alifatik maupun aromatik yang terdiri atas
beberapa atom karbon umumnya kurang larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik.
Demikian amina pula umumnya tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik
(Poejiadi. A, 1989)
Asam amino adalah senyawa yang memiliki satu atau lebih gugus karboksil
(−COOH) dan satu atau lebih gugus amino (−NH2) yang salah satunya terletak pada atom C
tepat disebelah gugus karboksil (atom C alfa). Asam-asam amino bergabung melalui ikatan
peptida yaitu ikatan antara gugus karboksil dari asam amino dengan gugus amino dari asam
amino yang disampingnya (Sudarmadji. S, 1989).
Protein merupakan molekul yang sangat besar, sehingga mudah sekali mengalami
perubahan bentuk fisik maupun aktivitas biologis. Banyak faktor yang menyebabkan
perubahan sifat alamiah protein misalnya : panas, asam, basa, pelarut organik, pH, garam,
logam berat, maupun sinar radiasi radioaktif. Perubahan sifat fisik yang mudah (Sudarmadji.
S, 1989).
3
Ada protein yang larut dalam air, ada pula yang tidak larut dalam air, tetapisemua
protein tidak larut dalam pelarut lemak seperti misalnya etil eter. Daya larut protein akan
berkurang jika ditambahkan garam, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan. Apabila
protein dipanaskan atau ditambahkan alkohol, maka protein akan menggumpal. Hal ini
disebabkan alkohol menarik mantel air yang melingkupi molekul-molekul protein. Adanya
gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantai molekul protein, menyebabkan
protein mempunyai banyak muatan dan bersifat amfoter (dapat bereaksi dengan asam
maupun basa). Dalam larutan asam (pH rendah), gugus amino bereaksi dengan H+, sehingga
protein bermuatan positif. Bilapada kondisi ini dilakukan elektrolisis, molekul protein akan
bergerak kearah katoda. Dan sebaliknya, dalam larutan basa (pH tinggi) molekul protein akan
bereaksi sebagai asam atau bermuatan negatif, sehingga molekul protein akan bergerak
menuju anoda (Winarno. F.G, 1992).
Jenis – jenis Protein
Klasifikasi protein dapat dilakukan dengan berbagai cara :
− Berdasarkan bentuknya :
a. Protein fibriler (skleroprotein)
Adalah protein yang berbentuk serabut. Protein ini tidak larut dalam pelarut-pelarut encer,
baik larutan garam, asam basa ataupun alkohol.Universitas Sumatera UtaraContohnya
kolagen yang terdapat pada tulang rawan, miosin pada otot,keratin pada rambut, dan fibrin
pada gumpalan darah.
b. Protein globuler atau steroprotein
Adalah protein yang berbentuk bola. Protein ini larut dalam larutan garamdan asam encer,
juga lebih mudah berubah dibawah pengaruh suhu, konsentrasi garam, pelarut asam dan basa
dibandingkan protein fibriler. Protein ini mudah terdenaturasi, yaitu susunan molekulnya
berubah diikuti dengan perubahan sifat fisik dan fisiologiknya seperti yang dialami oleh nzim
dan hormon.
− Berdasarkan kelarutannya, protein globuler dapat dibagi dalam beberapa grup
yaitu :
4
a. Albumin
Yaitu larut dalam air dan terkoagulasi oleh panas. Contohnya albumin telur, albumin serum,
dan laktalbumin dalam susu.
b. Globulin
Yaitu tidak larut dalam air, terkoagulasi oleh panas, larut dalam larutan garam encer,
mengendap dalam larutan garam konsentrasi tinggi.Contohnya adalah legumin dalam kacang-
kacangan.
c. Glutelin
Yaitu tidak larut dalam pelarut netral tetapi larut dalam asam atau basa encer. Contohnya
glutelin gandum
d. Prolamin atau gliadin
Yaitu larut dalam alkohol 70-80% dan tak larut dalam air maupun alkohol absolut.
Contohnya prolamin dalam gandum
e. Histon
Yaitu larut dalam air dan tidak larut dalam amoniak encer. Contohnya adalah histon dalam
hemoglobin.
f. Protamin
Yaitu protein paling sederhana dibandingkan protein-protein lainnya, tetapi lebih kompleks
dari pada protein dan peptida, larut dalam air dan tidak terkoagulasi oleh panas.Contohnya
salmin dalam ikan salmon. (Budianto. A.K, 2009)
- Berdasarkan hasil hidrolisa total suatu protein dikelompokkan sebagai berikut :
a. Asam amino esensial
Yaitu asam amino yang tidak dapat disintesa oleh tubuh dan harus tersedia dalam makanan
yang dikonsumsi. Pada orang dewasa terdapat delapan jenis asam amino esensial :
5
1.Lisin
2.Threonin
3.Leusin
4.Phenylalanin
5 Isoleusin
6Methionin
7.Valin
8.Tryptophan
Sedangkan untuk anak-anak yang sedang tumbuh , ditambahkan dua jenis lagi ialah Histidin
dan Arginin.
b. Asam amino non esensial,Yaitu asam amino yang dapat disintesa oleh tubuh.Ialah :
6
1. Alanin
2 Tirosin
3 Asparagin
4 Sistein
5 Asam aspartat
6 Glisin
7 Asam glutamat
8 Serin
9 Glutamin
10. Prolin
(Budianto. A.K, 2009).
2.2 Penjelasan Bahan
a.Telur Asin
Telur asin adalah istilah umum untuk masakan berbahan dasar telur yang
diawetkan dengan cara diasinkan (diberikan garam berlebih untuk menonaktifkan
enzim perombak). Kebanyakan telur yang diasinkan adalah telur itik, meski tidak
menutup kemungkinan untuk telur-telur yang lain. Masa kadaluwarsa telur asin bisa
mencapai satu bulan (30 hari).
Telur asin merupakan lauk yang cukup akrab dan ekonomis bagi kebanyakan
orang. Apalagi di saat sekarang, di mana harga-harga kebutuhan pokok melambung
tinggi sehingga telur asin menjadi salah satu lauk alternatif bagi sebagian orang.
Mengapa? karena harganya yang terjangkau, bergizi dan praktis sebab tidak perlu
memasaknya lagi. Oleh karena itu membuat telur asin bisa menjadi alternatif bagi kita
untuk memulai berwirausaha sendiri.
Sebagaimana yang kita ketahui, telur asin adalah telur bebek yang rasanya asin.
Tetapi, telur asin rasa bawang mungkin baru kali pertama anda dengar. Nah, dengan
inovasi ini diharapkan orang menjadi tertarik kepada produk telur asin yang tidak
biasa ini. Sebenarnya cara pembuatan telur asin rasa bawang sangat sederhana dan
sama dengan membuat telur asin biasa, bedanya hanya adanya penambahan parutan
bawang putih ke media rendaman telur selain garam.
