Post on 03-Jan-2016
description
PERBEDAAN MORTALITAS NEONATUS YANG LAHIR
DARI IBU DENGAN BERBAGAI KOMPLIKASI KEHAMILAN
YANG DIRUJUK KE RSUD ULIN TAHUN 2009
Karya Tulis Ilmiah
Diajukan guna memenuhi sebagian syarat
untuk memperoleh derajat Sarjana Kedokteran
Universitas Lambung Mangkurat
Diajukan Oleh:
Rahmawan Sakup Mapianto
I1A007044
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
BANJARBARU
Desember, 2010
2
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam karya tulis ilmiah ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Banjarbaru, 13 Desember 2010
Rahmawan Sakup M.
3
Karya Tulis Ilmiah oleh Rahmawan Sakup Mapianto ini
Telah diperiksa dan disetujui untuk diseminarkan
Banjarbaru, Desember 2010
Pembimbing Utama
dr. Samuel Tobing Sp. OG (K)
NIP. 140 187 977
Banjarbaru, Desember 2010
Pembimbing Pendamping
dr. Alfi Yasmina, M.Kes, M.Pd.Ked
NIP. 197410041998022001
4
ABSTRAK
PERBEDAAN MORTALITAS NEONATUS YANG LAHIR DARI IBU
DENGAN BERBAGAI KOMPLIKASI KEHAMILAN YANG DIRUJUK
KE RSUD ULIN TAHUN 2009
Rahmawan Sakup Mapianto
Komplikasi kehamilan seperti preeklampsia, eklampsia, dan ketuban pecah
dini (KPD) dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas neonatus. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui perbedaan mortalitas neonatus yang lahir dari ibu
dengan berbagai komplikasi kehamilan yang dirujuk ke RSUD Ulin tahun 2009.
Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross-
sectional. Sebanyak 227 sampel dipilih secara purposive sesuai kriteria inklusi,
yaitu wanita yang mengisi kuesioner pasien rujukan dengan lengkap sesuai data
yang diperlukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mortalitas neonatus yang
lahir dari ibu hamil dengan preeklampsia adalah sebesar 11,30%, yang lahir dari
ibu hamil dengan eklampsia adalah sebesar 45,45%, dan yang lahir dari ibu hamil
dengan KPD adalah sebesar 6,60%. Analisis dengan uji chi-square dengan tingkat
kepercayaan 95% menunjukkan bahwa terdapat perbedaan mortalitas neonatus
yang lahir dari ibu hamil dengan berbagai komplikasi (preeklampsia, eklampsia,
dan KPD) (p = 0,000), dan ibu hamil dengan eklampsia memiliki risiko mortalitas
neonatus yang paling tinggi dibanding ibu hamil dengan preeklampsia dan ibu
hamil dengan KPD. Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan mortalitas yang
bermakna antara neonatus yang lahir dari ibu dengan berbagai komplikasi
kehamilan yang dirujuk ke RSUD Ulin tahun 2009.
Kata-kata kunci: preeklampsia, eklampsia, ketuban pecah dini, mortalitas,
neonatus.
5
ABSTRACT
DIFFERENCE IN MORTALITY RATE BETWEEN NEONATES BORN
FROM MOTHERS WITH VARIOUS PREGNANCY COMPLICATIONS WHO
WERE REFERRED TO ULIN GENERAL HOSPITAL IN 2009
Rahmawan Sakup Mapianto
Complications of pregnancy such as preeclampsia, eclampsia, and
premature rupture of membranes (PROM) may cause neonatal morbidity and
mortality. This study was aimed to determine the difference in mortality rates of
neonates born from mothers with various pregnancy complications who were
referred to Ulin General Hospital in 2009. It was an observational analytic study
with cross-sectional approach. A total of 227 samples were selected purposively
according to inclusion criteria, namely, women who filled the referral
questionnaires completely. The result showed that the mortality rate of neonates
born from pregnant women with preeclampsia was 11.30%, from pregnant women
with eclampsia was 45.45%, and from pregnant women with PROM was 6.60%.
Analysis with chi-square with 95% confidence level indicated that there was a
difference in mortality rates of neonates who were born from mothers with
various complications (preeclampsia, eclampsia, and PROM) (p = 0.000), and
pregnant women with eclampsia had the highest risk to have neonatal mortality,
compared with those with preeclampsia and PROM. It was concluded that there
was a significant difference in mortality rates of neonates who were born from
mothers with various complications who were referred to Ulin General Hospital
in 2009.
Keywords: preeclampsia, eclampsia, premature rupture of membrane, mortality,
neonate.
6
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul
”PERBEDAAN MORTALITAS NEONATUS YANG LAHIR DARI IBU
DENGAN BERBAGAI KOMPLIKASI KEHAMILAN YANG DIRUJUK KE
RSUD ULIN TAHUN 2009”, tepat pada waktunya.
Karya tulis ilmiah ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat guna
memperoleh derajat sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat Banjarbaru. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
Kedua orang tua, atas dukungan semangat, material, dan doa yang telah
diberikan.
Dekan Fakultas Kedokteran, dr. H. Hasyim Fachir, Sp.S yang telah memberi
kesempatan dan fasilitas dalam pelaksanaan penelitian.
Kedua dosen pembimbing, dr. Samuel Tobing, Sp.OG (K) dan dr. Alfi
Yasmina, M.Kes, M.Pd.Ked yang berkenan memberikan saran dan arahan dalam
penyelesaian karya tulis ilmiah ini.
Kedua dosen penguji, dr. Hj. Nelly Al Audhah, M.Sc dan Neka Erlyani,
S.Psi, M.Psi yang memberi kritik dan saran sehingga karya tulis ilmiah ini
menjadi semakin baik.
Rekan-rekan penelitian, serta semua pihak atas sumbangan pikiran dan
bantuan tenaga yang telah diberikan.
7
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari
kesempurnaan, akan tetapi penulis berharap penelitian ini bermanfaat bagi dunia
ilmu pengetahuan.
Banjarbaru, Desember 2010
Penulis
8
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
PERNYATAAN ........................................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iii
ABSTRAK ................................................................................................ iv
ABSTRACT ................................................................................................ v
KATA PENGANTAR .............................................................................. vi
DAFTAR ISI ............................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xi
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian .................................................................. 3
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
A. Komplikasi Kehamilan dan Mortalitas Neonatus ................... 4
B. Preeklampsia ........................................................................... 6
C. Eklampsia....................................................... ......................... 12
D. Ketuban Pecah Dini................................................................. 15
9
BAB III : LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori ........................................................................ 18
B. Hipotesis .................................................................................. 20
BAB IV : METODE PENELETIAN
A. Rancangan Penelitian .............................................................. 22
B. Populasi dan Sampel ............................................................... 22
C. Instrumen Penelitian................................................................ 22
D. Variabel Penelitian .................................................................. 23
E. Definisi Operasional................................................................ 23
F. Prosedur Penelitian.................................................................. 24
G. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data ........................... 24
H. Cara Analisis Data................................................................... 24
I. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................. 25
BAB. V : HASIL DAN PEMBAHASAN................................................. ̀ 26
BAB VI : PENUTUP
A. Simpulan ................................................................................... 35
B. Saran ......................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
10
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
5.1. Persentase angka kejadian preeklampsia, eklampsia, dan KPD di
bagian Obstetri-Ginekologi RSUD Ulin Banjarmasin
Kalimantan Selatan pada bulan Januari-Desember
2009……………………………………………..................
