Sejarah Jejak Perjuangan S.M. Kartosuwiryo
Click here to load reader
-
Upload
dewisejarah -
Category
Documents
-
view
6.359 -
download
13
Transcript of Sejarah Jejak Perjuangan S.M. Kartosuwiryo
Nama : Dewi Setyawati
Nim : 06111404016
“Siapakah Kartosuwiryo?”
A.Latar Belakang.
Secara harfiah Darul Islam sering diartikan sebagai daerah atau wilayah
islam. Pengertian ini sama dengan yang di pahami oleh para ulama di Indonesia.D
alam konteks Indonesia, darul islam di artikan sebagai tempat kediaman kaum mu
slimin. Pengertian ini tentunya berbeda dengan apa yang di inginkan Darul islam s
endiri, sehingga mereka mengartikan tidak hanya sebagai tempat kediaman saja, t
etapi semua aspek kehidupan, termasuk di dalamnya masalah pemerintahan yang
harus berdasarkan syariat islam.Pengertian ini pertama kali di cetuskan oleh S.M
Kartosuwiryo pada 1940, ketika ia duduk dalam PSII hijrah.
Dengan demikian pengertian Darul islam mempunyai pengertian sama de
n gan ide Negara islam. Di Indonesia kata darul islam di tujukan kepada gerakan
gerakan yang di lancarkan oleh sekelompok umat islam Indonesia sesudah kemerd
ekaan 1945 yang berusaha dengan kekuatan senjata untuk merealisasikan cita -
citanya dengan mendirikan Negara Islam Indonesia (NII). Dengan bentuk dan cara
yang di lakukan DI dalam memperjuangkan berdirinya Negara islam Indonesia, b
erarti telah melakukan penyimpangan dari pola umum perjuangan umat islam Ind
onesia pada saat itu. Dimana pola umum perjuangan umat islam Indonesia saat itu
adalah melalui musyawarah, dengan menjadikan konstitusi Negara berdasarkan isl
am. Singkatnya jika mayoritas umat islam Indonesia menginginkan berdirinya Ne
gara atas dasar islam dengan jalan demokrasi, sementara itu DI melalui senjata dal
am memperjuangkan Negara islam sebagai nama atau label.
Gerakan DI merupakan gerakan politik yang terpentig dalam menimbulk
an masalah yang paling serius bagi pemerintah Indonesia, karena gerakan ini men
1
gatasnamakan islam dan pengikutnya pun tersebar luas. Gerakan DI menyebar ke
berbagai daerah, mulai dari jawa barat sebagai pusat gerakannya, jawa tengah, Sul
awesi selatan, aceh dan Kalimantan selatan. Bahkan menurut beberapa laporan ger
akan DI sampai juga ke Maluku dan kepulauan nusa tenggara. Namun dari bebera
pa daerah tersebut hanya 3 daerah yang sifat gerakannya mempunyai pengaruh be
sar, yaitu jawa barat di bawah pimpinan kartosuwiryo , sulawesi selatan di bawah
pimpinan kahar muzakkar, dan aceh di bawah pimpinan T.M Daud Beureueh.
B.ISI
1.Biografi Kartosuwiryo
Sekarmadji Maridjan Kartosoewiryo demikian nama lengkap dari
Kartosoewirjo, dilahirkan 7 Januari 1907 di Cepu, sebuah kota kecil antara Blora
dan Bojonegoro yang menjadi daerah perbatasan Jawa Timur dengan Jawa
Tengah. Kota Cepu ini menjadi tempat di mana budaya Jawa bagian timur dan
bagian tengah bertemu dalam suatu garis budaya yang unik.
Ayahnya, yang bernama Kartosoewiryo, bekerja sebagai mantri pada
kantor yang mengkoordinasikan para penjual candu di kota kecil Pamotan, dekat
Rembang. Dalam posisi inilah, ayah Kartosoewiryo mempunyai kedudukan yang
cukup penting sebagai seorang pribumi saat itu, menimbulkan pengaruh yang
sangat besar terhadap pembentukan garis sejarah anaknya. Kartosoewiryo pun
kemudian mengikuti tali pengaruh ini hingga pada usia remajanya.
Dengan kedudukan istimewa orang tuanya serta makin mapannya
"gerakan pencerahan Indonesia" ketika itu, Kartosoewiryo dibesarkan dan
berkembang. Ia terasuh di bawah sistem rasional Barat yang mulai dicangkokkan
Belanda di tanah jajahan Hindia. Suasana politis ini juga mewarnai pola asuh
orang tuanya yang berusaha menghidupkan suasana kehidupan keluarga yang
liberal.
