Post on 02-Aug-2015
Klorida adalah ion yang terbentuk sewaktu unsur klor mendapatkan satu elektron untuk
membentuk suatu anion (ion bermuatan negatif) Cl-. Garam dari asam klorida (HCl)
mengandung ion klorida, contohnya adalah garam meja, yang disebut Natrium klorida dengan
rumus kimia NaCl. Dalam air, senyawa ini terpecah menjadi ion Na+ dan Cl. Klorida dalam
senyawa kimia, satu atau lebih atom klornya memiliki ikatan kovalen dalam molekul. Ini berarti
klorida dapat berupa senyawa anorganik maupun organik. Contoh paling sederhana dari suatu
klorida anorganik adalah asam klorida (HCl), sedangkan contoh sederhana senyawa organik
(suatu atau organoklorida) adalah klorometana (CH3Cl), sering disebut metil klorid (Panjaitan,
2009).
Klorin adalah bahan kimia yang penting untuk beberapa proses penurunan air, penjangkitan dan
dalam pelunturan. Klor merupakan salah satu zat desinfektan yang sering digunakan dalam
pengolahan air minum. Zat kimia lain yang dapat digunakan sebagai desinfektan adalah ozon
(O3), klordioksidan, dan sebagainya. Dua faktor penting yang mempengaruhi proses desinfektan
adalah waktu bereaksi dan konsentrasi zat desinfektan. Ozon boleh juga digunakan untuk
membunuh bakteria, dan ozon tidak membentuk organoklin dan tidak tertinggal dalam air setelah
perawatan (Jatilaksono, 2009).
Senyawa ini umum digunakan dalam pengolahan limbah, produksi air minum maupun sebagai
katalis, baik di industri maupun di laboratorium. Bila dilarutkan dalam air, besi (III) klorida
mengalami hidrolisis yang merupakan reaksi eksotermis (menghasilkan panas). Hidrolisis ini
menghasilkan larutan yang coklat, asam, dan korosif, yang digunakan sebagai koagulan pada
pengolahan limbah dan produksi air minum. Larutan ini juga digunakan sebagai pengetsa untuk
logam berbasis-tembaga pada papan sirkuit cetak (PCB). Anhidrat dari besi (III) klorida adalah
asam Lewis yang cukup kuat, dan digunakan sebagai katalis dalam sintesis organik (Putranto,
2009).
Kebanyakan klorida larut dalam air, oleh karena itu klorida biasanya hanya ditemui di kawasan
beriklim kering, atau bawah tanah. Klorida biasanya dihasilkan melalui elektrolisis natrium
klorida yang terlarut dalam air. Bersama dengan klorin, proses kloral kali ini menghasilkan gas
hidrogen dan natrium hidroksida. Klor berasal dari gas Cl2, NaOCl, Ca(OCl)2 atau larutan
kaporit atau larutan HOCl (asam hipoklorit). Dalam konsentrasi yang wajar, klorida tidak akan
membahayakan bagi manusia. Rasa asin terhadap air merupakan pengaruh dari klorida dalam
jumlah konsentrasi sebesar 250 mg/L. Oleh karena itu, penggunaan klorida dibatasi untuk
kebutuhan manusia (Alaerts dan Ir. S. Sumetri, 1998).
Dalam jumlah kecil, mereka tidak berpengaruh. Dalam konsentrasi tinggi, mereka menyebabkan
masalah. Biasanya konsentrasi klorida rendah. Sulfat dapat lebih bermasalah karena sulfat ada
dalam konsentrasi yang lebih besar. Kadar rendah atau menengah dari kedua senyawa ion
tersebut menambah rasa segar ada air. Pada kenyataannya, mereka dibutuhkan karena alasan ini.
Jumlah konsentrasi yang berlebihan dari keduanya tentu akan membuat air jadi tidak enak
diminum (Anonim1, 2008).