Dalam pembuatan telur asin ini, telur yang biasa digunakan adalah telur ayam atau
telur itik, dan sebagian besar menggunakan telur itik yang memiliki kualitas tinggi,
karena ukurannya yang lebih besar dari pada ukuran telur ayam kampung. Dan telur-
telur ini tidak hanya dapat diproses dengan farian rasa asin saja, melainkan dapat
dibuat dalam bentuk farian rasa yang lain; contohnya rasa bawang, rasa strawberry
dan rasa- rasa yang lainnya.
Pengasinan telur merupakan salah satu upaya untuk mengawetkan telur segar
(memperpanjang masa simpan), membuang bau amis telur (terutama telur bebek)
serta menciptakan rasa yang khas. Ada banyak macam pengasinan telur, secara
tradisional masyarakat kita telah mengawetkan telur dengan cara pengasinan
menggunakan adonan garam, yaitu garam yang dicampur dengan komponen-
komponen lainnya seperti abu gosok, batu bata merah, kapur, tanah liat dan
sebagainya. Selain itu pengasinan telur juga dapat dilalakukan dengan menggunakan
media cair yaitu dengan larutan garam jenuh (Astawan, 1988).
Menurut Astawan (1988), besarnya kerusakan iodium tergantung pada tipe
pengolahan dan jenis pemasakan, waktu pengolahan dan variasi bumbu. Pada
penelitian ini akan diteliti mengenai bagaimana pengaruh penambahan iodium pada
garam terhadap kadar KIOI dan sifat organoleptik telur asin serta pengaruh
penyimpanan telur asin terhadap kadar KIOI dan sifat organoleptik telur asin.
2.2 Bahan Baku Yang Digunakan
a. Telur Asin
Telur itik merupakan salah satu jenis makanan yang sangat
populer karena selain harganya yang masih relatif terjangkau,
rasanya pun menurut sebagian orang lebih lezat daripada telur
ayam. Memang benar bahwa telur itik mengandung kolesterol dan lemak yang cukup
tinggi. Namun, tidak semua nutrisi yang terkandung di dalam telur itik buruk bagi
kesehatan. Manfaat telur itik cukup signifikan apabila kita mengkonsumsinya dengan
diet yang sehat dan seimbang sebagai suplemen.
Satu telur bebek mentah dengan ukuran besar mengandung 9 g protein, yaitu sekitar
18 persen dari asupan protein yang dibutuhkan kebanyakan orang setiap hari. Tubuh
kita memerlukan asupan protein dalam jumlah besar setiap setiap hari. Hal ini tidak
terlepas dari peran protein yang merupakan komponen utama dari berbagai bagian
tubuh Anda, termasuk kulit, otot dan organ. Protein terus-menerus digunakan untuk
memperbaiki dan memelihara sel-sel, terutama pada masa kanak-kanak, saat hamil,
atau setelah berolahraga.
Vitamin A
Manfaat telur itik lainnya adalah memiliki kandungan Vitamin A yang cukup tinggi.
atu butir telur bebek mentah ukuran besar diketahui mengandung sekitar 472 IU
vitamin A, yang merupakan 9,4% dari asupan vitamin harian yang
direkomendasikan. Menurut University of Maryland Medical Center, tubuh
menggunakan vitamin A untuk embantu menjaga kesehatan mata Anda. Hal ini juga
digunakan untuk fungsi lain seperti memerangi radikal bebas, memperkuat sistem
kekebalan tubuh, dan menjaga gigi dan tulang yang sehat.
Vitamin E
Telur bebek besar mentah mengandung 0,9 mg vitamin E, yaitu sekitar 3 persen dari
kebutuhan vitamin E harian Anda yang disarankan . Vitamin E adalah antioksidan
yang dapat membantu mencegah kerusakan akibat radikal bebas, seperti manfaat dari
Vitamin C.
Menurut Medline Plus oleh National Institutes of Health, vitamin E juga
berkontribusi terhadap pemeliharaan pencernaan dan sistem metabolisme, serta
membantu tubuh Anda melawan infeksi dan penyakit.
b. Putih Telur Bebek
Telur Bebek adalah bahan makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia. Telur Bebek mengandung energi sebesar 189 kilokalori, protein 13,1
gram, karbohidrat 0,8 gram, lemak 14,3 gram, kalsium 56 miligram, fosfor 175
miligram, dan zat besi 3 miligram. Selain itu di dalam Telur Bebek juga terkandung
vitamin A sebanyak 1230 IU, vitamin B1 0,18 miligram dan vitamin C 0 miligram.
Hasil tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 100 gram Telur Bebek,
dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 90 %.
Tabel Kandungan Gizi Telur :
Komposisi Satuan Telur AyamTelur Bebek
(Itik)Telur Bebek
Asin
Kalori Kal 162 189 195
Protein G 12,8 13,1 13,6
Lemak G 11,5 14,3 13,6
Hidrat arang G 0,7 0,8 1,4
Kalsium Mg 54 56 120
Fosfor Mg 180 175 157
Besi Mg 2,7 2,8 1,8
Vitamin A S.I. 900 1230 841
Vitamin B-1 Mg 0,10 0,18 0,28
Air G 74 70,8 66,5
Sebagai bahan makanan, telur mempunyai beberapa kelebihan. Telur mengandung
semua zat gizi yang diperlukan tubuh, rasanya enak, mudah dicerna, menimbulkan
rasa segar dan kuat pada tubuh, serta dapat diolah menjadi berbagai macam produk
makanan.Dalam telur itik, protein lebih banyak terdapat pada bagian kuning telur, 17
persen, edangkan bagian putihnya 11 persen. Protein telur terdiri dari ovalbumin
(putih telur) dan ovavitelin (kuning telur). Protein telur mengandung semua asam
amino esensial yang dibutuhkan tubuh untuk hidup sehat. Putih telur terdiri dari
empat lapisan yang tersusun secara istimewa, yaitu : (1) lapisan terluar yang terdiri
dari cairan kental yang banyak mengandung serat-serat musin, (2) lapisan tengah
yang terdiri dari anyaman musin yang berbentuk setengah padat, (3) lapisan ketiga
merupakan lapisan yang lebih encer, dan (4) lapisan terdalam yang dinamakan
kalazifera yang bersifat kantal (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
Putih telur tersusun atas 86,8 % air, 11,3 % protein, 0,08 % lemak, 1 %
karbohidrat, dan 0,8 % abu (Romanoff, dkk., 1963). Kadar air yang tinggi pada putih
telur akan mempermudah garam larut pada putih telur disbanding pada kuning telur,
ketika telur diasin. Sirait (1986) menyatakan bahwa karena banyak mengandung air,
maka selama penyimpanan putih telur merupakan bagian yang paling mudah rusak.
Protein putih telur terdiri atas protein serabut yang terdiri ovomucin dan
protein globular yang terdiri dari ovalbumin, conalbumin, ovomucoid, lizosim,
flavoprotein, ovoglobulin, ovoinhibitor, dan avidin (Sirait, 1986). Protein globular
merupakan protein yang berbentuk bola. Protein ini larut dalam larutan garam asam
encer, juga lebih mudah berubah dibawah pengaruh suhu, konsentrasi garam, pelarut
asam basa dibandingkan protein serabut. Protein globular juga merupakan protein
yang mudah terdenaturasi (Winarno, 1997).