2
Pada tahun 1911, saat para aktivis ramai-ramai mendirikan organisasi, saat
itu Kartosoewiryo berusia enam tahun dan masuk Sekolah ISTK (Inlandsche
School der Tweede Klasse) atau Sekolah "kelas dua" untuk kaum Bumiputra di
Pamotan. Empat tahun kemudian, ia melanjutkan sekolah ke HIS (Hollandsch-
Inlandsche School) di Rembang. Tahun 1919 ketika orang tuanya pindah ke
Bojonegoro, mereka memasukkan Kartosoewiryo ke sekolah ELS (Europeesche
Lagere School). Bagi seorang putra "pribumi", HIS dan ELS merupakan sekolah
elite. Hanya dengan kecerdasan dan bakat yang khusus yang dimiliki
Kartosoewirjo maka dia bisa masuk sekolah yang direncanakan sebagai lembaga
pendidikan untuk orang Eropa dan kalangan masyarakat Indo-Eropa.
Semasa remajanya di Bojonegoro inilah Kartosoewiryo mendapatkan
pendidikan agama dari seorang tokoh bernama Notodihardjo yang menjadi "guru"
agamanya. Dia adalah tokoh Islam modern yang mengikuti Muhammadiyah.
Tidak berlebihan ketika itu, Notodihardjo sendiri kemudian menanamkan banyak
aspek kemodernan Islam ke dalam alam pikir Kartosoewiryo. Pemikiran-
pemikirannya sangat mempengaruhi bagaimana Kartosoewiryo bersikap dalam
merespon ajaran-ajaran agama Islam. Dalam masa-masa yang bisa kita sebut
sebagai the formative age-nya.
Pada tahun 1923, setelah menamatkan sekolah di ELS, Kartosoewiryo
pergi ke Surabaya melanjutkan studinya pada Nederlandsch Indische Artsen
School (NIAS), Sekolah Kedokteran Belanda untuk Pribumi. Pada saat kuliah
inilah (l926) ia terlibat dengan banyak aktivitas organisasi pergerakan
nasionalisme Indonesia di Surabaya.
Selama kuliah Kartosoewiryo mulai berkenalan dengan pemikiran-
pemikiran Islam. Ia mulai "mengaji" secara serius. Saking seriusnya, ia kemudian
begitu "terasuki" oleh shibghatullah sehingga ia kemudian menjadi Islam minded.
Semua aktivitasnya kemudian hanya untuk mempelajari Islam semata dan berbuat
untuk Islam saja. Dia pun kemudian sering meninggalkan aktivitas kuliah dan
menjadi tidak begitu peduli dengan ilmu-ilmu yang diajarkan oleh sekolah
3
Belanda, tentunya setelah ia mengkaji dan membaca banyak buku-buku dari
berbagai disiplin ilmu, dari kedokteran hingga ilmu-ilmu sosial dan politik.
Dengan modal ilmu-ilmu pengetahuan yang tidak sedikit itu, ditambah ia juga
memasuki organisasi politik Sjarikat Islam di bawah pimpinan Haji Oemar Said
Tjokroaminoto. Pemikiran-pemikiran Tjokroaminoto banyak mempengaruhi
sikap, tindakan dan orientasi Kartosuwiryo. Maka setahun kemudian, dia
dikeluarkan dari sekolah karena dituduh menjadi aktivis politik, dan didapati
memiliki sejumlah buku sosialis dan komunis yang diperoleh dari pamannya yaitu
Marko Kartodikromo, seorang wartawan dan sastrawan yang cukup terkenal pada
zamannya. Sekolah tempat ia menimba ilmu tidak berani menuduhnya karena
"terasuki" ilmu-ilmu Islam, melainkan dituduh "komunis" karena memang
ideologi ini sering dipandang sebagai ideologi yang akan membahayakan.
Tidaklah mengherankan, kalau Kartosuwirjo nantinya tumbuh menjadi pribadi
yang memiliki kesadaran politik sekaligus memiliki integritas keislaman yang
tinggi.( Irfan S, 1999.)
2.Aktivitas Kartosoewirjo
Semenjak tahun 1923, dia sudah aktif dalam gerakan kepemudaan, di
antaranya gerakan pemuda Jong Java. Kemudian pada tahun 1925, ketika
anggota-anggota Jong Java yang lebih mengutamakan cita-cita keislamannya
mendirikan Jong Islamieten Bond (JIB). Kartosoewiryo pun pindah ke organisasi
ini karena sikap pemihakannya kepada agamanya. Melalui dua organisasi inilah
kemudian membawa dia menjadi salah satu pelaku sejarah gerakan pemuda yang
sangat terkenal, "Sumpah Pemuda".
