Post on 13-Aug-2015
description
KETREKAITAN IDENTITAS NASIONAL DENGAN GLOBALISASI
Identitas nasional pada hakikatnya merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh
dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan suatu bangsa dengan ciri-ciri khas.
Dengan ciri-ciri khas tersebut, suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam hidup dan
kehidupannya. Diletakkan dalam konteks Indonesia, maka Identitas Nasional itu
merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang sudah tumbuh dan berkembang sebelum
masuknya agama-agama besar di bumi nusantara ini dalam berbagai aspek kehidupan dari
ratusan suku yang kemudian dihimpun dalam satu kesatuan Indonesia menjadi kebudayaan
Nasional dengan acuan Pancasila dan roh Bhinneka Tunggal Ika sebagai dasar dan arah
pengembangannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan perkataan lain,
dapat dikatakan bahwa hakikat identitas asional kita sebagai bangsa di dalam hidup dan
kehidupan berbangsa dan bernegara adalah Pancasila yang aktualisasinya tercermin dalam
berbagai penataan kehidupan kita dalam arti luas, misalnya dalam Pembukaan beserta
UUD kita, sistem pemerintahan yang diterapkan, nilai-nilai etik, moral, tradisi, bahasa,
mitos, ideologi, dan lain sebagainya yang secara normatif diterapkan di dalam pergaulan,
baik dalam tataran nasional maupun internasional. Perlu dikemukaikan bahwa nilai-nilai
budaya yang tercermin sebagai Identitas Nasional tadi bukanlah barang jadi yang sudah
selesai dalam kebekuan normatif dan dogmatis, melainkan sesuatu yang terbuka-
cenderung terus menerus bersemi sejalan dengan hasrat menuju kemajuan yang dimiliki
oleh masyarakat pendukungnya.
Konsekuensi dan implikasinya adalah identitas nasional juga sesuatu yang terbuka,
dinamis, dan dialektis untuk ditafsir dengan diberi makna baru agar tetap relevan dan
funsional dalam kondisi aktual yang berkembang dalam masyarakat.
Krisis multidimensi yang kini sedang melanda masyarakat kita menyadarkan bahwa
pelestarian budaya sebagai upaya untuk mengembangkan Identitas Nasional kita telah
ditegaskan sebagai komitmen konstitusional sebagaimana dirumuskan oleh para pendiri
negara kita dalam Pembukaan, khususnya dalam Pasal 32 UUD 1945 beserta
penjelasannya, yaitu :
“Pemerintah memajukan Kebudayan Nasional Indonesia “
yang diberi penjelasan :
” Kebudayan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budaya rakyat
Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli terdapat ebagi puncak-puncak
kebudayaan di daerah-daerah seluruh Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan bangsa.
Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan dengan
tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan
atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri serta mempertinggi derajat kemanusiaan
bangsa Indonesia “.
Kemudian dalam UUD 1945 yang diamandemen dalam satu naskah disebutkan dalam Pasal
32
1. Negara memajukan kebudayan Nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan
menjamin kebebasan masyarakat dalam memeliharra dan mengembangkan nilai-nilai
budaya.
2. Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.
Dengan demikian secara konstitusional, pengembangan kebudayan untuk membina dan
mengembangkan identitas nasional kita telah diberi dasar dan arahnya, terlepas dari apa
dan bagaimana kebudayaan itu dipahami yang dalam khasanah ilmiah terdapat tidak
kurang dari 166 definisi sebagaimana dinyatakan oleh Kroeber dan Klukhohn di tahun 1952
Kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Globalisasi
belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekadar definisi kerja (working definition),
sehingga tergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai
suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh
bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan
kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis,
ekonomi dan budaya masyarakat.
Globalisasi mempengaruhi hampir semua aspek yang ada di masyarakat, termasuk
diantaranya aspek budaya. Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang
dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap
berbagai hal. Baik nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek
kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini
menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat
dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai
salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan
subsistem dari kebudayaan.
Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu keseluruh
dunia (sehingga menjadi budaya dunia atau world culture) telah terlihat semenjak lama.
Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri dari perjalanan para
penjelajah Eropa Barat ke berbagai tempat di dunia ini ( Lucian W. Pye, 1966 ).
Namun, perkembangan globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi pada awal ke-20
dengan berkembangnya teknologi komunikasi. Kontak melalui media menggantikan kontak
fisik sebagai sarana utama komunikasi antarbangsa. Perubahan tersebut menjadikan
komunikasi antarbangsa lebih mudah dilakukan, hal ini menyebabkan semakin cepatnya
perkembangan globalisasi kebudayaan.
Ciri berkembangnya globalisasi kebudayaan
1. Berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional.
2. Penyebaran prinsip multikebudayaan (multiculturalism), dan kemudahan akses suatu
individu terhadap kebudayaan lain di luar kebudayaannya.
3. Berkembangnya turisme dan pariwisata.
4. Semakin banyaknya imigrasi dari suatu negara ke negara lain.
5. Berkembangnya mode yang berskala global, seperti pakaian, film dan lain lain.
6. Bertambah banyaknya event-event berskala global, seperti Piala Dunia FIFA.
Munculnya arus globalisme yang dalam hal ini bagi sebuah Negara yang sedang
berkembang akan mengancam eksistensinya sebagai sebuah bangsa. Sebagai bangsa yang
masih dalam tahap berkembang kita memang tidak suka dengan globalisasi tetapi kita
tidak bisa menghindarinya. Globalisasi harus kita jalani ibarat kita menaklukan seekor
kuda liar kita yang berhasil menunggangi kuda tersebut atau kuda tersebut yang malah
menunggangi kita. Mampu tidaknya kita menjawab tantangan globalisasi adalah
bagaimana kita bisa memahami dan malaksanakan Pancasila dalam setiap kita berpikir dan
bertindak.
Persolan utama Indonesia dalam mengarungi lautan Global ini adalah masih banyaknya
kemiskinan, kebodohan dan kesenjangan sosial yang masih lebar. Dari beberapa persoalan
diatas apabila kita mampu memaknai kembali Pancasila dan kemudian dimulai dari diri kita
masing-masing untuk bisa menjalankan dalam kehidupan sehari-hari, maka globalisasi
akan dapat kita arungi dan keutuhan NKRI masih bisa terjaga.
REVITALISASI PANCASILA SEBAGAI PEMBERDAYAAN IDENTITAS NASIONAL
Suatu bangsa harus memiliki identitas nasional dalam pergaulan internasional. Tanpa
national identity, maka bangsa tersebut akan terombang-ambing mengikuti ke mana angin
membawa. Dalam ulang tahunnya yang ke-62, bangsa Indonesia dihadapkan pada
pentingnya menghidupkan kembali identitas nasional secara nyata dan operatif.Identitas
nasional kita terdiri dari empat elemen yang biasa disebut sebagai konsensus nasional.
Konsensus dimaksud adalah Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika.
revitalisasi Pancasila harus dikembalikan pada eksistensi Pancasila sebagai ideologi bangsa
dan negara. Karena ideologi adalah belief system, pedoman hidup dan rumusan cita-cita
atau nilai-nilai (Sergent, 1981), Pancasila tidak perlu direduksi menjadi slogan sehingga
seolah tampak nyata dan personalistik. Slogan seperti "Membela Pancasila Sampai Mati"
atau "Dengan Pancasila Kita Tegakkan Keadilan" menjadikan Pancasila seolah dikepung
ancaman dramatis atau lebih buruk lagi, hanya dianggap sebatas instrumen tujuan.
Akibatnya, kekecewaan bisa mudah mencuat jika slogan-slogan itu tidak menjadi pantulan
realitas kehidupan masyarakat.
Karena itu, Pancasila harus dilihat sebagai ideologi, sebagai cita-cita. Maka secara
otomatis akan tertanam pengertian di alam bawah sadar rakyat, pencapaian cita- cita,
seperti kehidupan rakyat yang adil dan makmur, misalnya, harus dilakukan bertahap.
Dengan demikian, kita lebih leluasa untuk merencanakan aneka tindakan guna mencapai
cita-cita itu.
Selain perlunya penegasan bahwa Pancasila adalah cita-cita, hal penting lain yang
dilakukan untuk merevitalisasi Pancasila dalam tataran ide adalah mencari maskot. Meski
dalam hal ini ada pandangan berbeda karena dengan memeras Pancasila berarti menggali
kubur Pancasila itu sendiri, namun dari sisi strategi kebudayaan adalah tidak salah jika kita
mengikuti alur pikir Soekarno, jika perlu Pancasila diperas menjadi ekasila, Gotong
Royong. Mungkin inilah maskot yang harus dijadikan dasar strategi kebudayaan guna
penerapan Pancasila. Pendeknya, ketika orang enggan menyebut dan membicarakan
Pancasila, Gotong Royong dapat dijadikan maskot dalam rangka revitalisasi Pancasila.
KETERKAITAN IDENTITAS NASIONAL DENGAN INTEGRASI
NASIONAL INDONESIA
Berbagai peristiwa sejarah di negeri ini telah menunjukkan bahwa hanya persatuan dan
kesatuanlah yang membawa negeri Indonesia ini menjadi negeri yang besar. Besarnya
kerajaan Sriwijaya dan Majapahit tidaklah mengalami proses kejayaan yang cukup lama,
karena pada waktu itu persatuan cenderung dipaksakan melalui ekspansi perang dengan
menundukkan Negara- Negara tetangga.
Sangat berbeda dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 yang sebelum
proklamasi tersebut telah didasari keinginan kuat dari seluruh elemen bangsa Indonesia
untuk bersatu dengan mewujudkan satu cita-cita yaitu bertanah air satu tanah air
Indonesia, berbangsa satu bangsa Indonesia dan menggunakan bahasa melayu sebagai
bahasa persatuan (Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928)
Dilihat dari banyak ragamnya suku, bangsa, ras, bahasa dan corak budaya yang ada
membuat bangsa ini menjadi rentan pergesekan, oleh karena itu para pendiri Indonesia
telah menciptakan Pancasila sebagai dasar bernegara.
Dilihat dari bentuknya Pancasila merupakan pengalaman sejarah masa lalu untuk menuju
sebuah cita-cita yang luhur. Pancasila dilambangkan seekor burung Garuda yang mana
burung tersebut dalam kisah pewayangan melambangkan anak yang berjuang mencari air
suci untuk ibunya, sedangkan pita bertuliskan Bhineka Tunggal Ika berartikan berbeda
tetapi tetap satu. Kemudian tergantung di dada burung tersebut sebuah perisai yang mana
biasanya perisai adalah alat untuk menahan serangan perang pada jaman dulu, jadi kalau
diartikan untuk menjaga integritas bangsa Indonesia baik itu ancaman dari dalam maupun
dari luar yaitu dengan menggunakan perisai yang didalam nya terkandung lima sila.
Dalam pidato bahasa Inggris di Washington Sukarno telah mendapatkan apresiasi yang
luar biasa dari bangsa Amerika yang mana Sukarno pada waktu itu mengenalkan ideologi
Indonesia yaitu Pancasila. Panca berarti Lima dan sila berarti landasan atau dasar yang
mana dasar pertama Negara Indonesia ini dalah berdasar Ketuhanan, kedua berdasar
Kemanusiaan, ketiga persatuan , dan keempat adalah demokrasi, serta kelima adalah
keadilan social.
Seringkali bangsa kita ini mengalami disintegrasi dan kemudian bersatu kembali konon
kata beberapa tokoh adalah berkat kesaktian Pancasila. Sampai pemerintah juga
menetapkan hari kesaktian pancasila tanggal 1 Oktober. Hal ini menunjukan bahwa
sebenarnya Pancasila hingga saat ini masih kuat relevansinya bagi sebuah ideology Negara
seperti Indonesia ini.
Untuk itu dengan perkataan lain, dapat dikatakan bahwa hakikat identitas asional kita
sebagai bangsa di dalam hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah Pancasila
yang aktualisasinya tercermin dalam berbagai penataan kehidupan kita dalam arti luas,
misalnya dalam Pembukaan beserta UUD kita, sistem pemerintahan yang diterapkan, nilai-
nilai etik, moral, tradisi, bahasa, mitos, ideologi, dan lain sebagainya yang secara normatif
diterapkan di dalam pergaulan, baik dalam tataran nasional maupun internasional.
oleh : RANGGA ADITYA N (UNPAD)
http://ipdn-artikelgratis.blogspot.com/2008/09/ketrekaitan-identitas-nasional-dengan.html
PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP IDENTITAS NASIONALPOSTED BY EKO BUDI WALUYO ON 9:43 PM2 COMMENTS
Indonesia adalah Bangsa yang kaya akan nilai-nilai budaya dan sejarah, yang tentunya budaya
dan sejarah tersebut mempengaruhi semua aspek kehidupan dan memberikan serta membantu dalam
pembentukan pola fikir dan paradigma masyarakat dalam bernegara dan bertanah air.
Di era globalisasi dan jaringan informasi yang dapat di akses oleh siapapun dan kapanpun
mengakibatkan terjadinya perkembangan di segala sektor dan pemahaman baru tentang budaya serta
penerapan-penerapan akan pola yang diterapkan oleh Negara lain.
Salah satu Negara yang menjadi tujuan dan penyebaran jaringan informasi dan budaya global
adalah Indonesia, karena Indonesia adalah Negara berkembang dengan tingkat populasi yang selalu
meningkat dan ditunjang dengan fasilitas-fasilitas yang memungkinkan untuk mengakses informasi baik
itu dalam bentuk informasi data maupun informasi global yang termasuk di dalamnya unsur-unsur
budaya asing yang notabene tidaklah sesuai dengan budaya Timur yang merupakan ciri khas Bangsa
Indonesia.
Indonesia dan masyarakat dunia memiliki visi yang sama akan kemajuan dan peningkatan taraf
hidup serta kemajuan dalam system pemerintahan, tetapi apakah kemajuan dan peningkatan taraf
hidup tersebut harus mengorbankan nilai-nilai budaya yang begitu berharga. Dan sudah semestinya
sebagai generasi penerus, kita harus melestarikan budaya-budaya Indonesia yang mulai terkontaminasi
oleh budaya-budaya asing yang negatif dan tidak membangun karateristik masyarakat Indonesia.
Insya Allah penulis akan memberikan sedikit penjelasan tentang apa itu identitas nasional lewat
semangat nasionalismenya, globalisasi dan perkembangannya serta glokalisasi yang merupakan
gabungan antara globalisasi yang dapat diterima oleh budaya lokal.
Identitas Nasional
Secara harfiah identitas adalah ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri yang melekat pada sesuatu
atau seseorang yang membedakannya dengan yang lain. Pengertian Identitas pada hakikatnya
merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu
bangsa dengan ciri-ciri khas, dan dengan ciri-ciri yang khas tersebut maka suatu bangsa berbeda dengan
bangsa lain dalam kehidupannya.
Dengan demikian identitas nasional suatu bangsa adalah ciri khas yang dimiliki suatu bangsa
yang membedakannya dari bangsa lainnya. Namun demikian proses pembetukan Identitas nasional
bukan merupakan sesuatu yang sudah selesai, tetapi sesuatu yang terbuka dan terus berkembang
mengikuti perkembangan jaman. Akan terjadi pergeseran nilai dari identitas itu sendiri apabila identitas
itu tidak dapat dijaga dan dilestarikan, sehingga mengakibatkan identitas global akan mempengaruhi
nilai identitas nasional itu sendiri.
Secara umum terdapat beberapa dimensi yang menjelaskan kekhasan suatu bangsa. Unsur-
unsur identitas itu secara normatif, berbentuk sebagai nilai, bahasa, adat istiadat, dan letak geografis.
Beberapa dimensi dalam identitas nasional antara lain:
1. Pola Perilaku
adalah gambaran pola perilaku yang terwujud dalam kehidupan sehari-hari, Misalnya : adat
istiadat, budaya, dan kebiasaan, ramah tamah, hormat kepada orang tua, dan gotong royong merupakan
salah satu identitas nasional yang bersumber dari adat istiadat dan budaya. Semangat masyarakat
tentang pola perilaku ini sudah mulai memudar, seiring dengan waktu budaya ramah tamah
khas Indonesia serta semangat gotong royong sudah beralih wajah menjadi acuh tak acuh dan
individualistis dan materialistis.
2. Lambang-Lambang
adalah sesuatu yang menggambarkan tujuan dan fungsi Negara. lambang-lambang ini biasanya
dinyatakan dalam undang-undang, Misalnya : Bendera, Bahasa, dan lagu Kebangsaan.
3. Alat-alat perlengkapan
adalah Sejumlah perangkat atau alat-alat perlengkapan yang digunakan untuk mencapai tujuan
yang berupa bangunan, peralatan dan tekhnologi, misalnya : bangunan candi, Masjid, Gereja, Peralatan
manusia seperti pakaian Adat, dan teknologi Bercocok tanam : dan teknologi seperti kapal laut, Pesawat
terbang, dan lainnya
4. Tujuan yang Ingin dicapai
Identitas yang bersumber dari tujuan ini bersifat dinamis dan tidak tetap seperti : Budaya
Unggul, presentasi dalam bidang tertentu. Sebagai sebuah bangsa yang mendiami sebuah Negara,
tujuan bersama bangsa Indonesia telah tertuang dalam pembukaan UUD 45, Yakni kecerdasan dan
kesejahteraan bersama bangsa Indonesia. Dan dalam usaha tersebut pemerintah seharusnya lebih
memperhatikan dunia pendidikan, peningkatan pendidikan akan mempengaruhi kesejahteraan
rakyat Indonesia secara tidak langsung.
2.2 Unsur-unsur Pembentukan Identitas Nasional
Salah satu identitas bangsa Indonesia adalah ia dikenal sebagai sebuah bangsa yang majemuk.
Kemajemukan Indonesia dapat dilihat dari sisi sejarah, kebudayaan, suku bangsa, agama dan bahasa.
1. Sejarah
Indonesia adalah Negara yang begitu kaya akan nilai sejarah, itu dao=pat dibuktikan dari
berbagai tulisan pakar tentang sejarah perjuangan dan usaha dalam merebut kemerdekaan. Sejarah juga
mencatat, sebelum menjadi sebuah identitas negara bangsa yang Modern, bangsa Indonesia pernah
mengalami masa kejayaan yang gemilang. Semangat juang bangsa Indonesia dalam mengusir penjajah
menurut banyak kalangan telah menjadi ciri khas tersendiri bagi bangsa Indonesia yang kemudian
menjadi salah satu unsur pembentuk identitas nasional Indonesia.
2. Kebudayaan
Aspek kebudayaan yang menjadi unsur pembentuk identitas nasional meliputi tiga unsur yaitu :
akal budi, peradaban dan pengetahuan. Akal Budi bangsa Indonesia, misalnya dapat dilihat pada sikap
ramah dan santun bangsa Indonesia . Sedangkan unsur Identitas peradabannya, salah satunya tercermin
dari keberadaan dasar negara Pancasila sebagai kompromi nilai-nilai bersama ( shared values ) bangsa
Indonesia yang majemuk, sebagai bangsa maritim, kehandalan bangsa Indonesia dalam pembuatan
kapal pinisi di masa lalu merupakan identitas pengetahuan bangsa Indonesia yang tidak memiliki oleh
bangsa lain di dunia.
3. Suku Bangsa
Kemajemukan merupakan Identitas lain bangsa Indonesia. Namun demikian , lebih dari sekedar
kemajemukan yang bersifat alamiah tersebut, tradisi, tradisi bangsa Indonesia untuk hidup bersama
dalam kemajemukan merupakan hal lain yang harus terus dikembangkan dan dibudayakan,
kemajemukan alamiah bangsa Indonesia dapat dilihat pada keberadaan lebih dari 300 kelompok suku,
beragam bahasa, budaya dan keyakinan yang mendiami kepulauan nusantara.
4. Agama
Keanekaragam Agama merupakan identitas lain dari kemajemukan alamiah Indonesia.
Menyukuri nikmat kemajemukan pemberian Allah dapat dilakukan dengan salah satunya, sikap dan
tindakan untuk tidak memaksakan keyakinan dan tradisi suatu agama, baik mayoritas maupun minoritas
atas kelompok lainnya.
5. Bahasa
Bahasa adalah salah satu atribut identitas nasional Indonesia. Sekalipun Indonesia memiliki
ribuan bahasa daerah, kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa penghubung ( lingua
franca ) berbagai kelompok etnis yang mendiami kepulauan nusantara memberikan nilai identitas
tersendiri bagi bangsa Indonesia.
Globalisasi
Secara umum globalisasi adalah suatu perubahan sosial dalam bentuk semakin bertambahnya
keterkaitan antara masyarakat dengan faktor-faktor yang terjadi akibat transkulturisasi dan
perkembangan teknologi modern. Istilah globalisasi dapat di terapkan dalam berbagai konteks sosial,
budaya, ekonomi, dan sebagainya memahami globalisasi adalah suatu kebutuhan, mengingat
majemuknya fenomena tersebut. Menurut Stiglitz sebagai mana dikutip sugeng bahagijo dan darmawan
triwinowo disatu sisi globalisasi menbawa potensi dan akselerasi pertumbuhan ekonomi banyak Negara,
peningkatan standar hidup serta perluasan akses atas informasi dan teknologi, disisi lain telah
membawa kesenjangan utara-selatan serta kemiskinan global.
Globalisasi merupakan fenomena berwajah majemuk, seperti diuraikan scolte(2000), sebagai
mana dikutip Sugeng Bahagijo dan darmawan triwibowo, bahwa globalisasi sering diidentikkan dengan:
1. internasionalisasi yaitu hubungan antar Negara, meluasnya arus perdagangan dan penanaman modal;
2.liberalisasi yaitu pencabutan pembatasan-pembatasan pemeritah untuk membuka ekonomi tanpa
pagar (borderless world) dalam hambatan perdagangan, pembatasan keluar masuk mata uang, kendali
devisa dan ijin masuk suatu Negara (visa); 3. Universalisasi yaitu ragam hidup seoerti makanan Mc
Donald, kendaraan, di seluruh pelosok penjuru dunia; 4. Westernisasi atau Amerikanisasi yaitu ragam
hidup dan budaya barat atau amerika; 5. De-teroterialisasi, yaitu perubahan-perubahan geografi
sehingga ruang sosial dalam perbatasan, tempat dan distance menjadi berubah.
Istilah globalisasi telah menjadi istilah umum yang dibicarakan oleh setiap orang hingga diskusi
ilmiah dalam lingkungan akademik.
Beberapa unsur penting yang terkait dengan globalisasi adalah:
1. Global Space ( Dunia maya)
Globalisasi informasi ditunjukan dengan semakin pesatnya penggunaan media elektronik dalam
mengirim dan menerima informasi, surat kabar, radio dan televisi tidak lagi merupakan sumber utama
informasi; kehadiran internet telah memudahkan informasi dunia diterima oleh siapapun dipenjuru
pelosok dunia. Jika radio dan televisi masih dapat di awasi dan diatur oleh kekuasan politik sebuah
Negara, tidak demikian dengan media internet.
Dengan media internet, memungkinkan pengiriman informasi dalam jumlah yang tidak terbatas,
dalam waktu yang lebih cepat, dan dengan biaya lebih murah. Melalui media internet siapapun dapat
mengirim dan mengakses informasi tanpa persyaratan lisensi atau bukti kompetensi apapun.
Keadaan tersebut membawa beberapa akibat sosial dan budaya :
Pertama, mengecilnya ruang dan waktu yang mengakibatkan hampir tidak ada kelompok orang
atau bagian dunia yang hidup dalam isolasi. Informasi tentang keadaan di tempat lain atau situasi orang
lain dapat menciptakan suatu pengetahuan umum yang lebih luas dan aktual dari ada yang ada
sebelumnya, informasi ini pada giliranya dapat menimbulkan suatu solidaritas global yang melintasi
kelompok etnis, batas teritorial negara, atau kelompok agama. Pada saat yang sama, informasi yang
serba canggih ini dapat pula memberikan kemudahan bagi seseorang atau suatu kelompok untuk
bergabung dengan kelompok kejahatan lintas negara untuk merancang kejahatan internasional yang
terorganisir. jaringan terorisme internasional dapat dimasukan ke dalam kelompok ini.
Kedua, dalam bidang politik, batas-batas teritorial suatu negara menjadi kurang berfungsi. Batas
negara tidak lagi menjadi batas informasi, karena seorang yang berada di sebuah kampung di Jayapura,
misalnya, dapat berhubungan langsung lewat internet dengan seseorang di New York atu di kota Roma.
Ketiga, semua kategori dalam social space menjadi tidak relavan lagi. Perbedaan sosial seperti
umur, jenis kelamin, agama, status sosial, besarnya pendapatan, pejabat atau rakyat, tingkat pendidikan
menjadi tidak lagi menjadi penting dalam konteks infomasi melalui jalur internet.
Tantangan Masa Depan Dalam Gelombang Globalisasi
Beberapa yang menjadi tantangan besar dan bersama, mengutip pendapat Tilaar, yang
diakibatkan gelombang globalisasi adalah sebagai berikut:
1. Program melawan kemiskinan. Globalisasi bukan hanya memberikan banyak nilai positf tetapi juga dapat
mengakibatkan semakin miskinnya negara-negara yang sumber daya manusianya rendah, serta
kurangnya sumber daya alam. Masalah kemiskinan bukan hanya milik suatu masyarakat tetapi
merupakan tanggung jawab intenasional. Kesenjangan antara Negara kaya dan Negara miskin semakin
melebar di dalam era globalisasi apabila tidak diambil langkah untuk membantu yang lemah.
2. Memperjuangkan dan melaksanakan Hak Asasi Manusia. Gelombang globalisasi dapat saja mengijak-injak
hak asasi manusia apabila motif yang mendasari perubahan sosial dan ekonomi semata-mata
berdasarkan frofit. Hak Asasi Manusia perlu dijaga dan dikembangkan oleh karena itu dengan
menghormati Hak Asasi Manusia maka demokrasi akan semakin berkembang. Oleh sebab itu, hak asasi
manusia harus menjadi agenda internasional untuk menjadi bentang dari arus globalisasi yang dapat
bersifat dehomanisasi.
3. Menciptakan dan memelihara tatanan dunia yang aman. Perdangangan bebas, hak asasi tidak dapat
dilakukan di dalam negara yang kacau. Kini manusia berlomba-lomba untuk menciptakan dunia yang
lebih makmur dan kemakmuran itu hanya dapat diwujudkan di dalam kerja sama internasional yang
aman. Oleh sebab itu, berbagai upaya untuk meningkatkan kerjasama multilateral haruslah dipacu.
