Post on 30-Dec-2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Pendahuluan
Insiden terjadinya tumor illeum jarang terjadi, sebaliknya insiden
terjadinya tumor kolon atau rektum relatif umum. Pada kenyataannya, kanker
kolon dan rektum saat ini adalah tipe yang paling umum kedua dari kanker
internal di Amerika Serikat. Diperkirakan bahwa 150.000 kasus baru kanker
kolorektal di diagnosis di Amerika Serikat setiap tahunnya. Kanker kolon
menyerang individu dua kali lebih besar dibanding kan kanker rektal. Insidensnya
meningkat sesuai dengan usia, kebanyakan pada pasien yang berusia lebih dari 55
tahun dan makin tinggi pada individu dengan riwayat keluarga mengalami kanker
kolon, penyakit usus inflamasi kronis atau polip. Perubahan pada persentase
distribusi telah terjadi pada tahun terakhir. Insidens kanker pada sigmoid dan area
rektal telah menurun, sedangkan insidens pada kolon asendens dan desendens
meningkat.
Lebih dari 156.000 orang terdiagnosa setiap tahunnya, kira-kira setengah
dari jumlah tersebut meninggal setiap tahunnya, meskipun sekitar tiga dari empat
pasien dapat diselamatkan dengan diagnosis dini dan tindakan segera. Angka
kelangsungan hidup di bawah lima tahun masih mencapai 40% sampai 50%,
terutama karena terlambat dalam diagnosis dan adanya metastase ke jaringan
bahkan organ lain. Kebanyakan pasien mengeluh asimtomatis dalam jangka waktu
lama dan mencari bantuan kesehatan hanya bila mereka menemukan perubahan
pada kebiasaan defekasi atau perdarahan rektal.
Penyebab nyata dari kanker kolon dan rektal tidak diketahui, tetapi faktor
resiko telah teridentifikasi, termasuk riwayat atau riwayat kanker kolon atau polip
dalam keluarga, riwayat penyakit usus inflamasi kronis dan diet tinggi lemak,
rotein dan daging serta rendah serat
1.2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana pengertian, etiologi, klasifikasi dan stadium
adenocarcinoma recti?
b. Bagaimana patofiologi dan terapi dari adenocarcinoma rekti?
1.3. Tujuan
a. Untuk mengetahu pengertian pengertian, etiologi, klasifikasi, dan
stadium adenokarcinoma recti
b. Untuk mengetahui patofisiologi dan terapi dari adenocarcinoma recti
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama pasien : Tn. A
Usia : 51 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Ngaglik, Malang
Pekerjaan : Swasta
Nama Istri : Ny. S
Usia istri : 48 tahun
Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
Suku : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Nganglek, Malang
2.2 Anamnesa
2.2.1 Keluhan Utama :BAB berdarah
2.2.2 Keluhan Penyerta : Tidak dapat BAB
2.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien menegluh tidak dapat BAB
sejak satu bulan yang lalu, bisa BAB hanya bila diberikan obat
pencahar dan suplemen serat tambahan, Feses yang dikeluarkan
berwarna hitam dan bercampur darah. Darah terkadang beku
terkadang disertai darah segar yang mengalir deras Ukuran feses
kecil-kecil setelah BAB pasien merasa tidak tuntas atau merasa
masih ada yang tersisa di dalam perutnya. Pasien juga merasa
terdapat penurunan berat badan selama tiga bulan terakhir dan
merasa nafsu makannya mulai menurun.
2.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat Mondok : Pasien pernah MRS dan operasi usus buntu
dikarenakan di dalam usus buntunya terdapat tumor saat pasien
masih berusia 15 tahun.
b. Riwayat Asma : Disangkal
c. Riwayat Kejang Demam : Disangkal
d. Riwayat Alergi Obat atau Makanan : Disangkal
e. Riwayat Hipertensi : Disangkal
f. Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal
2.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat penyakit serupa : Disangkal
b. Riwayat Asma : Disangkal
c. Riwayat Kejang Demam : Disangkal
d. Riwayat Alergi Obat atau Makanan : Disangkal
e. Riwayat Hipertensi : Ayah pasien meninggal karena
stroke dan hipertensi
f. Riwayat Penyakit Jantung : Disangkal
2.2.6 Riwayat Kebiasaan
Waktu luang diisi dengan berkumul bersama keluarga dan mengisi
kegiatan di kampungnya karena Tn. A merupakan ketua pengurus
Karang Taruna di desanya.,
2.2.7 Riwayat Gizi
Pasien makan sehari-hari biasanya 2-3 kali sehari dengan nasi,
sayur dan lauk. Pasien tidak pernah suka sayur, tetapi setelah
pasien mengalami kesusahan BAB pasien mulai mengkonsumsi
sayur.
Anamnesis Sistem
1. Kulit : warna kuning, kulit gatal (-)
2. Kepala : sakit kepala (-), pusing(-)rambut rontok(-), luka(-),
benjolan di leher(-), demam(-)
3. Mata : pandangan mata berkunang-kunang (-), penglihatan
kabur (-), ketajaman penglihatan berkurang (-),
penglihatan ganda(-)
4. Hidung : tersumbat (-/-), mimisan(-/-)
5. Telinga : pendengaran berkurang (-), berdengung (-), cairan(-),
nyeri(-)
6. Mulut : sariawan (-), mulut kering(-), lidah terasa pahit(-)
7. Tenggorokan : nyeri menelan (-), suara serak(-)
8. Pernafasan : sesak nafas (-), batuk(-), mengi(-)
9. Kardiovaskuler : nyeri dada (-), berdebar-debar(-)
10. Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), diare(-), nafsu makan
menurun(+), nyeri perut(-), BAB tidak lancer.
