C/N ratio seberapa pentingkah?: Kompos dan Mulsa

16
Perkembangan Teknologi Pupuk Organik dan Pupuk Hayati untuk Antisipasi terhadap Perubahan Iklim di Perkebunan Darmono Taniwiryono Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia Jl. Taman Kencana No. 1, Bogor 16151 Abstrak Perubahan iklim yang merupakan dampak dari meningkatnya jumlah dan aktifitas manusia, tidak bisa dielakkan lagi. Dampaknya terhadap dunia pertanian sudah cukup nyata dirasakan khususnya yang terkait terjadinya kenaikan suhu bumi. Timbulnya kemarau panjang, kebakaran lahan pertanian, meningginya permukaan air laut, terjadinya badai yang semakin sering terjadi merupakan ujud nyata dari terjadinya perubahan iklim yan berdampak negaif terhadap pertanian termasuk perkebunan di Indonesia. Penggunaan pupuk organik dan pupuk hayati berkontribusi besar dalam upaya menekan dampak negative perubahan iklim tersebut. Bahasan secara rinci mengenai manfaat bahan organik dan agensia hayati dalam meningkatkan kapasitas tanah menyimpan air dan dalam meningkatkan ketahanan tanaman terhadap cekaman kekeringan disampaikan pada tulisan ini. [ Kata kunci: pupuk organik, pupuk hayati, cekaman kekeringan, perubahan iklim, El-Nino] Pendahuluan Perubahan iklim dunia utamanya disebabkan oleh kenaikan suhu udara secara global (global warming). Kenaikan suhu udara yang berlangsung secara teratur dari waktu ke waktu banyak dikaitkan dengan terbentuknya gas rumah kaca sebagai akibat terakumulasinya gas metan dan karbon dioksida di atmosfer. Radiasi matahari yang masuk ke bumi menembus lapisan atmosfer sebagian dipantulkan kembali ke atmosfer. Radiasi yang dipantulkan kembali tersebut sebagian tertahan oleh gas-gas rumah kaca (GRK) di atmosfer. Akumulasi radiasi yang terperangkap di atmosfer itulah yang menyebabkan suhu di bumi semakin hangat. Peristiwa ini dikenal sebagai efek rumah kaca. Dampak perubahan iklim dunia terhadap usaha perkebunan sangat besar, di

description

Banyak yang belum paham tentang seberapa tinggi nilai C/N ratio yang diinginkan dalam aplikasi bahan organik di lahan pertanian. Ternyata aplikasi bahan organik tidak harus dengan nilai C/N ratio di bawah 20. Di salah satu bagian dari tulisan ini dijelaskan tentang pertimbangan apakah bahan organik akan diaplikasikan sebagai mulsa atau pupuk organik, dan nilai C/N ratio seberapa yang dikehendaki.

Transcript of C/N ratio seberapa pentingkah?: Kompos dan Mulsa

Page 1: C/N ratio seberapa pentingkah?: Kompos dan Mulsa

Perkembangan Teknologi Pupuk Organik dan

Pupuk Hayati untuk Antisipasi terhadap

Perubahan Iklim di Perkebunan

Darmono Taniwiryono

Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia

Jl. Taman Kencana No. 1, Bogor 16151

Abstrak

Perubahan iklim yang merupakan dampak dari meningkatnya jumlah dan

aktifitas manusia, tidak bisa dielakkan lagi. Dampaknya terhadap dunia

pertanian sudah cukup nyata dirasakan khususnya yang terkait terjadinya

kenaikan suhu bumi. Timbulnya kemarau panjang, kebakaran lahan pertanian,

meningginya permukaan air laut, terjadinya badai yang semakin sering terjadi

merupakan ujud nyata dari terjadinya perubahan iklim yan berdampak negaif

terhadap pertanian termasuk perkebunan di Indonesia. Penggunaan pupuk

organik dan pupuk hayati berkontribusi besar dalam upaya menekan dampak

negative perubahan iklim tersebut. Bahasan secara rinci mengenai manfaat

bahan organik dan agensia hayati dalam meningkatkan kapasitas tanah

menyimpan air dan dalam meningkatkan ketahanan tanaman terhadap cekaman

kekeringan disampaikan pada tulisan ini.

[Kata kunci: pupuk organik, pupuk hayati, cekaman kekeringan, perubahan

iklim, El-Nino]

Pendahuluan

Perubahan iklim dunia utamanya disebabkan oleh kenaikan suhu udara

secara global (global warming). Kenaikan suhu udara yang berlangsung secara

teratur dari waktu ke waktu banyak dikaitkan dengan terbentuknya gas rumah

kaca sebagai akibat terakumulasinya gas metan dan karbon dioksida di

atmosfer. Radiasi matahari yang masuk ke bumi menembus lapisan atmosfer

sebagian dipantulkan kembali ke atmosfer. Radiasi yang dipantulkan kembali

tersebut sebagian tertahan oleh gas-gas rumah kaca (GRK) di atmosfer.

Akumulasi radiasi yang terperangkap di atmosfer itulah yang menyebabkan

suhu di bumi semakin hangat. Peristiwa ini dikenal sebagai efek rumah kaca.

