Post on 20-Jan-2016
LAPORAN PRAKTIKUM ILMU BEDAH UMUM
RESTRAIN, ANASTESI, DAN CARA PEMBERIAN OBAT
Oleh :
Pipit Yuniasari
115130107111036
Kelompok 12
Kelas 2011- C
PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Anastesi merupakan suatu kegiatan pemberian obat untuk menghilangkan rasa sakit
ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa
sakit pada tubuh. Anastesi lokal merupakan salah satu jenis anastesi yang hanya
melumpuhkan sebagian tubuh tanpa menyebabkan kehilangan kesadaran. Tetapi sebelum
dilakukan anastesi biasanya dilakukan terlebih dahulu pemberian obat premedikasi
(preanasthetis medication), dengan tujuan untuk melancarkan induksi. Obat premedikasi
terdiri dari sedativa atau transqualizer dan antikolinergik yang dapat menekan produksi
saliva.
1.2 Rumusan masalah
Obat- obat apa saja yang digunakan pada saat praktikum?
Bagaimana interaksi obat yang digunakan?
Apa saja stadium anastesi?
1.3 Manfaat
Mengetahui lebih detail mengenai obat- obat yang digunakan pada saat anastesi.
Mengetahui bagaimana interaksi obat- obat yang digunakan.
Mengetahui stadium apa saja saat anastesi.
BAB II
PEMBAHASAN
Obat- obat yang digunakan saat anastesi dan interaksinya dalam tubuh:
1. Atropin sulfat
Atropin Sulfat merupakan obat premedikasi golongan antikolinergik yang
paling sering digunakan. Atropin sulfat juga merupakan parasimpatolitik yang
menghambat pelepasan asetil kolin diganglion parasimpatik sehingga menghambat
respon stimulasi divisi parasimpati. Sifat ini digunakan sebagi tambahan pada anestesi,
sebagai relaksan otot polos bronkial, saluran pencernaan, saluran perkencingan dan
sebagai antidota keracunan. Atropin sulfat akan menekan sekresi kelenjar air liur
sehingga mencegah hipersalivasi dan juga menekan sekresi lendir di saluran
pernafasan. Pada saluran pencernaan merupakan agen spasmolitik yang menghambat
peristaltik lambung dan usus (Sardjana dan Kusumawati, 2004). Atropine sulfat
merupakan obat yang dapat memblokir kerja syaraf parasimpatik. Efeknya mampu
mengurangi aktivitas traktus digestivus, menekan urinasi dan aksi nervus vagus,
kerugiannya adalah peningkatan kecepatan metabolisme, peningkatan denyut jantung,
dapat menyebabkan bradikardia atau takikardia dan dilatasi pupil (Lane and Cooper,
2003). Dosis pada anjing adalah 0,04 mg/kgBB dengan konsentrasi 0,025% secara
subkutan (Tenant,2002).
2. Xylazine
Xylazine merupakan obat agonis reseptor adrenergik alpha 2, sedativa non
narkotik yang paling kuat dan analgesik visceral yang baik dan menimbulkan relaksasi
muskulus. Efek sedativa dan analgesik akan mendepres sistem syaraf pusat dan
relaksasi muskulus didasarkan atas hambatan transmisi impuls intraneural dalam
sistem syaraf pusat.
3. Ketamine
Ketamin dapat menimbulkan efek analgesia dan amnesia tetapi relaksasi
muskulus yang buruk. Ketamin dapat menimbulkan efek analgetik visceral dan
somatik dan dapat menghambat pusat rasa sakit. Fungsi respirasi menurun, tetapi akan
meningkatkan kadar gula darah dalam hati dan tekanan darah. Tidak menyebakan
problem terhadap ekskresi saliva, reflek menelan tetap ada dan mata tetap membuka.
Kombinasi yang paling sering digunakan untuk ketamin adalah xylazine
(Sektiari dan Misaco, 2001). Kedua obat ini merupakan agen kombinasi yang saling
melengkapi antara efek analgesik dan relaksasi otot, ketamin memberikan efek
analgesik sedangkan xylazine menyebabkan relaksasi otot yang baik (Walter, 1985).
Penggunaan xylazine dapat mengurangi sekresi saliva dan peningkatan tekanan darah
yang diakibatkan oleh penggunaan ketamin (Warren, 1983). Penggunaan kombinasi
ketamin- xylazine sebagai anestesi umum juga mempunyai banyak keuntungan, antara
lain: mudah dalam pemberian, ekonomis, induksinya cepat begitu pula dengan
pemulihannya, mempunyai pengaruh relaksasi yang baik dan jarang menimbulkan
komplikasi klinis (Benson et al.,1985).
