Post on 26-Dec-2015
description
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap manusia pasti mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan dari
bayi sampai menjadi tua. Masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir,
dimana pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial
sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi. Lansia
banyak menghadapi berbagai masalah kesehatan yang perlu penanganan segera dan
terintegrasi.
Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia)
apabila usianya 65 tahun ke atas yang merupakan tahap lanjut dari suatu proses
kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi
dengan stres lingkungan yang ditandai oleh kegagalan yang berkaitan dengan
penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara
individual (Efendi, 2009).
Jumlah populasi lansia di Indonesia makin bertambah banyak dan pada tahun
2007 diperkirakan berkisar 18 juta orang, pada tahun 2015 bertambah lagi sehingga
jumlahnya akan sama dengan jumlah balita, pada tahun 2020 diproyeksikan jumlah
populasi lansia akan melebihi jumlah balita, pada tahun 2025 Indonesia akan
menduduki peringkat negara ke-4 di dunia dengan jumlah populasi lansia setelah
RRC, India, dan Amerika Serikat (Nugroho, 2009).
Tujuan perawatan lansia adalah untuk mengoptimalkan kesehatan mereka
secara umum, serta memperbaiki/mempertahankan kapasitas fungsionalnya (Tamher
& Noorkasiani, 2009).
Masyarakat menganggap perawatan paliatif hanya untuk pasien terminal yang
akan segera meninggal. Namun konsep baru perawatan paliatif menekankan
pentingnya integrasi perawatan paliatif lebih dini agar masalah fisik, psikososial, dan
spiritual dapat diatasi dengan baik. Di sinilah perawatan paliatif juga menjadi aspek
penting pada pengobatan bidang geriatri (masalah kesehatan pada lansia).
Menurut Menkes RI (2007) perawatan paliatif adalah pendekatan yang
bertujuan untuk memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi
masalah-masalah yang berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa,
1
melalui pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib
serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain, fisik, psikososial, dan spiritual.
Berdasarkan paparan di atas maka perawatan paliatif pada lansia menjadi hal
penting untuk dikembangkan sehingga kami tertarik untuk menganalisis jurnal The
Effect of Community-Managed Palliative Care Program on Quality of Life in the
Elderly in Rural Tamil Nadu, India.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam analisa jurnal ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana ringkasan dari jurnal “The Effect of Community-Managed Palliative
Care Program on Quality of Life in the Elderly in Rural Tamil Nadu,India”?
2. Bagaimana critical appraisal dari jurnal“The Effect of Community-Managed
Palliative Care Program on Quality of Life in the Elderly in Rural Tamil
Nadu,India”?
3. Bagaimana implikasi paliatif care berbasis komunitas untu lansia di Indonesia dan
di luar negeri?
4. Apakah ada penelitian lain yang mendukung tentang program perawatan paliatif
berbasis komunitas untuk lansia?
5. Bagaimana Implikasi keperawatan dalam jurnal “The Effect of Community-
Managed Palliative Care Program on Quality of Life in the Elderly in Rural
Tamil Nadu,India”?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan analisa jurnal ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimanakah ringkasan dari jurnal “The Effect of Community-
Managed Palliative Care Program on Quality of Life in the Elderly in Rural
Tamil Nadu,India”.
2. Untk mengetahui bagaimanakah critical appraisal dari jurnal“The Effect of
Community-Managed Palliative Care Program on Quality of Life in the Elderly in
Rural Tamil Nadu,India”.
2
3. Untuk mengetahui bagaimanakah implikasi paliatif care berbasis komunitas untu
lansia di Indonesia dan di luar negeri?
4. Untuk mengetahui apakah ada penelitian lain yang mendukung tentang program
perawatan paliatif berbasis komunitas untuk lansia?
5. Untuk mengetahui bagaimanakah implikasi keperawatan dalam jurnal “The Effect
of Community-Managed Palliative Care Program on Quality of Life in the Elderly
in Rural Tamil Nadu,India”.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari makalah yang kami susun adalah sebagai berikut:
1. Bagi lansia
Lansia dapat mengetahui program perawatan paliatif berbasis komunitas yang
mampu meningkatkan kualitas hidupnya.
2. Bagi penulis
Meningkatkan kemampuan untuk meringkas dan mengkritisi jurnal
3. Bagi tenaga kesehatan
Mengetahui program paliatif yang berbasis komunitas untuk meningkatkan
kualitas hidup lansia.
