Soal Ilmu Bedah

59
Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 1120141 83 1. Kebutuhan cairan dan elektrolit Kebutuhan cairan normal Pemenuhan kebutuhan normal cairan adalah untuk mengganti cairan yang normalnya keluar melalui ginjal, saluran cerna, paru- paru dan keringat. Rata-rata kebutuhan cairan 30-40 mL/kgBB/24 jam. Bila pasien tidak dapat minum, cairan diberikan melalui infus atau pipa lambung. Dalam perhitungan pemberian cairan selain dihitung jumlah cairan, juga dihitung kebutuhan elektrolit terutama natrium dan kalium. Kebutuhan natrium harian yaitu 2-4 mEq/kgBB/hari sedangkan kebutuhan kalium harian sebesar 1-2 mEq/kgBB/hari. Pada hari pertama atau kedua pascabedah biasanya tidak diperlukan pemberian kalium kecuali jika hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan hipokalemia. Koreksi kekurangan/kehilangan cairan Dari anamnesis perlu diketahui riwayat penyakit, lama sakit, adanya rasa haus dan muntah/diare, seberapa banyak muntahnya atau berapa kali mengalami diare, jumlah cairan yang masuk, jumlah kencing terakhir, obat apa yang sedang diminum. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk memeriksa turgor kulit, adanya mata cowong, keadaan mukosa mulut, tekanan darah, nadi (kekuatan pengisian, irama, frekuensi), perfusi perifer, waktu pengisian kapiler (normal <2 detik). Dari pemeriksaan fisik, dapat diperkirakan beratnya kekurangan cairan terutama jika karena kehilangan cairan isotonis atau kehilangan cairan ke rongga ketiga. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk melihat kadar hematokrit, kadar albumin, BUN/serum kreatinin, kadar natrium, osmolaritas urin. Sebelum dilakukan pembedahan sebaiknya masalah dehidrasi diatasi lebih dahulu, karena induksi anestesia pada 1

description

sfsdfds

Transcript of Soal Ilmu Bedah

Page 1: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

1. Kebutuhan cairan dan elektrolit

Kebutuhan cairan normal

Pemenuhan kebutuhan normal cairan adalah untuk mengganti cairan yang normalnya keluar

melalui ginjal, saluran cerna, paru-paru dan keringat. Rata-rata kebutuhan cairan 30-40 mL/kgBB/24

jam. Bila pasien tidak dapat minum, cairan diberikan melalui infus atau pipa lambung. Dalam

perhitungan pemberian cairan selain dihitung jumlah cairan, juga dihitung kebutuhan elektrolit

terutama natrium dan kalium. Kebutuhan natrium harian yaitu 2-4 mEq/kgBB/hari sedangkan

kebutuhan kalium harian sebesar 1-2 mEq/kgBB/hari. Pada hari pertama atau kedua pascabedah

biasanya tidak diperlukan pemberian kalium kecuali jika hasil pemeriksaan laboratorium

menunjukkan hipokalemia.

Koreksi kekurangan/kehilangan cairan

Dari anamnesis perlu diketahui riwayat penyakit, lama sakit, adanya rasa haus dan

muntah/diare, seberapa banyak muntahnya atau berapa kali mengalami diare, jumlah cairan yang

masuk, jumlah kencing terakhir, obat apa yang sedang diminum. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk

memeriksa turgor kulit, adanya mata cowong, keadaan mukosa mulut, tekanan darah, nadi (kekuatan

pengisian, irama, frekuensi), perfusi perifer, waktu pengisian kapiler (normal <2 detik). Dari

pemeriksaan fisik, dapat diperkirakan beratnya kekurangan cairan terutama jika karena kehilangan

cairan isotonis atau kehilangan cairan ke rongga ketiga.

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk melihat kadar hematokrit, kadar albumin,

BUN/serum kreatinin, kadar natrium, osmolaritas urin. Sebelum dilakukan pembedahan sebaiknya

masalah dehidrasi diatasi lebih dahulu, karena induksi anestesia pada dehidrasi berat akan

membahayakan pasien. Resusitasi cairan menggunakan larutan ringer laktat atau ringer asetat.

Terapi cairan intra-operatif

Gangguan cairan pada kasus bedah umumnya menyangkut kompartemen ekstrasel sehingga

jenis cairan yang dipilih untuk terapi harus menyerupai komposisi cairan ekstrasel. Cairan pengganti

juga harus disesuaikan dengan komposisi cairan tubuh yang hilang selama perawatan, misalnya cairan

lambung, keringat, atau diare. Dalam memilih jenis cairan, juga perlu diketahui komposisi dan tujuan

terapi cairan.

Selama pembedahan, pemberian cairan didasarkan pada (1) jumlah cairan untuk

menggantikan darah yang keluar yaitu cairan NaCI 0,9% atau ringer laktat sebanyak ±3 kali jumlah

perdarahan; (2) perkiraan defisit cairan yang belum sepenuhnya terkoreksi (misalnya defisit cairan 5

liter, diberikan resusitasi cairan awal 3 liter, dan kekurangan 2 liternya dibagi menjadi: 1 liter

diberikan dalam 8 jam sedangkan 1 liter sisanya diberikan dalam 16 jam); (3) cairan rumatan selama

1

Page 2: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

pembedahan, bergantung pada jenis operasinya, berkisar antara 2,5mL/kg/jam (untuk operasi pada

permukaan/ superfisial) hingga 15ml/kg/jam (untuk operasi yang membuka rongga abdomen).

Terapi cairan pascabedah

Perhitungan kebutuhan cairan pascabedah juga harus selalu didasarkan pada keburuhan basal

ditambah kebutuhan pengganti. Kebutuhan basal adalah kebutuhan normal per hari, sedangkan

kebutuhan pengganti adalah sejumlah cairan yang hilang akibat demam tinggi, poliuria, drainase

lambung, muntah, diare, atau perdarahan.

2. Tetesan mikro dan makro

Tetesan/ Menit faktor tetes       Otsuka — 1cc   = 15 tetes faktor tetes    Terumo — 1 cc =  20 tetes

           (Kebutuhan cairan x faktor tetes)  = Jumlah tetesan/menit                (jumlah jam x 60menit)contoh:              (Kebutuhan cairan x Faktor tetes)  = jumlah tetesan/menit                  (Jumlah jam x 60 menit)              Infus set Otsuka   (2.500 x 15)  = 37.500 = 26 tetes/menit                                          (24 x 60)         1.440                         Infus set Terumo    (2.500 x 20)  = 50.000 = 35 tetes/menit                                           (24 x 60)         1.440

Macro:Jika yang ingin dicari tahu adalah berapa tetesan yang harus kita cari dengan modal kita tahu jumlah cairan yang harus dimasukkan dan lamanya waktu, maka rumusnya adalah:

MACRO = 1 cc = 20 tts/mntTetes/menit : (jumlah cairan x 20) / (Lama Infus x 60)

Jika yang dicari adalah lama cairan akan habis, maka rumusnya adalah sebagai berikut:Lama Infus: (Jumlah Cairan x 20) / (jumlah tetesan dlm menit x 60)

Misal: seorang pasien harus mendapat terapi cairan 500 ml dalam waktu 4 jam, maka jumlah tetesan yang harus kita berikan adalah (500 x 20 ) / ( 4 x 60 ) = 10000 / 240 = 41,7 = 42 tetes/menit begitupun untuk rumus lama infuse tinggal dibalik aja.

Micro: Selang infuse micro adalah selang infuse yang jumlah tetesannya lebih kecil dari macro, biasanya terdapat besi kecil di selangnya, dan biasanya digunakan untuk bayi, anak dan pasien jantung dan ginjal. Rumus untuk menghitung jumlah tetesannya adalah sebagai berikut:

Jumlah tetes/menit : (Jumlah cairan x 60 ) / (Lama Infus x 60)Sedangkan rumus lamanya cairan habis adalah sebagai berikut:

Lama waktu : ( Jumlah Cairan x 60) / (jumlah tetesan dalam menit x 60)

3. a. Sistem buffer

2

Page 3: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

Agar sel tubuh berfungsi optimal, keseimbangan asam basa perlu dipertahankan. Pemeriksaan

keasaman (pH) arteri mencerminkan konsentrasi ion hidrogen (H+). Makin tinggi konsentrasi ion

hidrogen, makin asam larutan tersebut, dan pH-nya semakin rendah. Sebaliknya, semakin rendah

konsentrasi ion H+, larutan tersebut makin bersifat alkalis dan pH-nya semakin tinggi. Keasaman juga

dapat menggambarkan perbandingan antara CO2 (dikendalikan sistem paru- paru) dan HC03- (basa

yang dikendalikan oleh ginjal). Rasio normal asam: basa = 1: 20 akan memberi nilai pH normal 7,40.

Terdapat beberapa mekanisme untuk mempertahankan keseimbangan asam-basa yaitu sistem

bufer (bikarbonat, fosfat, amonium, dan protein—yang penting adalah hemoglobin), sistem

pernapasan (melalui pengaturan CO ), dan sistem ginjal (meliputi pengaturan H+, Na+, dan HCO-

melalui sekresi, reabsorbsi dan konservasi).

Pemeriksaan yang paling tepat untuk mengetahui adanya gangguan keseimbangan asam basa

adalah dengan melakukan pemeriksaan gas darah arteri, yang akan mendapatkan kadar pH, pC02 ,

p02, HC03- dan kelebihan basa (base excess, BE).

Tahapan interpretasi hasil analisis gas darah yaitu (1) menentukan apakah nilai pH, normal

(7,40), alkalosis bila pH dan asidosis bila pH >7,40; (2) memperhatikan nilai pC02 sebagai parameter

respirasi (normalnya 40 mmHg), asidosis bila pC02 >40 mmHg dan alkalosis bila pC02 <40mmHg;

(3) memperhatikan nilai HC03- sebagai parameter metabolik, asidosis bila HC03- <25mEq/L dan

alkalosis bila HC03- >25mEq/L; (4) menentukan manakah komponen (pC02 dan HC03-) yang sesuai

dengan perubahan pH. Hal ini dapat dikonfirmasi dengan hasil BE; (5) bila kedua komponen

abnormal, mana yang lebih mendekati ke arah perubahan pH; (6) selanjutnya diperhatikan nilai p02

dan saturasi oksigen (target p02 80-100mmHg, sedangkan Sa02 >96%).

Asidosis Metabolik

Diagnosis ditegakkan bila pH <7,35 dan HC03-<21mmol/L. Asidosis metabolik dapat terjadi

dengan atau tanpa anion gap (AG = Na+- [Cl-+ HC03-]). AG normal 11±4. Penyebab asidosis

metabolik dengan AG normal antara lain diare, hipovolemia, penurunan curah jantung, gagal ginjal,

gagal hati, sepsis, dan hipotermia. Sedangkan penyebab asidosis metabolik yang disertai peningkatan

AG antara lain peningkatan kadar laktat, ketoasidosis, keracunan aspirin, dan keracunan golongan

alkohol.

Asidosis metabolik dapat mengakibatkan gangguan kontraktilitas otot jantung, penurunan

tahanan sirkulasi perifer, hiperventilasi, meningkatnya efek simpatis sehingga menurunkan perfusi ke

usus dan ginjal, serta berkurangnya respons terhadap terapi inotropik. Prinsip terapi asidosis

metabolik yaitu ditangani sesuai dengan penyebabnya (hipotensi, hipoksia, sepsis), mempertahankan

kompensasi hiperventilasi, berikan natrium bikarbonat 8,4% bila pH <7,20. Natrium bikarbonat baru

perlu diberikan bila pH di bawah 7,2 atau BE >-10, dan koreksinya tidak perlu dilakukan secara

drastis, cukup hingga pH beranjak ke daerah aman yaitu 7,25.

3

Page 4: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

Alkalosis metabolik

Diagnosis dapat ditegakkan bila pH >7,45 dan kadar HCO- >27mmol/L. Penyebab alkalosis

metabolik antara lain kehilangan ion H+ dan Cl- melalui muntah atau drainase lambung (pemasangan

pipa lambung), pemberian diuretik jangka panjang, hipokalemia, dan gangguan sirkulasi yang

mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal.

Alkalosis metabolik mengakibatkan hipokalemia, hipokalsemia, hipoventilasi dan retensi

C02, kurva disosiasi oksigen bergeser ke kiri, dan penurunan curah jantung. Terapi alkalosis

metabolik meliputi koreksi hipokalemia, terapi muntah yang berlebihan, hindari hiperventilasi,

berikan terapi cairan dengan 0,9% NaCl, dan jika pH >7,55 dan BE >+5 dapat dipertimbangkan

pemberian tablet asetazolamid 250-500 mg.