27
5.2. Distribusi mortalitas neonatus pada ibu hamil dengan
preeklampsia yang dirujuk ke bagian Obstetri-Ginekologi
RSUD Ulin Banjarmasin Kalimantan Selatan pada bulan
Januari-Desember 2009………………..……………………..
27
5.3. Distribusi mortalitas neonatus pada ibu hamil dengan
eklampsia yang dirujuk ke bagian Obstetri-Ginekologi RSUD
Ulin Banjarmasin Kalimantan Selatan pada bulan Januari-
Desember 2009………………………………………………
28
5.4. Distribusi mortalitas neonatus pada ibu hamil dengan KPD
yang dirujuk ke bagian Obstetri-Ginekologi RSUD Ulin
Banjarmasin Kalimantan Selatan pada bulan Januari-
Desember2009…………………………………………….
28
11
DAFTAR LAMPIRRAN
Lampiran
1. Kuesioner Penelitian Preeklampsia dan Eklampsia
2. Tabel Pengumpulan Data Kuesioner
3. Hasil Uji Statistik
12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mortalitas neonatus adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama
setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak
sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat
selama kehamilan. Secara global, tingkat kematian neonatus adalah 36 per 1000
kelahiran hidup. Sebanyak 5 juta kematian terjadi setiap tahunnya, dan kejadian di
negara sedang berkembang adalah 39 per 1000 kelahiran hidup dibandingkan
dengan negara maju sebesar 7 per 1000 kelahiran hidup. Sebanyak 50% kematian
bayi terjadi pada periode neonatus, dan 50% di antaranya terjadi pada minggu 1
kehidupan. Mayoritas kematian neonatus terjadi di antara bayi-bayi dengan berat
lahir rendah (1,2).
Kehamilan dan persalinan mempunyai peranan penting dalam morbiditas
dan mortalitas neonatus. Mortalitas neonatus disebabkan oleh faktor ibu dan
faktor neonatus sendiri. Beberapa faktor ibu yang dapat menyebabkan mortalitas
neonatus adalah perdarahan, prematuritas, sepsis, partus yang lama, dan asfiksia.
Selain itu, beberapa komplikasi kehamilan seperti preeklampsia, eklampsia, dan
ketuban pecah dini dapat mengakibatkkan asfiksia neonatus, yang apabila
berkepanjangan dapat berlanjut mengakibatkan kematian janin maupun neonatus.
Sedangkan faktor dari neonatus adalah gagal nafas, organ-organ tubuh yang
belum matang, dan sistem imun yang masih kurang baik (1,3).
13
Preeklampsia adalah penyebab utama kesakitan dan kematian neonatus.
Kelahiran mati atau kematian neonatus muncul kira-kira 1 dari 14 kasus
eklampsia. Penurunan aliran darah uteroplasenta pada preeklampsia dan
eklampsia dapat menyebabkan asfiksia janin dan neonatus. Jika terdapat gangguan
pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama kehamilan/persalinan, akan
terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh
neonatus, dan bila tidak ditangani akan menyebabkan kematian neonatus (4,5).
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan komplikasi kehamilan yang berisiko
terhadap morbiditas dan mortalitas janin dan neonatus. Insidensi KPD ini oleh
Allahyar et al (2010) dilaporkan bervariasi dari 6-10%, dimana sekitar 20% kasus
terjadi sebelum memasuki usia kehamilan 37 minggu. Hal ini didukung oleh Liu
et al (2010) yang menemukan bahwa insidensi KPD di Cina berkisar 19,53%, dan
hal ini berpengaruh pada beberapa aspek kesehatan janin dan neonatus, termasuk
nilai trombosit, nilai eritrosit, dan ikterus neonatorum. Dengan pecahnya ketuban,
terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat, sehingga terjadi asfiksia dan
hipoksia. Risiko mortalitas neonatus akan meningkat dengan adanya asfiksia
(5,6).
Penelitian tentang terjadinya mortalitas neonatus yang lahir dari ibu dengan
berbagai komplikasi kehamilan yang dirujuk ke RSUD Ulin sampai saat ini belum
pernah dilakukan. Penelitian ini dilakukan di Bagian Obstetri dan Ginekologi
RSUD Ulin Banjarmasin karena tingkat kejadian preeklampsia, eklampsia, dan
KPD yang dirujuk ke Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Ulin Banjarmasin
cukup tinggi.
14
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian yang akan diteliti adalah: Apakah terdapat
perbedaan mortalitas neonatus yang lahir dari ibu dengan berbagai komplikasi
kehamilan yang dirujuk ke RSUD Ulin tahun 2009?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui perbedaan mortalitas
neonatus yang lahir dari ibu dengan berbagai komplikasi kehamilan yang dirujuk
ke RSUD Ulin tahun 2009.
Tujuan khusus penelitian ini adalah mengetahui mortalitas neonatus yang
lahir dari ibu hamil dengan preeklampsia di RSUD Ulin tahun 2009, mengetahui
mortalitas neonatus yang lahir dari ibu hamil dengan eklampsia di RSUD Ulin
tahun 2009, mengetahui mortalitas neonatus yang lahir dari ibu hamil dengan
KPD di RSUD Ulin tahun 2009, dan menganalisis perbedaan mortalitas neonatus
yang lahir dari ibu hamil dengan berbagai komplikasi kehamilan yang dirujuk ke
RSUD Ulin tahun 2009.
D. Manfaat Penelitian
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi informasi bagi ibu hamil
dengan preeklampsia, eklampsia, KPD tentang kemungkinan terjadinya mortalitas
pada neonatus. Apabila terbukti pada penelitian ini, diharapkan ibu hamil
melakukan pemeriksaan antenatal dengan teratur, agar risiko kematian neonatus
yang lahir dari ibu yang mengalami komplikasi di atas dapat dihindarkan.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Komplikasi Kehamilan dan Mortalitas Neonatus
Kehamilan merupakan fase terpenting bagi seorang wanita. Berbagai macam
komplikasi kehamilan masih banyak terjadi pada wanita hamil di Indonesia.
Beberapa komplikasi yang sering terjadi pada wanita Indonesia adalah perdarahan
(45%), infeksi (15%), dan hipertensi pada kehamilan /preeklampsia (13%) (4).
Sedangkan komplikasi kehamilan yang paling sering terjadi di Kalimantan Selatan
adalah preeklampsia, eklampsia, dan ketuban pecah dini (KPD). Selain
komplikasi kehamilan tersebut, terdapat pula beberapa komplikasi kehamilan
seperti anemia, abortus, dan diabetes gestasional, namun persentasenya tidak
terlalu besar (5).
Berbagai macam komplikasi kehamilan tersebut dapat menyebabkankan
berbagai efek pada ibu maupun neonatus. Contohnya, pada ibu hamil yang
mengalami perdarahan, ibu akan mengalami anemia apabila tidak ditangani
dengan segera, dan pada ibu hamil dengan preeklampsia, neonatus mempunyai
risiko tinggi untuk meninggal bila tidak ditangani dengan tepat (4).
Menurut World Health Organization (WHO), hampir semua (98%)
kematian neonatus terjadi di negara yang sedang berkembang. Lebih dari dua
pertiga kematian tersebut terjadi pada periode neonatal dini, dan 42% kematian
neonatus disebabkan oleh infeksi seperti: sepsis, tetanus neonatorum, meningitis,
pneumonia, dan diare (7).
