Post on 05-Aug-2015
LAPORAN PENDAHULUAN
OSTEOMYELITIS
DISUSUN OLEH :
Kadek Eddy Kurniwanan (C1109017)
Putu Raka Widia Paramita (C1109032)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA USADA BALI
MANGUPURA
2012
KONSEP DASAR PENYAKIT
A. Pengertian
Osteomyelitis adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum
dan atau kortek tulang dapat berupa eksogen (infeksi masuk dari luar tubuh) atau
hemotogen (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). (Reeves, 2001:257).
Osteomyelitis adalah infeksi substansi tulang oleh bakteri piogenik
(Overdoff, 2002:571).
Sedangkan menurut Bruce, osteomyelitis adalah infeksi pada tulang yang
disebabkan oleh mikroorganisme. Osteomyelitis biasanya merupakan infeksi
bakteri, tetapi mikrobakterium dan jamur juga dapat menyebabkan osteomyelitis
jika mereka menginvasi tulang (Ros, 1997:90).
Menurut Price (1995:1200). Osteomyelitis adalah infeksi jaringan tulang.
Osteomyelitis akut adalah infeksi tulang panjang yang disebabkan oleh infeksi
lokal akut atau trauma tulang, biasanya disebabkan oleh Escherichia coli,
staphylococcus aureus, atau streptococcus pyogenes (Tucker, 1998:429).
Jadi pengertian osteomyelitis yang paling mendasar adalah infeksi jaringan
tulang yang mencakup sumsum atau kortek tulang yang disebabkan oleh bakteri
piogenik. Osteomyelitis dapat timbul akut atau kronik. Bentuk akut dicirikan
dengan adanya awitan demam sistemik maupun manifestasi lokal yang berjalan
dengan cepat. Osteomyelitis kronik adalah akibat dari osteomyelitis akut yang
tidak ditangani dengan baik (Price, 1995:1200).
B. Insidensi
Osteomyelitis ini cenderung terjadi pada anak dan remaja namun demikian
seluruh usia bisa saja berisiko untuk terjadinya osteomyelitis pada umumnya
kasus ini banyak terjadi pada laki-laki dengan perbandingan 2:1.
C. Etiologi
Penyebab paling sering adalah staphylococcus aerus (70% - 80%). Organisme
penyebab yang lain adalah salmonela streptococcus dan pneumococcus
(Overdoff, 2002:571).
Luka tekanan, trauma jaringan lunak, nekrosis yang berhubungan dengan
keganasan dan terapi radiasi serta luka bakar dapat menyebabkan atau
memperparah proses infeksi tulang. Infeksi telinga dan sinus serta gigi yang
berdarah merupakan akibat dari osteomyelitis pada rahang bawah dan tulang
tengkorak. Faktur compound, prosedur operasi dan luka tusuk yang dapat
melukai tulang pokok sering menyebabkan traumatik osteomyelitis.
Osteomyelitis sering ditemukan pada orang yang lebih tua karena factor
penyebabnya berhubungan dengan penuaan (Reeves, 2001:273).
D. Patofisiologi
Osteomyelitis paling sering disebabkan oleh staphylococcus aureus.
Organisme penyebab yang lain yaitu salmonella, streptococcus, dan
pneumococcus. Metafisis tulang terkena dan seluruh tulang mungkin terkena.
Tulang terinfeksi oleh bakteri melalui 3 jalur : hematogen, melalui infeksi di
dekatnya atau secara langsung selama pembedahan. Reaksi inflamasi awal
menyebabkan trombosis, iskemia dan nekrosis tulang. Pus mungkin menyebar ke
bawah ke dalam rongga medula atau menyebabkan abses superiosteal. Suquestra
tulang yang mati terbentuk. Pembentukan tulang baru dibawah perioteum yang
terangkan diatas dan disekitar jaringan granulasi, berlubang oleh sinus-sinus yang
memungkinkan pus keluar (Overdoff, 2002:541, Rose, 1997:90).
E. Pathway
F. Klasifikasi
G.