4. Perlu diwujudkan tatanan ekonomi dankeuangan yang baru. Lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan
lama yang dilahirkan pada masa perang dingin seta tatanan dunia yang lama, seperti badan-badan IMF,
World bank, WTO, perlu ditata kembali supaya lebih sesuai dengan tuntutan hidup internasional yang
baru.
5. Melindungi dan memelihara planet bumi sebagai satu-satunya tempat kehidupan bersama manusia.Oleh
kerena itu tanggung jawab ekosistem merupakan tanggung jawab bersama masyarakat dunia.
6. Kerja sama regional perlu di kembangkan di dalam rangka kerja sama internasional. Bahkan Alan Rugman di
dalam bukunya The end of Globalization menyatakan bahwa sebenarnya kerja sama internasional
tertumpu pada kerja sama regional, bahkan kerja sama bilateral atau kerja sama nasional dalam rangka
kerja sama regional tersebut.
Salah satu konsep yang ikut berkembang bersama globalisasi adalah glokalisasi. Istilah glokalisasi
dipopulerkan oleh Roland Robertson pada tahun 1977 dalam konfrensi “Globalization and Indigenous
Culture”. Secara umum glokalisasi adalah penyesuaian produk global dengan karakter lokal. Ada juga
yang berpendapat glokalisasi adalah berfikir global bertindak lokal. Menurut Eko Budiarjo guru besar
Universitas Diponegoro glokalisasi adalah glokalisasi dengan cita rasa lokal.
Dalam wilayah budaya , glokalisasi dimaknai dengan munculnya interpretasi produk-produk
global dalam konteks lokal yang dilakukan oleh masyarakat didalam berbagai wilayah budaya.
Interpretasi lokal masyarakat tersebut kemudian juga membuka kemungkinan adanya pergeseran
makna atas nilai budaya. Dalam proses glokalisasi medium bahasa juga di pergunakan.
Hal ini yang mengakibatkan banyak terjadi penyimpangan terhadap nilai-nilai yang dulunya
sangat dominan pada kalangan masyarakat dan dijalankan dengan sepenuh hati, sekarang sudah
menjadi barang yang aneh dan langka. Pengaruh globalisasi terhadap masyarakat yang
ditransformasikan ke dalam budaya Indonesia yang akhirnya akan mensinergikan budaya-budaya
“Timur” Indonesia terhadap budaya “Barat” yang cenderung kepada Liberalisme dalam usaha
pencapaian Glokalisasi yang meminimalisasi bahkan menghilangkan budaya-budaya Indonesia yang
terkenal dengan keramahtamahan dan kesopanan.
Nasionalisme dan Globalisasi
Salah satu isu penting yang mengiringi gelombang demokrasi adalah munculnya wacana
multikulturisme. Multikulturisme adalah kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai
kesatuan tanpa memedulikan perbedaan budaya, etnik, gender, bahasa maupun agama. Gerakan
multicultural muncul pertama kali di Kanada dan Australia sekitar 1950-an.
Multikultural menjadi semacam respon kebijakan baru dalam keragaman.dengan kata lain,
adanya komunitas yang berbeda saja tidak cukup, karena yang terpenting adalah komunitas tersebut
diperlukan sama oleh warga Negara maupan Negara.
Menurut Achmad Fedyani Safiudin menyatakan ada tiga cara pandang atau pemahaman orang
tentang multikulturisme, yaitu; 1. Popular; 2. Akademik; 3. Politis.
Karakter masyarakat multikultur adalah toleran. Mereka hidup dalam semangat peacepul co-
existace, hidup berdampingan secara damai. Dalam perspektif multikulturisme, baik individu maupun
kelompok hidup dalam societal cohesion tanpa kehilangan identitas etnik dan kultur mereka.
Ini adalah harapan kita semua, bagaimana kita dapat mengadopsi nilai dan budaya dari luar yang baik bagi bangsa ini serta adanya badan pengawasan serta pengembangan budaya asli Indonesia dari Pemerintah, jangan sampai budaya tersebut menjadi terkikis dan hilang dari masyarakatnya sendiri, akibat dari arus globalisasi yang begitu
Hakikat kemerdekaan suatu negara akan tampak disaat negara itu dapat menghargai dan
menjunjung tinggi nilai-nilai budayanya sendiri, dan selalu membuka diri terhadap nilai positif dari luar
baik itu yang berbentuk budaya, ekonomi, politik, dan lain-lain.
Keberagaman adalah suatu berkah dari Pengatur Alam Semesta ini, dan sebagai suatu bangsa
yang beragama kita seharusnya dapat menghargai keberagaman global serta dapat memilih serta
memilah yang terbaik untuk diterpakan di Negara tercinta Republik Indonesia. Karena keberagam
merupakan hadiah dari Allah SWT yang harus kita syukuri dan harus menjadi pembelajaran bagi kita
semua, Allah menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa adalah untuk saling kenal-
mengenal untuk bersama-sama mendapatkan gelar taqwa. Taqwa dalam konteks universal dan global
adalah terciptanya masyarakat dunia yang madani dan selaras dengan ajaran dan perintah Allah SWT.
Hal ini termaktub dalam ayat Suci al-Qur’an yang berbunyi :
Artinya : “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu
damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang
melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau dia Telah surut,
damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang berlaku adil”.(QS. Al-Hujuraat : 9)
Semangat bersatu dalam mencari Ridha dan Cinta Allah pasti akan dapat menangkal segala
bentuk negative globalisme, karena dengan semangat ridha dan cinta kepada Allah maka kita dapat
mentransformasikan segala kaidah agama kedalam budaya dan kita dapat menyesuaikan tindakan-
tindakan atau aksi yang terstruktur lewat kacamata agama, Allah pasti menolong dan menyelamatkan
Bangsa ini dari pengaruh negative arus globalisasi, seperti yang sebutkan Allah dalam Al-Qur’anul Karim :
Artinya : “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau Saudara-saudara ataupun keluarga mereka. meraka Itulah orang-orang yang Telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. mereka Itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung”. (QS. Al-Mujaadilah : 22)
http://swarajalanan.blogspot.com/2011/10/pengaruh-globalisasi-terhadap-identitas.html
IDENTITAS NASIONAL DAN GLOBALISASI
IDENTITAS NASIONAL
Pengertian Identitas Nasional
Kata identitas secara harfiah mempunyai arti yaitu ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri yang
melekat pada sesuatu atau seseorang yang membedakannya dengan yang lain, baik fisik
maupun non fisik. Sedangkan kata nasional merupakan identitas yang melekat pada
kelompok-kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan baik fisik
seperti budaya, cita-cita, dan tujuan. Jadi dapat kita simpulkan bahwa Identitas Nasional
adalah identitas yang melekat pada kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-
kesamaan fisik seperti budaya, agama, dan bahasa atau yang bersifat non fisik seperti
keinginan, cita-cita, dan tujuan.
Secara teoritis pengertian identitas pada hakekatnya merupakan manifestasi nilai-nilai
budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa dengan ciri-
ciri khas, dan dengan ciri-ciri yang khas tersebut maka suatu bangsa berbeda dengan
bangsa lain dalam kehidupannya.
Dengan demikian Identitas Nasional suatu bangsa adalah ciri khas yang dimiliki suatu
bangsa yang membedakannya dari bangsa lainnya. Namun demikian proses pembetukan
Identitas Nasional bukan merupakan sesuatu yang sudah selesai, tetapi sesuatu yang
terbuka dan terus berkembang mengikuti perkembangan jaman. Akan terjadi pergeseran
nilai dari identitas itu sendiri apabila identitas itu tidak dapat dijaga dan dilestarikan,
sehingga mengakibatkan identitas global akan mempengaruhi nilai identitas nasional itu
sendiri.
Secara umum terdapat beberapa dimensi yang menjelaskan kekhasan suatu bangsa. Unsur-
unsur identitas itu secara normatif, berbentuk sebagai nilai, bahasa, adat istiadat, dan
letak geografis. Beberapa dimensi dalam identitas nasional antara lain:
1. Pola Perilaku
2. Lambang-Lambang
3. Alat-alat perlengkapan
4. Tujuan yang ingin dicapai
Konsekuensi dan implikasinya adalah identitas nasional juga sesuatu yang terbuka,
dinamis, dan dialektis untuk ditafsir dengan diberi makna baru agar tetap relevan dan
funsional dalam kondisi aktual yang berkembang dalam masyarakat.Dengan sifat identitas
nasional yang relatif, mengharuskan setiap bangsa untuk selalu kritis terhadap identitas
nasionalnya agar selalu paham akan makna jati dirinya.
Unsur Pembentuk Identitas Nasional
1. Sejarah
Catatan sejarah suatu bangsa akan sangat mempengaruhi terbentuknya Identitas Nasional
bangsa tersebut. Misalnya, semangat juang bangsa Indonesia dalam mengusir penjajah
menurut banyak kalangan telah menjadi ciri khas tersendiri bagi bangsa Indonesia yang
kemudian menjadi salah satu unsur pembentuk identitas nasional Indonesia.
2. Kebudayaan
Aspek kebudayaan yang menjadi unsur pembentuk identitas nasional meliputi tiga unsur
yaitu : akal budi, peradaban dan pengetahuan. Akal Budi bangsa Indonesia, misalnya dapat
dilihat pada sikap ramah dan santun bangsa Indonesia . Sedangkan unsur Identitas
peradabannya, salah satunya tercermin dari keberadaan dasar negara Pancasila sebagai
kompromi nilai-nilai bersama ( shared values ) bangsa Indonesia yang majemuk. Sebagai
bangsa maritim, kehandalan bangsa Indonesia dalam pembuatan kapal pinisi di masa lalu
merupakan identitas pengetahuan bangsa Indonesia yang tidak memiliki oleh bangsa lain
di dunia.
3. Suku bangsa
Kemajemukan merupakan Identitas lain bangsa Indonesia. Namun demikian, lebih dari
sekedar kemajemukan yang bersifat alamiah tersebut, tradisi bangsa Indonesia untuk
hidup bersama dalam kemajemukan merupakan hal lain yang harus terus dikembangkan
dan dibudayakan. Kemajemukan alamiah bangsa Indonesia dapat dilihat pada keberadaan
lebih dari 300 kelompok suku, beragam bahasa, budaya dan keyakinan yang mendiami
kepulauan nusantara.
4. Agama
Keanekaragam Agama merupakan identitas lain dari kemajemukan alamiah Indonesia.
Menyukuri nikmat kemajemukan pemberian Allah dapat dilakukan dengan salah satunya,
sikap dan tindakan untuk tidak memaksakan keyakinan dan tradisi suatu agama, baik
mayoritas maupun minoritas atas kelompok lainnya.
5. Bahasa
Bahasa adalah salah satu atribut identitas nasional Indonesia. Sekalipun Indonesia
memiliki ribuan bahasa daerah, kedudukan bahasa Indonesia (bangsa yang digunakan
bahasa melayu) sebagai bahasa penghubung ( lingua franca ) berbagai kelompok etnis
yang mendiami kepulauan nusantara memberikan nilai identitas tersendiri bagi bangsa
Indonesia.
GLOBALISASI
Pengertian Globalisasi
Secara umum globalisasi dapat diartikan sebagai suatu perubahan sosial dalam bentuk
semakin bertambahnya keterkaitan antara masyarakat dengan faktor-faktor yang terjadi
akibat transkulturisasi dan perkembangan teknologi modern. Istilah globalisasi dapat
diterapkan dalam berbagai konteks sosial, budaya, ekonomi, dan sebagainya tergantung
dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial,
atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara
di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau
kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya
masyarakat.
Globalisasi sendiri sering diidentikkan dengan:
1. Internasionalisasi
yaitu hubungan antar negara, meluasnya arus perdagangan dan penanaman modal.
2. Liberalisasi
yaitu pencabutan pembatasan-pembatasan pemerintah untuk membuka ekonomi tanpa
pagar (borderless world) dalam hambatan perdagangan, pembatasan keluar masuk mata
uang, kendali devisa dan ijin masuk suatu Negara (visa).
3. Universalisasi
yaitu ragam hidup seperti makanan Mc Donald, kendaraan, di seluruh pelosok penjuru
dunia.
4. Westernisasi
yaitu ragam hidup dan budaya barat.
5. De-teroterialisasi
yaitu perubahan-perubahan geografi sehingga ruang sosial dalam perbatasan, tempat dan
distance menjadi berubah.
Istilah globalisasi telah menjadi istilah umum yang dibicarakan oleh setiap orang hingga
diskusi ilmiah dalam lingkungan akademik. Menurut Tilaar, bahwa pada dasar proses
globalisasi menampakkan wajahnya dalam:
1. Keterkaitan seluruh masyarakat;
2. Perusahaan-perusahaan trans-nasional berperan dalam ekonomi global;
3. Integrasi ekonomi internasional dalam produksi global;
4. Sistem media trans-nasional yang membentuk “kampung global“ (global village);
5. Turisme global dan imperalime media;
6. Konsumerisme dan budaya global
Unsur-unsur penting yang terkait dengan globalisasi
1. Global Space ( Dunia maya)
Globalisasi informasi ditunjukan dengan semakin pesatnya penggunaan media elektronik
dalam mengirim dan menerima informasi. Surat kabar, radio dan televisi tidak lagi
merupakan sumber utama informasi; kehadiran internet telah memudahkan informasi
dunia diterima oleh siapapun dipenjuru pelosok dunia.
Melalui media internet siapapun dapat mengirim dan mengakses informasi tanpa
persyaratan lisensi atau bukti kompetensi apapun. Keadaan tersebut membawa beberapa
akibat sosial dan budaya :
a. Mengecilnya ruang dan waktu yang mengakibatkan hampir tidak ada kelompok orang atau
bagian dunia yang hidup dalam isolasi.
b. Dalam bidang politik, batas-batas teritorial suatu negara menjadi kurang berfungsi. Batas
negara tidak lagi menjadi batas informasi, karena seorang yang berada di sebuah kampung
di Jayapura, misalnya, dapat berhubungan langsung lewat internet dengan seseorang di
Amerika atau di Inggris.
c. Semua kategori dalam social space menjadi tidak relavan lagi. Perbedaan sosial seperti
umur, jenis kelamin, agama, status sosial, besarnya pendapatan, pejabat atau rakyat,
tingkat pendidikan menjadi tidak lagi menjadi penting dalam konteks infomasi melalui jalur
internet.
2. Beberapa Kecenderungan Gelombang Globalisasi terhadap Nasionalisme
Berbagai gejala globalisasi membawa akibat dalam tata kehidupan manusia, dalam pola
tingkah laku, bahkan dalam sistem nilai yang berlaku. Ada beberapa kecenderungan dari
gelombang globalisasi, yaitu :
i. salah satu pengaruh yang sangat kuat dari globalisasi informasi adalah hilangnya
diferensiasi sosial dan dengan itu hirarki sosial menjadi tidak tepat lagi. Dengan demikian
otoritas yang didasarkan pada hirarki sosial cepat atau lambat akan kehilangan kekuatan
dan aktualitasnya. Pada akhirnya hubungan sosial ditentukan oleh kebebasan dan
kepercayaan (trust).
ii. Dengan adanya arus lalu lintas informasi yang sangat canggih, pengawasaan terhadap
akses informasi oleh lembaga sensor atau negara semakin berkurang. hal serupa juga
berlaku di bidang lainnya, seperti pendidikan dan pemeritahan.
iii. Munculnya cyberspace yang menerobos batas teritorial negara akan berdampak negara
tidak lagi memonopoli semua peraturan. Peralihan ini pada tingkat politik menunjukan
peralihan dari government ke governace, dan peralihan dari sifat pengawasaan nasional
sentralistik ke pengawasan yang bersifat lokal atau otonom. Dengan demikian, sentralisme
negara tidak lagi efektif.
iv. Adanya suatu gelombang perubahan di dalam konstelasi politik global. Di dalam
gelombang globalisasi konsteilasi politik mengarah pada kerangka multipoler.
Perdagangan misalnya tidak lagi bersifat hubungan dua negara tetapi dengan berbagai
Negara.
v. Saling menguatnya hubungan antar negara yang berarti semakin kuatnya saling
ketergantungan.
vi. Globalisasi menonjolkan permainan-permainan baru dalam kehidupan masyarakat, yaitu
aktor-aktor non pemerintahan, atau disebut Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
vii. Lahirnya isu baru dalam agenda hubungan internasional misalnya tentang hak asasi
manusia.
3. Tantangan Masa Depan Dalam Gelombang Globalisasi
Beberapa yang menjadi tantangan besar dan bersama, mengutip pendapat Tilaar, yang
diakibatkan gelombang globalisasi adalah sebagai berikut:
i. Program melawan kemiskinan. Globalisasi bukan hanya memberikan banyak nilai positf
tetapi juga dapat mengakibatkan semakin miskinnya negara-negara yang sumber daya
manusianya rendah, serta kurangnya sumber daya alam.
ii. Memperjuangkan dan melaksanakan Hak Asasi Manusia. Gelombang globalisasi dapat
saja mengijak-injak hak asasi manusia apabila motif yang mendasari perubahan sosial dan
ekonomi semata-mata berdasarkan profit.
iii. Menciptakan dan memelihara tatanan dunia yang aman. Perdangangan bebas, hak asasi
tidak dapat dilakukan di dalam negara yang kacau.
iv. Perlu diwujudkan tatanan ekonomi dan keuangan yang baru. Lembaga-lembaga ekonomi
dan keuangan lama yang dilahirkan pada masa perang dingin serta tatanan dunia yang
lama, seperti badan-badan IMF, World bank, WTO, perlu ditata kembali supaya lebih sesuai
dengan tuntutan hidup internasional yang baru.
v. Melindungi dan memelihara planet bumi sebagai satu-satunya tempat kehidupan bersama
manusia. Oleh kerena itu tanggung jawab ekosistem merupakan tanggung jawab bersama
masyarakat dunia.
vi. Kerja sama regional perlu dikembangkan dalam rangka kerja sama internasional.
Implikasi Globalisasi terhadap Identitas Nasional
Identitas nasional dan globalisasi merupakan kedua hal yang saling bertolak
belakang.Bahkan adanya globalisasi dapat menlunturkan bahkan perlahan-lahan
menghilangkan identitas nasional suatu negara, terutama pada Negara- Negara
berkembang termasuk Indonesia.Munculnya arus globalisme bagi sebuah Negara yang
sedang berkembang akan mengancam eksistensinya sebagai sebuah bangsa. Sebagai
bangsa yang masih dalam tahap berkembang kita memang tidak suka dengan globalisasi
tetapi kita tidak bisa menghindarinya.Globalisasi harus kita jalani ibarat kita menaklukan
seekor kuda liar kita yang berhasil menunggangi kuda tersebut atau kuda tersebut yang
malah menunggangi kita.Mampu tidaknya kita menjawab tantangan globalisasi adalah
bagaimana kita bisa memahami dan malaksanakan Pancasila dalam setiap kita berpikir dan
bertindak.
Salah satu isu penting yang mengiringi gelombang globalisasi adalah munculnya wacana
multikulturisme. Multikulturisme adalah kesediaan menerima kelompok lain secara sama
sebagai kesatuan tanpa memedulikan perbedaan budaya, etnik, gender, bahasa maupun
agama. Gerakan multicultural muncul pertama kali di Kanada dan Australia sekitar 1950-
an.
Multikultural menjadi semacam respon kebijakan baru dalam keragaman.dengan kata lain,
adanya komunitas yang berbeda saja tidak cukup, karena yang terpenting adalah
komunitas tersebut diperlukan sama oleh warga Negara maupan Negara.
Karakter masyarakat multikultur adalah toleran. Mereka hidup dalam semangat peacepul
co-existace, hidup berdampingan secara damai. Dalam perspektif multikulturisme, baik
individu maupun kelompok hidup dalam societal cohesion tanpa kehilangan identitas etnik
dan kultur mereka.Ini adalah harapan kita semua, bagaimana kita dapat mengadopsi nilai
dan budaya dari luar yang baik bagi bangsa ini serta adanya badan pengawasan serta
pengembangan budaya asli Indonesia dari Pemerintah, jangan sampai budaya tersebut
menjadi terkikis dan hilang dari masyarakatnya sendiri, akibat dari arus globalisasi yang
begitu
Hakikat kemerdekaan suatu negara akan tampak disaat negara itu dapat menghargai dan
menjunjung tinggi nilai-nilai budayanya sendiri, dan selalu membuka diri terhadap nilai
positif dari luar baik itu yang berbentuk budaya, ekonomi, politik, dan lain-lain.
Keberagaman adalah suatu berkah dari Pengatur Alam Semesta ini, dan sebagai suatu
bangsa yang beragama kita seharusnya dapat menghargai keberagaman global serta dapat
memilih serta memilah yang terbaik untuk diterpakan di Negara tercinta Republik
Indonesia.
http://daniumar20.blogspot.com/2012/03/identitas-nasional-dan-globalisasi.html
Keterkaitan Identitas Nasional dengan Integrasi Nasional Indonesia
Berbagai peristiwa sejarah di negeri ini telah menunjukkan bahwa hanya
persatuan dan kesatuanlah yang membawa negeri Indonesia ini menjadi
negeri yang besar. Besarnya kerajaan Sriwijaya dan Majapahit tidaklah
mengalami proses kejayaan yang cukup lama, karena pada waktu itu
persatuan cenderung dipaksakan melalui ekspansi perang dengan
menundukkan Negara- Negara tetangga.
Sangat berbeda dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus
1945 yang sebelum proklamasi tersebut telah didasari keinginan kuat dari
seluruh elemen bangsa Indonesia untuk bersatu dengan mewujudkan satu
cita-cita yaitu bertanah air satu tanah air Indonesia, berbangsa satu bangsa
Indonesia dan menggunakan bahasa melayu sebagai bahasa persatuan
(Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928).
Dilihat dari banyak ragamnya suku, bangsa, ras, bahasa dan corak budaya
yang ada membuat bangsa ini menjadi rentan pergesekan, oleh karena itu
para pendiri Indonesia telah menciptakan Pancasila sebagai dasar bernegara.
Dilihat dari bentuknya Pancasila merupakan pengalaman sejarah masa
lalu untuk menuju sebuah cita-cita yang luhur. Pancasila dilambangkan
seekor burung Garuda yang mana burung tersebut dalam kisah pewayangan
melambangkan anak yang berjuang mencari air suci untuk ibunya,
sedangkan pita bertuliskan Bhineka Tunggal Ika berartikan berbeda tetapi
tetap satu. Kemudian tergantung di dada burung tersebut sebuah perisai
yang mana biasanya perisai adalah alat untuk menahan serangan perang
pada jaman dulu, jadi kalau diartikan untuk menjaga integritas bangsa
Indonesia baik itu ancaman dari dalam maupun dari luar yaitu dengan
menggunakan perisai yang didalam nya terkandung lima sila.
Dalam pidato bahasa Inggris di Washington Sukarno telah mendapatkan
apresiasi yang luar biasa dari bangsa Amerika yang mana Sukarno pada
waktu itu mengenalkan ideologi Indonesia yaitu Pancasila. Panca berarti
Lima dan sila berarti landasan atau dasar yang mana dasar pertama Negara
Indonesia ini dalah berdasar Ketuhanan, kedua berdasar Kemanusiaan,
ketiga persatuan , dan keempat adalah demokrasi, serta kelima adalah
keadilan social.
Seringkali bangsa kita ini mengalami disintegrasi dan kemudian bersatu
kembali konon kata beberapa tokoh adalah berkat kesaktian Pancasila.
Sampai pemerintah juga menetapkan hari kesaktian pancasila tanggal 1
Oktober. Hal ini menunjukan bahwa sebenarnya Pancasila hingga saat ini
masih kuat relevansinya bagi sebuah ideology Negara seperti Indonesia ini.
Untuk itu dengan perkataan lain, dapat dikatakan bahwa hakikat identitas
asional kita sebagai bangsa di dalam hidup dan kehidupan berbangsa dan
bernegara adalah Pancasila yang aktualisasinya tercermin dalam berbagai
penataan kehidupan kita dalam arti luas, misalnya dalam Pembukaan beserta
UUD kita, sistem pemerintahan yang diterapkan, nilai-nilai etik, moral,
tradisi, bahasa, mitos, ideologi, dan lain sebagainya yang secara normatif
diterapkan di dalam pergaulan, baik dalam tataran nasional maupun
internasional. http://stiebanten.blogspot.com/2011/06/keterkaitan-identitas-nasional-
dengan.html
Identitas nasional bangsa Indonesia
Kelompok III
Sitti julhaja (910312906211.015)
Siti karyawati (910312906211.024)
Isra (910312906211. 039)
PROGRAM STUDI S-1 GIZI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIK) AVICENNA
KENDARI
2012
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi allah SWT, pencipta alam semesta yang masih member kesempatan dan
kekuatan sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah ini denan semaksimal mngkin.
Salawar dan salam selalu tercurahkan atas junjungan Nabi Muhamad SAW yang menjadi
teladah dalam kehidupan ini.
Tugas dalam hal ini makalah yang berjudul “Identitas Nasional Bangsa Indonesia” dapat
disusun karena atas bimbingan, arahan dan masukan dari semua pihak terutama dosen
pembimbing mata kuliah kewarganegaraan, sehingga tak lupa kami ucapkan banyak terima
kasih.
Tiada gading yang tak retak, tiada manusia yang luput dari kekhilafan. Kami menyadari
bahwa tugas dalam hal ini makalah masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
dengan tidak mengurangi rasa hormat penulis, maka penulis ingin membutukan saran,
kritik dan masukan dari para pembaca dan pendengar yang sifatnya membangun agar
pembuatan makalah ini selanjutnya mampu mengurangi kesalahan-kesalahan yang penulis
buat sehingga menjadikan motivasi dalam pembuatan makalah ini.
Wassalamu Alaikum Wr.Wb.
Kendari, februari 2012
penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
a. Pengertian identitas nasional
b. Hakekat bangsa dan Negara
c. Unsur-unsur identitas nasional
d. Keterkaitan globalisasi dengan identitas nasional
e. Keterkaitan integritas identitas nasional
f. Revitalisasi pancasila sebagai pemberdayaan identitas nasional
1.3 Tujuan
1.4 Batasan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Identitas Nasional
2.2 Hakekat Bangsa dan Negara
2.3 Unsur-unsur Identitas Nasional
2.4 Keterkaitan antara Identitas Nasional dengan Globalisasi
2.5 Keterkaitan antara Identitas Nasional dengan Integrasi
2.6 Revitalisasi Pancasila sebagai Identitas Nasional
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Identitas nasional secara terminologis adalah suatu cirri yang dimiliki oleh suatu bangsa
yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa yang lain.Berdasarkan
perngertian yang demikian ini maka setiap bangsa didunia ini akan memiliki identitas
sendiri-sendiri sesuai dengan keunikan,sifat,cirri-ciri serta karakter dari bangsa tersebut.