11. Genitourinaria : BAK normal
12. Neurologik : lumpuh(-), kaki kesemutan(-), kejang (-)
13. Psikiatrik : emosi stabil (-), mudah marah(-)
14. Muskolokeletal : kaku sendi (-), nyeri sendi pinggul (-), nyeri tangan
dan kaki(-), nyeri otot(-)
15. Ekstremitas atas : bengkak(-), sakit(- ), telapak tangan pucat( -),
kebiruan(-), luka(- )
16. Ekstremitas bawah : bengkak (-), sakit(-), telapak kaki pucat(-),
kebiruan(-), luka(-)
2.3 Pemeriksaan Fisik
2.3.1 Keadaan Umum : Tampak baik
2.3.2 Kesadaran/GCS : Compos mentis/ 456
2.3.3 Antopometri
BB : kg
PB : cm
2.3.4 Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
RR : 22 x/menit
T0ax : 36 0C
2.3.3 Head to Toe
1. Kulit : Kuning, turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), pucat (-), petechie (-),
eritem (-)
2. Kepala : bentuk mesocephal, massa (-)
3. Mata : conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil isokor (-/-)
4. Hidung : nafas cuping hidung (-/-), rhinorrhea (-/-), epistaksis (-/-)
5. Mulut : mukosa bibir pucat (-/-), sianosis bibir (-/-), bibir kering (-/-)
6. Telinga : otorrhea (-/-), pendengaran berkurang (-/-)
7. Tenggorokan : tonsil membesar (-/-), pharing hiperemis (-)
8. Leher : lesi kulit (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),
9. Thorax : normochest, simetris, pernafasan abdominalthoracal, retraksi (-),
massa (-), krepitasi (-), kelainan kulit (-), nyeri (-)
Cor:
Inspeksi : ictus cordis tampak (+)
Palpasi : tidak ada data nyeri tekan dan massa
Perkusi : Batas kiri atas : ICS 2 PSL sinistra
Batas kanan atas : ICS 2 PSL dexstra
Batas kiri bawah : ICS 4 PSL sinistra
Batas kanan bawah : ICS5 MCL dexstra
Auskultasi : S1 S2 norma regular, HR 112 x/menit. Suara tambahan (-)
Pulmo
Inspeksi : retraksi intercostae (-), massa (-)
Palpasi : krepitasi (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi :
Vesikuler Rhonki basah
-
-
-
- -
Abdomen
Inspeksi : distended (+), membesar dibagian bawah, terdapat bekas
jahitan di region kanan bawah
Palpasi : nyeri tekan abdomen (+), perut terasa penuh
Perkusi : timpani menurun
Auskultasi : bising usus (+ menurun)
+ +
+
+ +
10. Sistem Collumna Vertebralis :
Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)
Palpasi : nyeri tekan (-)
11. Ekstremitas :
Akral hangat Oedem
12. Pemeriksaan neurologik :
Kesadaran : compos mentis/ GCS 456
Fungsi luhur : tidak ada data
Fungsi vegetatif : tidak ada data
Fungsi sensorik
Fungsi motorik
Ref.Fisiologis
Ref.Patologis
13. Pemeriksaan Rectal Toucher
Konsistensi feses keras dan berwarna hitam disertai darah yang menempel
pada feses. Terdapat benjolan di rectum dengan diameter kurang lebih 1 cm
yang letaknya sepertiga distal dari lubang anus.
2.4 Differential Diagnosa
a. Carcinoma Recti
b. Hemoroid
c. Colitis ulceratif
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Kekuatan Tonus Reflek Fisiologis
+ +
+ +
- -
- -
+ +
+ +
5 5
5 5+ +
+ +
+ +
+ +
2.5.1 Darah Lengkap
PemriksaanHasil
Unit Nilai Normal
Hematologi
Hb
Hct
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
POW
MPV
PCT
g/dl
%
Ribu/uL
Ribu/uL
Juta/uL
Fl
Fl
%
11,5-13,5
34-40
50-14,5
150-440
3,96-5,32
9-13
7,2-11,1
Index
MCV
MCH
MCHC
Fl
Pg
%
75-97
24-30
31-37
Differential
Basofil
Eosinofil
Limfosit
Monosit
Neutrofil
%
%
%
%
%
0-1
1-6
30-45
2-8
50-70
Jumlah Total sel
Limfosit
Total basofil
Total monosit
Total eosinofil
Total neutrofil
Ribu/uL
Ribu/uL
Ribu/uL
Ribu/uL
Ribu/uL
2.5.2 Carcinoembryogenic Antigen (CEA)
Didapatkan hasil : 2,66 ( )
2.5.3 USG Abdomen & Pelvis
2.5.4 Kolonoskopi
2.5.5 Foto Rongent PA
2.5.6 Biopsi
2.6 Resume
2.61 Anamnesa
Pasien menegluh tidak dapat BAB sejak satu bulan yang lalu, bisa BAB
hanya bila diberikan obat pencahar dan suplemen serat tambahan, Feses yang
dikeluarkan berwarna hitam dan bercampur darah. Darah terkadang beku
terkadang disertai darah segar yang mengalir deras Ukuran feses kecil-kecil
setelah BAB pasien merasa tidak tuntas atau merasa masih ada yang tersisa di
dalam perutnya. Pasien juga merasa terdapat penurunan berat badan selama tiga
bulan terakhir dan merasa nafsu makannya mulai menurun. Saat berumur 15 tahun
pasien pernah masuk rumah sakit dan operasi usus buntu dikarenakan di dalam
usus buntunya terdapat tumor. Pasien mengeluh tidak ada mual dan muntah
2.6.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik berupa inspeksi didapatkan abdomen yang
distended, serta terdapat bekas jahitan di region kanan bawah. Untuk aukultasi
didapatkan bising usus yang menurun. Untuk palpasi abdomen terdapat nyeri saat
di tekan di seluruh lapang abdomen khususnya bagian bawah. Saat diraba
abdomen terasa penuh dengan feses. Pada perkusi terdengar suara timpani yang
menurun di seluruh lapang abdomen. Pada pemeriksaan rectal toucher didapatkan
feses yang ukurannya mengecil berwarna kehitaman disertai darah, selain itu juga
ditemukan benjolan dengan ukuran kurang lebih 1 cm di sepertiga distal.
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang
2.7 Diagnosa Holistik
2.7.1 Diagnosa Klinis
Adenocarcinoma colorecti stage IV
2.7.2 Diagnosa Psikologis
Pasien merasa hidupnya saat ini sangat tergantung dengan keluarganya dan
akan banyak merepotkan keluarga karena pasien tidak bisa mandiri dalam
melakukan kegiatan sehari-hari.
2.7.3 Diagnosa Sosial
Pasien tidak dapat melakukan aktivitas sosialnya dengan baik, karena
pasien saat ini harus banyak istirahat dan akan lebih banyak berbaring ditempat
tidur.
2.7.4 Diagnosa Fungsional
Derajat fungsional scorenya 4 karena pasien harus rawat inap di rumah
sakit, berbaring dan banyak istirahat sehingga pasien tidak dapat melakukan
aktifitas sehari-hari.
2.8 Terapi
2.8.1 Medikamentosa
2.8.2 Non Medikamentosa
2.9 Follow Up
Tgl S O A P
7 Okt 2013
Susah BAB sejak satu bulan yang lalu
Hanya bisa BAB jika diberi obat pencahar dan suplemen serat tambahan
Feses yang dikeluarkan berwarna hitam dan bercampur darah.
Darah terkadang beku terkadang disertai darah segar yang mengalir deras
Ukuran feses kecil-kecil
Setelah BAB pasien merasa tidak tuntas atau merasa masih ada yang tersisa di dalam perutnya.
Pasien juga merasa terdapat penurunan berat badan selama tiga bulan terakhir dan merasa nafsu makannya mulai menurun.
KU: Tampak baik Kesadaran:
compos mentis GCS : 456 TD : 110/70
mmHg Nadi:84x/mnt RR : 22 x/mnt Toax: 36oC Abdomen:
inspeksi : abdomen yang distended, serta terdapat bekas jahitan di region kanan bawah. auskultasi : BU (+, menurun)palpasi: nyeri tekan (+) di seluruh lapang abdomen khususnya bagian bawah, terasa penuh dengan feses. Perkusi : suara timpani yang menurun di seluruh lapang abdomen.