Dampak perubahan iklim dunia terhadap usaha perkebunan sangat besar, di

Page 2: C/N ratio seberapa pentingkah?: Kompos dan Mulsa

antaranya berupa: a). Gagal panen karena ledakan hama penyakit dan atau

karena musim kemarau yang panjang; b). Tidak dapat diprediksikannya

kuantitas dan kualitas produk perkebunan karena terjadinya pola pergeseran

musim yang tidak menentu; dan c). Kebakaran lahan perkebunan.

Perubahan iklim dunia tidak dapat dihindari karena kekuatan dan energy

yang mendorong bagi terjadinya perubahan tersebut sangat besar. Penurunan

laju perubahan dan penekanan intensitas dampak yang ditimbulkan memerlukan

kebersamaan dan komitmen yang tinggi bagi seluruh komponen masyarakat

dunia, termasuk para pelaku usaha perkebunan. Sementara kebersamaan tidak

terbangun dan komitmen tidak terimplementasikan dalam bentuk aksi,

pemanasan global akan tetap berlanjut. El-Nino juga akan tetap kembali sesuai

dengan siklusnya.

Pemanasan suhu udara dan kejadian El-Nino tidak bisa dihadapi dengan

mengimplemantasikan cara sepertihalnya yang dilakukan oleh pemadam

kebakaran. Antisipasi untuk menghadapi perubahan iklim harus dilakukan

secara terencana, dimplentasikan secara konsisten dan berkesinambungan dan

terukur. Pemanasan global dan El-Nino berdampak terhadap terjadinya

kekeringan lahan perkebunan dan lahan pertanian pada umumnya. Kekeringan

erat sekali hubungannya dengan air. Air sangat dibutuhkan oleh tanaman dan

makhluk hidup lainnya. Dengan demikian, antisipasi yang tepat untuk

menghadapi pemanasan global dan El-Nino adalah melalui konservasi air.

Aplikasi pupuk organik dan pupuk hayati pada lahan perkebunan secara

terencana, konsisten, berkesinambungan dan terukur merupakan cara yang

harus ditempuh untuk tujuan konservasi air.

Pupuk merupakan bahan yang digunakan untuk meningkatkan kesuburan

lahan. Pupuk organik adalah penyubur lahan yang bahan bakunya berasal dari

material organik. Pupuk hayati adalah penyubur lahan yang bahan bakunya

mikroba. Pupuk hayati dalam aplikasinya memerlukan ketersediaan bahan

organik, tetapi sebaliknya pupuk organik dalam aplikasinya tidak memerlukan

penambahan mikroba. Bahan organik merupakan sumber kehidupan mikroba

yang membuthkan karbon untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya.

Ancaman perubahan iklim bagi Indonesia

Ancaman perubahan iklim bagi Indonesia sangat nyata. Hal tersebut

diungkapkan oleh Kantor Meteorologi Hadley Center baru-baru ini (The Jakarta

Post, 26 Oktober 2009, Halaman 1). Berdasarkan peta yang berhasil dibuat dan

disebut “4 Degrees World Map”, kenaikan suhu permukaan bumi rata-rata 40C,

tidak akan menimpa setiap negara di permukaan bumi, tetapi Negara-Negara di

Asia Tenggara “khususnya” Indonesia akan terkena dampak perubahan iklim

yang berat (Gambar 1). Pada peta terlihat Indonesia dilewati oleh lingkaran-

Page 3: C/N ratio seberapa pentingkah?: Kompos dan Mulsa

lingkaran No. 1 (warna ungu, menunjukkan akan terjadinya kenaikan permukaan

air laut sampai dengan 80 cm), No. 2 (warna abu-abu, menunjukkan akan

terjadinya badai siklon dengan daya rusak yang dahsyat), dan No. 3 (warna biru

muda, menunjukkan akan terjadinya musim kemarau panjang dua kali lebih

sering dari yang berlangsung sekarang). Hasil kajian ADB yang tercantum

dalam dokumen “Asian Development Bank – Regional Review of he Economic

of Climate Change in South East Asia 2009 mengemukakan bahwa nilai

kerugian ekonomi di empat negara terkena dampak perubahan iklim terparah

(Indonesia, Filipina, Thailand, dan Vietnam) setara 6.7% per tahun dari GDP

pada tahun 2100, dua kali lebih besar dari kehilangan rata-rata secara global.

Gambar 1. Peta prakiraan dampak kenaikan suhu 40C terhadap kondisi iklim di

Indonesia (Kantor Meteorologi Hadley Center – Inggris, 2009).

Dampak perubahan iklim sebenarnya sudah mulai dirasakan Indonesia.

Badan konservasi dunia dalam publikasinya yang berjudul -Climate Change in

Indonesia – Implications for Humans and Nature- menyatakan bahwa curah

hujan di kawasan Indonesia rata-rata sudah turun 2-3%. Pencairan es di kutup-

kutup bumi akan dapat meningkatkan permukaan air laut yang pada akhir

gilirannya akan berdampak langsung terhadap kehidupan nelayan dan petani

Indonesia yang memiliki bentangan pantai sepanjang 80.000 km di lebih dari

17.500 pulau (www.global-greenhouse-warming.com/climate-change-in-

Indonesia.html).