Berdasarkan hakikat pengertian identitas nasional sebagai mana di jelaskan di atas maka
identitas nasional suatu Bangsa tidak dapat di pisahkan dengan jati diri suatu bangsa atau
lebih populer disebut dengan kepribadian suatu bangsa (Khalis purwanto, 2009).
Bangsa pada hakikatnya adalah sekelompok besar manusia yang mempunyai persamaan
nasib dalam proses sejarahnya,sehingga mempunyai persamaan watak atau karakter yang
kuat untuk bersatu dan hidup bersama serta mendiami suatu wilayah tertentu sebagai
suatu kesatuan nasional (Khalis purwanto, 2009).
Dalam penyusunan makalah ini digunakan untuk mengangkat tema dengan tujuan dapat
membantu mengatasi masalah tentang identitas nasional dan dapat di terapkan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara(Khalis purwanto, 2009).
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang penulis ambil dalam penyusunan makalah ini adalah
1. Pengertian identitas nasional
2. Hakekat bangsa dan Negara
3. Unsur-unsur identitas nasional
4. Keterkaitan identitas nasional dengan globalisasi
5. Revitalisasi pancasila sebagai identitas nasional
6. Keterkaian antara identitas nasionl dengan intergrasi
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian identitas nasional
2. Mengetahui hakekat bangsa dan Negara
3. Mengetahui unsur-unsur identitas nasional
4. mengetahui kaitan antara identitas nasional dengan globalisasi
5. Mengetahui kaitan antaraidentitas nasional dengan intergrasi
6. Mengetahui revitalisasi sebagai identitas nasional
1.4 Batasan masalah
Batasan-batasan masalah hanya membahas tentang :
1. Pengertian identitas nasional
2. Pengertian hakekat bangsa dan Negara
3. Unsur-unsur identitas nasional
4. Kaitan identitas nasional dengan globalisasi
5. Kaitan antara identitas nasional dengan intergasi
6. Revitalisasi pancasila sebagai identitas nasional
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Identitas Nasional
Identity : ciri-ciri, tanda atau jati diri
Term antropologi : identitas adalah sifat khas yang menerangkan dan sesuai dengan
kesadaran diri pribadi, golongan sendiri, kelompok sendiri, atau negara sendiri
(http://blog.unnes.ac.id/karuniayenisusilowaty/2011/10/20/pengertian -identitas-nasional/ :
Karunia Yeni Susilawaty, Oktober 20, 2011).
Istilah “identitas nasional” secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu
bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain.
Berdasarkan pengertian yang demikian ini maka setiap bangsa di dunia ini akan memiliki
identitas sendidri-sendiri sesuai dengan keunikan, sifat, cirri-ciri serta karakter dari bangsa
tersebut. Jadi Identitas nasional adalah sebuah kesatuan yang terikat dengan wilayah dan
selalu memiliki wilayah (tanah tumpah darah mereka sendiri), kesamaan sejarah, sistim
hukum/perundang undangan, hak dan kewajiban serta pembagian kerja berdasarkan
profesi (Ismaun, 1981: 6).
Nasional merupakan identitas yang melekat pada kelompok- kelompok yang lebih besar
yang diikat oleh kesamaan-kesamaan, baik fisik seperti budaya, agama, dan bahasa
maupun non fisik, seperti keinginan,cita-cita dan tujuan. Jadi adapun pengertian identitas
sendiri adalah ciri-ciri, tanda-tanda, jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu
yang bisa membedakannya (Ismaun, 1981: 6).
Identitas nasional pada hakikatnya merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh
dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan suatu bangsa dengan ciri-ciri khas.
Dengan ciri-ciri khas tersebut, suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam hidup dan
kehidupannya (Ismaun, 1981: 6).
Diletakkan dalam konteks Indonesia, maka Identitas Nasional itu merupakan manifestasi
nilai-nilai budaya yang sudah tumbuh dan berkembang sebelum masuknya agama-agama
besar di bumi nusantara ini dalam berbagai aspek kehidupan bdari ratusan suku yang
kemudian dihimpun dalam satu kesatuan Indonesia menjadi kebudayaan Nasional dengan
acuan Pancasila dan roh Bhinneka Tunggal Ika sebagai dasar dan arah pengembangannya
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Demikian pula hal ini juga sangat ditentukan oleh proses bagaimana bangsa tersebut
terbentuk secara historis. Berdasarkan hakikat pengertian “identitas nasional”
sebagaimana dijelaskan di atas maka identitas nasional suatu bangsa tidak dapat
dipisahkan dengan jati diri suatu bangsa atau lebih populer disebut sebagai kepribadian
suatu bangsa (Ismaun, 1981: 6).
Pengertian kepribadian suatu identitas sebenarnya pertama kali muncul dari pakar
psikologi. Manusia sebagai individu sulit dipahami jika terlepas dari manusia lainnya. Oleh
karena itu manusia dalam melakukan interaksi dengan individu lainnya senantiasa
memiliki suatu sifat kebiasaan, tingkah laku, serta karakter yang khas yang membedakan
manusia tersebut dengan manusia lainnya. Namun demikian pada umumnya pengertian
atau istilah kepribadian sebagai suatu identitas adalah keseluruhan atau totalitas dari
faktor-faktor biologis, psikologis dan sosiologis yang mendasari tingkah laku individu.
Tingkah laku tersebut terdidri atas kebiasaan,sikap, sifat-sifat serta karakter yang berada
pada seseorang sehingga seseorang tersebut berbeda dengan orang yang lainnya. Oleh
karena itu kepribadian adalah tercermin pada keseluruhan tingkah laku seseorang dalam
hubungan dengan manusia lain (Ismaun, 1981: 6).
2.2 Hakekat Bangsa dan Negara
2.1.1 Hakekat Bangsa
Bangsa (nation) atau nasional, nasionalitas atau kebangsaan, nasionalisme atau paham
kebangsaan, semua istilah tersebut dalam kajian sejarah terbukti mengandung konsep-
konsep yang sulit dirumuskan, sehingga para pakar di bidang Politik, Sosiologi, dan
Antropologi pun sering tidak sependapat mengenai makna istilah-istilah tersebut. Selain
istilah bangsa, dalam bahasa Indonesia, kita juga menggunakan istilah nasional,
nasionalisme yang diturunkan dari kata asing “nation” yang bersinonim dengan kata
bangsa. Tidak ada rumusan ilmiah yang bisa dirancang untuk mendefinisikan istilah bangsa
secara objektif, tetapi fenomena kebangsaan tetap aktual hingga saat ini (Khalis Purwanto,
2009).
Dalam kamus ilmu Politik dijumpai istilah bangsa, yaitu “natie” dan “nation”, artinya
masyarakat yang bentuknya diwujudkan oleh sejarah yang memiliki unsur sebagai berikut :
1. Satu kesatuan bahasa ;
2. Satu kesatuan daerah ;
3. Satu kesatuan ekonomi ;
4. Satu Kesatuan hubungan ekonomi ;
5. Satu kesatuan jiwa yang terlukis dalam kesatuan budaya.
Istilah natie (nation) mulai populer sekitar tahun 1835 dan sering diperdebatkan,
dipertanyakan apakah yang dimaksud dengan bangsa?, salah satu teori tentang bangsa
sebagai berikut :
a. Teori Ernest Renan
Pembahasan mengenai pengertian bangsa ditemukan pertama kali oleh Renest Renan
tanggal 11 maret 1982, yang dimaksud oleh bangsa adalah jiwa asas kerohanian yang
timbul dari: kemuliaan berssama diwaktu lampau, yang merupakan aspek historis,
keinginan untuk hidup bersama (le desir de vivre ensemble) diwaktu sekarang yang
merupakan aspek solidaritas, dalam bentuk dan besarnya tetap mempergunakan warisan
masa lampau, baik untuk kini dan yang akan datang.
Lebih lanjut Ernest Renan “mengatakan bahwa hal penting merupakan syarat mutlak
adanya bangsa adalah plebisit, yaitu suatu hal yang memerlukan persetujuan bersama
pada waktu sekarang, yang mengandung hasrat untuk mau hidup bersama dengan
kesediaan memberikan pengorbanan-pengorbanan”.
Bila warga bangsa bersedia memberikan pengorbanan bagi eksistensi bangsanya, maka
bangsa tersebut tetap bersatu dalam kelangsungan hidupnya (Rustam E. Tamburaka,
1999 : 82). Titik pangkal dari teori Ernest Renan adalah pada kesadaran moral (conscience
morale), teori ini dapat digolongkan pada Teori Kehendak,
2.1.2 Sifat dan Hakekat Negara
Sifat Negara merupakan suatu keadaan dimana hal tersebut dimiliki agar dapat
menjadikannya suatu Negara yang bertujuan. Sifat-sifat tersebut umumnya mengikat bagi
setiap warga negaranya dan menjadi suatu identitas bagi Negara tersebut.
Sifat suatu Negara terkadang tidaklah sama dengan Negara lainnya, ini tergantung pada
landasan ideologi Negara masing-masing. Namun ada juga beberapa sifat Negara yang
bersifat umum dan dimiliki oleh semua Negara, yaitu: a. Sifat memaksa
Negara merupakan suatu badan yang mempunyai kekuasaan terhadap warga negaranya,
hal ini bersifat mutlak dan memaksa.
b. Sifat monopoli
Negara dengan kekuasaannya tersebut mempunyai hak atas kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya, hal ini menjadi sesuatu yang menjadi landasan untuk menguasai
sepenuhnya kekayaan alam yang terkandung di dalam wilayah Negara tersebut.
c. Sifat mencakup semua
Kekuasaan Negara merupakan kekuasaan yang mengikat bagi seluruh warga negaranya.
Tidak ada satu orang pun yang menjadi pengecualian di hadapan suatu Negara. Tidak
hanya mengikat suatu golongan atau suatu adat budaya saja, tetapi mengikat secara
keseluruhan masyarakat yang termasuk kedalam warga negaranya.
d. Sifat menentukan
Negara memiliki kekuasaan untuk menentukan sikap-sikap untuk menjaga stabilitas
Negara itu. Sifat menentukan juga membuat Negara dapat menentukan secara unilateral
dan dapat pula menuntut bahwa semua orang yang ada di dalam wilayah suatu Negara
(kecuali orang asing) menjadi anggota politik Negara.
Ada pula sifat-sifat yang hanya dimiliki suatu Negara berdasarkan pada landasan ideologi
Negara tersebut, misalnya Negara Indonesia memiliki sifat-sifat yang sesuai dengan
pancasila, yakni:
1. Ketuhanan, ialah sifat-sifat keadaan Negara yang sesuai dengan hakikat Tuhan (yaitu
kesesuaian dalam arti sebab dan akibat)(merupakan suatu nilai-nilai agama).
2. Kemanusiaan adalah sifat-sifat keadaan Negara yang sesuai dengan hakikat manusia.
3. Persatuan yaitu sifat-sifat dan keadaan Negara yang sesuai dengan hakikat satu, yang
berarti membuat menjadi satu rakyat, daerah dan keadaan negara Indonesia sehingga
terwujud satu kesatuan.
4. Kerakyatan yaitu sifat-sifat dan keadaan Negara yang sesuai dengan hakikat rakyat.
5. Keadilan yaitu sifat-sifat dan keadaan Negara yang sesuai dengan hakikat adil
Pengertian sifat-sifat meliputi empat hal yaitu:
1. Sifat lahir, yaitu sejumlah pengaruh yang datang dari luar dan sesuai dengan
pandangan hidup bangsa bangsa Indonesia.
2. Sifat batin atau sifat bawaan Negara Indonesia antara lain berupa unsur-unsur
Negara, yang diantaranya: • Kekuasaan Negara • Pendukung kekuasaan Negara • Rakyat
• Wilayah • Adat istiadat • Agama.
3. Sifat yang berupa bentuk wujud dan susunan kenegaraan Indonesia, yaitu bentuk
Negara Indonesia, kesatuan organisasi Negara dan sistem kedaulatan rakyat.
4. Sifat yang berupa potensi, yaitu kekuatan dan daya dari Negara Indonesia, antara
lain:
Ø Kekuasaan Negara yang berupa kedaulatan rakyat
Ø kekuasaan tugas dan tujuan Negara untuk memelihara keselamatan, keamanan dan
perdamaian.
Ø Kekuasaan Negara untuk membangun, memelihara serta mengembangkan
kesejahteraan dan kebahagiaan.
Ø Kekuasaan Negara untuk menyusun dan mengadakan peraturan perundang-undangan
dan menjalankan pengadilan.
Ø Kekuasaan Negara untuk menjalankan pemerintahan.
Hakikat Negara merupakan salah satu dari bentik perwujudan dari sifat-sifat Negara yang
telah dijelaskan di atas. Ada beberapa teori tentang hakekat Negara, diantaranya:
a. Teori Sosiologis
Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, kebutuhan antar
individu tersebut membentuk suatu masyarakat. Di dalam ruang lingkup masyarakat
terdapat banyak kepentingan individu yang saling berkaitan satu sama lain dan tidak
jarang pula saling bertentangan.
Maka manusia harus dapat beradaptasi dengan baik untuk menyesuaikan kepentingan-
kepentingannya agar dapat hidup dengan rukun.
b. Teori Yuridis
1. Patriarchaal
Teori yang menganut asas kekeluargaan, dimana terdapat satu orang yang bijaksana dan
kuat yang dijadikan sebagai kepala keluarga.
2. Patriamonial
Raja mempunyai hak sepenuhnya atas daerah kekuasaannya, dan setiap orang yang berada
di wilayah tersebut haru tunduj terhadap raja tersebut.
3. Perjanjian
Raja mengadakan perjanjian dengan masyarakatnya untuk melindungi hak-hak masyarakat
itu, dan jika hal tersebut tidak dilakukan maka masyarakat dapat meminta pertanggung
jawaban raja.
2.3 Unsur-Unsur Identitas Nasional
Identitas Nasional Indonesia merujuk pada suatu bangsa yang majemuk. Ke-majemukan itu
merupakan gabungan dari unsur-unsur pembentuk identitas, yaitu suku bangsa, agama,
kebudayaan, dan bahasa:
a. Suku Bangsa: adalah golongan sosial yang khusus yang bersifat askriptif (ada sejak l
hir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat
banyak sekali suku bangsa atau kclompok etnis dengan tidak kurang 300 dialek bahasa.
b. Agama: bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang agamis. Agama-agama
yang tumbuh dan berkembang di Nusantara adalah agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu,
Buddha, dan Kong Hu Cu. Agama Kong Hu Cu pada masa Orde Baru tidak diakui sebagai
agama resmi negara, tetapi sejak pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, istilah
agama resmi negara dihapuskan.
c. Kebudayaan: adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang isinya adalah
perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh
pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi
dan digunakan sebagai rujukan atau pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan
benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.
d. Bahasa: merupakan unsur pendukung identitas nasional yang lain. Bahasa dipahami
sebagai sistem perlambang yang secara arbitrer dibentuk atas unsur-unsur bunyi ucapan
manusia dan yang digunakan sebagai sarana berinteraksi antar manusia.
Dari unsur-unsur identitas Nasional tersebut dapat dirumuskan pembagian Identitas
menjadi 3 bagian sebagai berikut
1. Identitas Fundamental, yaitu Pancasila yang merupakan Falsafah Bangsa, Dasar
Negara, dan ldeologi Negara.
2. Dentitas Instrumental, yang berisi UUD 1945 dan Tata Perundangannya, Bahasa
Indonesia, Lambang Negara, Bendera Negara, Lagu Kebangsaan “Indonesia Raya”.
3. Identitas Alamiah yang meliputi Negara Kepulauan (archipelago) dan pluralisme
dalam suku, bahasa, budaya, serta agama dan kepercayaan (agama).
2.4 Keterkaitan Globalisasi dengan Identitas Nasional
Globalisasi diartikan sebagai suatu era atau zaman yang ditandai dengan perubahan
tatanan kehidupan dunia akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya
teknologi informasi sehingga interaksi manusia nienjadi sempit, serta seolah-olah dunia
tanpa ruang. Era Globalisasi dapat berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa
Indonesia. Era Globalisasi tersebut mau tidak mau, suka tidak suka telah datang dan
menggeser nilai-nilai yang telah ada. Nilai-nilai tersebut, ada yang bersifat positif ada pula
yang bersifat negatif. Semua ini merupakan ancaman, tantangan, dan sekaligus sebagai
peluang bagi bangsa Indonesia untuk berkreasi dan berinovasi di segala aspek kehidupan.
Di era globalisasi, pergaulan antarbangsa semakin ketat. Batas antarnegara hampir tidak
ada artinya, batas wilayah tidak lagi menjadi penghalang (Kaelan dan Zubaidi.2007).
Di dalam pergaulan antarbangsa yang semakin kental itu, akan terjadi proses akulturasi,
saling meniru, dan saling mempengaruhi di antara budaya masing-masing. Adapun yang
perlu dicermati dari proses akulturasi tersebut, apakah dapat melunturkan tata nilai yang
merupakan jati diri bangsa Indonesia?
Lunturnya tata nilai tersebut biasanya ditandai oleh dua faktor, yaitu:
1. Semakin menonjolnya sikap individualistis, yaitu mengutamakan kepentingan pribadi
di atas kepentingan umum, hal ini bertentangan dengan asas gotong-royong; serta.
2. Semakin menonjolnya sikap materialistis, yang berarti harkat dan martabat
kemanusiaan hanya diukur dari hasil atau keberhasilan seseorang dalam memperoleh
kekayaan. Hal ini bisa berakibat bagaimana cara memperolehnya menjadi tidak
dipersoalkan lagi. Apabila hal ini terjadi, berarti etika dan moral telah dikesampingkan.
Arus informasi yang semakin pesat mengakibatkan akses masyarakat terhadap nilai-nilai
asing yang negatif semakin besar. Apabila proses ini tidak segera dibendung, akan
berakibat lebih sering ketika pada puncaknya masyarakat tidak bangga lagi pada bangsa
dan negaranya (Kaelan dan Zubaidi.2007).
Pengaruh negatif akibat proses akulturasi tersebut dapat merongrong nilai-nilai yang telah
ada di dalam masyarakat. Jika semua ini tidak dapat dibendung, akan mengganggu
ketahanan di segala aspek kehidupan, bahkan akan mengarah pada kredibilitas sebuah
ideologi. Untuk membendung arus globalisasi yang sangat deras tersebut, harus
diupayakan suatu kondisi (konsepsi) agar ketahanan nasional dapat terjaga, yaitu dengan
cara membangun sebuah konsep nasionalisme kebangsaan yang mengarah kepada konsep
Identitas Nasional (Kaelan dan Zubaidi.2007).
Dengan adanya globalisasi, intensitas hubungan masyarakat antara satu negara dengan
negara yang lain menjadi semakin tinggi. Dengan demikian, kecenderungan munculnya
kejahatan yang bersifat transnasional semakin sering terjadi. Kejahatan-kejahatan
tersebut, antara lain terkait dengan masalah narkotika, pencucian uang (money laundring),
peredaran dokumen keimigrasian palsu, dan terorisme. Masalah-masalah tersebut
berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa yang selama ini dijunjung tinggi. Hal ini
ditunjukkan dengan semakin merajalelanya peredaran narkotika dan psikotropika sehingga
sangat merusak kepribadian dan moral bangsa, khususnya bagi generasi penerus bangsa.
Jika hal tersebut tidak dapat dibendung, akan mengganggu terhadap ketahanan nasional di
segala aspek kehidupan, bahkan akan menyebabkan lunturnya nilai-nilai Identitas
Nasional. Identitas Nasional merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan
berkembang dalam berbagai aspek kehidupan dari ratusan suku yang “dihimpun” dalam
satu kesatuan Indonesia menjadi kebudayaan nasional dengan acuan Pancasila dan roh
“Bhinneka Tunggal Ika” sebagai dasar dan arah pengembangannya.
Unsur-unsur pembentuk Identitas Nasional adalah Suku bangsa, Agama, Kebudayaan, dan
bahas (Kaelan dan Zubaidi, 2007).
Selama ini masyarakat Indonesia masih bingung dengan identitas bangsanya. Agar dapat
memahaminya, pertama-tama harus dipahami terlebih dulu arti Identitas Nasional
Indonesia. Identitas berarti ciri-ciri, sifat-sifat khas yang melekat pada suatu hal sehingga
menunjukkan suatu keunikkannya serta membedakannya dengan hal-hal lain. Nasional
berasal dari kata nasion yang memiliki arti bangsa, menunjukkan kesatuan komunitas
sosio-kultural tertentu yang memiliki semangat, cita-cita, tujuan serta ideologi bersama.
Jadi, yang dimaksud dengan Identitas Nasional Indonesia adalah ciri-ciri atau sifat-sifat
khas bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain di
dunia.Uraiannya mencakup :
1. Identitas manusia Manusia merupakan makhluk yang multidimensional, paradoksal
dan monopluralistik. Keadaan manusia yang multidimensional, paradoksal dan sekaligus
monopluralistik tersebut akan mempengaruhi eksistensinya. Eksistensi manusia selain
dipengaruhi keadaan tersebut juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianutnya atau
pedoman hidupnya. Pada akhirnya yang menentukan identitas manusia baik secara
individu maupun kolektif adalah perpaduan antara keunikan-keunikan yang ada pada
dirinya dengan implementasi nilai-nilai yang dianutnya.
2. Identitas nasionalIdentitas nasional Indonesia bersifat pluralistik (ada
keanekaragaman) baik menyangkut sosiokultural atau religiositas. – Identitas fundamental/
ideal = Pancasila yang merupakan falsafah bangsa.- Identitas instrumental = identitas
sebagai alat untuk menciptakan Indonesia yang dicita-citakan. Alatnya berupa UUD 1945,
lambang negara, bahasa Indonesia, dan lagu kebangsaan.- Identitas religiusitas =
Indonesia pluralistik dalam agama dan kepercayaan.- Identitas sosiokultural = Indonesia
pluralistik dalam suku dan budaya.- Identitas alamiah = Indonesia merupakan negara
kepulauan terbesar di dunia.
3. Nasionalisme Indonesia Nasionalime merupakan situasi kejiwaan dimana kesetiaan
seseorang secara total diabdikan langsung kepada negara bangsa. Nasionalisme sangat
efektif sebagai alat merebut kemerdekaan dari kolonial. Nasionalisme menurut Soekarno
adalah bukan yang berwatak chauvinisme, bersifat toleran, bercorak ketimuran, hendaknya
dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila.
4. Integratis Nasional Menurut Mahfud M.D integrai nasional adalah pernyataan
bagian-bagian yang berbeda dari suatu masayarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih
untuh , secara sederhana memadukan masyarakat-masyarakat kecil yang banyak
jumlahnya menjadi suatu bangsa. Untuk mewujudkan integrasi nasional diperlukan
keadilan, kebijaksanaan yang diterapkan oleh pemerintah dengan tidak membersakan SAR.
Ini perlu dikembangkan karena pada hakekatnya integrasi nasional menunjukkan tingkat
kuatnya kesatuan dan persatuan bangsa.KesimpulanIdentitas Nasional Indonesia adalah
sifat-sifat khas bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain di
dunia. Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa, agama dan pulau-pulau yang
dipisahkan oleh lautan. Oleh karena itu, nilai-nilai yang dianut masyarakatnya pun
berbeda-beda. Nilai-nilai tersebut kemudian disatupadukan dan diselaraskan dalam
Pancasila. Nilai-nilai ini penting karena merekalah yang mempengaruhi identitas bangsa.
Oleh sebab itu, nasionalisme dan integrasi nasional sangat penting untuk ditekankan pada
diri setiap warga Indonesia agar bangsa Indonesia tidak kehilangan identitas.
Kebudayaan nasional adalah kebudayaan yang diakui sebagai identitas nasional. Definisi
kebudayaan nasional menurut TAP MPR No.II tahun 1998, yakni: Kebudayaan nasional
yang berlandaskan Pancasila adalah perwujudan cipta, karya dan karsa
bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk
mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk memberikan
wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan
bangsa. Dengan demikian Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang
berbudaya.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Wujud, Arti dan Puncak-Puncak
Kebudayaan Lama dan Asli bai Masyarakat Pendukukungnya, Semarang: P&K, 199.
kebudayaan nasional dalam pandangan Ki Hajar Dewantara adalah
“puncak-puncak dari kebudayaan daerah”.
Kutipan pernyataan ini merujuk pada paham kesatuan makin dimantapkan, sehingga
ketunggalikaan makin lebih dirasakan daripada kebhinekaan. Wujudnya berupa negara
kesatuan, ekonomi nasional, hukum nasional, serta bahasa nasional. Definisi yang
diberikan oleh Koentjaraningrat dapat dilihat dari peryataannya:
“yang khas dan bermutu dari suku bangsa mana pun asalnya, asal bisa mengidentifikasikan
diri dan menimbulkan rasa bangga, itulah kebudayaan nasional”. Pernyataan ini merujuk
pada puncak-puncak kebudayaan daerah dan kebudayaan suku bangsa yang bisa
menimbulkan rasa bangga bagi orang Indonesia jika ditampilkan untuk mewakili identitas
bersama.Nunus Supriadi, “Kebudayaan Daerah dan Kebudayaan Nasional”.
Pernyataan yang tertera pada GBHN tersebut merupakan penjabaran dari UUD 1945 Pasal
32. Dewasa ini tokoh-tokoh kebudayaan Indonesia sedang mempersoalkan eksistensi
kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional terkait dihapuskannya tiga kalimat
penjelasan pada pasal 32 dan munculnya ayat yang baru. Mereka mempersoalkan adanya
kemungkinan perpecahan oleh kebudayaan daerah jika batasan mengenai kebudayaan
nasional tidak dijelaskan secara gamblang(Kaelan dan Zubaidi, 2007).
Sebelum di amandemen, UUD 1945 menggunakan dua istilah untuk mengidentifikasi
kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional. Kebudayaan bangsa, ialah kebudayaan-
kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagi puncak-puncak di daerah-daerah di seluruh
Indonesia, sedangkan kebudayaan nasional sendiri dipahami sebagai kebudayaan angsa
yang sudah berada pada posisi yang memiliki makna bagi seluruh bangsa Indonesia. Dalam
kebudayaan nasional terdapat unsur pemersatu dari Banga Indonesia yang sudah sadar
dan menglami persebaran secara nasional. Di dalamnya terdapat unsur kebudayaan bangsa
dan unsur kebudayaan asing, serta unsur kreasi baru atau hasil invensi nasional.