Selain bertugas sebagai sekretaris umum PSIHT (Partij Sjarikat Islam
Hindia Timur), Kartosoewiryo pun bekerja sebagai wartawan di koran harian
Fadjar Asia. Semula ia sebagai korektor, kemudian diangkat menjadi reporter.
Pada tahun 1929, dalam usianya yang relatif muda sekitar 22 tahun,
Kartosoewiryo telah menjadi redaktur harian Fadjar Asia. Dalam kapasitasnya
4
sebagai redaktur, mulailah dia menerbitkan berbagai artikel yang isinya banyak
sekali kritikan-kritikan, baik kepada penguasa pribumi maupun penjajah Belanda.
Ketika dalam perjalanan tugasnya itu dia pergi ke Malangbong. Di sana
bertemu dengan pemimpin PSIHT setempat yang terkenal bernama Ajengan
Ardiwisastera. Di sana pulalah dia berkenalan dengan Siti Dewi Kalsum putri
Ajengan Ardiwisastera, yang kemudian dinikahinya pada bulan April tahun 1929.
Perkawinan yang sakinah ini kemudian dikarunia dua belas anak, tiga yang
terakhir lahir di hutan-hutan belantara Jawa Barat. Begitu banyaknya pengalaman
telah menghantarkan dirinya sebagai aktor intelektual dalam kancah pergerakan
nasional.
Pada tahun 1943, ketika Jepang berkuasa di Indonesia, Kartosoewiryo
kembali aktif di bidang politik, yang sempat terhenti. Dia masuk sebuah
organisasi kesejahteraan dari MIAI (Madjlis Islam 'Alaa Indonesia) di bawah
pimpinan Wondoamiseno, sekaligus menjadi sekretaris dalam Majelis Baitul-Mal
pada organisasi tersebut.
Dalam masa pendudukan Jepang ini, dia pun memfungsikan kembali
lembaga Suffah yang pernah dia bentuk. Namun kali ini lebih banyak memberikan
pendidikan kemiliteran karena saat itu Jepang telah membuka pendidikan
militernya. Kemudian siswa yang menerima latihan kemiliteran di Institut Suffah
itu akhirnya memasuki salah satu organisasi gerilya Islam yang utama sesudah
perang, Hizbullah dan Sabilillah, yang nantinya menjadi inti Tentara Islam
Indonesia di Jawa Barat.
Pada bulan Agustus 1945 menjelang berakhirnya kekuasaan Jepang di
Indonesia, Kartosoewiryo yang disertai tentara Hizbullah berada di Jakarta. Dia
juga telah mengetahui kekalahan Jepang dari sekutu, bahkan dia mempunyai
rencana: kinilah saatnya rakyat Indonesia, khususnya umat Islam, merebut
kemerdekaannya dari tangan penjajah. Sesungguhnya dia telah
memproklamasikan kemerdekaan pada bulan Agustus 1945. Tetapi proklamasinya
ditarik kembali sesudah ada pernyataan kemerdekaan oleh Soekarno dan
5
Mohammad Hatta. Untuk sementara waktu dia tetap loyal kepada Republik dan
menerima dasar "sekuler"-nya.
Namun sejak kemerdekaan RI diproklamasikan (17 Agustus 1945), kaum
nasionalis sekulerlah yang memegang tampuk kekuasaan negara dan berusaha
menerapkan prinsip-prinsip kenegaraan modern yang sekuler. Semenjak itu
kalangan nasionalis Islam tersingkir secara sistematis dan hingga akhir 70-an
kalangan Islam berada di luar negara. Dari sinilah dimulainya pertentangan serius
antara kalangan Islam dan kaum nasionalis sekuler. Karena kaum nasionalis
sekuler mulai secara efektif memegang kekuasaan negara, maka pertentangan ini
untuk selanjutnya dapat disebut sebagai pertentangan antara Islam dan negara.
Situasi yang kacau akibat agresi militer kedua Belanda, apalagi dengan
ditandatanganinya perjanjian Renville antara pemerintah Republik dengan
Belanda. Di mana pada perjanjian tersebut berisi antara lain gencatan senjata dan
pengakuan garis demarkasi van Mook. Sementara pemerintah RI harus mengakui
kedaulatan Belanda atas Indonesia, maka menjadi pil pahit bagi Republik.