Page 4: C/N ratio seberapa pentingkah?: Kompos dan Mulsa

Pergeseran musim di Indonesia dengan pola yang tidak menentu juga

merupakan dampak dari perubahan iklim global. Maju mundurnya musim tanam,

musim panen, waktu pemupukan, dan praktek-praktek pertanian lainnya

nampak terkait erat dengan intensitas dan waktu datangnya El-Nino yang juga

merupakan pengejawantahan dinamika iklim global. Tabel 1 menunjukkan pola

kejadian El-Nino di Indonesia dengan tingkat intensitas tinggi, menengah dan

sedang.

Tabel 1. Pola kejadian El-Nino di Indonesia dari tahun 1957 s/d 2007 (Sumber:

NOAA)

El-Nino

Anomali suhu permukaan laut (0C) Intensitas

Pasifik Tengah Indonesia

JAS 1951 - NDJ 1951/52 + 0.8 Lemah

MA M 1957 – MJJ 1958 + 1.7 Moderat

JJA 1963 – DJF 1963/64 + 1.0 Lemah

MJJ 1965 – MA M 1966 + 1.6 Moderat

OND 1968 – MJJ 1969 + 1.0 Lemah

ASO 1969 – DJF 1969/70 + 0.8 Lemah

AMJ 1972 – FMA 1973 + 2.1 -0.4 (dingin) Kuat

ASO 1976 – JFM 1977 + 0.8 Lemah

ASO 1977 - DJF 1977/78 + 0.8 Lemah

AMJ 1982 – MJJ 1983 + 2.3 -0.5 (dingin) Kuat

JAS 1986 – JFM 1988 + 1.6 Moderat

AMJ 1991 – JJA 1992 + 1.8 Moderat

AMJ 1994 – FMA 1995 + 1.3 Moderat

AMJ 1997 – AMJ 1998 + 2.7 – 3.2 -0.2 (dingin) Kuat

AMJ 2002 – FMA 2003 + 1.5 0.2 (hangat) Moderat

MJJ 2004 – JFM 2005 + 0.9 Lemah

JAS 2006 - DJF 2006/07 + 1.1 0.0 (netral) Moderat

AMJ 2009 +0.8 +0.5 (hangat) Lemah

Dari pengalaman yang ditunjukkan selama ini, perubahan iklim yang mengikuti

siklus 2-3 tahunan pasti akan terjadi. Hal tersebut senada seperti yang

diungkapkan oleh Menteri Pertanian RI bahwa El-Nino akan semakin sering

terjadi (Kompas, 4 Agustus 20090.

Tahun 1997 Indonesia mengalami kekeringan panjang sebagai dampak

El Nino dengan intensitas kuat. Sawah, sungai, dan badan air mengering, hutan

gambut terbakar di Sumatera dan Kalimantan. Selain itu, El Nino saat itu

mengakibatkan ratusan orang tewas ketika musim kering yang dahsyat melanda

Page 5: C/N ratio seberapa pentingkah?: Kompos dan Mulsa

berbagai wilayah Asia dan Australia, sementara hujan lebat dan banjir

merendam kawasan Amerika Selatan.

Memahami pentingnya air dan bahan organik di dalam tanah

Tanah, menurut konsep komposisi dasarnya tersusun dari beberapa bagian yang terintegrasi secara holistik, saling mempengaruhi saling kait menjadi satu kesatuan sistem utuh yang seolah tidak dapat terpisahkan dengan sifat dan ciri tertentu secara spesifik. Komposisi dasar tanah meliputi air (25%), udara (25%), bahan mineral (45%) dan bahan organik (5%). Masing-masing komponen seperti air, udara, mineral dan bahan organik ini mempunyai peran yang khas dan tidak dapat saling menggantikan. Artinya keberadaannya adalah mutlak harus ada, agar fungsi-fungsi dan peran-perannya ada pada sistem tanah tersebut (Dian Kusumanto, komunikasi pribadi).

Kandungan mineral tanah, yang sudah tersedia di alam sedemikia rupa, kurang banyak terpengaruh oleh perubahan iklim khususnya suhu kecuali jika terjadi erosi, aberasi, longsor, ledakan gunung berapi, dan semburan lumpur/gas dari dalam tanah. Udara tersedia secara melimpah dan tidak banyak terpengaruh oleh perubahan iklim. Bagaimanapun juga ketersediaan udara di dalam tanah sangat tergantung kepada perlakuan kita terhadap tanah itu sendiri. Komponen air dan bahan organik terkait erat dengan antisipasi kita dalam menyongsong perubahan iklim dunia.

Air diperlukan sebagai media untuk aktifitas metabolisme dalam tubuh tanaman dengan fungsi yang kompleks. Selain itu fungsi air di dalam tanah adalah sebagai media pembawa hara dan oksigen sehingga dapat diserap oleh tanaman dan mikroba yang ada di bahan organik. Ketersediaan air bagi semua tanaman perkebunan adalah mutlak. Jumlah air yang optimum di dalam tanah adalah yang sesuai dengan persentase tersebut di atas. Jika ketersediaannya berlebihan atau kekurangan, air akan menjadi masalah. Konservasi air mutlak diperlukan dan harus mulai diupayakan mulai saat ini juga pada biaya berapapun. Oleh karena ini merupakan kepentingan nasional, maka selayaknya biaya konservasi sebagian ditanggung oleh pemerintah. Pembuatan kumbung-kumbung air atau tendon-tandon air yang wadahnya terbuat dari karet alam merupakan antisipasi yang tepat untuk dilakukan. Ide penggunaan tangki dari karet alam yang bersifat elastic dan dapat dibenam di dalam tanah dikemukakan oleh Kepala Badan Litbang Pertanian dalam sambutannya membuka International Rubber Conference di Bogor, 26 Oktober 2009.