2.5 Keterkaitan Integrasi Nasional Indonesia dan Identitas Nasional
Masalah integrasi nasional di Indonesia sangat kompleks dan multidimensional. Untuk
mewujudkannya, diperlukan keadilan dalam kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah
dengan tidak membedakan ras, suku, agama, bahasa, dan sebagainya. Sebenarnya, upaya
mcmbangun keadilan, kesatuan, dan persatuan bangsa merupakan bagian dari upaya
membangun dan membina stabilitas politik. Di samping itu, upaya lainnya dapat dilakukan,
seperti banyaknya keterlibatan pemerintah dalam mcncntukan komposisi dan rnckanisme
parlemen. Dengan demikian, upaya integrasi nasional dengan strategi yang mantap perlu
terus dilakukan agar terwujud integrasi bangsa Indonesia yang diinginkan. Upaya
pembangunan dan pembinaan integrasi nasional ini perlu karena pada hakikatnya integrasi
nasional menunjukkan kckuatan persatuan dan kesaluan bangsa yang diinginkan. Pada
akhirnya, persatuan dan kesatuan bangsa inilah yang dapat lebih menjamin terwujudnya
negara yang makmur, aman. dan tentram. Konflik yang terjadi di Aceh, Ambon, Kalimantan
Barat, dan Papua merupakan cermin belum terwujudnya integrasi nasional yang
diharapkan. Adapun keterkaitan integrasi nasional dengan Identitas Nasional adalah
bahwa adanya integrasi nasional dapat menguatkan akar dari Identitas Nasional yang
sedang dibangun(Kaelan dan Zubaidi, 2007).
2.6 Revitalisasi Pancasila Sebagai Pemberdayaan Identitas Nasional
Suatu bangsa harus memiliki identitas nasional dalam pergaulan internasional. Tanpa
national identity, maka bangsa tersebut akan terombang-ambing mengikuti ke mana angin
membawa. Dalam ulang tahunnya yang ke-62, bangsa Indonesia dihadapkan pada
pentingnya menghidupkan kembali identitas nasional secara nyata dan operatif.Identitas
nasional kita terdiri dari empat elemen yang biasa disebut sebagai konsensus nasional.
Konsensus dimaksud adalah Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika.
Revitalisasi Pancasila harus dikembalikan pada eksistensi Pancasila sebagai ideologi
bangsa dan negara. Karena ideologi adalah belief system, pedoman hidup dan rumusan
cita-cita atau nilai-nilai (Sergent, 1981), Pancasila tidak perlu direduksi menjadi slogan
sehingga seolah tampak nyata dan personalistik. Slogan seperti “Membela Pancasila
Sampai Mati” atau “Dengan Pancasila Kita Tegakkan Keadilan” menjadikan Pancasila
seolah dikepung ancaman dramatis atau lebih buruk lagi, hanya dianggap sebatas
instrument tujuan. Akibatnya, kekecewaan bisa mudah mencuat jika slogan-slogan itu tidak
menjadi pantulan realitas kehidupan masyarakat.
Karena itu, Pancasila harus dilihat sebagai ideologi, sebagai cita-cita. Maka secara
otomatis akan tertanam pengertian di alam bawah sadar rakyat, pencapaian cita- cita,
seperti kehidupan rakyat yang adil dan makmur, misalnya, harus dilakukan bertahap.
Dengan demikian, kita lebih leluasa untuk merencanakan aneka tindakan guna mencapai
cita-cita itu.
Selain perlunya penegasan bahwa Pancasila adalah cita-cita, hal penting lain yang
dilakukan untuk merevitalisasi Pancasila dalam tataran ide adalah mencari maskot. Meski
dalam hal ini ada pandangan berbeda karena dengan memeras Pancasila berarti menggali
kubur Pancasila itu sendiri, namun dari sisi strategi kebudayaan adalah tidak salah jika kita
mengikuti alur pikir Soekarno, jika perlu Pancasila diperas menjadi ekasila, Gotong
Royong. Mungkin inilah maskot yang harus dijadikan dasar strategi kebudayaan guna
penerapan Pancasila. Pendeknya, ketika orang enggan menyebut dan membicarakan
Pancasila, Gotong Royong dapat dijadikan maskot dalam rangka revitalisasi Pancasila
(Syarbani Syahrial, Wahid Aliaras,2006).
Meski dalam hal ini ada pandangan berbeda karena dengan memeras Pancasila berarti
menggali kubur Pancasila itu sendiri, namun dari sisi strategi kebudayaan adalah tidak
salah jika kita mengikuti alur pikir Soekarno, jika perlu Pancasila diperas menjadi ekasila,
Gotong Royong. Mungkin inilah maskot yang harus dijadikan dasar strategi kebudayaan
guna penerapan Pancasila. Pendeknya, ketika orang enggan menyebut dan membicarakan
Pancasila, Gotong Royong dapat dijadikan maskot dalam rangka revitalisasi Pancasila
(Syarbani Syahrial, Wahid Aliaras,2006).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Identitas Nasional adalah sebuah kesatuan yang terikat oleh wilayah dan selalu memiliki
wilayah (tanah tumpah darah mereka sendiri), kesamaan sejarah system hokum/perundang
– undangan, hak dan kewaiban serta pembagian kerja berdasarkan profesi.
Hakekat Bangsa adalah sekelompok manusia yang mempunyai persamaan nasib dalam
proses sejarahnya, sehingga mempunyai persamaan watak yang kuat untuk bersatu dan
hidup bersama serta mendiami suatu wilayah sebagai suatu “kesatuan nasional”.
Hakekat Negara adalah merupakan suatu wilayah dimana terdapat sekelompok manusia
melakukan kegiatan pemerintahan.
Identitas nasional adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang terkandung
unsur-unsur pembentuk seperti suku bangsa, agama, kebudayaan, dan bahasa. Dalam era
globalisasi tatantangan kita dalam mempertahankan identitas kt sangat berat karena mulai
berkurangnya nilai-nilai yang berada di dalam masyarakat.
Diera Globalisasi seperti sekarang ini Identitas Nasional merupakan hal yang harus
diperhatikan, karena Identitas Nasional merupaka hal yang membuat bertahan atau
tidaknya ciri khas dan karakteristik suatu bangsa yang seharusnya menjadi kebanggan
bangsa itu sendiri karena, Identita Nasional merupakan salah satu senjata untuk bersaing
kearah yang lebih positif diera Globalisasi ini.
3.2 Saran
Dengan membaca makalah ini, pembaca disarankan agar bisa mengambil manfaat tentang
pentingnya identitas nasional bagi bangsa dan negara Indonesia dan diharapkan dapat
diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara
dapat berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Ismaun Chaplien77.blospot.com/1981/07/pengertian dan hakikat-bangsa.html
Kaelan dan Zubaidi.2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta:Paradigma, Edisi
pertama.
Karunia Yeni Susilawaty. 2011. http://blog.unnes.ac.id/ karuniayenisusilowaty
/2011/10/20/pengertian -identitas-nasional/
M. Khalis Purwanto , MM. 2009. Pancasila Sebagai Ideologi Nasional.
Syarbani Syahrial, Wahid Aliaras. 2006. Membangun Karakter dan Kepribadian melalui
Pendidikan Kewarganegaraan, UIEU – University Press
Rustam E. Tamburaka, 1999 : 82. http://id.shvoong.com/social-sciences/1747413-identitas-
nasional-indonesia/#ixzz1nAEkeHOF
http://irmairayanti.blogspot.com/2012/02/identitas-nasional.html
IDENTITAS NASIONAL
PENDAHULUAN
Pada hakikatnya manusia hidup tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, manusia
senantiasa membutuhkan orang lain. Pada akhirnya manusia hidup secara berkelompok-
kelompok. Manusia dalam bersekutu atau berkelompok akan membentuk suatu organisasi
yang berusaha mengatur dan mengarahkan tercapainya tujuan hidup yang besar. Dimulai
dari lingkungan terkecil sampai pada lingkungan terbesar. Pada mulanya manusia hidup
dalam kelompok keluarga. Selanjutnya mereka membentuk kelompok lebih besar lagi
sperti suku, masyarakat dan bangsa. Kemudian manusia hidup bernegara. Mereka
membentuk negara sebagai persekutuan hidupnya. Negara merupakan suatu organisasi
yang dibentuk oleh kelompok manusia yang memiliki cita-cita bersatu, hidup dalam daerah
tertentu, dan mempunyai pemerintahan yang sama. Negara dan bangsa memiliki
pengertian yang berbeda. Apabila negara adalah organisasi kekuasaan dari persekutuan
hidup manusia maka bangsa lebih menunjuk pada persekutuan hidup manusia itu sendiri.
Di dunia ini masih ada bangsa yang belum bernegara. Demikian pula orang-orang yang
telah bernegara yang pada mulanya berasal dari banyak bangsa dapat menyatakan dirinya
sebagai suatu bangsa. Baik bangsa maupun negara memiliki ciri khas yang membedakan
bangsa atau negara tersebut dengan bangsa atau negara lain di dunia. Ciri khas sebuah
bangsa merupakan identitas dari bangsa yang bersangkutan. Ciri khas yang dimiliki negara
juga merupakan identitas dari negara yang bersangkutan. Identitas-identitas yang
disepakati dan diterima oleh bangsa menjadi identitas nasional bangsa.
Dengan perkataan lain, dapat dikatakan bahwa hakikat identitas asional kita sebagai
bangsa di dalam hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah Pancasila yang
aktualisasinya tercermin dalam berbagai penataan kehidupan kita dalam arti luas, misalnya
dalam Pembukaan beserta UUD kita, sistem pemerintahan yang diterapkan, nilai-nilai etik,
moral, tradisi, bahasa, mitos, ideologi, dan lain sebagainya yang secara normatif
diterapkan di dalam pergaulan, baik dalam tataran nasional maupun internasional. Perlu
dikemukaikan bahwa nilai-nilai budaya yang tercermin sebagai Identitas Nasional tadi
bukanlah barang jadi yang sudah selesai dalam kebekuan normatif dan dogmatis,
melainkan sesuatu yang terbuka-cenderung terus menerus bersemi sejalan dengan hasrat
menuju kemajuan yang dimiliki oleh masyarakat pendukungnya. Konsekuensi dan
implikasinyaadalahidentitas nasional juga sesuatu yang terbuka, dinamis, dan dialektis
untuk ditafsir dengan diberi makna baru agar tetap relevan dan funsional dalam kondisi
aktual yang berkembang dalam masyarakat. Krisis multidimensi yang kini sedang melanda
masyarakat kita menyadarkan bahwa pelestarian budaya sebagai upaya untuk
mengembangkan Identitas Nasional kita telah ditegaskan sebagai komitmen konstitusional
sebagaimana dirumuskan oleh para pendiri negara kita dalam Pembukaan, khususnya
dalam Pasal 32 UUD 1945 beserta penjelasannya, yaitu : Kebudayan bangsa ialah
kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budaya rakyat Indonesia seluruhnya.
Kebudayaan lama dan asli terdapat ebagi puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah
seluruh Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju
ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan dengan tidak menolak bahan-bahan baru
dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan
bangsa sendiri serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia “. Kemudian
dalam UUD 1945 yang diamandemen dalam satu naskah disebutkan dalam Pasal 32:
1. Negara memajukan kebudayan Nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan
menjamin kebebasan masyarakat dalam memeliharra dan mengembangkan nilai-nilai
budaya.
2. Negara menghormatio dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya
nasional.
Dengan demikian secara konstitusional, pengembangan kebudayan untuk membina dan
mengembangkan identitas nasional kita telah diberi dasar dan arahnya, terlepas dari apa
dan bagaimana kebudayaan itu dipahami yang dalam khasanah ilmiah terdapat tidak
kurang dari 166 definisi sebagaimana dinyatakan oleh Kroeber dan Klukhohn di tahun
1952.
Pengertian Identitas Nasional
Istilah identitas nasional dapat disamakan dengan identitas kebangsaan. Secara
etimologis , identitas nasional berasal dari kata “identitas” dan “ nasional”. Kata identitas
berasal dari bahasa Inggris identity yang memiliki pengertian harfiah; ciri, tanda atau jati
diri yang melekat pada seseorang, kelompok atau . sesuatu sehingga membedakan dengan
yang lain. Kata “nasional” merujuk pada konsep kebangsaan. Kata identitas berasal dari
bahasa Inggris identiti yang memiliki pengerian harfiah ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri
yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. Jadi,
pegertian Identitas Nsaional adalah pandangan hidup bangsa, kepribadian bangsa, filsafat
pancasila dan juga sebagai Ideologi Negara sehingga mempunyai kedudukan paling tinggi
dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk disini adalah tatanan hukum
yang berlaku di Indonesia, dalam arti lain juga sebagai Dasar Negara yang merupakan
norma peraturan yang harus dijnjung tinggi oleh semua warga Negara tanpa kecuali “rule
of law”, yang mengatur mengenai hak dan kewajiban warga Negara, demokrasi serta hak
asasi manusia yang berkembang semakin dinamis di Indonesia.
Identitas Nasional Indonesia :
1. Bahasa Nasional atau Bahasa Persatuan yaitu Bahasa Indonesia
2. Bendera negara yaitu Sang Merah Putih
3. Lagu Kebangsaan yaitu Indonesia Raya
4. Lambang Negara yaitu Pancasila
5. Semboyan Negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika
6. Dasar Falsafah negara yaitu Pancasila
7. Konstitusi (Hukum Dasar) negara yaitu UUD 1945
8. Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat
9. Konsepsi Wawasan Nusantara
10. Kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai Kebudayaan Nasional
Unsur-Unsur Identitas Nasional
Unsur-unsur pembentuk identitas yaitu:
1. Suku bangsa: adalah golongan sosial yang khusus yang bersifat askriptif (ada sejak
lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat
banyak sekali suku bangsa atau kelompok etnis dengan tidak kurang 300 dialeg bangsa.
2. Agama: bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang agamis. Agama-agama yan
tumbuh dan berkembang di nusantara adalah agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha
dan Kong Hu Cu. Agama Kong H Cu pada masa orde baru tidak diakui sebagai agama
resmi negara. Namun sejak pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid, istilah agama
resmi negara dihapuskan.
3. Kebudayaan: adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk social yang isinya adalah
perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh
pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi
dan digunakan sebagi rujukan dan pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan
benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.
4. Bahasa: merupakan unsure pendukung Identitas Nasonal yang lain. Bahsa dipahami
sebagai system perlambang yang secara arbiter dientuk atas unsure-unsur ucapan manusia
dan yang digunakan sebgai sarana berinteraksi antar manusia.
Dari unsur-unsur Identitas Nasional tersebut dapat dirumuskan pembagiannya menjadi 3
bagian sebagai berikut :
• Identitas Fundamental, yaitu pancasila merupakan falsafah bangsa, Dasar Negara, dan
Ideologi Negara
• Identitas Instrumental yang berisi UUD 1945 dan tata perundangannya, Bahasa
Indonesia, Lambang Negara, Bendera Negara, Lagu Kebangsaan “Indonesia Raya”.
• Identitas Alamiah, yang meliputi Negara kepulauan (Archipelago) dan pluralisme dalam
suku, bahasa, budaya, dan agama, sertakepercayaan.
Menurut sumber lain ( http://goecities.com/sttintim/jhontitaley.html) disebutkan bahwa:
Satu jati diri dengan dua identitas:
1. Identitas Primordial
• Orang dengan berbagai latar belakang etnik dan budaya: jawab, batak, dayak, bugis, bali,
timo, maluku, dsb.
• Orang dengan berbagai latar belakang agama: Islam, Kristen, Khatolik, Hindu, Budha,
dan sebagainya.
2. Identitas Nasional
• Suatu konsep kebangsaan yang tidak pernah ada padanan sebelumnya.
• Perlu diruuskan oleh suku-suku tersebut. Istilah Identitas Nasional secara terminologis
adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa
tersebut dengan bangsa lain.
Eksistensi suatu bangsa pada era globalisasi yang sangat kuat terutama karena pengaruh
kekuasaan internasional. Menurut Berger dalam The Capitalist Revolution, era globalisasi
dewasa ini, ideology kapitalisme yang akan menguasai dunia. Kapitalisme telah mengubah
masyarakat satu persatu dan menjadi sistem internasional yang menentukan nasib ekonomi
sebagian besar bangsa-bangsa di dunia, dan secara tidak langsung juga nasib, social,
politik dan kebudayaan. Perubahan global ini menurut Fakuyama membawa perubahan
suatu ideologi, yaitu dari ideologi partikular kearah ideology universal dan dalam kondisi
seperti ini kapitalismelah yang akan menguasainya. Dalam kondisi seperti ini, negara
nasional akan dikuasai oleh negara transnasional yang lazimnya didasari oleh negara-
negara dengan prinsip kapitalisme. Konsekuensinya, negara-negara kebangsaan lambat
laun akan semakin terdesak. Namun demikian, dalam menghadapi proses perubahan
tersebut sangat tergantung kepada kemampuan bangsa itu sendiri. Menurut Toyenbee,
cirri khas suatu bangsa yang merupakan local genius dalam menghadapi pengaruh budaya
asing akan menghadapi Challence dan response. Jika Challence cukup besar sementara
response kecil maka bangsa tersebut akan punah dan hal ini sebagaimana terjadi pada
bangsa Aborigin di Australia dan bangfsa Indian di Amerika. Namun demikian jika
Challance kecil sementara response besar maka bangsa tersebut tidak akan berkembang
menjadi bangsa yang kreatif. Oleh karena itu agar bangsa Indonesia tetap eksis dalam
menghadapi globalisasi maka harus tetap meletakkan jati diri dan identitas nasional yang
merupakan kepribadian bangsa Indonesia sebagai dasar pengembangan kreatifitas budaya
globalisasi. Sebagaimana terjadi di berbagai negara di dunia, justru dalam era globalisasi
dengan penuh tantangan yang cenderung menghancurkan nasionalisme, muncullah
kebangkitan kembali kesadaran nasional.
Faktor-Faktor Pendukung Kelahiran Identitas Nasional
1. Faktor-faktor yang mendukung kelahiran identitas nasional bangsa Indonesia meliputi:
• Faktor Objektif, yang meliputi faktor geografis-ekologis dan demografis
• Faktor Subjektif, yaitu faktor historis, social, politik, dan kebudayaan yang dimiliki
bangsa Indonesia (Suryo, 2002)
2. Menurut Robert de Ventos, dikutip Manuel Castelles dalam bukunya “The Power of
Identity” (Suryo, 2002), munculnya identitas nasional suatu bangsa sebagai hasil interaksi
historis ada 4 faktor penting, yaitu:
• Faktor primer, mencakup etnisitas, territorial, bahasa, agama, dan yang sejenisnya.
• Faktor pendorong, meliputi pembangunan komunikasi dan teknologi, lahirnya angkatan
bersenjata modern dan pembanguanan lainnya dalam kehidupan bernegara.
• Faktor penarik, mencakup modifikasi bahasa dalam gramatika yang resmi, tumbuhnya
birokrasi, dan pemantapan sistem pendidikan nasional
• Faktor reaktif, pada dasarnya tercakup dalam proses pembentukan identitas nasional
bangsa Indonesia yang telah berkembang dari masa sebelum bangsa Indonesia mencapai
kemerdekaan dari penjajahan bangsa lain.
Faktor pembentukan Identitas Bersama. Proses pembentukan bangsa- negara
membutuhkan identitas-identitas untuk menyataukan masyarakat bangsa yang
bersangkutan. Faktor-faktor yang diperkirakan menjadi identitas bersama suatu bangsa,
yaitu :
• Primordial
• Sakral
• Tokoh
• Bhinneka Tunggal Ika
• Sejarah
• Perkembangan Ekonomi
• Kelembagaan
Faktor-faktor penting bagi pembentukan bangsa Indonesia sebagai berikut
1. Adanya persamaan nasib , yaitu penderitaan bersama dibawah penjajahan bangsa asing
lebih kurang selama 350 tahun
2. Adanya keinginan bersama untuk merdeka , melepaskan diri dari belenggu penjajahan
3. Adanya kesatuan tempat tinggal , yaitu wilayah nusantara yang membentang dari
Sabang sampai Merauke
4. Adanya cita-cita bersama untuk mencapai kemakmuran dan keadilan sebagai suatu
bangsa
Cita- Cita, Tujuan dan Visi Negara Indonesia.
Bangsa Indonesia bercita-cita mewujudkan negara yang bersatu, berdaulat, adil dan
makmur. Dengan rumusan singkat, negara Indonesia bercita-cita mewujudkan masyarakat
Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini sesuai
dengan amanat dalam Alenia II Pembukaan UUD 1945 yaitu negara Indonesia yang
merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur.
Tujuan Negara Indonesia selanjutnya terjabar dalam alenia IV Pembukaan UUD 1945.
Secara rinci sbagai berikut :
1. Melindungi seganap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
2. Memajukan kesejahteraan umum
3. Mencerdaskan Kehidupan bangsa
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan , perdamaian abadi,
dan keadilan sosial
Adapun visi bangsa Indonesia adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai ,
demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri,
beriman, bertakwa dan berahklak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan
lingkungan, mengausai ilmu pengetahuandan teknologi, serta memiliki etos kerja yang
tinggi serta berdisiplin. Setelah tidak adanya GBHN makan berdasarkan Rencana
Pembangunan Jangka mengenah (RPJM) Nasional 2004-2009, disebutkan bahwa Visi
pembangunan nasional adalah :
1. Terwujudnya kehidupan masyarakat , bangsa dan negara yang aman, bersatu, rukun dan
damai.
2. Terwujudnya masyarakat , bangsa dan negara yang menjujung tinggi hukum,
kesetaraan, dan hak asasi manusia.
3. Terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan
penghidupan yang layak serta memberikan fondasi yang kokoh bagi pembangunan yang
berkelanjutan.
Pancasila sebagai Kepribadian dan Identitas Nasional
Bangsa Indonesia sebagai salah satu bangsa dari masyarakat internasional, memilki
sejarah serta prinsip dalam hidupnya yang berbeda dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Tatkala bangsa Indonesia berkembang menujufase nasionalisme modern, diletakanlan
prinsip-prinsip dasar filsafat sebagai suatu asas dalam filsafat hidup berbangsa dan
bernagara. Prinsip-prinsip dasar itu ditemukan oleh para pendiri bangsa yang diangkat dari
filsafat hidup bangsa Indonesia, yang kemudian diabstraksikan menjadi suatu prinsip dasar
filsafat Negara yaitu Pancasila. Jadi, filsafat suatu bangsa dan Negara berakar pada
pandangan hidup yang bersumber pada kepribadiannya sendiri. Dapat pula dikatakan pula
bahwa pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan Negara Indonesia pada hakikatnya
bersumber kepada nilai-nilai budaya dan keagamaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia
sebagai kepribadian bangsa. Jadi, filsafat pancasila itu bukan muncul secara tiba-tiba dan
dipaksakan suatu rezim atau penguasa melainkan melalui suatu historis yang cukup
panjang. Sejarah budaya bangsa sebagai akar Identitas Nasional. Menurut sumber lain
(http://unisosdem.org.kliping_detail.php/?aid=7329&coid=1&caid=52) Disebutkan bahwa:
kegagalan dalam menjalankan dan medistribusikan output berbagia agenda pembangnan
nasional secaralebih adil akan berdampak negatif pada persatuan dan kesatuan bangsa.
Pada titik inilah semangat Nasionalisme akan menjadi slah satu elemen utama dalam
memperkuat eksistensi Negara/Bangsa. Study Robert I Rotberg secara eksplisit
mengidentifikasikan salah satu karakteristik penting Negara gagal (failed states) adalah
ketidakmampuan negara mengelola identitas Negara yang tercermin dalam semangat
nasionalisme dalam menyelesaikan berbagai persoalan nasionalnya. Ketidakmampuan ini
dapat memicu intra dan interstatewar secara hamper bersamaan. Penataan, pengelolaan,
bahkan pengembangan nasionalisme dalam identitas nasional, dengan demikian akan
menjadi prasyarat utama bagi upaya menciptakan sebuah Negara kuat (strong state).
Fenomena globalisasi dengan berbagai macam aspeknya seakan telah meluluhkan batas-
batas tradisional antarnegara, menghapus jarak fisik antar negara bahkan nasionalisme
sebuah negara. Alhasil, konflik komunal menjadi fenomena umum yang terjadi diberbagai
belahan dunia, khususnya negara-negara berkembang. Konflik-konflik serupa juga melanda
Indonesia. Dalam konteks Indonesia, konflik-konflik ini kian diperuncing karekteristik
geografis Indonesia. Berbagai tindakan kekerasan (separatisme) yang dipicu sentimen
etnonasionalis yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia bahkan menyedot perhatian
internasional. Nasionalisme bukan saja dapat dipandang sebagai sikap untuk siap
mengorbankan jiwa raga guna mempertahankan Negara dan kedaulatan nasional, tetapi
juga bermakna sikap kritis untuk member kontribusi positif terhadap segala aspek
pembangunan nasional. Dengan kata lain, sikap nasionalisame membutuhkan sebuah
wisdom dalam mlihat segala kekurangan yang masih kita miliki dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dan sekaligus kemauan untuk terus mengoreksi
diri demi tercapainya cita-cita nasional. Makna falsafah dalam pembukaan UUD 1945, yang
berbunyi sebagai berikut:
1. Alinea pertama menyatakan: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu hak segala bangsa
dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan , karena tidak sesuai
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Maknanya, kemerdekaan adalah hak semua
bangsa dan penjajahan bertentangan dengan hak asasi manusia.
2. Alinea kedua menyebutkan: “ dan perjuangan kemerdekaaan Indonesia telah sampailah
kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia
kepada depan gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil, dan
makmur. Maknanya: adanya masa depan yang harus diraih (cita-cita).
3. Alinea ketiga menyebutkan: “ atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa dan dengan
didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Maknanya, bila Negara ingin mencapai
cita-cita maka kehidupan berbangsa dan bernegara harus mendapat ridha Allah SWT yang
merupakan dorongan spiritual.
4. Alinea keempat menyebutkan: “ kemudian daripada itu untuk membentuk suatu
pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, menmcerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia itu dalam susunan Negara republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat dan berdasarkan kepada: ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Alinea ini mempertegas cita-cita yang harus dicapai oleh bangsa
Indonesia melalui wadah Negara kesatuan republik Indonesia.