16
Laporan WHO tahun 2005 menunjukkan bahwa angka kematian bayi
neonatus di Indonesia adalah 20 per 1000 kelahiran hidup. Jika angka kelahiran
hidup di Indonesia sekitar 5 juta per tahun dan angka kematian bayi 20 per 1000
kelahiran hidup, berarti sama halnya dengan setiap hari 246 bayi meninggal, atau
setiap jam 10 bayi Indonesia meninggal, atau setiap enam menit satu bayi
Indonesia meninggal (2,7).
Di negara sedang berkembang, termasuk Indonesia, tingginya angka
morbiditas dan mortalitas neonatus masih menjadi masalah utama. Penyebab
utama mortalitas neonatus di negara sedang berkembang adalah asfiksia, sindrom
gangguan nafas, infeksi, serta komplikasi hipotermi (7).
B. Preeklampsia
1. Definisi
Preeklampsia dan eklampsia merupakan salah satu penyebab kematian ibu,
dan bersama infeksi dan perdarahan, diperkirakan mencakup 75-80% dari seluruh
kematian ibu. Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria akibat
kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik.
Biasanya tanda-tanda preeklampsia timbul dalam urutan: peningkatan berat badan
yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Preeklampsia
merupakan penyebab terbanyak kedua kematian ibu dan terjadi pada 5-7% wanita
hamil di seluruh dunia (4,8,9).
Untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, kenaikan tekanan sistolik harus
30 mmHg atau lebih di atas tekanan yang biasanya ditemukan, atau mencapai 140
17
mmHg atau lebih. Kenaikan tekanan diastolik sebenarnya lebih dapat dipercaya.
Apabila tekanan diastolik naik dengan 15 mmHg atau lebih, atau menjadi 90
mmHg atau lebih, maka diagnosis hipertensi dapat dibuat. Penentuan tekanan
darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat
(10,11,12).
Edema adalah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam
jaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta
pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Edema pretibial yang ringan sering
ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak banyak berarti untuk menentukan
diagnosis preeklampsia. Kenaikan berat badan setengah kilogram setiap minggu
beberapa kali perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya preeklampsia
(9,11,13).
Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi
0,3g/l dalam air kencing 24 jam, atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1 atau
2+ atau 1 g/l atau lebih dalam air kencing yang dikeluarkan dengan kateter atau
midstream yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Biasanya
proteinuria timbul lebih lambat daripada hipertensi dan kenaikan berat badan,
karena itu harus dianggap sebagai tanda yang cukup serius (9,11,13).
2. Klasifikasi
Preeklampsia dibagi menjadi golongan ringan dan berat. Dapat dikatakan
preeklampsia ringan bila terdapat ciri-ciri berikut (11,14):
a. Kenaikan tekanan darah sistolik 140 mmHg sampai kurang dari 160 mmHg;
tekanan diastolik 90 mmHg sampai kurang dari 110 mmHg
18
b. Edema (penimbunan cairan) pada betis, perut, punggung, wajah atau tangan.
c. Proteinuria: didapatkan protein di dalam pemeriksaan urin.
Penyakit digolongkan berat bila satu atau lebih tanda/gejala di bawah ini
ditemukan (12,15):
a. Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110 mmHg atau
lebih,
b. Proteinuria 5 g atau lebih dalam 24 jam; 3 atau 4+ pada pemeriksaan
kualitatif,
c. Oliguria, yaitu air kencing 400 ml atau kurang dalam 24 jam,
d. Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium,
e. Edema paru-paru atau sianosis.
3. Faktor Risiko
Banyak faktor yang dapat meningkatkan risiko wanita untuk menderita
preeklampsia. Faktor yang signifikan terdapat pada predisposisi genetik. Risiko
preeklampsia untuk wanita yang ibu atau saudaranya pernah mengalami
preeklampsia meningkat 2-3 kali lipat. Faktor risiko yang penting selanjutnya
adalah penyakit kronis, seperti hipertensi kronis, diabetes, dan penyakit
kardiovaskular. Kondisi-kondisi tersebut dapat berhubungan dengan berkurangnya
aliran darah plasenta, yang dapat memicu preeklampsia (9,15).
4. Etiologi
Teori timbulnya preeklampsia harus dapat menjelaskan beberapa hal, yaitu
sebab meningkatnya frekuensi pada primigravida, bertambahnya frekuensi dengan
19
bertambahnya usia kehamilan, terjadinya perbaikan dengan kematian janin
intrauterin, dan sebab timbulnya tanda-tanda preeklampsia. Salah satu teori
menyatakan bahwa aliran darah ibu ke plasenta yang tidak adekuat akibat
gangguan perkembangan arteri spiralis pada bantalan uteroplasenta menyebabkan
terjadinya preeklampsia. Pada trimester ketiga kehamilan normal, dinding
muskuloelastis arteri spiralis secara perlahan digantikan oleh bahan fibrinosa,
sehingga dapat berdilatasi menjadi sinusoid vaskular yang lebar. Pada
preeklampsia dan eklampsia, dinding muskuloelastik tersebut dipertahankan
sehingga lumennya tetap sempit. Hal ini mengakibatkan (9,10):
a. Hipoperfusi plasenta dengan peningkatan predisposisi terjadinya infark.
b. Berkurangnya pelepasan vasodilator oleh trofoblas; seperti prostasiklin,
prostaglandin E2, dan NO, yang pada kehamilan normal akan melawan efek
renin-angiotensin yang berefek meningkatkan tekanan darah.
c. Produksi substansi tromboplastik oleh plasenta yang iskemik, seperti faktor
jaringan dan tromboksan, yang mungkin mengakibatkan terjadinya
disseminated intravascular coagulopathy (DIC).
5. Patofisiologi
Secara garis besar, pemahaman mengenai preeklampsia terbagi menjadi dua
proses, yaitu predisposisi plasenta terhadap hipoksia, diikuti dengan pelepasan
faktor terlarut yang mengakibatkan berbagai macam hal, seperti kerusakan sel
endotel, perubahan reaktivitas vaskular, endoteliosis glomerular, penurunan
volume intravaskular, inflamasi, dan sebagainya. Adanya perubahan-perubahan
20
tersebut menyebabkan terjadinya perubahan aliran darah di uterus, koriodesidua
dan plasenta. Hal ini adalah patofisiologi yang terpenting pada perkembangan
preeklampsia, dan merupakan faktor yang menentukan hasil akhir kehamilan.
Hipoperfusi plasenta pada akhirnya akan menimbulkan (9,16):
a. Iskemia uteroplasenta, menyebabkan ketidakseimbangan antara massa
plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi yang berkurang.
b. Rangsangan produksi renin di uteroplasenta akibat hipoperfusi uterus, yang
mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah itu. Renin juga meningkatkan
kepekaan vaskular terhadap zat-zat vasokonstriktor lain (angiotensin,
aldosteron), sehingga terjadi tonus pembuluh darah yang lebih tinggi.
c. Penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke janin, yang dapat mengakibatkan
gangguan pertumbuhan janin dan hipoksia, hingga kematian janin.
d. Perubahan sistemik yang terjadi pada preeklampsia berat
e. Perubahan kardiovaskular.
f. Kematian janin dan dapat pula menyebaban kematian neonatus.