Tempat-tempat penting yang strategis bagi pasukannya di daerah-daerah yang
dikuasai pasukan Belanda harus dikosongkan, dan semua pasukan harus ditarik
mundur --atau "kabur" dalam istilah orang-orang DI-- ke Jawa Tengah. Karena
persetujuan ini, Tentara Republik resmi dalam Jawa Barat, Divisi Siliwangi,
mematuhi ketentuan-ketentuannya. Soekarno menyebut "kaburnya" TNI ini
dengan memakai istilah Islam, "hijrah". Dengan sebutan ini dia menipu jutaan
rakyat Muslim. Namun berbeda dengan pasukan gerilyawan Hizbullah dan
Sabilillah, bagian yang cukup besar dari kedua organisasi gerilya Jawa Barat,
menolak untuk mematuhinya. Hizbullah dan Sabilillah lebih tahu apa makna
"hijrah" itu.
Pada tahun 1949 Indonesia mengalami suatu perubahan politik besar-
besaran. Pada saat Jawa Barat mengalami kekosongan kekuasaan, maka ketika itu
terjadilah sebuah proklamasi Negara Islam di Nusantara, sebuah negeri al-
Jumhuriyah Indonesia yang kelak kemudian dikenal sebagai ad-Daulatul
6
Islamiyah atau Darul Islam atau Negara Islam Indonesia yang lebih dikenal oleh
masyarakat sebagai DI/TII. DI/TII di dalam sejarah Indonesia sering disebut para
pengamat yang fobi dengan Negara Islam sebagai "Islam muncul dalam wajah
yang tegang." Bahkan, peristiwa ini dimanipulasi sebagai sebuah
"pemberontakan". Kalaupun peristiwa ini disebut sebagai sebuah
"pemberontakan", maka ia bukanlah sebuah pemberontakan biasa. Ia merupakan
sebuah perjuangan suci anti-kezhaliman yang terbesar di dunia di awal abad ke-20
ini. "Pemberontakan" bersenjata yang sempat menguras habis logistik angkatan
perang Republik Indonesia ini bukanlah pemberontakan kecil, bukan pula
pemberontakan yang bersifat regional, bukan "pemberontakan" yang muncul
karena sakit hati atau kekecewaan politik lainnya, melainkan karena sebuah "cita-
cita", sebuah "mimpi" yang diilhami oleh ajaran-ajaran Islam yang lurus.
Akhirnya, perjuangan panjang Kartosoewiryo selama 13 tahun pupus setelah
Kartosoewirjo sendiri tertangkap. Pengadilan Mahadper, 16 Agustur l962,
menyatakan bahwa perjuangan Kartosoewiryo dalam menegakkan Negara Islam
Indonesia itu adalah sebuah "pemberontakan". Hukuman mati kemudian diberikan
kepada mujahid Kartosoewirjo.
3.Perjuangan S.M. Kartosuwiryo Sebagai Pendiri Islam Indonesia
(Pemberontakan DII / Jawa Barat)
Sekarmadji Marijan Kartosuwiryo merupakan komisaris Partai Masyumi
wilayah Jawa Barat. Ia mempunyai ide akan mendirikan Negara Islam Indonesia
sudah sejak tahun 1942. Upaya Kartosuwiryo tersebut diawali dengan mendirikan
pesantren Sufah yang digunakan untuk latihan kemiliteran bagi pemuda-pemuda
Islam khususnya Hizbullah dan Sabilillah serta digunakan untuk menyebarkan
propaganda pembentukan “Negara Islam”.