PENUTUP
Kesimpulan
Sekilas kata-kata diatas memang membuat tanda tanya besar dalam memaknainya. Beribu-
ribu kemungkinan yang terus melintas dibenak pikiran, untuk menjawab sebuah
pertanyaan yang membahas tentang identitas nasional.Kendatipun, dalam hidup
keseharian yang mencakup suatu negara berdaulat, Indonesia sendiri sudah menganggap
bahwa dirinya memiliki identitas nasional. Identitas nasional merupakan pandangan hidup
bangsa, kepribadian bangsa, filsafat pancasila dan juga sebagai Ideologi Negara sehingga
mempunyai kedudukan paling tinggi dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Unsur-unsur dari identitas nasional adalah Suku Bangsa: gol sosial (askriptif : asal lhr),
golongan,umur. Agama : sistem keyakinan dan kepercayaan. Kebudayaan: pengetahuan
manusia sebagai pedoman nilai,moral, das sein das sollen,dlm kehidupan aktual. Bahasa :
Bahasa Melayu-penghubung (linguafranca). Faktor-faktor kelahiran identitas nasional
adalah Faktor-faktor yang mendukung kelahiran identitas nasional bangsa Indonesia
meliputi faktor subjektif dan factor objektif, Faktor primer, mencakup etnisitas, territorial,
bahasa, agama, dan yang sejenisnya. Faktor pendorong, meliputi pembangunan komunikasi
dan teknologi, lahirnya angkatan bersenjata modern dan pembanguanan lainnya dalam
kehidupan bernegara. Faktor penarik, mencakup modifikasi bahasa dalam gramatika yang
resmi, tumbuhnya birokrasi, dan pemantapan sistem pendidikan nasional. Faktor reaktif,
pada dasarnya tercakup dalam proses pembentukan identitas nasional bangsa Indonesia
yang telah berkembang dari masa sebelum bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan dari
penjajahan bangsa lain.
Saran
Identitas nasional merupakan suatu ciri yang dimiliki oleh bangsa kita untuk dapat
membedakannya dengan bangsa lain. Jadi, untuk dapat mempertahankan keunika-keunikan
dari bangsa Indonesia itu sendiri maka kita harus menanamkan akan cinta tanah air yang
diwujudkan dalam bentuk ketaatan dan kepatuhan terhadap atura-aturan yang telah
ditetapkan serta mengamalkan nilai-nilai yang sudah tertera dengan jelas di dalam
pancasila yang dijadikan sebagai falsafah dan dasar hidup bangsa Indonesia. Dengan
keunikan inilah, Indonesia menjadi suatu bangsa yang tidak dapat disamakan dengan
bangsa lain dan itu semua tidak akan pernah lepas dari tanggung jawab dan perjuangan
dari warga Indonesia itu sendiri untuk tetap menjaga nama baik bangsanya.
Identitas Nasional Indonesia
March 27th, 2010 • Related • Filed Under
Identitas berarti ciri-ciri, sifat-sifat khas yang melekat pada suatu hal sehingga
menunjukkan suatu keunikkannya serta membedakannya dengan hal-hal lain. Nasional
berasal dari kata nasion yang memiliki arti bangsa, menunjukkan kesatuan komunitas
sosio-kultural tertentu yang memiliki semangat, cita-cita, tujuan serta ideologi
bersama.Jadi, Identitas Nasional Indonesia adalah ciri-ciri atau sifat-sifat khas bangsa
Indonesia yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain di dunia. dentitas Nasional
Indonesia meliputi segenap yang dimiliki bangsa Indonesia yang membedakannya dengan
bangsa lain seperti kondisi geografis, sumber kekayaan alam Indonesia, demografi atau
kependudukan Indonesia, ideolgi dan agama, politik negara, ekonomi, dan pertahanan
keamanan.
Selama ini masyarakat Indonesia masih bingung dengan identitas bangsanya. Agar dapat
memahaminya, pertama-tama harus dipahami terlebih dulu arti Identitas Nasional
Indonesia. Moto nasional Indonesia adalah “Bhinneka Tunggal” atau “kesatuan dalam
keragaman”. Hal ini diciptakan oleh para pemimpin Republik yang baru diproklamasikan
pada tahun 1945 dan tantangan politik adalah sebagai benar mencerminkan hari ini seperti
yang lebih dari 50 tahun yang lalu. Karena meskipun setengah abad menjadi bagian dari
Indonesia yang merdeka telah menimbulkan perasaan yang kuat tentang identitas nasional
di lebih dari 13.000 pulau-pulau yang membentuk kepulauan, banyak kekuatan lain yang
masih menarik negara terpisah. Deklarasi kemerdekaan mengikuti proses yang lambat
penjajahan Belanda yang dimulai pada abad ke-17 dengan penciptaan VOC Belanda.
Saat itu rempah-rempah yang menarik para pedagang Eropa untuk koleksi pulau-pulau
kecil di tempat yang sekarang Eastern Indonesia. Belanda memonopoli perdagangan dan
dari sana memperluas pengaruh mereka – terutama melalui pemerintahan tidak langsung –
di koleksi kesultanan dan kerajaan yang independen yang membentuk daerah itu. Kesatuan
politik di bawah Belanda hanya dicapai pada awal abad ini, meninggalkan identitas
regional yang kuat utuh.
Menghadapi identitas nasional
Bangsa Indonesia sendiri masih kesulitan dalam menghadapi masalah bagaimana untuk
menyatukan negara yang mempunyai lebih dari 250 kelompok etnis, yang memiliki
pengalaman dari Belanda bervariasi dari satu wilayah ke wilayah lainnya.
Sukarno, yang menjadi presiden pertama dari Republik, adalah seorang nasionalis
tertinggi. Dialah yang menciptakan ideologi nasional Indonesia Pancasila dirancang untuk
mempromosikan toleransi di antara berbagai agama dan kelompok-kelompok ideologis.
Penyebaran bahasa nasional – Bahasa Indonesia – juga membantu menyatukan multi-
bahasa penduduk.
GEOGRAFI
Indonesia terdiri dari 17.508 pulau, sekitar 6.000 yang dihuni. ini tersebar di kedua sisi
dari garis khatulistiwa.Lima pulau terbesar adalah Jawa, Sumatra, Kalimantan (di
Indonesia bagian dari Kalimantan), New Guinea (bagian dari Papua Nugini), dan Sulawesi.
Indonesia berbatasan dengan Malaysia di pulau Kalimantan dan Sebatik, Papua Nugini di
pulau New Guinea, dan Timor Timur di pulau Timor.
Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia terletak di DKI Jakarta.
DEMOGRAFI
pemerintah secara resmi hanya mengakui enam agama: Islam, Protestan, Katolik Roma,
Hindu, Buddha, dan Konghucu. Walaupun bukan merupakan negara Islam, Indonesia
adalah dunia yang paling padat penduduknya mayoritas beragama Islam. Dan agama yang
paling minoritas adalah Hindu dan Budha,meskipun begitu tetap berpengaruh pada
kebudayaan bangsa Indonesia.
IDEOLOGI
Identitas nasional Indonesia bersifat pluralistik (ada keanekaragaman) baik menyangkut
sosiokultural atau religiositas. Identitas fundamental/ ideal adalah Pancasila yang
merupakan falsafah bangsa. Identitas instrumental adalah identitas sebagai alat untuk
menciptakan Indonesia yang dicita-citakan. Alatnya berupa UUD 1945, lambang negara,
bahasa Indonesia, dan lagu kebangsaan.
POLITIK NEGARA
Indonesia adalah republik dengan sistem presidensiil. Sebagai negara kesatuan, kekuasaan
terkonsentrasi di pemerintah pusat. Semenjak Tahun 1998 amandemen UUD 1945 di
Indonesia telah dirubah eksekutif, yudikatif, dan legislatif. Presiden Indonesia adalah
kepala negara, komandan-in-chief dari Angkatan Bersenjata Nasional Indonesia, dan
direktur pemerintahan dalam negeri, pembuatan kebijakan, dan luar negeri. Presiden
menunjuk sebuah dewan menteri, yang tidak perlu dipilih anggota legislatif. Pemilihan
presiden tahun 2004 adalah yang pertama di mana orang-orang yang dipilih secara
langsung presiden dan Vice President. Presiden dapat melayani maksimum dua berturut-
turut lima tahun.
Secara administratif, Indonesia terdiri dari 33 provinsi, lima di antaranya memiliki status
khusus. Setiap provinsi memiliki politik sendiri legislatif dan gubernur. Provinsi-provinsi
tersebut dibagi lagi menjadi kabupaten dan kota, yang kemudian dibagi lagi menjadi
kecamatan, dan kembali ke pengelompokan desa.
IDENTITAS NASIONAL
Special Resume
A. KOMPETENSI
Mahasiswa diharapkan mampu mengenali karakteristik identitas nasional sehingga dapat
memiliki daya tangkal terhadap berbagai hal yang akan menghilangkan identitas nasional
Indonesia.
B. INDIKATOR
Mahasiswa diharapkan mampu:
1. mengerti tentang Latar Bclakang dan Pengcrtian Identitas Nasional;
2. menjelaskan Muatan dan Unsur-Unsur Identitas Nasional;
3. menjelaskan keterkaitan Globalisasi dengan Identitas Nasional;
4. menjelaskan keterkaitan Integrasi Nasional dengan Identitas Nasional;
5. menganalisis tentang Paham Nasionalisme atau Paham Kebangsaan sebagai paham yang
mengantarkan pada konsep Identitas Nasional; serta
6. menganalisis tentang Revitalisasi Pancasila sebagai Pemberdayaan Identitas Nasional;
C. DAFTAR ISTILAH KUNCI
Identitas Nasional pada hakikatnya merupakan “manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh
dan berkembang dalam aspek kehidupan suatii nation (bangsa) dengan ciri-ciri khas, dan
dengan ciri-ciri yang khas tadi sunlit bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam hldup dan
kehidupannya”.(Wibisono Koento: 2005)
Globalisasi diartikan sebagai suatu era atau zaman yang ditandai dengan perubahan
tatanan kehidupan dunia akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya
teknologi informasi sehingga interaksi manusia nienjadi sempit, serta seolah-olah dunia
tanpa ruang.
Paham Nasionalisme atau Paham Kebangsaan adalah sebuah situasi kejiwaan ketika
kesetiaan seseorang secara total diabdikan langsung pada negara bangsa atas narna
scbuah bangsa. Munculnya nasionalisme terbukti sangat selektif” sebagai alat pcrjuangan
bcrsama dalam rangka merebut kemerdekaan dari cengkeraman kolonial.
Integrasi Nasional adalah penyatuan bagian-bagian yang bcrbeda dari suatu masyarakat
menjadi suatu keseluruan yang lebih utuh atau memadukan masyarakat-masyarakat kecil
yang banyak jumlahnya menjadi suatu bangsa. Intcgrasi nasional tidak lepas dari
pcngcrtian integrasi sosial yang mcmpunyai arti perpaduan dari kelompok-kclornpok
masyarakat yang asalnya berbeda menjadi suatu kclompok besar dengan cara melcnyapkan
perbedaan dan jali diri masing-masing. Dalam arti ini, integrasi sosial sama artinya dengan
asimilasi atau pembauran.
Rcvitalisasi Pancasila adalah pemberdayaan kembali kedudukan, fungsi, dan pcranan
Pancasila sebagai dasar negara, pandangan hidup, ideologi, dan sumber nilai-nilai hangsa
Indonesia. (Kocnto W: 2005)
Situasi dan kondisi masyarakat dcwasa ini menjadikan kita prihatin dan sekaligus mcrasa
ikut bertanggung jawab atas tercabik-cabiknya Indonesia serta kerusakan social yang
menimpa masyarakatnya. Bangsa Indonesia yang dahulu dikenal sebagai “hezachsfc volk
tcr aardc ” dalam pergaulan antarbangsa, kini sedang mengalami bukan saja krisis
identitas, melainkan juga krisis dalam berbagai dimensi kehidupan yang melahirkan
instabilitas yang berkcpanjangan semenjak reformasi digulirkan pada tahun 1998. (Koento
W: 2005)
Krisis moneter yang disusul krisis ekonomi dan politik yang akar-akarnya tcrtanam dalam
krisis moral dan menjalar ke dalam krisis budaya, menjadikan rnasyarakat kita kchilangan
orientasi nilai. Masyarakat Indonesia yang dikenal ramah, hancur porak-poranda,
kemudian menjadi kasar, serta gersang dalam kemiskinan budaya dan kekeringan spritual.
“Social terorism” mimcul dan berkcmbang di sana-sini dalam ,fenomena pcrgolakan fisik,
pembakaran, dan penjarahan yang disertasi pembunuhan sebagaimana terjadi di Poso,
Ambon, dan bom bunuh diri di berbagai tempat yang disiarkan sccara luas, baik olch media
massa di dalam maupun di luar ncgcri. Semenjak peristiwa pcrgolakan antaretnis di
Kalimantan Barat, bangsa Indonesia di forum internasional dilecehkan sebagai bangsa
yang tclah kchilangan peradabannya. Kehalusan budi, sopan santun dalam sikap dan
perbuatan, kerukunan, toleransi, serta solidaritas sosial, idealismc, dan scbagainya telah
hilang hanyut dilanda oleh derasnya arus modernisasi dan globalisasi yang penuh
paradoks. Berbagai lembaga kocar-kacir semuanya dalam malfungsi dan disfungsi. Trust
atau kepercayaan di antara sesama, baik vertikal maupun horisontal telah lenyap dalam
kehidupan bermasyarakat. Identitas nasional kita dilecehkan dan dipertanyakan
eksistensinya.
Krisis multidimensi yang sedang melanda masyarakat menyadarkan kita semua bahwa
pelestarian budaya sebagai upaya untuk mengembangkan Identitas Nasional telah
ditegaskan sebagai komitmen konstitusional, sebagaimana telah dirumuskan oleh para
pendiri negara dalam Pembukaan UUD 1945 yang intinya adalah memajukan kebudayaan
Indonesia. Dengan demikian, secara konstitusional pengembangan kebudayaan untuk
mernbina dan mengembangkan Identitas Nasional telah diberi dasar dan arahnya.
Identitas Nasional
Kata identitas berasal dari bahasa Inggris identity yang memiliki pengertian harfiah ciri-
ciri, tanda-tanda, atau jati diri yang melckat pada seseorang atau sesuatu yang
membedakannya dengan yang lain. Dalam terminologi antropologi, identitas adalah sifat
khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi sendiri, golongan
sendiri, kelompok sendiri, komunitas sendiri, atau negara sendiri. Mengacu pada
pengertian ini identitas tidak terbatas pada individu semata, tetapi berlaku pula pada suatu
kelompok. Adapun kata nasional merupakan identitas yang melekat pada kelompok-
kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan, baik fisik, seperti budaya,
agama, dan bahasa, maupun nonllsik, seperti keinginan, cita-cita, dan tujuan. Himpunan
kelompok-kelompok inilah yang disebut dengan istilah identitas bangsa atau identitas
nasional yang pada akhirnya melahirkan lindakan kelompok (colective action) yang
diwujudkan dalam bentuk organisasi atau pergerakan-pergerakan yang diberi atribut-
atribut nasional. Kata nasional sendiri tidak bisa dipisahkan dari kemunculan konsep
nasionalisme.
Bila dilihat dalam konteks Indonesia maka Identitas Nasional itu merupakan manifestasi
nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan dari
ratusan suku yang “dihimpun” dalam satu kesatuan Indonesia mcnjadi kebudayaan
nasional dengan acuan Pancasila dan roh “Bhinneka Tunggal Ika” sebagai dasar dan arah
pengembangannya. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa hakikat Identitas Nasional
kita sebagai bangsa di dalam hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah
Pancasila yang aktualisasinya tercermin dalam penataan kehidupan dalam arti luas.
Misalnya, dalam aturan perundang-undangan atau hukum, sistem pemerintahan yang
diharapkan, scrla dalam nilai-nilai etik dan moral yang secara normatif diterapkan di dalam
pcrgaulan, baik dalam tataran nasional maupun intcrnasional, dan scbagainya. Nilai-nilai
budaya yang tercermin di dalam Identitas Nasional tersebut bukanlah barang jadi yang
sudah sclesai dalam kebekuan normatif dan dogmatis, melainkan sesuatu yang “terbuka”
yang cenderung terus-menerus bersemi karena hasrat menuju kemajuan yang dimiliki oleh
masyarakat pcndukungnya. Konsekuensi dan implikasinya adalah bahwa Identitas Nasional
adalah sesuatu yang terbuka untuk ditafsirkan dengan diberi makna barn agar tetap
relevan dan fungsional dalam kondisi aktual yang bcrkcmbang dalam masyarakat.
Muatan Identitas Nasional dapat digambarkan sebagai berikut:
Pandangan Hidup Bangsa
Kcpribadlan Bangsa
Filsafat Pancasila
Ideologi Negara
Dasar Negara
Norma Pcraturan
Rule of Law
Hak dan Kewajiban WN Demokrasi dan HAM
Etika Politik
Ccopolitik Indonesia Geostrategi Ketahanan Nasional
Dari gambaran tcrsebut, bisa dikatakan bahwa Identitas Nasional adalah merupakan
Pandangan Hidup Bangsa, Kepribadian Bangsa, Filsafat Pancasila, dan juga scbagai
Ideologi Negara. Dengan clemikian, Identitas Nasional mempunyai kedudukan paling
tinggi dalam tatarian kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk di sini adalc.h tatanan
hukum yang berlaku di Indonesia, dalam arti lain juga sebagai dasar negara yang
merupakan norma peraturan (Rule of Law) yang harus dijunjung tinggi oleh semua warga
negara tanpa terkecuali. Norma peraturan ini mcngatur mengenai hak dan kcwajiban
warga negara, demokrasi, serta hak asasi manusia yang berkembang semakin dinamis di
Indonesia. Hal inilah akhirnya menjadi etika Politik yang kemudian dikembangkan menjadi
konsep geopolitik dan geostrategi Ketahanan Nasional di Indonesia.
Identitas Nasional Indonesia merujuk pada sualu bangsa yang majcmuk. Ke-majemukan itu
merupakan gabungan dari unsur-unsur pembcntuk identitas, yaitu suku bangsa, agama,
kebudayaan, dan bahasa.
1) Suku Bangsa: adalah golongan sosial yang khusus yang bersifat askriptif (ada sejak
lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat
banyak sekali suku bangsa atau kclompok etnis dengan tidak kurang 300 dialek bahasa.
2) Agama: bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang agamis. Agama-agama yang
tumbuh dan berkembang di Nusantara adalah agama Islam, Kristcn, Katolik, Hindu,
Buddha, dan Kong Hu Cu. Agama Kong Hu Cu pada masa Orde Baru tidak diakui sebagai
agama resmi negara, tctapi sejak pcmerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, istilah
agama resmi negara dihapuskan.
3) Kebudayaan: adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang isinya adalah
perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolcktit digunakan oleh
pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahanii lingkungan yang dihadapi
dan digunakan sebagai rujukan atau pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan
benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.
4) Bahasa: merupakan unsur pendukung identitas nasional yang lain. Bahasa dipa! ami
sebagai sistem pcrlambang yang secara arbitrcr dibentuk alas unsur-unsur bunyi ucapan
manusia dan yang digunakan sebagai sarana berinteraksi antarmanusia.
Dari imsur-unsur identilas Nasional tersebut dapat diruinuskan pembagiannya menjadi 3
bagian scbagai berikul:
1) Identitas Fundamental, yaitu Pancasila yang merupakan Falsafah Bangsa, Dasar Negara,
dan l.leologi Negara.
2) Identitas Instrumental, yang berisi UUD 1945 dan Tata Pcrundangannya, Bahasa
Indonesia, Lambang Ncgaia, Bcndcra Negara, Lagu Kebangsaan “Indonesia Raya”.
3) Identitas Alamiah yang ineliputi Negara Kepulauan (archipelago} dan pluralismc dalam
suku. bahasa, budaya, seila agama dan kcpercayaan (agama).
Keterkaitan Globalisasi dcngan Identitas Nasional
Adanya lira Globalisasi dapat berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.
Era Globalisasi tersebut man tidak man, suka tidak suka telah datang dan menggeser nilai-
nilai yang telah ada. Nilai-nilai tcrscbul, ada yang bersifat positifada pula yang bcrsifat
negatif. Semua ini merupakan aneaman, tantangan. dan sekaligus sebagai peluang bagi
bangsa Indonesia iinluk bcrkrcasi dan bcrinovasi di scgala aspck kehidupan.
Di era globalisasi, pergaulan antarbangsa semakin ketat. Batas anlarnegara hampir tidak
ada artinya, batas wilayah tidak lagi menjadi penghalang. Di dalam pergaulan antarbangsa
yang semakin kenlal ilu, akan tcrjadi proses akulturasi, saling meniru, dan saling
memcngaruhi di antara budaya masing-masing. Adapun yang pcrlu dieermati dari proses
akulturasi tersebut, apakah dapat melunturkan lata nilai yang merupakan jati diri bangsa
Indonesia? Lunturnya tata nilai tersebut biasanya ditandai oleh dua faktor, yaitu:
1) semakin menonjolnya sikap individualists, yaitu mengutamakan kepentingan pribadi di
atas kepentingan umum, hal ini bcrlcnlangan dengan asas golong-royong; serta
2) semakin menonjolnya sikap materialises, yang bcrarti harkat dan martabat kemaivjsiaan
hanya diukur dari hasil atau kcbcrhasilan scseorang dalam mcmperolch kckayaan. Hal ini
bisa berakibat bagaimana cara inemperolehnya menjadi tidak dipcrsoalkan lagi. Apabila
hal ini lerjadi, berarli etika dan moral telah dikesampingkan.
Arus informasi yang semakin pesat mcngakibatkan akses masyarakat terhadap
nilai-nilai asing yang negatif semakin besar. Apabila proses ini tidak segera dibcndung,
akan berakibat lebih serins ketika pada puncaknya masyarakat tidak bangga lagi pada
bangsa dan negaranya.
Pengaruh negatif akibat proses akulturasi tersebut dapat merongrong nilai-nilai yang telah
ada di dalam masyarakat. Jika semua ini tidak dapat dibendung, akan mengganggu
ketahanan di segala aspek kehidupan, bahkan akan mengarah pad; kredibilitas sebuah
ideologi. Untuk membendung arus globalisasi yang sangat deras tersebut, harus
diupayakan suatu kondisi (konsepsi) agar ketahanan nasional dapat terjaga, yaitu dengan
cara merabangun sebuah konsep nasional isme kebangsaan yang mengarah kepada konsep
Identilas Nasional.
Dengan adanya globalisasi, intensitas hubungan masyarakat antara satu ncgara dengan
negara yang lain mcnjadi semakin tinggi. Dengan demikian, kecenderungan munculnya
kejahatan yang bersilat transnasional semakin scring terjadi. Kejahatan-kejahatan tersebut,
antara lain terkait dengan masalah narkotiLa, pencucian uang (money laundering),
peredaran dokumen keimigrasian palsu, dan terorisme. Masalah-masalah tersebut
berpengaruh lerhadap nilai-nilai budaya bangsa yang selama ini dijunjung tinggi. Hal ini
ditunjukkan dengan semakin merajalelanya peredaran narkotika dan psikotropika sehingga
sangat merusak kepribadian dan moral bangsa, khususnya bagi generasi penerus bangsa.
Jika hal tersebut tidak dapat dibendung, akan mengganggu terhadap ketahanan nasional di
segala aspek kehidupan, bahkan akan menyebabkan lunturnya nilai-nilai Identitas
Nasional.
Masalah integrasi nasional di Indonesia sangat kompleks dan multidimensional. Untuk
mewujudkannya, diperlukan keadilan dalam kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah
dengan tidak membedakan ras, suku, agama, bahasa, dan sebagainya. Sebenarnya, upaya
mcmbangun keadilan, kesatuan, dan persatuan bangsa merupakan bagian dari upaya
membangun dan membina stabilitas politik. Di samping itu, upaya lainnya dapat dilakukan,
seperti banyaknya keterlibatan pemerintah dalam mcncntukan komposisi dan rnckanisme
parlemen.
Dengan demikian, upaya integrasi nasional dengan strategi yang mantap perlu terus
dilakukan agar terwujud integrasi bangsa Indonesia yang diinginkan. Upaya pembangunan
dan pembinaan integrasi nasional ini perlu karena pada hakikatnya integrasi nasional
menunjukkan kckuatan persatuan dan kesaluan bangsa yang diinginkan. Pada akhirnya,
persatuan dan kesatuan bangsa inilah yang dapat lebih menjamin terwujudnya negara yang
makmur, aman. clan tcntcram. Konflik yang terjadi di Aceh, Ambon, Kalimantan Barat, dan
Papua mcrupakan ccrmin belum terwujudnya integrasi nasional yang diharapkan. Adapun
kctcrkaitan integrasi nasional dengan Identitas Nasional adalah bahwa adanya integrasi
nasional dapat menguatkan akar dari Identitas Nasional yang sedang dibangun.
Dalam perkembangan peradaban manusia, interaksi sesama manusia berubah menjadi
bentuk yang Icbih komplcks dan rumit. Hal ini dimulai dari tumbuhnya kesadaran untuk
menentukan nasib scndiri. Di kalangan bangsa-bangsa yang tcrtindas kolonialisme, scperti
Indonesia salah satunya, lahir semangat untuk mandiri dan bebas untuk menentukan masa
depannya scndiri. Dalam situasi perjuangan kemerdekaan dari kolonialisme ini, dibutuhkan
suatu konsep sebagai dasar pernbenaran rasional dari tuntutan terhadap penentuan nasib
sendiri yang dapat mengikat keikutsertaan semua orang atas nama sebuah bangsa. Dasar
pcmbcnaran tersebut, selanjutnya mengkristal dalam konsep paham ideologi kebangsaan
yang biasa disebut dengan nasionalisme. Dari sinilah, lahir konsep-konsep turunannya
seperti bangsa (nation), negara (state), dan gabungan keduanya yang menjadi konsep
negara bangsa (nation state) sebagai komponsn-komponen yang membentuk Identitas
Nasional atau Kebangsaan. Dalam konteks ini, dapat dikalakan bahwa Paham Nusionalismc
a fan Paham Kebangsaan adalah sebuah situasi kcjiwaan kctika kcsctiaan scscorang sccara
total diabdikan langsung pada negara bangsa atas nama sebuah bangsa. Munculnya
nasionalisme terbukti sangat efektif sebagai alat perjuangan bersama mcrebut
kemerdekaan dari cengkeraman kolonial. Semangat nasionalisme diharapkan secara cfcktif
dapat dipakai sebagai metode perlawanan dan alat idcntifikasi olch para penganutnya
untuk mengetahui siapa lawan dan kawan.