Rectal toucher : didapatkan feses yang ukurannya mengecil berwarna kehitaman disertai darah, selain itu juga ditemukan benjolan dengan ukuran kurang lebih 1 cm di sepertiga distal
DDx: Carcinoma
Rekti Hemorroid Colitis
Ulceratif
P.Penunjang:Darah lengkap, Foto rotngen Thorax AP, CEA, USG Abdomen & Pelvis
Terapi: Infus RL 30
tts/mnt Nutricam 6x250
cc/hari Niflec + Air = 2
ml/ hari
Edukasi: Banyak makan
sayur dan buah yang mengandung banyak serat.
8 Okt Batuk mulai KU: Tampak baik Dx Ore- P.Penunjang:
2013 Sudah bisa BAB
BAB cair Tidak ada
darah Nafsu makan
meningkat
Kesadaran: compos mentis
GCS : 456 TD : 120/70
mmHg Nadi:80x/mnt RR : 22x/mnt Toax: 36oC Abdomen:
inspeksi : abdomen yang distended, serta terdapat bekas jahitan di region kanan bawah. auskultasi :BU (+, menurun)palpasi: nyeri tekan (+) di seluruh lapang abdomen khususnya bagian bawah, terasa penuh dengan feses. Perkusi : suara timpani yang menurun di seluruh lapang abdomen.
Rectal toucher : didapatkan feses yang ukurannya mengecil berwarna kehitaman disertai darah, selain itu juga ditemukan benjolan dengan ukuran kurang lebih 1 cm di sepertiga distal
Operatif:Adenocarcinoma recti
DL: Normal Foto rotngen Thorax AP: Normal CEA : 2.24USG Abdomen&Pelvis :
Planing penunjangKolonoskopiBiopsi jaringan
Terapi: Infus RL 30
tts/mnt Nutricam 6x250
cc/hari Niflec + Air = 2
ml/ hari
Persiapan untuk laparatomi
Edukasi: Banyak makan
sayur dan buah yang mengandung banyak serat
9 Okt 2013
BAB III
KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
3.1 Profil Keluarga
3.1.1 Karakteristik Demografi Keluarga
Nama Pasien : Tn. A
Alamat : Ngaglik, Malang
Bentuk Keluarga : Nuclear Family
Siklus keluarga : orang tua dengan anak
Struktur Komposisi Keluarga
Tabel 1. Daftar anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah
No Nama Kedudukan L/P Umur Pendidikan PekerjaanPasien
RSKeterangan
1. Tn. AKepala
KeluargaL 51 SMP Swasta Ya
Adenocarcinoma
colorekti stage
IV
2. Ny. S Ibu P 48 SMP IRT Tidak -
4. An. L Anak L 18 SMAAnak ke
2Tidak -
Kesimpulan : Keluarga Tn. A termasuk dalam Nuclear Family yang terdiri
dari 4 orang, anak pertama sudah menikah dan tinggal bersama suaminya.
Sementara anak kedua mereka masih tinggal bersama dalam satu rumah yang
beralamtkan di desa ngaglik Malang. Tn. A bekerja sebagai wiraswasta
sedangkan Ny. S adalah ibu rumah tangga.
3.1.2 Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan Hidup
Lingkungan Tempat Tinggal
Tabel 2. Lingkungan Tempat Tinggal
Status kepemilikan rumah : menumpang/kontrak/hibah/milik sendiri
Daerah perumahan : kumuh/padat bersih/berjauhan/mewah
Karakteristik Rumah dan Lingkungan Kesimpulan
Luas rumah : 18 m2, Luas halaman rumah : 3 m2 Pasien tinggal di
rumah milik sendiri
yang memenuhi
standar rumah sehat
dengan jumlah
penghuni lima
orang yang
merupakan nuclear
family
Jumlah penghuni dalam satu rumah : 3 orang
Jarak antar rumah : - m
Rumah 2 lantai, lantai bawah hanya ruang tamu dan dapur sedangkan
lantai 2 terdapat 2 buah kamar
Lantai rumah dari : keramik
Dinding rumah dari : tembok batu bata
Jamban keluarga : mandiri
Tempat bermain : halaman rumah
Penerangan listrik : 900 watt, Pencahayaan cukup baik ( ±6 buah
jendela yang di atasnya diberi ventilasi), jumlah pintu sebanyak 2 buah
(pintu depan, pintu atas)
Ketersediaan air bersih : Sumur bor
Kondisi rumah : meskipun rumah tampak kecil tetapi bersih. Ventilasi
berupa jendela kaca dan ventilasi kayu yang berada di atas jendela..
Halaman depan rumah cukup luas dan diberi banyak bunga yang
dirawat baik oleh Ny. S.
Tempat pembuangan sampah : di depan rumah kemudian diambil oleh
petugas kebersihan setiap pagi.
3.1.3 Penilaian Perilaku Kesehatan Keluarga
Jenis tempat berobat : Praktek dokter pribadi dan RS Swasta yang
cukup jauh jaraknya
Asuransi/jaminan kesehatan : Jamsostek
3.1.4 Sarana Pelayanan Kesehatan
Tabel 3. Pelayanan kesehatan
Faktor Keterangan Kesimpulan
Cara mencapai pusat Jalan kaki Jarak cukup jauh, tetapi
pelayanan kesehatan Angkot
Kendaraan pribadi
pasien juga merasa puas
dengan pelayanan RS
Tarif pelayanan
kesehatan
Sangat mahal
Mahal
Terjangkau
Murah
Gratis
Pasien merasa senang
berobat di rumah sakit
swasta karena
pelayanannya yang
bagus
Kualitas pelayanan kesehatan Sangat Memuaskan
Memuaskan
Cukup Memuaskan
Tidak memuaskan
3.1.5 Pola Konsumsi Makanan Keluarga (Food Recall)
Kebiasaan Makan
Keluarga pasien makan sehari-hari biasanya 3 kali dengan nasi sepiring,
sayur, dan lauk yang bervariasi setiap harinya. Pasien tidak suka makan
sayur dan jarang sekali makan buah.
Tabel 4. Food Recall
Makan Pagi
Nasi Putih Tempe goreng Tahu goreng air putih
Makan Siang
Nasi putih Ayam goreng Air putih
Makan Malam
Nasi putih Rawon Air putih
Penerapan pola gizi seimbang
Tn. A mengaku dari dulu tidak suka mengkonsumsi sayur tetapi
setelah terjadi gangguan BAB beberapa bulan yang lalu Tn. A mulai
sering mengkonsumsi sayur dan buah-buahan secara rutin.
3.1.6 Pola Dukungan Keluarga
Faktor pendukung terselesaikannya masalah dalam keluarga
Keluarga Tn. N cukup harmonis dan saling mendukung. Setiap
masalah yang timbul biasanya didiskusikan dan diselesaikan bersama-
sama dengan istri dan anaknya. Anaknya yang saat ini tinggal dengan
suaminya sering sekali datang ke rumah Tn. A untuk menjenguk Tn. A
dan Ny. S.