Proses penuaan, Luka tekanan, trauma
jaringan lunak, trauma luka tembus, nekrose
berhubungan dengan keganasan, terapi radiasi serta
luka bakar
Staphylococcus aureus
Kuman masuk
Metafisis tulang
Reaksi inflamasi
Pertahanan tubuh menurun
Osteomyelitis
Faktur compound, prosedur operasi, luka tusuk yang melukai tulang
Kerusakan jaringan tulang
Infeksi berlebihan
Abses tulang
Nekrosis tulangpembentukansquestrum)
Perubahan bentuk(ankylosing)
Fungsi tulangMenurun
Kemampuan melakukanpergerakan menurun
Operasi (Pembedahan)
Terputusnyakontinuitas
jaringan
Merangsangsyaraf mieline
Alarm nyeri
Terputusnyakontinuitas
jaringan
Merangsangsyaraf mieline
Alarm nyeri
Insisipembedahan
Port de’entry
Kuman masuk
Pertahanansekunder menurun
Gerak terbatas
Imobilisasi
Gangguan Rasa Nyaman : Nyeri Risti Penyebaran Infeksi
Gangguan Mobilitas Fisik
Hospitaslisasi
kesalahan interpretasi
Pasien banyak bertanya
Kurang Pengetahuan
Ada dua macam infeksi tulang menurut Robbins dan Kumar (1995:463-464)
yaitu :
1) Osteomyelitis piogenik hematogen
Biasanya terjadi pada anak-anak, osteomyelitis piogenik hematogen
terutama disebabkan oleh staphylococcus aureus kemudian diikuti oleh
bacillus colli. Kecuali samonela, osteomyelitis hematogen biasanya
bermanisfestasi sebagai suatu penyakit demam sistemik akut yang disertai
dengan gejala nyeri setempat, perasaan tak enak, kemerahan dan
pembengkakan.
2) Osteomyelitis tuberculosis
Timbulnya secara tersembunyi dan cenderung mengenai rongga sendi.
Daerah yang sering kena adalah tulang-tulang panjang dari ekstremitas
dan tulang belakang. Osteomyelitis tuberkulosis dapat menyebabkan
deformitas yang serius (kifosis, skoliosis) berkaitan dengan destruksi dan
perubahan sumbu tulang belakang dari posisi normalnya.
H. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis osteomielitis berkembang secara progenesis penyakit, antara
lain :
1. Osteomyelitis akut berkembang secara progresif atau cepat.
Pada keadaan ini, mungkin dapat ditemukan adanya infeksi bakteri pada
kulit dan saluran nafas atas. Gejala lain dapat berupa nyeri konstan pada
daerah infeksi atau nyeri tekan dan terdapat gangguan fungsi anggota
gerak yang bersangkutan. Gejala umum timbul akibat bakteremia dan
septikemia yang berupa panas tinggi, malaise, serta nafsu makan
berkurang. Pada orang dewasa, lokasi infeksi biasanya pada daerah torako
lumbal yang terjadi akibat torako sintesis atau prosedur urologis dan
dapat ditemukan adanya riwayat diabetes mellitus, malnutrisi, adiksi obat-
obatan atau pengobatan dengan imunosupresif. Oleh karena itu, riwayat
tentang hal tersebut perlu ditanyakan.
2. Osteomielitis hematogen subakut.
Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah atrofi otot, nyeri lokal,
sedikit pembengkakan, dan dapat pula lansia menjadi pincang. Terdapat
nyeri pada area sekitar sendi selama beberapa minggu atau mungkin
berbulan-bulan. Suhu tubuh lansia biasanya normal. Pada pemerikasaan
laboratorium, leukosit umumnya normal, tetapi laju endap darah
meningkat. Pada foto rontgen, biasanya ditemukan kavitas berdiameter 1-
2 cm terutama pada aderah metafisis dari tibia dan femur atau kadang-
kadang pada daerah diafisis tulang panjang.
3. Osteomielitis kronis
Lansia sering mengeluhkan adanya cairan yang keluar dari luka sinus
setelah operasi, yang bersifat menahun. Kelainan kadang-kadang disertai
demam dan nyeri local yang hilang timbul di daerah anggota gerak
tertentu. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan adanya sinus, fistel, atau
sikatriks bekas operasi dengan nyeri tekan. Mungkin dapat ditemukan
sekuestrum yang menonjol keluar melalui kulit. Biasanya terdapat riwayat
fraktur terbuka atau osteomielitis pada lansia.
