Post on 12-Jan-2020
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN
KOMODITAS: KAPAS (Gossypium sp)
Oleh:
APRI ADITYA DANANG P 115040201111052
AMINATUS SHOLIKAH 115040213111035
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
KELAS: C
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
MALANG
2012
i
Lembar Persetujuan
Judul Laporan : Praktikum Teknologi Produksi Tanaman Kapas
Nama Dan NIM : 1. APRI ADITYA DANANG P 115040201111052
2. AMINATUS SHOLIKAH 115040213111035
Program Studi : AGROEKOTEKNOLOGI
Menyutujui,
Asisten Kelas, Asisten Lapang,
Alfian Trisna A Rizky Rachmadi Utomo
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kapas merupakan salah satu komoditas tanaman indusri yang penting.
Kebutuhan serat kapas nasional akan berbanding lurus dengan meningkatnya
volume produksi sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) (Usman,
1991). Nilai ekspor tekstil mencapai 15 % dari ekspor non migas nasional,
ironisnya industri yang berorientasi ekspor ini tidak didukung oleh pasokan
serat kapas domestik yang memadai, sehingga ketergantungan akan serat
kapas impor mencapai rata-rata 454 – 762 ribu ton kapas. Produksi kapas
dalam negeri hanya berkisar 1.600 – 2.500 ton atau sekitar 0,3 % dari
kebutuhan serat kapas dalam negeri. Jika target produksi adalah 5 – 10 % dari
kebutuhan nasional maka areal pengembangan harus mencapai 30 – 50 ribu
hektar (Dahlan, 2011).
Maka dalam hal ini, pada mata kuliah Teknologi Produksi Tanaman
diadakan praktikum lapang, yaitu menanam tanaman dengan komoditas
kapas. Hal ini dilakukan agar kita dapat menerapkan langsung materi yang
sudah di dapatkan dalam perkuliahan. Mulai dari pengolahan lahan yaitu
dengan pencangkulan, dan pembuatan bedengan. Melakukan penanaman
kapas dengan memasukkan bibit berupa biji kapas pada lubang tanah yang
telah ditugal disertai dengan pemupukan. Selanjutnya dilakukan perawatan,
seperti sanitasi lahan, penyulaman, penjarangan, dan pembumbunan. Selain
itu pemantauan terhadap hama penyakit tanaman perlu dilakukan agar
tanaman dapat berproduksi secara optimal sehingga mendapatkan hasil
produksi tinggi dan dapat diterapkan untuk masyarakat sekitar.
Penelitian yang ada telah membuktikan bahwa kapas dengan
pemberian mulsa jerami lebih berproduksi secara maksimal dari pada kapas
yang tidak menggunakan mulsa jerami. Hal ini dikarenakan perlakuan mulsa
jerami dapat meningkatkan kesuburan tanah, selain itu mulsa jerami
merupakan media yang tepat sebagai tempat bagi para predator hama. Untuk
membuktikan hasil penelitian tersebut, maka dalam praktikum kali ini
terdapat beberapa kelas yang menerapkan mulsa jerami, dan beberapa kelas
lain tidak menggunakan mulsa jerami. Laporan akhir praktikum ini adalah
hasil penelitian tentang perlakuan tanpa mulsa jerami yang dibandingkan
dengan perlakuan yang sama dan perlakuan dengan mulsa jerami dari kelas
lain untuk membuktikan pertumbuhan dengan perlakuan mana yang lebih
optimal.
1.2 Tujuan
Praktikum Teknologi Produksi Tanaman yang kami lakukan
mempunyai tujuan, antara lain:
a) Untuk mengetahui karakteristik komoditas kapas,
b) Untuk mengetahui syarat tumbuh tanaman kapas,
c) Untuk mengetahui teknologi produksi tanaman kapas,
d) Untuk mengetahui perbedaan hasil antara perlakuan yang diberikan,
dengan perlakuan yang lain.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan Morfologi
2.1.1 Klasifikasi
Gambar 1. Tanaman Kapas (Dahlan, 2011)
Menurut Usman (1991), tanaman kapas secara botanis disebut dengan
Gossypium sp yang memiliki sekitar 39 spesies dan 4 spesies diantaranya
yang dibudidayakan yaitu : Gossypium herbacium L, Gossypium arberium L,
Gossypium hersutum L dan Gossypium barbadense; dengan klasifikasi
sebagai berikut : Devisi : Spermatophyta, Kelas : Angiospermae, Sub Kelas :
Dicotyledonae, Ordo : Malvales, Famili : Malvaceae, Genus : Gossypium,
dan Spesies : Gossypium sp.
2.1.2 Morfologi
Akar Tanaman
Tanaman kapas umumnya dikembangbiakkan dari biji. Pada waktu
berkecambah calon akar tunggang tumbuh lebih dahulu masuk ke dalam
tanah, diikuti oleh keping biji. Kapas mempunyai akar tunggang yang panjang
dan dalam, tergantung pada umur, besarnya tanaman, aerasi, dan stuktur
tanah.Akar tunggang sering lebih panjang daripada tanamannya sendiri.
Dari akar tunggang akan tumbuh akar-akar cabang. Akar cabang akan
bercabang-cabang lagi, dan membentuk akar-akar rambut. Kadang-kadang
membentuk lapisan akar dan sering akar-akar tersebut menembus permukaan
tanah (Dahlan, 2011).
Batang
Tanaman kapas dalam keadaan normal tumbuh tegak.Batang berwama
bijau tua, merah atau hijau bernoktah merah. Batang umumnya berbulu dan
ada pula yang tidak, serta ada yang ujinya berbulu, pangkalnya tidak
berbulu.Dari setiap ruas, tumbuh daun dan cabang pada ketiaknya.Panjang
dan jumlah cabang berbeda-beda menurut jenis cabang dan dipengaruhi oleh
lingkungannya.
Cabang vegetatif tumbuh pada batang pokok dekat leher akar dan
biasanya tumbuh ke atas. Cabang-cabang vegetatif baru dapat berbunga dan
berbuah setelah tumbuh cabang generatif. Banyaknya cabang vegetative
bervariasi biasanya sekitar 3-4 cabang.
Cabang generatif tumbuh pada batang pokok atau pada cabang
vegetatif. Cabang generatif letaknya mendatar dan langsung membentuk
bunga. Semua bunga dan buah tumbuh pada cabang generatif. Cabang-cabang
buah yang pertama biasanya dihasilkan pada ketiak daun ke-6 sampai ke-8 ke
atas pada batang pokok. Jumlah cabang generatif antara 8-20 cabang (Balittas,
1993).
Gambar 2. Batang dan cabang (Dahlan, 2011)
Daun
Bentuk daun pertama sampai kelima belum sempuma. kadang-kadang
agak bulat atau panjang. Setelah daun kelima bentuk daun semakin sempuma
dan bentuknya sesuai dengan jenis kapas. Terdapat paling sedikit 5 bentuk
daun, yaitu bentuk entire, okra, twisted, barbadense, dan normal.
Bentuk daun normal mempunyai 5 sudut daun (lekukan), kadang-
kadang lebih atau kurang. Bentuknya bundar seperti jantung, lekukan daun
ada yang dalam dan ada pula yang dangkal. Wama daun hijau, hijau
kemerahan, dan merah. Daun berbulu ada yang lebat panjang, lebat pendek.
ada yang berbulu jarang, bahkan ada yang halus tidak berbulu. Di bagian
bawah daun (pada tulang daun) terdapat nektar dan ada pula yang tidak
mengandung nektar (Balittas, 1993).
Gambar 3. Bentuk-bentuk daun (Dahlan, 2011).
Bunga
Tanaman kapas mulai berbunga sekitar 30-45 hari dan mulai mekar
sekitar 45-60 hari tergantung jenis dan varietas kapas. Bunga mulai mekar
pada pagi hari (jam 6-7) dan layu pada siang harinya. Bunga pertama mulai
tumbuh pada batang di atas cabang vegetatif, berbentuk spiral dengan filotaksi
3/8 (Mauney,1984). Tiap cabang generatif dapat tumbuh 6- 8 bunga.Kuncup
bunga berbentuk piramid kecil ada pula yang melintir (frego) dan berwama
hijau.
