Post on 18-Feb-2015
description
TINJAUAN PUSTAKA
I. Defenisi
Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi dapat
memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Gangguan fungsi jantung dapat berupa
gangguan fungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian
preload dan afterload. Gagal jantung kongestif (congestive heart failure) merupakan suatu
keadaan saat terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme
kompensatoriknya.
II. Etiologi
Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit jantung
kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung meliputi:
1. Meningkatkan beban awal
Keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta dan cacat
septum ventrikel.
2. Meningkatkan beban akhir
Beban akhir meningkat pada keadaan-keadaan seperti stenosis aorta dan hipertensi
sistemik.
3. Menurunkan kontraktilitas miokardium
Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan
kardiomiopati.
Selain ketiga mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung, terdapat faktor-
faktor fisiologis lain yang dapat menyebabkan jantung gagal bekerja sebagai pompa. Faktor-
faktor yang mengganggu pengisian ventrikel (misal, stenosis katup atrioventrkularis) dapat
menyebabkan gagal jantung.
Faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya gagal jantung melalui penekanan
sirkulasi yang mendadak dapat berupa:
1. Disritmia
Disritmia akan mengganggu fungsi mekanis jantung dengan mengubah
rangsangan listrik yang memulai respons mekanis. Respons mekanis yang sinkron
dan efektif tidak akan dihasilkan tanpa adanya ritme jantung yang stabil.
2. Infeksi sistemik dan infeksi paru-paru
1
Respon tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh yang meningkat.
3. Emboli paru
Emboli paru secara mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap ejeksi
ventrikel kanan, memicu terjadinya gagal jantung kanan
Tabel 1.Penyebab Seluruh Kegagalan Pompa Jantung
Penyebab Seluruh Kegagalan Pompa Jantung
A. Kelainan Mekanik
1. Peningkatan Beban Tekanan
a. Sentral (Stenosis aorta)
b. Perifer (hipertensi sistemik)
2. Peningkatan Beban Volume (Regurgitasi katup, peningkatan
beban awal)
3. Obstruksi terhadap pengisian ventrikel (stenosis mitral atau
trikuspidal)
4. Tamponade Perikardium
5. Pembatasan Miokardium atau Endokardium
6. Aneurisme Ventrikel
7. Dissinergi Ventrikel
B. Kelainan Miokardium (otot)
1. Primer
a. Kardiomiopati
b. Miokarditis
c. Kelainan Metabolik
d. Toksisitas (Alkohol, Kobalt)
e. Presbikardia
2. Kelainan Disdinamik Sekunder (Akibat Kelainan Mekanik)
a. Deprivasi Oksigen (Penyakit Jantung Koroner)
b. Kelainan Metabolik
c. Perdadangan
d. Penyakit Sistemik
e. Penyakit Paru Obstruktif Kronis
C. Perubahan Irama Jantung atau Urutan Hantaran
2
1. Tenang (Standstill)
2. Fibrilasi
3. Takikardia atau bradikardia ekstrim
4. Asinkronitas listrik, gangguan konduktif
III. Patofisiologi
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung
akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang
efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi volume sekuncup dan
meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya volume akhir diastolik
ventrikel, terjadinya peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri. Akibatnya terjadi pula
peningkatan tekanan atrium kiri karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama
diastol. Peningkatan tekanana atrium kiri diteruskan ke belakang kedalam pembuluh darah
paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila tekanan hidrostatik
anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh darah, akan terjadi transudasi
cairan ke dalam interstisial sehingga terjadilah edema interstisial. Peningkatan lebih lanjut
dapat mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru.
Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan vena
paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan.
Serentetan kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung
kanan, dimana akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema.
Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme primer yang dapat terjadi
yaitu :
1. Peningkatan aktifitas adrenergik simpatik.
Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respon
simpatis kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatik merangsang
pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan medula adrenal.
Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah curah
jantung. Selain itu, juga terjadi vasokonstriksi arteri perifer untuk menstabilkan
tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke
organ-organ yang metabolismenya rendah seperti kulit dan ginjal untuk
mempertahankan perfusi ke jantung dan otak. Venokonstriksi akan meningkatkan
aliran balik vena ke sisi kanan jantung dan akan meningkatkan beban awal jantung
yang nantinya akan meningkatkan kontraksi dan curah jantung.