Asidosis respiratorik

Diagnosis ditegakkan bila pH <7,35 dan pC02 >45 mmHg, peningkatan pC02 dapat

dikompensasi dengan menahan bikarbonat. Membedakan apakah asidosis respiratorik terjadi akut atau

kronik dipastikan dengan memeriksa kadar bikarbonat. Asidosis respiratorik terjadi karena produksi

C02 yang berlebihan (asupan karbohidrat berlebihan) atau ketidakmampuan paru-paru untuk

mengeluarkan C02 (pada PPOK). Pemberian anestetik (misalnya opioid dan sedatif) dapat

membahayakan penderita, seringkah pada pascabedah diperlukan perawatan di ICU.

Penyebab asidosis respiratorik yaitu gangguan ventilasi alveoler (depresi pusat napas, PPOK,

gagal napas akut, pemberian ventilasi yang tidak adekuat) atau peningkatan produksi C02

(hipermetabolisme, sepsis, hipertermia maligna).

Terapi asidosis respiratorik, yaitu pemberian antidot penyebabnya yaitu antidot opioid atau

antidot pelumpuh otot, bantuan napas, dan terapi suportif lainnya.

Alkalosis respiratorik

Diagnosis ditegakkan bila pH >7,45 dan pC02 <35 mmHg, biasanya pH cenderung ke arah

normal karena kompensasi penurunan kadar bikarbonat dalam serum. Alkalosis respiratorik akan

mengakibatkan hipokalemia, hipokalsemia, dan penurunan aliran darah ke otak. Penyebab alkalosis

respiratorik antara lain nyeri, ansietas, sepsis (fase awal), pemberian napas bantuan yang berlebihan,

hipoksia, dan sindrom hiperventilasi (proses sentral).

4. Syok

a. definisi: Sindrom gangguan perfusi dan oksigenisasi sel secara menyeluruh sehingga kebutuhan

metabolisme jaringan tidak terpenuhi

b. jenis-jenis

4

Page 5: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

Syok terbagi atas empat jenis, yaitu syok hipovolemik, obstruktif, kardiogenik, distributif, dan

syok endokrin, yang disebabkan oleh kelainan hormon yaitu berupa kelebihan maupun kekurangan

hormon.

Menurut nilai curah jantung, syok terbagi menjadi dua yaitu syok hipodinamik dan syok

hiperdinamik. Pada syok hipodinamik, curah jantung di bawah normal dan tekanan vena sentral

melebihi normal. Syok hipovolemik, kardiogenik, dan obstruktif termasuk dalam jenis syok ini. Di

lain pihak, pada syok hiperdinamik, nilai curah jantung melebihi normal dan tekanan vena sentral

kurang dari normal. Syok distributif termasuk dalam jenis syok ini.

1. Syok Hipovolemik

Syok hipovolemik merupakan jenis syok yang paling sering ditemukan, dan hampir semua

jenis syok memiliki komponen syok hipovolemik di dalamnya akibat nenurunnya beban hulu

(preload). Syok hipovolemik disebabkan oleh tidak cukupnya volume sirkulasi, seperti akibat

perdarahan dan kehilangan cairan tubuh lain.

Menurut derajat volume sirkulasi yang hilang, syok hipovolemik dibagi menjadi empat kelas.

Namun, perbedaan ini mungkin tidak terlalu jelas pada penderita syok hemoragik sehingga resusitasi

cairan harus diarahkan pada respons terhadap tindakan awal dan bukan hanya mengandalkan

klasifikasi awal saja. Pengelompokan ini berguna untuk memastikan tanda dini dan patofisiologi

keadaan syok.

Syok hipovolemik dapat digolongkan lebih lanjut ke dalam syok hemoragik atau non-

hemoragik. Perdarahan dapat bersifat terlihat (misalnya, akibat luka atau hematemesis pada tukak

lambung) atau tidak terlihat (perdarahan dari saluran cerna, seperti pada tukak duodenum, cedera

limpa, kehamilan di luar uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk).

Perdarahan dalam jumlah banyak akan mengganggu perfusi jaringan sehingga timbul hipoksia.

Respons jaringan terhadap hal ini bervariasi menurut jenis jaringan. Otot merupakan jaringan yang

lebih tahan terhadap hipoksia dibandingkan dengan otak.

Syok hipovolemik non-hemoragik terjadi akibat hilangnya cairan tubuh total dan keluarnya

cairan intravaskular ke kompartemen ekstravaskular atau interstisial, seperti pada luka bakar luas,

muntah hebat atau diare, obstruksi ileus, diabetes atau penggunaan diuretik kuat, sepsis berat,

pankreatitis akut, atau peritonitis purulenta difus.

2. Syok obstruktif

Syok obstruktif terjadi akibat obstruksi mekanis aliran darah di luar jantung, paling sering

akibat tamponade jantung, sehingga perfusi sistemik menurun. Akibatnya, terjadi gangguan pengisian

ventrikel dan perubahan volume aliran balik vena akibat kompresi cairan perikardium yang

mengganggu curah jantung. Jika hal ini berlangsung lama, akan terjadi gangguan perfusi sistemik dan

oksigenasi jaringan sehingga timbul kerusakan sel. Jumlah cairan perikardium yang dapat

mempengaruhi pengisian diastolik jantung bergantung pada akumulasi cairan dan daya regang

5

Page 6: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

perikardium. Selain itu, syok obstruktif disebabkan juga oleh tromboemboli paru, obstruksi mekanis

a.pulmonalis, hipertensi pulmonal, dan tension pneumothoraks yang mengganggu curah jantung.

3. Syok kardiogenik

Penyebab primer syok kardiogenik adalah kegagalan fungsi jantung sebagai pompa sehingga

curah jantung menurun. Delapan puluh persen syok kardiogenik disebabkan oleh gangguan fungsi

ventrikel kiri akibat infark miokard dengan elevasi ST. Selain karena disfungsi miokard, penurunan

kontraktilitas jantung, obstruksi aliran ventrikel ke luar jantung, kelainan pengisian ventrikel,

disritmia, dan defek septum juga turut menggagalkan fungsi jantung. Mortalitas akibat syok

kardiogenik adalah sekitar 50%.

Menurut penelitian terakhir, sindrom peradangan sistemik ternyata menjadi komponen

penting dalam timbulnya syok kardiogenik. Kriteria diagnosis syok kardiogenik adalah (1) tekanan

darah sistol ≤90 mmHg atau penurunan tekanan darah sistol sebesar ≥30 mmHg secara mendadak; (2)

hipoperfusi yang ditandai dengan produksi urin ≤20 cc/jam, gangguan fungsi saraf pusat, dan

vasokonstriksi perifer (akral dan keringat dingin).

4. Syok distributif

Syok distributif adalah jenis syok yang timbul akibat kesalahan distribusi aliran dan volume

darah. Berbagai keadaan yang termasuk ke dalam kelompok syok distributif antara lain syok septik,

syok anafilaktik, dan syok neurogenik.

a. Syok septik

Profil hemodinamik pada syok septik dipengaruhi oleh berbagai perubahan fisiologis yang

dipicu oleh sepsis. Syok septik disebabkan oleh septisemia yang biasanya disebabkan oleh kuman

Gram negatif dan menyebabkan kolaps kardiovaskular. Endotoksin basil Gram negatif menyebabkan

vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer. Selain itu, terjadi

peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskular akibat vasodilatasi perifer

menyebabkan hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan

kehilangan cairan intravaskular yang terlihat sebagai udem.

Pada syok septik, gambaran hemodinamik yang klasik adalah peningkatan curah jantung

(kadang sampai tiga kali normal), dan percepatan peredaran darah, tetapi terjadi hipotensi sistemik.

Timbul perfusi berlebihan akibat bertambah banyaknya volume darah yang beredar (karenanya, syok

ini termasuk jenis syok hiperdinamik). Hipoksia sel di sini tidak disebabkan oleh penurunan perfusi

jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel menggunakan zat asam karena toksin kuman.

b. Syok anafilaktik

Jika seseorang hipersensitif terhadap suatu antigen dan kemudian terpajan lagi pada antigen

tersebut, akan timbul reaksi hipersensitivitas umum tipe I. Antigen yang bersangkutan terikat pada

antibodi di permukaan sel mast sehingga terjadi degranulasi, pengeluaran histamin dan zat vasoaktif

lain. Akibatnya, permeabilitas meningkat dan seluruh kapiler berdilatasi. Hipovolemia relatif akibat

6

Page 7: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

vasodilatasi ini menimbulkan syok, sedangkan meningkatnya permeabilitas kapiler menyebabkan

udem. Pada syok anafilaksis, terjadi bronkospasme yang menurunkan ventilasi.

Syok anafilaksis sering disebabkan oleh obat, terutama obat intravena seperti antibiotik atau

media kontras. Sengatan lebah juga dapat menimbulkan syok pada orang yang rentan.

c. Syok neurogenik

Syok neurogenik disebut juga sinkop. Pada syok ini, terjadi reaksi vasovagal berlebihan yang

menyebabkan vasodilatasi menyeluruh di regio splanknikus sehingga pendarahan otak berkurang.

Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut, atau nyeri.

Syok neurogenik pada trauma terjadi karena hilangnya tonus simpatis, misalnya pada cedera tulang

belakang atau, yang sangat jarang, cedera pada batang otak. Hipotensi pada pasien dengan cedera

tulang belakang disertai dengan pasokan oksigen yang cukup karena curah jantung tinggi meskipun

tekanan darahnya rendah. Penderita merasa pusing dan biasanya kemudian jatuh pingsan. Denyut nadi

lambat, tetapi umumnya kuat dan isinya cukup. Setelah penderita dibaringkan, umumnya keadaan

membaik spontan tanpa meninggalkan penyulit, kecuali jika terjadi cedera karena jatuh.

c. Gejala

Penurunan tekanan darah sistolik dianggap merupakan tanda khas syok hipovolemik.

Sebelum tekanan darah menurun, tubuh mengompensasi dengan melakukan vasokonstriksi kapiler

kulit sehingga kulit menjadi pucat dan dingin. Karena itu, syok hipovolemik kadang disebut sebagai

syok dingin. Selain itu, terjadi penurunan diuresis dan takikardi untuk mempertahankan curah jantung

dan peredaran darah. Akibat tindakan kompensasi ini, tekanan darah untuk sementara waktu tidak

menurun. Metabolisme jaringan hipoksik menghasilkan asam laktat yang menyebabkan asidosis

metabolik sehingga terjadi takipnea. Akhirnya, karena terus- menerus kehilangan cairan intravaskular,

tindakan kompensasi tidak dapat mempertahankan tekanan darah yang memadai sehingga terjadi

dekompensasi yang mengakibatkan penurunan tekanan darah secara tiba-tiba.

Selain gambaran klinis di atas, pada syok obstruktif dapat dijumpai berbagai tanda dan gejala

seperti peningkatan tekanan vena jugularis, pulsus paradoksus (tamponade), takipnea, takikardia,

hipotensi; pada tension pneumothorax, dapat pula dijumpai penurunan bunyi napas dan hipersonor

pada perkusi dada.

Pada syok kardiogenik, dapat dijumpai pelebaran batas jantung pada perkusi, kelainan irama

(disritmia) pada auskultasi jantung. Biasanya, terjadi vasokonstriksi perifer sehingga kulit dan bagian

akral teraba dingin, tetapi tidak selalu terjadi vasokonstriksi tersebut sehingga kulit dan akral tetap

hangat. Selain itu, oliguria juga dapat ditemui. Jika terjadi kegagalan fungsi diastolik, beban hulu

dapat menurun, walaupun ditemukan berbagai tanda yang menggambarkan "kelebihan cairan", seperti

edema pulmonal, edema perifer, dan hepatomegali.

7

Page 8: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

Gambaran klinis pada syok distributif terbagi menurut jenis syoknya. Pada syok septik,

vasodilatasi perifer tidak dipengaruhi oleh katekolamin. Kulit penderita hangat sehingga syoknya

disebut juga syok panas. Kulit menjadi merah karena vasodilatasi, sedangkan peredaran darah

meningkat pesat untuk mengompensasi ruang vaskular yang meluas. Denyut nadi menguat sebagai

tanda peningkatan curah jantung. Tekanan nadi, yaitu perbedaan antara tekanan sistolik dan tekanan

diastolik, juga meningkat. Suhu badan mungkin tidak meningkat. Hipoksia otak menyebabkan

kegelisahan dan akhirnya koma. Perfusi ginjal yang tidak mencukupi menyebabkan oliguria. Pada

syok anafilaktik, dapat dijumpai tanda berupa reaksi dermatologik (eritema), dan obstruksi jalan

napas, yang ditandai dengan bunyi mengi.

d. Tatalaksana

Tata laksana syok dimulai dengan pemulihan perfusi jaringan dan oksigenasi sel. Tindakan ini

tidak bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus juga segera ditegakkan sehingga dapat

diberikan pengobatan kausal.