4. Bagi institusi pendidikan
Dapat dijadikan sumber referensi dalam perawatan lansia.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ringkasan Jurnal
Program perawatan paliatif berbasis komunitas telah diterapkan sejak 3 tahun
terakhir di 46 desa di Tamil Nadu (Negara sebelah selatan India) oleh suatu
organisasi sukarela nasional India yaitu HelpAge, dengan misi untuk melakukan
perawatan dan meningkatkan kualitas hidup kelompok berumur yang kurang
beruntung. Program ini serupa dengan program yang dilaksanakan di Kerala, yaitu
dengan menggerakkan para lansia untuk membentuk Self Help Group (SHG) untuk
memfasilitasi mereka dalam hal perawatan dirinya secara mandiri. Laporan terkini
tentang evaluasi kualitatif pada program ini menunjukkan adanya efek positif
terhadap kualitas hidup lansia. Kualitas hidup dan perawatan kesehatan pada lansia
ini adalah merupakan isu terkini di Negara berkembang, dimana kualitas hidup ini
mencakup aspek fisik, mental, social, spiritual dan control lingkungan. Selain itu
diketahui juga bahwa persepsi individu terhadap kesehatan, perasaan mampu
mengatur keuangan, perasaan terlalu miskin, dan kesepian merupakan penentu yang
penting pada kualitas hidup usia 60 tahun keatas. Oleh karena itu, tujuan penelitian
ini adalah untuk mengevaluasi efek dari kualitas hidup lansia di desa-desa tempat
diadakannya program perawatan paliatif berbasis komunitas.
Metode
Setting penelitian dilaksanakan di 46 desa yang merupakan tempat
dilaksanakannya program perawatan paliatif di Tamil Nadu sebagai wilayah
program dan 47 desa tetangga yang berbatasan sebagai wilayah control, dengan
ukuran sampel yang digunakan adalah 450 orang lansia yang diambil masing-masing
dari wilayah program dan control. Teknik sampling yang digunakan adalah dua
tahap cluster sampling, yaitu pertama dengan membagi setiap wilayah menjadi 30
cluster, kemudian dilakukan pemilihan sampel secara acak (simple random
sampling) sampai mendapatkan jumlah sampel sebanyak 450 di masing_masing
wilayah.
Metode pengumpulan data adalah dengan wawancara menggunakan kuesioner
untuk mengukur kualitas hidup yang dikeluarkan oleh WHO (WHOQOL-brief
questionnaire). Proses pengumpulan data dilakukan oleh tenaga yang telah diberikan
4
pelatihan sebelumnya terkait dengan penelitian yang dilakukan dan pelatihan
komunikasi untuk memperoleh data. Tenaga pewawancara berasal dari desa terdekat
yang tidak memiliki hubungan dengan kedua wilayah yang diteliti, dengan kriteria
merupakan mahasiswa program Master on Social Work dan lulusan dari program
kedokteran komunitas. Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan kunjungan
ke rumah setiap responden untuk melakukan wawancara dan juga diskusi untuk
mengetahui karakteristik dan tingkat kualitas hidup dari sampel yang dilihat dari 4
bidang (kesehatan fisik, kesehatan psikologis, dukungan social dan lingkungan).
Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis dengan menggunakan Software
Statistical Package For Social Sciences 12.0.1 dengan nilai signifikan 5% (P <
0,05).
Hasil
Untuk karakteritik sosio-demografi sampel didapatkan tidak ada perbedaan
yang signifikan dalam hal klompok usia, jel nis kelamin, agama, pekerjaan, status
social ekonomi, status perkawinan, tipe keluarga, dan penggunaan asuransi
kesehatan. Tetapi ada perbedaan dalam hal keikutsertaan dalam SHG dimana di
wilayah program didapatkan 225 responden (27,8%) sedangkan di wilayah control
40 responden (8,8%).
Untuk masalah kesehatan kronis yang sering dilaporkan adalah nyeri kronis
pada sendi (61,3%) dan masalah penglihatan/pendengaran (38,4%), hipertensi
(20,7%), diabetes (13,9%) dan asma (7,2%). Perbedaan signifikan hanya terdapat
pada penyakit hipertensi dan asma yang lebih rendah di wilayah program sedangkan
yang lainnya tidak ada perbedaan yang signifikan. Di kedua wilayah penelitian
didapatkan bahwa lansia dengan masalah kesehatan kronis memanfaatkan layanan
kesehatan milih pemerintah, serta terdapat 3,6% responden di wilayah control yang
memanfaatkan pengobatan terdisional India.
Untuk tingkat kualitas hidup lansia, terdapat perbedaan yang signifikan dalam
hal kesehatan fisik (P=0,013) dan kesehatan psikologis (P=0,043) yang lebih tinggi
di wilayah program dibandingkan wilayah control. Sedangkan dalam hal dukungan
social dan control lingkungan tidak ada perbedaan yang signifikan. Untuk tingkat
kualitas hidup lansia yang memiliki minimal 1 masalah kesehatan kronis, terdapat
perbedaan signifikan dalam hal kesehatan fisik (P=0,024) yang lebih tinggi wilayah
program.