Hal lain yang menyebabkan bagian putih telur menjadi lebih encer menurut
Sirait (1986) disebabkan hilangnya sebagian protein ovomucin yang berfungsi
sebagai pembentuk struktur putih telur. Peningkatan pH akan tejadi ikatan kompleks
ovomucyn-lysozym yang akan mengeluarkan air sehingga putih telur menjadi encer
(Stadelman clan Cotterill, 1995). Romanoff, dkk., (1963) menambahkan perubahan
nilai pH putih telur disebabkan oleh hllangnya CO2 dan aktifnya enzim
proteolitik yang merusak membran vitellin menjadi lemah dan akhirnya pecah
sehingga menyebabkan putih telur menjadi cair dan tipis.
Menurut pendapat Romanoff, dkk., (1963) persentase bobot putih telur dan
kuning telur dipengaruhi oleh bobot telur dan umur unggas. Pada unggas yang lebih
muda persentase putih telur lebih besar dari persentase kuning telur. Persentase berat
putih telur akan menurun seiring dengan meningkatnya umur itik (Aryanti, 1981).
Izat et al., (1989) menyatakan bahwa persentase putih telur akan menurun dengan
bertambahnya umur dan pada akhir periode produksi relatif konstan. Temperatur
lingkungan yang tinggi menyebabkan terjadinya penurunan kualitas telur. Temperatur
lingkungan yang tinggi menyebabkan menurunnya aktivitas hormonal dalam
merangsang alat-alat reproduksi dan berakibat pada menurunnya kualitas putih telur
ataupun kualitas dari kuning telur (North, 1990).
c. Kuning telur
Kuning telur tersusun atas 44,8 % air, 17,7 % protein, 35,2 % lemak, 1,1 %
karbohidrat dan 1,2 % abu (Romanoff,dkk., 1963). Kuning telur merupakan emulsi
lemak dalam air dengan kandungan bahan padat sebesar 50 % dan terdiri atas 1/3
protein dan 2/3 lemak. Kuning telur merupakan bagian terdalam dari telur yang terdiri
atas : (1) membran vitelin, (2) saluran latebra, (3) lapisan kuning telur gelap, dan (4)
lapisan kuning telur terang (Belitz dan Grosch, 1999). Kuning telur diselubungi oleh
membran vitellin yang permeabel terhadap air dan berfungsi mempertahankan bentuk
kuning telur (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
Kuning telur mengandung 52 % padatan yang mengandung lipoprotein dan
protein (Stadelman dan Cotteril, 1995). Protein dalam kuning telur terdiri atas protein
granular dan protein plasma. Protein granular terdiri atas α- dan β- lipovitellin 70 %,
fosvitin 16 % dan lipoprotein 12 %, sedangkan protein plasma mengandung 66 %
lipoprotein dan 10,6 % livetin (Winarno dan Koswara, 2002).
Kuning telur mengandung zat warna (pigmen) yang umumnya termasuk
dalam golongan karotenoid yaitu santofil, lutein dan zeaxantin serta sedikit
betakaroten dan kriptosantin. Perubahan warna kuning pada kuning telur olahan
menjadi warna hitam kehijauan disebabkan oleh pemanasan yang terlalu lama
sehingga membentuk Fe dan S (Winarno dan Koswara, 2002).
Indeks kuning telur diperoleh dari tinggi kuning telur. Umur telur
mempengaruhi kekuatan dan elastisitas membrane vitellin yang menyebabkan kuning
telur melemah. Selain itu juga kekuatan dan elastisitas membrane vitellin dipengaruhi
oleh faktor ukuran telur, temperature penyimpanan, pH putih telur dan kekentalan
putih telur (Heath, 1976). Melemahnya membrane vitellin diamati dengan mengukur
indeks kuning telur. Indeks kuning telur segar beragam antara 0,33 dan 0,50 dengan
nilai rata-rata 0,42. Semakin bertambahnya umur telur, indeks kuning telur semakin
menurun karena penambahan ukuran kuning telur sebagai akibat perpindahan air
(Shenstone, 1968).
Warna kuning telur yang disukai konsumen salah satunya dipengaruhi oleh
zat warna xantofil yang banyak terdapat dalam golongan hidroksi-karotenoid. Zat
tersebut selain mempengaruhi warna kuning telur juga warna kulit, shank, paruh, dan
pigmen ini akan disimpan di dalam kuning telur. Penyebab keragaman warna kuning
telur selain disebabkan oleh jumlah kandungan xantofil dalam bahan pakan, juga
disebabkan oleh perbedaan galur, keragaman individu, sangkar, angka kesakitan
(morbiditas), cekaman, lemak dalam pakan oksidasi xantofil dalam bahan pakan
tertentu.
2.3 Macam-Macam Penyebab Kerusakan Protein
Denaturasi kadang-kadang dapat mengakibatkan flokulasi protein bola tetapi
dapat juga mengakibatkan terbentuknya gel. Makanan dapat didenaturasi, dan
proteinnya diawastabilkan, pada saat pembekuan dan penyimpanan beku. Pada
penyimpanan susu, kestabilan kaseinat makin lama makin menurun, dan ini dapat
mengakibatkan koagulasi sempurna
Denaturasi dan koagulasi protein merupakan aspek kestabilan bahang yang
dapat berkaitan dengan susunan dan urutan asam amino dalam protein. Denaturasi
didefinisikan sebagai perubahan besar dalam struktur alami yang tidak melibatkan
perubahan dalam urutan asam amino. Pengaruh bahang biasanya menyangkut
perubahan dalam struktur tersier, yang mengakibatkan susunan rantai polipeptida
menjadi kurang teratur. (Williams, 1950)
Macam-macam penyebab denaturasi :
1. denaturasi karena panas
2. denaturasi karena asam dan basa
3. denaturasi karena garam logam berat
4. Denaturasi karena Garam logam berat
5. Garam logam berat merusak ikatan disulfida
6. Agen pereduksi merusak ikatan disulfida
Denaturasi karena Panas:
Panas dapat digunakan untuk mengacaukan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik
non polar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan
menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga
mengacaukan ikatan molekul tersebut. Protein telur mengalami denaturasi dan
terkoagulasi selama pemasakan. Beberapa makanan dimasak untuk mendenaturasi
protein yang dikandung supaya memudahkan enzim pencernaan dalam mencerna
protein tersebut. (Williams, 1950)
Pemanasan akan membuat protein bahan terdenaturasi sehingga kemampuan
mengikat airnya menurun. Hal ini terjadi karena energi panas akan mengakibatkan
terputusnya interaksi non-kovalen yang ada pada struktur alami protein tapi tidak
memutuskan ikatan kovalennya yang berupa ikatan peptida. Proses ini biasanya
berlangsung pada kisaran suhu yang sempit.
