Post on 12-Jan-2016
description
Laporan Praktikum Farmakologi
Diuretik
Instruktur :
dr. Izzidin Fadil dr. Desi Vera Buana
Disusun Oleh :
Kelompok 5
1. Sulistiani2. T. Fadhil Al Furqan3. Intan Rahmayani4. Yuliana Syarmila5. Qashdina Sutrisni6. Sulistio7. Misrul Dhiafah Utami8. Irma Yulia9. Diajeng Dara Rahmi Arsita10. Rivandi Maulana11. Wahyu Zutianda12. Zahra Fona13. Maulana Bayhaqi
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA
LAMPOH KEUDE ACEH BESAR
Judul Praktikum : Diuretik
Tanggal Praktikum : Selasa, 3 Februuari 2015
Tujuan Praktikum : Untuk melihat efek obat diuretik furosemide dan spironolakton
terhadap jumlah urine (diuresis) terhadap hewan coba kelnci.
Tinjauan Kepustakaan
Diuretik adalah suatu obat yang dapat meningkatkan jumlah urine (diuresis) dengan
jalan menghambat reabsorpsi air dan natrium serta mineral lain pada tubulus ginjal. Dengan
demikian bermanfaat untuk menghilangkan udema dan mengurangi free load. Kegunaan
diuretik terbanyak adalah untuk antihipertensi dan gagal jantung. Pada gagal jantung, diuretik
akan mengurangi atau bahkan menghilangkan cairan yang terakumulasi di jaringan dan paru
paru, di samping itu berkurangnya volume darah akan mengurangi kerja jantung.
Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi respon diuretik.
1. Pertama, tempat kerja diuretik di ginjal. Diuretik yang bekerja pada daerah yang
reabsorbsi natrium sedikit, akan memberi efek yang lebih kecil bila dibandingkan
dengan diuretik yang bekerja pada daerah yang reabsorbsi natrium banyak.
2. Status fisiologi dari organ. Misalnya dekompensasi jantung, sirosis hati, gagal
ginjal. Dalam keadaan ini akan memberikan respon yang berbeda terhadap
diuretik.
3. Interaksi antara obat dengan reseptor .Kebanyakan bekerja dengan mengurangi
reabsorpsi natrium, sehingga pengeluarannya lewat kemih dan juga air
diperbanyak.
Mekanisme kerja diuretika
Kebanyakan diuretika bekerja dengan mengurangi reabsorpsi natrium, sehingga
pengeluarannya lewat kemih dan demikian juga dari air-diperbanyak. Obat-obat ini bekerja
khusus terhadap tubuli, tetapi juga ditempat lain, yakni:
1. Tubuli proksimal.
Ultrafiltrat mengandung sejumlah besar garam yang di sini direabsorpsi secera aktif
untuk 70%, antara lain ion Na+ dan air, begitu pula glukosa dan ureum. Karena reabsopsi
belangsung secara proporsional, maka susunan filtrat tidak berubah dan tetap isotonis terhap
plama. Diuretik osmosis bekerja di tubulus proksimal dengan merintangi rabsorpsi air dan
natrium.
2. Lengkungan Henle.
Di bagian menaiknya ca 25% dari semua ion Cl- yang telah difiltrasi direabsorpsi
secara aktif, disusul dengan raborpsi pasif dari Na+ dan K+, tetapi tanpa air, hingga filtrat
menjadi hipotonis. Diuretika lengkungan bekerja terutama di sini dengan merintangi transpor
Cl- begitupula reabsorpsi Na+, pengeluaran air dan K+diperbanyak .
3. Tubuli distal.
Dibagian pertmanya, Na+ dirabsorpsi secara aktif tanpa air hingga filtrat menjadi lebi
cair dan lebih hipotonis. Senyawa tiazida dan klortalidon bekerja di tempat ini dengan
memperbanyak eksresi Na+ dan Cl- sebesar 5-10%. Pada bagian keduanya, ion Na+ ditukarkan
dengan ion K+ atau NH4+ proses ini dikendalikan oleh hormon anak ginjal aldosteron.
Antagonis aldosteron dan zat-zat penghemat kalium bekerja di sini dengan mengekskresi
Na+ dan retensi K+ .
4. Saluran Pengumpul.
Hormon antidiuretik (ADH) dan hipofise bekerja di sini dengan mempengaruhi
permeabilitas bagi air dari sel-sel saluran ini.