Diskusi
5
Melalui penelitian ini, peneliti menemukan bahwa model program perawatan
paliatif yang berbasis komunitas dapat meningkatkan kualitas hidup lansia dalam hal
kesehatan fisik dan dukungan psikologis, serta merupakan pendekatan yang efektif
untuk melakukan pendataan di India. Berhubungan dengan masalah kesehatan yang
dialami lansia, diperlukan suatu program untuk menurunkan faktor resiko dan
perawatan mental pada lansia. Dengan melihat tingginya pemanfaatan layanan
kesehatan baik pemerintah ataupun swasta, diperlukan kesiapan fasilitas kesehatan
dan terbangunnya kerjasama antara pemerintah dengan swasta. Selain itu, diperlukan
tim kesehatan yang terintegrasi untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan yang
berkelanjutan.
2.2 Analisis Jurnal
Judul artikel yang dibahas kelompok yaitu, “The Effect of Community-
Managed Palliative Care Program on Quality of Live in The Elderly in Rural Tamil
Nadu, India”, judul sudah jelas mencerminkan isi dari artikel yang bertujuan untuk
mengevaluasi hasil dari program pelayanan paliatif berbasis komunitas. Judul juga
sudah memuat tempat dari penelitian. Penulis dari artikel berjumlah 4 orang,
pertama Dr. Amol R Dongre berpendidikan S3 dan bekerja di Departemen
Kesehatan Masyarakat, Universitas dan rumah sakit Sri Manukula Vinayagar,
Puducherry. Kedua, Koonjangad P Rajendran sebagai konsultan, direktur, dan ketua
di Divisi Profesional Konsultasi Pelayanan Kesehatan, Four X4 Consulting Pvt. Ltd,
New Delhi, tidak disebutkan apa pendidikan terakhirnya. Ketiga, Suresh Kumar dari
Institut Kesehatan Paliatif, Fakultas Kedokteran, Calicut Kerala, tidak disebutkan
apa pendidikan terakhir. Keempat, Pradeep R Deshmukh dari Departemen
Kesehatan Komunitas, Fakultas Kedokteran, Universitas Mahatma Gandhi,
Sewagram, Wardha, India, namun tidak disebutkan pula apa pendidikan terakhirnya.
Dalam artikel tidak disebutkan kapan dan berapa lama penelitian dilakukan, artikel
dipublikasikan pada bulan September-Desember 2012.
Penelitian ini bukan merupakan karya baru, melainkan penelitian lanjutan dari
penelitian yang dilakukan sebelumnya. Karena, artikel hanya menjelaskan hasil
evaluasi dari program yang sudah pernah diberikan kepada kelompok perlakuan.
Namun, penelitian sangat relevan dengan praktik kesehatan terkini, terkait dengan
jumlah lansia yang semakin meningkat tiap tahunnya, sehingga sangat diperlukan
program-program kesehatan yang menunjang kesehatan dan kesejahteraan hidup
6
lansia. Penelitian terkait dengan keperawatan, walaupun program tidak dijelaskan
dalam jurnal namun hasil dari program dapat meningkatkan kualitas hidup lansia,
sehingga program peningkatan kualitas hidup berbasis komunitas ini yang
digagaskan penulis bisa menjadi contoh program untuk para perawat komunitas.
Editor dari artikel bernama Dr Sushma Bhatnagar dari Institute Rotary Cancer
Hospital. Dari bahasa dan pembahasan yang ditampilkan dapat disimpulkan bahwa
target pembaca adalah tenaga kesehatan dan/atau mahasiswa yang mempelajari atau
memberikan perawatan paliatif. Pada abstrak sudah merepresentasikan isi dari
jurnal. Dalam abstrak juga berisi latar belakang, metode, instrumen, hasil dan
kesimpulan. Meskipun tidak dicantumkan hipoteseis dan pertanyaan penelitian,
abstrak sudah lengkap dan mencerminkan isi. Fokus penelitian mudah dimengerti
yaitu untuk mengetahui efek dari pemberian program palliative care berbasis
komunitas.
Masalah penelitian dan tujuan penelitian cukup jelas meskipun tidak tersurat
secara langsung yaitu penelitian ini dilakukan sebelumnya untuk mengetahui efek
dari pemberian program dan mengetahui kualitas hidup lansia di daerah tersebut
setelah pemberian program. Peneliti mengungkapkan mengadakan penelitian ini
adalah untuk mengevaluasi penelitian sebelumnya dimana di daerah tersebut sudah
pernah diadakan program paliative care berbasis komunitas dan mengukur kualitas
hidup lansia di daerah tersebut setelah diberikan program. Tujuan umum dan tujuan
khusus penelitian dirangkum dan tidak dipaparkan secara terpisah. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efek dari program ini terhadap kualitas
hidup lansia di daerah itu.
Hipotesis yang diangkat dalam artikel ini adalah ada hubungan antara
kelompok project dengan kelompok control ditinjau dari 4 domain kualitas hidup
yaitu kesehatan fisik, kesehatan psikologi, hubungan social, dan control lingkungan.