Faktor penghambat terselesaikannya masalah dalam keluarga
Menurut penulis untuk saat ini tidak ada penghambat dalam
menyelesaikan masalah dalam keluarga.
3.2 Identifikasi Fungsi-Fungsi Keluarga
3.2.1 Fungsi Holistik
Fungsi Biologis
Tn. A terserang adenocarcinoma colorekti stadium IV
Fungsi Psikologis
Pasien merasa hidupnya saat ini sangat tergantung dengan keluarganya dan
akan banyak merepotkan keluarga karena pasien tidak bisa mandiri dalam
melakukan kegiatan sehari-hari.
Fungsi Sosial
Pasien sering bermain dengan anak-anak tetangga dan saudaranya yang
tinggal di sebelah rumahnya.
3.2.2 Fungsi Fisiologis
Adaptation
Kemampuan anggota keluarga tersebut beradaptasi dengan anggota
keluarga yang lain, serta penerimaan, dukungan dan saran dari anggota
keluarga yang lain.
Partnership
Menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling mengisi antara
anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami oleh keluarga
tersebut
Growth
Menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru yang dilakukan
anggota keluarga tersebut
Affection
Menggambarkan hubungan ksih saying dan interaksi antar anggota
keluarga
Resolve
Menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang kebersamaan dan
waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga yang lain.
Nama : Tn. A
Umur : 48 thn
Kedudukan di keluarga : Kepala Rumah Tangga
KETERANGAN Sering/selalu Kadang-kadang
Jarang/tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah
√
P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya
√
G Saya puas dengan cara keluarga say menerima dan mendukung keinginan saya melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru
√
A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
√
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama
√
Jumlah skor : 10
Nama : Ny. S
Umur : 38 Thn
Kedudukan di keluarga : Istri dan Ibu
KETERANGAN Sering/selalu Kadang-kadang
Jarang/tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah
√
P Saya puas dengan cara keluarga saya √
membahas dan membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga say menerima dan mendukung keinginan saya melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru
√
A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
√
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama
√
Jumlah skor : 10
Nama : AN. L
Umur : 18 Thn
Kedudukan di keluarga : Anak ke II
KETERANGAN Sering/selaluKadang-kadang
Jarang/tidak
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah
√
P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya
√
G Saya puas dengan cara keluarga say menerima dan mendukung keinginan saya melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru
√
A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
√
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama
√
Jumlah skor : 10
APGAR skor keluarga Ny. I : (10+10+10)/3 = 10
Kesimpulannya, fungsi fisiologis keluarga Ny. I Baik
Keterangan= Hubungan baik
Tn. A
Ny. SAn. L
5.2.3 Fungsi Patologis
Fungsi patologis dari keluarga TN. A dinilai dengan menggunakan alat berupa kuisioner S.C.R.E.E.M sebagai berikut:
SUMBER PATOLOGIS KET
SocialTn. A merupakan ketua pengurus karang taruna di desanya dan selalu aktif setiap melakukan kegiatan atau acara yang diselenggarakan di desanya
-
CultureSehari-hari mereka menggunakan bahasa jawa meskipun bahasa jawa yang digunakan bahasa jawa kasar.
-
ReligiousPemahaman keluarga ini terhadap agama cukup bagus semua keluarga menggunakan kerudung dan dapat membaca Al-Qur’an dengan baik.
-
Economic
Tingkat ekonomi keluarga ini termasuk menengah ke bawah. Mereka menggunakan jamsostek untuk menanggung biaya RS dan sisanya merupakan hasil patungan dari seluruh anggota keluarga besar Tn. A
+
EducationalTn. A dan Ny. S memiliki pendidikan sedikit rendah yaitu keduanya merupakan lulusan dari SMP
+
Medical
Kesadaran keluarga ini terhadap kesehatan cukup rendah. Tn.A jarang sekali ke RS karena Tn. A takut dengan jarum suntik. Mereka hanya meminum jamu jika mereka sakit.
+
Kesimpulan : Keluarga Tn. A memiliki fungsi fisiologis berupa economic, educational dan medical.
5.2.4 Pola Interaksi Keluarga
Kesimpulan :
Hubungan antara anggota keluarga di kelurga Tn. A baik dan sangat harmonis
serta saling mendukung.
5.2.5 Genogram
3.3 Identifikasi Lingkungan Rumah
a. Identifikasi Faktor Perilaku Keluarga
Keluarga An. A cukup peduli dengan kesehatan karena mereka biasa
menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat dengan selalu mencuci tangan
sebelum dan sesudah melakukan sesuatu hal ini terlihat dari adanya wastafel yang
ada di ruang tengah di rumahnya. Selain itu mereka juga selalu ke dokter jika
mengalami sakit. Ny. S merupakan pensiunan PNS yang sebelumnya bekerja di
universitas pendidikan kedokteran dan mengaku sangat menjaga kesehatan
keluarganya. Dari keterangan tersebut maka penulis mengambil kesimpulan
bahwa anggota keluarha An. A memiliki pengetahuan kesehatan yang cukup baik.
a. Identifikasi Faktor Non-Perilaku
Rumah yang dihuni oleh keluarga An. A masuk dalam kategori yang
memenuhi standar kesehatan, luas bangunan cukup lebar dengan halaman yang
luas, luas rumahnya 9x10 m², pencahayaan dan ventilasi rumah yang baik hanya
saja jarak rumah dengan jalan raya cukup dekat dan tidak terdapat pohon atau
tanaman sebagai penyaring udara. Untuk kebutuhan air sehari-hari diperoleh dari
sumur galian sedalam 15 m jarak antara sumur dengan septic-tank lebih dari 10 m
karena septic-tank letaknya berada di belakang rumah. Untuk pembuangan
sampah dilakukan oleh petugas kebersihan setiap harinya.
6.2 Identifikasi Lingkungan Rumah
a. Lingkungan Luar Rumah
Keluarga An. A terdiri dari lima orang yang tinggal dalam satu rumah
berukuran 9x10 m. jarak antar rumah satu dengan yang lainnya cukup berdekatan.