Bahan organik merupakan bagian yang terkecil dari penyusun tanah. Meskipun demikian kecil proporsinya (kecuali organosol), justru menjadi kunci bagi berlangsungnya dinamika kehidupan di dalam tanah, atau dapat dikatakan bahan organik (BO) merupakan kunci bagi dinamika kesuburan tanah. Dalam kaitannya dengan antisipasi terhadap perubahan iklim aplikasi bahan organik baik dalam bentuk pupuk organik atau mulsa merupakan keharusan dan sebaiknya menjadi salah satu program utama revitalisasi pertanian di Indonesia. Aplikasi bahan organik tidak diarahkan dulu untuk menghasilkan produk-produk

Page 6: C/N ratio seberapa pentingkah?: Kompos dan Mulsa

organik tetapi diarahkan untuk meningkatkan kesehatan dan daya dukung lahan yang sudah sejak beberapa puluh tahun mengalami proses degradasi.

Degradasi lahan dimulai ketika perilaku dan sikap petani berubah dari yang semula sebelum tahun 1970 mengandalkan penggunaan bahan organik menjadi mengandalkan pupuk anorganik setelah diimplementasikan program BIMAS. Ketergantungan terhadap pupuk instan (anorganik) dari tahun ke tahun semakin meningkat. Konsumsi pupuk anorganik meningkat dari 0.6 juta ton pada tahun 1976 menjadi 7 juta ton pada tahun 2006, yang berarti dalam kurun waktu 30 tahun meningkat lebih dari 1100% (Alimoeso, 2007). Selama kurun waktu tersebut, penggunaan pupuk organik sama sekali ditinggalkan, kecuali untuk bberapa jenis tanaman sayuran. Akibatnya kesehatan dan daya dukung lahan terus menurun. Kandungan bahan organik di dalam tanah di Indonesia saat ini rata-rata hanya 2% sedangka yang ideal lahan pertanian produktif mempunyai kandungan bahan organik sekitar 4% (Alimoeso, 2007) atau lebih baik jika 5% seperti yang dikemukakan di atas. Rendahnya kandungan bahan organik lahan pertanian di Indonesia, mengindikasikan bahwa pertanian di Indonesia sangat rentan terhadap pengaruh perubahan iklim global.

Peranan bahan organik dalam konservasi air

Untuk mengurangi dampak kekeringan, tanah harus mampu menyerap

dan menyimpan air hujan sebanyak-banyaknya kemudian melepas kembali

sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tanaman. Kemampuan tanah menyimpan

dan melepas air tergantung beberapa factor yaitu termasuk tekstur tanah,

kedalaman tanah, arsitektur tanah (struktur fisik tanah dengan pori-porinya),

kandungan bahan organi, dan aktivitas hayati di dalamnya. Bahan organik di

permukaan tanah berperan dalam mencegah permukaan tanah menjadi keras

dan kedap air sehingga air hujan dapat mudah terserap ke dalam tanah.

Peningkatan efisiensi ilfitrasi air ke dalam tanah melalui aplikasi bahan organik

juga terjadi melalui peningkatan porositas dan agregasi tanah sebagai akibat

dari peningkatan aktifitas mikrofauna tanah termasuk bakteri dan cendawan

serta cacing tanah.

Beberapa jenis bahan organik dapat menyimpan air sebanyak 20 kali

berat bahan organik tersebut. Hudson (1994) mengungkapkan bahwa setiap

peningkatan 1% kandungan bahan organik, kemampuan tanah menyimpan air

meningkat 3.7 persen. Di samping meningkatkan kemampuan menyimpan air,

penggunaan bahan organik pada lahan pertanian juga terbukti menghemat

kebutuhan air irigasi sampai dengan 40% (Amir Hartono, 2009, seperti yang

diungkapkannya di Media Indonesia). Pada lahan padi konvensional, untuk

penggenangan lahan diperlukan 5-10 cm air, sedang pada lahan organik hanya

diperlukan 1 cm air. Pertanyaan yang sering diajukan oleh para pelaku usaha

pertanian adalah sampai seberapa banyak bahan organik dapat ditambahkan ke

dalam tanah?. Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin besar jumlah bahan

Page 7: C/N ratio seberapa pentingkah?: Kompos dan Mulsa

organik yang ditambahkan ke dalam tanah, semakin besar pula nilai tukar kation

yang dihasilkan. Bahasan terkait dengan manfaat lain penambahan bahan

organik ke dalam tanah sudah banyak di bahas.

Gambar 2. Hubungan antara kandungan bahan organik yang ditambahkan ke

dalam tanah dengan peningkatan nilai kapasitas tukar kation (KTK).

