laporan praktikum farmakologi metabolisme obat
-
Upload
mabiubaidillah -
Category
Documents
-
view
2.461 -
download
187
description
Transcript of laporan praktikum farmakologi metabolisme obat
PRAKTIKUM II
METABOLISME OBAT
A. TUJUAN PRAKTIKUM
Mahasiswa dapat mempelajari senyawa kimia terhadap enzim permetabolisme
obat dengan mengukur efek farmakologinya.
B. DASAR TEORI
Metabolisme obat sering disebut biotransformasi. Metabolisme obat terjadi
terutama di hati, yakni di membran endoplasmic reticulum (mikrosom) dan di cytosol.
Tempat metabolisme yang lain (ekstrahepatik) adalah pada dinding usus, ginjal, paru,
darah, otak dan kulit, juga di lumen kolon (oleh flora usus).
Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang nonpolar (larut lemak)
menjadi polar (larut air) agar dapat diekskresi melalui ginjal atau empedu. Dengan
perubahan ini obat aktif umumnya diubah menjadi inaktif, tapi sebagian berubah
menjadi lebih aktif, kurang aktif, atau menjadi toksik. (Ganiswara, Sulistia G, 2008)
Obat yang masuk ke dalam tubuh mengalami reaksi modifikasi kimia atau
disebut sebagai biotransformasi, istilah lain dari metabolisme. Umumnya, proses ini
mengurangi atau menghilangkan aktivitas biologi obat dan meningkatkan
hidrofilisitasnya sehingga lebih larut air setelahnya, obat akan dieliminasi melalui
ginjal. Karena kecepatan eliminasi obat berkaitan dengan konsentrasi terapeutik, obat
biasanya didesain dengan ikatan lemah, contohnya ikatan ester yang mudah
dihidrolisis oleh esterase. (Lullman et al, 2000)
Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia
obat yang terjadi di dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim (Syarif,1995).
Metabolisme obat mempunyai dua efek penting.
1. Obat menjadi lebih hidrofilik-hal ini mempercepat ekskresinya melalui ginjal
karena metabolit yang kurang larut lemak tidak mudah direabsorpsi dalam tubulus
ginjal.
2. metabolit umumnya kurang aktif daripada obat asalnya. Akan tetapi, tidak selalu
seperti itu, kadang-kadang metabolit sama aktifnya (atau lebih aktif) daripada obat
asli. Sebagai contoh, diazepam (obat yang digunakan untuk mngobati ansietas )
dimetbolisme menjadi nordiazepam dan oxazepam, keduanya aktif. Prodrug bersifat
inaktif sampai dimetabolisme dalam tubuh menjadi obat aktif. Sebagai contoh,
levodopa, suatu obat antiparkinson, dimetabolisme menjadi dopamin, sementara
obat hipotensif metildopa dimetabolisme menjadi metil norepinefrin-α (Neal,2005).
Enzim yang berperan dalam dalam biotransformasi obat dapat dibedakan
berdasarkan letaknya dalam sel, yaitu enzim mikrosom yang terdapat dalam retikulum
endoplasma halus (yang pada isolasi invitro membentuk kromosom ) dan enzim non
mikrosom. Kedua enzim metabolisme ini terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga
terdapat dalam sel jaringan lain, misalnya: ginjal, paru-paru, epitel saluran cerna dan
plasma. Di lumen saluran cerna juga terdapat enzim non mikrosom yang dihasilkan
flora usus. Enzim mikrosom mengkatalisis reaksi glukoronida, sebagian besar reaksi
oksidasi obat, serta reksi reduksi dan hidrolisis. Sedangkan enzim non mikrosom
mengkatalisis reaksi konjugasi lainnya, beberapa reaksi oksidasi, reaksi reduksi dan
hidrolisis (Gordon dan Skett,1991).
Walaupun antara metabolisme dan biotransformasi sering dibedakan, sebagian
ahli mengatakan bahwa istilah metabolisme hanya diperuntukkan bagi perubahan-
perubahan biokimia atau kimiawi yang dilakukan oleh tubuh terhadap senyawa
endogen, sedangkan biotransformasi adalah peristiwa yang sama bagi senyawa
eksogen (xenobiotika) (Anonim,1999).