Alkohol dapat merusak ikatan hidrogen:
Ikatan hidrogen terjadi antara gugus amida dalam struktur sekunder protein. Ikatan
hidrogen antar rantai samping terjadi dalam struktur tersier protein dengan kombinasi
berbagai asam amino penyusunnya. (Williams, 1950)
Denaturasi karena Asam dan basa:
Protein akan mengalami kekeruhan terbesar pada saat mencapai ph isoelektris yaitu
ph dimana protein memiliki muatan positif dan negatif yang sama, pada saat inilah
protein mengalami denaturasi yang ditandai kekeruhan meningkat dan timbulnya
gumpalan. Asam dan basa dapat mengacaukan jembatan garam dengan adanya
muatan ionik. Sebuah tipe reaksi penggantian dobel terjadi sewaktu ion positif dan
negatif di dalam garam berganti pasangan dengan ion positif dan negatif yang berasal
dari asam atau basa yang ditambahkan. Reaksi ini terjadi di dalam sistem pencernaan,
saat asam lambung mengkoagulasi susu yang dikonsumsi. (Williams, 1950)
Denaturasi karena Garam logam berat:
Garam logam berat mendenaturasi protein sama dengan halnya asam dan basa.
Garam logam berat umumnya mengandung Hg+2, Pb+2, Ag+1 Tl+1, Cd+2 dan logam
lainnya dengan berat atom yang besar. Reaksi yang terjadi antara garam logam berat
akan mengakibatkan terbentuknya garam protein-logam yang tidak larut
Protein akan mengalami presipitasi bila bereaksi dengan ion logam. Pengendapan
oleh ion positif (logam) diperlukan ph larutan diatas pi karena protein bermuatan
negatif, pengendapan oleh ion negatif diperlukan ph larutan dibawah pi karena
protein bermuatan positif. Ion-ion positif yang dapat mengendapkan protein adalah;
Ag+, Ca++, Zn++, Hg++, Fe++, Cu++ dan Pb++, sedangkan ion-ion negatif yang dapat
mengendapkan protein adalah; ion salisilat, triklorasetat, piktrat, tanat dan
sulfosalisilat. (Williams, 1950)
Garam logam berat merusak ikatan disulfida:
Logam berat juga merusak ikatan disulfida karena affinitasnya yang tinggi dan
kemampuannya untuk menarik sulfur sehingga mengakibatkan denaturasi protein.
(Williams, 1950)
Agen pereduksi merusak ikatan disulfida:
Ikatan disulfida terbentuk dengan adanya oksidasi gugus sulfhidril pada sistein.
Antara rantai protein yang berbeda yang sama-sama memiliki gugus sulfhidril akan
membentuk ikatan disulfida kovalen yang sangat kuat. Agen pereduksi dapat
memutuskan ikatan disulfida, dimana penambahan atom hidrogen sehingga
membentuk gugus tiol; -SH . (Williams, 1950)
2.4 Macam-Macam Analisa Protein
2.1. Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl dikembangkan pada taun 1883 oleh pembuat bir bernama
Johann Kjeldahl. Makanan didigesti dengan asam kuat sehingga melepaskan nitrogen
yang dapat ditentukan kadarnya dengan teknik titrasi yang sesuai. Jumlah protein
yang ada kemudian dihitung dari kadar nitrogen dalam sampel. Prinsip dasar yang
sama masih digunakan hingga sekarang, walaupun dengan modifikasi untuk
mempercepat proses dan mencapai pengukuran yang lebih akurat. Metode ini masih
merupakan metode standart untuk penentuan kadar protein. Karena metode Kjeldahl
tidak menghitung kadar protein secara langsung, diperlukan faktor konversi (F) untuk
menghitung kadar protein total dan kadar nitrogen. Faktor konversi 6,25 (setara
dengan 0,16 g nitrogen per gram protein) digunakan untuk banyak jenis makanan,
namun angka ini hanya nilai rata-rata, tiap protein mempunyai faktor konversi yang
berbeda tergantung komposisi asam aminonya. Metode Kjeldahl terdiri dari tiga
langkah : digesti, netralisasi dan titrasi. Dr. RH : Analisis Makanan_2. Analisis
Protein 2
Prinsip
a. Digestion
Sampel makanan yang akan dianalisis ditimbang dalam labu digesti dan didigesti
dengan pemanasan dengan penambahan asam sulfat (sebagai oksidator yang dapat
mendigesti makanan), natrium sulfat anhidrat (untuk mempercepat tercapainya titik
didih) dan katalis sepert tembaga (Cu), selenium, titanium, atau merkurium (untuk
mempercepat reaksi). Digesti mengubah nitrogen dalam makanan (selain yang dalam
bentuk nitrat atau nitrit) menjadi amonia, sedangkan unsur oganik lain menjadi CO2
dan H2O. Gas amonia tidak dilepaskan ke dalam larutan asam karena berada dalam
bentuk ion amonium (NH4+) yang terikat dengan ion sulfat (SO42-) sehingga yang
berada dalam larutan adalah : N(makanan) (NH4)2SO4 (1)
b. Netralisasi
Setelah proses digesti sempurna, labu digesti dihubungkan dengan labu penerima
(recieving flask) melalui sebuah tabung. Larutan dalam labu digesti dibasakan dengan
penambahan NaOH, yang mengubah amonium sulfat menjadi gas amonia :
(NH4)2SO4 + 2 NaOH 2 NH3 + 2 H2O + Na2SO4 (2) Gas amonia yang terbentuk
dilepaskan dari larutan dan berpindah keluar dari labu digesti masuk ke labu
penerima, yang berisi asam borat berlebih. Rendahnya pH larutan di labu penerima
mengubah gas amonia menjadi ion amonium serta mengubah asam borat menjadi ion
borat:
NH3 + H3BO3 NH4+ + H2BO3- (3)
c. Titrasi
Kandungan nitrogen diestimasi dengan titrasi ion amonium borat yang terbentuk
dengan asam sulfat atau asam hidroklorida standar, menggunakan indikator yang
sesuai untuk menentukan titik akhir titrasi. H2BO3- + H+ H3BO3 (4) Kadar ion
hidrogen (dalam mol) yang dibutuhkan untuk mencapai titik akhir titrasi setara
dengan kadar nitrogen dalam sampel makanan (persamaan 3). Dr. RH : Analisis
Makanan_2. Analisis Protein 3
Persamaan berikut dapat digunakan untuk menentukan kadar nitrogen dalam mg
sampel menggunakan larutan HCl xM untuk titrasi. Dimana vs dan vb adalah volume
titrasi sampel dan blanko, 14g adalah berat molekul untuk nitrogen N. Penetapan
blanko biasanya dilakukan pada saat yang sama dengan sampel untuk
memperhitungkan nitrogen residual yang dapat mempengaruhi hasil analisis. Setelah
kadar nitrogen ditentukan, dikonversi menjadi kadar proteind dengan faktor konversi
yang sesuai : % Protein = F x %N.
Keuntungan dan Kerugian
a. Keuntungan :
• Metode Kjeldahl digunakan secara luas di seluruh dunia dan masih merupakan
metode standar dibanding metode lain.
• Sifatnya yang universal, presisi tinggi dan reprodusibilitas baik membuat metode ini
banyak digunakan untuk penetapan kadar protein.
b. Kerugian :
• Metode ini tidak memberikan pengukuran protein sesungguhnya, karena tidak
semua nitrogen dalam makanan bersumber dari protein.