Pada tanggal 14 Agustus 1947 setelah Agresi Militer Belanda I,
Kartosuwiryo menyatakan “perang suci” melawan Belanda. Gerakan
Kartosuwiryo semakin tidak sejalan dengan pemerintah RI ketika berdasarkan
perjanjian Renville ”pasukan TNI di daerah kantong-kantong Gerilya harus hijrah
7
ke wilayah yang dikuasai RI” tetapi Kartosuwiryo menolak melakukan hijrah ke
wilayah RI. Kartosuwiryo bersama 4.000 orang pengikutnya memilih tetap tinggal
di Jawa Barat. (Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia, 2010, hal 360)
Februari 1948 kegiatan Masyumi di Jawa Barat dibekukan dan diganti
dengan Majelis Umat Islam dan mengangkat Kartosuwiryo sebagai imam dari
Negara Islam Indonesia (NII). Kartosuwiryo juga membentuk Tentara Islam
Indonesia(TII). Tanggal 7 Agustus 1949 secara resmi Kartosuwiryo
memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) yang berlandaskan
kanun azasi Tanggal 25 Januari 1949 terjadi kontak senjata pertama kali antara
TNI dan DI/TII ketika pasukan Divisi Siliwangi melakukan hijrah (long march)
dari Jawa Barat ke Jawa Tengah. Peperangan bahkan terjadi antara TNI-DI/TII-
Tentara Belanda. Munculnya DI/TII mengakibatkan penderitaan rakyat Jawa
Barat karena rakyat sering mendapat teror dari DI/TII bahkan untuk memenuhi
kebutuhan hidup mereka merampok rakyat terutama rakyat yang tinggal di daerah
terpencil seperti lereng gunung. Upaya damai dilakukan pemerintah RI melalui
Moh. Natsir (pemimpin Masyumi) melalui surat tetapi tidak berhasil. Bahkan
upaya untuk membentuk komite yang dipimpin oleh Moh. Natsir pada bulan
September 1949 tetapi upaya tersebutpun gagal mengajak Kartosuwiryo untuk
kembali ke pangkuan RI. Operasi militer untuk menumpas gerakan DI/TII dimulai
pada tanggal 27 Agustus 1949. Operasi ini menggunakan taktik ”pagar betis”
yang dilakukan dengan menggunakan tenaga rakyat berjumlah ratusan ribu untuk
mengepung gunung tempat gerombolan bersembunyi. Tujuan taktik ini adalah
untuk mempersempit ruang gerak DI/TII. Selain itu digunakan juga Operasi
tempur Bharatayudha dengan sasaran menuju basis pertahanan DI/TII. Operasi
tersebut baru berhasil pada tanggal 4 Juni 1962 dengantertangkapnya
Kartosuwiryo di daerah Gunung Geber, Majalaya oleh pasukan Siliwangi.
(http://mkssej6.blogspot.com/2012/10/1.html)
8
4. Faktor – Faktor yang Melatarbelakangi Lahirnya NII
Tidak begitu mudah mengetahuai dengan pasti kapan S.M Kartosoewiryo
mulai mempunyai gagasan untuk mendirikan “Negara Islam Indonesia”. Berbagai
sumber mengatakan bahwa ia mempunyai ide dan gagasan untuk mendirikan
Negara Islam Indonesia sejak ia menjadi anggota PSSI, yaitu sekitar tahun 1929.
Selain itu ada juga yang mengatakan bahwa ide dan gagasan adalah cita-cita yang
di wariskan dari H.O.S Tjokroaminoto.
Gagasan untuk mendirikan suatu Negara yang bersendikan Islam itu
semakin Nampak nyata dan berkembang setelah proklamasi kemerdekaan
Republik Indonesia (RI). Meskipun dalam mencari pendukung cita-citanya dapat
di katakana ketinggalan kereta dengan pemimpin-pemimpin Partai politik lainya,
namun Kartosoewirjo adalah orang yang berwatak keras dan ulet. Ia tahu bahwa ia
ketinggalan dengan rekan-rekanya dalam mencari masa pendukung cita-citanya.
Lahirnya Republik Indonesia (RI) yang berdasarkan Pancasila untuk sementara
menentramkan hatinya, Walaupun hal itu merupakan pukulan yang keras terhadap
cita-citanya yang dipupuk selama bertahun-tahun. Dalam satu segi ia merasa puas
bahwa perjuangan bangsa untuk melepaskan diri dari penjajahan dengan segala
akibatnya dan perjuanganya, telah menjadi kenyataan. Namun di sisi lain ia gagal
mewujudkan cita-citanya.
Setelah kegagalan pertama, dengan perhitungan yang matang,
Kartosoewirjo merubah siasatnya yaitu ikut serta membantu Muhammad Natsir
mendirikan partai Masjumi. Kedudukannya sebagi pemimpin di pergunakanya
untuk melanjutkan cita-citanya mendirikan NII dengan mengkoordinir segala
gerakan-gerakan Islam di Jawa Barat. Usaha-usahanya teryata mendapat angin
segar dari kalangan Islam di Jawa Barat yang beraliran fanatik, yang mana mereka
sejak dahulu memang menginginkan untuk mendirikan Negara yang bersendikan
Islam.
Barisan-barisan Sabilillah dan Hisbullah yang merupakan pasuakan partai
Masjumi menjadi incaran Kartosoewirjo, ia sadar bahwa untuk mencapai
9
kekuasaan di perlukan backing kekuataan. Oleh karna itu ia dengan senang hati
mmengizinkan Institut Suffah yang terlatak di Malangbong untuk di jadikan pusat
kegiatan melatih pemuda-pemudah Hisbullah dan Sabillah tersebut.