3
2. Peningkatan beban awal melalui aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron.
Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan mengakibatkan penurunan
aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus akibatnya terjadilah pelepasan renin
dari aparatus jukstaglomerulus. Interaksi renin dengan angiotensinogen di dalam
darah akan menghasilkan angiotensi I. Kemudian akan terjadi konversi
angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II akan merangsang sekresi
aldosteron dari kelenjar adrenal yang akan meningkatkan reabsorspi natrium pada
tubulus distal dan duktus pengumpul.Natrium akan menarik air. Selain itu,
angiotensin II jua menghasilkan efek vasokonstriksi yang meningkatkan tekanan
darah.
3. Hipertrofi ventrikel.
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium
atau bertambah tebal dinding miokardium. Hipertrofi akan meningkatkan jumlah
sarkomer dalam sel-sel miokardium sehingga dapat meningkatkan kekuatan
kontraksi ventrikel sehingga curah jantung aka meningkat.
Ketiga respon ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung.
Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal
atau hampir normal pada awal perjalanan gagal dan pada keadaan istirahat. Namun, kelainan
kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak saat beraktivitas. Dengan
berlanjutnya gagal jantung, maka kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif.
IV. Klasifikasi
Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan. Gagal
jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal jantung kronis dekompensasi,
serta gagal jantung kronis. Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark
miokard akut, dengan pembagian:
Derajat I : Tanpa gagal jantung
Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3 galop dan
peningkatan tekanan vena pulmonalis
Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan paru.
Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik < 90
mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan
diaforesis)
Berdasarkan New York Heart Association, Klasifikasi gagal jantung :
4
Kelas I : Tanpa keluhan - Masih bisa melakukan aktivitas fisik sehari-hari
tanpa disertai kelelahan, sesak napas, ataupun palpitasi.
Kelas II : Ringan - aktivitas fisik ringan/sedang menyebabkan kelelahan, sesak
napas, ataupun palpitasi, tetapi jika aktivitas ini dihentikan maka
keluhan pun hilang.
Kelas III : Sedang - aktivitas fisik ringan/sedang menyebabkan kelelahan, sesak
napas, ataupun palpitasi, tetapi keluhan akan berkurang jika aktivitas
dihentikan.
Kelas IV : Berat - tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari, bahkan pada
saat istirahat pun keluhan tetap ada dan semakin berat jika
melakukan aktivitas.
V. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda gagal ke belakang jantung kiri
Dispnea (sulit bernapas)
Merupakan keluhan yang paling umum. Dispnea disebabkan oleh peningkatan kerja
pernafasan akibat kongesti vaskular paru yang mengurang kelenturan paru dan
peningkatan tahanan aliran udara. Dispnea saat beraktivitas (dyspneu d’effort)
menunjukan gejala awal dari gagal jantung kiri.
Orthopnea
Orthopnea, yang didefinisikan sebagai sesak napas yang terjadi pada posisi berbaring,
biasanya merupakan manifestasi lanjut dari gagal jantung dibandingkan dyspneu
d’effort. Hal ini terjadi akibat redistribusi dari cairan dari sirkulasi splanchnik dan
ektremitas bawah kedalam sirkulasi pusat selama berbaring, disertai dengan
peningkatan tekanan kapiler pulmoner.
Batuk nocturnal (batuk yang dialami pada malam hari)
Merupakan gejala yang sering terjadi pada proses ini dan seringkali menyamarkan
gejala gagal jantung yang lain.
Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND)
Istilah ini berarti adanya episode akut dari sesak napas yang berat dan batuk yang
biasanya terjadi pada malam hari dan membangunkan pasien dari tidur, biasanya 1-3
jam setelah pasien tidur. PND dapat bermanifestasi sebagai batuk-batuk atau
wheezing, kemungkinan karena peningkatan tekanan pada arteri bronchial
5
menyebabkan kompresi saluran udara, disertai dengan edema pulmoner interstitial
yang meyebabkan peningkatan resistensi saluran udara. Diketahui bahwa orthopnea
dapat meringan setelah duduk tegak, sedangkan pasien PND seringkali mengalami
batuk dan wheezing yang persisten walaupun mereka mengaku telah duduk tegak.
Ronki
Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru merupakan ciri khas
dari gagal jantung kiri. Awalnya terdengar dibagian bawah paru-paru karena pengaruh
gaya gravitasi.
Hemoptisis
Disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang terjadi akibat distensi vena.
Disfagia (sulit menelan)
Disebabkan oleh distensi atrium kiri atau vena pulmonalis yang menyebabkan
kompresi esofagus dan disfagia.