• Protein yang berbeda memerlukan faktor koreksi yang berbeda karena susunan
residu asam amino yang berbeda.
• Penggunaan asam sulfat pada suhu tinggi berbahaya, demikian juga beberapa
katalis.
• Teknik ini membutuhkan waktu lama.
Metode Dumas Termodifikasi
Akhir-akhir ini, teknik instrumen otomastis telah berkembang dengan kemampuan
penentuan kadar protein dalam sampel dengan cepat. Teknik ini berdasarkan metode
yang dikembangkan oleh Dumas lebih dari 1,5 abad yang lalu, dan mulai
berkompetisi dengan metode Kjeldahl sebagai metode standart penentuan kadar
protein karena lebih cepat.
Prinsip Umum
Sampel dengan massa tertentu dipanaskan dalam tangas pada suhu tinggi (sekitar
900 oC) dengan adanya oksigen. Cara ini akan melepaskan CO2, H2O dan N2. Gas
CO2 dan H2O dipisahkan dengan melewatkan gas pada kolom khusus untuk
menyerapnya. Kandungan nitrogen kemudian dihitung dengan melewatkan sisa gas
melalui kolom dengan detektor konduktivitas termal pada ujungnya. Kolom ini akan
membantu memisahkan nitrogen dari sisa CO2 dan H2O. Alat dikalibrasi dengan
senyawa analis yang murni dan telah diketahui jumlah nitrogennya, seperti EDTA (=
9,59 %N). Dengan demikian sinyal dari detektor dapat dikonversi menjadi kadar
nitrogen. Dengan metode Kjeldahl diperlukan konversi nitrogen dalam sampel
menjadi kadar protein, tergantung susunan asam amino protein.
Keuntungan dan kerugian
a. Keuntungan :
• Jauh lebih cepat dari pada metode Kjeldahl (di bawah 4 menit per pengukuran,
dibandingkan dengan 1-2 jam pada Kjeldahl).
• Metode ini tidak menggunakan senyawa kimia atau katalis toksik.
• Banyak sampel dapat diukur secara otomatis.
• Mudah digunakan.
b. Kerugian :
• Mahal.
• Tidak memberikan ukuran protein sesungguhnya, karena tidak semua nitrogen
dalam makanan berasal dari protein.
• Protein yang berbeda membutuhkan faktor koreksi yang berbeda karena susunan
asam amino yang berbeda.
• Ukuran sampel yang kecil menyulitkan mendapatkan sampel yang representatif.
Metode Spektroskopi UV-visible
Sejumlah metode telah ditemukan untuk pengukuran kadar protein berdasarkan
spektroskopi UV-visible. Metode ini berdasarkan kemampuan protein menyerap (atau
membaurkan) cahaya di daerah UV-visible. Atau secara kimiawi atau fisik
memodifikasi protein untuk membuatnya menyerap (atau membaurkan) cahaya di
daerah UV-visible. Prinsip dasar di balik masing-masing uji ini serupa. Pertama-tama,
semua serapan kurva kalibrasi (atau turbiditas) vs kadar protein disiapkan
menggunakan satu seri larutan protein yang sudah diketahui kadarnya. Serapan (atau
turbiditas) larutan yang dianalisis kemudan diukur pada panjang gelombang yang
sama, dan kadar protein ditentukan dari kurva kalibrasi. Perbedaan utama pengujian
ini adalah gugus fungsi yang berperan untuk absorbsi atau pembiasan radiasi
elektromagnetik, misalnya ikatan peptida, rantai samping aromatis, gugus inti dan
agregat protein. Dr. RH : Analisis Makanan_2. Analisis Protein 5 Sejumlah metode
UV-visibe untuk penetapan kadar protein sebagi berikut :
Prinsip
a. Pengukuran langsung pada 280nm.
Tryptophan dan tyrosine mengabsorbsi kuat cahaya uv pada 280 nm. Kandungan
tryptophan dan tyrosine berbagai protein umumnya konstan sehingga serapan larutan
protein pada 280 nm dapat digunakan untuk menentukan kadarnya. Keuntungan
metode ini karena sederhana untuk dilakukan, non-destruktif, dan tidak dibutuhkan
reagen khusus. Kerugian utama : asam nukleat juga engabsorbi kuat pada 280 nm dan
sehingga mengganggu pengukuran protein jika ada dalam kadar yang bermakna.
Namun demikian,
metode ini telah berkembang untuk mengatasi masalah ini, antara lain : dengan
pengukuran serapan pada dua panjang gelombang yang berbeda.
b. Metode Biuret
Warna violet akan terbentuk bila ion cupri (Cu2+) berinteraksi dengan ikatan peptida
dalam suasana basa. Reagen biuret, yang mengandung semua bahan kimia yang
diperlukan untuk analisis sudah tersedia di pasaran. Reagen ini dicampurkan dengan
larutan protein, didiamkan 15-30 menit, kemudian diukur serapannya pada 540 nm.
Keuntungan utama dari teknik ini adalah tidak adanya gangguan dari senyawa yang
menyerap pada panjang gelombang yang lebih rendah. Teknik ini kurang sensitif
terhadap jenis protein karena absorpsi yang terjadi melibatkan ikatan peptida yang
ada di semua protein, bukan pada gugus samping spesifik.
c. Metode Lowry
Metode Lowry mengkombinasikan pereaksi biuret dengan pereaksi lain (Folin-
Ciocalteau phenol) yang bereaksi dengan residu tyrosine dan tryptophan dalam
protein. Reaksi ini menghasilkan warna kebiruan yang bisa dibaca di antara 500 - 750
nm, tergantung sensitivitas yang dibutuhkan. Akan muncul puncak kecil di sekitar
500 nm yang dapat digunakan untuk menentukan protein dengan konsentrasi tinggi
dan sebuah puncak besar di sekitar 750 nm yang dapat digunakan untuk menentukan
kadar protein dengan konsentrasi rendah. Metode ini lebih sensitif untuk protein
dengan konsentrasi rendah dibanding metode biuret.
d. Metode pengikatan pewarna
Pewarna dengan muatan negatif (anionik) ditambahkan dalam jumlah berlebih pada
larutan protein yang pH nya telah disesuaikan sehingga protein menjadi bermuatan
positif (misalnya dibuat di bawah titik isoelektrik). Protein membentuk kompleks tak
larut dengan pewarna karena interaksi elektrostatik antar molekul, tapi masih tersisa
pewarna tak terikat yang larut. Pewarna anionik berikatan dengan gugus kationik dari
residu asam amino basa (histidine, arganine dan lysine) dan pada gugus asam amino
bebas di ujung. Jumlah pewarna tak terikat yang tersisa setelah kompleks protein-
pewarna dipisahkan (misalnya dengan sentrifugasi) ditentukan dengan pengukuran
serapan. Jumlah protein yang ada di larutan awal berhubungan dengan jumlah
pewarna yang terikat : [Pewarnaterikat] = [Pewarnaawal] - [Pewarnabebas]
e. Metode Turbimetri
Molekul protein yang umumnya laruta dapat dibuat mengendap dengan penambahan
senyawa kimia tertentu, seperti asam trikloroasetat. Pengendapan protein
menyebabkan larutan menjadi keruh, sehingga konsentrasi protein dapat ditentukan
dengan mengukur derajat kekeruhan (turbiditas).