B. Penggolongan diuretik
Diuretik dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yakni :
a. Diuretik Kuat
Diuretik kuat ini bekerja pada Ansa Henle bagian asenden pada bagian dengan epitel
tebal dengan cara menghambat transport elektrolit natrium, kalium, dan klorida.Obat-obat ini
berkhasiat kuat dan pesat tetapi agak singkat (4-6). Banyak digunakan dalam keadaan akut,
misalnya pada udema otak dan paru-paru. Memiliki kurva dosis-efek curam, yaitu bila dosis
dinaikkan efeknya senantiasa bertambah. Contoh obatnya adalah furosemida yang merupakan
turunan sulfonamid dan dapat digunakan untuk obat hipertensi. Mekanisme kerjanya dengan
menghambat reabsorpsi Na dan Cl di bagian ascending dari loop Henle (lengkungan Henle)
dan tubulus distal, mempengaruhi sistem kontrasport Cl-binding, yang menyebabkan naiknya
eksresi air, Na, Mg, dan Ca. Contoh obat paten: frusemide, lasix, impugan. Yang termasuk
diuretik kuat adalah ; asam etakrinat, furosemid dan bumetamid.
b. Diuretic hemat kalium
Diuretik hemat kalium ini bekerja pada hilir tubuli distal dan duktus koligentes daerah
korteks dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan sekresi kalium dengan jalan
antagonisme kompetitif (sipironolakton) atau secara langsung (triamteren dan amilorida).
Efek obat-obat ini lemah dan khusus digunakan terkominasi dengan diuretika lainnya untuk
menghemat kalium. Aldosteron enstiulasi reabsorpsi Na dan ekskresi K, proses ini dihambat
secara kompetitif oleh antagonis alosteron. Contoh obatnya adalah spironolakton yang
merupakan pengambat aldosteron mempunyai struktur mirip dengan hormon alamiah.
Kerjanya mulai setelah 2-3 hari dan bertahan sampai beberap hari setelah pengobatan
dihentikan. Daya diuretisnya agal lemah sehingga dikombinasikan dengan diuretika lainnya.
Efek dari kombinasi ini adalah adisi. Pada gagal jantung berat, spironolakton dapat
mengurangi resiko kematian sampai 30%. Resorpsinya di usus tidak lengkap dan diperbesar
oleh makanan. Dalam hati, zat ini diubah menjadi metabolit aktifnya, kanrenon, yang
diekskresikan melalui kemih dan tinja, dalam metabolit aktif waktu paruhnya menjadi lebih
panjang yaitu 20 jam. Efek sampingnya pada penggunaan lama dan dosis tinggi akan
mengakibatkan gangguan potensi dan libido pada pria dan gangguan haid pada wanita.
Contoh obat paten: Aldacton, Letonal.
c. Diuretik golongan tiazid
Diuretik golongan tiazid ini bekerja pada hulu tubuli distal dengan cara menghambat
reabsorpsi natrium klorida. Efeknya lebih lemah dan lambat, juga lebih lama, terutama
digunakan pada terapi pemeliharaan hipertensi dan kelemahan jantung. Memiliki kurva dosis-
efek datar yaitu jika dosis optimal dinaikkan, efeknya (diuresis dan penurunan tekanan darah)
tidak bertambah. Obat-obat diuretik yang termsuk golongan ini adalah ; klorotiazid,
hidroklorotiazid, hidroflumetiazid, bendroflumetiazid, politiazid, benztiazid, siklotiazid,
metiklotiazid, klortalidon, kuinetazon, dan indapamid.
hidroklorthiazida adalah senyawa sulfamoyl dari turunan klorthiazida yang dikembangkan
dari sulfonamid. Bekerja pada tubulus distal, efek diuretiknya lebih ringan daripada diuretika
lengkungan tetapi lebih lama yaitu 6-12 jam. Banyak digunakan sebagai pilihan pertama
untuk hipertensi ringan sampai sedang karenadaya hipitensifnya lebih kuat pada jangka
panjang. Resorpsi di usus sampai 80% dengan waktu paruh 6-15 jam dan diekskresi lewat
urin secara utuh. Contoh obat patennya adalah Lorinid, Moduretik, Dytenzide (Aidan, 2008).