Bagian-bagian bunga:
1. Tangkai bunga 5. Bakal buah
2. Daun kelopak tambahan 6. Tangkai kepala putik
3. Daun kelopak 7. Kepala putik
4. Mahkota bunga 8. Tepung sari
Tangkai bunga yang menghubungkan buah dan cabang
tanaman.kadang-kadang panjang atau pendek sesuai ukuran buah. Daun
kelopak tambahan, bentuknya segi tiga, bergaris berwama hijau, nampak
seperti kelopak bunga.Melekat pada daun kelopak dan tangkai bunga,
mengelilingi dan melindungi bagian-bagian bunga yang lunak.Besamya
bermacam-macam tergantung jenisnya.Daun kelopak.tertutup oleh daun
kelopak tambahan. Jumlah daun kelopak bunga sama dengan mahkota bunga,
yaitu 5 dan melekat mengelilingi dasar mahkota bunga.
Mahkota bunga, jumlahnya 5 buah dan terletak di dalam kelopak
bunga. Mahkota bunga mempunyai dasar sempit dan melebar pada bagian
atas. Warna mahkota bunga bermacam-macam ada yang putih, kuning muda,
gading, dan ada yang kuning kemerahan. Setelah terjadi persarian mahkota
bunga berubah wama menjadi ungu kemerahan sampai biru kemerahan.
Dalam mahkota bunga terdapat ruangan yang mengandung tangkai
dan kepala putik, bakal buah, dan benang sari yang berlekatan satu sama lain
dan membentuk sebuah tabung benang sari yang mengurung tangkai putik
sampai ujung (Darjanto dan Siti-Satifah, 1982). Benang sari berwama krem
dan ada pula yang berwama kuning (Balittas, 1993).
Bila tidak ada gangguan yang berarti pembungaan kapas mempunyai
patron yang tetap, munculnya bunga 1.ke-2. dan seterusnya sangat teratur.
Misalnya bunga 1 (A1) muncul 1 bunga, sekitar 3 hari kemudian muncul
bunga ke-2 (Bl). Sekitar 3 hari kemudian muncul bunga ke-3 (C) dan pada
hari tersebut muncul 12 bunga (Cl dan eJ) dan seterusnya (Lugard dalam
Ditjenbun, 1978).
Buah
Bunga kapas mekar pada pagi hari (jam 6-7) dan kemudian kepala
putik membuka (reseptit). Bagian tangkai yang mengandung tepung sari juga
segera membuka dan menghamburkan tepung sarinya. Tepung sari dapat
melekat pada kepala putik dan mampu bertahan sampai 12 jam. Tepung sari
berkecambah dalam waktu yang singkat dan mencapai bakal buah dalam
waktu sekitar 12-30 jam setelah persarian (Stewart dalam Mauney, 1984).
Umumnya bunga kapas terjadi open pollinated, out crossing 35%.
Setelah terjadi persarian, maka buah segera terbentuk. Dari bunga sampai
menjadi buah masak sekitar 40-70 hari. Buah yang masak akan retak dan
terbuka. Kebanyakan buah terdiri dari 3 ruang dan kadang-kadang 4-5 ruang.
Bentuk dan besar serta warna buah berbeda-beda ada yang bulat telur,
bulat, dan ada yang segi tiga. Berat buah bervariasi antara 3-6 gram/buah.
Buah-buah yang besar umumnya terdapat pada buah-buah yang terdapat di
bagian bawah. Variasi ukuran buah terjadi baik antara varietas yang berbeda,
atau terjadi pada buah-buah yang letak buahnya berbeda. Warna buah ada
hijau muda, hijau gelap berbintik-bintik yang mengandung kelenjar minyak.
Jumlah buah yang terbentuk tidak seluruhnya dapat dipanen, umumnya buah
yang dapat dipanen sekitar 10-20 buah/tanaman (Balittas, 1993).
Biji dan Serat
Di dalam kotak buah berisi serat dan biji secara teratur. Tiap ruang
buah terdapat dua baris biji dan rata-rata setiap ruang biji terdiri dari 9 biji.
Bentuk biji bulat telur, berwama cokelat kehitaman, panjangnya antara 6-12
mm, dengan berat 100 biji sekitar 6-17 gram.
Kulit luar biji ada yang berserat dan ada yang tidak. Serat melapisi
kulit biji sangat pendek, ada yang tebal dan halus, atau tebal dan kasar, tipis
serta halus.Serat melekat erat pada biji, berwama putih atau krem ada pula
yang berwama keabu-abuan. Serat disebut "fuzz" (kabu-kabu).
Biji kapas tidak hanya dilapisi kabu-kabu, tetapi di luarnya terdapat
lapisan serabut yang disebut serat kapas (kapas). Kulit biji menebal
membentuk lapisan serat berderet pada kulit bagian dalam. Pemanjangan serat
berlangsung sekitar 13-15 hari. Pada waktu buah masak kulit buah retak dan
kapasnya/seratnya menjadi kering dan siap dipungut. Bagian serat terpanjang
terdapat pada puncak biji.Berat serat kapas sekitar 1/3 berat kapas
berbiji.Panjang serat bervariasi tergantung pada jenis dan varietas kapas.
Panjang serat yang dikembangkan di Indonesia sekitar 26-29 mm (Ditjenbun.
1977).
2.2 Syarat Tumbuh
Berbeda dengan tanaman lainnya, tanaman kapas membutuhkan
perhatian yang cukup cermat dan teliti terhadap faktor iklim. Syarat-syarat
tumbuh tanaman kapas antara lain :
1. Curah hujan
Curah hujan yang diperlukan oleh tanaman kapas rata-rata
1.500 sampai dengan 1.800 mm/tahun (minimum 175 sampai dengan
200 mm/bulan) yang terbagi atas :
Masa persiapan memerlukan air dengan hujan ringan.
Waktu umur 1 sampai dengan 3 bulan perlu hujan ringan untuk
pembungaan dan pembuahan. Disamping itu diperlukan
kelembaban yang tinggi, sebaiknya ada irigasi.
Waktu siap untuk berbuah (umur 5 sampai dengan 7 bulan)
tidak memerlukan hujan.
Curah hujan dapat berpengaruh langsung terhadap jumlah dan
kualitas kapas yang dihasilkan. Hujan yang terlalu lebat dapat
mengganggu pertumbuhan kecambah, kapas yang telah dewasa bias
roboh. Disamping itu, hujan yang terus-menerus selama masa
pembungaan akan menghambat proses persarian sehingga
menghambat proses persarian sehingga proses pembuahan terhenti
pada saat mulai pecah dan buah menjadi busuk. Selain itu, buah yang
telah mekar bila terus disiram hujan, warna seratnya menguning dan
kualitas kapas turun (Usman,1991).
2. Sinar matahari dan angin
Untuk pertumbuhan dan perkembangannya, tanaman kapas
membutuhkan sinar matahari yang cukup banyak. Bila sinar matahari
kurang, dapat memperlambat masaknya buah dan masaknya tidak
seragam.Dengan adanya sinar yang cukup, buah dapat masak antara
70%-90%. Dengan demikian, daerah-daerah yang selama musim
tanam hanya mendapat sinar matahari kurang dari 50% tidak baik
untuk tanaman kapas.
Arus angin yang berlebihan dapat menjadi gangguan bagi
tanaman kapas. Angin juga dapat menurunkan kualitas kapas, karena
mengotori serat buah yang belum dipetik. Disamping itu angin yang
mengandung uap air, sangat baik untuk pertumbuhan kapas. Angin
kencang dapat menyebabkan tanaman roboh dan menghambat usaha
pemberantasan hama serta hama serta penyakit (Usman,1991).
3. Suhu dan lokasi
Kapas adalah tanaman yang cocok ditanam di daerah dataran
rendah dengan ketinggian kurang dari 300 m dari permukaan laut.
Dalam pertumbuhannya, tanaman kapas membutuhkan suhu yang
tinggi. Untuk pertumbuhan kapas yang optimal, kapas memerlukan
suhu antar 30° sampai dengan 34° C (Usman,1991).