6. Komplikasi
Preeklampsia dan eklampsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin
yang disebabkan oleh menurunnya perfusi uteroplasenta, hipovolemia,
vasospasme, dan kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta. Hal ini
diakibatkan munculnya sejumlah komplikasi fatal pada ibu maupun janinnya, di
antaranya sindrom hemolytic anemia, elevated liver enzymes, dan low platelet
count (HELLP), perdarahan, solusio plasenta, eklampsia, bahkan kematian. Selain
21
itu, preeklampsia juga menginduksi kelahiran preterm (prematur), gawat janin,
dan mortalitas pada bayi (9).
Berbagai komplikasi tersebut dapat mengakibatkan berbagai gangguan pada
plasenta, seperti perfusi plasenta yang menurun, plasenta mengalami iskemia,
maupun perdarahan. Plasenta yang mengalami hipoksia dan iskemia akan
menghasilkan oksidan, yaitu radikal hidroksil. Adanya radikal hidroksil dalam
darah akan merusak membran sel dan mengakibatkan disfungsi endotel. Akibat
proses-proses tersebut, terjadi gangguan pertukaran gas atau pengangkutan
oksigen dari ibu ke janin, yang dapat mengakibatkan terjadinya asfiksia janin.
Hampir sebagian besar asfiksia yang berkepanjangan dapat berlanjut
mengakibatkan kematian janin maupun neonates (17).
Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama kehamilan,
pada persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan
mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan
kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat reversibel/tidak tergantung
kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu
periode apnu (primany apnea) disertai dengan penurunan frekuensi jantung,
selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian
diikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini
tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnu kedua (secondary
apnea). Pada tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan darah
(18,19).
22
Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula gangguan
metabolisme dan keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama,
pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan
berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi metabolisme anaerobik yang berupa
glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati
akan berkuang. Asam organik yang terjadi akibat metabolisme ini akan
menyebabkan tumbuhnya asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan
terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaan,
diantaranya hilangnya sumber glikogen dalam jantung yang akan mempengaruhi
fungsi jantung. Terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya
sel jaringan, termasuk otot jantung, sehingga menimbulkan kelemahan jantung
dan pengisian udara alveolus yang kurang adekuat, yang akan menyebabkan
tingginya resistensi pembuluh darah paru, sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke
sistem tubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan
kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak.
Kerusakan sel otak yang terjadi menimbulkan kematian atau gejala sisa pada
kehidupan bayi selanjutnya (18,17,19).
C. Eklampsia
1. Definisi
Eklampsia adalah kejadian kejang jenis grand mal pada ibu hamil yang
memiliki hipertensi di akhir trimester kedua kehamilan selama masa labour atau
dalam tujuh hari setelah persalinan yang bukan disebabkan oleh gangguan
23
konvulsif. Eklampsia merupakan preeklampsia yang disertai kejang dan atau
koma. Eklampsia merupakan kegawatdaruratan obstetri yang morbiditas dan
mortalitasnya tinggi bagi ibu dan bayinya. Kejang dapat terjadi antepartum,
intrapartum dan pada saat nifas. Lebih dari 38% kasus eklampsia dapat muncul
tanpa gejala awal atau tanpa gejala preeklampsia seperti hipertensi, proteinuria,
dan edem. Hanya 38% kejang eklampsia yang timbul antepartum, 18% muncul
pada intrapartum dan 44% muncul postpartum. Jarang didapatkan kasus
eklampsia yang muncul lebih dari seminggu setelah persalinan (20,21).
2. Faktor risiko
Faktor risiko terjadinya eklampsia adalah riwayat preeklampsia
sebelumnya, hipertensi atau tekanan diastolik ≥90 mmHg, penyakit ginjal atau
proteinuria, diabetes melitus, kehamilan kembar, obesitas (IMT ≥35), riwayat
keluarga preeklampsia (ibu atau saudara perempuan), usia yang ekstrim
(kehamilan usia muda atau umur ≥40 tahun), kondisi sosioekonomi rendah, ras
Arab, Afrika dan Amerika, penyakit hydrops fetalis, serta sindroma antibodi
antifosfolipid (22,23).
Eklampsia selalu didahului oleh preeklampsia. Perawatan prenatal untuk
kehamilan dengan predisposisi preeklampsia perlu dengan ketat dilakukan. Sering
dijumpai wanita hamil yang tampak sehat mendadak menjadi kejang eklampsia,
karena tidak terdeteksi adanya preeklampsia sebelumnya (24).
24
3. Patofisiologi
Patogenesis dari kejang eklampsia masih belum jelas diketahui. Terjadinya
kejang dihubungkan dengan trombus, hipoksia yang berkaitan dengan
vasokonstriksi lokal, dan perdarahan pada korteks serebri (13,21). Pada eklampsia
terjadi mekanisme vasokonstriksi serebral, hipertensi ensepalopati, edem serebral,
perdarahan, dan infark. Tetapi mekanisme bagaimana terjadinya kejang masih
belum jelas penyebabnya (25).
Hipotesis menyatakan bahwa vasospasme serebral dan iskemia merupakan
penyebab utama eklampsia. Belfort et al (2003) membuktikan bahwa terjadi
perubahan hemodinamik serebral pada pasien preeklampsia. Tekanan perfusi
serebral yang lebih tinggi daripada aliran darah serebral menyebabkan kerusakan
jaringan. Peningkatan tekanan perfusi serebral diduga menghasilkan “cerebral
barotrauma” dan edem vasogenik (26).
Kejang eklampsia dimulai dengan kejang tonik. Kejang tersebut
berlangsung 15-30 detik. Kejang tonik ini segera disusul dengan kejang klonik.
Terjadi kontraksi intermitten pada otot-otot muka dan otot-otot seluruh tubuh.
Pada waktu timbul kejang, tekanan darah dengan cepat meningkat. Demikian juga
suhu badan meningkat, yang mungkin oleh karena gangguan serebral. Penderita
mengalami inkontinensia disertai dengan oliguri atau anuria, dan kadang-kadang
terjadi aspirasi bahan muntah (24).
25
4. Komplikasi
Pada eklampsia, kejang disertai dengan peningkatan tekanan darah yang
cepat, peningkatan suhu tubuh, inkontinensia urin, bahkan kadang-kadang aspirasi
bahan muntah. Hal tersebut yang menyebabkan tingginya risiko komplikasi
eklampsia, seperti disfungsi multiorgan, asfiksia intrauteri serta kematian pada
neonatus (25).
D. Ketuban Pecah Dini
1. Definisi
Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan.
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapatnya tanda-
tanda persalinan. Bila KPD terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut
KPD pada kehamilan prematur. Dalam keadaan normal, 8-10% perempuan hamil
aterm akan mengalami KPD (24).
KPD prematur terjadi pada 1% kehamilan. Pecahnya selaput ketuban
berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang terjadi di dalam kolagen
matriks ekstraselular amnion dan korion, serta terjadinya apoptosis membran
janin. Membran janin dan desidua bereaksi terhadap stimuli seperti infeksi dan
peregangan selaput ketuban dengan memproduksi mediator seperti prostaglandin,
sitokinin, dan hormon yang merangsang aktivitas matriks degrading enzyme (24).