I. Pemeriksaan Diagnostik
1. Scan tulang dengan menggunakan nukleotida berlabel radioaktif dapat
memperlihatkan perasangan di tulang (MRI)
2. Analisis darah dapat memperlihatkan peningkatan hitung darah lengkap
dan laju endap darah yang mengisyaratkan adanya infeksi yang sedang
berlangsung. Neutrofil meningkat (N: 2,2 - 7,5 109/L). LED
meningkat(N: 1-10 mm/jam)
3. Aspirasi, untuk memperoleh pus dari subkutis, subperiost atau fokus
radang di metafisis
4. Complement Reactive Protein (CRP) meningkat (N:<5 mg/L). CRP dan
LED yang tinggi sering dijumpai pada awal infeksi.
J. Penatalaksanaan
Sasaran utamanya adalah Pencegahan osteomielitis. Penanganan infeksi lokal
dapat menurunkan angka penyebaran hematogen. Penanganan infeksi jaringan
lunak pada mengontrol erosi tulang. Pemilihan pasien dengan teliti dan perhatian
terhadap lingkungan operasi dan teknik pembedahan dapat menurunkan insiden
osteomielitis pascaoperasi.
Antibiotika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang
memadai saat pembedahan dan selama 24 jam sampai 48 jam setelah operasi
akan sangat membantu. Teknik perawatan luka pascaoperasi aseptik akan
menurunkan insiden infeksi superfisial dan potensial terjadinya osteomielitis.
Daerah yang terkana harus diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan
dan mencegah terjadinya fraktur. Dapat dilakukan rendaman salin hangat selama
20 menit beberapa kali per hari untuk meningkatkan aliran daerah.
Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi,
Kultur darah dan swab dan kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi
organisme dan memilih antibiotika yang terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh
lebih dari satu patogen.
Begitu spesimen kultur telah diperoleh, dimulai pemberian terapi antibiotika
intravena, dengan asumsi bahwa dengan infeksi staphylococcus yang peka
terhadap penisilin semi sintetik atau sefalosporin. Tujuannya adalah mengentrol
infeksi sebelum aliran darah ke daerah tersebut menurun akibat terjadinya
trombosis. Pemberian dosis antibiotika terus menerus sesuai waktu sangat
penting untuk mencapai kadar antibiotika dalam darah yang terus menerus tinggi.
Antibiotika yang paling sensitif terhadap organisme penyebab yang diberikan
bila telah diketahui biakan dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak telah
terkontrol, antibiotika dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan.
Untuk meningkatkan absorpsi antibiotika oral, jangan diminum bersama
makanan.
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang
yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik
diangkat dan daerah itu diiringi secara langsung dengan larutan salin fisiologis
steril. Tetapi antibitika dianjurkan.
Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan ajuvan terhadap debridemen
bedah. Dilakukan sequestrektomi (pengangkatan involukrum secukupnya supaya
ahli bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan
pengangkatan tulang untuk memajankan rongga yang dalam menjadi cekungan
yang dangkal (saucerization). Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan
mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen.
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau
dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan grafting
dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpengisap untuk mengontrol
hematoma dan mebuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin normal
selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dengan pemberian irigasi
ini.
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk
merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi
dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot
diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh).
Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah; perbaikan asupan
darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi.
Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan
penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, kemudian
memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat
penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
Nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomor
register, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosis medis.
2. Keluhan Utama
Alasan yang menyebabkan lansia masuk ke rumah sakit. Biasanya karena
adanya gangguan pada sistem muskoloskletal.
3. Genogram
Mengkaji silsilah keluarga yang berkaitan dengan penyakit osteomyelitis.
4. Riwayat Kesehatan Sekarang
Sejak kapan timbul keluhan, apakan ada riwayat trauma. Hal-hal yang
menimbulkan gejala. Timbulnya gejala mendadak atau perlahan. Timbulnya
untuk pertama kalinya atau berulang. Perlu ditanyakan pula tentang ada-
tidaknya gangguan pada sistem lainnya. Kaji lansia untuk mengungkapkan
alasan lansia memeriksakan diri atau mengunjungi fasilitas kesehatan,
keluhan utama pasien dan gangguan muskuloskeletal meliputi :
a) Nyeri : identifikasi lokasi nyeri. Nyeri biasanya berkaitan dengan
pembuluh darah, sendi, fasia atau periosteum. Tentukan kualitas nyeri
apakah sakit yang menusuk atau berdenyut. Nyeri berdenyut biasanya
berkaitan dengan tulang dan sakit berkaitan dengan otot, sedangkan
nyeri yang menusuk berkaitan dengan fraktur atau infeksi tulang.