Kebutuhan oksigen jaringan harus segera dicukupi dengan mengoptimalkan penyediaan

oksigen dalam darah. Volume cairan intravaskular juga harus dicukupi agar volume beban hulu

maksimal. Selain itu, harus dipertimbangkan pemberian zat inotropik untuk merangsang miokard dan

vasokonstriktor untuk mengatasi vasodilatasi perifer, kecuali jika ada syok kardiogenik.

Curah dipengaruhi oleh frekuensi denyut jantung dan isi sekuncup. Isi sekuncup dipengaruhi

oleh kecukupan cairan dalam sistem kardiovaskular (beban hulu), kemampuan kontraksi otot pancung

(kontraktilitas), dan tahanan dalam pembuluh darah (beban hilir). Kandungan oksigen dalam darah

dihitung dengan rumus sebagai berikut

(134 x Hb x Sa02) + (0,003 x Pa02)

Dengan demikian, untuk mengoptimalkan kandungan oksigen dalam darah, komponen yang

harus diperbaiki ialah hemoglobin (Hb), saturasi oksigen (SaO2), dan tekanan parsial oksigen dalam

darah arteri (PaO2). SaO2 dan PaO2 dioptimalkan melalui pemberian terapi oksigen dan/atau bantuan

napas.

Kebutuhan oksigen jaringan (V02) sangat bervariasi antara satu pasien dengan yang lain,

tetapi secara keseluruhan dipengaruhi oleh suhu tubuh, aktivitas, angkat metabolisme jaringan, dsb.

Kecukupan oksigen jaringan ditentukan oleh keseimbangan antara D02 dan VO2.

Agar perfusi dapat memenuhi kebutuhan metabolit dan oksigen jaringan, tekanan darah harus

sekurang- kurangnya 70-80 mmHg, yang dicapai dengan memperhatikan prinsip resusitasi ABC.

Jalan napas (atrway, A) harus bebas, bila perlu menggunakan intubasi. Pernapasan (breathing, B)

harus terjamin, bila perlu menggunakan ventilasi buatan dan pemberian oksigen 100%. Pada pasien

syok yang menggunakan ventilasi mekanis, kebutuhan oksigen dapat dipenuhi sebesar 20 25%.

Defisit volume peredaran darah (circulation) pada syok hipovolemik sejati atau hipovolemik relatif

(syok septik dan anaftlaksis) dapat diatasi dengan pemberian cairan intravena dan mempertahankan

fungsi jantung,

8

Page 9: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

Jenis cairan resusitasi yang sebaiknya diberikan masih menjadi perdebatan. Kristaloid

merupakan cairan yang murah dan mudah didapat, tetapi karena mudah keluar dari pembuluh darah,

diperlukan banyak cairan kristaloid untuk mencukupi volume intravaskular. Kerugian lain dari cairan

kristaloid ialah mudah menyebabkan edem interstitial, terutama pada syok septik, ketika terjadi

kenaikan permeabilitas kapiler. Udem interstitial pada paru akan mengganggu difusi oksigen ke

kapiler paru, apalagi kalau sudah terjadi ALI (acute lung injury) atau ARDS (acute respiratory distress

syndrome). Udem jaringan akan mengganggu difusi oksigen ke sel.

Cairan koloid mempunyai partikel yang lebih besar sehingga tidak mudah keluar dan lebih

lama berada dalam pembuluh darah. Dengan demikian, hemodinamika relatif lebih cepat membaik.

Kerugian cairan koloid ialah harganya mahal, dan beberapa jenis dapat menyebabkan gangguan

pembekuan darah bila diberikan dalam jumlah yang besar. Kebocoran cairan koloid ke interstitial

hanya dapat dikeluarkan melalui saluran limf sehingga berlangsung lambat. Perbaikan perfusi secara

kuantitatif diperiksa melalui metode invasif (pengukuran tekanan arteri pulmonalis, tekanan vena

sentral, selisih tekanan nadi, echo Doppler) dan secara laboratoris dari adanya penurunan kadar laktat

dan perbaikan base excess.

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Penunjang diagnosis yang dapat digunakan pada syok antara lain ekokardiografi untuk memastikan

tamponade jantung, EKG untuk membedakan oklusi koroner dengan infark miokard atau embolus

paru yang besar, dll. Pemantauan dilakukan terus-menerus terhadap suhu badan, denyut nadi, tekanan

darah, pernapasan, dan kesadaran. Pemantauan tekanan vena sentral diperlukan sebagai pegangan

untuk mengatur pemberian cairan parenteral dan pengawasan jantung. Pemasangan kateter di buli-

buli dibutuhkan untuk mengukur diuresis setiap jam. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk

mengetahui kadar hemoglobin, hematokrit, ureum, elektrolit, keseimbangan asam-basa, kadar gas

darah, dan biakan darah.

Tata laksana syok obstruktif yang disebabkan oleh tamponade jantung terdiri atas oksigenasi,

pemberian cairan, tirah baring dengan posisi Trendelenburg, dan pemberian zat inotropik. Ventilasi

mekanis bertekanan- positif harus dihindari karena dapat menurunkan alir balik vena. Tindakan medis

definitif berupa perikardiosentesis, drainase perkutaneus subxifoid darurat, atau perikardiotomi. Jika

hemodinamika pasien tetap tidak stabil atau jika perikardiosentesis gagal (biasanya karena darah

dalam di kantung perikardium sudah membeku), harus dilakukan torakotomi atau perikardiotomi

terbuka untuk membuat pericardial window, perikardiodesis, pirau perikardioperitoneal, atau

perikardiektomi.

Tata laksana syok kardiogenik terdiri dari tata laksana cairan, oksigenasi, pengendalian

disritmia, penggunaan inotropik dan vasopresor. dan bila perlu penggunaan IABP (intra aortic baloon

pump) yang diikuti dengan revaskularisasi. Pemilihan inotropik harus cermat sebab inotropik vang

bekerja melalui sistem simpatis dapat meningkatkan kematian.

9

Page 10: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

Pada penanggulangan infark miokard harus dicegah pemberian cairan berlebihan yang akan

membebani jantung. Selain itu, harus diperhatikan juga oksigenasi darah yang memadai dan tindakan

untuk menghilangkan nyeri.

Resusitasi cairan pada syok septik dilakukan menggunakan cara early goal directed therapy

(EGDT). Angka kematian pada cara ini adalah sebesar 30,5% sedangkan angka kematian dengan cara

konvensional adalah sebesar 46,5%. Target resusitasi ialah mencapai tekanan vena sentral sebesar

8-12 mmHg dan tekanan arteri rerata sekitar 60-90 mmHg. Untuk mencapai nilai tekanan arteri rerata

ini, digunakan zat vasoaktif (dalam hal ini vasokonstriktor). Vasokonstriktor yang dianjurkan menurut

survivalsepsis campaign ialah noradrenalin, sedangkan pada pasien yang refrakter terhadap

noradrenalin, dapat digunakan vasopresin. Resusitasi pada kegagalan sirkulasi akibat sepsis dilakukan

dengan cara memperbaiki variabel hemodinamik dan oksigenasi sistemik. Akan tetapi, kegagalan

mikrosirkulasi dapat terus berlanjut tanpa diketahui, diikuti dengan gangguan fungsi respirasi internal

mitokondria, gangguan fungsi organ, dan berakhir dengan kematian. Keadaan ini disebut sebagai

microcirculatory and mitochondrial distress syndrome (MMDS), yang ditandai dengan peningkatan

laktat, gangguan keseimbangan asam-basa dan kadar CO2 gastrik dan oral meskipun hemodinamik

sistemik telah normal, bahkan supranormal, demikian juga dengan berbagai variabel oksigenasi.

Untuk menanggulangi syok septik, sumber sepsis harus dicari. Pada masa pascabedah sumber

sepsis sering berasal dari lapangan pembedahan, paru-paru (bronkopneumonia), sistitis (kateter), atau

kateter infus. Abses di lapangan pembedahan harus disalir. Kanul infus harus dicabut dari ujungnya

dan dilakukan biakan pus. Kateter buli-buli harus dicabut atau diganti dan dibuat biakan urin.

Biakan darah harus dilakukan berulang-ulang untuk menentukan kuman penyebab dan

memastikan ke rentanan serta resistensinya terhadap berbagai antibiotik. Antibiotik diberikan

berdasarkan hasil biakan.

Cairan diberikan berdasarkan hasil pemantauan. Karena biasanya terjadi gagal organ

majemuk, penderita harus dipantau dengan saksama, khususnya sistem saraf pusat karena mungkin

terjadi ensefalopati, paru karena kemungkinan terjadi ARDS, jantung karena ancaman miokardititis,

hati karena mungkin terjadi gangguan faal atau hepatitis, ginjal karena mungkin terjadi gagal ginjal,

sistem hemopoietik karena mungkin terjadi koagulasi intra vaskular tersebar (DIC), dan saluran cerna

karena ancaman tukak peptik stres dengan perdarahan atau perforasi. Dilakukan pemantauan

mikrosirkulasi, yang meliputi pengukuran C02 sublingual, bukal, subkutan, NIRS (near infrared

spectroscopy), atau pencitraan OPS (orthogonal polarization spectral) untuk mengetahui dan menilai

resusitasi mikrosirkulasi. Akan tetapi, pemantauan dengan alat canggih, pemberian cairan secara

sempurna, pemberian antibiotik menurut hasil biakan, dan perawatan optimal tidak dapat

menyelamatkan penderita jika sumber sepsis tidak diberantas secara radikal umpamanya dengan

tindak bedah dan penyaliran.

Syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat karena penderita berada dalam keadaan gawat.

Segera berikan 1 ml larutan adrenalin 1/1.000 secara subkutan untuk menimbulkan vasokonstriksi.

10

Page 11: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

Hidrokortison 200-500 mg diberikan intravena untuk menstabilkan sel mast, dan sediaan antihistamin

intravena untuk menghambat reseptor histamin. Infus diberikan untuk mengatasi hipovolemia.

Tindakan pencegahan syok anafilaksis harus diperhatikan sebelum melakukan penyuntikan. Bila tidak

ada kepastian mengenai kemungkinan akan terjadi syok anafilaksis, sebaiknya dilakukan tes kulit dan

selalu harus disiapkan sediaan adrenalin, hidrokortison, dan antihistamin

Syok Perdarahan

a. Derajat:

Perdarahan adalah penyebab syok yang paling sering terjadi pada penderita trauma. Respon

penderita trauma terhadap kehilangan darah menjadi lebih rumit karena pergeseran cairan di antara

kompartemen cairan di dalam tubuh (khususnya di dalam kompartemen cairan ekstraseluler).

Definisi dari perdarahan adalah kehilangan akut volume peredaran darah. Hebatnya

kehilangan darah dapat ditentukan pada evaluasi awal dengan menilai pulsasi, tekanan darah, dan

pengisian kembali kapiler. Sistem klasifikasi ATLS dari American College of Surgeons berguna

untuk memahami manifestasi sehubungan dengan syok hemoragik pada orang dewasa (tabel 1).

Volume darah diperkirakan 7% dari berat badan ideal, atau kira-kira 4900 ml pada pasien dengan

berat badan 70 kg (155 lb).

Perdarahan kelas 1, didefinisikan sebagai kehilangan darah <15% dari total volume darah,

mendorong pada tidak adanya perubahan terukur pada kecepatan jantung atau pernafasan, tekanan

darah, atau tekanan nadi dan membutuhkan sedikit atau tidak adanya perawatan sama sekali.

Perdarahan kelas 2 didefinisikan sebagai kehilangan darah 15-30% volume darah (750-1500

ml), dengan tanda-tanda klinis termasuk takikardia dan takipnoe. Tekanan darah sistolik mungkin

hanya sedikit menurun, khususnya ketika pasien berada pada posisi supinasi, akan tetapi tekanan nadi

menyempit. Urin output hanya menurun sedikit (yaitu, 20-30 ml/jam). Pasien dengan perdarahan

kelas 2 biasanya dapat diresusitasi dengan larutan kristaloid saja, namun beberapa pasien mungkin

membutuhkan transfusi darah.

Perdarahan kelas 3 didefinisikan sebagai kehilangan 30-40% (1500-2000 ml) volume darah.