Pada dasarnya,tiap obat merupakan zat asing bagi badan yang tidak diinginkan,
maka badan berusaha merombak zat tadi menjadi metabolit sekaligus bersifat hidrofil
agar lebih lancar diekskresi melalui ginjal. Jadi reaksi biotransformasi adaah
merupakan peristiwa detoksifikasi (Anief,1984).
Obat lebih banyak dirusak di hati meskipun setiap jaringan mempunyai
sejumlah kesanggupan memetabolisme obat. Kebanyakan biotransformasi metabolik
obat terjadi pada titik tertentu antara absorpsi obat ke dalam sirkulasi sistemik dan
pembuangannya melalui ginjal. Sejumlah kecil transformasi terjadi di dalam usus atau
dinding usus. Umumnya semua reaksi ini dapat dimasukkan ke dalam dua katagori
utama, yaitu reaksi fase 1 dan fase 2 (Katzung, 1989).
1. Reaksi Fase I (Fase Non Sintetik)
Reaksi ini meliputi biotransformasi suatu obat menjadi metabolit yang lebih
polar melalui pemasukan atau pembukaan (unmasking) suatu gugus fungsional
(misalnya –OH, -NH2, -SH) (Neal,2005). Reksi fase I bertujuan untuk menyiapkan
senyawa yang digunakan untuk metabolisme fase II dan tidak menyiapkan obat untuk
diekskresi. (Gordon dan Skett, 1991). Reaksi-reaksi yang termasuk dalam fase I antara
lain:
a. Reaksi Oksidasi
Merupakan reaksi yang paling umum terjadi. Reaksi ini terjadi pada berbagai
molekul menurut proses khusus tergantung pada masing-masing struktur kimianya,
yaitu reaksi hidroksilasi pada golongan alkil, aril, dan heterosiklik; reaksi oksidasi
alkohol dan aldehid; reaksi pembentukan N-oksida dan sulfoksida; reaksi deaminasi
oksidatif; pembukaan inti dan sebagainya(Anonim,1999).
b. Reaksi Reduksi (reduksi aldehid, azo dan nitro)
Reaksi ini kurang penting dibanding reaksi oksidasi. Reduksi terutama
berperan pada nitrogen dan turunannya (azoik dan nitrat), kadang-kadang pada karbon.
(Anonim, 1999).
c. Reaksi Hidrolisis (deesterifikasi)
Proses lain yang menghasilkan senyawa yang lebih polar adalah hidrolisis dari
ester dan amida oleh enzim. Esterase yang terletak baik mikrosomal dan
nonmikrosomal akan menghidrolisis obat yang mengandung gugus ester. Di
hepar,lebih banyak terjadi reaksi hidrolisis dan terkonsentrasi, seperti hidrolisis
peptidin oleh suatu enzim. Esterase non mikrosomal terdapat dalam darah dan
beberapa jaringan (Anief,1995).
2. Reaksi Fase II (Fase sintetik)
Reaksi ini terjadi dalam hati dan melibatkan konjugasi suatu obat atau
metabolit fase I nya dengan zat endogen. Konjugat yang dihasilkan hampir selalu
kurang aktif dan merupakan molekul polar yang mudah diekskresi oleh ginjal (Neal,
2005).
Tidak semua obat dimetabolisme melalui kedua fase tersebut ada obat yang
mengalami reksi fase I saja(satu atau beberapa macam reaksi ) atau reaksi fase II saja
(satu atau beberapa macam reaksi), tetapi kebanyakan obat dimetabolisme melalui
beberapa reaksi sekaligus atau secara berurutan menjadi beberapa macam metabolit
(Syarif, 1995). Misalnya, fenobarbital membutuhkan reaksi fase I sebagai persyaratan
reaksi konjugasi.