Hipotesis yang diangkat mengikuti masalah penelitian yang untuk mengetahui
perbedaan hasil yang diperoleh dari kedua kelompok penelitian. Pertanyaan
penelitian tidak dicantumkan dalam artikel, jadi tidak dapat menyimpulkan apakah
pertanyaan penelitiannya.
Diskusi yang dicantumkan oleh penulis di artikel tidak ada bias dilihat dari
representatif antara latar belakang penelitian dengan metodologi penelitian yang
dibahas. Dilihat dari artikel, penulis memahami subjek penelitian yang dibuktikan
dengan pilot studi yang dilakukan peneliti sebeleum melakujkan penelitian, dan
7
subjek penelitian sudah digunakan untuk penelitian sebelumnya. Untuk tinjauan
pustaka penulis sudah menggunakan sumber pustaka terkini, tetapi masih ada
sumber pustaka yang sudah lebih dari 10 tahun pembuatan artikel. Selain itu, penulis
hanya menampilkan kutipan langsung dari penelitian terdahulu, dilihat dari penulis
mencantumkan langsung hasil penelitian tanpa membahas selanjutnya.
Pada bagian metodelogi rancangan penelitian disampaikan dengan jelas. Dalam
artikel, peneliti telah mencantumkan settings tempat, jumlah sampel, hingga teknik
sampeling yang digunakan. Menurut kelompok penelitian ini menggunakan rancangan
penelitian deskriptif dengan melakukan penelitian tanpa diberikan perlakuan, hanya
berpedoman dengan pilot studi yang sebelumnya telah dilakukan. Peneliti mencantumkan
alasan pemilihan instrumen atau alat ukur yang digunakan, yaitu berupa kuesioner.
Kuesioner yang digunakan yaitu diadopsi dari WHO, karena memungkinkan rinci penilaian
empat domain kualitas hidup yakni fisik kesehatan, dukungan psikologis, hubungan sosial
dan lingkungan. Sampel yang digunakan pada penelitian mewakili populasi yang diteliti,
sudah dijelaskan oleh penulis secara rinci mengenai pengambilan sampel. Peneliti
mempertimbangkan karakteristik sampel dalam pemilihan sampel penelitian ini. Terbukti
dalam jumlah sampel dalam artikel dijelaskan pemilihan sampelnya sampai menemukan
jumlah sampel keseluruhan sesuai dengan Standard Deviasi yang ditentukan.
Menurut kelompok, peneliti sudah menggunakan metode pemilihan sampel yang
tepat. Karena dalam penelitian ini dilakukan pada area atau wilayah yang cukup luas dan
ditemukan populasi yang banyak sehingga dilakukan 2 tahap pemilihan sampel, yang
pertama cluster sampling dimana peneliti dapat memilih tempat (desa ) yang menurut
peneliti memungkinkan untuk dilakukan penelitian kemudian tahap kedua systematic
random sampling. Setelah peneliti menentukan tempat/desa yang akan diteliti kemudian
dilakukan pemilihan secara acak, semua sudah tercantum dalam artikel.
Untuk memenuhi standar etik, dalam penelitian peserta diberikan lembar
persetujuan (Informed Consent), namun dalam artikel tidak dijelaskan mengenai
kerahasiaan peserta sebagai objek penelitian, selain itu dalam artikel juga tidak
disampaikan hak peserta untuk menolak ikut serta dalam penelitian maupun tentang
hal kebebasan peserta dalam perlakuan yang membahayakan. Peserta pewawancara
hanya mewawancarai peserta penelitian dan tidak melakukan intervensi yang
membahayakan, serta hanya memberikan umpan balik berupa diskusi pemecahan
masalahan pada peserta. Penelitian ini sudah mendapat persetujuan komite etik dari
8
instutusi komite etik Sri Manakula Vinayagar Medical College and Hospital serta
Pondicherry.
Untuk reliabilitas dan validitas penelitian sudah dipertimbangkan. Peneliti
menggunakan kuesioner singkat versi “Tamil” dari WHO-Quality of Life. Dalam
penelitian ini peneliti mendapatkan validitas kuesioner versi “Tamil” dari World
Health Organitation. Di dalam artikel, metodelogi penelitian tidak bias. Hal ini
terbukti dari tercantumnya bagaimana rancangan, alat ukur, sampel secara jelas
sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis.
Pilot study tidak dilakukan oleh peneliti, melainkan hanya memakai
perhitungan standar deviasi (SD) dari penelitian lain yang serupa mengenai Quality
of Life untuk mencari besar sample yang akan digunakan dalam penelitian. Peneliti
menggunakan software komputer yaitu SPSS untuk melakukan uji. Namun, peneliti
tidak menampilkan jenis uji yang digunakan dan rasional dari pemilihan jenis uji
tersebut. Peneliti menampilkan hasil berupa tabel dan narasi yang dipaparkan
dengan jelas dalam artikel. Menurut kelompok, hasil yang ditampilkan cukup mudah
untuk dimengerti. Kesimpulan dari hasil yang didapat adalah adanya pengaruh yang
signifikan dari program perawatan paliatif yang diberikan, peneliti
merekomendasikan untuk mengembangkan program tersebut karena sudah terbukti
memberikan hasil yang positif terhadap peningkatan kualitas hidup lansia. Peneliti
juga menyampaikan bahwa rekomendasinya sejalan dengan Kebijakan Nasional
untuk Orang tua tahun 1999, karena projek ini didasarkan pada filsafat penelitian
partisipatif, dimana masyarakat juga diberdayakan untuk terlibat aktif dalam
perencanaan program serta pelaksanaannya.
