Post on 05-Feb-2016
description
PENDAHULUAN
Kejang demam terdiri dari kejang demam sederhana dan kejang demam
kompleks. Kejang demam kompleks terjadi rata-rata 25 – 50 % dari seluruh kasus
kejang demam. Kejang demam kompleks berhubungan dengan peningkatan risiko
kejang demam berulang, kejang demam dengan status epileptikus dan epilepsi.
Kejang demam kompleks berhubungan dengan banyak faktor, seperti gejala
klinisnya, infeksi virus, faktor genetik dan metabolik, serta kemungkinan adanya
abnormalitas struktur otak. Gurner et al baru-baru ini berhasil memetakan suatu
lokus genetik di kromosom 12 yang berhubungan dengan peningkatan risiko
kejang demam kompleks. Kejang demam kompleks juga memiliki kemungkinan
untuk menjadi salah satu gejala adanya infeksi meningitis bakterial akut. (1)
Sekitar 30% pasien kejang demam hanya mengalami 1 kali episode kejang,
sementara sisanya mengalami lebih dari 1 kali episode kejang. Onset usia
penderita kejang demam adalah dari usia 3 bulan hingga 5 tahun dengan puncak
insidensi terjadi pada usia 18 sampai 24 bulan. (2)
Kejang demam kompleks merupakan kejang demam yang berdurasi > 15
menit, terjadi secara fokal maupun multipel. Kejang yang terjadi lebih dari 1 kali
pada satu episode demam juga diklasifikasikan sebagai kejang demam kompleks.
(2)
Tatalaksana kejang demam terbagi atas 3 hal, yaitu pengobatan fase akut,
mencari dan mengobati penyebab, dan pengobatan profilaksis terhadap
berulangnya kejang demam.(2)
1
Prognosis kejang demam kompleks lebih buruk jika dibandingkan dengan
kejang demam sederhana. Suatu penelitian menunjukkan adanya gangguan
memori pada anak berumur kurang dari 1 tahun. Risiko menjadi epilepsi
meningkat 7% atau 2-10 kali lipat lebih sering dibandingkan populasi umum. (3)
Pada laporan kasus ini, akan dibahas mengenai kejang demam kompleks pada
pasien anak yang dirawat di Pav. Catelia RSUD UNDATA.
2
KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. NS
Umur : 4 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal masuk / waktu : 21 Februari 2014/ 11.00
Keluhan Utama : Kejang
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien masuk rumah sakit tanggal 21 Februari 2014 dengan keluhan kejang
hari ini di rumah pada pukul 07.00. Kejang berlangsung selama 1 menit. Saat
kejang tangan mengepal dan mata ke atas. Setelah kejang pasien langsung sadar.
Pada pukul 08.00 saat di UGD pasien mengalami kejang kembali dengan durasi 1
menit. Demam mendahului kejang dan dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Demam dirasakan semakin meningkat. Batuk tidak ada, beringus
ada, dirasakan sejak sebelum panas. Mimisan tidak ada, gusi berdarah tidak ada,
sakit saat menelan ada, sesak tidak ada. Muntah tidak ada, BAB biasa. BAK
lancar. Tidak ada muncul bintik-bintik kemerahan pada kulit. Pasien juga
mengeluhkan adanya nyeri pada persendian kaki kiri.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien memiliki riwayat kejang saat berusia 1 tahun dan 3 tahun.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Ibu pasien memiliki riwayat kejang demam, Hipertensi (-), asma (-), Diabetes
Mellitus (-)
3
Kemampuan dan Kepandaian anak:
Pasien sudah bisa membalikkan badannya sejak usia 7 bulan, duduk 9 bulan,
berjalan 12 bulan, bicara dengan jelas saat usia 1 tahun 3 bulan. Saat ini tidak
mengalami keterlambatan perkembangan.
Anamnesis Makanan:
ASI eksklusif diberikan dari lahir sampai 4 bulan, dilanjutkan dengan
pemberian susu formula.