Identifikasi apakah nyeri timbul setelah diberi aktivitas atau gerakan.
Nyeri saat bergerak merupakan satu tanda masalah persendian.
Degenerasi panggul menimbulkan nyeri selama badan bertumpu pada
sendi tersebut. Degenerasi pada lutut menimbulkan nyeri selama dan
setelah berjalan. Nyeri pada osteoartritis makin meningkat pada suhu
dingin. Tanyakan kapan nyeri makin meningkat, apakah pagi atau malam
hari. Inflamasi pada bursa atau tendon makin meningkat pada malam
hari. Tanyakan apakah nyeri hilang saat istirahat. Apakah nyerinya dapat
diatasi dengan obat tertentu.
b) Kekuatan sendi : tanyakan sendi mana yang mengalami kekakuan,
lamanya kekakuan tersebut, dan apakah selalu terjadi kekakuan.
Beberapa kondisi seperti spondilitis ankilosis terjadi remisi kekakuan
beberapa kali sehari. Pada penyakit degenarasi sendi sering terjadi
kekakuan yang meningkat pada pagi hari setelah bangun tidur
(inaktivitas). Bagaimana dengan perubahan suhu dan aktivitas. Suhu
dingin dan kurang aktivitas biasanya meningkatkan kekakuan sendi.
Suhu panas biasanya menurunkan spasme otot.
c) Bengkak : tanyakan berapa lama terjadi pembengkakan, apakah juga
disertai dengan nyeri, karena bengkak dan nyeri sering menyertai cedera
pada otot. Penyakit degenerasi sendi sering kali tidak timbul bengkak
pada awal serangan, tetapi muncul setelah beberapa minggu terjadi nyeri.
Dengan istirahat dan meninggikan bagian tubuh, ada yang dipasang gips.
Identifikasi apakah ada panas atau kemerahan karena tanda tersebut
menunjukkan adanya inflamasi, infeksi atau cedera.
d) Deformitas dan imobilitas : tanyakan kapan terjadinya, apakah tiba-tiba
atau bertahap, apakah menimbulkan keterbatasan gerak. Apakah semakin
memburuk dengan aktivits, apakah dengan posisi tetentu makin
memburuk. Apakah lansia menggunakan alat bantu (kruk, tongkat, dll)
e) Perubahan sensori : tanyakan apakah ada penurunan rasa pada bagian
tubuh tertentu. Apakah menurunnya rasa atau sensasi tersebut berkaitan
dengan nyeri. Penekanan pada syaraf dan pembuluh darah akibat
bengkak, tumor atau fraktur dapat menyebabkan menurunnya sensasi.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat penyakit keluarga perlu diketahui untuk menentukan hubungan
genetik yang perlu diidentifikasi misalnya (penyakit diabetes melitus yang
merupakan predisposisi penyakit sendi degeneratif, TBC, artritis, riketsia,
osteomielitis, dll)
6. Riwayat Lingkungan Hidup
Pengkajian terhadap lingkungan hidup lansia. Seperti lingkungan keluarga,
tetangga, dan lain-lain.
7. Riwayat Rekreasi
Pengkajian terhadap seberapa seringnya lansia melakukan rekreasi.
8. Sumber/Sistem Pendukung
Pengkajian terhadap siapa saja sistem pendukung pada lansia, seperti
pasangan, anak, teman, saudara, atau tetangga.
9. Deskripsi Hari Khusus
Pengkajian terhadap hari khusus yg di miliki oleh lansia.
10. Riwayat Kesehatan dahulu
Data ini meliputi kondisi kesehatan individu. Data tentang adanya efek
langsung atau tidak langsung terhadap muskuloskeletal, misalnya riwayat
trauma atau kerusakan tulang rawan, riwayat artritis dan osteomielitis.
11. Pemeriksaan Fisik (Tinjauan Sistem)
Pemeriksaan Fisik secara umum (keadaan umum, integument, kepala, mata,
telinga, hidung dan sinus, mulut dan tenggorokan, leher, payudara,
pernafasan, kardiovaskuler, gastrointestinal, perkemihan, muskuloskletal,
sistem saraf pusat, sistem endokrin, reproduksi) tidak mengalami gangguan
sehingga tidak menjadi pengkajian secara khusus. Namun biasanya pada
sistem muskuloskeletal perlu dikaji lebih mendalam.