d. Diuretik golongan penghambat enzim karbonik anhidrase
Diuretik ini bekerja pada tubuli Proksimal dengan cara menghambat reabsorpsi
bikarbonat. Zat ini merintangi enzim karbonanhidrase di tubuli proksimal, sehingga
disamping karbonat, juga Na dan K diekskresikan lebih banyak, bersamaan dengan
air. Khasiat diuretiknya lemah, setelah beberapa hari terjadi tachyfylaxie maka perlu
digunakan secara berselang-seling. Asetozolamidditurunkan r sulfanilamid. Efek diuresisnya
berdasarkan penghalangan enzim karboanhidrase yang mengkatalis reaksi berikut:
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3+
Akibat pengambatan itu di tubuli proksimal, maka tidak ada cukup ion H+lagi untuk
ditukarkan dengan Na sehingga terjadi peningkatan ekskresi Na, K, bikarbonat, dan air. Obat
ini dapat digunakan sebagai obat antiepilepsi. Resorpsinya baik dan mulai bekerja dl 1-3 jam
dan bertahan selama 10 jam. Waktu paruhnya dalam plasma adalah 3-6 jam dan
diekskresikan lewat urin secara utuh. Obat patennya adalah Miamox.
Yang termasuk golongan diuretik ini adalah asetazolamid, diklorofenamid dan meatzolamid.
e. Diuretik osmotik
Istilah diuretic Osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang mudah dan
cepat diskskresi oleh ginjal. Suatu zat dapat bertindak sebagai diuretic osmotic apabila
memenuhi 4 syarat:
1. difiltrasi secara bebas oleh glomerulus.
2. tidak atau hanya sedikit direbasorbsi sel tubulus ginjal.
3. secara farmakologis merupakan zat yang inert, dan
4. umumnya resisten terhadap perubahan-perubahan metabolic.
Dengan sifat-sifat ini, maka diueretik osmotic dapat diberikan dalam jumlah cukup
besar sehingga turut menentukan derajat osmolalitas plasma, filtrate glomerulus dan cairan
tubuli.
Diuretik osmotik mempunyai tempat kerja :
a. Tubuli proksimal
Diuretik osmotik ini bekerja pada tubuli proksimal dengan cara menghambat
reabsorpsi natrium dan air melalui daya osmotiknya.
b. Ansa enle
Diuretik osmotik ini bekerja pada ansa henle dengan cara menghambat
reabsorpsi natrium dan air oleh karena hipertonisitas daerah medula menurun.
c. Duktus Koligentes
Diuretik osmotik ini bekerja pada Duktus Koligentes dengan cara
menghambat reabsorpsi natrium dan air akibat adanya papillary wash out, kecepatan
aliran filtrat yang tinggi, atau adanya faktor lain.
Obat-obat ini direabsorpsi sedikit oleh tubuli sehingga reabsorpsi air juga terbatas.
Efeknya al diuresis osmotik dengan ekskresi air tinggi dan eksresi Na sedikit. Istilah diuretik
osmotik biasanya dipakaiuntuk zat bukan elektrolit yang mudah dan cepat diekskresi oeh
ginjal. Contoh dari diuretik osmotik adalah ; manitol, urea, gliserin dan isisorbid.
Mannitol adalah alkohol gula yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan dan getahnya. Efek
diuresisnya pesat tetapi singkat an dapat melintasi glomeruli secara lengkap, praktis tanpa
reabsorpsi pada tubuli, sehingga penyerapan kembali air dapat dirintangi secara osmotik.
Terutama digunakan sebagai infus untuk menurunkan tekanan intraokuler pada glaucoma.
Beberapa Mekanisme aksi dari kerja Manitol sekarang ini adalah segagai berikut:
1. Menurunkan Viskositas darah dengan mengurangi haematokrit, yang penting untuk
mengurangi tahanan pada pembuluh darah otak dan meningkatkan aliran darahj keotak,
yang diikuti dengan cepat vasokontriksi dari pembuluh darah arteriola dan menurunkan
volume darah otak. Efek ini terjadi dengan cepat (menit).
2. Manitol tidak terbukti bekerja menurunkan kandungan air dalam jaringan otak yang
mengalami injuri, manitol menurunkan kandungan air pada bagian otak yang yang tidak
mengalami injuri, yang mana bisa memberikan ruangan lebih untuk bagian otak yang
injuri untuk pembengkakan (membesar).
3. Cepatnya pemberian dengan Bolus intravena lebih efektif dari pada infuse lambat dalam
menurunkan Peningkatan Tekanan intra cranial.
4. Terlalu sering pemberian manitol dosis tinggi bisa menimbulkan gagal ginjal. ini
dikarenakan efek osmolalitas yang segera merangsang aktivitas tubulus dalam mensekresi
urine dan dapat menurunkan sirkulasi ginjal.