Riwayat kehamilan dan persalinan :
Riwayat Antenatal : Kunjungan ANC rutin setiap bulan, cukup
bulan
Riwayat Natal :
Spontan/tidak spontan : Spontan
Berat badan lahir : 2.700 gr
Tempat : Rumah sakit
Riwayat Neonatal : Tidak ada kelainan
Riwayat Imunisasi :
Imunisasi dasar tidak lengkap
Riwayat Alergi :
Tidak ada
PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
2. Pengukuran
Tanda vital : TD : 100/60
4
Nadi : 112 kali/menit, reguler, kuat angkat
Suhu : 37,6°C
Respirasi : 32 kali/menit
Berat badan : 15 kg
Tinggi badan : 102 cm
Status gizi : Gizi baik
3. Kulit : Warna : Sawo matang
Efloresensi : tidak ada
Pigmentasi : tidak ada
Sianosis : tidak ada
Turgor : cepat kembali
Kelembaban : cukup
Lapisan lemak : cukup
Kepala: Bentuk : Normocephal
Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, tebal,
alopesia (-)
Mata : Palpebra : edema (-/-)
Konjungtiva : pucat (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Reflek cahaya : (+/+)
Refleks kornea : (+/+)
Pupil : Bulat, isokor
Exophthalmus : (-/-)
Cekung : (-/-)
Telinga : Sekret : tidak ada
Serumen : minimal
Nyeri : tidak ada
Hidung : Pernapasan cuping hidung : tidak ada
Epistaksis : tidak ada
Sekret : tidak ada
Mulut : Bibir : mukosa bibir basah, tidak hiperemis
5
Gigi : tidak ada karies
Gusi : tidak berdarah
Lidah : tidak tremor
tidak kotor
tepi tidak kemerahan
4. Leher :
Pembesaran kelenjar leher : -/-
Trakea : Di tengah
Kaku kuduk : -
Faring : tidak hiperemis
Tonsil : T2/T1 tidak hiperemis
5. Toraks :
a. Dinding dada/paru :
Inspeksi : Bentuk : simetris
Dispnea : tidak ada
Retraksi : tidak ada
Palpasi : Vokal fremitus: simetris
Perkusi : Sonor kiri : kanan
Auskultasi : Suara Napas Dasar : Bronchovesikuler (+/+)
Suara Napas Tambahan : Rhonchi (-/-) Wheezing (-/-)
b. Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula
sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan : SIC IV linea parasternal dextra
Batas jantung atas : SIC II linea parasternal sinistra
Batas jantung kiri : SIC V linea midclavicula sinistra
Auskultasi : Suara dasar : S1 dan S2 murni, regular
Bising : -
6. Abdomen :
6
Inspeksi : Bentuk : cembung
Auskultasi : bising usus (+) kesan normal
Perkusi : Bunyi : timpani
Asites : (-)
Palpasi : Nyeri tekan : (-)
Hati : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba
7. Ekstremitas : akral hangat, edem tidak ada, parese tidak ada, Rumple
leede test (-)
8. Genitalia : tidak ada kelainan
9. Otot-otot : hipotrofi (-)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM TANGGAL 16 FEBRUARI 2014
Hasil Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12,7 12-18 g/dl
Leukosit 14 5-10 ribu/ul
Eritrosit 4,48 3,8-8,5 Juta/ul
Hematokrit 32 35-52 %
Trombosit 344 150-450 Ribu/ul
RESUME
Pasien masuk rumah sakit tanggal 21 Februari 2014 dengan keluhan kejang
hari ini di rumah pada pukul 07.00. Kejang berlangsung selama 1 menit. Saat
kejang tangan mengepal dan mata ke atas. Setelah kejang pasien langsung sadar.
Pada pukul 08.00 saat di UGD pasien mengalami kejang kembali dengan durasi 1
menit. Demam mendahului kejang dan dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Demam dirasakan semakin meningkat. Beringus ada, dirasakan sejak
7
sebelum panas. sakit saat menelan ada. Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri
pada persendian kaki kiri.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum compos mentis, tampak
sakit sedang, gizi baik. Pemeriksaan tanda vital didapatkan nadi 112x/menit,
reguler, kuat angkat, respirasi 32x/menit, suhu 37,6oC. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan tonsil T2/T1 tidak hiperemis.. Pemeriksaan thoraks dan abdomen tidak
ditemukan kelainan.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya peningkatan leukosit.