Rumah memiliki halaman yang cukup luas dengan pagar pembatas. Jarak rumah
dengan jalan raya sangat dekat dan tidak terdapat tanaman disekitarnya. Saluran
pembuangan air hujan dan limbah rumah tangga menjadi satu kemudian tersalur
ke got depan rumah. Pembuangan sampah dirumah dilakukan dengan cara
dikumpulkan di tong sampah kemudian setiap pagi akan diambil oleh petugas
kebersihan sekitar. Halaman belakang rumah tampak kotor karena keluarga ini
memelihara unggas berupa ayam dan entok.
b. Lingkungan Dalam Rumah
PemahamanKeluarga paham dengan kesehatan
SikapPeduli dengan kesehatan An. A
TindakanMembeli obat dan pergi ke dokter
YanKesJarak dengan PelYanKes cukup dekat
GenBukan merupakan penyakit keturunan
Lingkungan
Lingkungan rumah baik & memenuhi standar
An. Adan
Keluarga
Faktor Perilaku Faktor Non-Perilaku
Dinding rumah sudah terbuat dari batu bata, lantai rumah menggunakan
keramik. Rumah ini terdiri dari 6 ruangan yaitu 1 kamar tidur utama, 1 kamar
tidur anak, 1 kamar mandi, 1 ruang tamu, 1 ruang makan, 1 ruang keluarga, 1
garasi mobil dan 1 dapur dan 1 kamar mandi. Ruang tamu dan ruang keluarga
menjadi satu tetapi dibatasi oleh lemari hias. Rumah ini memiliki 3 pintu untuk
keluar masuk, satu di bagian depan dan belakang menuju halaman belakang
lainnya di pintu garasi mobil. serta dilengkapi beberapa jendela. Keluarga ini
sudah mempunyai fasilitas MCK keluarga dan fasilitas air bersih dari sumur
galian sedalam 15 m. Ventilasi dan pencahayaan yang cukup baik. Halaman yang
cukup luas.
Denah Rumah An. A
9 m
Keterangan :Indoor- Luas rumah 90 m2.- Lantai sudah menggunakan keramik.- Pencahayaan, sirkulasi udara, dan ventilasi cukup baik.
Outdoor- Halaman rumah cukup luas tetapi jaraknya dengan jalan raya sangat dekat
dan tidak terdapat tanaman atau pohon sebagai penyaring udara. - Sumber air bersih dari sumur galian.- Saluran pembuangan air dan limbah rumah tangga langsung menuju selokan.
Ruang Tamu
Halaman
Ruang Keluarga Kamar Utama
Kamar Anakmusholah
Garasi
Dapur
Kamar Mandi
Tangga
10 m
U
- Saluran jamban menuju septic tank.7.4 Matrikulasi Masalah
Prioritas masalah ini ditentukan melalui teknik kriteria matriks.
No
.
Daftar Masalah I T R Jumlah
IxTxRP S SB Mn Mo Ma
1. Kondisi rumah yang
sangat dekat dengan
jalan raya dan halaman
belakang yang kotor
akibat memelihara
unggas
5 5 4 2 2 3 3 3.600
2. Tidak ada tanaman atau
pohon yang berfungsi
sebagai penyaring
udara dari jalan raya
5 5 3 2 2 3 3 2.700
Keterangan :
I : Importancy (pentingnya masalah)
P : Prevalence (besarnya masalah)
S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)
SB : Social Benefit (keuntungan sosial karena selesainya masalah)
T : Technology (teknologi yang tersedia)
R : Resources (sumber daya yang tersedia)
Mn : Man (tenaga yang tersedia)
Mo : Money (sarana yang tersedia)
Ma : Material (pentingnya masalah)
Kriteria penilaian :
1 : tidak penting
2 : agak penting
3 : cukup penting
4 : penting
5 : sangat penting
Berdasarkan kriteria matriks diatas, maka urutan prioritas masalah keluarga An.
A adalah sebagai berikut :
1. Keluarga An. A kurang mengetahui pentingnya jarak rumah dengan jalan
raya, karena hal ini dapat mempengaruhi lingkungan dan udara yang
masuk ke dalam rumah. Selain itu keluarga An. A juga kurang mengerti
kondisi kondisi halaman belakang yang kotor akibat memelihara unggas.
2. Keluarga An. A kurang mengetahui pentingnya adanya pohon atau
tanaman sebagai filter atau penyaring udara yang berasal dari kendaraan
bermotor.
Kesimpulan :
Kurangnya perhatian mengenai lingkungan rumahnya.
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Anatomi Rectum
Gambar 1. Anatomi Rectum
Secara anatomi rektum terbentang dari vertebre sakrum ke-3 sampai garis
anorektal. Secara fungsional dan endoskopik, rektum dibagi menjadi bagian
ampula dan sfingter. Bagian sfingter disebut juga annulus hemoroidalis,
dikelilingi oleh muskulus levator ani dan fasia coli dari fasia supra-ani. Bagian
ampula terbentang dari sakrum ke-3 ke difragma pelvis pada insersi muskulus
levator ani. Panjang rrektum berkisa 10-15 cm, dengan keliling 15 cm pada recto-
sigmoid junction dan 35 cm pada bagian ampula yang terluas. Pada orang dewasa
dinding rektum mempunyai 4 lapisan : mukosa, submukosa, muskularis (sirkuler
dan longitudinal), dan lapisan serosa.
Perdarahan arteri daerah anorektum berasal dari arteri hemoroidalis
superior, media, dan inferior. Arteri hemoroidalis superior yang merupakan
kelanjutan dari a. mesenterika inferior, arteri ini bercabang 2 kiri dan kanan.
Arteri hemoroidalis merupakan cabang a. iliaka interna, arteri hemoroidalis
inferior cabang dari a. pudenda interna. Vena hemoroidalis superior berasal dari
plexus hemoroidalis internus dan berjalan ke arah kranial ke dalam v. mesenterika
inferior dan seterusnya melalui v. lienalis menuju v. porta. Vena ini tidak berkatup
sehingga tekanan alam rongga perut menentukan tekanan di dalamnya. Karsinoma
rektum dapat menyebar sebagai embolus vena ke dalam hati. Vena hemoroidalis
inferior mengalirkan darah ke v. pudenda interna, v. iliaka interna dan sistem vena
kava.
Pembuluh limfe daerah anorektum membentuk pleksus halus yang
mengalirkan isinya menuju kelenjar limfe inguinal yang selanjutnya mengalir ke
kelenjar limfe iliaka. Infeksi dan tumor ganas pada daerah anorektal dapat
mengakibatkan limfadenopati inguinal. Pembuluh rekrum di atas garis anorektum
berjalan seiring dengan v. hemoroidalis seuperior dan melanjut ke kelenjar limfe
mesenterika inferior dan aorta.
4.2 Fisiologi Rectum
Rektum biasanya kosong sampai menjelang defekasi. Seorang yang
mempunyai kebiasaan teratur akan merasa kebutuhan membung air besar kira-kira
pada waktu yang sama setiap hari. Hal ini disebabkan oleh refleks gastro-kolika
yang biasanya bekerja sesudah makan pagi. Setelah makanan ini mencapai
lambung dan setelah pencernaan dimulai maka peristaltik di dalam usus
terangsang, merambat ke kolon, dan sisa makanan dari hari kemarinnya, yang
waktu malam mencapai sekum mulai bergerak. Isi kolon pelvis masuk ke dalam
rektum, serentak peristaltik keras terjadi di dalam kolon dan terjadi perasaan di
daerah perineum. Tekanan intra-abdominal bertambah dengan penutupan glottis
dan kontraksi diafragma dan otot abdominal, sfinkter anus mengendor dan
kerjanya berakhir.