Pengertian dan pengelolaan lansia menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang lansia sebagai berikut :
a. Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas.
b. Lansia usia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan
kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.
c. Lansia tak potensial adalah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga
hidupnya tergantung pada bantuan orang lain.
Kualitas hidup adalah ukuran konseptual atau operasional yang sering digunakan
dalam situasi penyakit kronik sebagai cara untuk menilai dampak terapi pada pasien.
Skala kualitas hidup adalah ukuran faktor-faktor yang memungkinkan individu
untuk berhasil mengatasi setiap aspek kehidupan dan tantangan yang dijumpai
9
(Brooker, 2008). Penuaan sering diikuti dengan penurunan kualitas hidup sehingga
status lansia dalam kondisi sehat atau sakit. Penuaan dapat terjadi secara
alamiah/fisiologis atau patologis. Perlu kehati-hatian dalam mengidentifikasi atau
membedakan antara penuaan alamiah/fisiologis dan patologis (Pudjiastuti & Utomo,
2003). Untuk mempertahankan kualitas hidup, tetap aktif dan produktif, lansia
membutuhkan kemudahan dalam beraktivitas, pemahaman tentang lingkungan
aktivitas, dan pelayanan kesehatan yang memadai. Kemudahan dalam beraktivitas
akan membantu lansia melakukan kegiatannya tanpa hambatan, menggunakan
energi minimal, dan menghindari cidera. Pemahaman lingkungan aktivitas akan
membantu lansia dalam penyesuaian aktivitas individual di rumah ataupun aktivitas
sosial di masyarakat (Pudjiastuti & Utomo, 2003).
Kualitas hidup lansia biasanya dibagi dalam dimensi lingkungan, fisik, sosial, dan
psikologis. Kualitas hidup juga terdiri atas penilaian subjektif seseorang mengenai
sejauh mana berbagai dimensi, seperti lingkungan, kondisi fisik, ikatan sosial, dan
kondisi psikologis dirasakan memenuhi kebutuhannya (Sadli, 2010). Ada lansia
yang tetap aktif di masyarakat dan merasa mnasih banyak yang bisa disumbangkan
kepada orang lain dalam usia lanjutnya. Akan tetapi, ada juga lansia lain yang relatif
masih sehat dan mempunyai lingkungan sosial dan psikologis yang mendukungnya,
tetapi merasa tidak berguna lagi karena telah tergolong usia lanjut (Sadli, 2010).
Untuk meningkatkan kualitas hidup lansia, telah dikembangkan berbagai program
kesehatan, salah satunya adalah perawatan paliatif berbasis komunitas untuk lansia,
seperti yang dibahas pada artikel di atas. Pengobatan dan keperawatan paliatif
merupakan spesialisasi yang diakui dan difokuskan pada perawatan pasien yang
penyakitnya sudah tidak dapat disembuhkan. Intervensi yang mungkin diberikan
yaitu berupa pembedahan, mengurangi rasa nyeri, serta kontrol gejala (Broker,
2005).
Dalam sebuah Seminar Sehari Pengenalan Pelayanan Paliatif dengan pembicara
Prof. Netty R.H.Tejawinata, dr.SpA (K-Hem-Onk),PGD.Pall.Med (ECU), Prof. R.
Sunaryadi Tejawinata,dr.SpTHT KL (K),FAAO,PGD.Pall.Med (ECU), Agus Ali
Fauzi,dr.PGD.Pall.Med (ECU), dan dr. Asep Saepul Rohmat,SpPD.FINASIM
mengatakan “Perawatan paliatif dimaknai dengan perawatan interdisiplin baik medis
maupun perawat dengan mengurangi beban penyakit, meringankan penderitaan serta
meningkatkan kualitas hidupnya”. Menurut Broker (2005) dalam WHO (1990),
10
perawatan paliatif meliputi beberapa poin yaitu menegaskan kehidupan dan
menganggap kematian adalah proses yang normal, tidak mempercepat atau
memperlambat proses kematian, meredakan gejala fisik yang mengganggu,
mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual, menawarkan sistem pendukung
untuk membantu pasien hidup seaktif mungkin hingga meninggal, menawarkan
sistem pendukung untuk keluarga menghadapi penyakit pasien dan kehilangan
mereka. Perawatan paliatif sering dianggap perawatan untuk pasien kanker. Namun
perawatan paliatif juga diperuntukan bagi pasien yang mengalami segala macam
gangguan jiwa, AID, dan penyakit lainnya yang tidak dapat disembuhkan termasuk
penyakit degeneratif. Menurut Menhir (2012), tempat untuk melakukan perawatan
paliatif meliputi rumah sakit, rumah singgah, puskesmas, atau rumah pasien.