2. Etiologi
Penyebab KPD masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara
pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan
26
KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Diduga yang
menjadi faktor predisposisi adalah (3,4,27):
a. Infeksi. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
asenden dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan
terjadinya KPD.
b. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena
kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan, kuretase).
c. Tekanan intrauteri yang meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus),
misalnya akibat trauma, hidramnion, atau gemelli. Trauma yang didapat,
misalnya akibat hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosentesis
menyebabkan terjadinya KPD, karena biasanya disertai infeksi.
d. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah dari
janin yang menutupi pintu atas panggul yang dapat menghalangi tekanan
terhadap membran bagian bawah.
e. Keadaan sosial ekonomi. Pada wanita hamil dengan tingkat sosial ekonomi
yang tergolong rendah, mereka mendapatkan asupan nutrisi yang kurang,
sehingga mengganggu pembentukan hal-hal yang membantu mempertahankan
kehamilan, dan salah satunya berakibat lemahnya selaput ketuban.
3. Patofisiologi
Pada ibu hamil, air ketuban berguna untuk mempertahankan atau
memberikan perlindungan terhadap bayi dari benturan yang diakibatkan oleh
lingkungannya di luar rahim. Selain itu air ketuban bisa membuat janin bergerak
dengan bebas ke segala arah, bisa digunakan untuk mendeteksi jenis kelamin,
27
memeriksa kematangan paru-paru janin, golongan darah, rhesus, kelainan
kongenital, susunan genetik, dan sebagainya (4,27).
Ada dua pendapat yang menjelaskan patofisiologi KPD. Pertama, selaput
ketuban tidak kuat, sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi. Bila
terjadi pembukaan serviks, maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah,
sehingga mengeluarkan air ketuban. Pendapat kedua mengatakan bahwa kolagen
terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler korion dan
trofoblas. Sintesis dan degradasi jaringan kolagen dikendalikan oleh sistem
aktivitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan
inflamasi, terjadi peningkatan aktivitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan
kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput
korion/amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah
spontan (4,27).
4. Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat KPD tergantung kepada usia kehamilan.
KPD dapat mengakibatkan infeksi ibu ataupun neonatus, persalinan prematur,
hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden
seksio sesarea, gagalnya persalinan normal, serta dapat pula menyebabkan
mortalitas pada neonatus (4,27).
Dengan pecahnya ketuban, terjadi oligohidramnion, maka air ketuban akan
berkurang. Akibat berkurangnya air ketuban, maka tali pusat akan tertekan. Tali
pusat yang tertekan akan menyebabkan asfiksia. Asfiksia dapat menyebabkan
aliran oksigen dan nutrisi menjadi berkurang. Terdapat hubungan antara
28
terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban
maka keadaan janin akan semakin gawat dan akan berakhir dengan mortalitas
pada neonatus (27).
29
BAB III
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
Mortalitas neonatus adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama
setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak
sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat
selama kehamilan. Berbagai macam faktor penyebab yang dapat mengakibatkan
mortalitas neonatus. Salah satunya adalah asfiksia yang terjadi pada neonatus saat
persalinan. Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat
bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir. Beberapa
komplikasi kehamilan yang dapat mengakibatkkan asfiksia neonatus adalah
preeklampsia, eklampsia, dan KPD. Hampir sebagian besar asfiksia yang
berkepanjangan dapat berlanjut mengakibatkan kematian janin maupun neonatus
(3,7).
Preeklampsia dapat mengakibatkan perfusi plasenta yang menurun dan
plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan
menghasilkan oksidan, yaitu radikal hidroksil. Adanya radikal hidroksil dalam
darah akan merusak membran sel dan mengakibatkan disfungsi endotel. Akibat
proses-proses tersebut, terjadi gangguan pertukaran gas atau pengangkutan
oksigen dari ibu ke janin, yang dapat mengakibatkan terjadinya asfiksia janin.
Hampir sebagian besar asfiksia yang berkepanjangan dapat berlanjut
mengakibatkan kematian janin maupun neonatus (17).
30
Pada eklampsia, selain terjadinya proses yang telah terjadi pada
preeklampsia, juga terjadi vasokonstriksi serebral, hipertensi ensefalopati, edem
serebri, perdarahan, dan infark serebri. Akibatnya terjadi kejang yang disertai
dengan peningkatan tekanan darah yang cepat, peningkatan suhu tubuh,
inkontinensia urin, bahkan kadang-kadang aspirasi muntahan. Hal tersebut yang
menyebabkan tingginya risiko komplikasi eklampsia seperti disfungsi multiorgan
dan asfiksia intrauteri serta kematian, bahkan diduga lebih tinggi daripada
preeklampsia (24,25).
KPD disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau
meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya
kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina
dan serviks. Pada sebagian penderita KPD akan menyebabkan oligohidramnion.
Dengan terjadinya oligohidramnion, maka air ketuban akan berkurang. Akibat
berkurangnya air ketuban maka tali pusat akan tertekan. Tali pusat yang tertekan
akan menyebabkan asfiksia. Asfiksia dapat menyebabkan aliran oksigen dan
nutrisi menjadi berkurang. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan
derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban maka keadaan janin akan
semakin gawat dan dapat berakhir dengan mortalitas pada janin maupun neonatus
(4,27).
Kerangka konsep penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 3.1.
Ibu dengan
preeklampsia
Oligohidramnion
Ibu dengan KPD Ibu dengan eklampsia
Perubahan
hemodinamik serebral
31
Keterangan:
: Variabel yang tidak diteliti
: Variabel yang diteliti
Gambar 3.1. Skema kerangka konsep penelitian tentang perbedaan mortalitas
neonatus yang lahir dari ibu dengan berbagai komplikasi kehamilan
yang dirujuk ke RSUD Ulin tahun 2009
B. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori di atas, dapat dibuat hipotesis bahwa terdapat
perbedaan mortalitas neonatus yang lahir dari ibu dengan berbagai komplikasi
kehamilan yang dirujuk ke RSUD Ulin tahun 2009.
Kematian neonatus Asfiksia neonatus
Pertukaran O2 ibu-janin
terganggu
Disfungsi endotel
Merusak membran sel
Radikal hidroksil
Perfusi plasenta
menurun
Plasenta iskemia
Suplai O2 dan
nutrisi terhambat
Hipoksia
Gangguan transpor
oksigen
Restriksi pertumbuhan intrauteri
Fetal distress
Perfusi ke jaringan
terhambat
Tindakan persalinan
Kejang Air ketuban berkurang
Tali pusat terdesak
32
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan
cross-sectional. Data yang diambil adalah data sekunder, yaitu hasil pengambilan
data dari kuesioner pasien rujukan dengan komplikasi yang dirujuk ke bagian
Obstetri dan Ginekologi RSUD Ulin Banjarmasin Kalimantan Selatan tahun 2009.
B. Populasi dan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah semua pasien dengan komplikasi yang
dirujuk ke bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Ulin Banjarmasin Kalimantan
Selatan tahun 2009 dan telah memenuhi kriteria inklusi. Sampel dipilih secara
purposive sesuai dengan kriteria inklusi. Kriteria inklusi untuk subyek dalam
penelitian ini adalah wanita hamil dengan komplikasi yang dirujuk ke bagian
Obstetri dan Ginekologi RSUD Ulin Banjarmasin Kalimantan Selatan tahun 2009
yang mengisi kuesioner dengan lengkap sesuai dengan data yang diperlukan. Data
yang diperlukan adalah nama, diagnosis penyakit penyerta (komplikasi
kehamilan), dan keadaan neonatus.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar
kuesioner pasien rujukan dengan komplikasi yang diambil di bagian Obstetri dan
Ginekologi RSUD Ulin Banjarmasin Kalimantan Selatan (Lampiran 1).