Glukuronid merupakan metabolit utama dari obat yang mempunyai gugus
fenol, alkohol, atau asam karboksilat. Metabolit ini biasanya tidak aktif dan cepat
diekskresi melalui ginjal dan empedu. Glukuronid yang diekskresi melalui empedu
dapat dihidrolisis oleh enzim β-glukuronidase yang dihasilkan oleh bakteri usus dan
obat dibebaskan dapat diserap kembali. Sirkulasi enterohepatik ini memperpanjang
kerja obat (Syarif, 1995)
C. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
Spuit injeksi dan jarum (1-2 ml)
Jarum berujung tumpul (jarum per oral)
Sarung tangan
Stop watch
Timbangan listrik
Kranjang
Lap/serbet
2. Bahan
Mencit
simetidin
Pethidine
Kapas
Alkohol
D. CARA KERJA
Mencit
Diambil 3 ekor mencit untuk masing-masing kelompok
Kelompok 1Diinjeksi
pethidine secara intra peritoneal (IP) tanpa pra
perlakuan
Dihitung onset dan durasi dari efek pethidine pada mencit
Dibandingkan hasilnya dengan menggunakan uji
statistik analis
Hasil
Kelompok 2Dilakukan pra
perlakuan dengan
pemberian simetidin secara
per oral (PO)
Pra perlakuan dilakukan 3 hari selama 24 jam
sebelum praktikum
Diinjeksi pethidine secara intra peritoneal (IP) tanpa pra
perlakuan
Dihitung onset dan durasi dari efek pethidine pada mencit
Dibandingkan hasilnya dengan menggunakan uji
statistik analis
Hasil
Kelompok 3Dilakukan pra
perlakuan dengan
pemberian simetidin secara
per oral (PO)
Pra perlakuan dilakukan 1 jam
sebelum praktikum
Diinjeksi pethidine secara intra peritoneal (IP) tanpa pra
perlakuan
Dihitung onset dan durasi dari efek pethidine pada mencit
Dibandingkan hasilnya dengan menggunakan uji
statistik analis
Hasil
E. HASIL PRAKTIKUM
MencitCPO
Onset Durasi
M1 M2 M3 M1 M2 M3
Tanpa Pra Perlakuan
4 2 3 7 9 11
Perlakuan 3 hari
1 3 3 5 11 8
Perlakuan 1 jam
7 10 6 14 8 8
Perhitungan ANOVA
1. Onset
MencitCPO X1 X2 X3 X12 X22 X32
Tanpa pra perlakuan
4 2 3 16 4 9
Perlakuan 3 hari
1 3 3 1 9 9
Perlakuan1 jam
7 10 6 49 100 36
TC 12 15 12 (∑X) 39
NC 3 3 3 N 9
JUMLAH KUADRAT
66 113 54 ∑(X)2 233
Jumlah Kuadrat Perlakuan (SST)
SST=∑ [ T C2
nc]– ¿¿
= [ (12) ²3
+(15) ²
3+
(12) ²3 ] - (39) ²
9
= [48 + 75 + 48] – 189
= 171 – 169
= 2
Jumlah Kuadrat Kesalahan
SSE=∑ (X )2 – ∑ [T C2
nc]
= 233 – 171
= 62
Keseragaman Total (SS Total)
SS Total = SST + SSE
= 2 + 62
= 64
Masukkan kedalam tabel ANOVA
Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas Kuadrat Tengah (1) / (2)
Antar perlakuan SST = 2DK1 = K – 1
= 3 – 1
= 2
MSTR = SST/dk 1
= 22
=1
Kesalahan (dalam
perlakuan)
SSE = 62DK2 = N – K
= 9 – 3
= 6
MSE = SSE/dk 2
= 626
= 10,3
SS TOTAL 64
F hitung = MSTRMSE
= 1
10.3 = 0,09
F Tabel pada α = 0,05 dk 1 = 2 dan dk 2 = 16 adalah 5,14
F Hitung (0,09) < F Tabel (5,14)
Kesimpulan = Ho diterima
Tidak ada perubahan yang nyata antara rata-rata hitung dari berbagai cara pemberian
obat.