Menurut Broker (2005), perawatan paliatif efektif harus dilakukan di semua area
yang terdapat pasien yang mungkin meninggal (panti jompo, rumah, atau rumah
penampungan). Untuk mencapai hal tersebut kini telah berkembang petugas
kesehatan spesialis komunitas. Perawatan yang diberikan juga sama yaitu
meringankan beban penyakit pasien.
Menurut WHO tahun 2003 dalam WHO Regional Officer for Europe tahun 2006,
perawatan paliatif meliputi:
a. Memberikan bantuan untuk mengurangi rasa sakit dan gejala lain yang
menyebabkan ketikanyamanan pada klien.
b. Memberi dukungan moral pasien untuk bertahan hidup dan menganggap
kematian sebagai proses yang normal
c. Bertujuan untuk tidak mempercepat atau menunda kematian
d. Memadukan aspek psikologis dan spiritual dari perawatan pasien
e. Menawarkan sistem dukungan untuk membantu pasien hidup seaktif
mungkin sampai kematian
f. Menawarkan sistem dukungan untuk membantu keluarga mengatasi
pasien selama sakit dan kelurga yang mengalami masa berkabung
g. Menggunakan pendekatan tim untuk memenuhi kebutuhan pasien dan
keluarga ,termasuk konseling kehilangan, jika terapi tersebut dibutuhkan
h. Meningkatkan kualitas hidup pasien, dan memungkinkan untuk
mempengaruhi perjalanan penyakit menuju arah yang positif.
11
Berlaku pada awal perjalanan penyakit, bersamaan dengan terapi lain yang
dimaksudkan untuk memperpanjang hidup, seperti kemoterapi atau terapi radiasi,
dan mencakup penyidikan yang dibutuhkan untuk lebih memahami dan mengelola
masalah klinis yang sulit.
Perkembangan perawatan paliatif pada lansia di Negara-negara lain sangat
berkembang pesat, dan penelitian-penelitian tentang perawtan paliatif sangat
banyak.Misalkan di kawasan Eropa, WHO bekerja sama dengan King’s Collage
University dan beberapa lembaga-lembaga lain yang menangani perawatan paliatif
membuat buku refrensi tentang perawatan paliatif, diikuti juga oleh Australia, yang
membuat suatu program perawatan paliatif yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup warga negaranya. Untuk pelaksaan perawatan paliatif, menurut
Kumar tahun 2007 dalam artikel Kerala, India : A regional Community-Based
Palliative Care Model, pelaksanaan perawatan paliatif di komunitas, khususnya di
rumah lebih disukai daripada perawtan paliatif di institusi kesehatan seperti rumah
sakit. Alasanya karena perawatan paliatif di rumah dapat melibatkan keluarga untuk
membantu dalam pelaksanaannya, dan mengurangi biaya perawatan di rumah sakit.
Program perawatan paliatif pada komunitas juga menjadikan focus perawatan rawat
jalan di rumah, dan fasilitas perawatan klinik sebagai pendukungnya, adanya
perhatian khusus terhadapat kesejahteraan social dan emosional pasien dan keluarga,
pemerdayan sumberdaya lokal untuk membantu program, dan membangun
keterampilan dan mempercayakannya kepada masyarakat setempat. Dalam jurnal
dijelaskan bahwa adanya dalam intervensinya di masyarakat , program ini dilakukan
oleh tenaga kesehatan secara voluntir yang telah diberikan pelatihan, dan dibagi
dalam beberpa team. Para petugas kesehatan juga diberikan pelatihan khusus untuk
menangai masalah dukungan psikososial dan spiritual. Para petugas kesehatan juga
melaporkan dan mendiskusikan rencana tindakan outcome yang ingin dicapai pada
pasien atau keluarga. Beberapa hasil dari kunjungan ke rumah-rumah didapatkan
bahwa adanya perbaikan dukungan emosional,perbaikan dalam kepatuhan dengan
intervensi medis ataupun keperawatan, adanya pelaporan gejala yang lebih dini pada
dokter, dan adanya perbaikan hubungan social, perbaikan finansial dan bantuan
lainnya. Namun, dalam pelaksanaanya adapun kendala-kendala yang didapatkan
sehingga adanya kegagalan. Beberapa factor yang dindikasikan menjadi factor yang
mempengaruhi kegegalan tersebut antara lain adalah interaksi antara pasien dengan
12
dokter, atau pasien dengan perawat yang kurang. Kebanyak factor yang
mempengaruhi adalah kurangnya pelayanan dasar seperti air minum yang bersih,
sanitasi yang baik, dan perawatan kesehatan primer. Dari uraian artikel Kerala, India
: A regional Community-Based Palliative Care Model, program paliatif berbasis
komunitas lebih dipilih oleh masyarakat, dan hasil yang positif yang dapat
menigkatkan peatuhan pasien terhadap program terapi, adanya pelaporan yang lebih
dii jika terjadi gejala-gejala pada pasien , dan juga didapatkan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien, namun dalam pelaksanaannya menemui bebrapa kendala yang
mungkin akan menyebabkan kegagalan untuk mencapai tujuan dari program paliatif
tersebut.