33
D. Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Variabel bebas : kejadian komplikasi kehamilan (preeklampsia,
eklampsia, dan KPD)
2. Variabel terikat : mortalitas neonatus
3. Variabel pengganggu : solusio plasenta, sindrom HELLP, anemia, dan
diabetes gestasional. Pada penelitian ini variabel
pengganggu tidak dapat dikendalikan.
E. Definisi Operasional
Komplikasi kehamilan adalah adanya penyakit penyerta saat kehamilan, seperti
preeklampsia, eklampsia, KPD, anemia, diabetes gestasional, hiperemesis, dan
lain-lain (4). Pada penelitian ini, komplikasi yang diteliti adalah preeklampsia,
eklampsia, dan KPD.
Kejadian preeklampsia adalah kejadian ibu hamil yang mengalami hipertensi,
proteinuri, dan edem (4). Pengkategoriannya adalah:
a. Preeklampsia
b. Tidak preeklampsia
Kejadian eklampsia adalah kejadian ibu hamil yang mengalami hipertensi,
proteinuri, dan edem yang disertai dengan kejang (4). Pengkategoriannya
adalah:
a. Eklampsia
b. Tidak eklampsia
34
Kejadian ketuban pecah dini (KPD) adalah ketuban pecah dini adalah pecahnya
ketuban sebelum terdapat tanda-tanda persalinan (4). Pengkategoriannya
adalah:
a. KPD
b. Tidak KPD
Mortalitas neonatus adalah kematian bayi setelah dilahirkan hingga berusia 30
hari. Pengkategoriannya adalah (4):
a. Meninggal
b. Hidup
F. Prosedur Penelitian
Prosedur yang dilakukan adalah meminta izin pada bagian Obstetri dan
Ginekologi RSUD Ulin Banjarmasin Kalimantan Selatan untuk meminjam data
kuesioner pasien rujukan dengan komplikasi. Langkah kedua yaitu menentukan
sampel penelitian. Sampel dipilih dari kuesioner penelitian yang telah diisi secara
lengkap. Sampel diambil secara purposive dalam 1 tahun, yaitu dari bulan Januari-
Desember 2009. Langkah ketiga yaitu mengolah data sampel yang telah
dikumpulkan dengan memasukkan data tersebut ke dalam tabel hasil 3x2,
kemudian dianalisis.
G. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data
Data dari kuesioner dimasukkan dalam tabel data penelitian. Hasil
pengumpulan data ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.
35
H. Cara Analisis Data
Tingkat mortalitas neonatus digambarkan secara deskriptif. Untuk
mengetahui perbedaan mortalitas neonatus yang lahir dari ibu dengan berbagai
komplikasi kehamilan, dilakukan menggunakan uji chi-square dengan tingkat
kepercayaan 95%.
I. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2010 di bagian Obstetri-
Ginekologi RSUD Ulin Banjarmasin.
36
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian mengenai perbedaan mortalitas neonatus pada berbagai
komplikasi kehamilan di bagian Obstetri-Ginekologi RSUD Ulin Banjarmasin
Kalimantan Selatan pada bulan Januari-Desember 2009 telah dilaksanakan pada
bulan Juni-Juli 2010 dan didapatkan sampel penelitian sebesar 227 orang. Sampel
dipilih secara purposive sesuai jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi.
Kriteria inklusi untuk subyek dalam penelitian ini adalah wanita yang mengisi
kuesioner dengan lengkap sesuai dengan data yang diperlukan.
Data yang dikumpulkan adalah hasil dari lembar kuesioner pasien rujukan
dengan komplikasi di bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Ulin Banjarmasin
Kalimantan Selatan. Data tersebut dapat dilihat pada lembar kuesioner (Lampiran
1). Pada penelitian kali ini diperlukan data berupa nama, diagnosis dan keadaan
neonatus. Hasil pengumpulan data tersebut disajikan dalam tabel pengumpulan
data penelitian (Lampiran 2). Dari hasil pengumpulan data tersebut dapat
diketahui bahwa ibu hamil yang menderita preeklamsia sebesar 50,67%, ibu hamil
yang menderita eklampsia sebesar 9,7%, sedangkan ibu hamil yang menderita
KPD sebesar 39,64% Hal ini bisa dilihat pada Gambar 5.1.
37
50,67 %
9,7%
39,64%
preeklampsia
eklampsia
KPD
Gambar 5.1 Persentase angka kejadian preeklampsia, eklampsia, dan KPD di
bagian Obstetri-Ginekologi RSUD Ulin Banjarmasin Kalimantan
Selatan pada bulan Januari-Desember 2009.
Berdasarkan hasil penelitian, pada ibu hamil dengan preeklampsia,
neonatus yang meninggal adalah sebesar 11,30% dan neonatus yang sehat sebesar
88,67%. Hal ini bisa dilihat pada Gambar 5.2.
11,30 %
88,67%
Meninggal
Sehat
Gambar 5.2 Distribusi mortalitas neonatus pada ibu hamil dengan preeklampsia
yang dirujuk ke bagian Obstetri-Ginekologi RSUD Ulin
Banjarmasin Kalimantan Selatan pada bulan Januari-Desember
2009.
38
Neonatus yang lahir dari ibu hamil dengan eklampsia yang kemudian
meninggal sebanyak 45,45%, dan neonatus yang sehat sebanyak 54,54%. Hal ini
bisa dilihat pada Gambar 5.3.
Gambar 5.3 Distribusi mortalitas neonatus pada ibu hamil dengan eklampsia yang
dirujuk ke bagian Obstetri-Ginekologi RSUD Ulin Banjarmasin
Kalimantan Selatan pada bulan Januari-Desember 2009.
Neonatus yang lahir dari ibu hamil dengan KPD yang kemudian meninggal
sebanyak 6,6%, dan neonatus yang sehat sebanyak 93,4%. Hal ini bisa dilihat
pada Gambar 5.4.
93,6%
6,4%
meninggal
sehat
Gambar 5.4 Distribusi mortalitas neonatus pada ibu hamil dengan KPD yang
dirujuk ke bagian Obstetri-Ginekologi RSUD Ulin Banjarmasin
Kalimantan Selatan pada bulan Januari-Desember 2009.
39
Hasil pengumpulan data tersebut menunjukkan bahwa pada ibu hamil
dengan eklampsia memiliki risiko mortalitas neonatus paling tinggi, yang
mencapai hampir setengahnya yaitu 10 kematian dari 22 penderita eklampsia
(45,45%), setelah itu ibu hamil dengan preeklampsia yang memiliki mortalitas
neonatus sebayak 13 kematian neonatus dari 115 kelahiran dari penderita
preeklampsia (11,30%), dan ibu hamil dengan KPD memiliki mortalitas neonatus
yeng paling sedikit dibandingkan dengan penderita eklampsia dan penderita
preeklampsia, yaitu sebanyak 6 kematian dari 90 kelahiran (6,6%) dari penderita
KPD.
Perbedaan tingkat mortalitas neonatus antara ibu hamil dengan
preeklampsia, ibu hamil dengan eklampsia, dan ibu hamil dengan KPD di bagian
Obstetri-Ginekologi RSUD Ulin Banjarmasin Kalimantan Selatan pada bulan
Januari-Desember 2009 diketahui dengan melakukan perhitungan untuk menguji
hipotesis menggunakan uji chi-square. Hasil perhitungan statistik dapat dilihat
pada Tabel 5.1.