Jenis gelombang peristaltik yang terlihat dalam usus halus jarang timbul
pada sebagian kolon, sebaliknya hampir semua dorongan ditimbulkan oleh
pergerakan lambat kearah anus oleh kontraksi haustrae dan gerakan massa.
Dorongan di dalam sekum dan kolon asenden dihasilkan oleh kontraksi haustrae
yang lambat tetapi berlangsung persisten yang membutuhkan waktu 8 sampai 15
jam untuk menggerakkan kimus hanya dari katup ileosekal ke kolon transversum,
sementara kimusnya sendiri menjadi berkualitas feses dan menjadi lumpur
setengah padat bukan setengah cair.
Pergerakan massa adalah jenis pristaltik yang termodifikasi yang ditandai
timbulnya sebuah cincin konstriksi pada titik yang teregang di kolon transversum,
kemudian dengan cepat kolon distal sepanjang 20 cm atau lebih hingga ke tempat
konstriksi tadi akan kehilangan haustrasinya dan berkontraksi sebagai satu unit,
mendorong materi feses dalam segmen itu untuk menuruni kolon.
Kontraksi secara progresif menimbulkan tekanan yang lebih besar selama
kira-kira 30 detik, kemudian terjadi relaksasi selama 2 sampai 3 menit berikutnya
sebelum terjadi pergerakan massa yang lain dan berjalan lebih jauh sepanjang
kolon. Seluruh rangkaian pergerakan massa biasanya menetap hanya selama 10
sampai 30 menit, dan mungkin timbul kembali setengah hari lagi atau bahkan satu
hari berikutnya. Bila pergerakan sudah mendorong massa feses ke dalam rektum,
akan timbul keinginan untuk defekasi.
Sebagian besar waktu, rectum tidak berisi feses, hal ini karena adanya
sfingter yang lemah ±20 cm dari anus pada perbatasan antara kolon sigmoid dan
rectum serta sudut tajam yang menambah resistensi pengisian rectum. Bila terjadi
pergerakan massa ke rectum, kontraksi rectum dan relaksasi sfingter anus akan
timbul keinginan defekasi. Pendorongan massa yang terus menerus akan dicegah
oleh konstriksi tonik dari 1) sfingter ani interni; 2) sfingter ani eksternus.
Keinginan berdefekasi muncul pertama kali saat tekanan rectum mencapai
18 mmHg dan apabila mencapai 55 mmHg, maka sfingter ani internus dan
eksternus melemas dan isi feses terdorong keluar. Satu dari refleks defekasi
adalah refleks intrinsic (diperantarai sistem saraf enteric dalam dinding rectum.
Ketika feses masuk rectum, distensi dinding rectum menimbulkan sinyal aferen
menyebar melalui pleksus mienterikus untuk menimbulkan gelombang peristaltic
dalam kolon descendens, sigmoid, rectum, mendorong feses ke arah anus. Ketika
gelombang peristaltic mendekati anus, sfingter ani interni direlaksasi oleh sinyal
penghambat dari pleksus mienterikus dan sfingter ani eksterni dalam keadaan
sadar berelaksasi secara volunter sehingga terjadi defekasi. Jadi sfingter melemas
sewaktu rectum teregang
Sebelum tekanan yang melemaskan sfingter ani eksternus tercapai,
defekasi volunter dapat dicapai dengan secara volunter melemaskan sfingter
eksternus dan mengontraksikan otot-otot abdomen (mengejan). Dengan demikian
defekasi merupakan suatu reflex spinal yang dengan sadar dapat dihambat dengan
menjaga agar sfingter eksternus tetap berkontraksi atau melemaskan sfingter dan
megontraksikan otot abdomen.
Sebenarnya stimulus dari pleksus mienterikus masih lemah sebagai relfeks
defekasi, sehingga diperlukan refleks lain, yaitu refleks defekasi parasimpatis
(segmen sacral medulla spinalis). Bila ujung saraf dalam rectum terangsang,
sinyal akan dihantarkan ke medulla spinalis, kemudian secara refleks kembali ke
kolon descendens, sigmoid, rectum, dan anus melalui serabut parasimpatis n.
pelvikus. Sinyal parasimpatis ini sangat memperkuat gelombang peristaltic dan
merelaksasi sfingter ani internus. Sehingga mengubah refleks defekasi intrinsic
menjadi proses defekasi yang kuat
Sinyal defekasi masuk ke medula spinalis menimbulkan efek lain, seperti
mengambil napas dalam, penutupan glottis, kontraksi otot dinding abdomen
mendorong isi feses dari kolon turun ke bawah dan saat bersamaan dasar pelvis
mengalami relaksasi dan menarik keluar cincin anus mengeluarkan feses. Refleks
dalam Proses Defekasi dibagi menjadi dua, antara lain:
a. Refleks Defekasi Intrinsik
Berawal dari feses yang masuk rektum sehingga terjadi distensi rektum,
yang kemudian menyebabkan rangsangan pada fleksus mesenterika dan terjadilah
gerakan perilstaltik. Feses tiba di anus, secara sistematis spingter interna relaksasi
maka terjadilah defekasi
b. Refleks Defekasi Parasimpatis
Feses yang masuk ke rektum akan merangsang saraf rektum yang
kemudian diteruskan ke spinal cord. Dari spinal cord kemudian dikembalikan ke
kolon desenden, sigmoid dan rektum yang menyebabkan intensifnya peristaltik,
relaksasi spinter internal, maka terjadilah defekasi.
4.3 Definisi Carcinoma Rectum
Tumor adalah suatu benjolan atau struktur yang menempati area tertentu
pada tubuh, dan merupakan neoplasma yang dapat bersifat jinak atau ganas
(FKUI, 2008 : 268).
Cancer adalah istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan malignan
dalam setiap bagian tubuh. Pertumbuhan ini tidak bertujuan, bersifat parasit dan
berkembang dengan mengorbankan manusia yang menjadi hospesnya.
Karakteristiknya adalah kecenderungan untuk menghancurkan jaringan setempat,
menginvasi jaringan disekitarnya dan menyebar lewat metastase. Kanker timbul
karena gangguan regulasi selular yang normal. Kerapkali penyakit kanker kambuh
kembali setelah dilakukan operasi pengangkatan. Karsinoma mengacu kepada
tumor malignan jaringan epitel, sarkoma hingga tumor malignan jaringan ikat.
(Sue Hinchliff, 1999:68)
Kanker kolon adalah suatu bentuk keganasan dari masa
abnormal/neoplasma yang muncul dari jaringan epithelial dari colon (Brooker,
2001 : 72).
Karsinoma Recti merupakan salah satu dari keganasan pada kolon dan
rektum yang khusus menyerang bagian Recti yang terjadi akibat gangguan
proliferasi sel epitel yang tidak terkendali.