2. Durasi
MencitCPO X1 X2 X3 X12 X22 X32
Tanpa perlakuan
7 9 11 47 81 121
Perlakuan 3 hari
5 11 8 25 121 64
Perlakuan1 jam
14 8 8 196 64 64
TC 26 28 27 (∑X) 81
NC 3 3 3 N 9
JUMLAH KUADRAT
270 266 249 ∑(X)2 785
Jumlah kuadrat perlakuan (SST)
SST=∑ [ T C2
nc]– ¿¿
= [ (26 )2
3+
(28 )2
3+
(27 )2
3 ] – (81 )2
9
= [ 225,33 + 261,33 + 243] – 729
= 729,66 – 729
= 0,66
Jumlah Kuadrat Kesalahan (SSE)
SSE=∑ (X )2 – ∑ [T C2
nc]
= 785 – 729
= 56
Keseragaman Total (SS Total)
SS Total = SST + SSE
= 0,66 + 56
= 56,66
Masukan Kedalam Tabel ANOVA
Sumber Keseragaman Jumlah kuadrat Derajat bebasKuadrat tengah
(1)/(2)
Antar perlakuan SST = 0,66 Dk = K-1
= 3-1
= 2
MSTR = SST/dk1
= 0,66
2
= 0,33
Kesalahan (dalam
perlakuan)
SSE = 56 Dk2 = N-K
= 9-3
= 6
MSE = SSE/dk2
= 566
= 9,33
SS TOTAL 56,66
F hitung = MSTRMSE
= 0,339,33
= 0,03
F Tabel pada α = 0,05 dk 1 = 2 dan dk 2 = 6 adalah 5,14
F Hitung (0,03) < F Tabel (5,14)
Kesimpulan = Ho diterima
Tidak ada perubahan yang nyata antara rata-rata hitung dari berbagai cara pemberian
obat.
F. PEMBAHASAN
Percobaan kali ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh beberapa senyawa
kimia terhadap enzim pemetabolisme obat dengan mengukur efek farmakologinya.
Metabolisme obat adalah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi di dalam
tubuh dan dikatalis oleh enzim. Mencit digunakan sebagai hewan percobaan untuk
praktikum farmakologi ini karena struktur dan sistem organ yang ada di
dalam tubuhnya hampir mirip dengan struktur organ yang ada di dalam tubuh manusia.
Organ pemetabolisme terbesar adalah hati.
Dalam praktikum kali ini, percobaan dilakukan dengan 3 cara perlakuan,
pertama yaitu dengan tanpa pra perlakuan, kedua dengan pra perlakuan 24 jam selama
3 hari sebelum paktikum, dan cara ketiga yaitu dengan cara pra perlakuan 1 jam
sebelum praktikum.
Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini antara lain Spuit injeksi dan
jarum (1-2 ml), Jarum berujung tumpul (jarum per oral), Sarung tangan, Stop watch,
Timbangan listrik, Kranjang, dan Lap/serbet. Bahan yang digunakan untuk praktikum
antara lain simetidin 200 mg dan pethidin 50 mg/ml, Kapas, dan Alkohol.
Sebelumnya dilakukan pra perlakuan 3 hari, selama 24 jam sebelum praktikum
terhadap mecit dengan pemberian simetidin dilakukan secara per oral. simetidin adalah
obat untuk menangani beberapa kondisi akibat produksi asam lambung yang
berlebihan. Beberapa kondisi yang dapat ditangani oleh simetidin adalah tukak
lambung dan usus halus, sakit maag, gangguan pencernaan dan refluks asam. Obat
yang masuk ke dalam golongan histamine H2-receptor antagonist ini juga dapat
mengobati iritasi pada lambung yang disebabkan oleh penggunaan obat antiinflamasi
non-steroid (OAINS).
Pemberian pethidin dengan cara intra peritoneal (IP) agar efek yang
ditimbulkan lebih cepat karena di dalam rongga perut memiliki atau terdapat banyak
pembuluh darah. Pethidine merupakan golongan analgesik opioid yaitu kelompok obat
yang memiliki sifat-sifat seperti opium maupun morfin, golongan obat ini digunakan
terutama untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri.