Gejala dan tanda gagal ke belakang jantung kanan
Kongesti vena sistemik
Dapat diamati dengan peningkatan tekanan vena jugularis (JVP), vena-vena leher
mengalami bendungan. Tekanan vena sentral (CVP) dapat meningkat secara
paradoks selama inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat menyesuaikan
terhadap peningkatan aliran balik vena ke jantung selama inspirasi.
Hepatomegali (pembesaran hati)
Nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan kapsula hati.
Keluhan gastrointestinal.
Anorexia, nausea, dan perasaan penuh yang berkaitan dengan nyeri abdominal
merupakan gejala yang sering dikeluhkan dan dapat berkaitan dengan edema pada
dinding usus dan/atau kongesti hepar.
Edema perifer
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema mula-mula tampak
pada bagian tubuh yang bergantung seperti palpebra pada pagi hari. Siangnya edema
akan tampak pada ekstremitas terutama tungkai akibat gravitasi.
Nokturia (diuresis malam hari)
Nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada waktu berbaring.
6
Asites dan edem anasarka
Gagal jantung yan berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema tubuh generalisata.
Gejala dan tanda gagal ke depan jantung kiri
Hipoperfusi ke organ-organ nonvital
Penurunan cardiac output menimbulkan hipoperfusi ke organ-organ nonvital demi
mempertahankan perfusi ke jantung dan otak sehingga manifestasi paling dini dari
gagal ke depan adalah berkurangnya perfusi ke organ seperti kulit, otot rangka, dan
ginjal.
- Kulit pucat dan dingin
disebabkan oleh vasokonstriksi perifer.
- Demam ringan dan keringat yang berlebihan
disebabkan oleh vaskonstriksi kulit yang dapat menghambat kemampuan tubuh
untuk melepaskan panas.
- Kelemahan dan keletihan
disebabkan oleh kurangnya perfusi ke otot rangka. Gejala juga dapat diperberat
oleh ketidakseimbangan elektrolit dab cairan atau anoreksia.
- Anuria
Akibat kurangnya perfusi darah ke ginjal.
Pernapasan Cheyne-Stokes
Juga disebut sebagai pernapasan periodic atau pernapasan siklik, pernapasan Cheyne-
Stokes umum terjadi pada gagal jantung berat dan biasanya berkaitan dengan
rendahnya cardiak ouput. Pernapasan Cheyne-Stokes disebabkan oleh berkurangnya
sensitivitas pada pusat respirasi terhadap tekanan PCO2. Terdapat fase apneu, dimana
terjadi pada saat penurunan PO2 arterial dan PCO2 arterial meningkat. Hal ini
merubah komposisi gas darah arterial dan memicu depresi pusat pernapasan,
mengakibatkan hiperventilasi dan hipokapnia, diikuti rekurensi fase apnea.
Pernapasan Cheyne-Stokes dapat dipersepsi oleh keluarga pasien sebagai sesak napas
parah (berat) atau napas berhenti sementara.
Gejala serebral
Pasien dengan gagal jantung dapat pula datang dengan Gejala serebral, seperti
disorientasi, gangguan tidur dan mood, dapat pula diamati pada pasien dengan gagal
jantung berat, terutama pasien lanjut usia dengan arteriosclerosis serebral dan perfusi
7
serebral yang menurun. Nocturia umum terjadi pada gagal jantung dan dapat berperan
dalam insomnia.
VI. Diagnosis
Diagnosisdibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksan
penunjang.
a. Anamnesis
Manifestasi klinis
Gagal jantung ringan dan moderat :
- Perasaan tidak nyaman jika berbaring pada permukaan yang datar dalam
beberapa menit.
- Tekanan darah sistolik dapat normal atau tinggi.
Gagal jantung berat :
- Pasien harus duduk dengan tegak
- Sesak nafas
- Tidak dapat mengucapkan satu kalimat lengkap karena sesak yang dirasakan
- Tekanan darah sistolik berkurang karena adanya disfungsi LV berat
Peningkatan aktivitas adrenergic menyebabkan :
- Sianosis pada bibir dan kuku
- Sinus takikardi (merupakan tanda nonspesifik)
Tekanan nadi dapat berkurang atau menghilang menandakan adanya
penurunan stroke volume
Vasokonstriksi perifer menyebabkan dinginnya ekstremitas bagian perifer
b. Pemeriksaan fisis : inspeksi perut bisa membuncit, palpasi dapat ditemukan
hepatomegali, perkusi, dan auskultasi bising usus biasanya normal
c. Pemeriksaan penunjang :
1. Foto toraks
Mengarah ke kardiomegali, LVH jantung membesar ke kiri, apeks menekan
diafragma (tertanam),RVH jantung membesar ke kiri dengan apeks terangkat
dari diafragma, pinggang jantung merata atau menonjol,dan ada gambaran
double kontur.