Keuntungan dan kerugian
Keuntungan : Teknik UV-visible merupakan teknik yang cepat dan sederhana, serta
sensitif terhadap protein dengan konsentrasi rendah.
Kerugian : Sebagian besar teknik UV-visible memerlukan larutan yang encer dan
jernih, serta tidak mengandung senyawa kontaminan yang dapat mengabsorpsi atau
memantulkan cahaya pada panjang gelombang di mana protein akan dianalisis.
Karena diperlukan larutan jernih, makamakanan harus mengalami sejumlah tahap
preparasi sampel sebelum dianalisis, seperti homogenisasi, ekstraksi pelarut,
sentrifugasi, filtrasi, dsb. yang dapat menyita waktu dan tenaga. Selain itu, kadang-
kadang sulit untuk secara kuantitatif mengekstraksi protein dari jenis makanan
tertentu, terutama bila makanan tersebut telah mengalami proses dimana protein
menjadi agregat atau terikat secara kovalen dengan senyawa lain. Kelemahan lain
adalah, serapan tergantung pada jenis protein (karena protein yang berbeda
mempunyai sekuens/urutan asam amino yang berbeda pula)
Metode Lowry mengkombinasikan pereaksi biuret dengan pereaksi lain
(Folin-Ciocalteauphenol) yang bereaksi dengan residu tyrosine dan tryptophan dalam
protein. Reaksi ini menghasilkan warna kebiruan yang bisa dibaca di antara 500 - 750
nm, tergantung sensitivitas yang dibutuhkan. Akan muncul puncak kecil di sekitar
500 nm yang dapat digunakan untuk menentukan protein dengan konsentrasi tinggi
dan sebuah puncak besar disekitar 750 nm yang dapat digunakan untuk menentukan
kadar protein dengan konsentrasi rendah. Metode ini lebih sensitif untuk protein
konsentrasi rendah dibanding metode biuret (Soeharsono, 2006).
Protein dengan asam fosfotungsat-fosfomolibdad pada suasana alkalis akan
memberikan warna biru yang intensitasnya bergantung pada konsentrasi protein yang
ditera. Untuk mengetahui banyaknya protein dalam larutan, terlebih dahulu
dibuat kurva standar yang melukiskan hubungan antara konsentrasi dan optical
dencity (OD).
Biasanya digunakan serum albumin. Larutan Lowry ada dua macam yaitu
larutan A yang terdiri dari fosfotungstat-fosfomolibdad (1:1) dan larutan Lowry B
yang terdiri dari Na-carbonat 2% dalam NaOH 0,1 N, kupri sulfat dan Na-K-tartat
2%. Cara penentuannya seperti berikut: 1 ml larutan protein ditambah 5 ml Lowry B,
digojong dan dibiarkan selama 10 menit. Kemudian ditambah 0,5 ml Lowry A
digojong dan dibiarkan 20 menit. Selanjutnya diamati OD-nya.
Metode Lowry merupakan pengembangan dari metode Biuret. Dalam metode
ini terlibat 2 reaksi. Awalnya, kompleks Cu(II)-protein akan terbentuk sebagaimana
metode biuret, yang dalam suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi menjadi Cu(I). Ion
Cu+ kemudian akan mereduksi reagen Folin-Ciocalteu, kompleks phosphomolibdat
phosphotungstat (phosphomolybdotungstate), menghasilkan heteropoly molybdenum
blue akibat reaksi oksidasi gugus aromatik (rantai samping asam amino) terkatalis
Cu, yang memberikan warna biru intensif yang dapat dideteksi secara kolorimetri.
Berawal dari pemanfaatan alat spektrofotometer yaitu untuk mengukur jumlah
penyerapan zat suatu senyawa. Penyerapan cahaya pada senyawa larutan tersebut,
dalam spektrofotometri dapat digunakan sebagai dasar atau pedoman dalam
penentuan konsentrasi larutan atau senyawa secara kuantitatif. Dalam pratikum ini
penggunaan KMnO4 bertujuan untuk memudahkan dalam pengenalan dan latihan
awal spektrofotometri. Kekuatan warna biru terutama bergantung pada kandungan
residu tryptophan dan tyrosine-nya. Keuntungan metode Lowry adalah lebih sensitif
(100 kali) daripada metode Biuret (Sudarmaji, 1996).
Adapun uji yang lain yaitu Uji Biuret adalah uji umum untuk protein (ikatan
peptida), tetapi tidak dapat menunjukkan asam amino bebas. Zat yang akan diselidiki
mula-mula ditetesi larutan NaOH, kemudian ditetesi larutan tembaga(II) sulfat yang
encer. Jika terbentuk warna ungu berarti zat itu mengandung protein. Uji
Xantoproteat adalah uji terhadap protein yang mengandung gugus fenil (cincin
benzena). Apabila protein yang mengandung cincin benzena dipanaskan dengan asam
nitrat pekat, maka akan terbentuk kuning yang kemudian menjadi warna jingga bila
dibuat alkalis(basa) dengan larutan NaOH.
2.5 Prinsip Analisa Protein Saat Praktikum
Metode Lowry merupakan pengembangan dari metode Biuret. Dalam metode
ini terlibat 2 reaksi. Awalnya, kompleks Cu(II)-protein akan terbentuk sebagaimana
metode biuret, yang dalam suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi menjadi Cu(I). Ion
Cu+ kemudian akan mereduksi reagen Folin-Ciocalteu, kompleks phosphomolibdat-
phosphotungstat, menghasilkan heteropoly-molybdenum blue akibat reaksi oksidasi
gugus aromatik (rantai samping asam amino) terkatalis Cu, yang memberikan warna
biru intensif yang dapat dideteksi secara kolorimetri. Kekuatan warna biru terutama
bergantung pada kandungan residu tryptophan dan tyrosine-nya. Keuntungan metode
Lowry adalah lebih sensitif (100 kali) daripada metode Biuret sehingga memerlukan
sampel protein yang lebih sedikit. Batas deteksinya berkisar pada konsentrasi 0.01
mg/mL. Namun metode Lowry lebih banyak interferensinya akibat kesensitifannya
(Lowry dkk 1951).
Beberapa zat yang bisa mengganggu penetapan kadar protein dengan metode
Lowry ini, diantaranya buffer, asam nuklet, gula atau karbohidrat, deterjen, gliserol,
Tricine, EDTA, Tris, senyawa-senyawa kalium, sulfhidril, disulfida, fenolat, asam
urat, guanin, xanthine, magnesium, dan kalsium. Interferensi agen-agen ini dapat
diminimalkan dengan menghilangkan interferens tersebut. Sangat dianjurkan untuk
menggunakan blanko untuk mengkoreksi absorbansi. Interferensi yang disebabkan
oleh deterjen, sukrosa dan EDTA dapat dieliminasi dengan penambahan SDS atau
melakukan preparasi sampel dengan pengendapan protein (Lowry dkk 1951).