Secara garis bcsar terdapat tiga pemikiran besar tentang nasionalisme di Indonesia yang
terjadi pada masa sebelum kemerdekaan, yaitu paham keislaman, Marxisme, dan
Nasionalisme Indonesia. Seiring dcngan naiknya pamor Soekarno ketika menjadi Presiden
Pertarna RI, kecurigaan di antara para tokoh pergerakan-yang telah tumbuh di saat-saat
menjclang kemerdekaan—berkcmbang menjadi pola ketegangan politik yang lebih
permancn antara negara mclalui figur nasionalis Soekarno di satu sisi, dengan para tokoh
yang nicwakili pemikiran Islam (sebagai agama terbesar pemeluknya di Indonesia) dan
Marxisme di sisi yang lain.
Paham Nasionalisme Kcbangsaan sebagai Paham yang Mengaritarkan pada Konsep
Identitas Nasional
Paham Nasionalisme atau paham Kcbangsaan tcrhukti sangat efektif sebagai alal
perjuangan bersama merebut kemerdekaan dari cengkeraman kolonial. Scmangat
nasionalismc dipakai sebagai metode perlawanan secara cfektif oleh para penganutnya,
sebagaimana yang disampaikan oleh Larry Diamond dan Marc F. Plattner bahwa para
penganut nasionalisme dunia ketiga secara khas menggunakan retorika antikolonialisme
dan antiimperalisme. Para pengikut nasionalisme tersebut berkeyakinan bahwa persamaan
cita-cita yang mereka miliki dapat diwujudkan dalam sebuah identitas politik atau
kepentingan bersama dalam bcntuk sebuah wadah yang disebut bangsa (nation). Dengan
demikian, bangsa atau nation mcrupakan sualu wadah yang di dalamnya terhimpun orang-
orang yang mcmpunyai persamaan keyakinan dan persamaan lainnya yang mereka miliki,
seperti ras, etnis, agania, bahasa, dan budaya. Unsur. persamaan tersebut dapat dijadikan
sebagai identitas politik bersama atau untuk menentukan tujuan organisasi politik yang
dibangun berdasarkan geopolitik yang terdiri alas populasi, geografis, dan pemcrintahan
yang pennanen yang disebut negara atau state.
Nation state atau negara bangsa merupakan sebuah bangsa yang mcmiliki bangunan
polilik (polilical building), seperli ketentuan-kelentuan perbatasan teritorial, pemerintahan
yang sah, pcngakuan luar negeri, dan sebagainya. Munculnya paham nasionalisme atau
paham kebangsaan Indonesia lidak bisa dilepaskan dari situasi sosial politik dekade
pertama abad ke-20. Pada waktu itu semangat menenlang kolonialisme Belanda mulai
bermunculan di kalangan pribumi. Cita-cita bersama untuk merebut kemerdekaan menjadi
semangat umum di kalangan tokoh-lokoh pergerakan nasioi al. Kemudian, semangat
tersebut diformulasikan dalam bentuk nasionalisme yang sesuai dengan kondisi
masyarakat Indonesia.
Menurut penganutnya, paham nasionalisme di Indonesia yang disampaikan oleh Soekarno
bukanlah nasionalisme yang berwatak sempit, sekadar meniru dari Barat, atau berwatak
chauvinism. Nasionalisme yang dikembangkan Soekarno bersifat toleran, bercorak
ketimuran, clan tidak agrcsif sebagaimana nasionalisme yang dikembangkan t.i Eropa.
Selain itu, Soekarno mengungkapkan keyakinan watak nasionalisme yang penuh nilai-nilai
kemanusiaan, juga meyakinkan pihak-pihak yang berseberangan pandanga’i bahwa
kelompok nasional dapat bekerja sama dengan kelompok mana pun, baik golongan Islam
maupun Marxis. Sckalipun Soekarno seorang Muslim, tetapi tidak sckadar mcndasarkan
pada pcrjuangan Islam, menurutnya kebijakan ini merupakan pilihan torbaik bagi
kemerdckaan ataupun bagi masa depan seluruh bangsa Indonesia. Semangat nasionalisme
Soekarno tersebut mendapat respon dan dukungan luas dari kalangan intclektual muda
didikan Barat, semisal Syahrir dan Mohammad Hatta. Kemudian, paham ini scmakin
bcrkembang paradigmanya hingga sekarang dengan munculnya konscp Identitas Nasional.
Schubungan dengan ini, bisa dikatakan bahwa Paham Nasionalisme atau Kebangsaan di
sini adalah merupakan refleksi dari Identitas Nasional.
Walaupun demikinan, ada yang perlu diperhatikan di sini, yakni adanya perdebatan
panjang tentang paham nasionalisme kebangsaan ketika para, founding father bangsa ini
mempunyai kesepakatan perlunya paham nasionalisme kebangsaan, tetapi mereka berbeda
pendapat mengenai masalah nilai atau watak nasionalisme Indonesia.
Revitalisasi Pancasila scbagaimana manifestasi Identitas Nasional pada gilirannya harus
diarahkan pula pada pcmbinaan dan pengcmbangan moral. Dengan dccmikian, moralitas
Pancasila dapat dijadikan dasar dan arah dalam upaya untuk mengatasi krisis dan
disintegrasi yang ccnderung sudali menyentuh ke semua segi dan sendi kehidupan. Pcrlu
disadari bahwa moralitas Pancasila akan menjadi tanpa makna dan hanya menjadi sebuah
“karikatur” apabila tidak disertai dukungan suasana kehidupan di bidang hukum secara
kondusif. Antara moralitas dan hukum memang terdapat kcrelasi yang sangat erat. Artinya,
moralitas yang tidak didukung oleh kchidupan hukum yang kondusif akan menjadi
subjeklivitas yang satu sama lain akan saling berbenturan. Scbaliknya, ketentuan hukum
yang disusun tanpa disertai dasar dan alasan moral, akan melahirkan suatu legalisme yang
represif, kontra produktif, dan bcrtcntangan dengan nilai- nilai Pancasila itu sendiri.
Dalam merevitalisasi Pancasila sebagai manifestasi Identitas Nasional, penyeienggaraan
MPK. hendaknya dikaitkan dengan wawasan:
1) Spiritual, untuk mcletakkan landasan ctik, moral, religiusiias, sebagai dasar dan arah
pengembangan sesuatu profcsi;
2) Akademis, untuk menunjukkan bahwa MPK merupakan aspek being yang tidak kalah
pentingnya, bahkan lebih penting daripada aspek having dalam kerangka penyiapan
sumber daya manusia (SDM) yang bukan sekadar instrumen, melainkan sebagai subjek
pembaharuan dan pencerahan;
3) Kebangsaan, untuk menumbuhkan kesadaran nasionalismenya agar dalam pergaulan
antarbangsa tetap setia pada kepentingan bangsanya, serta bangga dan respek pada jati
diri bangsanya yang memiliki ideologi tersendiri; serta
4) Mondial, untuk menyadarkan bahwa manusia dan bangsa di masa kini siap menghadapi
dialektika perkembangan dalam masyarakat dunia yang “terbuka”. Selain itu, diharapkan
mampu untuk segera beradaptasi dengan perubahan yang terus-menerus terjadi dengan
cepat. Di samping itu, juga mampu mencari jalan keluer sendiri dalam mengatasi setiap
tantangan yang dihadapi. Sehubungan dengan kondisi ini, dampak dan pengaruh
perkembangan iptek yang bukan lagi hanya sekadar p?da sarana, melainkan telah menjadi
sesuatu yang substantif, yang dapat menjadi tantangan dan peluang untuk berkarya dalam
kehidupan umat manusia.
Dalam rangka pemberdayaan Identitas Nasional, perlu ditempuh dengan melalui
revitalisasi Pancasila. Revitalisasi sebagai manifestasi Identitas Nasional mengandung
makna bahwa Pancasila harus diletakkan dalam keutuhannya dengan Pembukaan, serta
dieksplorasikan dimensi-dimensi yang melekat padanya, yang meliputi:
1) Realitas, dalam arti bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dikonsentrasikan
sebagai cerminan kondisi objektif yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat
kampus utamanya; suatu rangkaian nilai-nilai yang bersifat sein im sollen dan das sollen im
sein;
2) Idealitas, dalam arti bahwa idealisme yang terkandung di dalamnya bukanlah sekadar
utopis tanpa makna, melainkan diobjektivasikan sebagai “kata kerja” untuk
membangkitkan gairah dan optimisme warga masyarakat agar melihat masa depan secara
prospektif, serta menuju hari esok yang lebih baik. Hal ini dapat dilakukan melalui seminar
atau gerakan dengan tema “Revitalisasi Pancasila”;
3) Fleksibilitas, dalam arti Pancasila bukanlah barang jadi yang sudah selesai dan
“tertutup”, atau menjadi sesuatu yang sakral, melainkan terbuka bagi tafsir-tatsir barn
untuk memenuhi kebutuhan zaman yang terus-menerus berkembang. Dengan demikian,
tanpa kehilangan nilai hakikinya, Pancasila menjadi tetap aktual, rclevan, serta fungsional
sebagai tiang-tiang penyangga bagi kehidupan bangsa dan negara dengan jiwa dan
semangat “Bhinncka Tunggal Ika”, sebagaimana yang telah dikcmbangkan di Pusat Studi
Pancasila (di UGM), Laboratorium Pancasila (di Universitas Ncgeri Malang).
Dengan dcmikian, agar Idcntitas Nasional dapat dipahami oleh masyarakat scbagai
pcncrus tradisi nilai-nilai yang diwariskan oleh nenek moyang, maka pemberdayaan nilai-
nilai ajarannya harus bermakna, dalam arti relevan dan fungsional bagi kondisi aktual yang
sedang berkembang dalam masyarakat. Perlu disadari bahwa umat manusia masa kini
hidup di abad XXI, yaitu zaman baru yang sarat dengan nilai-nilai baru yang tidak saja
berbeda, tetapi juga bertentangan dengan nilai-nilai lama sebagaimana diwariskan oleh
nenck moyang dan dikembangkan para pendiri negara ini. Abad XXI sebagai zaman baru
mengandung arti sebagai zaman ketika umat manusia semakin sadar untuk berpikir dan
bertindak secara baru.
Dengan kcmampuan rcfleksinya, manusia menjadikan rasio scbagai mitos, atau sebagai
sarana yang andal dalam bersikap dan bertindak dalam memecahkan masalah-masalah
yang dihadapi dalam kehidupan. Kesahihan tradisi, juga nilai-nilai spiritual yang dianggap
sakral, kini dikritisi dan dipertanyakan berdasarkan visi dan harapan tentang masa depan
yang lebih baik. Nilai-nilai budaya yang diajarkan oleh nenek moyang tidak hanya diwarisi
sebagai barang sudah “jadi” yang berhenti dalam kebekuan normatif, tetapi harus
diperjuangkan serta terus-menerus ditumbuhkan dalam dimensi ruang dan waktu yang
terns berkembang dan berubah.
Dalam kondisi kehidupan bcrmasyarakat dan berbangsa yang sedang dilanda krisis dan
disintcgrasi, Pancasila pun tidak tcrhindar dari berbagai macam gugatan, sinisme, serta
pelecehan terhadap kredibilitas dirinya sebagai dasar negara ataupun sebagai manifestasi
Identitas Nasional. Namun, pcrlu segera disadari bahwa tanpa suatu “platform” dalam
format dasar negara atau ideologi, mustahil suatu bangsa akan dapat survive menghadapi
berbagai tantangan dan ancaman yang menyertai derasnya arus globalisasi yang melanda
seluruh dunia.
Melalui revitalisasi Pancasila sebagai wujud pemberdayaan Identitas Nasional inilah,
Identitas Nasional dalam alur rasional-akadcmik tidak saja diajarkan secara tekstual, tetapi
juga segi konstckstualnya dieksplorasikan scbagai refercnsi kritik sosial terhadap bcrbagai
pcnyimpangan yang melanda masyarakat dewasa ini. Untuk membentuk jati diri, nilai-nilai
yang ada terscbut harus digali dulu, misalnya nilai-nilai againa yang datang dari Tuhan,
serta nilai-nilai lainnya, sepcrti gotong royong, persatuan dan kcsatuan, juga saling
menghargai dan menghormati. Semua nilai ini sangat bcrarti dalam mcmpcrkuat rasa
nasionalisme bangsa. Dengan adanya saling
pengertiari di antara satu dengan yang lain, secara langsung akan memperlihatkan jati diri
bangsa yang pada akhirnya mewujudkan Identitas Nasional.
Sementara itu, untuk mengembangkan jati diri bangsa, harus dimulai dari pengembangan
nilai-nilai, yaitu nilai-nilai kejujuran, kcterbukaan, berani mengambil resiko, bertanggung
jawab, serta adanya kcsepakatan di antara sesama. Untuk itu, perlu perjuangan dan
ketekunan untuk menyatukan nilai, cipta, rasa, dan karsa. (Soemarno, Soedarsono).
Di sinilah, letak arti pentingnya penyelenggaraan MPK dalam kerangka pendidikan tinggi
untuk mengembangkan dialog budaya dan budaya dialog untuk mengantarkan lahirnya
generasi penerus yang sadar dan terdidik dengan wawasan nasional yang rnenjangkau jauh
ke masa depan. MPK. harus dimanfaatkan untuk mengembalikan Identitas Nasional
bangsa, yang di dalam pergaulan antarbangsa dahulu dikenal sebagai bangsa yang paling
“halus” atau sopan di bumi “het zachste volk ter aarde”.(W\bisor\o Koento: 2005) Dari nilai-
nilai budaya tersebut, lahir asumsi dasar bahwa menjadi bangsa Indonesia tidak sekadar
masalah kelahiran saja, tetapi juga sebuah pilihan yang rasional dan emosional yang
otonom.
DATA DAN FAKTA
Contoh masalah Identitas Nasional adalah:
Keunggulan
Pelaksanaan Unsur-
Unsur Identitas Nasional
Kekurangberhasilan
Pelaksanaan Unsur-Unsur
Identitas Nasional
Alasan Kurang
berhasilnya Pelaksanaan
Identitas Nasional
Identitas Funda¬mental:
-Tetap tercantum dalam UUD 1945 walaupun sudah diamandemen.
Identitas Instru¬mental:
- Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan Indonesia
.Identitas Alamiah
- Kekayaan alam yang mclimpah
Baru dihayati pada tataran
kognitif
Implementasinya tidak
konsisten
Bangsa Indonesia belum menggunakan dengan baik dan benar
-Belum bisa mengoptimal-kan kekayaan alam yang ada
- Para pemimpin tidak bisa menjadi contoh yang baik bagi rakyat
- Primordial yang masih tinggi
- Kualitas SDM yang rendah
KASUS DAN ILUSTRASI
Di bcbcrapa dacrah Indonesia pada masa Orde Lama (ORLA), Orde Baru (ORBA), dan Orde
Rcformasi pernah terjadi kasus tentang perbedaan ras/suku/etnik, agama, bahasa, atau
budaya yang membahayakan inlcgritas nasional dan menyamarkan Identitas Nasional, di
antaranya sebagai berikut:
Alternatif Pemecahan agar
tidak tcrjadi/terulang
- Meningkatkan kerja sama bilateral dan internasional
- Memperkuat nilai-nilai ideologi
-Konflik dalam negeri jangan diintervensi oleh pihak asing
Nama dan Waktu Kasus
Tokoh/ Pimpinan
Latar Bclakang Kasus
Akibat dari Kasus Terscbut
Masa ORLA
-Konfrontasi dcngan Malaysia
- Ir. Soekarno
- Perebutan wilayah
- Kehilangan sebagian Kalimantan
Utara
Masa ORBA – Pemberontakan PKI
- Aidit
- Pcrubahan idcologi Pancasila
- Gugurnya pahlawan revolusi
menjadi Komunis
Masa Reform as i -Terlepasnya wilayah Timor -Timur
- B.J. Habibie
-Tuntutan Referendum
- Kehilangan wilayah Propivinsi Timor Timur
Identitas Nasional
I. Identitas Nasional Identitas berarti ciri-ciri, sifat-sifat khas yang melekat pada suatu hal
sehingga menunjukkan suatu keunikkannya serta membedakannya dengan hal-hal lain
Nasional berasal dari kata nasion yang memiliki arti bangsa, menunjukkan kesatuan
komunitas sosio-kultural tertentu yang memiliki semangat, cita-cita, tujuan serta ideologi
bersama. Jadi, Identitas Nasional Indonesia adalah ciri-ciri atau sifat-sifat khas bangsa
Indonesia yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Identitas Nasional
Indonesia meliputi segenap yang dimiliki bangsa Indonesia yang membedakannya dengan
bangsa lain seperti kondisi geografis, sumber kekayaan alam Indonesia, demografi atau
kependudukan Indonesia, ideolgi dan agama, politik negara, ekonomi, dan pertahanan
keamanan. Identitas nasional pada hakikatnya juga merupakan manifestasi nilai-nilai
budaya yang tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan suatu bangsa
dengan ciri-ciri khas. Dengan ciri-ciri khas tersebut, suatu bangsa berbeda dengan bangsa
lain dalam hidup dan kehidupannya. Diletakkan dalam konteks Indonesia, maka Identitas
Nasional itu merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang sudah tumbuh dan berkembang
sebelum masuknya agama-agama besar di bumi nusantara ini dalam berbagai aspek
kehidupan dari ratusan suku yang kemudian dihimpun dalam satu kesatuan Indonesia
menjadi kebudayaan Nasional dengan acuan Pancasila dan roh Bhinneka Tunggal Ika
sebagai dasar dan arah pengembangannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. II.
Sumber Identitas Nasional Bangsa Indonesia 1. Dasar-dasar negara Dasar negara yang
merupakan key yang menyatukan bangsa Indonesia yang beragam-ragam merupakan
kesepakatan bersama yang menyatukan bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, dasar yang
melandasi negara adalah merupakan identitas nasional. Indonesia sebagai negara yang
berdaulat memiliki landasan fundamental yaitu Pancasila yang merupakan tujuan, dan
pedoman dalam berbangsa dan bertanah air di Indonesia, serta kunci dasar pemersatu
bangsa Indonesia. Landasan fundamental ini merupakan nilai-nilai dasar kehidupan bagi
bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Indonesia
merupakan negara demokrasi yang dalam pemerintahannya menganut sistem presidensiil,
dan Pancasila ini merupakan jiwa dari demokrasi. Demokrasi yang didasarkan atas lima
dasar tersebut dinamakan Demokrasi Pancasila. Dasar negara ini, dinyatakan oleh Presiden
Soekarno (Presiden Indonesia yang pertama) dalam Proklamasi Kemerdekaan Negara
Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Untuk menciptakan Indonesia yang dicita-citakan, bangsa Indonesia memiliki dasar
instrumental berupa UUD 1945, burung Garuda sebagai lambang negara, bahasa Indonesia
dan lagu kebangsaan. 2. Wilayah dan Kondisi Geografis Dalam kemerdekaannya bangsa
Indonesia menyatakan bahwa wilayah negara kesatuan ini meliputi segenap wilayah bekas
jajahan Pemerintah Kolonial Belanda. Wilayah yang terbentang antara 6 derajat garis
lintang utara sampai 11 derajat garis lintang selatan, dan dari 97 derajat sampai 141
derajat garis bujur timur serta terletak antara dua benua yaitu benua Asia dan
Australia/Oceania diakui kedaulatannya oleh Belanda sendiri dan dunia sebagai Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat dan bersatu. Untuk mencapai
semua itu, bangsa ini mengalami perjalanan yang cukup panjang dan berat hingga
akhirnya saat ini, wilayah Indonesia dapat terlihat seperti pada peta berikut :
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 17.508 pulau.
Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil antara Samudra Hindia dan Samudra
Pasifik. Apabila perairan antara pulau-pulau itu digabungkan, maka luas Indonesia
menjadi1.9 juta mil persegi dengan lima pulau besar di Indonesia adalah : Sumatera
dengan luas 473.606 km persegi, Jawa dengan luas 132.107 km persegi, Kalimantan (pulau
terbesar ketiga di dunia) dengan luas 539.460 km persegi, Sulawesi dengan luas 189.216
km persegi, dan Papua dengan luas 421.981 km persegi. 3. Politik Indonesia Indonesia
adalah negara demokrasi Pancasila. Segala sesuatu di Indonesia diatur dan
dimusyawarahkan secara mufakat, hikmat dan kebijaksanaan. Perpolitikan di Indonesia
berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Seperti juga di negara-negara demokrasi lainnya, sistem
politik di Indonesia didasarkan pada Trias Politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif dan
yudikatif. Kekuasaan legislatif dipegang oleh sebuah lembaga bernama Majelis
Permusyawatan Rakyat (MPR) yang terdiri dari dua badan yaitu DPR yang anggota-
anggotanya terdiri dari wakil-wakil Partai Politik dan DPD yang anggota-anggotanya
mewakili provinsi yang ada di Indonesia. Setiap daerah diwakili oleh 4 orang yang dipilih
langsung oleh rakyat di daerahnya masingmasing. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
adalah lembaga tertinggi negara. Keanggotaan MPR berubah setelah Amandeman UUD
1945 pada periode 19992004. Seluruh anggota MPR adalah anggota DPR ditambah
anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Sebelumnya, anggota MPR adalah seluruh
anggota DPR ditambah utusan golongan. Anggota MPR saat ini terdiri dari 550 anggota
DPR dan 128 anggota DPD. Anggota DPR dan DPD dipilih melalui pemilu dan dilantik
dalam masa jabatan lima tahun. Sejak 2004, MPR adalah sebuah parlemen bikameral,
setelah terciptanya DPD sebagai kamar kedua. Lembaga eksekutif berpusat pada presiden,
wakil presiden, dan kabinet. Kabinet di Indonesia adalah Kabinet Presidenstil sehingga
para menteri bertanggung jawab kepada presiden dan tidak mewakili partai politik yang
ada di parlemen. Lembaga Yudikatif sejak masa reformasi dan adanya amandemen UUD
1945 dijalankan oleh Mahkamah Agung, termasuk pengaturan administrasi para Hakim.
Politik luar negeri Indonesia seperti tertuang dalam pembukaan UUD 1945 adalah poltik
bebas aktif. Yang artinya Indonesia sebagai negara berdaulat memiliki konsep politik luar
negeri yang tidak terikat oleh negara manapun di dunia. Artinya, Indonesia berhak
menentukan sikapnya sendiri dalam perpolitikan di dunia yang bebas aktif dan bertujuan
untuk menjaga keamanan dunia. Serta Indonesia mengatur urusan dalam negerinya tanpa
campur tangan asing. 4. Ideologi dan Agama Seperti yang di atur dalam UUD 1945, bahwa
negara Indonesia menjamin kebebasan beragama di dalam kehidupan warga negara
Indonesia. Masingmasing warga negara Indonesia berhak untuk memeluk agama dan
kepercayaannya masing-masing dan menjalankan peribadatan sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing-masing warga negara Indonesia. Hak dalam hidup beragama di
Indonesia dilindungi oleh negara. Penduduk di Indonesia secara garis besar merupakan
penganut dari lima agama di antara lain islam, budha, hindu, katolik dan protestan serta
penganut kepercayaan lainnya seperti kong fu tsu. Mayoritas penduduk Indonesia adalah
beragama islam dan selebihnya adalah penganut agama budha, hindu, katolik dan
protestan serta aliran kepercayaan. Dalam berideologi, masyarakat Indonesia berhak untuk
memiliki ideologi dan pandangan hidup. Akan tetapi, ideolgi bangsa Indonesia tidak boleh
bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila yang merupakan kunci pemersatu bangsa
Indonesia.
5. Ekonomi Perekonomian bangsa Indonesia seperti diatur dalam UUD 1945 adalah
ekonomi yang bersifat kerakyatan. Kekayaan alam dan segala hal yang menyangkut hajat
hidup orang banyak diatur oleh negara untuk sebesar-besarnya digunakan demi
mensejahterakan seluruh penduduk Indonesia. Dalam perekonomiannya, dalam negara
Indonesia terdapat tiga bentuk badan usaha yaitu Badan Usaha Miliki Negara (BUMN),
Badan Usaha Miliki Swasta (BUMS) dan Koperasi. Jadi, bangsa Indonesia memiliki azas
perokonomian yang untuk kekayaan alam dan menyangkut hidup orang banyak diatur oleh
negara sedangkan bidang lainnya dijalankan oleh swasta dan koperasi. 6. Pertahanan
Keamanan Ciri khas dari bangsa Indonesia dalam bidang ini adalah bahwa, pertahanan di
Indonesia adalah pertahanan rakyat semesta atau dikenal Hankamrata. Pertahanan di
Indonesia bersifat menyeluruh bagi masyarakat Indonesia. Apabila salah satu wilayah
Indonesia diserang, maka seluruh masyarak di Indonesia lah yang akan mengamankan dan
mempertahankannya. 7. Demografi Indonesia. Penduduk Indonesia dapat dibagi secara
garis besar dalam dua kelompok. Di bagian barat Indonesia penduduknya kebanyakan
adalah suku Melayu, sementara di timur adalah suku Papua, yang mempunyai akar di
kepulauan Melanesia. Banyak penduduk Indonesia yang menyatakan dirinya sebagai
bagian dari kelompok suku yang lebih spesifik, yang dibagi menurut bahasa dan asal
daerah, misalnya Jawa, Sunda atau Batak. Bangsa Indonesia memiliki banyak sekali suku
dan budaya dan adat istiadat. Selain itu juga ada penduduk pendatang yang jumlahnya
minoritas di antaranya adalah Etnis Tionghoa, India, dan Arab. Mereka sudah lama datang
ke nusantara dengan jalur perdagangan sejak abad ke 8 SM dan menetap menjadi bagian
dari Nusantara. Di Indonesia terdapat sekitar 3% populasi etnis Tionghoa. Angka ini
berbeda-beda karena hanya pada tahun 1930-an terakhir kalinya pemerintah melakukan
sensus dengan menggolong-golongkan masyarakat Indonesia ke dalam suku bangsa dan
keturunannya. Islam adalah agama mayoritas yang dipeluk oleh sekitar 85,2% penduduk
Indonesia, yang menjadikan Indonesia negara dengan penduduk muslim terbanyak di
dunia. Sisanya beragama Protestan (8,9%); Katolik (3%); Hindu (1,8%); Buddha (0,8%); dan
lain-lain (0,3%). Kebanyakan penduduk Indonesia bertutur dalam bahasa daerah sebagai
bahasa ibu, namun bahasa resmi Indonesia, bahasa Indonesia, diajarkan di seluruh
sekolah-sekolah di negara ini dan dikuasai oleh hampir seluruh penduduk Indonesia.