Corakan vascular paru menggambarkan kranialisasi
8
Garis Kerley A/B
Infiltrat prekordial kedua paru
Efusi pleura
2. EKG untuk melihat penyakit yang mendasari seperti infark miokard dan aritmia.
Hipertropi ventrikel kiri dimana S d V1 + R di V5/V6 ≥ 35 mm , aritmia misalnya
terdapat fibrilasi atrium dimana jarak R ke R’ tidak seragam.
3. Pemerikasaan lain : pemeriksaan Hb, elektrolit, ekokardiografi untuk kelainan
katup , angiografi, fungsi ginjal, dan fungsi tiroid dilakukan atas indikasi.
4. Laboratorium :
a. Faal ginjal :
Urin :
- Berat jenis <
- Volume urin menurun
- Na urin menurun, rennin meningkat aldosteron
Darah :
- Ureum meningkat dan kreatinin clearance menurun, maka
menunjukkan gagal jantung yang berat.
- Na, Bl dan albumin menurun, sehingga meningkatkan volume darah
dan cairan udema karena rennin dan aldosteron meningkat.
- Asidosis metabolic : pH turun, HCO3 turun, maka menunjukkan gagal
jantung dan gagal ginjal.
b. Faal hati
Bilirubin darah, urin dan urobilinogen meningkat
LED turun
LDH naik, terutama LDH5
Fosfatase alkali naik (ringan/berat)
Protombin agak naik
c. Faal paru
Tekanan O2 turun karena pertukaran gas terganggu , paru udema
Alkalosis respiratorik : pH naik, pCO2 turun, maka terjadi dapat
hiperventilasi, respon terhadap hipoksemia
Asidosis respiratorik : pH turun, pCO2 naik, maka dapat terjadi udema
paru akut yang menyebabkan kegagalan ventilasi dan retensi CO2.
9
Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosa ditegakkan gagal jantung
kongestif, yaitu ditemukan minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.
Kriteria mayor :
Paroksismal nocturnal dispnea
Distensi vena leher
Peningkatan tekanan vena jugularis
Rongki basah halus tidak nyaring
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop S3
Refluks hepatojugular
Kriteria minor :
Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dyspneu d’effort
Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
Takikardi (>120x/menit)
Kriteria mayor atau minor
Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan.
VII. Penatalaksanaan
10
Aktivitas
Walaupun aktivitas fisik berat tidak dianjurkan pada gagal jantung, suatu
latihan rutin ringan terbukti bermanfaat pada pasien gagal jantung dengan NYHA
kelas I-III. Pasien euvolemik sebaiknya didorong untuk melakukan latihan rutin
isotonic seperti jalan atau mengayuh sepeda ergometer statis, yang dapat ditoleransi.
Beberapa penelitian mengenai latihan fisik memberikan hasil yang positif dengan
berkurangnya gejala, meningkatkan kapasitas latihan, dan memperbaiki kualitas dan
durasi kehidupan. Manfaat pengurangan berat badan dengan restriksi intake kalori
belum diketahui secara jelas
Diet
Diet rendah garam (2-3 g per hari) dianjurkan pada semua pasien gagal
jantung.
Diuretik
Kebanyakan dari manifestasi klinik gagal jantung sedang hingga berat
diakibatkan oleh retensi cairan yang menyebabkan ekspansi volume dan gejala
kongestif. Diuretik adalah satu-satunya agen farmakologik yang dapat mengendalikan
retensi cairan pada gagal jantung berat, dan sebaiknya digunakan untuk
11
mengembalikan dan menjaga status volume pada pasien dengan gejala kongestif
(sesak napas, orthopnea, dan edema) atau tanda peningkatan tekanan pengisian (rales,
distensi vena jugularis, edema perifer). Furosemide, torsemide, dan bumetanide
bekerja pada loop of Henle (loop diuretics) dengan menginhibisi reabsorbsi Na+,
K+,dan Cl – pada bagian asendens pada loop of henle; thiazide dan metolazone
mengurangi reabsorbsi Na+ dan Cl- pada bagian awal tubulus kontortus distal, dan
diuretic hemat kalium seperti spironolakton bekerja pada tingkat duktus koligens.