4.4 Etiologi
Pada dasarnya penyebab timbulnya carsinoma recti sampai sekarang
belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang menjadi pendukung timbulnya
kanker recti, seperti: polipotus, familial, defisiensi imonologik, kolitis, Ulserasi,
granulomatis kolitis. Insiden keganasan ini diberbagai daerah berbeda dan
ternyata ada hubungannya dengan faktor lingkungan terutama kebiasaan makan
(diit). Masyarakat yang diitnya rendah selulosa tinggi protein hewani dan lemak
mempunyai insiden yang tinggi terjadinya kanker recti, sebaliknya masyarakat
yang diitnya banyak mengandung serat, insiden terjadinya carsinoma recti rendah.
Penyebab nyata dari kanker kolon dan rektal tidak diketahui, tetapi faktor
risiko telah teridentifikasi termasuk riwayat kanker kolon atau polip pada
keluarga, riwayat penyakit usus inflamasi kronis dan diet tinggi lemak protein dan
daging serta rendah serat.
Polip di usus (Colorectal polyps): Polip adalah pertumbuhan pada dinding
dalam kolon atau rektum, dan sering terjadi pada orang berusia 50 tahun ke
atas. Sebagian besar polip bersifat jinak (bukan kanker), tapi beberapa polip
(adenoma) dapat menjadi kanker.
Colitis Ulcerativa atau penyakit Crohn: Orang dengan kondisi yang
menyebabkan peradangan pada kolon (misalnya colitis ulcerativa atau
penyakit Crohn) selama bertahun-tahun memiliki risiko yang lebih besar
Riwayat kanker pribadi: Orang yang sudah pernah terkena kanker
colorectal dapat terkena kanker colorectal untuk kedua kalinya. Selain itu,
wanita dengan riwayat kanker di indung telur, uterus (endometrium) atau
payudara mempunyai tingkat risiko yang lebih tinggi untuk terkena kanker
colorectal.
Riwayat kanker colorectal pada keluarga: Jika Anda mempunyai riwayat
kanker colorectal pada keluarga, maka kemungkinan Anda terkena penyakit
ini lebih besar, khususnya jika saudara Anda terkena kanker pada usia muda.
Faktor gaya hidup: Orang yang merokok, atau menjalani pola makan yang
tinggi lemak dan sedikit buah-buahan dan sayuran memiliki tingkat risiko
yang lebih besar terkena kanker colorectal.
Usia di atas 50: Kanker colorectal biasa terjadi pada mereka yang berusia
lebih tua. Lebih dari 90 persen orang yang menderita penyakit ini didiagnosis
setelah usia 50 tahun ke atas.
4.5 Manifestasi Klinis
Adapun tanda yang mungkin dialami pada pasien dengan carsinoma recti,
kembung, feses yang kecil atau bentuk pita, adanya mukus dan darah yang segar
pada fases.
Gejala tergantung dari lokalisasi, jenis keganasan penyebaran dan komplikasi
yang terjadi. Jenis pertumbuhan adenocarsinoma rektum sangat lembat,
diperkirakan untuk mencapai dua kali lipat membutuhkan waktu 620 hari dan
biasanya bersifat asimlomatik. Kanker yang terletak pada rektum dapat
menimbulkan tenesmus dan keinginan defakasi yang terus menerus.
Metastase besarnya kelenjar regional dahulu yang sulit diraba dari luar.
Metastase kehati menimbulkan pembesaran hati yang berbenjol-benjol, nyeri
tekan dan juga bisa terjadi ikterus. Metastase ke paru-paru dapat menimbulkan
batuk, akan tetapi hal ini jarang terjadi.
4.6 Patofisiologi
Proses keganasan mulai dari dalam sel-sel yang melapisi dinding usus.
Tumor terjadi pada daerah yang berbeda-beda di dinding usus besar dalam
proposi perkiraan berikut 16% pada kolon asenden, 8% pada kolon transversal,
20% – 30% pada kolon desenden dan sigmoid, serta 40% – 50% pada rektum.
Hampir semua kanker rektum berkembang dari polip ademotosa. Kanker
biasanya tumbuh tidak terdeteksi hingga gejala-gejala secara perlahan-lahan dan
sifatnya berbahaya terjadi. Secara lokal kanker rektum biasanya menyebar lebih
kedalam lapisan-lapisan dinding perut, yang dimulai dari orang-orang lain yang
berdekatan. Kanker ini membesar atau menyebar melalui sistim sirkulasi yang
masuk dari pembuluh-pembuluh darah. Tempat-tempat metastase yang lain adalah
termasuk kelenjar-kelenjar adrenal, ginjal, kulit, tulang dan otot.
Disamping penyebaran secara langsung melalui sistim sirkulasi dan
lymphatik, kanker rektum juga menyebar melalui peredaran peritoneal.
Penyebaran terjadi ketika kanker diangkat dan sel-sel kanker berpisah dari kanker
dan menuju lubang peritonial.
4.7 Stadium
Stadium penyait pada kanker rektal hampir mirip dengan stadium pada
kanker kolon. Awalnya, terdapat Duke's classification system, yang menempatkan
klanker dalam 3 kategori stadium A, B dan C. sistem ini kemudian dimodofikasi
oleh Astler-Coller menjadi 4 stadium (Stadium D), lalu dimodifikasi lagi tahun
1978 oleh Gunderson & Sosin.
Pada perkembangan selanjutnya, The American Joint Committee on
Cancer (AJCC) memperkenalkan TNM staging system, yang menempatkan
kanker menjadi satu dalam 4 stadium (Stadium I-IV).
1. Stadium 0
Pada stadium 0, kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam rektum.yaitu
pada mukosa saja. Disebut juga carcinoma in situ.
2. Stadium I
Pada stadium I, kanker telah menyebar menembus mukosa sampai lapisan
muskularis dan melibatkan bagian dalam dinding rektum tapi tidak menyebar
kebagian terluar dinding rektum ataupun keluar dari rektum. Disebut juga Dukes
A rectal cancer.
3. Stadium II
Pada stadium II, kanker telah menyebar keluar rektum kejaringan terdekat namun
tidak menyebar ke limfonodi. Disebut juga Dukes B rectal cancer.
4. Stadium III
Pada stadium III, kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tapi tedak
menyebar kebagian tubuh lainnya. Disebut juga Dukes C rectal cancer.
5. Stadium IV
Pada stadium IV, kanker telah menyebar kebagian lain tubuh seperti hati, paru,
atau ovarium. Disebut jugaDukes D rectal cancer
Gambar 7. Stadium Ca Recti I-IV
Tabel 1. Stadium Carcinoma Rectal Berdasarkah Hasil Gambaran CT-Scan
Stadium Deskripsi
T1 Intraluminal polypoid mass; no thickening of bowel wall
T2 Thickened rectal wall >6 mm; no perirectal extension
T3aThickened rectal wall plus invasion of adjacent muscle or
organs
T3b Thickened rectal wall plus invasion of pelvic side wall or
abdominal wall
T4 Distant metastases, usually liver or adrenal
Tabel 2. TNM/Modified Dukes Classification System
TNM
Stadium
Modified
Dukes
Stadium
Deskripsi
T1 N0 M0 A Limited to submucosa
T2 N0 M0 B1 Limited to muscularis propria
T3 N0 M0 B2 Transmural extension
T2 N1 M0 C1 T2, enlarged mesenteric nodes
T3 N1 M0 C2 T3, enlarged mesenteric nodes
T4 C2 Invasion of adjacent organs
Any T, M1 D Distant metastases present
4.8 Pemeriksaan Penunjang
Ada beberapa tes pada daerah rektum dan kolon untuk mendeteksi kanker
rektal, diantaranya ialah
1) Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan CEA (Carcinoma Embrionik
Antigen) dan Uji faecal occult blood test (FOBT) untuk melihat perdarahan di
jaringan
2) Digital rectal examination (DRE) dapat digunakan sebagai pemeriksaan
skrining awal. Kurang lebih 75 % karsinoma rektum dapat dipalpasi pada
pemeriksaan rektal pemeriksaan digital akan mengenali tumor yang terletak
sekitar 10 cm dari rektum, tumor akan teraba keras dan menggaung.