4. Keadaan tanah
Kapas dapat ditanam di berbagai jenis tanah. Untuk
memperoleh hasil yang baik, syarat-syarat tanah yang dianjurkan
antara lain tanah lempung, tanah-tanah lempung berpasir, dan tanah
lempung liat.
Struktur tanah yang baik untuk tanaman kapas adalah remah
sampai liat, serta mengandung humus (Usman,1991).
2.3 Teknik Budidaya
1. Penyiapan lahan
Sebelum dilakukan penanaman, terlebih dahulu perlu disiapkan
lahan yang baik melalui pengolahan tanah yang sempurna.
Adapun cara pengolahan tanah untuk tanaman kapas adalah
tanah dibajak dengan kedalaman 20 sampai dengan 30 cm dengan
frekuensi 1 sampai dengan 2 kali. Tanah dibersihkan dari sisa-sisa
tanaman terdahulu. Tanah untuk tanaman kapas sebaiknya bekas
tanaman padi/palawija, sehingga ada pergiliran tanaman untuk
menghindari berjangkitnya hama-hama dan penyakit kapas.
2. Pemilihan bibit kapas
Menurut Usman (1991), seleksi bibit merupakan faktor yang
dapat mempengaruhi dalam bercocok tanam kapas. Hal ini
berhubungan dengan pertumbuhan serta kualitas yang dihasilkan.
Ciri-ciri bibit yang baik adalah :
a. Berasal dari buah yang kering dan tua serta mempunyai
daya kecambah lebih 80%.
b. Bibit harus murni, bersih dan berasal dari varietas unggul.
c. Bebas dari hama dan penyakit. Sebelum ditanam
sebaiknya diaduk dengan pestisida atau fungisida.
3. Penanaman
Dalam penanaman kapas perlu diperhatikan waktu tanam, jarak
tanam serta cara penanamannya.
a. Waktu tanam
Kapas memerlukan banyak air selama 3 sampai dengan
4 bulan sejak dari penanaman. Dengan demikian sebaiknya
penanaman dapat ditentukan 5 bulan sebelum musim kemarau,
sehingga kapas dapat tumbuh baik dan mendapat air yang
cukup. Untuk mendapatkan pertumbuhan kecambah yang baik,
pada saat benih akan ditanam, tanah harus cukup basah dan
lembab. Waktu penanaman hendaknya dilakukan serentak,
sehingga dapat mencegah penyebaran hama dan penyakit serta
memudahkan pemerantasan (Usman,1991).
b. Jarak tanam
Jumlah tanaman yang akan ditanam sebaiknya 50.000
sampai dengan 60.000 setiap hektar. Hal ini dimaksudkan agar
setiap tanaman memperoleh sinar matahari, peredaran udara
dan ruang tumbuh yang cukup, sehingga akan memperoleh
hasil yang baik. Penanaman dilakukan dengan jarak tanam
antara barisan 90 sampai dengan 120 cm, sedang jarak tanam
dalam barisan berkisar antara 20 atau 25 cm. Secara terinci
tentang jarak tanam dapat dilihat pada table di bawah ini.
Tabel1.Jarak tanam dan jumlah tanaman per hektar (Usman, 1991).
Sifat
tanah
Jarak tanam
antar baris
Jarak tanam
dalam baris
Jumlah
pohon/Ha
Subur 100 cm 40 cm 25.000
Subur 100 cm 30 cm 33.000
Kering
subur
100 cm 20 cm 50.000
Kering
subur
90 cm 25 cm 44.000
Kering 90 cm 30 cm 36.000
subur
c. Cara penanaman
Menurut Usman (1991), untuk melakukan penanaman
kapas, benih ditanam dengan tugal, yaitu dengan menugal
(melubangi tanah dengan mempergunakan kayu atau bambu)
dan dalamnya lebih kurang 5 cm, sedang untuk tanah
berlempung agar lubangnya dibuat lebih dangkal.Tiap lubang
diisi dengan 4 sampai dengan 5 biji benih, sedangakan pada
tanah yang tidak subur atau agak liat sehingga sulit ditembus
kecambah sebaiknya diisi sebanyak 8 sampai dengan 10 biji
yang diletakkan secara bergerombol, agar ketika mulai
berkecambah dapat dengan mudah bersama-sama menembus
lapisan tanah. Penanaman dilakukan secara teratur dalam
barisan, agar mudah dalam pemeliharaan selanjutnya. Lubang
yang telah diisi biji benih, ditutup dengan tanah gembur, atau
pupuk kandang yang masak.
4. Pemeliharaan tanaman
Usman (1991), menjelaskan bahwa tanaman kapas
memerlukan pemeliharaan yang meliputi kegiatan-kegiatan :
penjarangan, penyulaman, penyiangan, pembubunan, pemupukan,
pemangkasan pohon dan pencegahan hama serta penyakit.
1. Penjarangan
Penjarangan bertujuan untuk mengurangi tanaman yang
tumbuh terlalu padat dalam satu lubang, sehingga diberi
kesempatan kepada tanaman yang tinggal untuk tumbuh subur
dan menghasilakn sesuai dengan tingkat produksi yang
diharapkan. Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan
penjarangan antara lain :
a. Penjarangan dilakukan pada saat tanaman berumur 2
sampai dengn 3 minggu.
b. Tanaman yang tumbuh cacat dicabut.
c. Tiap lubang sebaiknya dipelihara 1 atau 2 pohon, atau
tergantung keadaan tanah.
d. Bagi tanah yang subur sebaiknya cukup 1 pohon saja, agar
tidak terlalu rimbun.
2. Penyulaman
Penyulaman diperlukan apabila tanaman tumbuh
kurang dari 80%, diganti dengn tanaman kapas yang baru,
sehingga jumlah pohon sesuai yang diinginkan. Penyulaman
sebaiknya dilakukan pada saat tanaman berumur tidak lebih
daru 10 hari. Hal ini untuk menjaga agar pertumbuhan tanaman
serempak dan mudah dalam pemeliharaan. Bibit tanaman yang
akan disulam dapat diambil dari lubang lain yang jumlahnya
berlebihan, dengan mencabut secara hati-hati agar akar
tunggang tidak putus.
3. Penyiangan dan pembumbunan
Penyiangan dilakukan dengan membuang rumput-
rumput sekitar tanaman kapas agar pertumbuhannya tidak
terhambat. Rumput-rumput yang tidak dicabut dapat menjadi
sarang hama dan penyakit serta dapat mengurangi hasil
maupun mutu kapas sampai 50%. Penyianagn dilakukan
sebaiknya tiga kali, yaitu pada saat tanaman berumur 2 sampai
dengan 3 minggu (penyiangan pertama), berumur 5 minggu
(penyiangan kedua) dan ketika berumur 7 minggu (penyiangan
ketiga). Bersamaan dengan penyiangan, perlu dilakukan
pembubunan, yaitu menguruk atau membumbun tanah di
sekitar pohon sedemikian rupa untuk memberi kesempatan
pada tanaman kapas tumbuh subur.
Khusus untuk daerah datar, pembumbunan pertama
dilakukan mengikuti barisan, pembumbunan kedua menyilang
barisan. Sedang untuk daerah miring, pembumbunan dilakukan
sesuai dengan tingkat kemiringan tanah.
4. Cara pemupukan
Untuk menambah tingkat kesuburan tanah, tanaman
kapas dapat dipupuk dengan pupuk anorganik (buatan) yaitu
Urea atau ZA, pupuk P (TSP) dan K.
Cara pemupukan untuk pupuk Urea atau ZA diberikan
sebanyak dua kali, yaitu pemupukan pertama pada saat
tanaman berumur lebih kurang 2 minggu dan pemupukan
kedua setelah tanaman berumur 6 sampai dengan 8 minggu,
dengan dosis 100 kg Urea atau 200 kg ZA per hektar. Pupuk
kalium Sulfat diberikan dengan dosis 50 kg/ha, bila tanah
kekurangan belerang. Pupuk TSP diberikan dengan dosis 100
kg/ha. Pupuk TSP dan kalium Sulfat diberikan bersama-sama
pada waktu tanam atau dapat juga diberikan bersamaan dengan
pemberian pupuk Urea atau ZA yang pertama.