Vasodilator
Vasodilator diindikasikan pada gagal jantung akut sebagai first line theraphy,
apabila hipoperfusi padahal tekanan darah adekuat dan tanda-tanda kongesti dengan
diuresis sedikit, untuk membuka sirkulasi perifer dan mengurangi pre-load. Contoh
vasodilator Gliseril trinitrat 5-mononitrat, Isosorbid dinitrat, Nitropusid, dan Nesitirid.
ACE Inhibitor (ACEI)
Terdapat banyak bukti yang menyatakan bahwa ACE inhibitor sebaiknya
digunakan pada pasien simptomatis dan asimptomatis dengan EF (Ejection fraction)
menurun. ACE inhibitor mempengaruhi sistem rennin-angiotensin dengan
menginhibisi enzyme yang berperan terhadap konversi angiotensin menjadi
angiotensin II. Tidak hanya itu, karena ACE inhibitor (ACEI) juga dapat menghambat
kininase II, sehingga dapat mengakibatkan peningkatan bradykinin, yang akan
meningkatkan efek bermanfaat dari supresi angiotensin. ACEI menstabilkan LV
remodeling, meringankan gejala, mengurangi kemungkinan opname, dan
memperpanjang harapan hidup. Karena retensi cairan dapat menurunkan efek ACEI,
dianjurkan untuk diberikan diuretic sebelum memulai terapi ACEI. Akan tetapi,
penting untuk mengurangi dosis diuretic selama awal pemberian ACEI dengan tujuan
mengurangi kemungkinan hipotensi simptomatik. ACEI sebaiknya dimulai dengan
dosis rendah, diikuti dengan peningkatan dosis secara bertahap jika dosis rendah dapat
ditoleransi.
Efek samping yang kebanyakan terjadi berkaitan dengan supresi sistem renin
angiotensin. Penurunan tekanan darah dan azotemia ringan dapat terjadi selama
pemberian terapi dan biasanya ditoleransi dengan baik sehingga dosis tidak perlu
diturunkan. Akan tetapi, jika hipotensi diikuti dengan rasa pusing atau disfungsi renal
12
menjadi lebih berat, maka penting untuk menurunkan dosisnya. Pada retensi
potassium yang tidak berespon dengan diuretic, dosis ACE juga perlu diturunkan.
Angiotensin Receptor Blocker (ARB)
Obat ini ditoleransi dengan baik pada pasien yang tidak dapat diberikan ACE
karena batuk, rash kulit, dan angioedema. Walaupun ACEI dan ARB menghambat
sistem rennin-angiotensin, kedua golongan obat ini bekerja dalam mekanisme yang
berbeda. ACEI memblokir enzim yang berperan dalam mengkonversi angiotensin I
menjadi angiotensin II, ARB memblokir efek angiotensin II pada reseptor angiotensin
tipe I. Beberapa penelitian klinik menunjukkan manfaat terapeutik dari penambahan
ARB pada terapi ACEI pada pasien HF kronis.
Baik ACE inhibitor maupun ARBs memiliki efek serupa terhadap tekanan
darah, fungsi ginjal, dan potassium. Sehingga efek samping kedua obat tersebut
serupa pula.
β-Adrenergic Receptor Blockers
Terapi Beta blocker menunjukkan kemajuan utama dalam penanganan pasien
dengan penurunan EF. Obat ini mempengaruhi efek berbahaya dari aktivasi sistem
adrenergic yang berkepanjangan dengan secara kompetitif memblokir satu atau lebih
reseptor adrenergik (α1, β1, and β2). Walaupun terdapat manfaat potensial dalam
memblokir tiga reseptor ini, kebanyakan efek penurunan aktivasi adrenergic dimediasi
oleh reseptor β1. Jika diberikan bersamaan dengan ACEI, beta blocker menghambat
proses LV remodeling, meringankan gejala pasien, mencegah opname, dan
memperpanjang harapan hidup. Maka dari itu beta blocker diindikasikan pada pasien
HF simptomatik atau asimptomatik dengan EF menurun (<40%).