Perfusi yang tidak adekuat pada pasien dengan perdarahan kelas 3 mengakibatkan tanda takikardia

11

Page 12: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

dan takipnoe, ekstremitas dingin dengan pengisian kembali kapiler yang terhambat secara signifikan,

hipotensi, dan perubahan negatif status mental yang signifikan. Perdarahan kelas 3 menampakkan

volume kehilangan darah terkecil yang secara konsisten menghasilkan penurunan pada tekanan darah

sistemik. Resusitasi pada pasien ini seringnya membutuhkan transfusi darah sebagai tambahan

terhadap pemberian larutan kristaloid.

Perdarahan kelas 4 didefinisikan sebagai kehilangan darah > 40% volume darah (> 2000 ml)

mewakili perdarahan yang mengancam jiwa. Tanda-tandanya termasuk takikardia, tekanan darah

sistolik yang tertekan secara signifikan, dan tekanan nadi yang menyempit atau tekanan darah

diastolik yang tidak dapat diperoleh. Kulit menjadi dingin dan pucat, dan status mental sangat

tertekan. Urin output sedikit. Pasien-pasien ini membutuhkan transfusi segera untuk resusitasi dan

seringkali membutuhkan intervensi bedah segera.

Ketika terjadi perdarahan derajat I, perfusi jaringan masih tidak terganggu dan produksi ATP

masih mencukupi kebutuhan sehingga kehidupan sel atau jaringan tidak terganggu. Pada derajat II,

sudah terjadi gangguan perfusi sehingga untuk mempertahankan kehidupan sel atau jaringan yang

vital, diperlukan penarikan aliran kapiler dari jaringan yang kurang vital ke jaringan yang vital untuk

menjamin tercukupinya kebutuhan ATP. Pada perdarahan derajat III dan IV, mulai terjadi gangguan

kehidupan sel akibat produksi ATP yang lebih kecil daripada kebutuhan. Kegagalan kompensasi

terjadi jika kehilangan cairan intravaskular hampir mendekati 50%. Jika ketidakseimbangan ini terus

berlangsung sampai pada taraf yang berat, terjadi kematian sel atau jaringan.

Prinsip pengelolaan syok perdarahan ialah menghentikan sumber perdarahan dan resusitasi

cairan (darah) yang hilang. Terdapat kontroversi antara resusitasi segera secara agresif atau secara

perlahan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa resusitasi secara perlahan tidak banyak

menimbulkan penyulit. Terdapat beberapa kasus perdarahan yang bisa berhenti spontan, sehingga ada

yang menganjurkan agar resusitasi dengan cepat dikerjakan bila tidak ada tanda perdarahan akan

berhenti.

Target resusitasi sebaiknya tidak hanya didasarkan atas parameter tekanan darah dan produksi

urin semata sebab bila hanya didasarkan atas parameter tersebut, 85% kasus ternyata menunjukkan

bahwa resusitasi belum optimal. Target yang lebih logis adalah tingkat oksigenasi sel atau jaringan,

yang dapat dilihat dari konsentrasi laktat, konsumsi oksigen jaringan, defisit basa, pH mukosa

lambung, dan tekanan parsial oksigen jaringan.

Penderita dengan perdarahan kelas IV hampir selalu segera memerlukan transfusi darah serta

tindak bedah darurat untuk menghentikan perdarahan. Keputusan tersebut bergantung pada respons

terhadap resusitasi cairan. Kehilangan darah lebih dari 50% volume darah mengakibatkan kehilangan

kesadaran, hilangnya denyut nadi, dan turunnya tekanan darah. Keadaan ini dianggap sebagai keadaan

praterminal, dan kalau tidak dilakukan tindakan yang agresif, penderita akan meninggal dalam

beberapa menit.

12

Page 13: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian cairan berlebihan,

sedangkan diuresis diperlukan untuk mencegah pemberian yang kurang. Sedapat mungkin diberikan

jenis cairan yang sama dengan yang keluar, darah pada perdarahan dan plasma pada luka bakar. Akan

tetapi, penanggulangan segera dengan resusitasi dapat dimulai dengan pemberian cairan Ringer laktat

atau kristaloid.

Darah merupakan cairan resusitasi yang optimal bagi pasien trauma dengan syok bila cairan

elektrolit tidak mampu memulihkan tekanan darah pasien. Bila perdarahan melebihi 25% volume

darah dan hematokrit sekitar 40%, transfusi sel darah merah harus diberikan untuk mencegah

hematokrit turun di bawah 30% ketika isovolume dicapai. Cara lain untuk menentukan apakah

transfusi diperlukan atau tidak bisa dilihat dari nilai saturasi oksigen vena sentral; bila <75%, transfusi

dapat dipertimbangkan. Salah satu tujuan transfusi darah adalah meningkatkan kandungan oksigen

dalam darah, dengan harapan jaringan cukup mendapatkan oksigen. Namun, perlu diingat bahwa Hb

bukan satu-satunya faktor yang menentukan kecukupan oksigenasi jaringan karena masih ada faktor

lain seperti curah jantung, Sa02, dan Pa02. Oleh karena itu, ditinjau dari segi kecukupan oksigen

jaringan, cukup sulit menentukan kapan perlu transfusi darah. Konsensus yang dibuat oleh American

College of Physicians, American Society of Anesthesiology, dan Canadian Medical Association

menganjurkan bahwa Hb sebesar 6-8 gr% merupakan batas ambang untuk transfusi darah.

Transfusi darah sebaiknya berupa darah segar yang sesuai dan yang masih mengandung

semua komponen darah, tetapi pemeriksaan terhadap penyakit menular (seperti HIV, sifilis, dan lain-

lain) mutlak dilakukan dulu. Untuk efisiensi dan ketepatan pemakaian darah, dapat diberikan transfusi

komponen darah seperti packed red cell (PRC), plasma beku segar, trombosit, dan lain-lain. Akan

tetapi, karena pertimbangan waktu, pada penderita syok hemoragik yang gawat sering terpaksa

digunakan darah donor universal. Pada lelaki, sebaiknya diberikan darah golongan O dengan Rh (+),

yang mudah didapat, sedangkan pada perempuan usia subur, sebaiknya diberikan golongan O dengan

Rh (-) untuk menghindari sensitisasi ketika wanita itu hamil kelak. Transfusi darah golongan O dalam

jumlah kecil dapat ditoleransi dengan baik, sedangkan dalam jumlah banyak dapat menyebabkan

koagulopati, asidosis, hipokalsemia, hipomagnesemia, dan hipotermia.

Keadaan yang dapat memengaruhi syok pada pasien trauma antara lain defisiensi tiamin,

alkoholisme, dan hipotermia. Tiamin merupakan vitamin penting yang bila terdapat dalam jumlah

kurang, dapat menyebabkan disfungsi jantung maupun neurologi. Penderita beri- beri dapat

mengalami biventricular myocardial failure dengan vasodilatasi perifer. Pada pasien dengan

defisiensi tiamin, dapat juga ditemukan takikardia, hipotensi, tekanan pengisian jantung yang tinggi,

dan asidosis.

Pada alkoholisme, keadaan mabuk dapat memperburuk syok hemoragik. Gejala putus alkohol

seperti delirium tremens dengan hiperaktivitas autonomik dan dehidrasi dapat menyerupai syok

Hipotermia merupakan keadaan rendahnya suhu tubuh sampai di bawah 35°C. Tanpa disertai

trauma lain, suhu 35°-32°C disebut hipotermia ringan, suhu 32°-30°C adalah hipotermia sedang, dan

13

Page 14: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

suhu di bawah 30°C tergolong hipotermia berat. Penderita trauma rawan mengalami hipotermia dan

setiap derajat dari hipotermia sistemik pada penderita trauma, akan diperberat oleh cederanya. Suhu

inti di bawah 36°C pada pasien trauma sudah dianggap hipotermia dan suhu inti di bawah 32°C

merupakan hipotermia berat. Secara fisiologis tubuh memberikan respons kompensasi dengan

menaikkan suhu tubuh dan ini dapat mengganggu usaha resusitasi. Termogenesis dengan menggigil

meningkatkan konsumsi oksigen. Sementara itu, asidosis metabolik dan syok hipovolemik dapat

terjadi atau kambuh pada pasien yang suhu badannya kembali normal karena vasodilatasi.

Selain dapat terjadi pada pasien cedera berat dengan syok hemoragik, hipotermia juga dapat

terjadi secara cepat bila tubuh terendam di dalam air bersuhu di bawah titik beku, atau terjadi perlahan

bila berada dalam lingkungan suhu dingin. Orang tua juga lebih rentan terhadap trauma dingin karena

terganggunya kemampuan menghasilkan panas dan menekan kehilangan panas melalui

vasokonstriksi, sedangkan anak-anak lebih rawan terhadap trauma dingin karena luas permukaan

tubuhnya yang relatif lebih besar dan juga sumber energinya yang terbatas. Pengukuran suhu inti

dapat di lakukan di daerah esofagus dan rektosigmoid . Suhu inti badan dapat juga diukur dengan

electronic thtrmistor di arteri pulmonalis dan di buli-buli. Suhu juga dapat diukur pada membran

timpani menggunakan pengajuk {probé) inframerah. Hasil pengukuran ini 0,3-0,4° lebih tinggi

dibandingkan dengan suhu inti badan.

5. Transfusi

a. Definisi: Transfusi Darah adalah proses pemindahan darah dari seseorang yang sehat (donor) ke

orang sakit (respien). Darah yang dipindahkan dapat berupa darah lengkap dan komponen darah.

b. Pemeriksaan:

c. Jenis-jenis transfusi

1. Darah lengkap (whole blood). Isi : eritrosit, trombosit & plasma (450ml) serta antikoagulan

CPDA (63 ml). Transfusi sebaiknya dilakukan dalam 30 menit setelah darah dikeluarkan dari

pendingin. Pemberian 1 unit (500 ml), menaikkan Hb kira-kira 1 gr% atau hematokrit 3-4%.

Indikasi pemberian:

1. Perdarahan >30% total body volume (syok hemovolemik), stabilkan dulu dengan cairan

elektrolit. Pada bayi, perdarahan >10% total body volume, dilakukan transfusi.

2. Bedah mayor dengan perdarahan >1500 ml.

Ada 3 jenis:

1. Darah segar: <6 jam dari pengambilan. faktor pembekuan masih lengkap termasuk faktor V dan

VIII, fungsi eritrosit masih relatif baik

2. Darah baru: 6 jam-6 hari sesudah pengambilan. Faktor pembekuan sudah hampir habis.

Peningkatan kadar kalium, ammonia dan asam laktat.

14

Page 15: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

3. Darah simpan: >6hari. Faktor pembekuan sudah habis. Penurunan kadar 2,3 DPG sehingga

afinitas Hb terhadap oksigen tinggi, sehingga oksigen sulit dilepas ke jaringan. Kadar kalium,

ammonia dan asam laktat tinggi.

2. Packed Red Cells (PRC). Sebahagian besar terdiri dari sel darah merah/ eritrosit, akan tetapi

masih mengandung sedikit sisa-sisa leukosit dan trombosit. Indikasi pemberiannya adalah pada

pasien anemia tanpa penurunan volume dan disertai tanda oxygen need (rasa sesak, mata

berkunang, berdebar, gelisah, pusing, Hb<6 gr/dl), dengan syarat: akan dilakukannya operasi

besar, tetapi Hb < 10; atau anemia yang menimbulkan keluhan dan mengancam keselamatan.

Sebaiknya transfusi selesai dalam waktu 4 jam.

Volume RBC = (Hematokrit yang diinginkan – hematokrit sekarang) x estimated blood vol.

Hematokrit PRC

3. Washed Red Cells (WRC). Bedanya dengan PRC adalah, kadar sisa leukosit dan trombositnya

jauh lebih rendah. Indikasinya adalah untuk mencegah terjadinya febris (demam) atau alergi

akibat aktifitas leukosit maupun trombosit. Misalnya pada penderita thalassemia yang sering

dilakukan transfusi, jika bukan WRC yang diberikan, bisa saja terjadi reaksi hipersensitifitas pada

pasien tersebut akibat pemaparan leukosit asing yang berulang.

4. Deep Freezing Red Cells. Yaitu eritrosit yang didinginkan, untuk mencegah adanya virus, akan

tetapi belum menjamin sepenuhnya.

5. Trombosit konsentrat. Terdiri dari komponen trombosit saja, dan hanya bertahan paling lama

sekitar 3 hari. Diberikan pada pasien yang mengalami trombositopenia berat dengan kadar

trombosit <100.000/mm3 dan ditemukannya perdarahan serta sindroma perdarahan (ptekie,

purpura, ekimosis, pendarahan gusi, dll). Atau juga diberikan pada pasien trombositopenia sangat

berat dengan kadar trombosit <40.000/mm3 dengan atau tanpa perdarahan, karena ditakutkan

akan terjadinya perdarahan serebral.