2.3 Implikasi keperawatan
Pada artikel “The Effect of Community-Managed Palliative Care Program on Quality
of Life in the Elderly in Rural Tamil Nadu, India” disebutkan bahwa adanya perbedaan
antara kelompok yang menggunakan program perawatan paliatif dengan kelompok
yang tidak mengunakannya, kelompok intervensi mempunyai kualitas hidup yang lebih
baik dari kelompok kontrol.
Pelaksanaan perawatan paliatif secara umum di Indonesia sudah dimulai sejak tanggal
19 Pebruari 1992 dimana telah dibuka Poliklinik Perawatan Paliatif dan Bebas Nyeri,
RSUD Dr.Soetomo, Surabaya, sebagai perwujudan untuk menyambut terbitnya Surat
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 604/MENKES/SK/IX/1989. Ini
merupakan cikal-bakal Perawatan Paliatif di Indonesia. Dengan prakarsa dari
Departemen Kesehatan R.I. dan berbagai pihak, maka Perawatan Paliatif dengan secara
merayap lambat dari Surabaya menyebar ke Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Denpasar
dan Makassar dalam waktu lebih dari 18 tahun. Banyak hambatan-hambatan yang
harus dilalui. Hambatan ini tidak saja berupa tantangan tetapi juga tentangan. Hal ini
disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: masih belum teratasinya penyakit-penyakit
infeksi, kematian ibu dan anak, dan lain-lain yang masih menjadi prioritas, sehingga
Perawatan Paliatif yang mulai dikembangkan untuk penyakit-penyakit keganasan
belum mendapat prioritas,pola pikir tenaga medis, khususnya dokter, telah dibentuk
sejak masih dalam pendidikan, yakni tugas tenaga medis ialah menyembuhkan penyakit
(Fitria Nur Cemy,2010).
13
Perawatan Paliatif pada lansia bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup lansia
dilihat dari segi fisik (bebas dari gejala nyeri atau fisik yang mengganggu), segi
psikologis (adanya rasa aman, pengertian/pemahaman tentang penyakit, dan tetap ingin
dihargai), segi social (diterima apa adanya, dilibatkan dalam permasalahn keluarga, dan
dibebaskan dari tanggungjawab), segi spiritual (kebutuhan akan dicintai,ingin diampuni
dari kesalahan masa lampau,mempertahankan harga diri,dan hidup yang berarti). Di
Indonesia telah dilaksanakan program “Day Care” yang merupakan salah satu bentuk
pelayanan sosial melalui Panti Penitipan Lanjut Usia, terutama pelayanan terhadap
lanjut usia yang tidak potensial yang dititipkan panti penitipan lanjut usia agar
mendapat pelayanan sosial berupa : pemberian bantuan pangan, kebersihan, perawatan
kesehatan, pendampingan, rekreasi, konseling dan rujukan (Mahajudin,2008).
Pelayanan Day Care menurut BBPPKS Jogja berupa :
a. Pelayanan sosial lanjut usia melalui Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW)
b. Pelayanan sosial lanjut usia luar panti, seperti:
Home care, yaitu pelayanan harian terhadap lanjut usia yang tidak potensial
yang berada di lingkungan keluarganya yang berupa bantuan bahan pangan
atau makanan siap santap dengan tujuan agar terpenuhinya kebutuhan hidup
lanjut usia secara layak. Di Ibukota Jakarta lebih populer dengan istilah
pusat santunan dalam keluarga (PUSAKA).
Foster care, yaitu pelayanan sosial yang diberikan kepada lanjut usia
terlantar melalui keluarga orang lain, berupa bantuan pangan atau makanan
siap santap dengan tujuan agar terpenuhinya kebutuhan hidup lanjut usia
secara layak.
Karang werdha, yaitu pelayanan sosial yang diberikan kepada para lanjut
usia yang diselenggarakan oleh kelompok sosial masyarakat atau berbasis
masyarakat (community based), biasanya berupa kegiatan olah raga, senam
kesegaran jasmani, rekreasi, perkumpulan kematian, serta kegiatan anjang
sana dan sarasehan.
Usaha Ekonomis Produktif, yaitu bantuan yang diberikan kepada lanjut usia
kurang mampu, tetapi masih potensial secara individual sehingga masih
memungkinkan untuk diberikan bimbingan keterampilan dalam rangka
usaha ekonomis produktif.