Pada cara pemberian obat yang pertama yaitu tanpa pra perlakuan, mencit tidak
diberikan simetidin akan tetapi mencit langsung diberikan pethidin secara intra
peritoneal pada saat praktikum dengan dosis 50 mg/ml. setelah dilakukan pemberian
obat pada mencit kemudian diamati reaksi yang terjadi pada mencit dan dihitung onset
dan durasinya. Pada cara pemberian obat yang ke-dua dengan perlakuan 24 jam selama
3 hari, mencit diberikan simetidine 200mg, 24 jam selama 3 hari dengan cara
pemberian oral setelah itu pada saat praktikum, mencit diberikan pethidine 50mg/ml
dengan cara pemberian intra peritoneal (IP). setelah dilakukan pemberian obat pada
mencit kemudian diamati reaksi yang terjadi pada mencit dan dihitung onset dan
durasinya.
Pada cara pemberian obat yang ke-tiga dengan perlakuan 1 jam sebelum
sebelum praktikum mencit diberikan simethidine 200mg dengan pemberian oral dan
setelah selang 1 jam kemudian mencit diberikan pethidine 50mg/ml dengan pemberian
intraperitonial (IP). setelah dilakukan pemberian obat pada mencit kemudian diamati
reaksi yang terjadi pada mencit dan dihitung onset dan durasinya.
G. KESIMPULAN
1. Metabolisme merupakan proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam
tubuh dan dikatalis oleh enzim.
2. Obat yang diberikan peroral adalah simethidin 200mg, dan obat yang diberikan
intraperitonial adalah pethidine 50mg/ml.
3. Simetidin adalah obat untuk menangani beberapa kondisi akibat produksi asam
lambung yang berlebihan.
4. Pemberian pethidin dengan cara intra peritoneal (IP) agar efek yang ditimbulkan
lebih cepat karena di dalam rongga perut memiliki atau terdapat banyak pembuluh
darah.
5. Pethidine merupakan golongan analgesik opioid yaitu kelompok obat yang
memiliki sifat-sifat seperti opium maupun morfin.
6. Pemberian alkohol bertujuan sebagai anestesi atau menghilangkan rasa sakit.
7. Volume pethidine yang diberikan dapat mempengaruhi hasil dari onset dan durasi
yang di peroleh.
8. Mencit mengalami tegang pada saat obat menimbulkan efek (onset) dan dapat
tenang pada saat efek tersebut habis (durasi).
9. Penginjeksian intraperitoneal (IP) tidak dilakukan pada manusia karena berbahaya.
10. Onset yaitu waktu yang dibutuhkan obat saat menimbulkan efek.
11. Durasi yaitu lama kerja obat menimbulkan efek sampai efek obat tersebut habis.
DAFTAR PUSTAKA
Ganiswara, Sulistia G (Ed), 2008, Farmakologi dan Terapi, Edisi Revisi V, Balai Penerbit
Falkultas, Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Syarif, Amin,1995,Farmakologi Dan Terapi,Edisi IV, Bagian Farmakologi Fakulatas
Kedokteran Universitas Indonesia,Jakarta.
Lullman, Heinz, et al, 2000, Color Atlas of Pharmacology, second edition revised and
expanded, Thieme, New York
Neal,M.J.2005.At A Glance Farmakologi Medis Edisi Kelima,Erlangga,Jakarta
Gibson,G.Gordon Dan Paul Skett,1991,Pengantar Metabolisme Obat,UI Presss,Jakarta
Anonim,1999,Majalah Farmasi Indonesia Vol10 No 04,Mandiri Jaya Offset,Yogyakarata
Anief,Moh.,1984,Ilmu Farmasi,Ghalia Indonesia,Jakarta
Katzung,Bertramg,1989,Farmakologi Dasar Dan Klinik ,EGC,Jakarta
Anief,Moh,1995,Perjalanan Dan Nasib Obat Dalam Badan, Gadjah Mada Univ Press
Yogyakarta
LAMPIRAN