6. Granulosit konsentrat. Indikasi yaitu pada kasus netropenia berat (<100/uL),sepsis akibat kuman

gram negatif, dan inflamasi jaringan lunak yang progresif. Berasal dari ABO-matched donors.

Dianjurkan untuk HLA matching. Granulosit konsentrat diradiasi 1.500 gy untuk mematikan

limfosit (penyebab Graft Versus Host Disease), tanpa merusak granulosit.

7. Plasma.

Jenisnya ada 7 macam:

(1) Plasma Protein Fraction: mengganti plasma yang hilang pada luka bakar, kedaruratan

abdomen dan jika ada trauma yang luas.

(2) Fresh frozen plasma: Berisi semua faktor koagulasi (1 unit /cc). Manfaatnya sebagai

pergantian defisiensi faktor koagulasi seperti penyakit hati, overdosis warfarin, deplesi faktor

koagulasi, terapi thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP), disseminated intravascular

coagulation (DIC). Kriteria pemberian:

1. Perdarahan yang tidak dapat dihentukan dengan jahitan bedah atau kauter

15

Page 16: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

2. Peningkatan PT atau aPTT minimal 1,5 kali dari nilai normal

3. Hitung trombosit >70.000/mm3, untuk menjamin bahwa trombositopenia bukan

merupakan penyebab perdarahan.

(3) Kriopresipitat: mengandung 80-100 unit F.VIII dan faktor von willebrand, F.XIII, fibronektin

dan 250 mg fibrinogen. Indikasi untuk pasien hemofilia A (defisiensi faktor VIII), penyakit von

willebrand, hipofibrinogenemia, defisiensi f.VIII yang didapat (DIC dan transfusi massif dilusi)

dan sindroma defibrinektin akut.

Indikasi transfusi sel darah merah

Kehilangan darah yang akut

Jika darah hilang karena trauma atau pembedahan, maka baik penggantian sel darah merah maupun

volume darah dibutuhkan. Jika lebih dari separuh volume darah hlang, maka darah lengkap harus

diberikan; jika kurang dari separuh, maka konsentrat sel darah merah atau plasma expander yang

diberikan.

Transfusi darah prabedah

Anema defisiensi besi

Penderita defisiensi besi tidak dapat ditransfusikan, kecuali memang dibutuhkan untuk pembedahan

segera atau yang gagal berespon terhadap pengobatan pada dosis terapeutik penuh besi per oral.

Anemia yang berkaitan dengan kelainan menahun

Gagal ginjal

Anemia berat yang berkaitan dengan gagal ginjal seharusnya diobati dengan transfusi sel darah merah

maupun dengan eritropoetin manusia rekombinan.

Gagal sumsum tulang

Penderita gagal sumsum tulang karena leukimia, pengobatan sitotoksik, atau infiltrasi keganasan akan

membutuhkan bukan saja sel darah merah, namun juga komponen darah yang lain.

Penderita yang tergantung trasnfusi

Penderita sindrom talasemia berat, anemia aplastik, dan anemia sideroblastik membutuhkan transfusi

secara teratur setiap empat sampai enam minggu, sehingga mereka mampu menjalani kehidupan yang

normal.

Penderita sel bulan sabit

Beberapa penderita penyakit ini membutuhkan trasnfusi secara teratur, terutama setelah stoke, karena

“sindrom dada” berulang yang mengancam jiwa, dan selama kehamilan.

Penyakit hemolitik neonatus

Penyakit hemolitik neonatus juga dapat menjadi indikasi untuk transfusi pengganti, jika neonatus

mengalami hiperbilirubinemia berat atau anemia.

16

Page 17: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

Indikasi transfusi trombosit

Gagal sumsum tulang yangdisebabkan oleh penyakit atau pengobatan mielotoksik

Kelainan fungsi trombosit

Trombositopenia akibat pengenceran

Pintas kardiopulmoner

Purpura trombositopenia autoimun

Indikasi transfusi granulosit

Neutropenia persisten dan infeksi berat – Jika dihitung neutrofil terus-menerus kurang dari

0,2 x 109/L dan terdapat bukti jelas infeksi bakteri atau jamur yang tidak dapat dikendalikan dengan

pengobatan menggunakan antibotik yang tepat dalam 48-72 jam.

Fungsi neutrofil abnormal dan infeksi persisten

Sepsis neonatus

e. Cara pemberian

Sebelum melakukan transfusi darah, diperlukan persiapan sebagai berikut:

1. Cari pendonor dengan golongan darah yang cocok dengan resipien. Terutama golongan darah

mayor: ABO dan Rh.

2. Pendonor harus bebas dari penyakit menular, untuk itu dilakukan pemeriksaan skrining terhadap

antibodi dalam serum donor dengan tes antiglobulin indirek (tes Coombs indirek), dan tes

serologik untuk mendeteksi apakah adanya infeksi hepatitis, HIV, sifilis dan CMV.

3. Dilakukan crossmatch, yaitu suatu uji kompatibilitas donor dan resipien darah. Ada dua macam:

(1) mayor crossmatch: sel darah merah donor ditempatkan dalam serum resipien (untuk

mendeteksi antibodi resipien). (2) minor crossmatch: sel darah merah resipien ditempatkan dalam

serum donor (mendeteksi antibodi donor). Jika terjadi aglutinasi, maka tidak boleh dilakukan

transfusi.

4. Pemeriksaan klerikal. Setelah langkah 1-3 terpenuhi, lakukan pengambilan darah donor, bawa ke

dalam ruangan khusus. Jika sudah tersedia darah sebelumnya, pastikan label darah resipien dan

donor benar-benar cocok, baik etiket, nama, golongan darah, dan umur pendonor. Jangan sampai

tertukar (faktanya di lapangan banyak yang kurang teliti karena hal ini).

5. Hangatkan darah yang akan ditransfusi, dengan suhu lebih kurang sama dengan suhu tubuh.

6. Catat nadi, tensi, suhu dan respirasi resipien.

Saat melakukan transfusi:

1. Pasang infus dengan infus set darah (dengan alat penyaring), pertama diberi dulu larutan NaCl

fisiologik.

17

Page 18: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

2. Kemudian teteskan darah pelan-pelan pada 5 menit pertama, awasi jika ada reaksi alergi seperti

urtikaria, bronkospasme, rasa tidak enak dan menggigil. Tanda vital resipien harus dipantau secara

ketat.

3. Perhatikan kecepatan transfusi setelah 5 menit pertama: (1) untuk syok hipovolemik, beri tetesan

cepat. (2) normovolemik, tetesan 500 ml/6 jam. (3) pasien anemia kronis, penyakit jantung dan

paru, tetesan lambat yakni 500 ml/24 jam.

4. Jika terjadi reaksi yang tidak diinginkan, langsung stop transfusi, dan cari penyebab reaksi tranfusi

yang terjadi.

6. a. Primary Survey

Airway dengan proteksi servikal

1. Penilaian: Mengenal patensi airway dan penilaian cepat adanya obstruksi

Dilakukan dengan cara:

o Look: lihat adanya agitasi (tanda hipoksia), sianosis, retraksi dan penggunaan otot nafas

tambahan

o Listen: dengar adanya suara nafas tambahan misalnya snoring, gurgling, crowing sound,

dan stridor. Suara nafas tambahan menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.

o Feel: raba lokasi trakea

2. Pengelolaan

a. Melakukan triple air maneuver (head tilt, chin lift, jaw thrust)

b. Membersihkan airway dari benda asing

c. Memasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal

o Cara memasang pipa orofaringeal: Masukkan pipa orofaringeal sehingga berputar ke

arah belakang ketika memasuki mulut. Ketika pipa orofaringeal sudah masuk rongga

mulut dan mendekati dinding posterior faring, putarlah pipa sejauh 180 derajat ke posisi

yang tepat.

o Cara memasang pipa nasofaringeal: Masukkan pipa nasofaring melalui lubang hidung

dengan arah posterior membentu geris tegak lurus dengan permukaan wajah. Masukkan

dengan lembut sampai dasar nasofaring.

d. Memasang airway definitive: intubasi dan krikotiroidotomi dengan pembedahan

e. Melakukan jet insufflation dari airway dan mengetahui bahwa tindakan ini bersifat

sementara.

f. Menjaga leher dalam posisi netral, bila perlu secara manual, bila melakukan tindakan untuk

membebaskan airway.

g. Fiksasi leher setelah memasang aiway.

18

Page 19: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

Breathing: Ventilasi dan Oksigenasi

1. Penilaian

a. Buka leher dan dada sambil menjaga imobilisasi leher dan kepala

b. Tentukan laju dan dalamnya pernapasan

c. Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk menilai adanya deviasi trakea, ekspansi

thoraks simetris atau tidak, penggunaan otot tambahan, dan tanda-tanda cedera lainnya

d. Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor: menilai adanya udara atau darah

dalam rongga pleura

e. Auskultasi thoraks bilateral untuk memastikan masuknya udara ke dalam kedua paru.

2. Pengelolaan

a. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi

b. Ventilasi dengan alat bag-valve mask

c. Mengatasi tension pneumothoraks: Dekompresi segera dengan large-bore needle

insertion (sela iga II, linea mid-klavikula) atau WSD.

d. Menutup open pneumothoraks

e. Memasang sensor CO2 dari kapnograf pada ETT

f. Memasang pulse oxymeter

Circulation dengan kontrol perdarahan

1. Penilaian

a) Mengenali adanya sumber perdarahan eksternal yang fatal

b) Mengenali sumber perdarahan internal Sumber perdarahan Internal (tidak terlihat) adalah

perdarahan dalam rongga thoraks, abdomen, sekitar fraktur tulang panjang, retroperitoneal

akibat fraktur pelvis, atau sebagai akibat dari luka tembus dada/perut.

c) Menilai nadi: kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus-> nadi yang cepat dan kecil

merupakan tanda hipovolemia. Tidak ditemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan

pertanda diperlukannya resusitasi segera.

d) Menilai warna kulit —► wajah dan kulit pucat keabu-abuan merupakan tanda hipovolemia.

e) Memeriksa tekanan darah (bila ada waktu)

2. Pengelolaan

a) Tekanan langsung pada tempat perdarahan eksternal

b) Mengenal adanya perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah, serta konsultasi

bedah

c) Memasang 2 kateter intravena berukuran besar

d) Mengambil sampel darah untuk pemeriksaan darah rutin, analisa kimia, tes kehamilan,

golongan darah dan cross match, dan analisis gas darah

e) Memberikan cairan RL yang dihangatkan dan pemberian darah.

19

Page 20: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

f) Memasang pneumatic anti shock garment atau bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan

g) Cegah hipotermia

Disability: Pemeriksaan Neurologis Singkat

1. Tentukan tingkat kesadaran dengan menggunakan skor GCS

2. Nilai pupil : besar / diameter pupil, isokor atau tidak, dan reaksi terhadap cahaya

Penurunan kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigenasi dan atau penurunan perfusi

ke otak, atau disebabkan trauma langsung pada otak. Penurunan kesadaran menuntut

dilakukannya reevaluasl terhadap keadaan oksigenasi, ventilasi, dan perfusi.

Exposure / Environment

Buka seluruh pakaian penderita (dengan cara digunting) untuk memeriksa dan evaluasi

penderita. Setelah dibuka pasien harus diselimuti agar tidak kedinginan.

b. Secondary Survey

1. Riwayat AMPLE dan mekanisme cedera:

Dapatkan riwayat AMPLE dari penderita, keluarga atau petugas pra rumah sakit

Dapatkan anamnesis sebab cedera dan mekanisme cedera.

o Trauma tumpul

o Trauma tajam

o Perlukaan karena suhu panas/ dingin

o Bahan berbahaya (Hazard Material)

2. Kepala dan maksllofaslal

Penilaian

1. Inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan wajah untuk adanya laserasi, kontusio, fraktur,

dan luka termal

2. Re-evaluasi pupil

3. Re-evaluasi tingkat kesadaran dengan skor GCS

4. Penilaian mata untuk perdarahan, luka tembus, ketajaman penglihatan, dislokasi lensa,

dan adanya lensa kontak

5. Evaluasi saraf kranial

6. Periksa telinga dan hidung akan adanya kebocoran cairan serebrospinal

7. Periksa mulut untuk adanya perdarahan dan kebocoran cairan i serebrospinal, perlukaan

jaringan lunak, dan gigi goyang.