Konsentrasi klorida pada dataran tinggi dan pegunungan biasanya relatif rendah, sedangkan pada
sungai dan air tanah biasanya sangat banyak jumlahnya. Konsentrasi klorida yang juga sangat
tinggi pada air laut yang menguap, kemudian mengalir ke sungai. Karena itu, sungai dan air
tanah memiliki tingkat klorida yang tinggi. Untuk menentukan atau mengukur jumlah (kadar)
klorida dalam air, dapat digunakan metode berikut ini.
a. Mercurie Nitrate Method (metode HgNO3) Menentukan banyak sedikitnya kandungan klorida
dengan perbandingan Mohr method (metode Mohr). Pada metode ini, indikator digunakan untuk
menunjukkan adanya kelebihan ion Hg2+.HgCl2 (K = 2,6 x 10-15)Hg2+ + 2Cl-
b. Mohr Method (Argentometric) Metode ini merupakan metode yang dapat menghasilkan hasil
yang lebih memuaskan dari pada metode HgNO3. Metode Mohr ini menggunakan AgNO3
sebagai zat pentitrasi dan menganjurkan menggunakan metode standar. Dalam proses titrasi ion
klorida akan terbentuk klorida dengan lapisan endapan putih perak. AgCl (Ksp = 3 x 10-
10)Ag+ + Cl- Indikator yang biasa digunakan untuk menentukan adanya ion Ag+ adalah
potassium chromate. Indikator ini akan mengubah warna putih perak menjadi endapan merah
bata. Ag2CrO4 (Ksp = 5 x 102-) (Hanief, 2009).2Ag+ + CrO42- Klorida dan sulfat dapat
dihilangkan dari air dengan Reverse Osmosis. Deionisasi (demineralisasi) atau destilasi juga
akan menghilangkan klorida dan sulfat dari dalam air, tetapi metode ini tidak cocok untuk
perumahan dibanding reverse osmosis (Anonim2, 2008).
Menurut SNI 01-3553-2006, definisi air isi ulang adalah air isi ulang yang diperoleh dari air
tanah ataupun dari PDAM yang pengolahannya secara sederhana dan banyak dikembangkan oleh
masyarakat. Jumlah kadar klorida untuk air minum dalam kemasan yang diperbolehkan
maksimal sebesar 250 mg/l (KEPMENKES.RI.NO 907/MENKES/SK/VII/2002). Klorida dalam
bentuk ion Cl- adalah salah satu anion anorganik yang banyak terdapat dalam air dan air buangan
(Pudjianto, 1984). Asam klorida pekat (asam klorida berasap) akan membentuk kabut asam. Baik
kabut dan larutan tersebut bersifat korosif terhadap jaringan tubuh, dengan potensi kerusakan
pada organ pernapasan, mata, kulit, dan usus. Seketika asam klorida bercampur dengan bahan
kimia oksidator lainnya, seperti natrium hipoklorit (pemutih NaClO) atau kalium permanganat
(KMnO4), gas beracun klorin akan terbentuk (Anonim, Online).
Analisa kualitatif yang dilakukan untuk mengetahui adanya klorida dalam sampel air minum isi
ulang akan terjadi mekanisme sebagai berikut :
a. Test AgNO3
b. Test H2SO4
c.Test Pb(NO3)2
Sedangkan analisa kuantitatif dalam menentukan kadar klorida pada air minum isi ulang
menggunakan metode Argentometri Mohr. Mengapa menggunakan Argentometri Mohr dalam
analisa tersebut karena Argentometri Mohr digunakan untuk menentukan kadar bromida dan
klorida. Apabila digunakan untuk menentukan kadar yang lain, misalnya kadar iodida dan
tiosianat tidak memberikan hasil yang memuaskan karena endapan perak iodida atau perak
tiosianat mengadsorbsi ion kromat, sehingga memberikan titik akhir yang kacau. Titrasi pada
metode ini harus dilakukan dalam suasana netral atau sedikit alkalis (pH 6,5-9). Apabila pada
suasana asam akan terjadi reaksi :
2CrO42-+ 2H+ 2HCrO4 Cr2O72- + H2O
Sehingga kadar ion kromat berkurang dengan cepat, sehingga diperlukan lebih banyak ion
perak setelah titik ekivalen tercapai supaya hasil kali kelarutannya dilampaui. Dengan demikian,
apabila hal tersebut terjadi maka kesalahan titrasi menjadi besar.
Sedangkan bila pada suasana basa akan terjadi endapan AgOH atau Ag2O.
http://kimiateknologi.setiabudi.ac.id/images/files/E-jurnal%20Veronica+Lina.pdf
http://unalea.blogspot.com/2010/02/laporan-praktikum-klorida.html