5. Pemberian Manitol bersama Lasik (Furosemid) mengalami efek yang sinergis dalam
menurunkan PTIK. Respon paling baik akan terjadi jika Manitol diberikan 15 menit
sebelum Lasik diberikan. Hal ini harus diikuti dengan perawatan managemen status
volume cairan dan elektrolit selama terapi Diuretik.
C. Obat diuretik
1. Diuretik hemat kalium
Diuretik yang mempertahankan kalium menyebabkan diuresis tanpa
kehilangan kalium dalam urine.
Yang termasuk dalam klompok ini antara lain aldosteron, traimteren dan amilorid.
Ø Antagonis Aldosteron
Aldosteron adalah mineralokortikoid endogen yang paling kuat. Peranan utama
aldosteron ialah memperbesar reabsorbsi natrium dan klorida di tubuli serta memperbesar
ekskresi kalium. Yang merupakan antagonis aldosteron adalah spironolakton dan bersaing
dengan reseptor tubularnya yang terletak di nefron sehingga mengakibatkan retensi kalium
dan peningkatan ekskresi air serta natrium. Obat ini juga meningkatkan kerja tiazid dan
diuretik loop. Diuretik yang mempertahankan kalium lainnya termasuk amilorida, yang
bekerja pada duktus pengumpul untuk menurunkan reabsorpsi natrium dan ekskresi kalium
dengan memblok saluran natrium, tempat aldosteron bekerja. Diuretik ini digunakan
bersamaan dengan diuretik yang menyebabkan kehilangan kalium serta untuk pengobatan
edema pada sirosis hepatis. Efek diuretiknya tidak sekuat golongan diuretik kuat.
Mekanisme kerja
Penghambatan kompetitif terhadap aldosteron. Bekerja di tubulus renalis rektus untuk
menghambat reabsorpsi Na+, sekresi K+ dan sekresi H+
Farmakokinetik
70% spironolakton oral diserap di saluran cerna, mengalami sirkulasi enterohepatik
dan metabolisme lintas pertama. Metabolit utamanya kankrenon. Kankrenon mengalami
interkonversi enzimatik menjadi kakreonat yang tidak aktif.
Efek samping
Efek toksik yang paling utama dari spironolakton adalah hiperkalemia yang sering
terjadi bila obat ini diberikan bersama-sama dengan asupan kalium yang berlebihan. Tetapi
efek toksik ini dapat pula terjadi bila dosis yang biasa diberikan bersama dengan tiazid pada
penderita dengan gangguan fungsi ginjal yang berat. Efek samping yang lebih ringan dan
reversibel diantaranya ginekomastia, dan gejala saluran cerna
Indikasi
Antagonis aldosteron digunakan secara luas untuk pengobatan hipertensi dan udem
yang refrakter. Biasanya obat ini dipakai bersama diuretik lain dengan maksud mengurangi
ekskresi kalium, disamping memperbesar diuresis.
Sediaan dan dosis
Spironolakton terdapat dalam bentuk tablet 25, 50 dan 100 mg. Dosis dewasa berkisar
antara 25-200mg, tetapi dosis efektif sehari rata-rata 100mg dalam dosis tunggal atau
terbagi.Terdapat pula sediaan kombinasi tetap antara spironolakton 25 mg dan
hidraoklortiazid 25mg, serta antara spironolakton 25 mg dan tiabutazid 2,5 mg.
Ø Triamteren dan Amilorid
Kedua obat ini terutama memperbesar ekskresi natrium dan klorida, sedangkan
eksresi kalium berkurang dan ekskresi bikarbonat tidak mengalami perubahan. Triamteren
menurunkan ekskresi K+ dengan menghambat sekresi kalium di sel tubuli distal.
Dibandingkan dengan triamteren, amilorid jauh lebih mudah larut dalam air sehingga lebih
mudah larut dalam air sehingga lebih banyak diteliti. Absorpsi triamteren melalui saluran
cerna baik sekali, obat ini hanya diberikan oral. Efek diuresisnya biasanya mulai tampak
setelah 1 jam. Amilorid dan triameteren per oral diserap kira-kira 50% dan efek diuresisnya
terlihat dalam 6 jam dan berkahir sesudah 24 jam.
Efek samping
Efek toksik yang paling berbahaya dari kedua obat ini adalah hiperkalemia.
Triamteren juga dapat menimbulkan efek samping yang berupa mual, muntah, kejang kaki,
dan pusing.