40
Tabel 5.1 Perbedaan mortalitas neonatus antara ibu hamil dengan preeklampsia,
eklampsia, dan KPD di bagian Obstetri-Ginekologi RSUD Ulin
Banjarmasin Kalimantan Selatan bulan Januari-Desember 2009.
KeadaanBayi
Total Meninggal sehat
Komplikasi
kehamilan
Preeklampsia Count 13 102 115
Expected Count 14,7 100,3 115.0
Eklampsia Count 10 12 22
Expected Count 2,8 19,2 22.0
KPD Count 6 84 90
Expected Count 11,5 78,5 90.0
Total Count 28 198 227
Expected Count 29,0 198,0 227.0
Tabel 5.1 layak untuk diuji secara statistik menggunakan uji Chi-Square
karena terdapat sel dengan nilai expected kurang dari 5 sebanyak 16,7%. Hasil uji
statitik menunjukkan hasil yang bermakna, yaitu p = 0,000 (Lampiran 3),
sehingga hipotesis penelitian diterima, yaitu terdapat perbedaan mortalitas
neonatus pada ibu hamil dengan berbagai komplikasi (preeklampsia, eklampsia,
dan KPD) yang dirujuk ke bagian Obstetri-Ginekologi RSUD Ulin Banjarmasin
Kalimantan Selatan pada bulan Januari-Desember 2009.
Perbandingan angka mortalitas neonatus akibat komplikasi-komplikasi
kehamilan tersebut bisa dibandingkan untuk mengetahui komplikasi mana yang
paling besar risikonya menyebabkan kematian neonatus. Analisis terhadap hasil
penelitian ditunjukkan pada Lampiran 3. Hasil analisis menunjukkan bahwa
ternyata ibu hamil dengan eklampsia memiliki risiko lebih besar terhadap
terjadinya mortalitas neonatus dibanding dengan ibu hamil dengan preeklampsia
(OR = 6,63, IK 95% = 2,38-18,28 ) dan ibu hamil dengan KPD (OR = 11,67, IK
41
95% = 3,58-37,9) yang dirujuk ke bagian Obstetri-Ginekologi RSUD Ulin
Banjarmasin Kalimantan Selatan pada bulan Januari-Desember 2009.
Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa penderita eklampsia
memiliki risiko mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan penderita
preeklampsia dan KPD (4,26,28). Selain itu, menurut Munro (2000), hampir 1
dari 50 wanita yang menderita kejang eklampsia mengalami kematian, 23%
membutuhkan ventilator dan 35% memiliki paling sedikit satu komplikasi mayor
seperti edem paru, gagal ginjal, disseminated intravascular coagulation, sindrom
HELLP, acute respiratory distress syndrome, stroke dan henti jantung. Kelahiran
mati atau kematian neonatus muncul kira-kira 1 dari 14 kasus eklampsia (21).
Eklampsia memiliki risiko mortalitas neonatus yang lebih tinggi dari beberapa
komplikasi tersebut karena patofisiologi eklampsia yang lebih berat dibanding
preeklampsia dan KPD (5,26,28).
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria akibat
kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
Secara garis besar, pemahaman mengenai preeklampsia terbagi menjadi dua
proses, yaitu predisposisi plasenta terhadap hipoksia, diikuti dengan pelepasan
faktor terlarut yang mengakibatkan berbagai macam hal, seperti kerusakan sel
endotel, perubahan reaktivitas vaskular, endoteliosis glomerular, penurunan
volume intravaskular, inflamasi, dan sebagainya. Sementara itu, eklampsia adalah
kelainan pada masa kehamilan, dalam persalinan, atau masa nifas yang ditandai
dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan saraf) dan/atau koma, dan
sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala preeklampsia. Pada eklampsia
42
terjadi mekanisme vasokonstriksi serebral, hipertensi ensepalopati, edem serebral,
perdarahan, dan infark. Tetapi mekanisme bagaimana terjadinya kejang masih
belum jelas penyebabnya (4,8,16,20,25).
Penderita eklampsia mempunyai risiko yang lebih besar dapat
menyebabkan mortalitas neonatus karena terminasi kehamilan/tindakan persalinan
buatan yang harus segera dilaksanakan dibandingkan dengan penderita komplikasi
kehamilan lainnya. Pada penderita eklampsia, persalinan buatan harus segera
dilakukan enam jam setelah serangan kejang yang pertama. Pada penderita
eklampsia dengan usia kandungan yang kurang bulan, maka akan menyebabkan
kelahiran yang prematur. Keadaan neonatus yang prematur ini sangat rentan
dengan berbagai macam penyakit peyerta, salah satunya adalah respiratory
distress syndrome (RDS). Apabila neonatus mengalami RDS secara
berkelanjutan, akan mengakibatkan terjadinya asfiksia dan dapat berakhir dengan
mortalitas pada neonatus tersebut. Pada penderita eklampsia dengan usia
kehamilan yang cukup, biasanya kejang berperan aktif menyebabkan komplikasi
penyerta pada ibu maupun janin. Pada penderita eklampsia, setelah mengalami
kejang biasanya diikuti dengan henti nafas selama beberapa menit. Hal ini dapat
berpengaruh pada perfusi oksigen dan nutrisi ke dalam janin, sehingga setelah
neonatus lahir dapat terjadi berbagai komplikasi pada neonatus, seperti asfiksia
dan berat bayi lahir rendah (BBLR). Asfiksia dan BBLR dapat meningkatkan
risiko mortalitas neonatus. Sedangkan pada penderita preeklampsia masih dapat
ditolong dengan penatalaksanaan secara medikamentosa, sehingga persalinan
43
dapat dilakukan pada saat yang tepat dan risiko mortalitas neonatus dapat
dikendalikan (3,14,20 22,29,30).
KPD adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan dengan
jarak waktu antara pecahnya ketuban dan lahirnya bayi lebih dari 12 jam. KPD
merupakan salah satu faktor penyebab asfiksia neonatorum dan infeksi. Dengan
pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat, hingga terjadi
asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan
derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.
Semakin lama periode laten, semakin lama pula kala satu persalinan dan semakin
besar insidensi infeksi. Janin bisa terinfeksi sekalipun tidak terlihat tanda-tanda
sepsis pada ibu. Tempat paling sering mengalami infeksi adalah traktus
respiratorius. Kebanyakan pneumonia yang terjadi dalam 2 minggu pertama
kehidupan berasal dari dalam rahim. Setelah terjadi persalinan dan ditemukan
tanda infeksi biasanya bayi memiliki nilai Apgar dibawah 7 dan dapat mengalami
hipotermia. Keadaan ini apabila tidak diberikan tindakan yang tepat, maka dapat
menyebabkan mortalitas pada neonatus (4,27,30).
Eklampsia memiliki tingkat kegawatdaruratan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan KPD. Penderita eklampsia datang dengan gejala yang lebih
berat dan memerlukan terminasi kehamilan segera, sehingga kemungkinan
neonatus mendapatkan komplikasi setelah lahir akan lebih tinggi. Bila penderita
KPD datang ke rumah sakit dengan usia kehamilan yang belum cukup, terminasi
buatan dapat dilakukan sampai umur kehamilan 37 minggu. Sedangkan pada
penderita KPD dengan usia kehamilan yang cukup, terminasi kehamilan dapat
44
segera dilakukan. Sedangkan pada penderita eklampsia, begitu penderita
mengalami kejang, maka terminasi kehamilan harus segera diakukan dalam waktu
6 jam setelah serangan kejang pertama. Perbedaan tatalaksana inilah yang
mengakibatkan resiko mortalitas neonatus pada penderita eklampsia lebih tinggi
dibandingkan dengan penderita KPD (4,30).