Pengelolaan

1. Jaga airway, pernapasan, dan oksigenasi

2. Kontrol perdarahan

20

Page 21: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

3. Cegah kerusakan otak sekunder

4. Lepaskan lensa kontak (jika ada)

3. Vertebra servikalis dan leher

Penilaian

1. Periksa adanya cedera tumpul atau tajam, deviasi trakea, dan penggunaan otot pernapasan

tambahan

2. Palpasi adanya nyeri, deformitas, pembengkakan, emfisema subkutan, deviasi trakea,

simetri pulsasi

3. Auskultasi arteri karotis akan adanya murmur

4. Minta foto servikal lateral

Pengelolaan: Jaga imobilisasi segaris dan proteksi servikal

4. Thoraks

Penilaian

a) Inspeksi dinding dada bagian depan, samping, dan belakang untuk adanya trauma tumpul

ataupun tajam, penggunaan otot pernapasan tambahan dan ekspansi kedua dinding thoraks

b) Auskultasi pada bagian depan dan basal untuk mendengarkan bunyi napas dan bunyi

jantung

c) Palpasi seluruh dinding dada untuk adanya trauma tajam/tumpul, emfisema subkutan,

nyeri tekan, dan krepitasi

d) Perkusi untuk menilai adanya redup atau hipersonor

Pengelolaan

a) Dekompresi rongga pleura dengan jarum atau tube thoracostomy sesuai indikasi

b) Sambungkan chest tube ke alat WSD

c) Jika terdapat luka terbuka thoraks, tutup luka dengan benar

d) Lakukan perikardiosintesis bila terdapat indikasi

e) Transfer penderita ke ruang operasi bila diperlukan

5. Abdomen

Penilaian

a) Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang untuk menilai adanya trauma tajam/tumpul

dan adanya perdarahan internal.

b) Auskultasi bising usus

c) Perkusi abdomen untuk menemukan nyeri lepas (ringan)

d) Palpasi abdomen untuk nyeri tekan, defans muskuler, nyeri lepas yang jelas, atau uterus

yang hamil

e) Lakukan foto pelvis

f) Bila diperlukan lakukan DPL atau USG abdomen

g) Bila hemodinamik normal, lakukan CT Scan abdomen

21

Page 22: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

Pengelolaan

a) Transfer penderita ke ruang operasi bila diperlukan

b) Bila ada indikasi, pasang PASG untuk kontrol perdarahan dari fraktur pelvis

6. Perineum / Rektum /Vagina

Penilaian perineum: Kontusio dan hematoma, laserasi, perdarahan uterus.

Penilaian rektum: Perdarahan rektum, tonus sfingter ani, keutuhan dinding rektum, fragmen

tulang, posisi prostat.

Penilaian vagina: Adanya darah daerah vagina, laserasi vagina.

7. Muskuloskeletal

Penilaian

o Inspeksi lengan dan tungkai akan adanya trauma tumpul / tajam, termasuk adanya laserasi,

kontusio, dan deformitas .

o Palpasi lengan dan tungkai akan adanya nyeri tekan, krepitasi, pergerakan abnormal, dan

sensorik.

o Palpasi semua arteri perifer untuk kuatnya pulsasi dan ekualitas

o Nilai pelvis untuk adanya fraktur dan perdarahan

o Inspeksi dan palpasi vertebra torakalis dan lumbalis untuk adanya trauma tajam/tumpul,

termasuk adanya kontusio, laserasi, nyeri tekan, deformitas, dan menilai sensorik

o Evaluasi foto pelvis akan adanya fraktur

o Mintakan foto ekstremitas sesuai indikasi

Pengelolaan

o Pasang atau perbaiki bidai sesuai indikasi

o Pertahankan imobilisasi vertebra torakalis dan lumbalis

o Pasang PASG sesuai indikasi untuk kontrol perdarahan dari fraktur pelvis, atau pasang kain

sekitar pelvis

o Pasang bidai untuk imobilisasi cedera ekstremitas

o Berikan serum anti tetanus

o Berikan obat-obatan sesuai indikasi atau petunjuk spesialis

o Pertimbangkan kemungkinan sindroma kompartemen

o Lakukan pemeriksaan neurovaskular lengkap dari ekstremitas

8. Neurologis

Penilaian

o Reevaluasi pupil dan tingkat kesadaran

o Tentukan skor GCS

o Evaluasi motorik dan sensorik dari keempat ekstremitas

22

Page 23: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

o Tentukan adanya tanda lateralisasi

Pengelolaan:

o Teruskan oksigenasi dan ventilasi

o Pertahankan immobilisasi penderita

7.a. Jenis-jenis luka dan penanganannya

Vulnus laceratum / VL adalah luka yang mengakibatkan

robek pada kulit dengan identifikasinya memiliki dimensi

panjang, lebar dan dalam. Biasanya vulnus laceratum

diakibatkan karena terjatuh, terkena ranting pohon, terkena

batu sehingga menimbulkan robekan pada kulit. Cara

mengatasi luka parut, bila ada perdarahan dihentikan terlebih

dahulu dengan cara menekan bagian yang mengeluarkan darah dengan kasa steril atau

saputangan/kain bersih. Kemudian cuci dan bersihkan sekitar luka dengan air dan sabun. Luka

dibersihkan dengan kasa steril atau benda lain yang cukup bersih. Perhatikan pada luka, bila dijumpai

benda asing (kerikil, kayu, atau benda lain ) keluarkan. Bila ternyata luka terlalu dalam, rujuk ke

rumah sakit. Setelah bersih dapat diberikan anti-infeksi lokal seperti povidon iodine atau kasa anti-

infeksi.

Vulnus excoriasi (Luka lecet) / VE : luka yang

diakibatkan terjadi gesekan dengan benda keras. Luka

memiliki panjang dan lebar. Sebagai contoh akibat

terjatuh dari motor sehingga terjadi gesekan antara

anggota tubuh dengan aspal. Cara penanganan: Pertama

yang harus dilakukan adalah membersihkan luka terlebih

dahulu menggunakan NaCl 0,9%, dan bersiaplah

mendengar teriakan pasien, karena jenis luka ini tidak memungkinkan kita melakukan

anastesi, namun analgetik boleh diberikan. Setelah bersih, berikan desinfektan. Perawatan

jenis luka ini adalah perawatan luka terbuka, namun harus tetap bersih, hindari penggunaan

iodine salep pada luka jenis ini, karena hanya akan menjadi sarang kuman, dan pemberian

iodine juga tidak perlu dilakukan tiap hari, karena akan melukai jaringan yang baru terbentuk.

Vulnus punctum (Luka tusuk) : Penyebab adalah benda runcing tajam atau sesuatu yang masuk ke

dalam kulit, merupakan luka terbuka dari luar tampak

kecil tapi didalam mungkin rusak berat, jika yang

mengenai abdomen/thorax disebut vulnus penetrosum

(luka tembus). Hal pertama ketika melihat pasien luka

tusuk adalah jangan asal menarik benda yang

23

Page 24: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

menusuk, karena bisa mengakibatkan perlukaan tempat lain ataupun mengenai pembuluh darah. Bila

benda yang menusuk sudah dicabut, maka yang harus kita lakukan adalah membersihkan luka dengan

cara menggunakan H2O2, kemudian didesinfktan. Lubang luka ditutup menggunakan kasa, namun

dimodifikasi sehingga ada aliran udara yang terjadi

Vulnus contussum (Luka kontusio) : Penyebabnya adalah benturan

benda yang keras. Luka ini merupakan luka tertutup, akibat dari

kerusakan pada soft tissue dan ruptur pada pembuluh darah

menyebabkan nyeri dan berdarah (hematoma) bila kecil maka akan

diserap oleh jaringan di sekitarya jika organ dalam terbentur dapat

menyebabkan akibat yang serius. Yang perlu dilakukan adalah

kompres dengan air dingin, karena akan mengakibatkan

vasokontriksi pembuluh darah, sehingga memampatkan pembuluh-pembuluh darah yang robek.

Vulnus insivum (Luka sayat) : Penyebab dari luka

jenis ini adalah sayatan benda tajam atau jarum

merupakan luka terbuka akibat dari terapi untuk

dilakukan tindakan invasif, tepi luka tajam dan licin.

yang perlu dilakukan adalah membersihkan dan

memberikan desinfektan.

Vulnus  schlopetorum : Penyebabnya adalah

tembakan, granat. Pada pinggiran luka  tampak

kehitam-hitaman, bisa tidak teratur kadang ditemukan corpus alienum. jangan langsung mengeluarkan

pelurunya, namun yang harus dilakukan adalah membersihkan luka dengan H2O2, berikan

desinfektan dan tutup luka. Biarkan luka selama setidaknya seminggu baru pasien dibawa ke ruang

operasi untuk dikeluarkan pelurunya. Diharapkan dalam waktu seminggu posisi peluru sudah mantap

dan tak bergeser karena setidaknya sudah terbentuk jaringan disekitar peluru.

Vulnus morsum (Luka gigitan): Penyebab adalah gigitan binatang atau manusia, kemungkinan

infeksi besar bentuk luka tergantung dari bentuk gigi. Cara penanganan: mengeluarkan racun yang

sempat masuk ke dalam tubuh korban dengan menekan sekitar luka sehingga darah yang sudah

tercemar sebagian besar dapat dikeluarkan dari luka tersebut. Tidak dianjurkan mengisap tempat

gigitan, hal ini dapat membahayakan bagi pengisapnya, apalagi yang memiliki luka walaupun kecil

di bagian mukosa mulutnya. Sambil menekan agar racunnya keluar juga dapat dilakukan

pembebatan( ikat) pada bagian proksimal dari gigitan, ini bertujuan untuk mencegah semakin

24

Page 25: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

tersebarnya racun ke dalam tubuh yang lain. Selanjutnya segera mungkin dibawa ke pusat

kesehatan yang lebih maju untuk perawatan lanjut.

Vulnus perforatum : Luka jenis ini merupakan luka

tembus atau luka jebol. Penyebab oleh karena panah,

tombak atau proses infeksi yang meluas hingga

melewati selaput serosa/epithel organ jaringan.

Vulnus

amputatum : Luka potong, pancung

dengan penyebab benda tajam ukuran

besar/berat, gergaji. Luka membentuk

lingkaran sesuai dengan organ yang

dipotong. Perdarahan hebat, resiko infeksi

tinggi, terdapat gejala pathom limb.

Vulnus combustion (Luka bakar) :

Penyebab oleh karena thermis, radiasi,

elektrik ataupun  kimia  Jaringan kulit rusak

dengan berbagai derajat mulai dari lepuh

(bula-carbonisasi/hangus). Sensasi nyeri dan

atau anesthesia.

b. Selulitis/flegmon difus: radang akut jaringan ikat yang luas disertai pembentukan nanah akibat

infeksi streptokokus atau S.aureus.

c. Folikulitis: Radang folikel rambut akibat infeksi stafilokokus

d. Furunkel: Bila radang folikel berlanjut, akan membentuk benjolan yang kemudian melunak,

memberikan gejala fluktuasi (disebut furunkel atau abses). Bila abses ini pecah dan nanah keluar,

furunkel ini dapat sembuh sendiri.

e. Karbunkel: Gabungan furunkel yang letaknya dalam, membentuk beberapa lubang tempat

keluarnya nanah. Tengkuk merupakan lokasi tersering karbunkel. Terapinya berupa berupa

25

Page 26: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

debrideman yang adekuat dan pembukaan sema septa jaringan ikat yang membatasi rongga bases,

diikuti dengan penyaliran.

8. Gambaran dan tindakan:

a. Soft tissue tumor

Kista : Kumpulan cairan atau massa setengah cair dalam satu kantong yang tipis.Bila isi tidak terlalu

padat, pada perabaan dapat dirasakan tanda khas kista yakni fluktuasi, yang terjadi akibat penerusan

tekanan ke semua arah dengan sama rata.

1. Kista Aterom

Kista sebasea, atau kista aterom, terbentuk akibat sumbatan kelenjar sebasea sehingga produk

kelenjar yang seperti bubur putih abu-abu (aterom) terkumpul dalam satu kantong tipis. Kista sebasea

membesar secara perlahan, dapat timbul di semua kulit kecuali telapak tangan dan kaki yang tidak

mengandung kelenjar sebasea.

Kista berbentuk tumor yang kurang lebih bulat. Karena kelenjar sebasea terletak di dermis,

kista melekat pada dermis tetapi bebas dari dasarnya. Muara kelenjar yang tersumbat menjadi puncak

kista (pungta) yang tampak sebagai titik berwarna kebiruan dermis.