Adapun hal-hal yang perlu dikaji pada skelet tubuh, yaitu :
1) Adanya deformitas dan ketidaksejajaran yang dapat disebabkan oleh
penyakit sendi
2) Pertumbuhan tulang abnormal. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya
tumor tulang.
3) Pemendekan ekstrimitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak
sejajar secara anatomis
4) Angulasi abnormal pada tulang panjang, gerakan pada titik bukan
sendi, teraba krepitus pada titik gerakan abnormal, menunjukkan
adanya patah tulang.
Pengkajian Tulang Belakang
Deformitas tulang belakang yang sering terjadi perlu diperhatikan
yaitu :
1) Skoliosis (deviasi kurvantura lateral tulang belakang)
o Bahu tidak sama tinggi
o Garis pinggang yang tidak simetris
o Skapula yang menonjol
Skoliosis tidak diketahui penyebabnya (idiopatik), kelainan
kongenital, atau akibat kerusakan otot para-spinal, seperti
poliomielitis.
2) Kifosis (kenaikan kurvantura tulang belakang bagian dada).
Sering terjadi pada lansia dengan osteoporosis atau penyakti
neuromuskular.
3) Lordosis (membebek, kurvantura tulang bagian pinggang yang
berlebihan. Lordosis bisa ditemukan pada wanita hamil
Pada saat inspeksi tulang belakang sebaiknya baju pasien dilepas
untuk melihat seluruh punggung, bokong dan tungkai. Pemeriksan
kurvantura tulang belakang dan kesimetrisan batang tubuh dilakukan
dari pandangan anterior, posterior dan lateral. Dengan berdiri di
belakang pasien, perhatikan setiap perbedaan tinggi bahu dan krista
iliaka. Lipatan bokong normalnya simetris. Kesimetrisan bahu,
pinggul dan kelurusan tulang belakang diperiksa dalam posisi pasien
berdiri tegak dan membungkuk ke depan.
Pengkajian Sistem Persendian
Pengkajian sistem perssendian dengan pemeriksaan luas gerak sendi
baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas dan adanya benjolan.
Pemeriksaan sendi menggunakan alat goniometer, yaitu busur derajat
yang dirancang khusus untuk evakuasi gerak sendi.
1) Jika sendi diekstensikan maksimal namun masih ada sisa
fleksi, luas gerakan ini diangap terbatas. Keterbatasan ini
dapat disebabkan oleh deformitas skeletal, patologik sendi,
kontraktur otot dan tendon sekitar.
2) Jika gerakan sendi mengalami gangguan atau nyeri, harus
diperiksa adanya kelebihan cairan dalam kapsulnya (efusi),
pembengkakan dan inflamasi. Tempat yang paling sering
terjadi efusi adalah pada lutut.
Palpasi sendi sambil sendi digerakkan secara pasif akan memberi
informasi mengenai integritas sendi. Suara “gemeletuk”dapat
menunjukkan adanya ligamen yang tergelncir di antara tonjolan
tulang. Adanya krepitus karena permukaan sendi yang tidak rata
ditemukan pada pasien artritis. Jaringan sekitar sendi terdapat
benjolan yang khas ditemukan pada pasien :
1) Artritits reumatoid, benjolan lunak di dalam dan sepanjang
tendon.
2) Gout, benjolan keras di dalam dan di sebelah sendi
3) Osteoatritis, benjolan keras dan tidak nyeri merupakan
pertumbuhan tulang baru akibat destruksi permukaan kartilago
pada tulang dalam kapsul sendi, biasanya ditemukan pada
lansia.
Kadang-kadang ukuran sendi menonjol akibat artrofi otot di
proksimal dan distal sendi sering terlihat pada artritis reumatoid sendi
lutut.
Pengkajian Sistem Otot
Pengkajian sistem otot meliputi kemampuan mengubah posisi,
kekuatan dan koordinasi otot, serta ukuran masing-masing otot.
Kelemahan sekelompok otot menunjukkan berbagai kondisi seperti
polineuropati, gangguan elektrolit, miastenia grafis, poliomielitis dan
distrofi otot.
Palpasi otot dilakukan ketika ekstrimitas rileks dan digerakkan secara
pasif, perawat akan merasakan tonus otot. Kekuatan otot dapat diukur
dengan meminta pasien menggerakkan ekstrimitas dengan atau tanpa
tahanan. Misalnya, otot bisep yang diuji dengan meminta klien
meluruskan lengan sepenuhnya, kemudian fleksikan lengan melawan
tahanan yang diberikan oleh perawat.