14
Bantuan melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE), yaitu bantuan berupa
paket usaha produktif, dikelola secara kelompok yang diberikan kepada
lanjut usia yang potensial. Setiap kelompok biasanya terdiri antara 5 -10
orang, dan sebelumnya diberikan bimbinan sosial, baik keterampilan
masupun pengembangan KUBE lanjut usia.
c. Pelayanan sosial lanjut usia melalui kelembagaan.
d. Pelayanan sosial bidang perlindungan sosial dan aksesibilitas lanjut usia.
Implikasi keperawatan yang dapat diimplementasikan oleh perawat kaitannya dengan
peran perawat adalah:
a. Peran perawat sebagai Care giver : perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan, dapat mengimplikasikan hasil penelitian pada klien sebagai salah
satu intervensi yang membantu dalam peningkatan kualitas hidup klien lansia.
b. Peran perawat sebagai Health Educator : Perawat dapat memberikan pendidikan
kesehatan pada keluarga, kerabat, ataupun masyarakat di sekitar lansia agar
palliative care dapat diterapkan oleh semua orang yang merawat dan yang
berhubungan dengan lansia, sehingga perawat, keluarga, dan masyarakat sekitar
bersama-sama dalam membantu meningkatkan kualitas hidup lansia.
c. Peran perawat sebagai Research: Peran perawat sebagai peneliti adalah, dapat
mengembangkan penelitian yang sejenis, dan menyesuaikannya dengan kondisi
social, lingkungan, kebudayaan, ekonomi dan hal lain yang berhubungan, sehingga
nantinya, ada inovasi ataupun modifikasi intervensi baru dalam palliative care yang
sesuai dengan keadaan lansia pada daerah tertentu untuk membqantu meningkatkan
kualitas hidup lansia tersebut.
15
BAB III
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Jurnal “The Effect of Community-Managed Palliative Care Program on
Quality of Life in the Elderly in Rural Tamil Nadu,India” menjelaskan sebuah
organiasi nasional penyalur bantuan yang memiliki program perawatan paliatif
berbasis komunitas untuk meningkatkan kualitas hidup lansia yang mengacu pada 4
aspek yaitu fisik, psikologis, system dukungan dan kontrol lingkungan. Dalam critical
appraisal yang telah dilakukan, jurnal sudah dipaparkan dengan jelas namun terdapat
beberapa hal yang belum dipaparkan dalam jurnal seperti tidak dicantumkannya
tingkat pendidikan dari penulis, kapan dan berapa lama dilakukannya penelitian, nama
dari editorial, pertanyaan penelitian, rancangan penelitian, pilot study pendahuluan
dan modifikasi, serta keterbatasan penelitian.
Program perawatan paliatif berbasis komunitas untuk lansia juga telah diteliti
dalam jurnal lain. Menurut Kumar tahun 2007 dalam artikel Kerala, India : A
regional Community-Based Palliative Care Model, pelaksanaan perawatan paliatif di
komunitas, khususnya di rumah lebih disukai daripada perawtan paliatif di institusi
kesehatan seperti rumah sakit. Beberapa hasil dari kunjungan ke rumah-rumah
didapatkan bahwa adanya perbaikan dukungan emosional, perbaikan dalam kepatuhan
dengan intervensi medis ataupun keperawatan, adanya pelaporan gejala yang lebih
dini pada dokter, dan adanya perbaikan hubungan social, perbaikan finansial dan
bantuan lainnya. Artikel tersebut mendukung bahwa perawatan paliatif berbasis
komunitas pada lansia dapat meningkatkan kualitas hidup lansia dari segi dukungan
emosional, kepatuhan dengan tindakan tim medis, hubungan sosial, dan finansial.
Pelaksanaan perawatan paliatif secara umum di Indonesia sudah dimulai sejak
tanggal 19 Pebruari 1992 dimana telah dibuka Poliklinik Perawatan Paliatif dan Bebas
Nyeri, RSUD Dr.Soetomo, Surabaya, sebagai perwujudan untuk menyambut terbitnya
Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
604/MENKES/SK/IX/1989. Ini merupakan cikal-bakal Perawatan Paliatif di
Indonesia. Pemerintah Indonesia juga membuat program untuk kesejahteraan lansia
16
berupa pelayanan “Day Care”, yang terdiri dari pelayanan di dalam panti sosial
(PTSW) maupun di luar panti. Implikasi keperawatan yang dapat disimpulkan dari
jurnal yang telah dibahas adalah perawat sebagai care giver, perawat sebagai health
educator dan perawat sebagai peneliti.
3.2 Saran
Disarankan kepada mahasiswa keperawatan pada khususnya lebih mempelajari dan
mampu mengimplementasikan program perawatan paliatif yang berbasis komunitas
sehingga mampu meningkatkan kualitas hidup dari lansia.
17