4. Acepromazine
Acepromazine adalah suatu phenothiazine tranquilizer yang biasa digunakan
untuk anasthesi dan bedah karena sifat sedative dan kemampuannya untuk dapat
menahan muntah (anti vomiting) serta antiarrhythmic. Obat ini juga dapat digunakan
pada pasien yang sangat sulit untuk direstrain untuk dilakukan pemeriksaan,
grooming, dll. Acepromazine digunakan juga untuk anjing dan kucing serta kuda.
Phenothiazine neuroleptic agent menghambat post- sinaptic dopamine reseptor dalam
SSP menekan sistem tubuh yang mengatur tekanan darah sehingga menimbulkan
hipotensi dan brakikardi. Obat ini memiliki onset yang lama tetapi durasinya panjang.
Untuk restraint/sedasi pada anjing: 0.025 - 0.2 mg/kg IV; maksimal 3 mg atau 0.1 -
0.25 mg/kg IM. Sedangkan pada kucing restraint/sedasi: 0.05 - 0.1 mg/kg IV,
maksimal 1 mg.
Stadium anastesi dibagi menjadi 4 yaitu:
Menurut Sardjana dan Kusumawati, 2004
1. Stadium I: stadium induksi
Pada stadium ini hewan masih sadar dan kadang- kadang hewan masih bisa melawan.
Respirasi teratur, dapat terjadi urinasi dan defekasi.
2. Stadium II:
Kesadaran mulai hilang, respirasi lebih dalam, refleks laring hilang dan dapat terjadi
gerakan ekstremitas yang tidak terkendali.
3. Stadium III: stadium anastesi
Stadium ini terbagi menjadi 4 tahap, yaitu:
Tahap 1: respirasi mulai teratur dan bersifat thoracoabdominal, terjadi
nystagmus, refleks cahaya positif, tonud mudkulud mulsi menurun, refleks
palpebra,konjungtiva dan kornea menghilang.
Tahap 2: respirasi teratur dan bersifat abdominothoracal, frekuensi respirasi
meningkat, pupil midriasis, refles cahaya menurun, refleks kornea negatif.
Tahap 3: respirasi teratur dan tipenya abdominal karena terjadi kelumpuhan
saraf intercostals, dilatasi pupil, tonus muskulus makin menurun.
Tahap 4: respirasi tidak teratur, pupil midriasis, tonus muskulus menurun,
refleks sphinter dan kelenjar air mata negatif.
4. Stadium IV: stadium overdosis
Respirasi tipe abdominal disertai paralis muskulus intercostal, tekanan darah menurun,
dilatasi pupil, respirasi akhirnya berhenti disusul dengan kematian hewan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Anastesi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan pada saat sebelum operasi
atau pembedahan yang bertujuan untuk menghilangkan rasa sakit yang akan timbul
selam proses operasi. Tetapi sebelum dilakukan anastesi biasanya dilakukan terlebih
dahulu pemberian obat premedikasi untuk melancarkan induksi. Obat premedikasi
terdiri dari sedativa atau transqualizer dan antikolinergik yang dapat menekan
produksi saliva. Dan obat yang dapat digunakan pada saat anastesi adalah atropin
sulfat sebagai antikolinergik, kombinasi xylazine dan ketamine sebagai sedativa,
sedangkan untuk restrain hewan (kucing atau anjing) yang sulit saat di handling dapat
menggunakan acepromazine.
DAFTAR PUSTAKA
Benson, G. J., J. C. Thurmon., W. J. Tranquilli., and C. W. Smith. 1985. Cardiopulmonary
Effects of an Intravenous Infusion of Quaifenesin, Ketamine, and Xylazine In Dog. Am.
J. Vet. Res. Vol. 46 (9) : 1896-1898.
Sardjana, I. K. W dan D. Kusumawati. 2004. Anestesi Veteriner Jilid I. Gadjah Mada
University Press. Bulaksumur, Yogyakarta 1-49.
Sektiari, B dan M. Y. Wiwik. 2001. Pengaruh Premedikasi Acepromazine Terhadap Tekanan
Intraokuler pada Anjing yang di Anestesi Ketamin HCl. Media Kedokteran Hewan. 17
(3) : 120-122.
Walter H. Hsu. 1985. Effect of Yohimbine and Xylazine-Induced Central Nervous Sistem
Depression in Dogs. JAVMA. 182 (7) : 698-699.
Warren, R. G. 1983. Small Animal Anaesthesia. Mosby Co. U.S.A.
Plumb, Donald C. 2005. Veterinary DrugHandbook : 5th. edition. Iowa : Blackwell
Publishing.