Pemupukan pertama dilakukan dengan menggali
lubang sedalam 5 cm. kemudian pupuk dimasukkan dan
ditutup rapat dengan tanah. Lubang pupuk dapat dibuat dengan
tugal atau alat lain. Pemupukan kedua dilakukan dengan
membut alur yang berjarak 10 sampai dengan 15 cm dari
pohon dan perlakuannya sama dengan pemupukan pertama.
5. Pemotongan dan pemangkasan pohon
Pemangkasan tanaman kapas bertujuan untuk menjaga
pertumbuhan kapas tidak terlalu tinggi, untuk mempermudah
melakukan penyemprotan dan pemanenan. Pemangkasan
dilakukan pada saat tanaman berumur 110 sampai dengan 120
hari. Pemangkasan dilakukan dengan pisau atau gunting
maupun dengan tangan pada bagian yang lunak.
6. Hama dan penyakit
Hama dan penyakit pada tanaman kapas merupakan
penyebab turunnya produktivitas hasil tanaman.
a. Macam-macam hama
1. Hama perusakbuah(Heliothissp)
Hama ini masuk ke dalam buah kapas, dengan
terlebih dahulu merusak daun dan kuncup bunga.
Tanda-tanda serangan terdapat lubang pada buah dan
kuncup bunga atau bagian yang lain, di luar lubang
terdapat kotoran larva. Pemberantasannya dengan
pestisida seperti terdapat pada table 2.
2. Hama perusak batang, pucuk dan kuncup buah
(Friasfabis S.)
Ulat dari jenis hama ini memekan pucuk muda,
melubangi batang dan menggerek buah. Tanda-tanda
serangan, kuncup dan buah terdapat lubang dan sisa
kotoran, pucuk batang layu, terkulai, busuk dan
akhirnya mati. Bila pucuk batang dibelah, sering
dijumpai ulat. Pemberantasannya dengan pestisida
seperti dijelaskan pada tabel ini :
Tabel2. Penggunaan pestisida untuk memberantas hamaHeliothis spdan Frias fabis
Insektisida Dosis liter/ha
Ambus 2EC 2 – 2,5
Ambus 5 ULV 2 – 2,5
Azodrin WSC 1
Hostathion 40 EC 2
Hostathion 15 Ulv 2
Hostathion 25 ULV 2
Thiodan 35 EC 2
Thiodan 25 Ulv 2 – 2,5
Sevin 85 S 1,5 – 2,0
Sumber : Dirjen Perkebunan 1980
3. Hama perusak daun
Hama perusak daun ini terdiri dari Empoasca sp
dan Prodenia litura F. hama tersebut memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
Empoasca sp :
Merusak dengan cara mengisap cairan
daun
Larva dewasa tinggal di bawah
permukaan daun
Bergerak dan terbang cepat sekali
Terdapat bintik-bintik hitam pada daun
Warna berubah coelat keerahan, tetapi
daun mengkerut ke bawah dan gugur
Bila tanaman digoyangkan, banyak
hama berterbangan.
Prodenia litura F
Memakan hijau daun hingga tinggal
kerangkanya saja dan melubangi daun
hingga tinggal kerngakanya saja.
Kedua hama tersebut dapat diberantas dengan
insektisida.
4. Hama perusak akar/batang dekat akar
(Hypomecessquamosus F)
Larva hama ini memotong pada kedalaman 1
sampai dengan 2 cm di bawah tanah. Tanda-tanda
serangan, tanaman layu, akar terputus atau
terkelupas/terkerat dan tanaman mati pada umur muda.
Pencegahan dilakukan dengan mengatur tata tanam
secara serentak pada musim hujan. Tanah diolah sebaik
mungkin dan gulma dibersihkan sebelum musim
penghujan. Pemberantasan dilakukan dengan
insektisida Basudin 10 G (20 kg/ha) dan Sevidol 5 G
(20 kg/ha) yaitu membenamkannya secara merata
dalam tanah disekitar tanaman/dekat sarang larva.
b. Macam-macam penyakit
Penyakit tanaman kapas terdiri dari penyakit karena
bakteri dan cendawan.
1) Penyakit karena bakteri (Xanthomonas malvacearum,
SM)
Tanda-tanda serangan, daun terdapat bercak
persegi mirip bintik air, bila dipijit keluar cairan dan
kemudian berubah menjadi coklat akhirnya mati.Kulit
buah yang terserang berwarna hijau tua dan lembab.
Pemberantasan dilakukan dengan menanam bibit
unggul yang tahan terhadap serangan Xanthomonas sp.
Pembrsihan sampah-sampah/sisa tanaman sehabis
panen.
2) Penyakit karena cendawan
Penyakit busuk buah/bercak daun
(Antheacnose)
Penyakit ini merusak tanaman muda, dewasa,
menyerang daun, batang dan buah.Tanda-tanda
serangan, terdapat bercak warna coklat
kemerahan ditepi daun, pada keeping biji
tanaman muda dan pada batang kecambah.
Terdapat noda-noda kecil berwarna kusam pada
kulit buah. Pemberantasannya dapat dilakukan
dengan pergiliran jenis tanaman yang tepat.
Penyakit layu (Fusarium vasinpectrum, Atk)
Penyakit ini menyerang seluruh bagian tanaman
(daun, buah dan biji), pertumbuhan tanaman
tidak sempurna, serangan yang parah
menyebabkan tanaman menjadi layu.Daun-daun
yang terserang mengkerut layu lalu gugur atau
menyebabkan tanaman menjadi kerdil.Kulit
batang dan akar kayunya berwarna coklat atau
hitam.
Pemberantasan dilakukan dengan pergiliran
tanaman yang tepat sreta pemanenan varietas
yang tahan terhadap serangan Fusarium.
7. Panen dan pengolahan hasil
Usman (1991), menjelaskan bahwa kegiatan panen
danpengolahan hasil tanaman kapas adalah sebagai berikut:
1. Panen
Agar diperoleh mutu kapas yang baik, pada waktu panen
perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a) Criteria pemetikan buah
1) Buah yang siap dipanen menunjukkan tanda-tanda
kulit/kelopaknya berwarna coklat tua, daun kelopak
tambahan sudah kering dan rapuh serta buah telah
mekar sempurna dan kering.
2) Buah yang belum siap/tidak boleh dipanen, dengan
tanda-tanda buah masih muda dan kelopaknya
berwarna hijau, buah rusak karena serangan hama dan
buah rusak karena hujan lebat.
b) Saat pemetikan buah
Buah dipetik pada saat cuaca cerah dan panas dan tidak
banyak angin. Buah jangan dibiarkan terlalu lama merekah
karena mudah kotor oleh debu. Buah dipetik secara berurutan
bergantung pada yang telah masak misalnya 1 sampai dengan
2 buah/pohon, dengan selang waktu 5 sampai dengan 7 hari.
Pemetikan pertama sampai terakhir diperlukan waktu lebih
kurang 1½ bulan.
c) Cara pemetikan
Cara pemetikan buah kapas juga dapat mempengaruhi
kualitas kapas yang akan dihasilkan. Beberapa cara pemetikan
kapas yang baik antara lain :
Pemetikan diakukan dengan kedua belah tangan, yaitu
tangan kiri memegang kelopak buah, dan tangan kanan
menarik kapas berbiji dari kelopaknya,
Buah sebaiknya langsung dipisahkan antara yang vaik
dengan yang buruk,
Hasil petikan dapat dikumpulkan dalam bakul/kantung
terigu atau karung,
Hasil petikan tidak boleh bercampur dengan daun-daun
atau kelopak buah,
Kapas yang telah dipetik jangan bercampur dengan
kotoran atau debu.
2. pengolahan hasil
Pengolahan hasil dari tanaman kapas, terdiri dari dua
kegiatan :
1) Pengeringan dan penyimpanan
Kapas yang telah dipetik harus segera dijemur.
Penjemuran dilakukan di bawah sinar matahari, kalau
tidak ada sinar matahari agar dianginkan. Kapas yang
masih lembab jangan ditumpuk.