Tonus otot (kontraksi ritmik otot) dapat dibangkitkan pada
pergelangan kaki dengan dorso-fleksi kaki mendadak dan kuat, atau
tangan dengan ekstensi pergelangan tangan.
Lingkar ekstrimitas harus diukur untuk memantau pertambaan ukuran
akibat edema atau perdarahan, penurunan ukuran akibat atrofi dan
dibandingkan ekstrimitas yang sehat. Pengukuran otot dilakukan di
lingkaran terbesar ekstrimitas, pada lokasi yang sama, pada posisi
yang sama dan otot dalam keadaan istirahat.
Gradasi Ukuran Kekuatan Otot
0 (zero) Tidak ada kontraksi saat palpasi, paralisis
1 (trace) Terasa adanya kontraksi otot, tetapi tidak ada gerakan
2 (poor) Dengan bantuan atau menyangga sendi dapat
melakukan gerakan sendi (range of motion, ROM)
secara penuh
3 (fair) Dapat melakukan gerakan sendi (ROM) secara penuh
dengan melawan gravitasi, tetapi tidak dapat melawan
tahanan
4 (good) Dapat melakukan ROM secara penuh dan dapat
melawan tahanan tingkat sedang
5 (normal) Dapat melakukan gerakan sendi (ROM) secara penuh
dan dapat melawan gravitasi dan tahanan
12. Pengkajian Psikososial dan Spiritual
a. Psikososial
Kemampuan sosialisasi lansia pada saat sekarang, sikap lansia dengan
orang lain dan harapan lansia dalam melakukan sosialisasi.
b. Identidikasi Masalah Emosional
Pertanyaan tahap 1 dan 2.
Masalah emosional (+) atau Negatif (-)
c. Spiritual
Kaji agama, kegiatan keagamaan, konsep/keyakinan tentang kematian.
13. Pengkajian Fungsional Lansia
a. Indeks kata
b. Modifikasi dari Barthel Indeks
14. Pengkajian Status Mental Gerontik
a. Identifikasi tingkat intelektual dengan Short Portable Mental Status
Questioner (SPSMQ)
b. Identifikasi aspek kognitif dan fungsi mental dengan menggunakan
MMSE (Mini Mental Status Exam)
15. Skala Psikologis
Menentukan skala depresi pada lansia.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan keterbatasan rentang
gerak
3. Risiko Terhadap Perluasan Infeksi berhubungan dengan pembentukan abses
tulang.
4. Kurang Pengetahuan tentang pengobatan
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan & Kriteria Hasil
Intervensi Rasional
1 Nyeri b/d inflamasi dan pembengkakan
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan klien melaporkan nyeri berkurang atau hilang Kriteria Hasil : - Skala nyeri 0-4 - Grimace (-) - Gerakan melokalisir nyeri (-)
1. Pantau tingkat dan intensitas nyeri
2. Lakukan imobilisasi dengan bidai
3. Tinggikan ekstrimitas yang nyeri
4. Ajarkan teknik relaksasi (nafas dalam)
5. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai program terapi
1. Tingkat dan intensitas nyeri merupakan data dasar yang dibutuhkan perawat sebagai pedoman pengambilan intervensi, sehingga setiap perubahan harus terus dipantau.
2. Imobilisasi dapat membantu meringankan tugas tulang dalam mempertahankan postur tubuh sehingga tidak terjadi kekakuan daerah sekitar yang menyebabkan nyeri.
3. Peninggian ekstrimitas dapat membantu meningkatkan aliran balik vena yang menyebaban pembengkakan berkurang sehingga penekanan daerah cedera menurun.
4. Teknik relaksasi (nafas dalam ) dapat membantu menurunkan tingkat ketegangan sehingga diharapkan tekanan otot-otot sekitar daerah cedera menurun
5. Analgesik berfungsi untuk melakukan hambatan pada sensor nyeri sehingga sensasi nyeri pada klien berkurang.
2 Gangguan mobilitas fisik b/d nyeri, keterbatasan rentang gerak
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan, klien dapat melakukan mobilisasi dengan atau tanpa bantuan perawat Kriteria hasil : - Klien dapat
1. Lakukan imobilisasi dengan bidai pada daerah yang mengalami kerusakan.
2. Ajarkan penggunaan alat
1. Imobilisasi dapat mengurangi pergerakan daerah cedera sehingga tidak terjadi kerusakan yang berlanjut, hal ini juga dapat membantu menopang berat tubuh.