Efek samping dari beta bloker biasanya terkait dengan komplikasi yang timbul
dari penurunan sistem saraf adrenergic. Reaksi ini umumnya terjadi beberapa hari
setelah permulaan terapi dan biasanya responsive setelah dosis dikurangi. Terapi
betabloker dapat menyebabkan bradykardia dan/atau eksaserbasi heart block. Maka
dari itu, dosis beta blocker sebaiknya diturunkan jika heart rate menurun hingga
<50>1 receptor yang dapat mengakibatkan efek vasodilatasi.
Antagonis Aldosteron
13
Walaupun dikategorikan sebagai diuretic hemat kalium, obat yang memblokir
efek aldosteron (spironolakton atau eplerenon) memiliki efek bermanfaat yang
independent dari efek keseimbangan sodium. Walaupun ACEI dapat menurunkan
sekresi aldosteron secara transient, dengan terapi jangka panjang, kadar aldosteron
akan kembali seperti sebelum terapi ACEI dilakukan. Maka dari itu, pemberian
antagonis aldosteron dianjurkan pada pasien dengan NYHA kelas III atau kelas IV
yang memiliki EF yang menurun (<35%).
Permasalahan utama pemberian antagonis aldosteron adalah peningkatan
resiko hyperkalemia, dimana lebih cenderung terjadi pada pasien yang menerima
terapi suplemen potassium atau mengalami insufisiensi renal sebelumnya. Antagonis
aldosteron tidak direkomendasikan jika kreatinin serum >2.5 mg/dL (atau klirens
kreatinin <30>5.0 mmol/L.
Antikoagulan dan Antiplatelet
Pasien HF memiliki peningkatan resiko terjadinya kejadian thromboembolik.
Pada penilitan klinis, angka kejadian stroke mulai dari 1,3 hingga 2,4% per tahun.
Penurunan fungsi LV dipercaya mengakibatkan relative statisnya darah pada ruang
kardiak yang berdilatasi dengan peningkatan resiko pembentukan thrombus.
Penatalaksanaan dengan warfarin dianjurkan pada pasien dengan HF, fibrilasi atrial
paroxysmal, atau dengan riwayat emboli sistemik atau pulmoner, termasuk stroke atau
transient ischemic attack (TIA). Pasien dengan iskemik kardiomyopati simptomatik
atau asimptomatik dan memiliki riwayat MI dengan adanya thrombus LV sebaiknya
diatasi dengan warfarin dengan permulaan 3 bulan setelah MI, kecuali terdapat
kontraindikasi terhadap pemakaiannya.
Aspirin direkomendasikan pada pasien HF dengan penyakit jantung iskemik
untuk menghindari terjadinya MI dan kematian. Namun, dosis rendah aspirin (75 atau
81 mg) dapat dipilih karena kemungkinan memburuknya HF pada dosis lebih tinggi.
LAPORAN KASUS
14
IDENTITAS PASIEN:
Nama : Tn. R
Umur : 72 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Muaro Paneh, Solok
Pekerjaan : Petani
ANAMNESIS:
Keluhan Utama: sesak sejak ± 2 jam yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang:
- Sesak sejak 1 hari yang lalu, meningkat sejak ± 2 jam yang lalu, sesak terus menerus,
sesak tidak berbunyi, tidak dipengaruhi cuaca, dan diperberat oleh aktivitas,
berkurang dengan istirahat.
- Sesak bertambah kalau berbaring dan pasien lebih suka tidur dengan bantal yang
ditinggikan.
- Sesak tiba-tiba saat pasien sedang tertidur (+)
- Riwayat sesak sebelumnya (+)
- Kedua kaki sembab sejak 1 bulang yang lalu
- BAB encer 1 hari yang lalu, frekuensi 3 x, ampas (+), lensir (-), darah (-). Saat ini
sudah tidak mencret lagi.
- Riwayat sering batuk, terutama di malam hari disangkal
- Demam (-)
- Nyeri kepala (-)
- Nyeri dada (-)
- Perut membesar (-)
- BAK tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu:
- Riwayat hipertensi (+) sejak 3 tahun yang lalu, kontrol tidak teratur
- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat DM disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga:
- Tidak ada keluarga yang menderita penyakit jantung, hipertensi, dan DM.
15
Riwayat Kebiasaan, Sosial Ekonomi, dan Pekerjaan:
- Pasien dulu bekerja sebagai petani, sekarang sudah tidak bekerja lagi.