Pada penelitian ini terdapat beberapa kesulitan, yaitu banyak kuesioner
yang tidak diiisi secara lengkap. Banyaknya data yang tidak diisi lengkap
menyebabkan peneliti mengalami hambatan dalam mengambil data. Penelitian
selanjutnya diharapkan dapat mengatasi kendala-kendala tersebut dengan cara
mengisi lengkap data kuesioner, sehingga bisa mendapatkan hasil penelitian yang
baik dan akurat.
45
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa
simpulan, yaitu:
1. Terdapat perbedaan bermakna pada mortalitas neonatus yang lahir dari ibu
hamil dengan preeklampsia, ibu hamil dengan eklampsia, dan ibu hamil
dengan KPD yang dirujuk ke bagian Obstetri-Ginekologi RSUD Ulin
Banjarmasin Kalimantan Selatan pada bulan Januari-Desember 2009.
2. Mortalitas neonatus yang lahir dari ibu hamil dengan preeklampsia yang
dirujuk ke bagian Obstetri-Ginekologi RSUD Ulin Banjarmasin Kalimantan
Selatan pada bulan Januari-Desember 2009 adalah sebesar 50,67%
3. Mortalitas neonatus yang lahir dari ibu hamil dengan eklampsia yang dirujuk
ke bagian Obstetri-Ginekologi RSUD Ulin Banjarmasin Kalimantan Selatan
pada bulan Januari-Desember 2009 adalah sebesar 9,7%
4. Mortalitas neonatus yang lahir dari ibu hamil dengan KPD yang dirujuk ke
bagian Obstetri-Ginekologi RSUD Ulin Banjarmasin Kalimantan Selatan pada
bulan Januari-Desember 2009 adalah sebesar 39,64%
B. Saran
Kuesioner pasien rujukan dengan komplikasi ini sebenarnya dapat diteliti
dengan variabel yang lebih variatif, tidak terbatas pada neonatus dan komplikasi
46
kehamilan saja. Diharapkan dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan data yang
lebih lengkap, seperti riwayat antenatal care, diagnosis, jumlah anak, dan keadaan
neonatus yang lebih lengkap, sehingga saat dilakukan penelitian sekunder
menggunakan kuesioner, jumlah sampel yang diteliti dapat diperbanyak dan juga
dapat mengurangi bias dalam pemilihan subyek. Dengan adanya pengisian data
yang lebih lengkap, kemungkinan didapatkan hasil penelitian yang lebih baik
untuk kepentingan klinis, khususnya di bagian Obstetri-Ginekologi RSUD Ulin
Banjarmasin Kalimantan Selatan.
47
DAFTAR PUSTAKA
1. Alex M, Farisa H, Lira N, Nowsher U. Risk factors for neonatal mortality in
rural areas of Bangladesh served by a large NGO programme. London: Oxford
University Press, 2006
2. Badan Pusat Statistik. Estimasi fertilitas, mortalitas dan migrasi hasil sensus
penduduk tahun 2000. Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2001.
3. Mansjoer A. Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2000.
4. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan edisi 4. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 2009.
5. Munro PT. Management of eclampsia in the accident and emergency
department. J Accid Emerg Med 2000; 17: 7-11.
6. Jing L, Zhi CF, Jing W. The incidence rate of premature rupture of
membranes and its influence on fetal–neonatal health: a report from mainland
China. Journal of Tropical Pediatrics 2010; 56(1):36-42
7. Ricard S. Tingkat pengetahuan ibu hamil tentang sepsis neonatorum di klinik
bersalin Yusnidar Medan tahun 2009. Skripsi. Medan: FK Universitas
Sumatra Utara, 2010.
8. Robert JM, Gammill HS. Preeclampsia: recent insights. Hypertension
2005;46;1243-1249.
9. Huppertz B. Placental origins of preeclampsia: challenging the current
hypothesis. Hypertension 2008; 51: 970-975.
10. Wati DR. Hubungan antara preeklamsia berat dengan asfiksia neonatorum di
RSUD Ponorogo per 1 Januari 2007-31 Desember 2008. Skripsi. Surakarta:
FK Universitas Muhamadiyah Surakarta, 2009.
11. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid 1 edisi 4. Jakarta: FKUI, 2007.
12. BPS dan ORC. Macro survey demografi dan kesehatan Indonesia 2002-2003.
USA: ORC Macro, 2003.
13. Vásárhelyi B, Cseh Á, Kocsis I., Treszl A, Györffy B, Rigó J. Three
mechanisms in the pathogenesis of pre-eclampsia suggested by over-
48
represented transcription factor-binding sites detected with comparative
promoter analysis. Molecular Human Reproduction 2006;12(1):31–34.
14. Saifuddin AB. Ilmu kebidanan. Surabaya: PT. Bina Balai Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 2008.
15. Smith RA, Kenny LC. Review current thought on the pathogenesis of
preeclampsia. The Obstetrician & Gynaecologist 2006;8:7-13
16. Cunningham FG. Obstetrical haemorrhage. Wiliam obstetrics 21th
edition.
Lange USA: Prentice Hall International Inc Appleton 2001;4:3-7
17. Chappell LC, Enye S, Seed P, Briley AL, Poston L. Adverse perinatal
outcomes and risk factors for preeclampsia in women with chronic
hypertension: a prospective study. Hypertension 2008;51;1002-1009.
18. Rai B. Periodontal disease risk factor for preeclampsia: clinical periodontal
profile. Adv in Med Dent Sci., 2008;2(3): 88-89.
19. Sibai BM. Diagnosis and management of gestational hypertension
preeclampsia. Obstet Gynecol, 2003;103:181-192.
20. Karkata MK. Pro-kontra penanganan aktif eklampsia dengan seksio sesarea.
Cermin Dunia Kedokteran 2007; 34(5): 242-244.
21. Munro PT. Management of eclampsia in the accident and emergency
department. J Accid Emerg Med 2000; 17: 7-11.
22. Ginzburg VE, Wolff B. Headache and seizure on postpartum day 5: late
postpartum eclampsia. CMAJ 2009; 180(4): 425-428.
23. Farhat R, Roohi M. Caesarean versus vaginal delivery in the management of
eclampsia. Professional Med J Mar 2007; 14(1): 158-163.
24. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan edisi 4. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 2009.
25. Ross MG. Eclampsia. 2009; available from: URL: http://emedicine.
medscape.com/article/253960-overview.
26. Belfort MA, Anthony J, Saade GR, Allen JC. A comparison of magnesium
sulfate and nimodipine for the prevention of eclampsia. N Engl J Med 2003;
348: 304-11.
27. Rey G, Skowronek F, Alciaturi J. Toll receptor 4 Asp299Gly polymorphism
and its association with preterm birth and premature rupture of membranes in a
49
South American population. Molecular Human Reproduction 2008;14(9):555–
559.
28. Norwitz E, Schorge JO. Obstetrics and gynecology at a glance. USA:
Blackwell Science, 2001.
29. Hassan R, Alatas H. Buku kuliah 3 ilmu kesehatan anak. Jakarta: Staf Pengajar
Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985.
30. Cunningham, Donald M, Leveno G, Hankins G. Williams obstetric 20th
edition. Stanford, Connecticut: Appleton & Lange, 1997.