Pilihan antara sebagai pupuk organik atau mulsa

Semua jenis bahan organik akan terdegradasi secara alami oleh mikroba

dan insekta. Waktu yang diperlukan untuk terdegradasi secara sempurna

tergantung kepada kandungan serat dan lignin, kondisi lingkungan, dan jenis

mikroba serta insekta yang ada. Bahan dengan kandungan serat dan lignin

yang tinggi biasanya memerlukan waktu degradasi yang lebih lama. Degradasi

akan berjalan lambat jika kondisinya terlalu basah atau terlalu kering dalam

waktu yang lama. Keberadaan mikroba perombak lignin dan selulosa dalam

jumlah yang memadahi akan sangat membantu proses degradasi. Percepatan

degradasi dapat dilakukan melalui proses pengomposan dengan bantuan

bioaktivator. Gambar 3 menunjukkan perbedaan waktu yang diperlukan antara

degradasi TKKS secara alami dan degradasi TKKS yan dipercepat melalui

proses pengomposan.

Page 8: C/N ratio seberapa pentingkah?: Kompos dan Mulsa

Gambar 3. Proses perubahan TKKS menjadi kompos yang terjadi secara alami

dan yang dipercepat melalui pengomposan dengan bioaktivator

Dari ilustrasi yang ditunjukkan pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa

dikomposkan atau tidak dikomposkan, TKKS akhirnya akan menjadi kompos

dan nutrisi yang terkandung akhirnya akan dimanfaatkan juga oleh tanaman.

Pilihan antara dikomposkan atau tidak, sangat tergantung kepada fungsi utama

yang diharapkan. Kalau tujuannya akan digunakan sebagai mulsa, maka

pengomposan tidak diperlukan. Namun jika akan digunakan sebagai pupuk

organik maka pengomposan mutlak diperlukan.

Untuk daerah-daerah dengan musim kemarau panjang, bahan organik

sebaiknya diaplikasikan sebagai mulsa dengan tujuan untuk mencegah

evaporasi atau menguapnya air dari dalam tanah. Sedangkan untuk daerah-

daerah dengan curah hujan merata sepanjang tahun, pemakaian bahan organik

dalam bentuk kompos dianggap lebih tepat, namun juga tidak mutlak harus

sudah berbentuk kompos. Untuk tanaman perkebunan yang sudah

menghasilkan, pemakaian pupuk organik dengan nilai C/N ratio yang tinggi tidak

bermasalah. Namun untuk keperluan aplikasi di pembibitan dan di lubang

tanam, bahan organik yang digunakan harus betul-betul matang, meskipun C/N

ratio awalnya sudah rendah (Lihat Bab berikutnya).

Untuk mencegah terjadinya infestasi hama dan penyakit, bahan organik

baik yang berupa mulsa maupun pupuk organik harus dilindungi dengan

mikroba anti hama dan penyakit. Sebaiknya mikroba yang digunakan juga

Page 9: C/N ratio seberapa pentingkah?: Kompos dan Mulsa

memiliki keunggulan lain seperti mampu memicu pertumbuhan tanaman,

melepaskan unsur hara terikat tanah, dan mampu memfiksasi nitrogen dari

udara. Mikroba terseleksi unggul tersebut harus diaplikasikan sedini mungkin.

Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) telah

mengembangkan teknologi inokulasi bahan organik secara dini untuk TKKS

(Gambar 4).

Gambar 4. Otomatik sprayer untuk aplikasi mikroba anti Ganoderma dan

Oryctes pada TTKS.

Rasio kandungan karbon:nitrogen pupuk organik

Sampai saat ini rasio kandungan karbon: nitrogen tau yang lebih dikenal

dengan sebutan C/N ratio masih sering dijadikan acuan yang “ketat” oleh

kalangan praktisi apalagi sesudah ditetapkan dalam bentuk aturan pemerintah.

Bagaimanapun juga aturan pemerintah perlu diikuti bagi para pelaku bisnis

pupuk organik, namun pengetahuan pengguna tentang C/N ratio terkait dengan

pembuatan pupuk organik untuk kebutuhan sendiri perlu terus ditingkatkan.

Tabel 2 menunjukkan variasi C/N ratio bahan organik mentah. Dari data yang

ditunjukkan pada Table 1 tersebut, kualitas pupuk organik tidak serta merta

ditentukan oleh nilai C/N ratio seperti yang tercantum pada SNI karena

beberapa produk bahan organik mentah (belum dikomposkan) sudah rendah

(dibawah 30) bahkan banyak di antaranya di bawah 20.

Nilai C/N ratio bahan organik mentah sebelum dikomposkan atau digunakan

langsung sebagai mulsa dapat diatur dengan mencampurkan dua bahan atau

lebih. Campuran bahan organik mentah yang tepat untuk diproses menjadi

Page 10: C/N ratio seberapa pentingkah?: Kompos dan Mulsa

Tabel 2. Kandungan karbon dan nitrogen beberapa bahan baku pembuatan

kompos (berdasarkan berat basah).