Kista dapat terinfeksi sehingga cepat membesar karena proses inflamasi. Bila proses ini

berlanjut, isinya berubah menjadi nanah, membentuk abses. Pembuangan kista harus tuntas sampai

dengan menyertakan dindingnya terangkat; bila ada yang tertinggal, kista akan muncul kembali

karena dinding kista merupakan sel kelenjar sebasea yang selalu bermitosis dan memproduksi aterom

2. Kista Dermoid

Kista dermoid adalah kelainan bawaan yang timbul di

daerah fusi embrional ektoderm. Kista ini umumnya terdapat

di daerah muka, terutama di daerah pinggir luar atas tulang

orbita dan pangkal hidung. Kista juga dapat timbul di

abdomen, ovarium, punggung, rafe median skrotum, dan

perineum.

Kista teraba kenyal karena dindingnya merupakan

bahan dermis yang liat dan isinya penuh berupa cairan seperti minyak, kadang mengandung unsur

rambut berupa lanugo. Kista bebas dari kulit di atasnya; pada wajah, kista menempel di periosteum.

3. Kista Epidermoid

Bila karena sesuatu trauma terdapat sel epidermis

yang masuk ke subkutis dan kemudian luka akibat trauma

tersebut sembuh sendiri, sel epidermis tersebut akan

membentuk kista setelah mengalami mitosis berulang kali.

Kista berbentuk bulat, berdinding tebal, dan berisi

seluruh elemen epidermis serta sisik/keratin yang lepas.

26

Page 27: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

Kista epidermoid biasa ditemukan di telapak kaki atau tangan yang epidermisnya tebal dan sering

mengalami trauma dermis

4. Ganglion

Ganglion adalah kista yang melekat pada sarung tendon atau kapsul sendi, berisi cairan

bening kental hasil sekresi sel sinovial yang melapisi dinding dalamnya. Ganglion terletak di subkutis,

umumnya di atas sendi pergelangan tangan dan pergelangan kaki, atau di daerah prapoplitea. Pada

palpasi, ganglion teraba kenyal karena isinya penuh dan dindingnya liat. Ganglion ditangani dengan

pengangkatan kista atau aspirasi isinya disusul dengan penyuntikan kortikosteroid pada rongga kista

yang telah kosong.

Keratosis Seboroik : Keratosis seboroik adalah

tumor jinak yang sering dijumpai pada orang tua

berupa tumor kecil atau makula hitam yang

menonjol diatas permukaan kulit. Keratosis

seboroik adalah tumor jinak yang berasal dari

proliferasi epidermal, sering dijumpai pada

orang tua dan biasanya asimtomatik. Keratosis

seboroik mempunyai sinonim nevus seboroik,

kutil senilis, veruka seboroik senilis, papiloma sel basal.

Veruka Vulgaris : Bentuk ini paling sering ditemui

pada anak-anak tetapi dapat juga pada orang dewasa dan

orang tua. Tempat predileksi utamanya adalah

ekstremitas bagian ekstensor.

Acrochordon (skin tag) : Acrochordon memiliki sinonim skin tag, fibroepitelial polips,

fibroma pendularis, fibroepitelial papilloma. Merupakan tumor

epitel kulit yang berupa penonjolan pada permukaan kulit yang

bersifat lunak dan berwarna seperti daging atau hiperpigmentasi,

melekat pada permukaan kulit dengan sebuah tangkai dan biasa

juga tidak bertangkai.

Neurofibromatosis : kelainan

genetik, dimana neurofibroma muncul pada kulit

27

Page 28: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

dan bagian tubuh lainnya. Neurofibroma adalah benjolan seperti daging yang lembut, yang berasal

dari jaringan saraf.

Neurofibroma merupakan pertumbuhan dari sel Schwann (penghasil selubung saraf atau mielin) dan

sel lainnya yang mengelilingi dan menyokong saraf-saraf tepi (saraf perifer, saraf yang berada di luar

otak dan medula spinalis). Pertumbuhan ini biasanya mulai muncul setelah masa pubertas dan bisa

dirasakan dibawah kulit sebagai benjolan kecil.

Keloid : Pembentukan jaringan parut

berlebihan yang tidak sesuai dengan beratnya

trauma. Kecenderungan timbul keloid  lebih

besar pada kulit berwarna gelap.

Keratoakantoma : Tumor kulit jinak yang berupa

benjolan bulat dan keras, biasanya berwarna seperti

daging dengan bagian tengah seperti kawah yang

mengandung bahan lengket. Diduga sinar matahari

memegang peran yang penting dalam terjadinya

keratoakantoma.

Nevus Pigmentosus : Tumor yang

berwarna hitam atau hitam kecokelatan,

karena sel melanosit mengandung

pigmen melanin.

Xanthelasma : Bentuk yang

paling sering ditemukan diantara xantoma,

terdapat pada kelopak mata, khas dengan

papula/plak yang lunak memanjang

berwarna kuning-oranye, biasanya pada

kantus bagian dalam.

28

Page 29: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

Lipoma : Tumor jinak jaringan lemak yang berada di bawah kulit yang tumbuh lambat,

berbentuk lobul masa lunak yang dilapisi oleh pseudokapsul tipis berupa jaringan fibrosa.

Tumor ganas:

Karsinoma sel basal, adalah keganasan yang

tumbuh lambat dan menyebabkan sedikitnya

tigaperempat keganasanpada seri klinik. Lesi ini

seperti lilin dan berwarna kuning keabuan dan

sering ada telangiektasis di bawah kulit.

Kebanyakan kanker sel basal timbul di leher dan kepala. Mereka cenderug

menginvasi dan mengerosi ke dalam struktur profunda termasuk tengkorak, orbita,

atau otak, jika tidak diobati.

Karsinoma sel skuamosa, biasanya muncul

sebagai ulserasi kulit yang cenderung tumbuh

cepat daripada karsinoma sel basal. Biopsy

diperlukan untuk membedakan lesi ini dari jenis

karsinoma kulit lainnya. Juga paling sering

terjadi di kepala dan leher. Gambaran khas

adalah ulkus dengan tepi timbul menyerupai

kawah gunung berapi. Karsinoma sel skuamosa

lebih ganas daripada sel basal dan akan

bermetastasis ke limfonodus regional. Kanker sel skuamosa ditemukan pada daerah

yang sering teriritasi seperti tepi bibir, atau daerah dermatitis pascaradiasi, atau

ulserasi pada jaringan parut pasca terbakar lama. Penyakit Bowen merupakan

penyakit karsinoma sel skuamosa in situ yang tumbuh lambat dimana eksisi

dianjurkan.

Hemangiomaperisitoma, adalah

tumor ganas yang berasal dari

angioblastik dan mungkin merupakan

29

Page 30: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

varian tumor glomus. Prognosisnya jelas buruk, dengan hanya 27% harapan hidup 5

tahun bebas peyakit.

9.a. Macam-macam jahitan luka

1. Jahitan Simpul Tunggal

Sinonim : Jahitan Terputus Sederhana, Simple Inerrupted Suture

Merupakan jenis jahitan yang sering dipakai. digunakan juga untuk jahitan situasi.

Teknik : – Melakukan penusukan jarum dengan jarak antara setengah sampai 1 cm ditepi luka dan

sekaligus mengambil jaringan subkutannya sekalian dengan menusukkan jarum secara tegak lurus

pada atau searah garis luka.

– Simpul tunggal dilakukan dengan benang absorbable denga jarak antara 1cm.

– Simpul di letakkan ditepi luka pada salah satu tempat tusukan

– Benang dipotong kurang lebih 1 cm.

2. Jahitan matras Horizontal

Sinonim : Horizontal Mattress suture, Interrupted mattress

Jahitan dengan melakukan penusukan seperti simpul, sebelum disimpul dilanjutkan dengan penusukan

sejajar sejauh 1 cm dari tusukan pertama.

Memberikan hasil jahitan yang kuat.

3. Jahitan Matras Vertikal

Sinonim : Vertical Mattress suture, Donati, Near to near and far to far

Jahitan dengan menjahit secara mendalam dibawah luka kemudian dilanjutkan dengan menjahit tepi-

tepi luka. Biasanya menghasilkan penyembuhan luka yang cepat karena di dekatkannya tepi-tepi luka

oleh jahitan ini.

4. Jahitan Matras Modifikasi

Sinonim : Half Burried Mattress Suture

Modifikasi dari matras horizontal tetapi menjahit daerah luka seberangnya pada daerah subkutannya.

5. Jahitan Jelujur sederhana

Sinonim : Simple running suture, Simple continous, Continous over and over

Jahitan ini sangat sederhana, sama dengan kita menjelujur baju. Biasanya menghasilkan hasiel

kosmetik yang baik, tidak disarankan penggunaannya pada jaringan ikat yang longgar.

6. Jahitan Jelujur Feston

Sinonim : Running locked suture, Interlocking suture

Jahitan kontinyu dengan mengaitkan benang pada jahitan sebelumnya, biasa sering dipakai pada

jahitan peritoneum. Merupakan variasi jahitan jelujur biasa.

7. Jahitan Jelujur horizontal

30

Page 31: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

Sinonim : Running Horizontal suture

Jahitan kontinyu yang diselingi dengan jahitan arah horizontal.

8. Jahitan Simpul Intrakutan

Sinonim : Subcutaneus Interupted suture, Intradermal burried suture, Interrupted dermal stitch.

Jahitan simpul pada daerah intrakutan, biasanya dipakai untuk menjahit area yang dalam kemudian

pada bagian luarnya dijahit pula dengan simpul sederhana.

9. Jahitan Jelujur Intrakutan

Sinonim : Running subcuticular suture, Jahitan jelujur subkutikular

Jahitan jelujur yang dilakukan dibawah kulit, jahitan ini terkenal menghasilkan kosmetik yang baik

Keterangan gambar. Jahitan Luka: A. Jahitan simpul tunggal, B, Matras vertikal, C. Matras

horizontal, D. Subkutikuler kontinyu, E. Matras horizontal half burried, F. Continous over and over

b. Macam-macam benang jahit

Menurut kemampuan tubuh untuk menyerap, benang dibagi menjadi:

Benang yang terserap (absorbable) terbuat dari bahan yang umumnya tidak menimbulkan

reaksi jaringan karena bukan bahan biologis

o Alami

Plain cat gut: murni tanpa campuran, cepat diserap tubuh (1 minggu)

Chromic cat gut: bercampur asam kromat, diserap tubuh lebih lama ±2-3

minggu

o Sintetis: Vycril, Monocryl

Benang yang tidak diserap oleh tubuh

31

Page 32: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

o Biologik: Silk

o Sintetis: Mersilen, prolene, ethilon

c. Tahap penyembuhan luka

Terdapat 3 macam tipe penyembuhan luka, dimana pembagian ini dikarakteristikkan dengan

jumlah jaringan yang hilang.

1) Primary Intention Healing (penyembuhan luka primer) yaitu penyembuhan yang terjadi

segera setelah diusahakan bertautnya tepi luka biasanya dengan jahitan. Penyembuhan

luka dengan alat bantu seperti jaritan, klip atau tape. Pada penyembuhan primer ini,

kehilangan jaringan minimal dan pinggiran luka ditutup dengan alat bantu.

Menghasilkan skar yang minimal. Misalnya; luka operasi, laserasi dan lainnya. Luka-

luka yang bersih sembuh dengan cara ini, misalnya luka karena operasi, luka kecil yang

bersih. Penyembuhannya tanpa komplikasi, penyembuhan dengan cara ini berjalan cepat

dan hasilnya secara kosmetis baik.

2) Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder) yaitu luka yang tidak

mengalami penyembuhan primer. Tipe ini dikarakteristikkan oleh adanya luka yang luas

dan hilangnya jaringan dalam jumlah besar. Proses penyembuhan terjadi lebih kompleks

dan lebih lama. Luka jenis ini biasanya tetap terbuka. Penyembuhan luka pada tepi kulit

yang tidak dapat menyatu dengan cara pengisian jaringan  granulasi dan kontraksi. Pada

penyembuhan ini, terdapat kehilangan jaringan yang cukup luas, menghasilkan scar

lebih luas, dan memiliki resiko terjadi infeksi.  Misalnya pada leg ulcers, multiple

trauma, ulkus diabetik, dan lainnya. Penyembuhan pada luka terbuka adalah

melalui jaringan granulasi dansel epitel yang bermigrasi. Luka-luka yang lebar dan

terinfeksi, luka yang tak dijahit, luka bakar, sembuh dengan cara ini. Setelah luka

sembuh akan timbul jaringan parut

3) Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka tertier) yaitu luka yang dibiarkan terbuka

selama beberapa hari setelah tindakan debridement. Setelah diyakini bersih, tepi luka

dipertautkan (4-7 hari). Luka ini merupakan tipe penyembuhan luka yang terakhir.