Pengeringan dapat berlangsung 3 sampai
dengan 5 hari, sehingga kadar airnya mencapai 7
sampai dengan 8%. Untuk pengeringan dapat
digunakan tikar, lantai semen, lantai bambu atau diatas
para-para sebagai tempat penjemurannya. Bila
menggumakan para-para sebaiknya setinggi 50 sampai
dengan 60 cm. Tempat penjemuran harus bebas dari
kotoran dan debu.
2) Penyimpanan
Setelah kapas kering agar langsung disimpan
dalam karung. Kapas kering jangan disimpan di tempat
lembab. Kapas harus disimpan ditempat yang bersih,
sehingga kebersihan dan mutunya tetap trejamin. Baru
setelah empat minggu penyimpanan, kapas dapat
dipisahkan dari biji dan serat kapas (sebaiknya
menggunakan mesin).
Mutu kapas yang didasarkan pengolahan, tingkat kemasakan
buah, warna dan kandungan kotorannya, dibagi menjadi :
Golongan A : kapas bersih, jernih, berserat halus, tidak tercampur
dengan kapas rusak serta berkadar air 8%, dan
Golongan B : warna kapas kuning kemerahan, masih ada kotoran
daun/lainnya, bercampur kapas rusak dan berkadar air 8%.
2.4 Hubungan Perlakuan yang Digunakan dengan Komoditas
Perlakuan yang diberikan pada penanaman kapas kelompok kelas C
Agroekoteknologi 2012 adalah penanaman kapas tanpa mulsa jerami. Untuk
keseluruhan perlakuan adalah menggunakan kapas dengan varietas Kanesia
10. Menurut Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian (2012), Kapas Kanesia
10 mulai berbunga pada umur tanaman 55-60 hari, berat kapas mencapai 556
g/ 100 buah. Kapas varietas ini menghasilkan mutu serat yang baik,
diantaranya adalah persen serat sebesar 44,8 - 47,15 %, panjang + 29 mm,
kekuatan 27,13 g/tex, elastisitas 6,27 %, kehalusan serat 4,38 mic, dan
memiliki tingkat keseragaman serat 83,70 %. Potensi produksi kapas ini
mecapai 3 ton/ha.
Keunggulan kapas Kanesia 10 yakni dalam hal tingkat produktivitas
dan mempunyai indeks stabilitas ± 1, artinya bahwa varietas tersebut mampu
beradaptasi secara luas di berbagai areal pengembangan.Varietas kapas ini
potensial dikembangkan secara komersial oleh agroindustri perseratan. Lokasi
pengembangan potensial adalah Jatim, Jateng, NTB, Sulsel, DIY, Bali, dan
NTT.
Perlakuan yang diberikan adalah tanpa mulsa, sedangkan beberapa
Kelas lain menggunakan mulsa jerami. Berdasarkan penelitian Subiyakto dan
Indrayani (2008), pemberian mulsa jerami padi pada kapas tumpangsari
kedelai secara nyata dapat meningkatkan kelimpahan artropoda predator,
terutama laba-laba, kepik mirid dan komplek artropoda. Kelimpahan laba-laba
pada perlakuan mulsa jerami padi rata-rata 5,87 ekor, sedangkan pada tanpa
mulsa rata-rata 5,15 ekor/25 tanaman. Kelimpahan komplek artropoda
predator pada perlakuan mulsa jerami rata-rata 14,29 ekor, sedang pada tanpa
mulsa 12,06 ekor/25 tanaman. Pemberian mulsa jerami padi secara nyata
dapat meningkatkan rata-rata tingkat pemangsaan oleh komplek predator
penghuni permukaan tanah mencapai 78,17% dan komplek predator penghuni
kanopi tanaman kapas mencapai 74,68%, sedang tanpa mulsa masing-masing
60,79% dan 72,61%
Pemberian mulsa jerami padi memberikan hasil panen kapas dan
kedelai lebih tinggi apabila dibandingkan dengan tanpa mulsa jerami. Hasil
kapas adalah 1.284 kg/ha dan kedelai 836 kg/ha, sedangkan pada lahan tanpa
pemberian mulsa jerami padi hasil kapas 1.056 kg/ha dan kedelai 636 kg/ha.
Dengan berbagai keunggulan hasil penelitian penanaman kapas dengan
menggunakan mulsa jerami padi tersebut, maka pada praktikum kali ini
mencoba membandingkan pertumbuhan tanaman dengan perlakuan tanpa
mulsa dibandingkan dengan yang menggunakan mulsa.
3. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum lapang Teknologi
Produksi Tanaman komoditas kapasadalah24 September 2012 hingga 26
November 2012 yang bertempat di Lahan Praktikum Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya Desa Kepuharjo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten
Malang.
3.2 Alat dan Bahan + Fungsi
Alat :
1. Meteran, untuk megukur luas bedengan (2 x 4 meter)
2. Kayu, untuk mengikat tali raffia sebagai pembatas bedengan.
3. Tali raffia, sebagai pembatas pada bedengan.
4. Cangkul, untuk menggemburkan tanah pada bedengan.
5. Gembor untuk menyirami tanaman, guna memenuhi kebutuhan air
tanaman.
6. Tugal untuk membuat lubang tanam.
7. Sekop untuk membersihkan rumput (penyiangan), pembumbunan, dan
merapikan bedengan.
8. Penggaris untuk mengukur tinggi tanaman.
9. Label untuk menandai tanaman sample.
10. Ember untuk wadah pencampur pupuk.
11. Kamera untuk mendokumentasikan tanaman penagamatan.
12. Alat tulis untuk mencatat data-data penting saat pengamatan dilapang.
Bahan :
1. Biji kapas varietas Kanesia 10 sebagai bahan tanam.
2. Insekstisida (Furadan 3G) sebagai obat/racun pencegah serangan-
serangga pada biji yang baru ditanam.
3. Pupuk kandang dan Pupuk anorganik (Urea 240 gram, SP-36 320
gram, dan KCl 70 gram) sebagai penambah nutrisi siap pakai bagi
tanaman.
4. Air sebagai sumber nutrisi bagi tanaman dan pelarut pupuk.
3.3 Cara Kerja (diagram alir + penjelasan)
Pembuatan Bedengan.
Menyiapkan meteran, tali raffia, dan kayu
Mengukur lebar bedengan (2 x 4 meter)
Tancapkan kayu pada sudut-sudut bedengan
Talikan tali raffia sebagai pembatas bedengan pada kayu di sudut-sudut
bedengan
Bedengan siap diolah.
Pengolahan Lahan
Menyiapkan cangkul, cetok, gembor, ember, dan pupuk kandang
Sirami tanah yang gersang menggunakan gembor berisi air agar mudah diolah
Mulai mengolah lahan dengan meninggikan bedengan (tinggi bedengan kapas
30 cm)
Setelah tanah gembur, taburi pupuk kandang diatasnya secara merata
menggunakan ember
Tanah siap digunakan.
Penanaman
Menyiapkan benih, tugal, furadan, dan pupuk (Urea, KCl, dan SP36)
Tugal pada tanah dengan jarak tanam 100 x 30 cm
Masukkan benih 3 biji per lubang tanam
Taburi furadan secukupnya di atas biji yang telah dimasukkan ke lubang
Tutup lubang tanam dengan tanah
Tugal pada kanan dan kiri lubang tanam
Berikan urea pada lubang sebelah kanan, dan campuran SP36 dengan KCl di
sebelah kiri
Tutup lubang pupuk dengan tanah
Bibit siap untuk tumbuh.