Material %

Karbon %Nitrogen

Pelet Alfalfa 40.5 2.7 15

Pakan dari darah (blood meal) 43 13 3

Pakan dari biji kapas (cottonseed meal) 42 6 7

Pakan dari kedelai (soybean meal) 42 6 7

Pakan kering daun kacangan (legume hay, dry) 40 2.0-2.5 16-20

Pakan kering daun bukan kacangan (nonlegume hay, dry

40 1.0-1.5 27-40

Kotoran sapi segar (fresh manure, cow) 12-20 0.6-1.0 12-20

Kotoran kuda segar (fresh manure, horse) 20-35 0.5-1.0 35-40

Kotoran ayam petelur segar (fresh manure, laying

chickens) 10.5-20 1.5-3.0

7

Kotoran ayam broiler segar (fresh manure, broiler

chickens) 20-32.5 1.3-2.0

15-16

Jerami gandum atau oat kering (wheat or oat straw,

dry) 48 0.5

96

Potongan rumput (grass clippings, fresh) 10-15 1-2 8-10

Rontokan daun (fallen leaves) 20-35 0.4-1.0 35-50

Kertas Koran/ kardus kering (newspaper or

cardboard, dry) 40 0.1

400

Serpihan kayu atau serbuk gergaji (wood chips or

sawdust) 25-50 0.1

250-

500

Tepung kopi (coffee grounds) 25 1.0 25

Sisa daun sayuran segar (vegetable wastes, fresh, leafy)

10 1.0 10

Sisa daun sayuran berpati (vegetable wastes, starchy) 15 1.0 15

Limbah dapur (kitchen scraps) 10-20 1-2 10

Sisa buah-buahan (fruit wastes) 8 0.5 16

Rumput laut segar (seaweed, fresh) 10 1.0 10

Daun gulma (weeds, fresh) 10-20 1-4 5-10

Page 11: C/N ratio seberapa pentingkah?: Kompos dan Mulsa

pupuk organik adalah ang memiliki nilai C/N ratio antara 25 sampai dengan 35.

Cara menghitung nilai C/N ratio bahan organik mentah hasil pencampuran dapat

dilakukan sebagai berikut.

1. Hitung berat karbon dari masing-masing bahan yang sudah diketahui

beratnya (persen karbon x berat bahan), kemudian jumlahkan.

2. Lakukan hal yang sama untuk nitrogen.

3. Bagi total berat karbon dengan total berat nitrogen untuk mendapatkan

nilai C/N ratio.

Contoh:

Perhitungan nilai C/N ratio campuran bahan baku berupa 50 kg pakan dari daun

bukan kacangan, 10 kg limbah dapur, dan 2 kg serbuk kopi adalah sebagai

berikut:

Perhitungan berat karbon:

• Kandungan pada pakan: 50 kg x 40% = 20 kg karbon

• Kandungan pada limbah dapur: 10 kg x 10% = 1 kg karbon

• Kandungan pada serbuk kopi: 2 kg x 25% = 0.5 kg karbon

• Total karbon = 20 + 1 + 0.5 =21.5

Perhitungan berat nitrogen:

• Kandungan pada pakan: 50 kg x 1% = 0.5 kg nitrogen

• Kandungan pada limbah dapur: 10 kg x 1% = 0.1 kg nitrogen

• Kandungan pada serbuk kopi: 2 kg x 1% = 0.02 kg nitrogen

• Total nitrogen = 0.5 + 0.1 + 0.02 = 0.62

Perhitungan nilai C/N ratio bahan baku: 21.5/0.62 = 34.7

Meskipun C/N ratio untuk kotoran sapi sudah di bawah 20, namun bahan

tersebut tetap perlu dikomposkan jika ingin diaplikasikan pada tanaman

semusim atau pada bibit tanaman tahunan termasuk tanaman perkebunan dan

kehutanan. Beberapa alasan kenapa kotoran ternak harus dikomposkan dapat

dikemukakan sebagai berikut:

• Meskipun sudah melewati perut ternak dan berubah bentuk, nutrisi yang terkandung di dalam kotoran ternak belum siap untuk diserap oleh tanaman karena masih terikat di dalam molekul yang kompleks. Proses pengomposan akan memperecepat ketersediaan nutrisi bagi tanaman.

• Tumpukan kotoran ayam yang tidak dikomposkan sering menjadi sarang belatung dan lalat yang dapat menyebarkan penyakit pada manusia. Kompos yang sudah jadi tidak lagi menjadi sumber belatung dan lalat.

• Kotoran ternak diketahui berpotensi mengandung bakteri Salmonela sp. dan E. coli yang berbahaya terhadap kesehatan manusia. Kedua jenis bakteri berbahaya tersebut mati ketika kotoran ternak dikomposkan.

Page 12: C/N ratio seberapa pentingkah?: Kompos dan Mulsa

• Biji gulma sering tidak mati setelah melewati perut ternak. Oleh karena itu, kotoran ternak yang tidak dikomposkan berpotensi besar sebagai

Teknologi pembuatan pupuk organik limbah perkebunan

Pengomposan adalah proses perombakan bahan organik segar menjadi

kompos dengan bantuan mikroba pendegradasi lignin dan selulosa. Selama

proses pengomposan berlangsung, air, panas dan CO2 akan terlepas ke udara

(Gambar 5). Paling tidak sekarang telah tersedia dua teknik pengomposan

lmbah perkebunan yaitu dengan pembalikan dan tanpa pembalikan. Pihak

pengguna dapat memilih mana di antara dua cara tersebut yang sesuai dengan

kebutuhannya.