- Pasien merokok, 1 bungkus/ hari.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum :
Kesadaran : CMC
Keadaan Umum : Sedang
Keadaan Gizi : Sedang
Berat Badan : 55 kg
Tinggi Badan : 165 cm
Tekanan Darah : 150/90 mmHg
Nadi : 112 x / menit
Nafas : 32 x / menit
Suhu : 36,7 0C
Kulit : Sianosis (-)
KGB : Tidak membesar
Mata : Konjungtiva anemis (+/+)
Sclera ikterik (-/-)
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Tidak ditemukan kelainan
Tenggorokan : Tidak ditemukan kelainan
Gigi dan mulut : Tidak ditemukan kelainan
Leher : JVP 5+2 cmH2O
Kelenjer tiroid tidak membesar
Dada : Paru : I : simetris kiri dan kanan
P : fremitus kiri = kanan
Pk : sonor
A : vesikuler, Rh (+/+) basah halus tidak nyaring di kedua basal
paru, Wh (-/-)
Jantung : I : iktus tidak terlihat
P : iktus teraba 1 jari lateral LMCS RIC VI
16
Pk : batas jantung kanan : LSD
batas jantung kiri : 1 jari lateral LMCS RIC VI
batas jantung atas : RIC II
Au : bunyi jantung murni teratur , M1> M2, P2< A2, bising (-)
Perut : I : perut tampak tidak membuncit
P : supel, hepar dan lien tidak teraba.
Pk : tympani, shifting dullness (+)
A : BU (+) N
Punggung : CVA : NT (-), NK (-)
Anggota gerak : edema +/+, Rf ++/++, Rp -/-
Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi
Hb : 8,4 gr/dl
Leukosit : 16,6700/mm3
Ht : 44%
Trombosit : 433.000/m3
GDS : 205 mg/dl
Ureum : 38,1 mg/dl
Kreatinin : 1,10 mg/dl
Urinalisa
Warna : kuning
Darah : -
Bilirubin : -
Urobilinogen : +
Keton : -
Protein : -
Nitrit : -
Glukosa : -
pH : 7,0
Bj : 1,005
Sedimen :
- Eritrosit : -
17
- Silinder : -
- Leukosit : 2-5/LPB
- Kristal : -
- Epitel : 1-2/LPK
EKG:
- Irama sinus, LVH, RVH
Roentgen Thorax :
Kardiomegali dengan bendungan paru
Diagnosa kerja
CHF fc class III - IV LVH RVH irama sinus ec HHD
Diagnosis tambahan
Anemia ringan ec penyakit kronis
Terapi :
O2 3 liter/menit
Istirahat / Diet jantung II
IVFD RL 10 tts/i
Inj Lasix 1 x 1 amp iv
Inj Ceftriaxone 2 x 1 gr iv (skin test)
Spironolacton 1 x 25 mg
Captopril 2 x 12,5 mg
Pasang Kateter, balance cairan
Rencana : cek gula darah puasa dan 2 jam PP (besok)
FOLLOW UP
25/10/20 1 2
S/ - Sesak (+)
18
- Kaki sembab (+)
O/ Ku : sedang
KS : cmc
TD : 140/90 mmHg
Nd : 98 x/menit
Nf : 28 x/menit
T : 37,0oc
Dada : Paru : I : simetris kiri dan kanan
P : fremitus kiri = kanan
Pk : sonor
A : vesikuler, Rh (+/+) basah halus tidak nyaring di kedua basal
paru, Wh (-/-)
Jantung : I : iktus tidak terlihat
P : iktus teraba 1 jari lateral LMCS RIC VI
Pk : batas jantung kanan : LSD
batas jantung kiri : 1 jari lateral LMCS RIC VI
batas jantung atas : RIC II
Au : bunyi jantung murni teratur , M1> M2, P2< A2, bising (-)
Laboratorium :
GDP : 67 mg/dl
GD 2 jam PP : 91 mg/dl
A/ CHF fc class II - III LVH RVH irama sinus ec HHD
Anemia ringan ec penyakit kronis
Th/
O2 3 liter/menit
Istirahat / Diet jantung II
IVFD RL 10 tts/i
Inj Lasix 1 x 1 amp iv
Inj Ceftriaxone 2 x 1 gr iv (skin test)
Spironolacton 1 x 25 mg
19
Captopril 2 x 12,5 mg
26/10/2012
S/ - Sesak (+) berkurang
- Kaki sembab (+) berkurang
- Nyeri perut
O/ Ku : sedang
KS : cmc
TD : 140/80 mmHg
Nd : 90 x/menit
Nf : 24 x/menit
T : 36,5oc
Dada : Paru : I : simetris kiri dan kanan
P : fremitus kiri = kanan
Pk : sonor
A : vesikuler, Rh (+/+) basah halus tidak nyaring di kedua basal
paru, Wh (-/-)