Pasca proklamasi kemerdekaan RI tahun 1945, terjadi berbagai peristiwa
yang merugikan RI, terutama umat Islam, antara lain pencoretan naskah Piagam
Jakarta, dalam pembukaan UUD tanggal 18 Agustus 1945, adanya Perjanjian
Renvile (1948), yang berakibat hijrahnya kekuatan militer (TNI) ke Yogya yang
waktu itu menjadi Ibu Kota Negara. Dari kekecewaan ini S.M. Kartosoewiryo
membentuk Darul Islam dan Tentara Islam Indonesia dan melakukan perlawanan
frontal terhadap RI, memang sejak awal ia tidak menyukai langkah pemerintah RI
yang cenderung selalu mengambil sikap Kooperatif terhadap Belanda.
Pada tanggal 7 Agustus 1949 Kartosoewiryo memproklamasikan
Negara Islam Indonesia (NII). NII menjadi negara dalam negara, Negara
bentukkan S.M. Kartosoewirjo ini memiliki konstitusi (Qanun Asasi), struktur
administrative dan birokasi pemerintahan maupun angkatan bersenjata yang
terlatih (TII). Sejak awal kelahirannya NII telah menunjukan sebagai Negara
berdasar agama di abad modern Indonesia. Di mana sejauh itu tidak ada satupun
gerakan Islam Indonesia sejak kemerdekaan hingga saat ini mampu mengungguli
struktur kenegaraan NII dan angkatan bersenjatanya.
Sikap politik dan pemikiran kenegaraan Kartosoewiryo, sebagian besar
merupakan respons terhadap pandangan para kaum nasionalis sekuler, dimana
mereka berusaha melepaskan urusan agama dari Negara. Di samping itu
munculnya pemikiran dan sikap politiknya kemudian merupakan wujud dari
puncak kekecewaan terhadap prilaku politik para elite Negara dalam hal ini adalah
pemerintah RI yang selalu merugikan kepentingan bangsa Indonesia khususnya
umat Islam.
Pemikiran kenegaraan Kartosoewirjo merupakan bentuk puncak dari
pandanganya mengenai ideologi terutama dalam politik. Dimana menurutnya
setiap perjuangan politik harus berpegangan pada dua akidah politik, yaitu dan
10
Ideologi dan Realitet. Ideologi merupakan sebuah cita-cita mewujudkan tujuan
politik. Setiap usaha dan amal politik yang dilakukan, menurutnya harus dan
wajib diarahkan kepada tercapainya Ideologi itu, walaupun banyak godaan dan
cobaan dalam perjalananya.
Sedangkan Realitet merupakan kenyataan, yaitu bukti syari’at yang ada di depan
mata. Kenyataan itu boleh merupakan sejumlah kekuatan, jiwa harta, kecakapan,
kepandaian dan lain-lain. Semuanya itu mewujudkan syarat dan alat perjuangan,
untuk mendekati dan mencapai maksud serta tujuan.
Menurutnya seorang ahli perjuangan tidak pernah lepas dari ideologinya di
manapun dan bagaimanapun keadaannya. Setiap langkah dan geraknya selalu
diarahkan kepada tercapainya ideologi. Ia hidup dengan ideologinya dan ingin
matipun dalam jalan dan usaha menuju tercapainya ideologinya itu.
a.Faktor Ekstrernal dan Internal yang melatar Belakangi Berdirinya NII
Sesudah Proklamasi Kemerdekaan RI tahun 1945, terjadi berbagai
peristiwa yang merugikan RI, terutama umat Islam. Kerugian – kerugian itu
antara lain : pencoretan naskah Piagam Jakarta dalam pembukaan UUD tanggal
18 Agustus 1945, adanya perjanjian Renvile (1948), yang mengakibatkan
hijrahnya kekuatan militer (TNI) ke Yogya yang waktu itu menjadi Ibu Kota
Negara. Dari kekecewaan ini S.M. Kartosoewirjo membentuk Darul Islam dan
Tentara Islam Indonesia dan melakukan perlawanan frontal terhadap RI, memang
sejak awal ia tidak menyukai langkah pemerintah RI yang cenderung selalu
mengambil sikap kooperatif terhadap Belanda
Pada tanggal 7 Agustus 1949 S.M. Kartosoewiryo memproklamasikan
Negara Islam Indonesia (NII) di Cisampah, daerah Cisayong, yang dihadiri
segenap anggota Komandemen Tertinggi, yaitu Dewan Imamah yang dulu.
Negara bentukan S.M. Kartosoewirjo ini memiliki konstitusi (Qonun Al-Asasi),
struktur administratif dan birokrasi pemerintahan maupun angkatan bersenjata
yang terlatih (TII). Sejak awal kelahirannya NII telah menunjukan sebagai Negara
berdasar agama di abad modern Indonesia.