2. Klien mungkin baru mengenal dan tidak dapat
melakukan ROM aktif - Klien dapat berpindah dengan bantuan alat
bantu berpindah
3. Jelaskan pada
pasien tetntang pentingnya pembatasan aktivitas
4. Latihan ROM aktif dan perpindahan maksimal 2 kali dalam sehari
5. Anjurkan partisipasi partisipasi aktif sesuai kemampuan dalam kegiatan sehari-hari
menggunakan alat bantu mobilitas seperti kruk atau walker sehingga peran perawat adalah memberikan pendidikan tentang cara penggunaannya.
3. Klien mungkin tidak mengerti mengenai tujuan pembatasan gerak, sehingga perawat harus memberikan penyuluhan tentang pentingnya pembatasan aktivitas pada pasien cedera. Pemahaman klien memungkinkan peningkatan daya kooperatif.
4. Latihan ROM dapat mencegah penurunan masa otot, kontraktur dan peningkatan vaskularisasi. Sehingga tidak timbul komplikasi yang tidak diharapkan
5. Partisipasi aktif dapat membantu pemulihan kesehatan dan melatih kekuatan otot, sehingga diharapkan klien dapat mempertahankan kekuatannya.
3 Risiko Terhadap Perluasan Infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang.
Setelah dilakukan perawatan, tidak terjadi perluasan infeksi pada klienKriteria hasil : - Tidak ada tanda-tanda infeksi - WBC Normal
1. Pertahankan tirah baring dalam posisi yang di programkan
2. Tinggikan ekstremitas yang sakit, instruksikan klien / bantu dalam latihan rentang gerak pada ekstremitas
1. Agar gangguan mobilitas fisik dapat berkurang
2. Dapat meringankan masalah gangguan mobilitas fisik yang dialami klien
yang sakit dan tak sakit
3. Beri penyanggah pada ekstremitas yang sakit pada saat bergerak
4. Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas
5. Berikan dorongan pada klien untuk melakukan AKS dalam lingkup keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan
6. Ubah posisi secara periodik
7. Kolaborasi dengan Fisioterapi / aoakulasi terapi
3. Dapat meringankan masalah gangguan mobilitas yang dialami klien
4. Agar klien tidak banyak melakukan gerakan yang dapat membahayakan
5. Mengurangi terjadinya penyimpangan – penyimpangan yang dapat terjadi
6. Mengurangi gangguan mobilitas fisik
7. Kolaborasi interprofesional membantu proses perawatan klien lebih efektif
4 Kurang Pengetahuan tentang pengobatan
Setelah diberikan tindakan keperawatan, diharapkan terjadi peningkatan pengetahuan mengenai kondisi dan penanganan yang bersangkutan, Kriteria Hasil :- Melaporkan pemahaman mengenai penyakit yang dialami- Menanyakan tentang pilihan terapi yang merupakan petunjuk kesiapan belajar
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien.
2. Berikan informasi pada pasien tentang perjalanan penyakitnya.
3. Berikan penjelasan pada pasien tentang setiap tindakan keperawatan yang diberikan.
1. Mengetahui tingkat pemahaman dan pengetahuan pasien tentang penyakitnya serta indikator dalam melakukan intervensi.
2. Meningkatkan pemahaman klien tentang kondisi kesehatan.
3. Mengurangi tingkat kecemasan dan membantu meningkatkan kerjasama dalam mendukung program terapi yang diberikan
DAFTAR PUSTAKA
Chang, Ester. Daly, John. Elliott, Daug. 2009. Patofisiologi ; Aplikasi pada Praktik
Keperawatan. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Fakultas Kedokteran UI. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, editor soelarto reksoprojo,
Tangerang: Binarupa Aksara
Potter, Patricia A. Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan
(Konsep, Prosess dan Praktik. Jakarta : EGC
Robbins, Stanley E. 2007. Buku Ajar Patologi. Jakarta : EGC
Sjamsuhidayat, R. de Jong, Wim. 2004. Buku Ajar llmu Bedah. Jakarta : EGC
Smeltzer, Susane C. Bare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC
Suratun, at all. 2008. Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal : Seri Asuhan
Keperawatan. Jakarta : EGC
Doenges, Marilyn E, dkk,. 2001. Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan. Jakarta : EGC