Jantung : I : iktus tidak terlihat
P : iktus teraba 1 jari lateral LMCS RIC VI
Pk : batas jantung kanan : LSD
batas jantung kiri : 1 jari lateral LMCS RIC VI
batas jantung atas : RIC II
Au : bunyi jantung murni teratur , M1> M2, P2< A2, bising (-)
A/ CHF fc class II - III LVH RVH irama sinus ec HHD
Anemia ringan ec penyakit kronis
Th/
Off infus
Captopril tab 2 x 12,5 mg
Furosemid tab 2 x 40 mg
Lansoprazole caps 1 x 1
20
Antacid syr 3 x C1
27/10/2012
S/ - Sesak (-)
- Kaki sembab (+) berkurang
- Nyeri perut (-)
O/ Ku : sedang
KS : cmc
TD : 140/90 mmHg
Nd : 90 x/menit
Nf : 20 x/menit
T : 36,70c
Dada : Paru : I : simetris kiri dan kanan
P : fremitus kiri = kanan
Pk : sonor
A : vesikuler, Rh (+/+) basah halus tidak nyaring di kedua basal
paru, Wh (-/-)
Jantung : I : iktus tidak terlihat
P : iktus teraba 1 jari lateral LMCS RIC VI
Pk : batas jantung kanan : LSD
batas jantung kiri : 1 jari lateral LMCS RIC VI
batas jantung atas : RIC II
Au : bunyi jantung murni teratur , M1> M2, P2< A2, bising (-)
A/ CHF fc class I-II LVH RVH irama sinus ec HHD
Anemia ringan ec penyakit kronis
Th/
Furosemid tab 1x 40 mg
Spironolacton tab 1 x 25 mg
Bisoprolol tab 1x2,5 mg
Captopril 2 x 12,5 mg
Pasien boleh pulang, kontrol poliklinik
21
DISKUSI
Telah dirawat di bangsal penyakit dalam RSUD Solok seorang pasien laki-laki usia 72
tahun dengan diagnosis CHF fc class III - IV LVH RVH irama sinus ec HHD dan diagnosis
tambahan anemia ringan ec penyakit kronis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
22
Dari anamnesis didapatkan keluhan berupa sesak sejak 1 hari yang lalu, meningkat
sejak ± 2 jam yang lalu, sesak terus menerus, sesak tidak berbunyi, tidak dipengaruhi cuaca,
dan diperberat oleh aktivitas, berkurang dengan istirahat. Sesak bertambah jika pasien
berbaring dan pasien lebih suka tidur dengan bantal yang ditinggikan. Riwayat sesak tiba-tiba
saat pasien sedang tertidur (+), riwayat sesak sebelumnya (+), serta kedua kaki sembab sejak
1 bulang yang lalu. Sesak dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor , mekanisme yang
paling penting adalah kongesti paru, yang diakibatkan oleh akumulasi cairan pada jaringan
intertisial atau intraalveolar alveolus yang mengurangi kelenturan paru dan peningkatan
tahanan aliran udara.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 150/90 mmHg, frekuensi nadi 112
x/menit, frekuensi nafas 32 x/menit, JVP 5+2 cmH2O. Pada pemeriksaan fisik paru
ditemukan adanya rhonki basah halus tidak nyaring di kedua basal paru, yang disebabkan
oleh transudasi cairan paru merupakan ciri khas dari gagal jantung kiri. Dari pemeriksaan
fisik jantung, pemeriksaan EKG dan rontgen thorax didapatkan adanya tanda-tanda
pembesaran jantung. Anamnesis dan pemeriksaan-pemeriksaan di atas mengarahkan kita
kepada diagnosis gagal jangtung kongestif yang disertai dengan pembesaran ventrikel kanan
dan kiri. Etiologi terjadinya gagal jantung kongestif pada pasien ini disebabkan oleh penyakit
hipertensi kronis.
Pada pasien ini dilakukan penatalaksanaan berupa pemberian O2, istirahat dan diet
jantung II, IVFD RL 10 tts/I, injeksi lasix 1 x 1 amp iv, injeksi ceftriaxone 2 x 1 gr iv (skin
test), spironolacton 1 x 25 mg peroral, captopril 2 x 12,5 mg peroral, serta pemasangan
kateter dan balance cairan.
23