Perlakuan umum setelah tanam
Pemeliharaan
Siapkan ember, air, dan cetok
Lakukan penyiraman pada
tanaman kapas
Bersihkan gulma yang mulai
tumbuh di sekitar pertanaman
kapas
Penyulaman
Siapkan tugal, benih kapas,
ember yang berisi air
Tugal pada bagian lubang
tanaman yang tidak tumbuh
Letakkan benih 3 biji per lubang
tanam
Tutup lubang tanam dengan
tanah
Sirami seluruh tanaman yang
telah tumbuh beserta lubang
sulaman
Penjarangan
Siapkan cetok atau kayu
Amati lubang tanam yang
tumbuh lebih dari dua tanaman
Pilih tanaman yang terbaik
Cabut salah satu tanaman dari
lubang tanam yang lebih dari dua
tanaman menggunakan cetok
secara hati-hati
Pembumbunan
Menyiapkan cetok dan ember
yang berisi air
Lakukan penyiraman pada
tanaman kapas agar mudah untuk
digemburkan
Gemburkan tanah disekitar
perakaran tanaman kapas
Lakukan pembumbunan dengan
meninggikan tanah di sekitar
perakatan kapas
Pengamatan pertumbuhan tanaman kapas (mulai minggu ke lima setelah
tanam)
Siapkan penggaris, buku, dan
alat tulis
Tentukan tanaman yang akan
dijadikan sampel (12 tanaman
pada 6 lubang tanam)
Ukur tinggi tanaman
menggunakan penggaris
Hitung jumlah dau pada masing-
masing tanaman sampel
Hitung jumlah keseluruhan
cabang (lateral + terminal), mulai
minggu ke enam HST
Hitung jumlah cabang produktif
dan tidak produktif, mulai
minggu ke tujuh HST
Catat hasil pengamatan
Analisa perlakuan
Pembuatan Bedengan.
Pada pembuatan bedengan, peralatan yang digunakan adalah meteran,
tali raffia dan kayu. Untuk membuat bedengan, hal pertama yang harus
dilakukan adalah mengukur lebar bedengan menggunakan meteran. Lebar
bedengan adalah 2 x 4 meter.Setelah diukur, maka tancapkan kayu pada
masing-masing sudut bedengan, kemudian batasi bedengan dengan
mengikatkan tali raffia dari ujung ke ujung bedengan. Bedengan yang telah
dibatasi siap untuk diolah.
Pengolahan Lahan
Dalam memulai usaha budidaya tanaman, maka langkah yang harus
dilakukan untuk pertama kali adalah mengolah tanah. Pengolahan tanah ini
dimaksudkan untuk memperbaiki sifat fisik tanah seperti aerasi, permeabilitas,
struktur, dan lain-lain.
Peralatan dan bahan yang digunakan untuk mengolah tanah adalah
cangkul, cetok, gembor, ember, air, dan pupuk kandang. Lahan pertanian di
daerah Ngijo termasuk tanah lempung yang sangat keras apabila dalam
keadaan kering, maka dari itu perlu dilakukan penyiraman sebelum mengolah
tanah. Setelah tanah disiram, tanah digemburkan dengan cangkul dan
diratakan dengan cetok.Tinggi bedengan yang dibuat ini adalah 30 cm.
Setelah bedengan dibuat, maka kemudian ditaburi dengan pupuk kandang.
Bedengan siap untuk digunakan.
Penanaman
Untuk penanaman kapas, alat dan bahan yang digunakan adalah benih,
tugal, furadan, dan pupuk (Urea 240 gram, SP-36 320 gram, dan KCl 70
gram). Pertama-tama, tanah ditugal sedalam satu jari dengan jarak antar
lubang adalah 100 x 30 cm. Pada kanan dan kiri lubang tanam juga ditugal
dengan kedalaman yag sama sebagai tempat pupuk Urea (sebelah kiri) dan
campuran pupuk, SP-36 dengan KCl (di sebelah kanan). Benih diberikan
sebanyajk 3 biji per lubang tanaman kemudian disusul dengan pemberian
furadan untuk mencegah serangan serangga. Setelah benih dan pupuk selesai
diberikan, tutup seluruh lubang dengan tanah secukupnya, dan tanaman siap
untuk tumbuh.
Perlakuan umum setelah tanam
Pada perlakuan setelah tanam, maka harus dilakukan pemeliharaan.
Pemeliharaan ini bertujuan untuk menghindarkan persaingan unsur hara pada
tanaman kapas dengan gulma-gulma disekitarnya. Selain itu, agar gulma yang
berlimpah tidak menjadi hunian serangga hama. Alat dan bahan yang
digunakan adalah ember, air, dan cetok.Sebelum dibersihkan, maka lahan
disirami agar tanah menjadi lunak sehingga rumput liar mudah untuk dicabut
atau dicongkel menggunakan cetok.
Setalah mencapai 2 minggu setelah tanam, maka dapat diketahui
tanaman kapas mana yang tidak tumbuh. Apabila ada beberapa benih yang
ditanam tidak tumbuh, maka dilakukan penyulaman.Penyulaman ini dengan
menggunakan biji kapas yang diberikan dengan penugalan seperti penanaman
awal.Setelah kapas selesai disulam, maka seluruh tanaman kapas disiram
dengan air untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya dan untuk melarutkan
pupuk yang telah diberikan.
Satu minggu setelah penyulaman, telah diketahui bahwa tanaman yang
disulam telah berhasil tumbuh. Hal yang selanjutnya dilakukan adalah
penjarangan. Penjarangan ini dilakukan untuk memberikan ruang tumbuh
yang luas bagi tanaman kapas juga agar tidak terjadi persaingan unsur hara.
Pada penjarangan ini hanya menyisakan 2 tanaman per lubang tanam,
tanaman yang dipilih untuk dihilangkan dicabut menggunakan cetok yang
sebelumnya tanah telah disiram dengan air agar tanah disekitar perakaran
menjadi lunak.
Untuk memberikan ruang tumbuh yang optimal bagi perkembangan
akar dan agar batang tumbuh dengan tegaknya, maka perlu dilakukan
pembumbunan. Peralatan yang digunakan untuk membumbun tanaman adalah
cetok dan ember yang berisi air. Sebelum dibumbun, maka tanah disekitar
perakaran disirami denga air agar lunak dan mudah digemburkan.Setelah
tanah gembur, maka daerah disekitar perakaran tanaman ditinggikan.
Untuk mengetahui bagaimana pertumbuhan tanaman kapas yang
ditanam, maka perlu dilakukan berbagai pengamatan.Pengamatan dilakukan
degan mengambil 12 sampel pada 6 lubang tanam (3 pada baris kana, dan 3
pada baris kiri). Pengamatan yang dilakukan adalah tinggi tanaman, jumlah
daun, dan jumlah cabang (lateral + terminal) yang dimulai pada minggu ke
lima setelah tanam. Kemudian ditambah dengan pengamatan jumlah cabang
produktif dan cabang tidak produktif pada minggu ke tujuh.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil (Tabel pengamatan, grafik, dan foto pengamatan)
Tabel 3. Rata-Rata Tinggi Tanaman
Perlakuan Rata-Rata Tinggi Tanaman (cm) Pada Hari Ke- 35 42 49 56
Tanpa Mulsa Jerami
(Kelas C) 27,79 41,5 60,42 82,83
Tanpa Mulsa Jerami
(Kelas F) 32,17 48,75 70 90,17
Dengan Mulsa Jerami
(Kelas W) 28,03 41,68 56,38 71,56
Tabel4. Rata-Rata Jumlah Daun
Perlakuan Rata-Rata Jumlah Daun Pada Hari Ke- 35 42 49 56
Tanpa Mulsa Jerami
(Kelas C) 18,75 31,17 54,42 58,75
Tanpa Mulsa Jerami
(Kelas F) 19,58 32,42 45 57,58
Dengan Mulsa Jerami
(Kelas W) 17 23,44 30,44 38,25
Tabel5. Rata-Rata Jumlah Cabang
Perlakuan Rata-Rata Jumlah Cabang Pada Hari Ke- 35 42 49 56
Tanpa Mulsa Jerami
(Kelas C) 4 8 9 12
Tanpa Mulsa Jerami