11
Pengetahuan keislaman Kartosoewirjo lebih banyak diperoleh secara
otodidak dengan membaca berbagai buku berbahasa asing non arab (Inggris dan
Belanda), disamping itu pemikirannya juga dipengaruhi secara kuat oleh
pemikiran haji Umar Said Tjokroaminoto dan Ajengan Ardiwisastra, keduannya
adalah tokoh penganjur Negara Islam.
Ada dua factor yang melatarbelakangi kartasoewiryo dalam memproklamerkan
NII yaitu, factor intern dan ekstern adapun
1.Factor intern bahwa pada saat Kartosoewiryo banyak tinggal di Malangbong, ia
mengkaji tentang berbagai pemikiran agama islam pada Ajengan Ardiwisastra,
dari ajengan inilah kemudian kartosoewirjo semakin mempertebal niatannya
untuk mewujudkan cita – citannya menjadikan masyarakat Indonesia dalam darul
Islam yang kemudian kelak diwadahinya dalam Negara islam Indonesia.
2.Faktor ekstern tersebut diantaranya adalah pencoretan naskah Piagam Jakarta,
dalam pembukuan UUD tanggal 18 Agustus 1945, adanya perjanjian Renvile
(1948), yang berakibat hijrahnya kekuatan militer (TNI) ke Yogya yang waktu itu
menjadi Ibu Kota Negara. Dari kekecewaan ini S.M. Kartosoewirjo membentuk
Darul Islm dan tentara islam Indonesia dan melakukan perlawanan Frontal
terhadap RI, dikarenakan pemerintahan RI cenderung selalu mengambil sikap
Kooperatif terhadap Belanda.
5. Wafatnya Kartosuwiryo dan hancurnya NII
Gerakan teror yang dilakukan oleh NII berakhir dengan ditangkapnya sang
imam Kartosuwiryo di sebuah lembah antara gunung Sangkar dan gunung Geber
pada bulan juni 1962. Setelah melalui pertarungan panjang, melelahkan dan mema
kan korban, gerakan Darul Islam berhasil dilumpuhkan Pemerintah RI. Selain Kar
tosuwiryo, para anggota Darul Islam juga banyak yang tertangkap. Akibatnya, ger
akan Darul Islam berada dititik paling rendah.
Pada 5 September 1962, Kartosuwiryo dihukum mati. Ini sesui dengan kep
utusan sidang ketiga pada 16 Agustus 1960 bahwa Kartosuwiryo dinyatakan bersa
lah karena kejahatan-kejahatan politik yang dilakukannya, yaitu :
12
Makar untuk meruntuhkan Negara Republik Indonesia
Pemberontakan terhadap kekuasaan yang sah di Indonesia
Makar untuk membunuh Presiden Soekarno
Sebelum akhir hayatnya, Kartosuwiryo tetap kukuh mempertahankan ideologinya
untuk membangun Negara Indonesia berdasarkan hukum Islam. Dia juga tidak per
nah mengakui tuduhantuduhan yang dialamatkan kepadanya. Akhirnya, perjuanga
n panjang Kartosoewirjo selama 13 tahun pupus setelah Kartosoewirjo sendiri tert
angkap. Pengadilan menyatakan bahwa perjuangan suci Kartosoewirjo dalam men
egakkan Negara Islam Indonesia itu adalah sebuah "pemberontakan". Hukuman m
ati kemudian diberikan kepada Kartosoewirjo.
(http://garudamiliter.blogspot.com/2012/03/pengejaran-kartosuwiryo.html)
C. Analisis Komentar
Dari pembahasan tentang Siapakah S.M. Kartosoewirjo, kiranya dapat ditarik
kesimpulan penting yang berkaitan dengan pokok masalah dalam pembahasan ini
antara lain adalah :
1. Negara Islam Indonesia merupakan suatu negara bentukan S.M Kartosuwiryo
yang mencita-citakan Indonesia berlandaskan pada ajaran Islam secara mutlak
(non sekuler) yang diproklamasikan pada 7 Agustus 1949 (12 Sjawal 1368) oleh
Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di di desa Cisampah, kecamatan Ciawiligar,
kawedanan Cisayong Tasikmalaya, Jawa Barat.
Gerakan ini bertujuan menjadikan Indonesia sebagai negara teokrasi dengan
agama Islam sebagai dasar negara.
2. Kartosuwiryo merupakan imam dari adanya NII serta dalang dari
pemberontakan yang dilakukannya bersama dengan gerakan-gerakan binaannya
selama kurun waktu kurang lebih 13 tahun (1949-1962) yang banyak menelan
korban jiwa.