Efek samping amilorid yang paling sering selain hiperkalemia yaitu mual, muntah, diare dan
sakit kepala.
Indikasi
Bermanfaat untuk pengobatan beberapa pasien udem. Tetapi obat ini akan bermanfaat
bila diberikan bersama dengan diuretik golongan lain, misalnya dari golongan tiazid.
Sediaan
Triamteren tersedia sebagai kapsul dari 100mg. Dosisnya 100-300mg sehari. Untuk
tiap penderita harus ditetapkan dosis penunjang tersendiri.Amilorid terdapat dalam bentuk
tablet 5 mg. Dosis sehari sebesar 5-10mg. Sediaan kombinasi tetap antara amilorid 5 mg dan
hidroklortiazid 50 mg terdapat dalam bentuk tablet dengan dosis sehari antara 1-2 tablet.
2. Diuretik kuat
Tempat kerja utamanya dibagian epitel ansa Henle bagian asenden, karena itu
kelompok ini disebut juga sebagai loop diuretics. Termasuk dalam kelompok ini adalah asam
etakrinat, furosemid, dan bumetanid.
Ø Furosemid
Farmakokinetik :
Obat furosemid mudah diserap melalui saluran cerna. Bioavabilitas furosemid 65% diuretik
kuat terikat pada protein plasma secara ekstensif sehingga tidak difiltrasi di glomerolus tetapi
cepat sekali disekresi melalui system transport asam organik ditubuli proksimal. Dengan cara
ini obat ini terakumulasi di cairan tubuli dan mungkin sekali ditempat kerja didaerah yang
lebih distal lagi.
Mula kerja Furosemid pesat, oral 0,5 – 1 jam dan bertahan 4 – 6 jam, intravena dalam
beberapa menit dan 2,5 jam lamanya reabsorbsinya dari usus ± 50%.
Alat dan Bahan
1. Hewan uji (tikus ) 2 ekor
2. Timbangan
3. Sonde dan alat suntik
4. Kandang metabolisme (Dengan Wadah Urine)
5. Kapas, gelas ukur, alcohol
6. Obat : furasemid injeksi dengan konsentrasi 10 mg/ml
7. Aqua bidestilata
Prosedur Kerja
1. Siapkan alat dan bahan
2. Siapkan hewan uji : 1 Kelinci
3. Timbang tikus (hitung vol.air hangat dan dosis furosemid yang akan diinjeksikan)
4. Beri kelinci air hangat dengan menggunakan sonde (oral)
5. Suntikan obat (furasemid) secara intra peritoneal dengan dosis 20 mg/kgBB dan
160 mg/kgBB
6. Masukan hewan uji dalam kandang metabolisme dan tampung urin selama 10’
30’ dan 60 menit
7. Catat volume urin tiap 15’ 30’,45’ dan 60’ setelah pemberian obat
8. Hitung presentase volume urine kumulatif selama 60’ terhadap vol air yang
diberikan secara oral
9. Buat kurva hubungan antara dosis obat yang diberikan dengan vol urin yang
dikeluarkan selama 60’
Hasil Pengamatan
No Nama Obat Pengamatan Urin15’ 30’ 45’ 60’
1 Furosemid 60 ml2 Spironolakton 9,4 ml 7,5 ml 4,2 ml 1,2 ml
Pembahasan
Setelah dilakukan pengamatan didapati kelinci yang telah di suntik dengan obat
furosemid hanya berkemih dimenit ke 30 sebanyak 60ml, menit selanjutnya kelinci tidak
berkemih lagi.
Kelinci yang diberi spironolakton secara oral berkemih pada menit ke 15 sebanyak 9,4
ml, menit ke 30 sebanyak 7,5 ml, menit ke 45 sebanyak 4,2 ml, menit ke 60 sebanyak 1,2 ml.
Kesimpulan
1. Obat furosemid dan spirolakton dapat mempercepat proses diuresis.
2. Obat spironolakton efeknya lebih lemah di banding furosemid.
Daftar Pustaka
1. Departemen farmakologi dan therapeutik fakultas kedokteran universitas sumatra utara. Buku penuntun praktikum farmakologi.
2. Departemen Farmakologi dan theurapeutik fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Balai penerbitan FK UI, 2009
3. Katzung G B, Bagian farmakologi fakultas kedokteran airlangga. Farmakologi dasar dan Klinik. Jakarta: Penerbitan salemba Medica, 2001.