(Kelas F) 4 7 9 10
Dengan Mulsa Jerami
(Kelas W) 1 3 7 `11
Table 6. Rata-Rata Jumlah Cabang Produktif
Perlakuan Rata-Rata Jumlah Cabang Produktif Pada Hari Ke- 49 56
Tanpa Mulsa Jerami (Kelas C) 7 10
Tanpa Mulsa Jerami (Kelas F) 5 7
Dengan Mulsa Jerami (Kelas W) 6 9
Table 7. Rata-Rata Jumlah Cabang Tidak Produktif
Perlakuan Rata-Rata Jumlah Cabang Tidak Produktif Pada Hari Ke-
49 56 Tanpa Mulsa Jerami
(Kelas C) 2 2
Tanpa Mulsa Jerami (Kelas F) 3 3
Dengan Mulsa Jerami (Kelas W) 1 2
Grafik 1. Rata-Rata Tinggi Tanaman
Grafik 2. Rata-Rata Jumlah Daun
27.79
41.5
60.42
82.83
32.17
48.75
70
90.17
28.03
41.68
56.38
71.56
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
35 HST 42 HST 49 HST 56 HST
Rata-rata Tinggi Tanaman
Kelas C (Tanpa Mulsa)
Kelas F (Tanpa Mulsa)
Kelas W Mulsa Jerami
18.75
31.17
54.4258.75
19.58
32.42
45
57.58
1723.44
30.44
38.25
0
10
20
30
40
50
60
70
35 HST 42 HST 49 HST 56 HST
Rata-rata Jumlah Daun
Kelas C (Tanpa Mulsa)
Kelas F (Tanpa Mulsa)
Kelas W (Mulsa Jerami)
Grafik 3. Rata-Rata Jumlah Cabang
Grafik 4. Rata-Rata Jumlah Cabang Produktif
4
89
12
4
7
910
1
3
7
11
0
2
4
6
8
10
12
14
35 HST 42 HST 49 HST 56 HST
Rata-rata Jumlah Cabang
Kelas C (Tanpa Mulsa)
Kelas F (Tanpa Mulsa)
Kelas W (Mulsa Jerami)
7
10
5
76
9
0
2
4
6
8
10
12
49 HST 56 HST
Rata-rata Jumlah Cabang Produktif
Kelas C (Tanpa Mulsa)
Kelas F (Tanpa Mulsa)
Kelas W (Mulsa Jerami)
Grafik 5. Rata-Rata Jumlah Cabang Tidak Produktif
2 2
3 3
1
2
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
49 HST 56 HST
Rata-rata Jumlah Cabang Tidak Produktif
Kelas C (Tanpa Mulsa)
Kelas F (Tanpa Mulsa)
Kelas W (Mulsa Jerami)
DOKUMENTASI
Gambar 4. Dokumentasi Tanaman Kapas Tanpa Mulsa Jerami Kelas C
Gambar 5. Dokumentasi Tanaman Kapas Tanpa Mulsa Jerami Kelas F
Gambar 6. Dokumentasi Tanaman Kapas Mulsa Jerami Kelas W
4.2 Pembahasan
Pratikum ini menggunakan kapas dengan varietas Kanesia 10 untuk
semua perlakuan (tanpa menggunakan mulsa jerami maupun menggunakan
mulsa jerami). Berdasarkan hasil penelitian Sulistyowati dan Sumartini
(2009), Kanesia 10 dan Kanesia 11 memiliki kandungan serat berturut-turut
27,2% dan 8,11% lebih tinggi dibandingkan Kanesia 8. Kanesia 10, 11, 12,
dan 13 yang tidak saja berproduksi tinggi, melainkan juga memenuhi
persyaratan mutu serat. Kanesia 10 mampu menghasilkan 1.002,5-2.287,3 kg
kapas berbiji per ha pada kondisi unspray dan 1.969,6-3.025,5 kg kapas
berbiji pada kondisi spray; potensi produksi varietas ini adalah berturut-turut
2,97 dan 19,32% lebih tinggi dari Kanesia 7 dan Kanesia 8. Peningkatan hasil
kapas berbiji pada varietas Kanesia 10 – Kanesia 13 berasosiasi dengan
peningkatan jumlah buah per tanaman dan berat buah. Kanesia 10 – Kanesia
13 mampu bertoleransi terhadap serangan hama yang terjadi selama
pertumbuhan. Tanpa perlakuan insektisida, galur-galur yang diusulkan
mampu melakukan kompensasi kehilangan hasil akibat gugurnya badan buah
dengan memacu laju fotosintesis dibandingkan dengan varietas pembanding
(varietas Kanesia 8).
Parameter yang digunakan untuk mengetahui pertumbuhan dan
perkembangan tanaman adalah tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang,
jumlah cabang produktif dan tidak produktif. Berdasarkan perbandingan
grafik di atas, dengan jenis tanah yang sama dan pemberian pupuk yang sama
(240 g urea, 320 gram SP36, dan 70 gram KCl), secara umum dapat
disimpulkan bahwa dua perlakuan tanpa mulsa menunjukkan pertumbuhan
tanaman yang lebih baik dari pada perlakuan menggunakan mulsa jerami pada
pengukuran tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah cabang. Hal ini bertolak
belakang dengan penelitian Asmin et al, (1996), yang menyatakan bahwa
penggunaan mulsa berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah cabang
vegetatif dan generatif. Penggunaan mulsa menunjukkan tinggi tanaman, lebar
kanopi, jumlah cabang vegetatif dan generatif lebih tinggi dibandingkan
dengan tanpa mulsa.Hal ini terjadi, diduga adanya perbedaan kelembaban
tanah pada tiap perlakuan.
Ketidaksamaan hasil penelitian dengan literatur diatas diduga karena
penggunaan mulsa yang minim pada perlakuan menggunakan mulsa jerami
dari kelas W (dapat dilihat dari gambar dokumentasi), selain itu diduga
terjadi perebutan unsur hara antara tanaman dan gulma karena minimnya
perawatan tanaman (dapat dilihat dari gambar dokumentasi).
Menurut (Subiyakto dan Indrayani, 2008), pemberian mulsa jerami
padi 6 ton/ha pada kapas tumpangsari kedelai (Gambar 7) memberikan
manfaat positif bagi tanaman dan upaya konservasi mikroartropoda tanah
dan artropoda predator. Sementara penggunaan mulsa jerami pada kelas W
diperkirakan jauh dibawah rekomendasi pemberian mulsa tersebut diatas
berdasarkan perbandingan 2 foto di bawah ini :
Gambar 7.Mulsa jerami padi yang disebarkan menjelang tanam kapas tumpangsari dengan kedelai (Subiyakto dan Indrayani, 2008).
Gambar 8.Pemberian Mulsa Jerami Kelas W.
Minimnya perawatan pada tanaman kapas dengan perlakuan
menggunakan mulsa jerami kelas W, terlihat dari tumbuhnya gulma disekitar
pertanaman kapas. Berbeda dengan kelas C dan kelas F dimana dilakukan
penyiangan pada sekitar pertanaman kapas. Perbedaan ini dapat dilihat pada
gambar 9. Penyiangan dilakukan untuk menekan pertumbuhan gulma.
Gulma yang tumbuh di sekitar tanaman akan menurunkan laju pertumbuhan
dan hasil. Produksi kapas akan menurun 75% karena adanya gangguan
gulma (Moenandir,1990 ; Suhadi, 2007).
Gambar 9. Perbedaan perawatan tanaman kapas (dari kiri ke kanan: kelas C, kelas F, dan kelas W).
Perlakuan pemberian mulsa jerami berdasarkan penelitian (Subiyakto
dan Indrayani, 2008), menyebutkan bahwa pemberian mulsa jerami adalah
menjelang tanam kapas. Sementara pada perlakuan dengan menggunakan
mulsa jerami kelas W, pemberian mulsa jerami dilakukan setelah tanaman
kapas tumbuhn, yaitu 2 minggu setelah tanam. Perbedaan cara
pengaplikasian mulsa jerami ini juga diduga merupakan alasan ketidak
sesuaian hasil penelitian dengan literatur yang ada.
Berdasarkan perbandingan persentase jumlah cabang yang menjadi
cabang produktif, maka pada perlakuan tanpa mulsa kelas C pada
pengamatan yang terakhir, dari 12 cabang hanya ada 2 cabang yang tidak
produktif. Pada perlakuan tanpa mulsa kelas F, dari 10 cabang, 3 diantaranya
adalah cabang tidak produktif. Sementara pada perlakuan menggunakan
mulsa jerami kelas W, dari 11 cabang, 2 diantaranya adalah cabang tidak
produktif.