Ketika luka terinfeksi atau terdapat benda asing dan memerlukan perawatan luka/

pembersihan luka secara intensif maka luka tersebut termasuk penyembuhan primer

yang terlambat. Penyembuhan luka tersier diprioritaskan menutup dalam 3-5 hari

berikutnya. Misalnya luka terinfeksi, luka infeksi pada abdomen dibiarkan terbuka untuk

mengeluarkan drainase sebelum ditutup kembali, dan lainnya. Disebut pula delayed

primary closure. Terjadi pada luka yang dibiarkan terbuka karena adanya kontaminasi,

kemudian setelah tidak ada tanda-tanda infeksi atau granulasi sudah baik, baru dilakukan

jahitan sekunder ( secondary suture ), yang dilakukan setelah hari keempat, bila tanda-

tanda infeksi telah hilang.

32

Page 33: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

Proses Penyembuhan Luka

Proses penyembuhan luka merupakan proses yang dinamis 5. Proses ini tidak hanya terbatas

pada proses regenerasi yang bersifat lokal, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor endegon seperti;

umur, nutrisi, imunologi, pemakaian obat-obatan, kondisi metabolik 6. Fase-fase penyembuhan luka

dapat dibagi menjadi tiga fase 1,2,5, yaitu;

Gambar 2. Proses penyembuhan luka

1. Fase inflamasi

Fase yang terjadi ketika awal terjadinya luka atau cedera (0-3 hari). Pembuluh kapiler yang

cedera mengalami kontraksi dan trombosis memfasilitasi hemostasis. Iskemik pada luka melepaskan

histamin dan agen kimia vasoaktif lainnya yang menyebabakan vasodilatasi disekitar jaringan. Aliran

darah akan lebih banyak ke daerah sekitar jaringan dan menghasilkan eritema, pembengkakan, panas

dan rasa tidak nyaman seperti rasa sensasi berdenyut. Respon pertahanan melawan patogen dilakukan

oleh PMN (Polimononuklear) atau leukosit dan makrofag ke daerah luka. PMN akan melindungi luka

dari invasi bakteri ketika makrofag membersihkan debris pada luka.

2. Fase rekontruksi

Fase ini akan dimulai dari hari ke-2 sampai 24 hari (6 minggu). Fase ini dibagi menjadi fase

destruktif dan fase proliferasi atau fibroblastik fase.  Ini merupakan fase dengan aktivitas yang tinggi

yaitu suatu metode pembersihan dan  penggantian jaringan sementara. PMN akan membunuh bakteri

patogen dan makrofag memfagosit bakteri yang mati dan debris dalam usaha membersihkan luka.

Selain itu, makrofag juga sangat penting dalam proses penyembuhan luka karena dapat menstimulasi

fibriblastik sel untuk membuat kolagen

Angiogenesis akan terjadi untuk membangun jaringan pembuluh darah baru. Kapiler baru

yang terbentuk akan terlihat pada kemerahan (ruddy), jaringan granulasi tidak rata atau bergelombang

33

Page 34: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

(bumpy). Migrasi sel epitel terjadi diatas dasar luka yang bergranulasi. Sel epitel bergranulasi dari tepi

sekitar luka atau dari folikel rambut, kelenjar keringat atau kelejar sebasea dalam luka. Mereka

nampak tipis, mengkilap (translucent film) melewati luka. Sel tersebut sangat rapuh dan mudah

dihilangkan dengan sesuatu yang lain daripada pembersihan dengan hati-hati. Migrasi berhenti ketika

luka menutup dan mitosis epetilium menebal ke lapisan ke 4-5 yang diperlukan untuk membentuk

epidermis

Fase kontraksi terjadi selama proses rekontruksi yang menggambarkan tepi luka secara

bersamaan dalam usaha mengurangi daerah permukaan luka, sehingga pengurangan jumlah jaringan

pengganti diperlukan. Kontraksi luka terlihat baik diikuti dengan pelepasan selang drainase luka. Pada

umumnya, 24-48 jam diikuti dengan pelepasan selang drain, tepi dari sinus dalam keadaan tertutup

3. Fase maturasi

Merupakan fase remodeling, dimana fungsi utamanya adalah meningkatkan kekuatan

regangan pada luka. Kolagen asli akan diproduksi selama fase rekonstruksi yang diorganisir dengan

kekuatan regangan yang minimal. Selama masa maturasi, kolagen akan perlahan-lahan digantikan

dengan bentuk yang lebih terorganisasi, menghasilkan peningkatan kekuatan regangan. Ini bertepatan

dengan penurunan dalam vaskularisasi dan ukuran skar. Fase ini biasanya membutuhkan waktu antara

24 hari sampai  1 tahun.

Penyembuhan luka adalah suatu proses yang kompleks dengan melibatkan banyak sel.  Proses

dasar biokimia dan selular yang sama terjadi dalam penyembuhan semua cedera jaringan lunak, baik

luka ulseratif kronik (dekubitus dan ulkus tungkai), luka traumatis (laserasi, abrasi, luka bakar atau

luka akibat pembedahan 13. Pada gambar 3 dapat dilihat proses penyembuhan luka dari fase

inflamasi, fase proliferatif dan fase maturasi dan pada bagan 1 dapat dilihat bagaimana fisiologi

penyembuhan luka.

Gambar 3. Proses penyembuhan luka sesuai fase inflamasi (6 jam setelh kecelakaan), fase proliferatif

(hari pertama dan hari kedua), dan fase maturasi (Hari ke tujuh)

d. Bahan-bahan asepsis dan antisepsis

1. Alkohol dan turunannya

34

Page 35: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

2. Fenol dan turunannya3. Aldehid4. Biguanida5. Halogen dan bahan pelepas halogen6. Senyawa Logam berat dan turunannya7. Senyawa Amonium Kuartener8. Anilida9. Bisphenol10. Peroksigen

10. Jenis-jenis anestesi lokal: infiltrasi

a. Anestesi local

Anestesi lokal, seperti namanya, digunakan untuk operasi kecil pada bagian tertentu tubuh.

Suntikan anestesi diberikan di sekitar area yang akan dioperasi untuk mengurangi rasa sakit.

Anestesi juga dapat diberikan dalam bentuk salep atau semprotan. Sebuah anestesi lokal

akan membuat pasien terjaga sepanjang operasi, tapi akan mengalami mati rasa di sekitar

daerah yang diperasi.

Anestesi lokal memiliki pengaruh jangka pendek dan cocok digunakan untuk operasi minor

dan berbagai prosedur yang berkaitan dengan gigi.

2. Anestesi regional

Anestesi regional diberikan pada dan di sekitar saraf utama tubuh untuk mematikan

bagian yang lebih besar. Pada prosedur ini pasien mungkin tidak sadarkan diri selama

periode waktu yang lebih panjang. Di sini, obat anestesi disuntikkan dekat sekelompok saraf

untuk menghambat rasa sakit selama dan setelah prosedur bedah. Ada dua jenis utama dari

anestesi regional, yang meliputi:

- Anestesi spinal

Anestesi spinal atau sub-arachnoid blok (SAB) adalah bentuk anestesi regional yang

disuntikkan ke dalam tulang belakang pasien. Pasien akan mengalami mati rasa pada leher

ke bawah. Tujuan dari anestesi ini adalah untuk memblokir transmisi sinyal saraf. Setelah

sinyal sistem saraf terblokir, pasien tidak lagi merasakan sakit. Biasanya pasien tetap sadar

selama prosedur medis, namun obat penenang diberikan untuk membuat pasien tetap tenang

selama operasi. Jenis anestesi ini umumnya digunakan untuk prosedur pembedahan di

pinggul, perut, dan kaki.

- Anestesi epidural

Anestesi epidural adalah bentuk anestesi regional dengan cara kerja mirip anestesi spinal.

Perbedaannya, anestesi epidural disuntikkan di ruang epidural dan kurang menyakitkan

daripada anestesi spinal. Epidural paling cocok digunakan untuk prosedur pembedahan pada

panggul, dada, perut, dan kaki.

35

Page 36: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

3. Anestesi umum

Anestesi umum ditujukan membuat pasien sepenuhnya tidak sadar selama operasi. Obat

bius biasanya disuntikkan ke tubuh pasien atau dalam bentuk gas yang dilewatkan melalui

alat pernafasan. Pasien sama sekali tidak akan mengingat apapun tentang operasi karena

anestesi umum mempengaruhi otak dan seluruh tubuh. Selama dalam pengaruh anetesi,

fungsi tubuh yang penting seperti tekanan darah, pernapasan, dan suhu tubuh dipantau

secara ketat.

11. Bedah minor

Adapun yang termasuk di dalam kelompok alat bedah minor berdasarkan Bachsinar 1992 adalah:

b. Nald vooder/Needle Holder/Nald Heacting. Gunanya adalah untuk memegang jarum jahit (nald

heacting) dan sebagai penyimpul benang.

c. Gunting

- Gunting Diseksi (disecting scissor)

Gunting ini ada dua jenis yaitu, lurus dan bengkok. Ujungnya biasanya runcing. Terdapat dua tipe

yang sering digunakan yaitu tipe Moyo dan tipe Metzenbaum.

- Gunting Benang

Ada dua macam gunting benang yaitu bengkok dan lurus, kegunaannya adalah memotong benang

operasi, merapikan lukan.

- Gunting Pembalut/Perban

Kegunaannya adalah untuk menggunting plester dan pembalut. 

d. Pisau Bedah

Pisau bedah terdiri dari dua bagian yaitu gagang dan mata pisau (mess/bistouri/blade).

Kegunaanya adalah untuk menyayat berbagai organ atau bagian tubuh manusia. Mata pisau

disesuaikan dengan bagian tubuh yang akan disayat.

e. Klem (Clamp)

- Klem Arteri Pean. Ada dua jenis yang lurus dan bengkok. Kegunaanya adalah untuk hemostatis

untuk jaringan tipis dan lunak.

- Klem Kocher. Ada dua jenis bengkok dan lurus. Sifatnya mempunyai gigi pada ujungnya

seperti pinset sirugis. Kegunaannya adalah untuk menjepit jaringan.

- Klem Allis. Penggunaan klem ini adalah untuk menjepit jaringan yang halus dan menjepit

tumor.

- Klem Babcock. Penggunaanya adalah menjepit dock atau kain operasi.

f. Retraktor (Wound Hook)

Retraktor langenbeck, US Army Double Ended Retraktor dan Retraktor Volkman penggunaannya

adalah untuk menguakan luka.

g. Pinset

36

Page 37: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

Pinset Sirugis. Penggunaannya adalah untuk menjepit jaringan pada waktu diseksi dan

penjahitan luka, memberi tanda pada kulit sebelum memulai insisi.

Pinset Anatomis. Penggunaannya adalah untuk menjepit kassa sewaktu menekan luka, menjepit

jaringan yang tipisdan lunak.

Pinset Splinter. Penggunaannya adalah untuk mengadaptasi tepi-tepi luka ( mencegah

overlapping).

h. Deschamps Aneurysm Needle 

Penggunaannya adalah untuk mengikat pembuluh darah besar.

i. Wound Curet

Penggunaannya dalah untuk mengeruk luka kotor, mengeruk ulkus kronis.

j. Sonde (Probe)

Penggunaannya adalah untuk penuntun pisau saat melakukan eksplorasi, dan

mengetahuikedalam luka.

k. Korentang

Penggunaannya adalah untuk mengambil instrumen steril, mengambil kassa, jas operasi,

doek,dan laken steril.

l. Jarum Jahit

Penggunaanya adalah untuk menjahit luka yang dan menjahit organ yang rusak

lainnya.Untuk menjahit kulit digunakan yang berpenampang segitiga agar lebih mudah mengiris

kulit (scharpenald). Sedangkan untuk menjahit otot dipakai yang berpenampang bulat ( rounde

nald )

37

Page 38: Soal Ilmu Bedah

Tugas Dasar Ilmu Bedah – Patricia Hapsari 112014183

12. Vaksin tetanus toksoid adalah vaksin yang mengandung toksoid tetanus yang telah dimurnikan

dan terabsorbsi ke dalam 3 mg/ml alumunium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai

pengawet. Satu dosis 0,5 ml vaksin mengandung potensi sedikitnya 40 intra unit.

Manfaat:

Mencegah tetanus pada bayi baru lahir (diberikan pada wanita usia subur atau ibu hamil).

Mencegah tetanus pada ibu bayi.

Dapat digunakan oleh siapa saja yang terluka seperti terkena benda berkarat, jatuh di jalan

raya.

a. Indikasi: Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tetanus.

b. Kontraindikasi:

1.      Individu dengan alergi vaksin

2.      Individu yang dengan imuno defisiensi

38