Gambar 5. Diagram proses pengomposan bahan organik padat limbah

perkebunan.

a. Pengomposan dengan pembalikan

Cara ini dilakukan dengan melibatkan pembalikan 2-3 hari sekali dan

melibatkan penggunaan limbah cair sebagai pengkaya dan sumber mikroba

pengompos yang didominasi oleh jenis bakteri. Pembalikan dilakukan dengan

menggunakan mesin. TKKS yang akan dikomposkan harus dicacah atau dipres

terlebih dahulu sebelum ditumpuk memanjang (Gambar 6a). Pencahan TKKS

diperlukan guna meningkatkan luas permukaan bahan organik. Karena tidak

dilakukan penutupan, turun-naiknya suhu dan kelembaban sangat dipengaruhi

oleh kondisi lingkungan setempat. Pada kondisi terbuka, penguapan air bisa

mudah terjadi di siang hari yang terik, namun di lain hal pembasahan dengan air

Page 13: C/N ratio seberapa pentingkah?: Kompos dan Mulsa

berlebih mudah terjadi di saat hari-hari hujan. Pembalikan bahan dalam waktu 2-

3 hari sekali memang diperlukan karena siklus biologis kebanyakan bakteri

memang sekitar 48 jam. Jika tidak dibalik bakteri akan mati. Bakteri yang

digunakan pada proses pengomposan dengan system ini mengandalkan yang

terdapat di limbah cair secara alami. Jenis dan jumlahnya tentu berbeda antara

daerah yang satu dengan lainnya. Untuk meningkatkan efisiensi pelapukan

lignin dan selulase perlu dieksplorasi bakteri dengan kemampuan mendegradasi

lignin dan selulosa yang tinggi.

Biaya yang diperlukan untuk pengomposan menggunakan cara ini di

antaranya: biaya pembuatan lantai pengomposan, biaya pembelian mesin

pembalik, biaya penumpukan TKKS cacaha/press dengan loader, biaya operasi

mesin pembalik 2-3 hari sekali, biaya pengocoran limbah cair 2-3 hari sekali,

biaya pemanenan pupuk organik. Salah satu keunggulan teknk ini adalah

pengkayaan nutrisi dari limbah cair dapat dilakukan secara optimum. Warna

hitam seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6a, sebagian diakibatkan oleh

pewarnaan yang dilakukan oleh limbah cair.

b. Pengomposan tanpa pembalikan

Cara ini dilakukan dengan bantuan mikroba terseleksi dari golongan

jamur. Selama proses pengomposan tidak dilakukan pembalikan sehingga

hemat bahan bakar, dan tenaga kerja. Tanpa pembalikan yang dimaksud di sini

adalah tanpa pembalikan selama proses biologis berlangsung, yaitu 2 mingg

sekali. Pada kondisi ini demikian, penggunaan mesin pembalik bisa tidak

diperlukan. Penggunaan mikroba dari golongan jamur didasarkan kepada

kenyataan bahwa perombak lignin dan selolosa yang paling efisien adalah dari

golongan jamur atau cendawan. Kebanyakan limbah padat perkebunan

memiliki kandunan lignin dan selulosa yang tinggi. Fakta menunjukkan bahwa di

lapang tidak pernah dijumpai tanaman berkayu batangnya dilapukkan oleh

bakteri, tetapi selalu oleh jamur atau cendawan.

Selama proses pengomposan dilakukan penutupan dengan

menggunakan terpal palstik tahan UV (Gambar 6b). Penutupan dilakukan agar

Page 14: C/N ratio seberapa pentingkah?: Kompos dan Mulsa

kelembaban dan suhu bisa lebih kendalikan sehingga aktifitas mikroba pelapuk

lignin dan selulosa dalam menghasilkan enzim lignoselulase tetap tinggi.

Penutupan dengan terpal plastic tidak berarti prosesnya menjadi aerob, buktinya

mikroba aerob yan digunakan sebagai bioaktivator berkembangbiak dan

beraktifitas dengan sempurna. Analoginya bisa ditarik dari proses pembuatan

tempe yang dibngkus plastic atau daun pisang. Jamur tempe, Rhizopus sp.

yang bersifat aerob justru terganggu aktivitasnya jika pembungkusnya sering

dibuka atau kedelainya diacak-acak setelah dibungkus. Sepertihalnya

Untuk tujuan efisiensi, jamur pelapuk yang digunakan sekaligus dipilih

yang mampu mengendalikan Ganoderma dan Oryctes atau manfaat lainnya.

Dengan cara demikian, dua hal dilakukan sekaligus yaitu pengomposan dan

perbanyakan biopestisida. Teknologi yang dikembangkan BPBPI ini telah

diterapkan di berbagai komoditas pertanian.

Gambar 7. Produksi kompos dan atau mulsa dengan bantuan mikroba terseleksi

Aplikasi agensia Hayati untuk pengurangan dampak kekeringan

Peran agensia Hayati dalam meningkatkan ketahanan tanaman terhadap

kekeringan dan dalam membantu memperbaiki struktur tanah sehingga tanah

memiliki kapasitas menyimpan air yang tinggi sudah banyak dilaporkan. Untuk

perihal yang kedua tersebut ditunjukkan oleh aktifitas cacing tanah. Dalam

aktifitasnya di dalam tanah cacing tanah membuat terowongan-terowongan

yang memudahkan air hujan cepat meresap ke dalam tanah. Cacing

mengeluarkan lendir yang bermanfaat bagi kehidupan mikroba di dalam tanah

dan juga bagi tanaman.

Tanah pada dasarnya merupakan tempat di mana sebagian besar

mikroba hidup. Dari seluruh bakteri yang ada, 99%-nya berada di dalam tanah.