Jika dilihat dari peningkatan jumlah cabang dari minggu ke minggu
dan persentase jumlah cabang yang menjadi cabang produktif, maka
perlakuan menggunakan mulsa jerami dari kelas W menunjukkan
peningkatan yang signifikan hingga minggu ke delapan (60 hst), peningkatan
jumlah cabang yang menjadi cabang produktif ini menunjukkan produksi
kapas yang tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian Asmin et al, (1996), yang
menjelaskan bahwa setelah tanaman kapas berumur 60, 90, dan 120 hst,
peranan mulsa mulai nampak sehingga terjadi interaksi antara penggunaan
mulsa dan pemupukan fosfat. Asmin et al, (1994) dalam Asmin et al, (1996),
melaporkan bahwa aplikasi mulsa baik pada tanah tanpa olah, olah
sederhana, dan olah sempurna rata-rata menunjukkan komponen
pertumbuhan dan produksi kapas lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa
menggunakan mulsa. Setelah tanaman kapas berumur 60, 90, dan 120 hst,
peranan mulsa mulai nampak sehingga terjadi interaksi antara penggunaan
mulsa dan pemupukan fosfat. Sesuai pula dengan penelitian tersebut,
perlakuan tanpa mulsa dan dengan mulsa jerami untuk seluruh kelas adalah
menggunakan pupuk fosfat, yaitu SP36.
Interaksi pemupukan fosfat dan penggunaan mulsa berpengaruh
nyata terhadap jumlah buah tiap tanaman dan hasil kapas berbiji. Peranan
fosfat pada kapas sangat penting dalam pembentukan jumlah bunga dan
buah yang terbentuk. Jika status fosfat tanah rendah dapat meningkatkan
keguguran bunga dan buah, dengan demikian pada kondisi tersebut
pemupukan fosfat yang berat dapat meningkatkan jumlah bunga 30 – 40 %
dan jumlah buah yang masak pada pemetikan pertama dapat melebihi 50 %
(Lopulisa et al., 1990 ; Asmin et al., 1996).Pemberian mulsa jerami padi
memberikan hasil panen kapas dan kedelai lebih tinggi apabila dibandingkan
dengan tanpa mulsa jerami (Subiyakto dan Indrayani, 2008).
Pemupukan fosfat dengan dosis 50 kg TSP/ha disertai dengan
aplikasi mulsa memperlihatkan komponen pertumbuhan yang lebih tinggi
dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini terjadi karena mulsa mengalami
pelapukan yang berangsur-angsur sesuai waktu yang merupakan bahan
organik sehingga sifat fisik tanah tetap terpelihara, dengan demikian, tanah
berada dalam keadaan gembur dan memiliki pori aerasi yang cukup untuk
menunjang pertumbuhan tanaman (Suwardjo et al., 1989 ;Asmin et al,
1996). Selain itu penggunaan mulsa dapat mengawetkan kadar air tanah
dengan tingkat kelembaban yang cukup tinggi, sehingga kebutuhan air
tanaman terpenuhi (Abas et al., 1986; Asmin et al, 1996). Adanya
kelembaban tanah yang cukup tinggi dan tanah yang gembur fosfat menjadi
larut dan tidak terikat kuat oleh mineral liat.
Terlepas dari perolehan data perlakuan dengan menggunakan mulsa
jerami kelas W yang menunjukkan peningkatan jumlah cabang dari minggu
ke minggu dan persentasi jumlah cabang yang menjadi cabang produktif
yang signifikan hingga minggu ke delapan (60 hst), maka jika dibandingkan
dengan perlakuan tanpa mulsa kelas C dan kelas F juga tidak jauh berbeda.
Hal ini menunjukkan bahwa unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman kapas
pada perlakuan tanpa mulsa kelas C dan kelas F telah terpenuhi. Selain itu
perawatan yang dilakukan juga telah maksimal dari pengairan penyiangan,
penyulaman, penjarangan, dan pembumbunan sehingga tanaman dapat
tumbuh optimal.
4.3 Dokumentasi Praktikum
Gambar 10. Dokumentasi Praktikum
5. KESIMPULAN
Dari penelitian ini, dengan jenis tanah yang sama dan pemberian pupuk yang
sama (240 g urea, 320 gram SP36, dan 70 gram KCl), secara umum dapat
disimpulkan bahwa dua perlakuan tanpa mulsa menunjukkan pertumbuhan tanaman
yang lebih baik dari pada perlakuan menggunakan mulsa jerami pada pengukuran
tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah cabang. Hal ini tidak sesuai dengan
penelitian-penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa penggunaan mulsa
berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah cabang vegetatif dan generatif.
Penggunaan mulsa menunjukkan tinggi tanaman, lebar kanopi, jumlah cabang
vegetatif dan generatif lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa mulsa. Perbedaan
dengan literatur yang ada diduga karena penggunaan mulsa yang minim pada
perlakuan menggunakan mulsa jerami dari kelas W dan minimnya perawatan
tanaman. Selain itu, cara pengaplikasian mulsa jerami padi yang seharusnya diawal
tanam, tetapi diberikan 2 minggu setelah tanam.
Dari dua perlakuan (tiga kelas), ditinjau dari kenaikan jumlah cabang
produktif setiap minggunya(8 minggu setelah tanam) nilai yang tertinggi adalah
perlakuan dengan mulsa jerami padi kelas W. Disusul dari perlakuan tanpa mulsa
kelas C, dan selanjutnya perlakuan tanpa mulsa kelas F. Namun bila ditinjau dari
jumlah cabang, perlakuan tanpa mulsa kelas C menunjukkan jumlah terbanyak meski
tidak mengalami kenaikan yang signifikan setiap minggunya dan disusul dengan
perlakuan tanpa mulsa kelas F yang tidak berbeda jauh. Perlakuan yang menunjukkan
pertumbuhan tanaman yang terbaik adalah perlakuan tanpa mulsa kelas F, Namun
hasilnya tidak berbeda jauh dengan perlakuan tanpa mulsa kelas C. Penampakan
fenotip dari suatu tanaman adalah hasil dari faktor lingkungan dan faktor genetik.
DAFTAR PUSTAKA
Asmin, Lologau, dan Yaha.1996. Jurnal : Pengaruh Pemupukan Fosfat dan
Penggunaan Mulsa terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kapas di Lahan
Sawah Sesudah Padi.Gowa : Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi
Pertanian Gowa.
Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian. 2012. Kapas Varietas Kanesia 10. Bogor :
Departemen Pertanian
Balittas. 1993. Koleksi, Konservasi, Evaluasi, dan Utilisasi Plasma Nutfah Kapas.
LaporanHasil Penelitian ARMP 1992/1993. Balittas, Malang. p.39.
Dahlan, Dahliana. 2011. Buku Ajar : Mata Kuliah Budidaya Tanaman Industri.
Makasar : Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin.
Darjanto dan Siti-Satifah.1982. Biologi Bunga dan Teknik Penyerbukan Silang
Buatan. PT Gramedia Jakarta. 143 hal.
Ditjenbun. 1977. Varietas dan Sifat-Sifat serta Kwalitas Kapas di Indonesia.
Ditjenbun, Deptan. 1977. 38 hal.
Ditjenbun. 1978. Pedoman Bercocok Tanam Kapas. Direktorat Jenderal Perkebunan,
Deptan.p. 106.
Mauney, lR. 1984. Anatomy and Morfology of Cultivated Cottons. ARS-USDA
Phoenix. Arizona. "Cotton" Number 24 in series Agronomy.American Society
ofAgronomy. Publisher Madison, Wisconsin USA: 59-79.
Subiyakto dan Indrayani. 2008. Jurnal : Pengendalian Hama Kapas Menggunakan
Mulsa Jerami Padi. Malang : Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat.
Suhadi. 2007. Teknik Budidaya Tanaman Kapas dalam Pola Tumpang Sari dengan
Kedelai di Brebes, Jawa Tengah. Lumajang : Balai Penelitian Tanaman
Tembakau dan Serat.
Sulistyowati, Emy dan Sumartini, Siwi. 2009. Jurnal : Kanesia 10 – Kanesia 13 :
Empat Varietas Kapas Baru Berproduksi Tinggi. Malang : Balai Penelitian
Tanaman Tembakau dan Serat.
Usman, Nazaruddin. 1991. Pedoman Praktis Budidaya Tanaman Perkebunan. Pd
Mahkota: Jakarta.
LAMPIRAN