Gambar 3. Pemeriksaan colok dubur pada Ca Rekti
3) Dapat pula dengan Barium Enema yaitu Cairan yang mengandung barium
dimasukkan melalui rektumkemudian dilakukan seri foto x-rays pada traktus
gastrointestinal bawah.
Gambar 4. Pemeriksaan Barium Enema
4) Sigmoidoscopy, yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan
sigmoid apakah terdapat polip kakner atau kelainan lainnya.
Alat sigmoidoscope dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau
sampel jaringan dapat diambil untuk biopsi.
Gambar 5. sigmoidoscopy
5) Colonoscopy yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan
sigmoid apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya.
Alat colonoscope dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau
sampel jaringan dapat diambil untuk biopsi.
Gambar 6. Colonoscopy
Jika ditemuka tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi harus
dilakukan. Secara patologi anatomi, adenocarcinoma merupakan jenis yang paling
sering yaitu sekitar 90 sampai 95% dari kanker usus besar. Jenis lainnya ialah
karsinoma sel skuamosa, carcinoid tumors, adenosquamous carcinomas, dan
undifferentiated tumors.
Ketika diagnosis rectal cancer sudah dipastikan, maka dilakukan prosedur
untuk menetukan stadium tumor. Hal ini termasuk computed tomography scan
(CT scan) dada, abdomen, dan pelvis, complete blood count (CBC), tes fungsi
hepar dan ginjal, urinanalysis, dan pengukuran tumor marker CEA
(carcinoembryonic antigen). Tujuan dari penentuan stadium penyakit ini ialah
untuk mengetahui perluasan dan lokasi tumor untuk menentukan terapi yang tepat
dan menentukan prognosis.
4.9 Penatalaksanaan
Berbagai jenis terapi tersedia untuk pasien kanker rektal. Beberapa adalah
terapi standar dan beberapa lagi masih diuji dalam penelitian klinis. Tiga terapi
standar untuk kanker rektal yang digunakan antara lain ialah :
4.9.1 Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama
untuk stadium I dan II kanker rektal, bahkan pada pasien suspek dalam stadium III
juga dilakukan pembedahan. Meskipun begitu, karena kemajuan ilmu dalam
metode penentuan stadium kanker, banyak pasien kanker rektal dilakukan pre-
surgical treatment dengan radiasi dan kemoterapi. Penggunaan kemoterapi
sebelum pembedahan dikenal sebagaineoadjuvant chemotherapy, dan pada kanker
rektal, neoadjuvant chemotherapy digunakan terutama pada stadium II dan III.
Pada pasien lainnya yang hanya dilakukan pembedahan, meskipun sebagian besar
jaringan kanker sudah diangkat saat operasi, beberapa pasien masih membutuhkan
kemoterapi atau radiasi setelah pembedahan untuk membunuh sel kanker yang
tertinggal.
Tipe pembedahan yang dipakai antara lain :
Eksisi lokal : jika kanker ditemukan pada stadium paling dini, tumor dapat
dihilangkan tanpa tanpa melakukan pembedahan lewat abdomen. Jika kanker
ditemukan dalam bentuk polip, operasinya dinamakan polypectomy.
Reseksi: jika kanker lebih besar, dilakukan reseksi rektum lalu dilakukan
anastomosis. Jiga dilakukan pengambilan limfonodi disekitan rektum lalu
diidentifikasi apakah limfonodi tersebut juga mengandung sel kanker.
Gambar 8. Reseksi dan Anastomosis
Reseksi dan kolostomi :
Gambar 9. Reseksi dan Kolostomi
4.9.2. Radiasi
Sebagai mana telah disebutkan, untuk banyak kasus stadium II dan III
lanjut, radiasi dapat menyusutkan ukuran tumor sebelum dilakukan pembedahan.
Peran lain radioterapi adalah sebagai sebagai terapi tambahan untuk pembedahan
pada kasus tumor lokal yang sudah diangkat melaui pembedahan, dan untuk
penanganan kasus metastasis jauh tertentu. Terutama ketika digunakan dalam
kombinasi dengan kemoterapi, radiasi yang digunakan setelah pembedahan
menunjukkan telah menurunkan resiko kekambuhan lokal di pelvis sebesar 46%
dan angka kematian sebesar 29%. Pada penanganan metastasis jauh, radiesi telah
berguna mengurangi efek lokal dari metastasis tersebut, misalnya pada otak.
Radioterapi umumnya digunakan sebagai terapi paliatif pada pasien yang
memiliki tumor lokal yang unresectable.
4.9.3. Kemoterapi
Adjuvant chemotherapy, (menengani pasien yang tidak terbukti memiliki
penyakit residual tapi beresiko tinggi mengalami kekambuhan), dipertimbangkan
pada pasien dimana tumornya menembus sangat dalam atau tumor lokal yang
bergerombol ( Stadium II lanjut dan Stadium III). terapi standarnya ialah dengan
fluorouracil, (5-FU) dikombinasikan dengan leucovorin dalam jangka waktu enam
sampai dua belas bulan. 5-FU merupakan anti metabolit dan leucovorin
memperbaiki respon. Agen lainnya, levamisole, (meningkatkan sistem imun,
dapat menjadi substitusi bagi leucovorin. Protopkol ini menurunkan angka
kekambuhan kira – kira 15% dan menurunkan angka kematian kira – kira sebesar
10%.
4.10 Prognosis
Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker rektal adalah
sebagai berikut :
Stadium I - 72%
Stadium II - 54%
Stadium III - 39%
Stadium IV - 7%
50% dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat berupa kekambuhan
lokal, jauh maupun keduanya. Kekambuhan lokal lebih sering terjadi pada.
Penyakit kambuh pada 5-30% pasien, biasanya pada 2 tahu pertama setelah
operasi. Faktor – faktor yang mempengaruhi terbentuknya rekurensi termasuk
kemampuan ahli bedah, stadium tumor, lokasi, dan kemapuan untuk memperoleh
batas - batas negatif tumor.
BAB V
PEMBAHASAN
BAB VI
KESIMPULAN
6.1 Simpulan
6.2 Saran