III. Kondisi Identitas Bangsa Indonesia Saat Ini 1. Dalam perekonomian, kekayaan alam
saat ini banyak yang dikelola oleh asing. Pengelolaan ini memberikan keuntungan yang
sangat kecil sekali bagi bangsa Indonesia. Tidak hanya di bidang pertambangan, bahkan
lahan perkebunan pun telah mulai sedikit demi sedikit dikuasai oleh negara lain. Beberapa
bidang yang menyangkut hajat hidup orang banyak seperti air minum tidak lagi
sepenuhnya dikuasai oleh negara. Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah,
namun pengelolahannya mayoritas dikuasai oleh asing. Pola hidup masyarakat bangsa
Indonesia saat ini merupakan pola kehidupan yang mengagungkan produk asing.
Masyarakat Indonesia saat ini lebih senang apabila produk yang dikonsumsinya merupakan
buatan luar negeri. 2. Dalam kebudayaan, beberapa budaya, lagu dan tarian telah dicaplok
oleh bangsa lain. Kebudayaan batik, telah dipatenkan oleh Malaysia sebagai produk
budayanya, lagu, tarian, seni musik, serta bahkan makanan khas bangsa Indonesia banyak
yang dicaplok begitu saja oleh bangsa lain. Selain itu, pola kehidupan generasi muda
bangsa Indonesia saat ini telah luntur dan bersifat kebarat-baratan. Tidak ada rasa
kebanggaan lagi dalam penggunaan bahasa Indonesia, bertata krama Indonesia.
Kehidupan dan kebudayaan yang berbau kebarat-baratan dianggap lebih tinggi statusnya
dan lebih modern. 3. Dalam bidang Geografi Indonesia memiliki banyak pulau.17.508
pulau. Namun, penjagaan kesatuan wilayah ini serta rasa memilikinya terasa sangat begitu
kurang. Masih hangat di telinga bangsa Indonesia, beberapa pulau di Indonesia telah
dicaplok dan diakui sebagai wilayah dari bangsa lainnya. Sedangkan ketegasan untuk
mempertahankannya sangat kurang sekali baik itu dari tingkatan pemerintah maupun
masyarakat Indonesia sendiri. IV. Kesimpulan Bangsa Indonesia saat ini dalam keadaan
rapuh akan sikap dan rasa memiliki jati diri dan identitas bangsa. Kurang kesadaran akan
Identitas Nasional yang akibatnya tidak ada sikap dan rasa bangga menjadi bangsa
Indonesia. Hal yang penting adalah rasa memiliki identitas tersebut sehingga apabila
identitas kita dicaplok begitu saja, kita bangkit dan mempertahankannya. Oleh sebab itu,
Identitas Nasional ini perlu dihidupkan kembali. V. Referensi
1.http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=11
2&Itemid=1722 (dilihat pada tanggal 21 Februari 2009) 2.http://id.shvoong.com/social-
sciences/1747413-identitas-nasional-indonesia/ (dilihat pada tanggal 23 Februari 2009)
3.http://64.203.71.11/kompas-cetak/0608/24/Politikhukum/2901687.htm (dilihat pada
tanggal 25 Februari 2009) 4. http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=181233
(dilihat pada tanggal 25 Februari 2009)
Selama ini masyarakat Indonesia masih bingung dengan identitas bangsanya. Agar dapat
memahaminya, pertama-tama harus dipahami terlebih dulu arti Identitas Nasional
Indonesia. Identitas berarti ciri-ciri, sifat-sifat khas yang melekat pada suatu hal sehingga
menunjukkan suatu keunikkannya serta membedakannya dengan hal-hal lain. Nasional
berasal dari kata nasion yang memiliki arti bangsa, menunjukkan kesatuan komunitas
sosio-kultural tertentu yang memiliki semangat, cita-cita, tujuan serta ideologi bersama.
Jadi, yang dimaksud dengan Identitas Nasional Indonesia adalah ciri-ciri atau sifat-sifat
khas bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain di
dunia.Uraiannya mencakup :1.identitas manusia Manusia merupakan makhluk yang
multidimensional, paradoksal dan monopluralistik. Keadaan manusia yang
multidimensional, paradoksal dan sekaligus monopluralistik tersebut akan mempengaruhi
eksistensinya. Eksistensi manusia selain dipengaruhi keadaan tersebut juga dipengaruhi
oleh nilai-nilai yang dianutnya atau pedoman hidupnya. Pada akhirnya yang menentukan
identitas manusia baik secara individu maupun kolektif adalah perpaduan antara keunikan-
keunikan yang ada pada dirinya dengan implementasi nilai-nilai yang dianutnya.2.identitas
nasionalIdentitas nasional Indonesia bersifat pluralistik (ada keanekaragaman) baik
menyangkut sosiokultural atau religiositas. – Identitas fundamental/ ideal = Pancasila yang
merupakan falsafah bangsa.- Identitas instrumental = identitas sebagai alat untuk
menciptakan Indonesia yang dicita-citakan. Alatnya berupa UUD 1945, lambang negara,
bahasa Indonesia, dan lagu kebangsaan.- Identitas religiusitas = Indonesia pluralistik
dalam agama dan kepercayaan.- Identitas sosiokultural = Indonesia pluralistik dalam suku
dan budaya.- Identitas alamiah = Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di
dunia.3.Nasionalisme IndonesiaNasionalime merupakan situasi kejiwaan dimana kesetiaan
seseorang secara total diabdikan langsung kepada negara bangsa. Nasionalisme sangat
efektif sebagai alat merebut kemerdekaan dari kolonial. Nasionalisme menurut Soekarno
adalah bukan yang berwatak chauvinisme, bersifat toleran, bercorak ketimuran, hendaknya
dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila.4. Integratis NasionalMenurut Mahfud M.D integrai
nasional adalah pernyataan bagian-bagian yang berbeda dari suatu masayarakat menjadi
suatu keseluruhan yang lebih untuh , secara sederhana memadukan masyarakat-
masyarakat kecil yang banyak jumlahnya menjadi suatu bangsa. Untuk mewujudkan
integrasi nasional diperlukan keadilan, kebijaksanaan yang diterapkan oleh pemerintah
dengan tidak membersakan SAR. Ini perlu dikembangkan karena pada hakekatnya
integrasi nasional menunjukkan tingkat kuatnya kesatuan dan persatuan
bangsa.KesimpulanIdentitas Nasional Indonesia adalah sifat-sifat khas bangsa Indonesia
yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Indonesia terdiri dari berbagai
macam suku bangsa, agama dan pulau-pulau yang dipisahkan oleh lautan. Oleh karena itu,
nilai-nilai yang dianut masyarakatnya pun berbeda-beda. Nilai-nilai tersebut kemudian
disatupadukan dan diselaraskan dalam Pancasila. Nilai-nilai ini penting karena merekalah
yang mempengaruhi identitas bangsa. Oleh sebab itu, nasionalisme dan integrasi nasional
sangat penting untuk ditekankan pada diri setiap warga Indonesia agar bangsa Indonesia
tidak kehilangan identitas.
Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan Penjajah Dan Kaitannya Dengan Kemerdekaan RI
DASAR PEMIKIRAN.
Perkembangan globalisasi ditandai dengan kuatnya pengaruh lembaga-Iembaga
kemasyarakatan internasional, negara-negara maju yang ikut mengatur percaturan
perpolitikan, perekonomian, sosial budaya dan pertahanan dan keamanan global. Kondisi
ini akan menumbuhkan berbagai konflik kepentingan, baik antar negara maju dengan
negara-negara berkembang maupun antar sesama negara berkembang serta lembaga-
Iembaga internasional. Disamping hal tersebut adanya issu global yang meliputi
demokratisasi, hak asasi manusia dan lingkungan hidup turut pula mempengaruhi keadaan
nasional.
Globalisasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
khususnya di bidang informasi, komunikasi dan trnasportasi, sehingga dunia menjadi
transparan seolah-olah menjadi kampung sedunia tanpa mengenal batas negara. Kondisi
yang demikian menciptakan struktur baru yaitu struktur global. Kondisi ini akan
mempengaruhi struktur dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di
Indonesia, serta akan mempengaruhi juga daiam berpola pikir, sikap dan tindakan
masyarakat Indonesia sehingga akan mempengaruhi kondisi mental spiritual bangsa
Indonesia.
Dari uraian tersebut di atas, bahwa semangat perjuangan bangsa yang merupakan
kekuatan mental spiritual yang melahirkan kekuatan yang luar biasa dalam masa
Perjuangan Fisik. Dalam menghadapi globalisasi dan menatap masa depan untuk mengisi
kemerdekaan diperlukan Perjuangan Non Fisik sesuai dengan bidang tugas dan profesi
masing-masing yang dilandasi nilai-nilai perjuangan bangsa Indonesia, sehingga memiliki
wawasan dan kesadaran bernegara, sikap dan perilaku yang cinta tanah air dan
mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa dalam rangka bela negara demi tetap utuh
dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam rangka Perjuangan Non Fisik sesuai bidang tugas dan profesi masing-¬masing
wawasan atau cara pandang bangsa Indonesia yaitu wawasan kebangsaan atau Wawasan
Nasional yang diberi nama Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa
Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis
dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dengan tetap menghargai dan
menghormati kebhinekaan dari setiap aspek kehidupan bangsa untuk mencapai tujuan
nasional. Sedang hakekat Wawasan Nusantara adalah keutuhan Nusantara atau Nasional
dengan pengertian cara Pandang yang selalu utuh menyeluruh dalam lingkup Nusantara
dan demi kepentingan nasional.
Atas dasar pemikiran dari perjalanan sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang
mengandung nilai-nilai semangat perjuangan yang dilaksanakan dengan perjuangan Fisik
dan wawasan Nusantara yang merupakan pancaran nilai dari ideoiogi Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa Indonesia, sehingga dalam mengisi kemerdekaan diperlukan
Perjuangan Non Fisik sesuai bidang tugas dan profesi masing-masing dj dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai cita-cila dan tujuan nasional.
Dengan demikian anak-anak bangsa sebagai generasi penerus akan memiliki pola pikir,
pola sikap dan pola tindak yang tercermin dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara serta tidak akan mengarah ke disintegrasi bangsa, karena hanya ada satu
Indonesia yaitu NKRI adalah SATU INDONESIA SATU.
Kesukubangsaan, Nasionalisme dan Multikulturalisme[1]
Achmad Fedyani Saifuddin
Guru Besar Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia,
Jakarta
I
Pembicaraan mengenai nasionalisme dan multikulturalisme bersifat posteriori karena
beberapa konsep harus dibicarakan lebih dahulu sebelum membahas isyu tersebut.
Menurut pendapat saya–dalam hal ini tentu banyak diwarnai oleh pemikiran antropologi —
konsep-konsep yang harus dibicarakan lebih dahulu setidak-tidaknya adalah sukubangsa,
kesukubangsaan, bangsa, negara-bangsa, dan kebangsaan. Semenjak lama kajian
antropologi mengenai kesukubangsaan memusatkan perhatian pada hubungan-hubungan
antar kelompok yang kelompok-kelompok tersebut dianggap memiliki “ukuran sedemikian”
sehingga memungkinkan dikaji melalui penelitian lapangan tradisional seperti pengamatan
terlibat, wawancara pribadi, maupun survei dalam pengertian tertentu. Fokus empiris
kajian antropologi nyaris merupakan kajian komunitas lokal. Apabila negara dibicarakan
dalam hal ini, maka negara ditempatkan sebagai bagian dari konteks yang lebih luas,
misalnya sebagai “agen luar” (external agent) yang mempengaruhi kondisi-kondisi lokal.
Selain itu, antropologi masa lampau kerapkali bias terhadap kajian “the others”. Istilah-
istilah seperti “masyarakat primitif”, “masyarakat belum beradab”, “masyarakat
sederhana” dan lainnya jelas menunjukkan bagaimana para antropolog Barat pada akhir
abad 19 hingga pertengahan abad ke 20 memandang dan menyebut masyarakat asing (“the
others”) yang di hadapinya di lapangan .
Pergeseran peristilahan dari “suku bangsa” menjadi “kelompok etnik” (ethnic groups)
merelatifkan dikotomi “kita”/”mereka”, karena istilah “kelompok etnik”, berbeda dari
“sukubangsa”, berada atau hadir di dalam “kita” (“self”) sekaligus “orang lain/mereka”
(“others”). Mekanisme batas (boundary mechanism) yang menyebabkan kelompok etnik
tetap kurang-lebih distinktif atau diskret memiliki karakteristik formal yang sama di kota-
kota metropolitan seperti Jakarta maupun di daerah pedalaman pegunungan Meratus,
Kalimantan Selatan, dan perkembangan identitas etnik dapat dipelajari dengan peralatan
konseptual yang sama di Indonesia maupun di negeri-negeri lain, meski pun konteks-
konteks empirisnya berbeda-beda atau mungkin unik. Pada masa kini, kalangan
antropologi sosial mengakui bahwa mungkin sebagian besar peneliti kini mempelajari
sistem-sistem kompleks yang “unbounded” daripada komunitas-komunitas yang
“terisolasi”.
Kebangsaan atau nasionalisme adalah topik baru dalam antropologi. Kajian tentang
nasionalisme – ideologi negara-bangsa modern—sejak lama adalah topik pembicaraan ilmu
politik, sosiologi makro dan sejarah. Bangsa (nation) dan ideologi kebangsaan adalah
fenomena modern berskala besar. Meski pun kajian mengenai nasionalisme memunculkan
masalah-masalah metodologi yang baru yang berkaitan dengan skala dan kesukaran
mengisolasi satuan-satuan penelitian, masalah-masalah ini justru mengkait dengan topik-
topik lain. Perubahan sosial telah terjadi di wilayah sentral kajian antropologi, yang
mengintegrasikan jutaan orang ke dalam pasar dan negara. Perhatian antropologi terhadap
nasionalisme justru menempuh jalur yang berbeda dari ilmu politik yang sejak awal
menempatkan negara sebagai pusat kajian. Antropologi, sejalan dengan tradisi teorinya
yang menempatkan evolusi sebagai premis dasar memposisikan negara sebagai bagian dari
pembicaraan mengenai evolusi masyarakat dari sederhana ke kompleks (modern). Dalam
hal ini negara menjadi bagian dari pembicaraan tentang proses masyarakat mengkota
(urbanizing) sebagai akibat proses evolusi dari masyarakat sederhana (d/h masyarakat
primitif). Dengan kata lain, negara adalah suatu institusi yang merupakan konsekuensi dari
evolusi masyarakat tersebut, suatu pengorganisasian yang tumpang-tindih dengan institusi
kekerabatan pada masyarakat sederhana pada masa lampau. (Cohen 1985). Secara
metodologi, seperti halnya kita yang hidup pada masa kini, dan disini, informan penelitian
antropologi adalah warga negara. Selanjutnya, masyarakat primitif mungkin tak terisolasi
seperti pada masa lampau, sehingga kini tak lagi “lebih asli” atau “lebih murni” daripada
masyarakat kita kini .
Para antropolog sejak lama berupaya mengangkat kasus-kasus pada tingkatan mikro,
sebagaimana tercermin dari masyarakat sederhana (d/h primitif) yang berskala kecil,
populasi kecil, hidup di suatu lingkungan yang relatif terisolasi, dan memiliki kebudayaan
yang relatif homogen, ke tingkatan abstraksi yang bersifat makro, sehingga mampu
menjelaskan gejala yang sama di berbagai tempat di dunia. Meski demikian, upaya ini tidak
mudah diwujudkan terlebih ketika antropolog masa kini semakin cenderung menyukai
keanekaragaman dalam paradigma berfikir konstruktivisme yang kini berkembang, seolah
paradigma relativisme kebudayaan yang berakar pada tradisi antropologi masa lampau
memperoleh tempat baru pada masa kini (Saifuddin 2005)
Dalam terminologi klasik antropologi sosial, konsep “bangsa” (nation) digunakan secara
kurang akurat untuk menggambarkan kategori-kategori besar orang atau masyarakat
dengan kebudayaan yang kurang lebih seragam. I.M. Lewis (1985: 287), misalnya,
mengatakan bahwa :”Istilah bangsa (nation), mengikuti arus pemikiran dominan dalam
antropologi, adalah satuan kebudayaan.” Selanjutnya Lewis memperjelas bahwa tidak perlu
membedakan antara “sukubangsa” (tribes), “kelompok etnik” (ethnic groups), dan
“bangsa” (nation) karena perbedaannya hanya dalam ukuran, bukan komposisi struktural
atau fungsinya. “Apakah segmen-segmen yang lebih kecil ini berbeda secara signifikan?
Jawabannya adalah bahwa segmen-segmen tersebut tidaklah berbeda; karena hanya
merupakan satuan yang lebih kecil dari satuan yang lebih besar yang memiliki ciri yang
sama….” (Lewis 1985: 358).
Dalam terminologi masa kini, ketika argumentasi homogenitas semakin sukar
dipertahankan, maka pembedaan bangsa dan kategori etnik menjadi semakin penting
karena keterkaitannya dengan negara modern. Lagi pula, suatu negara yang isinya adalah
suatu kategori etnik semakin langka adanya. Dengan kata lain, suatu perspektif antropologi
menjadi esensil bagi pemahaman secara menyeluruh mengenai nasionalisme. Suatu fokus
yang bersifat analitis dan empiris mengenai nasionalisme dalam penelitian modernisasi dan
perubahan sosial, menjadi penting dan sangat relevan dengan lapangan kajian yang lebih
luas dari antropologi politik dan kajian mengenai identitas sosial.
Barangkali penting merujuk pandangan Ernest Gellner (1983) tentang nasionalisme:
“Nasionalisme adalah prinsip politik, yang berarti bahwa satuan nasion harus sejalan
dengan satuan politik. Nasionalisme sebagai sentimen, atau sebagai gerakan, paling tepat
didefinisikan dalam konteks prinsip ini. Sentimen nasionalis adalah rasa marah yang timbul
akibat pelanggaran prinsip ini, atau rasa puas karena prinsip ini dijalankan dengan baik.
Gerakan nasionalis diaktualisasikan oleh sentimen semacam ini” (hal. 1). Pandangan
Gellner tentang nasionalisme ini lebih pas untuk konteks negara-bangsa (nation state). Hal
ini tercermin dari konsep “satuan nasion” yang terkandung dalam kutipan di atas.
Nampaknya Gellner masih memandang “satuan nasion” sama dengan kelompok etnik –
atau setidak-tidaknya suatu kelompok etnik yang diklaim keberadaannya oleh para
nasionalis :” Ringkas kata, nasionalisme adalah suatu teori legitimasi politik, yakni bahwa
batas-batas etnik tidak harus berpotongan dengan batas-batas politik” (Gellner 1983: 1).
Dengan kata lain, nasionalisme, menurut pandangan Gellner, merujuk kepada keterkaitan
antara etnisitas dan negara. Nasionalisme, menurut pandangan ini, adalah ideologi etnik
yang dipelihara sedemikian sehingga kelompok etnik ini mendominasi suatu negara.
Negara-bangsa dengan sendirinya adalah negara yang didominasi oleh suatu kelompok
etnik, yang penanda identitasnya –seperti bahasa atau agama—kerapkali terkandung dalam
simbolisme resmi dan institusi perundang-undangannya.
Tokoh lain yang dikenal dengan gagasan teoretisnya tentang nasionalisme, khususnya
Indonesia, adalah Benedict Anderson (1991[1983]: 6) yang mendefinisikan nasion sebagai
“an imagined political community” – dan dibayangkan baik terbatas secara inheren maupun
berdaulat. Kata “imagined” di sini lebih berarti “orang-orang yang mendefinisikan diri
mereka sebagai anggota suatu nasion, meski mereka “tak pernah mengenal, bertemu, atau
bahkan mendengar tentang warga negara yang lain, namun dalam fikiran mereka hidup
suatu citra (image) mengenai kesatuan komunion bersama” (hal. 6). Jadi, berbeda dari
pendapat Gellner yang lebih memusatkan perhatian pada aspek politik dari nasionalisme,
Anderson lebih suka memahami kekuatan dan persistensi identitas dan sentimen nasional.
Fakta bahwa banyak orang yang rela mati membela bangsa menunjukkan adanya kekuatan
yang luar biasa itu.
Meski Gellner dan Anderson memusatkan perhatian pada tema yang berbeda, prinsip
politik dan sentimen identitas, keduanya sesungguhnya saling mendukung. Keduanya
menekankan bahwa bangsa adalah konstruksi ideologi demi untuk menemukan keterkaitan
antara kelompok kebudayaan (sebagaimana didefinisikan warga masyarakat yang
bersangkutan) dan negara, dan bahwa mereka menciptakan komunitas abstrak (abstract
communities) dari keteraturan yang berbeda dari negara dinasti atau komunitas berbasis
kekerabatan yang menjadi sasaran perhatian antropologi masa lampau.
Anderson sendiri berupaya memberikan penjelasan terhadap apa yang disebut “anomali
nasionalisme”. Menurut pandangan Marxis dan teori-teori sosial liberal tentang
modernisasi, nasionalisme seharusnya tidak lagi relevan di dunia individualis pasca
Pencerahan, karena nasionalisme itu berbau kesetiaan primodial dan solidaritas yang
berbasis asal-usul dan kebudayaan yang sama. Maka, kalau kita kini menyaksikan
“goyahnya” nasionalisme di Indonesia, hal ini mungkin disebabkan antara lain oleh masuk
dan berkembangnya pemikiran liberal dalam ilmu-ilmu sosial di Indonesia, dan menjadi
bagian dari cara ilmu-ilmu sosial memikirkan negara-bangsa dan nasionalisme kita sendiri.
Kajian antropologi mengenai batas-batas etnik dan proses identitas mungkin dapat
membantu memecahkan problematika Anderson. Penelitian tentang pembentukan identitas
etnik dan dipertahankannya identitas etnik cenderung menjadi paling penting dalam
situasi-situasi tak menentu, perubahan, persaingan memperoleh sumberdaya, dan ancaman
terhadap batas-batas tersebut. Maka tak mengherankan bahwa gerakan-gerakan politik
yang berdasarkan identitas kebudayaan kuat dalam masyarakat yang tengah mengalami
modernisasi, meski pun hal ini tidaklah berarti bahwa gerakan-gerakan tersebut menjadi
gerakan-gerakan nasionalis.
II
Titik temu antara teori-teori nasionalisme dan etnisitas perlu disinggung di sini. Menurut
hemat saya, baik Gellner maupun Anderson tidak berupaya menemukan titik temu
tersebut; kedua pandangan teori mereka dikembangkan sendiri-sendiri. Baik kajian
etnisitas di tingkat komunitas lokal maupun kajian nasionalisme di tingkat negara
menegaskan bahwa identitas etnik maupun nasional adalah konstruksi. Berarti kedua
identitas tersebut bukan alamiah. Selanjutnya, jalinan hubungan antara identitas khusus
dan “kebudayaan” bukanlah hubungan satu per satu. Asumsi-asumsi titik temu yang
tersebar luas antara etnisitas dan “kebudayaan obyektif” adalah kasus yang terpancarkan
dari konstruksi kebudayaan itu sendiri. “Berbicara tentang kebudayaan” dan “kebudayaan”
dapat dibedakan ibarat kita berbicara tentang perbedaan antara menu dan makanan.
Keduanya adalah fakta sosial dengan keteraturan yang berbeda.
Tatkala kita menyoroti nasionalisme, jalinan hubungan antara organisasi etnik dan
identitas etnik sebagaimana didiskusikan sebelumnya menjadi lebih jelas. Menurut
nasionalisme, organisasi politik seharusnya bersifat etnik karena organisasi ini
merepresentasikan kepentingan-kepentingan kelompok etnik tertentu. Sebaliknya, negara-
bangsa mengandung aspek penting dari legitimasi politik yakni dukungan massa yang
sebenarnya merepresentasikan sebagai suatu satuan kebudayaan.
Di dalam antropologi dapat kita temukan juga teori-teori tentang simbol-simbol ritual yang
dalam konteks pembicaraan ini juga menggambarkan dualitas antara makna dan politik,
yang umum kita temukan baik dalam kajian etnisitas maupun kajian nasionalisme. Menyitir
Victor Turner (1969 : 108) :”simbol-simbol itu multivokal karena memiliki kutub
instrumental dan sensoris (makna)”. Itulah sebabnya, pendapat Turner ini relevan dengan
apa yang dikemukakan Anderson (1991) bahwa nasionalisme memperoleh kekuatannya
dari kombinasi legitimasi politik dan kekuatan emosional. Sejalan dengan hal di atas,
seorang ahli antropologi lain, Abner Cohen (1974) mengemukakan bahwa politik tidak
dapat sepenuhnya instrumental, melainkan harus selalu melibatkan simbol-simbol yang
mengandung kekuatan untuk menciptakan loyalitas dan rasa memiliki. Para antropolog
yang mengkaji nasionalisme umumnya memandang isyu ini sebagai varian dari etnisitas.
Tentu saja dapat muncul pertanyaan bahwa kalau nasionalisme dibicarakan dalam atau
sebagai bagian dari etnisitas, dan nasionalisme yang berbasis etnisitas itu imaginable –
kalau kita mengikuti pandangan Anderson – maka bagaimana dengan nasionalisme yang
dibangun tidak berdasarkan etnik ? Apakah untuk kasus ini juga imaginable ?
Para pengkaji nasionalisme menekankan aspek-aspek modern dan abstrak. Perspektif
antropologis khususnya penting di sini karena para antropolog lebih suka mengetengahkan
karakter nasionalsme dan negara-bangsa yang khusus dan unik melalui pembandingan-
pembandingan dengan, atau pemikiran yang berakar pada masyarakat yang berskala kecil.
Dalam perspektif ini, bangsa (nation) dan ideologi nasionalis setidak-tidaknya nampak
sebagai “peralatan” simbolik bagi kelas-kelas yang berkuasa dalam masyarakat, yang tanpa
peralatan simbolik itu bangsa rentan terancam perpecahan. Sebagian ahli berpendapat
bahwa nasionalisme dan komunitas nasional dapat memiliki akar yang kuat dalam
komunitas etnik sebelumnya atau ethnies (A.D. Smith 1986), tetapi niscaya kurang tepat
untuk mengklaim bahwa kesinambungan masyarakat komunitas pra-modern atau
“kebudayaan etnik” menjadi nasional terjaga dengan baik. Contoh Norwegia menunjukkan
bahwa tradisi dan simbol-simbol nasional lainnya memiliki makna yang sangat berbeda
dalam konteks modern dibandingkan makna pada masa lampau (A.D.Smith 1986).