Metode Lowry-Folin hanya dapat mengukur molekul peptida pendek dan
tidak dapat mengukur molekul peptida panjang (Alexander dan Griffiths, 1992).
Prinsip kerja metode Lowry adalah reduksi Cu2+ (reagen Lowry B) menjadi Cu+
oleh tirosin, triptofan, dan sistein yang terdapat dalam protein. Ion Cu+ bersama
dengan fosfotungstat dan fosfomolibdat (reagen Lowry E) membentuk warna biru,
sehingga dapat menyerap cahaya (Lowry dkk 1951).
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1Alat
Labu takar (10 buah)
Labu takar 100 ml
Beaker glass 100 ml (2 buah)
Pipet tetes (1 buah)
Pipet volum 1ml (1 buah)
Pipet volum 10 ml (1 buah)
pisau (1 buah)
pipum (1 buah)
Spatula (1 buah)
Neraca analitik (1 buah)
Spektrofotometer (1 buah)
Kuvet (2 buah)
Tabung sentrifus 50 ml(2 buah)
Sentrifugator (1 buah)
Corong (1 buah)
3.1.2 Bahan
Kuning telur asin Telur asin Putih telur bebek Label Kertas saring Tissue Alumunium foil Aquades BSA Larutan Lowry Larutan Folin
3.1 Skema Kerja
3.2.1 Preparasi
BSA
Pipet (0; 0.5; 1; 1.5; 2; 2.5; 3)
Masukkan pada labu ukur
+ Larutan lowry 2 ml
Diamkan 10 menit
+ Larutan folin 0.2 ml
Tera 10 ml
Diamkan 1 jam
Hitung absorbansinya (λ = 750 nm)
3.2.2 Analisa Protein
Kuning telur asin 15 gr
Tera 100ml
Sentrifus 10 menit
Saring
Tera 100 ml
Ambil 0.5 ml
Diamkan 10 menit
Tera 10 ml
Diamkan 1 jam
Ukur absorbansinya (λ=750 nm)
BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
+ Larutan Lowry 2 ml
+ Larutan Folin 2 ml
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Kuning Telur Asin Matang
berat
sampel
(g)
volume
analisa
(ml)
abs 1 abs 2 rata2
abs
%
15 100 0,5 0,278 0,275 0,277 1,991
15 100 0,5 0,252 0,252 0,252 1,537
15 100 0,5 0,249 0,225 0,237 1,259
absorbansi mg/0,5ml mg/ml mg/g % protein
Ulangan 1 0,277 1,493 2,986 19,907 1,991
Ulangan 2 0,252 1,153 2,306 15,370 1,537
Ulangan 3 0,237 0,944 1,889 12,593 1,259
Rata-rata 1,596
SD 0,369
RSD 23,12495
4.1.2 Putih Telur Mentah
Konsentrasi 0 ml 0,5 ml 1 ml 1,5 ml 2 ml 2,5 ml 3 ml
Absorbansi 0,093 0,263 0,531 0,686 0,982 1,167 1,293
UlanganNilai
absorbansiKadar protein
(%)
1 0,883 2,529
2 0,862 2,467
3 0,775 2,185
Rata-rata 2,393
SD 0,1824
RSD 7,62
4.1.3 Putih dan Kuning Telur Bebek Mentah
Sampel Absorbansi Kadar Protein
(%)
Ulangan 1 0,778 2,824
Ulangan 2 0,735 5,25
Ulangan 3 0,775 3,746
Rata-Rata 3,94
SD 1,224
RSD 0,310
4.2 Pembahasan
Dari praktikum analisa kandungan protein yang telah dilakukan diperoleh data
kadar protein pada masing-masing bahan yang dianalisa. Pada bahan kuning telur
diperoleh protein sebesar 1,5 %, Putih telur diperoleh hasil kadar protein sebesar 2,3
% dan campuran antara kuning dan putih telur bebek mentah sebesar 3,94%.
Pada praktikum analisa kadar protein dengan bahan kuning telur ini didapatkan
nilai RSD yang paling besar dengan nilai 23,1 dimana nilai RSD yang nilainya jauh
melebihi 5% tersebut menunjukan bahwa data yang diperoleh selama praktikum
analisa kadar protein sangat tidak akurat. Hal itu disebabkan beberapa faktor
kesalahan praktikum saat pembuatan larutan karena alat yang tidakmamadai,
kesalahan membaca meniskus, bahan yang sudah kedaluarasa ( kualitas telur yang
kurang baik yang disebabkan oleh pakan ternak, umur ayam dan penyimpanan) dan
bahan yang diamati adalah bahan yang sudah matang yang telah mengalami
denaturasi karena panas dan garam yang mngakibatkan protin didalam bahan
berkurang. Pada kuning telur ini didapat persen kandungan protein yang paling
rendah karena pada kuning telur tersusun atas 44,8 % air, 17,7 % protein, 35,2 %
lemak, 1,1 % karbohidrat dan 1,2 % abu (Romanoff,dkk., 1963). Kuning telur
merupakan emulsi lemak dalam air dengan kandungan bahan padat sebesar 50 % dan
terdiri atas 1/3 protein dan 2/3 lemak. Jumlah proteinnya lebih sedikit dibandingkan
dengan putih telur mengandung energi sebesar 189 kilokalori, protein 13,1 gram,
karbohidrat 0,8 gram, lemak 14,3 gram, kalsium 56 miligram, fosfor 175 miligram,
dan zat besi 3 miligram.
Pada praktikum analisa protein dengan bahan putih telur ini nilai RSD yang
diperoleh sebesar 7,6%. Hal ini menunjukan bahwa data yang diperoleh selama
praktikum kurang akurat, karena nilai RSD yanga diperoleh melibihi 5%. Ketidak
akuratan data tersebut dikarenakan adanya keteledoran dan faktor kurang terlatih dari
praktikan sehingga data yang diperoleh tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini
disebabkan beberapa faktor kesalahan praktikum saat pembuatan larutan karena alat
yang tidak mamadai, kesalahan membaca meniskus, bahan yang sudah kedaluarasa
( kualitas telur yang kurang baik yang disebabkan oleh pakan ternak, umur ayam dan
penyimpanan) dan bahan yang diamati adalah bahan yang sudah matang yang telah
mengalami denaturasi karena panas dan garam yang mngakibatkan protin didalam
bahan berkurang. Sedangkan kadar protein putih telur diperoleh kadar protein sebesar
2,3 % persentase ini lebih besar dibandingkan dengan kuning telur karena kandungan
protein pada putih telur lebih besar dari pada kuning telur.