13
3. Latar belakang didirikannya NII adalah merupakan buntut dari kekecewaan
S.M Kartosuwiryo terhadap pemerintah serta adanya berbagai faktor, yaitu ekstern
dan intern.
4. Gerakan NII berakhir setelah Sang Imam S.M Kartosuwiryo tertangkap dan
akhirnya dijatuhi hukuman mati pada tanggal 5 September 1962.
Jadi,dari beberapa sumber yang saya dapatkan tentang Siapa Kartosuwiryo. Saya
menemukan banyak kesamaan yang menunjukkan fakta kebenarannya. Dari
beberapa buku yang kami dapatkan terdapat kesamaan pendapat dari sumber
internet. Berikut kutipan dari Buku Sejarah Nasional Indonesia Karangan Tim
Penulisan Sejarah Indonesia, Kemudian Buku Menelusuri Perjalanan Jihad S.M.
KARTOSUWIRYO karangan Irfan S. Serta beberapa kutipan dari sumber
internet.
• Di balik pendirian Daarul Islam, ada satu SPIRIT yang tidak dipahami
bangsa Indonesia, sejak dulu sampai kini.Bahwa sejak awal, SM. Kartosoewirjo
amat sangat membenci sikap tunduk kepada penjajah; beliau tidak mau
menyerahkan wilayah walau sejengkal saja kepada penjajah. Beliau tidak mau
dihina, karena harus “merdeka lewat pengakuan Belanda”.
Imam SM. Kartosoewirjo ternyata adalah pribadi yang sederhana, biasa,
tidak berbeda dengan manusia- manusia Indonesia yang lain. Ada yang
mengatakan, sosoknya seperti petani. Begitu pula, keluarga beliau juga
sederhana, termasuk istri dan anak-anaknya. Namun harus diakui, beliau
adalah sosok pemimpin revolusi Islam terbesar di Indonesia. Gerakan
Daarul Islam (DI) merupakan gerakan politik-militer yang paling luas
pengaruhnya di Jawa Barat, Jawa Tengah, Aceh, Sulawesi Selatan,
Kalimatan Selatan, hingga Nusa Tenggara.
. Sampai akhir hidupnya, SM. Kartosoewirjo konsisten dengan garis
perjuangannya. Beliau membela perjuangannya, sampai di depan regu
14
tembak. Hal ini mengingatkan kepada tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin
yang pada tahun 60-an banyak dieksekusi mati oleh rezim Gamal Abdul
Naser. Imam Daarul Islam itu tidak pernah mundur dari sikapnya dan
bersedia mempertanggung-jawabkan perjuangannya sampai titik darah
penghabisan. Ketika diputuskan dia harus divonis mati, pihak pengadilan
menawarkan dirinya untuk pergi kemana saja, sekali pun ke Amerika;
selagi tidak ada urusan politik.
. Dalam kapasitasnya sebagai “musuh negara” yang dianggap paling
berbahaya; ternyata SM. Kartosoewirjo tampak dihormati, dihargai, dan
dimuliakan oleh orang- orang yang berurusan dengan eksekusinya.
Mereka tampak hening, berdiri rapi, penuh khidmat memberikan
penghormatan terakhir. Setelah wafat, beliau dimandikan dengan air laut,
lalu dishalatkan dan dimakamkan secara Islami. Bahkan sejak diantar ke
Pulau Ubi, beliau diperlakukan secara baik. Hal ini menandakan, bahwa
orang-orang yang berurusan dengan eksekusinya tidak yakin sepenuhnya,
bahwa beliau salah.
• .SM. Kartosoewirjo rahimahullah dituduh dengan 3 perkara, yaitu:
1. Beliau melakukan pemberontakan;
2. Beliau berniat membunuh Presiden Soekarno;
3. Beliau ingin lepas dari Indonesia.
Atas tuduhan ini, beliau akui tuduhan pertama, dan beliau tolak dua tuduhan
terakhir. Dengan demikian, tak boleh ada satupun manusia yang
menyimpulkan bahwa gerakan Daarul Islam bertujuan separatisme
(memisahkan diri dari NKRI)..
15
DAFTAR PUSTAKA
Awwas ,Irfan S.1999. Menelusuri Perjalanan Jihad S.M. KARTOSUWIRYO,
Yogyakarta : Wihdah Press
Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia. 2010. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta : Balai Pustaka
2012. http://mkssej6.blogspot.com/2012/10/1.html, di akses tanggal 3 Oktober
2013 (Sumber Dari Internet)
2012.http://garudamiliter.blogspot.com/2012/03/
pengejarankartosuwiryo.html , di akses tanggal 3 Oktober 2013 (Sumber Dari
Internet)
16