III
Multikulturalisme: Penguatan Politik dan Sentimen Kebangsaan Negara-Bangsa
Seperti telah dikemukakan di atas, konsep negara dalam antropologi adalah perluasan dari
konsep-konsep sukubangsa, kelompok etnik, etnisitas, yang pada setiap konsep tersebut
konsep nasionalisme menyelimuti sekaligus memberikan roh. Dalam konteks ini negara
merupakan suatu bentuk pengorganisasian warga masyarakat yang secara intrinsik berasal
dari sukubangsa atau kelompok etnik tersebut. Konsep negara-bangsa (nation-state),
misalnya, jelas sekali menunjukkan orientasi pemikiran antropologi ini.
Dipandang dari perspektif ini, nasionalisme yang sukses ditentukan oleh keterjalinan
ideologi etnik dengan aparatus negara. Negara-bangsa, seperti halnya banyak sistem
politik lain, memandang pentingnya ideologi bahwa batas-batas politik harus saling
mendukung dengan batas-batas kebudayaan. Selanjutnya, negara-bangsaa memiliki
monopoli atas keabsahan untuk memungut pajak, dan bahwa tindakan kekerasan terhadap
warga yang dianggap menyimpang dari kehendak negara. Monopoli ini adalah sumber
kekuasaan yang paling penting. Negara bangsa memiliki administrasi birokrasi dan
undang-undang tertulis yang meliputi semua warga negara, dan memiliki sistem
pendidikan yang seragam di seluruh negeri, dan pasar tenaga kerja yang sama bagi semua
warga negara. Hampir semua negara-bangsa di dunia memiliki bahasa nasional yang
digunakan untuk komunikasi resmi. Suatu ciri yang khas dari negara bangsa adalah
konsentrasi kekuasaan yang luarbiasa. Cukup jelas bahwa Indonesia adalah salah satu
contoh negara-bangsa.
Negara Bangsa dan Multikulturalime
Dari pembicaraan kita tentang perspektif antropologi mengenai nasionalisme dan negara di
atas, dapatlah dikemukakan bahwa negara-bangsa Indonesia kini menghadapi tantangan-
tantangan besar, yang apabila kita tak berhasil menghadapi dan menaklukkan tantangan
tersebut, dapat diprediksi bahwa negara kesatuan Republik Indonesia ini akan berakhir.
Akan tetapi kalau kita memiliki kesepakatan dan komitemen bahwa negara kesatuan ini
adalah final, maka kita perlu memperhatikan secara seksama tantangan-tantangan yang
kita hadapi, dan tugas-tugas yang harus kita laksanakan untuk menghadapinya. Banyak
orang berpendapat bahwa multikulturalisme merupakan alternatif yang paling tepat untuk
membangun kembali integrasi bangsa tersebut, meski belum ditemukan model
multikulturalisme seperti apa yang paling tepat untuk Indonesia. Pendapat tersebut benar,
karena pendekatan proses dalam multikulturalisme lebih relevan untuk menjawab isyu
kebangsaan dan integrasi nasional yang kini dituntut mampu menjawab tantangan
perubahan.
Buku Sdr Mashudi Noorsalim (ed.) yang kini sedang kita bahas – menurut hemat saya –
mengandung empat persoalan besar (penulis menyebutnya “dilematis”) berkaitan dengan
isyu hak-hak minoritas dalam kaitannya dengan multikulturalisme dan dilema negara
bangsa.
1. Fakta keanekaragaman sukubangsa, ras, agama, dan golongan sosial-ekonomi, semakin
diperumit oleh faktor geografi Indonesia yang kepulauan, penduduk yang tinggal terpisah-
pisah satu sama lain, mendorong potensi disintegrasi meningkat.
2. Premis antropologi bahwa nasionalisme dan negara seyogyanya dibicarakan mulai dari
akarnya, yakni mulai dari konsep-konsep “sukubangsa”, “kelompok etnik”, dan “etnisitas”,
jelas menunjukkan bahwa apabila semangat nasionalisme luntur karena berbagai sebab,
maka yang tertinggal adalah semangat kesukubangsaan yang menguat. Dengan kata lain,
meningkatnya semangat primordial ( antara lain kesuku-bangsaan) di tanah air akhir-akhir
adalah indikasi melunturnya nasionalisme.
3. Hak-hak minoritas senantiasa melekat pada fakta pengaturan keanekaragaman yang
ada. Apabila pengaturan nasional berorientasi pada kebijakan kebudayaan seragam dan
sentralistis maka fakta pluralisme, diferensiasi, dan hirarki masyarakat dan kebudayaan
akan meningkat. Dalam kondisi ini hak-hak minoritas akan terabaikan karena tertutup oleh
kebijakan negara yang terkonsentrasi pada kekuasaan sentralistis. Namun, apabila
pengaturan tersebut adalah demokratis dan/atau multikuluralistis maka hak-hak minoritas
akan semakin dihargai. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa upaya membangun bangsa
yang multikultural itu berhadapan dengan tantangan berat, yaitu fakta keenekaragaman
yang luas dalam konteks geografi, populasi, sukubangsa, agama, dan lainnya. Oleh karena
itu membangun negara-bangsa yang multikultural nampaknya harus dibarengi oleh politik
pengaturan dan sentimen kebangsaan yang kuat.
4. Perekat integrasi nasional yang selama ini terjadi seperti politik penyeragaman nasional
dan konsentrasi kekuasaan yang besar sesungguhnya adalah hal yang lumrah dalam politik
pemeliharaan negara bangsa. Namun, mekanisme pengaturan nasional ini terganggu
ketika seleksi global – pernyataan saya ini dipengaruhi oleh prinsip alamiah proses seleksi
alam dalam evolusionisme – “tidak lagi menghendaki” (not favour) bentuk negara-bangsa
sebagai bentuk pengaturan nasional pada abad yang baru ini. Kondisi negeri kita yang
serba lemah di berbagai sektor mempermudah kita menjadi rentan untuk “tidak lagi
dikehendaki” dalam proses seleksi global.
Identitas Nasional
Identitas adalah sifat khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi,
golongan sendiri, kelompok sendiri, atau negara sendiri.
Nasional merupakan identitas yang melekat pada kelompok- kelompok yang lebih besar
yang diikat oleh kesamaan-kesamaan, baik fisik seperti budaya, agama, dan bahasa
maupun non fisik, seperti keinginan,cita-cita dan tujuan. Jadi adapun pengertian identitas
sendiri adalah ciri-ciri, tanda-tanda, jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu
yang bisa membedakannya.
Identitas nasional pada hakikatnya merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh
dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan suatu bangsa dengan ciri-ciri khas.
Dengan ciri-ciri khas tersebut, suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam hidup dan
kehidupannya.
Diletakkan dalam konteks Indonesia, maka Identitas Nasional itu merupakan manifestasi
nilai-nilai budaya yang sudah tumbuh dan berkembang sebelum masuknya agama-agama
besar di bumi nusantara ini dalam berbagai aspek kehidupan bdari ratusan suku yang
kemudian dihimpun dalam satu kesatuan Indonesia menjadi kebudayaan Nasional dengan
acuan Pancasila dan roh Bhinneka Tunggal Ika sebagai dasar dan arah pengembangannya
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Selama ini masyarakat Indonesia masih bingung dengan identitas bangsanya. Agar dapat
memahaminya, pertama-tama harus dipahami terlebih dulu arti Identitas Nasional
Indonesia. Identitas berarti ciri-ciri, sifat-sifat khas yang melekat pada suatu hal sehingga
menunjukkan suatu keunikkannya serta membedakannya dengan hal-hal lain.
Nasional berasal dari kata nasion yang memiliki arti bangsa, menunjukkan kesatuan
komunitas sosio-kultural tertentu yang memiliki semangat, cita-cita, tujuan serta ideologi
bersama. Jadi, yang dimaksud dengan Identitas Nasional Indonesia adalah ciri-ciri atau
sifat-sifat khas bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain di
dunia. Uraiannya mencakup :
1. Identitas manusia Manusia merupakan makhluk yang multidimensional, paradoksal dan
monopluralistik. Keadaan manusia yang multidimensional, paradoksal dan sekaligus
monopluralistik tersebut akan mempengaruhi eksistensinya. Eksistensi manusia selain
dipengaruhi keadaan tersebut juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianutnya atau
pedoman hidupnya. Pada akhirnya yang menentukan identitas manusia baik secara
individu maupun kolektif adalah perpaduan antara keunikan-keunikan yang ada pada
dirinya dengan implementasi nilai-nilai yang dianutnya.
2. Identitas nasionalIdentitas nasional Indonesia bersifat pluralistik (ada keanekaragaman)
baik menyangkut sosiokultural atau religiositas. – Identitas fundamental/ ideal = Pancasila
yang merupakan falsafah bangsa.- Identitas instrumental = identitas sebagai alat untuk
menciptakan Indonesia yang dicita-citakan. Alatnya berupa UUD 1945, lambang negara,
bahasa Indonesia, dan lagu kebangsaan.- Identitas religiusitas = Indonesia pluralistik
dalam agama dan kepercayaan.- Identitas sosiokultural = Indonesia pluralistik dalam suku
dan budaya.- Identitas alamiah = Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di
dunia.
3. Nasionalisme IndonesiaNasionalime merupakan situasi kejiwaan dimana kesetiaan
seseorang secara total diabdikan langsung kepada negara bangsa. Nasionalisme sangat
efektif sebagai alat merebut kemerdekaan dari kolonial. Nasionalisme menurut Soekarno
adalah bukan yang berwatak chauvinisme, bersifat toleran, bercorak ketimuran, hendaknya
dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila.
4. Integritas Nasional Menurut Mahfud M.D integrai nasional adalah pernyataan bagian-
bagian yang berbeda dari suatu masayarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih utuh
secara sederhana memadukan masyarakat-masyarakat kecil yang banyak jumlahnya
menjadi suatu bangsa. Untuk mewujudkan integrasi nasional diperlukan keadilan,
kebijaksanaan yang diterapkan oleh pemerintah dengan tidak membersakan SAR. Ini perlu
dikembangkan karena pada hakekatnya integrasi nasional menunjukkan tingkat kuatnya
kesatuan dan persatuan bangsa.
Kesimpulan Identitas Nasional Indonesia adalah sifat-sifat khas bangsa Indonesia yang
membedakannya dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Indonesia terdiri dari berbagai
macam suku bangsa, agama dan pulau-pulau yang dipisahkan oleh lautan. Oleh karena itu,
nilai-nilai yang dianut masyarakatnya pun berbeda-beda. Nilai-nilai tersebut kemudian
disatupadukan dan diselaraskan dalam Pancasila. Nilai-nilai ini penting karena merekalah
yang mempengaruhi identitas bangsa. Oleh sebab itu, nasionalisme dan integrasi nasional
sangat penting untuk ditekankan pada diri setiap warga Indonesia agar bangsa Indonesia
tidak kehilangan identitas.
Unsur-unsur pembentuk identitas nasional berdasarkan ukuran parameter sosiologis,
yaitu :
1.suku bangsa
2.kebudayaan
3.bahasa
4.kondisi georafis.
Unsur-unsur pembentuk identitas nasional indonesia, yaitu :
1. Sejarah
2. Kebudayaan :
-Akal budi
-Peradaban
-Pengetahuan
3. Budaya Unggul
4. Suku Bangsa : keragaman/majemuk
5. Agama: multiagama
6. Bahasa http://elasgary.wordpress.com/2012/02/07/identitas-nasional/
Makalah Identitas NasionalBAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selama ini masyarakat Indonesia masih bingung dengan identitas bangsanya. Agar dapat memahaminya,
pertama-tama harus dipahami terlebih dulu arti Identitas Nasional Indonesia. Identitas berarti ciri-ciri,
sifat-sifat khas yang melekat pada suatu hal sehingga menunjukkan suatu keunikkannya serta
membedakannya dengan hal-hal lain. Nasional berasal dari kata nasion yang memiliki arti bangsa,
menunjukkan kesatuan komunitas sosio-kultural tertentu yang memiliki semangat, cita-cita, tujuan
serta ideologi bersama. Jadi, yang dimaksud dengan Identitas Nasional Indonesia adalah ciri-ciri atau
sifat-sifat khas bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain di dunia.Uraiannya
mencakup :
1. Identitas manusia Manusia merupakan makhluk yang multidimensional, paradoksal dan monopluralistik.
Keadaan manusia yang multidimensional, paradoksal dan sekaligus monopluralistik tersebut akan
mempengaruhi eksistensinya.
2. Identitas nasionalIdentitas nasional Indonesia bersifat pluralistik (ada keanekaragaman) baik
menyangkut sosiokultural atau religiositas. - Identitas fundamental/ ideal = Pancasila yang merupakan
falsafah bangsa.- Identitas instrumental = identitas sebagai alat untuk menciptakan Indonesia yang
dicita-citakan.
3. Nasionalisme IndonesiaNasionalime merupakan situasi kejiwaan dimana kesetiaan seseorang secara total
diabdikan langsung kepada negara bangsa. Nasionalisme sangat efektif sebagai alat merebut
kemerdekaan dari kolonial. Nasionalisme menurut Soekarno adalah bukan yang berwatak chauvinisme,
bersifat toleran, bercorak ketimuran, hendaknya dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila.
4. Integratis NasionalMenurut Mahfud M.D integrai nasional adalah pernyataan bagian-bagian yang
berbeda dari suatu masayarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih untuh , secara sederhana
memadukan masyarakat-masyarakat kecil yang banyak jumlahnya menjadi suatu bangsa.
A. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui sejauh mana
perkembangan identitas Nasional di Indonesia khususnya di UNIMA.
B. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai bahan pengetahuan dan penghayatan bagi kita
untuk memahami perkembangan identitas nasional. Dan hendaknya makalah ini bermanfaat bagi para
pembaca dan mahasiswa dalam memahami identitas nasional.
BAB II
PEMBAHASAN
A. IDENTITAS NASIONAL INDONESIA
Manifestasi Nilai-Nilai Budaya Yg Tumbuh Dan Berkembang Dalam Berbagai Aspek Kehidupan Bangsa (Nation State) , Yg Dimulai Dari Kesepahaman : Antar Individu,Individu – Kelompok Dan AtauAntar Kelompok.
Term antropologi : identitas adalah sifat khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri
pribadi, golongan sendiri, kelompok sendiri, atau negara sendiri. Nasional merupakan identitas yang
melekat pada kelompok- kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan, baik fisik
seperti budaya, agama, dan bahasa maupun non fisik, seperti keinginan,cita-cita dan tujuan. Jadi adapun
pengertian identitas sendiri adalah ciri-ciri, tanda-tanda, jati diri yang melekat pada seseorang atau
sesuatu yang bisa membedakannya.
Identitas nasional pada hakikatnya merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan
berkembang dalam berbagai aspek kehidupan suatu bangsa dengan ciri-ciri khas. Dengan ciri-ciri khas
tersebut, suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam hidup dan kehidupannya.
Diletakkan dalam konteks Indonesia, maka Identitas Nasional itu merupakan manifestasi nilai-nilai
budaya yang sudah tumbuh dan berkembang sebelum masuknya agama-agama besar di bumi nusantara
ini dalam berbagai aspek kehidupan bdari ratusan suku yang kemudian dihimpun dalam satu kesatuan
Indonesia menjadi kebudayaan Nasional dengan acuan Pancasila dan roh Bhinneka Tunggal Ika sebagai
dasar dan arah pengembangannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan perkataan lain, dapat dikatakan bahwa hakikat identitas asional kita sebagai bangsa di dalam
hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah Pancasila yang aktualisasinya tercermin dalam
berbagai penataan kehidupan kita dalam arti luas, misalnya dalam Pembukaan beserta UUD kita, sistem
pemerintahan yang diterapkan, nilai-nilai etik, moral, tradisi, bahasa, mitos, ideologi, dan lain
sebagainya yang secara normatif diterapkan di dalam pergaulan, baik dalam tataran nasional maupun
internasional.
Krisis multidimensi yang kini sedang melanda masyarakat kita menyadarkan bahwa pelestarian budaya
sebagai upaya untuk mengembangkan Identitas Nasional kita telah ditegaskan sebagai komitmen
konstitusional sebagaimana dirumuskan oleh para pendiri negara kita dalam Pembukaan, khususnya
dalam Pasal 32 UUD 1945 beserta penjelasannya, yaitu :
“Pemerintah memajukan Kebudayan Nasional Indonesia “
yang diberi penjelasan :
” Kebudayan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budaya rakyat Indonesia
seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli terdapat ebagi puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah
seluruh Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah
kemajuan adab, budaya dan persatuan dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing
yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri serta mempertinggi
derajat kemanusiaan bangsa Indonesia “.
Kemudian dalam UUD 1945 yang diamandemen dalam satu naskah disebutkan dalam Pasal 32
1. Negara memajukan kebudayan Nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan
menjamin kebebasan masyarakat dalam memeliharra dan mengembangkan nilai-nilai budaya.
2. Negara menghormatio dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.
Dengan demikian secara konstitusional, pengembangan kebudayan untuk membina dan
mengembangkan identitas nasional kita telah diberi dasar dan arahnya, terlepas dari apa dan bagaimana
kebudayaan itu dipahami yang dalam khasanah ilmiah terdapat tidak kurang dari 166 definisi
sebagaimana dinyatakan oleh Kroeber dan Klukhohn di tahun 1952.
B. SEJARAH PAHAM KELAHIRAN NASIONALISME INDONESIA YG
BER-WAWASAN PAROKHIAL:
1. 1908 Budi Oetomo Berbasis Sub Kultur Jawa
2. 1911 Sarikat Dagang Islam Kaum Entrepeneur Islam Bersifat Ekstrovert Dan Politis
3. 1912. Muhammadiya Dari Subkultur Islam Modernis Bersifat Introvert Dan Sosial
4. 1912. Indische Party Dari Sub Kultur Campuran, Yg Memncerminkan Elemin Politis Na-Sionalisme Non
rasial dg selogan
“ TEMPAT YANG MEMBERI NAFKAH YANG MENJADIKAN INDONESIA SEBAGAI TANAH AIRNYA”
5. 1913. Indische Social Democratiche Vereniging Mengejawantahkan Nasionalisme Politik Radikal Dan
Berorientasi Marxist.
6. 1915. Trikoro Dharmo Sebagai Emberio Yong Java
7. 1918 Yong Java
8. 1925. Manifisto Politik
9. 1926. Nahdatoel Oelama (Nu)Dari Sub Kultur Santri Dan Ulama Serta Pergerakan Lain Seperti Sub Ethnis
Jong Ambon, Jong Sumatwera, Jong Selebes Yang Melahiorkan Pergerakan Nasionalisme Yg Berjati Diri
Indonmesianess
10. 1928 . Soempah Pemoeda 28 Okt 1928
11. 1931. Indonesia Muda
C. KARAKTERISTIK INDENTITAS NASIONAL
a. Unsur Identitas Pancasila dengan Rohnya Bhineka Tunggal Ika
Nilai-Nilai Yg Hidup Dalam Berbagai Masyarakat.
Menyangkut Sopan Santun, Tata pergaulan
Termasuk Bidang Agama Serta Moral
Adat Istiadat
Budaya
b. Pelaksanaan Unsur Identitas Nasional
Menjelang th 1997 indonesia terjadi krisis nilai, moral disusul krisis ekonomi dan politik sehingga indonesia kehilangan orientasi nilai. Dari sisni timbul suatu pergerakan semacam social terorisme. Lalu 1998 puncak krisis sehingga timbul penjarahan massal.
Hakikat identitas nasional indonesia adalah pancasila yg diaktualisasikan dalam bergagai kehidupan dan berbangsa. AKTUALISASI ini untuk menegakkan pancasila dan uud 45 sebagaimana dirumuskan dalam pembukaan uud 45 terutama alinea ke 4.
D. PEMBERDAYAAN IDENTITAS NASIONAL INDONESIA
1 TANTANGAN GLOBALISASI
Bersifat centrifugal bersumber pada faktor
Eksternal dan internalEksternal
Berkembangnya proses globalisasi yang melahirkan neolibralisme dan kapitalisme. Hal ini
dimulai berbagai kesepakatan melalui konfrensi internasional : WTO APEC. AFTA dan bentuk
kesepakatan yang lain yang berhubungan dengan perekonomian, sosial dan politik yg dapat
menindas masyarakat lemah baik dari segi ekonomi, sosial, politik.
INTERNAL
Terjadinya KKN kebebasan demokrasi tidak ditunjang oleh infra struktur mental yang
kondusif.
ERNEST RENAN dalam bukunya qu’est ceqy’une nation menyatakan bahwa hakikat nasionalisme itu le desire vivre ensemble (keinginan untuk hidup bersama) bertumpu pada kesadaran akan adanya jiwa dan prinsip spiritual ‘une ame,un prinsipe spirituel’ yang berakar pada kepahlawanan masa lalu yang tumbuh karena ada kesamaan penderitaan dan kemuliaan dimasa lalu.
REVITALISASI PANCASILA SEBAGAI PEMBERDAYAAN IDENTITAS NASIONAL
Upaya pemberdayaan identitas nasional indonesia melalui revitalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam
pancasila. Pembukaan UUD 45 sebagai staatfondamentalnorm , di eksplorasikan pada dimensi :
Realitas : nilai – nilai diaplikasikan secara konkrit dalam kehidupan secara objektif yang bersifat :
Sein im sollen dan sollen im sein
Idealitas : secara prospektif mempertahankan dan mengembangkan identitas nasional melalui berbagai
pergerakan baik dari kalangan akademik, masyarakat ataupun pemerintahan.
E. REVITALISASI PANCASILA SEBAGAI MANIFESTASI IDENTITAS NASIONAL
Wawasan:Spiritual ( berlandaskan etik, estetika, dan regiusitas;(sebagai dasar dan arah pengembangan
profesi) Akademis, menyiapkan sdm utk pembangunan nasional Kebangsaan, menumbuhkan kesadaran
nasionalisme utk mendirikan jatidiri bangsa
Mondial, sadar dan mampu beradaptasi dengan perubahan yang dibawa globalisasi dan mampu
mengatasi, menangkap tantangan dan memanfaatkan peluang untuk berbangsa dan bernegara
F. HILANGNYA IDENTITAS NASIONAL YANG TIDAK PERNAH ADA
Dua orang penguasa Indonesia yang paling kuat, Sukarno (1945-1966) dan Suharto (1966-1998) berupaya keras merumuskan identitas Indonesia dari segi kebudayaan. Keduanya secara sederhana memformula hal itu dalam Pancasila. Penguasa-penguasa Indonesia berikutnya, Habibie (1998-2000), Abdurrahman Wahid (2000-2001), Megawati (2001-kini) tidak sempat memformula identitas bangsa karena
periiode kekuasaannya yang singkat, lagipula mereka didera oleh masalah krisis kekuasaan. Sebagai penguasa seumur jagung sungguh tak banyak yang mereka dapat lakukan. Jika bangsa Irak sekarang dapat mengidentifikasi dirinya pada peradaban Babylonia, tidaklah demikian halnya dengan kita karena subjek identifikasi itu yang tidak pernah ada. Mr. Muhammad Yamin tergila-gila pada Majapahit, Sukarno menfavoritkan Sriwijaya dan Majapahit, Suharto terobsesi pada Mataram pasca Giyanti 1755. Namun sesungguhnya kerajaan-kerajaan yang mereka jadikan acuan itu, apalagi Mataram, tidak pernah mengendalikan Nusantara.
Di zaman Menpora Abdul Gafur siswa-siswa sekolah “disuruh” menangis tersedu sedan seraya membaca teks Sumpah Pemuda, tetapi di Kongres Pemuda II sumpah itu disusun dalam suasana biasa-biasa saja, dan tidaklah pula dapat dikatakan itu adalah saat kelahiran jabang bayi Indonesia. Penyatuan teritori Hindia Belanda sendiri baru tercapai setelah korte verklarieng van Hentz tahun 1904. Proses penyatuan teritori lewat kekerasan. Tentu saja Indonesia sebagai suatu entitas kebudayaan di luar jangkauan korte verklarieng van Hentz.
Mencari “puncak” Ki Hajar
Identitas Nasional sulit dikenali, apakah pada gedung-gedung di Jakarta, ataukah pada cara berpakaian kaum elit, atau pada lagu-lagu pop Indonesia. Mungkin pada koreografi Inul kita dapatkan asli pesisir, tapi itu Jawa, bukan pula Indonesia. Formula ini verbalistik belaka, tak dapat lagi diperjelas, apalagi dirinci. Tingallah formula ini sebagai mantra yang dituliskan di pelbagai makalah kebudayaan, dan dibaca-baca dalam setiap pidato kebudayaan. Syahdan, budayawan pun terstratifikasi menjadi budayawan Nasional dan budayawan daerah. Budayawan daerah terpromosi sebagai budayawan Nasional bila secara phisik pindah ke Jakarta atau banyak menulis, atau diwawancara, oleh media Jakarta. Biasa pusat-daerah mestinya tak layak mengemuka lagi dalam era reformasi. Jauh mendaki namun “puncak” Ki Hajar tak kunjung bersua. Karena tidaklah begitu mudah mengidentifikasi gunung kebudayaan “daerah”, mana yang puncak, mana yang tebing, dan mana pula kakinya bukan sesuatu yang sederhana untuk ditentukan, lagi pula apa keperluannya. ornamen politik (dan kebudayaan) Manipol-Usdek, tinggallah yang tersisa sampai sekarang sebuah nama gang di Kampung Duri, Jakarta-Barat, yaitu Gg. Usdek.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Identitas adalah sifat khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi, golongan
sendiri, kelompok sendiri, atau negara sendiri. Identitas nasional pada hakikatnya merupakan
manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek kehidupan suatu
bangsa dengan ciri-ciri khas. Dengan ciri-ciri khas tersebut, suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain
dalam hidup dan kehidupannya. Frederick de Houtman de Couda, adik Cornelis de Houtman, dalam
kitab lexioografi Spraeckende word-boeck in de Malaysche en de Madagaskarsche Talen mengatakan
bahwa bahasa Melayu telah digunakan secara luas di Oost Indie . Bahasa Melayu sebagai lingua franca
telah dikenal penduduk Nusantara ratusan tahun yang lalu. Inilah titik temu penduduk Nusantara yang
didasarkan oleh keperluan praktis berkomunikasi. Yang “mengikat” penduduk Nusantara sampai dengan
diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia adalah bahasa Melayu.
Penyatuan teritori Hindia Belanda sendiri baru tercapai setelah korte verklarieng van Hentz tahun 1904.
Proses penyatuan teritori lewat kekerasan. Tentu saja Indonesia sebagai suatu entitas kebudayaan di
luar jangkauan korte verklarieng van Hentz.
DAFTAR PUSTAKA
WWW.wikipedia_pengantar ekonomi.com-1
WWW.wikipediapengantar ekonomi.com-2
Bahan ajar ekonomi makro
http://gioakram13.blogspot.com/2013/01/identitas-nasiona.html