. Pada praktikum campuran kuning dan putih telur mentah yang diamati
diperoleh jumlah kadar protein sebesar 3,94%. Kadar protein pada sampel bahan
tersebut merupakan kadar protein paling tinggi diantara kedua sampel bahan lainya
hal ini disebab oleh karena bpada bahan campurankuning dan putih telur tidak terjadi
proses denaturasi protein yang disebabkanoleh panas dan garamseperti pada bahan
putih telur asin dan kuning telur asin. Dari data pengamatan yang diperoleh
didapatkan nilai RSD sebesar 0,31. Dimana nilai RSD tersebut menyatakan bahwa
data pengamatan yang diperoleh selama praktikum memiliki tingkat keakurasian ynag
sangat tinggi. Dengan nilai RSD yang jauh dibawah 5% maka keakurasian data
berada pada tingkat 90%. Hal ini menunjukan bahwa tahapan-tahapan yang telah
dilakukan selama praktikum sangat teliti dan cermat sehingga data yang dihasilkan
memiliki tingkat keakurasian yang sangat bagus.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari serangkaian kegiatan praktikumanalisa kadar protein yang telah dilakukan
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Kadar protein yang paling tinggi adalah dari sampel bahan kuning telur mentah
yang dicampur dengan putih telurnya karena bahan tidak mengalami denaturasi
sehinngga ikatan proteinnya mengalami kerusakan.
Kadar protein yang paling rendah adalah pada sampel bahan kuning telur asin
yang sudah matang yang telah megalami denaturasi
Kandungan protein pada telur dapat dipengaruhi oleh karena faktor yang dapat
menyebabkan rusaknya protein seperti denaturasi karena logam, garam ataupun
panas
Kandungan protein pada telur dipengaruhi oleh pakan ternak, umur ternak dan
lama simpan telur.
Ketelitian saat pencampuran larutan dan pembacaan meniskus sangat
mempengaruhi hasil dari pengamatan kdar protein
5.2 Saran
Selama praktikum ketelitian dan kecermatan dalam segala tahapan praktikum
sangat di perlukan, terutama saat pemipetan larutan dan pembacaan meniscus dan
bahan yang digunakan harusnya diambil dari produsen dengan kualitas yang sama
rata.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 1989. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Penerbit Gramedia
Astawan, M.W. dan Astawan, M. 1988. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani
Tepat Guna. Akademika Pressindo. Jakarta.
Budianto, A.K. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Cetakan keempat. Malang : Penerbit
UMM
Gaman. M. 1992. Ilmu Pangan, Penghantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi.
Press. Edisi II. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Iza, Colberg, M., Driggers, C.D., and Thomas, R.A. 1989. Effects of sampling method
and feed withdrawal period on recovery of microorganisms from poultry
carcasses. J. Food Prot. 52:480
Lowry, O.H., N.J. Rosenbrough, A.L. Farr, & R.J. Randall. 1951. Protein
measurement with the folin phenol reagant. J. Biol. Chem. 193:265-275.
Muchtadi, T. R dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
North, douglas C. Instituion.Institutional Change and Economic Performance.
Cambridge : Cambridge University Prees. 1990.
Sudarmadji, S.dkk. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta :
Penerbit Liberty.
Sudarmadji, S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Liberti
Soeharsono. 2006. Biokimia 1. Yogyakarta: UGM Press
Poedjiadi, Anna. 2007. Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press
Poejiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia
Press.
Winarno, F.G., 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno, F.G. dan Koswara. 2002. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
William Shenstone.1968, Poetical Works Hardcover, Reprint
Williams. , 2003. Reflections on a Splendid Life. Northeastern University Press,
Chicago, IL
LAMPIRAN
Perhitungan Kuning Telur Asin
Dari ulangan 1, ulangan 2, dan ulangan 3 didapat nilai absorban masing-masing
0,277;0,252; dan 0,237. Kurva standar yang telah dihasilkan menghasilkan persamaan
regresi linier yaitu y= 0,072x + 0,168 sehingga didapatkan nilai R2 sebesar 0,926.
% kadar protein
mg / 0,5 ml
mg / ml = x
mg / g =
% =
Ulangan 1
y = 0,072x + 0,168
0,277 = 0,072x + 0,168
X = 1,493
mg/ ml = x 1,493 = 2,986
mg / g = =19,907
% = = 1,991
Ulangan2
y = 0,072x + 0,168
0,252 = 0,072x + 0,168
1,153mg/8 ml = x
mg/ ml = x 1,153= 2,306
mg / g = =15,370
% = = 1,537
Ulangan3
y = 0,072x + 0,168
0,237 = 0,072x + 0,168
0,944 mg/8 ml = x
mg/ ml = x 0,944 = 1,889
mg / g = =12,593
% = = 1,259
Rata-rata = = 1,596
SD =
=
=
= 0,36925
RSD =
=
= 23,12495
Perhitungan Telur Bebek
Dari kurva standart diatas didapat persamaan y = 0,072x + 0,168 dengan nilai
R2 = 0,926. Sehingga didapat perhitungan sebagai berikut :
- Ulangan 1
y = 0,072x + 0,168
0,778 = 0,072x + 0,168
0,61 = 0,072x
x = 8,472
- Ulangan 2
y = 0,072x + 0,168
0,735 = 0,072x + 0,168
0,567 = 0,072x
x = 7,875
- Ulangan 3
y = 0,072x + 0,168
0,775 = 0,072x + 0,168
0,607 = 0,072x
x = 8,430
-
= = 3,94
- SD =
=
=
=
SD = 1,224.
- RSD =
= 0,310 %
Perhitungan Putih Telur Bebek
Dari analisis sampel didapat nilai absorban ulangan 1, ulangan 2 dan
ulangan 3 masing-masing 0,883, 0,862 dan 0,775.
Kurva standar yang telah dihasilkan menghasilkan persamaan regresi
linier yaitu y = 0,4185x + 0,0887 sehingga didapatkan nilai R2 sebesar 0,9923.
Ulangan 1
y = 0,4185x + 0,0887
0,883 = 0,4185x + 0,0887
0,883-0,0887 = 0,4185 x
x = 1,897 mg/0,5 ml
Ulangan 2
y = 0,4185x + 0,0887
0,862 = 0,4185x + 0,0887
0,862-0,0887 = 0,4185 x
x = 1,847 mg/0,5 ml
Ulangan 3
y = 0,4185x + 0,0887
0,775 = 0,4185x + 0,0887
0,775-0,0887 = 0,4185 x
x = 1,639 mg/0,5 ml
% kadar protein :
1. Ulangan 1
y = 0,4185x + 0,0887
0,883 = 0,4185x + 0,0887
0,883-0,0887 = 0,4185 x
x = 1,897 mg/0,5 ml
= x 1,897 = 3,794 mg/ml
= = 25,293 mg/g
= = 2,530 %
2. Ulangan 2
y = 0,4185x + 0,0887
0,862 = 0,4185x + 0,0887
0,862-0,0887 = 0,4185 x
x = 1,847 mg/0,5 ml
= x 1,847 = 3,694 mg/ml
= = 24,626 mg/g
= = 2,463 %
3. Ulangan 3
y = 0,4185x + 0,0887
0,775 = 0,4185x + 0,0887
0,775-0,0887 = 0,4185 x
x = 1,639 mg/0,5 ml
= x 1,639 = 3,278 mg/ml
= = 18,616 mg/g
= = 2,186 %
Rata- rata =
=
= 2,393
SD =
=
=
=
= 0,1824
RSD =
=
= 7,62 %