Untuk jamur, persentasenya juga tinggi yaitu mencapai 83%. Dari sekian banyak

Page 15: C/N ratio seberapa pentingkah?: Kompos dan Mulsa

mikroba dan insekta yang ada di lingkungan kita, diperkirakan hanya 2 % di

antaranya bersifat merugikan, sisanya 98% menguntungkan atau tidak

berdampak sama sekali. Perlakuan pupuk kimia yang berlebihan akan dapat

mematikan sebagian besar mikroba yang berada di dalam tanah itu sendiri.

Beberapa pupuk kimia mengandung asam yang tinggi, khususnya asam sulfat

dan asam hidrokhlorat. Ketika tanah menjadi masam, bakteri penambat N akan

terbunuh. Padahal sebagian besar N disediakan oleh bakteri penambat N.

Di samping penting dalam penyediaan nutrisi, beberapa jenis bakteri juga

mampu meningkatkan ketahanan tanaman dari cekaman kekeringan seperti

yang ditunjukkan oleh beberapa bakteri pemacu pertumbuhan tanaman (plant

growth promoting bacteria, disingkat PGPB) seperti Achromobacter piechaudii

ARV8 (Mayak et al., 2004). Dari hasil percobaan pada tanaman tomat dan cabe,

keberadaan bakteri tersebut menyebabkan tanaman tetap tumbuh dengan baik

meskipun berada pada kondisi kurang air. Keberadaan bakteri tersebut juga

menyebabkan percepatan pemulihan tanaman menjadi segar kembali setelah

mengalami cekaman kekeringan. Bakteri akar pemacu pertumbuhan tanaman

(plant growth promoting rhizobacteria, disingkat PGPR) belakangan diketahui

menginduksi sifat toleran terhadap cekaman kekeringan secara sistemik

(induced systemic tolerance) pada tanaman (Yang et al., 2009).

Beberapa jenis jamur atau cendawan atau fungi, juga menunjukkan

kemampuan seperti yang ditunjukkan oleh bakteri. Tanaman yang

perakarannya dilindungi jamur vesicular-arboscular micorrhizae (VAM)

menunjukkan kemampuannya dala mempertahankan konduktan stomata

(stomatal conductance) dan ketersediaan air pada daun (leaf water potential).

Respon yang sama juga ditunjukkan oleh bibit tanaman kakao yang

diperlakukan dengan Trichoderma hamatum . Ketahanan tanaman terhadap

cekaman kekeringan juga ditunjukkan oleh tanaman yang di dalam jaringannya

terhadap cendawan endofit. Piriformospora indica adalah cendawan endofit

yang banyak mengkoloni system perakaran. Cendawan ini meningkatkan

toleransi tanaman Arabidopsis, yang ternyata berkaitan dengan terekspresinya

beberapa gen cekaman kekeringan pada daun (Sherameti et al, 2008).

Beberapa produk pupuk Hayati yang mengandung beberapa jenis

mikroba yang mampu menngkatkan toleransi tanaman terhadap cekaman

kekeringan kini telah tersedia. Satu hal yan perlu diperhatikan adalah bahwa

dalam aplikasinya di lapang, agensia Hayati yang terkandung harus diberi

kondisi yang menguntungkan agar dapat tumbuh dan berkembangbiak dan

memberika peran seperti yang kita harapkan.

Page 16: C/N ratio seberapa pentingkah?: Kompos dan Mulsa

Penutup

Informasi yang disampaikan melalui tulisan ini merupakan bahasan ilmiah

semata dan sudah barang tentu jauh dari sempurna. Namun seberapapun

sederhananya tulisan ini disiapkan, diharapkan dapat memberikan pencerahan

kepada pelaku usaha perkebunan khususnya dalam mengantisipasi ancaman

perubahan iklim yang tidak bakal bisa kita elakkan. Statistika memang boleh

menjadi pegangan dalam menetapkan kebijakan apapun, namun signifika

secara statistic belum tentu signifikan secara biologis.

Daftar pustaka

Alimoeso, S. 2007. Kebijakan Departemen Pertanian dalm Pemanfaatan dan Pengembangan Pupuk Organik. Seminar Teknologi Pengolahan Sampah. Puspitek Serpong: 11 Desember 2007.

Jungwook Yang, Joseph W. Kloepper and Choong-Min Ryu. 2009. Rhizosphere bacteria help plants tolerate abiotic stress. Trends in Plant Science 14(1):1-4.

Kusumanto, D. Kumpulan Tip dan Kesehatan Go Organic. http://sehat-

organik.com/peluang-bisnis/memahami-kesuburan-tanah.html

Naeth, M.A. and Bailey, A.W. and Chanasyk, D.S. and Pluth, D.J. 1991. Water holding capacity of litter and soil organic matter in mixed prairie and fescue grassland ecosystems of Alberta. Journal of Range Management, 44:13-17

Shimon Mayak, Tsipora Tirosh and Bernard R. Glick. 2002. Plant growth-promoting bacteria that confer resistance to water stress in tomatoes and peppers. Plant Science, 166(2): 525-530.

Shermeti, I; Tripathi, S. ; Varma, A ; Oelmuller, R. 2008. The Root-Colonizing Endophyte Pirifomospora indica Confers Drought Tolerance in Arabidopsis by Stimulating the Expression of Drought Stress-Related Genes in Leaves. Molecular plant-microbe interactions, 21(6): 799-807.