DIAGNOSA
Kejang demam kompleks
ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah rutin (kontrol)
TERAPI
IVFD Ringer laktat 14 tetes per menit
Inj. Ceftriaxone 400 mg/12 jam/iv
Paracetamol syrup 120 mg/ 5 ml, 4 x 180 mg (1½ cth)
Diazepam rektal 10 mg (kalau kejang)
8
FOLLOW UP
Tanggal 22/2/2014
S : Panas (+), kejang (-), beringus (-) sakit menelan (-), nyeri pada persendian kaki
kiri (-)
O: Tanda vital : Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 114 kali/menit, reguler, kuat angkat
Suhu : 37,8°C
Respirasi : 36 kali/menit
Kulit : tidak ada kelainan
Kepala : tidak ada kelainan
Leher : Tonsil T2/T1 tidak hiperemis
Dada : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Genitalia : tidak ada kelainan
Otot : dalam batas normal
A: kejang demam kompleks
P:
IVFD Ringer laktat 14 tetes per menit
Paracetamol syrup 120 mg/ 5 ml, 4 x 180 mg (1½ cth)
Diazepam rektal 10 mg (kalau kejang)
Tanggal 23/2/2014
S : Panas (-), kejang (-), beringus (-) sakit menelan (-), nyeri pada persendian kaki
kiri (-)
O: Tanda vital : Tekanan darah : 90/50 mmHg
Nadi : 120 kali/menit, reguler, kuat angkat
Suhu : 36,8°C
Respirasi : 38 kali/menit
Kulit : tidak ada kelainan
9
Kepala : tidak ada kelainan
Leher : Tonsil T2/T1 tidak hiperemis
Dada : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Genitalia : tidak ada kelainan
Otot : dalam batas normal
A: kejang demam kompleks
P:
IVFD Ringer laktat 14 tetes per menit
Paracetamol syrup 120 mg/ 5 ml, 4 x 180 mg (1½ cth) (kalau panas)
Diazepam rektal 10 mg (kalau kejang)
Tanggal 24/2/2014
S : Panas (-), kejang (-), beringus (-) sakit menelan (-), nyeri pada persendian kaki
kiri (-)
O: Tanda vital : Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 124 kali/menit, reguler, kuat angkat
Suhu : 36,5°C
Respirasi : 32 kali/menit
Kulit : tidak ada kelainan
Kepala : tidak ada kelainan
Leher : Tonsil T2/T1 tidak hiperemis
Dada : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Genitalia : tidak ada kelainan
Otot : dalam batas normal
A: kejang demam kompleks
P: Pasien pulang dan melakukan rawat jalan
10
DISKUSI
Demam merupakan manifestasi yang harus ada pada pasien untuk
menegakkan diagnosis kejang demam. Meskipun demikian, bukan berarti setiap
pasien anak yang datang dengan kejang dan demam dapat didiagnosa sebagai
kejang demam. Beberapa anak memiliki riwayat kejang kronis yang dapat
diperparah dengan adanya demam. Kondisi ini bukanlah kejang demam, namun
kejang yang disertai dengan demam. Kejang demam dapat diturunkan secara
autosom dominan melalui kromosom 19p dan 8q 12-21, sehingga penting untuk
dilakukan anamnesis riwayat kejang demam pada keluarga. (1) (3)
Kejang demam tidak menunjukkan adanya abnormalitas pada
elektroensefalografi (EEG) serta biasanya dapat sembuh secara sempurna. Selain
adanya faktor genetika, kejang demam jarang berkembang menjadi epilepsi
(Kejang demam yang disebabkan keadaan ekstrakranial harus dipisahkan dari
keadaan intrakranial, sehingga perlu dilakukan pungsi lumbaL pada pasien yang
mengalami demam, khususnya pada pasien berusia di bawah 18 bulan dengan
kejang demam pertama kali meskipun tidak ada tanda spesifik meningitis (2) (4)
Diagnosis pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
Kejang demam kompleks adalah kejang demam dengan salah satu ciri berikut:
1. Kejang lama > 15 menit. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih
dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan
kejang anak tidak sadar.
2. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
11
Berdasarkan kriteria Livingston, kejang demam dibagi atas kejang demam
sederhana (simple febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi demam
(epilepsy triggered off by fever). Pembagian ini dapat memprediksi prognosis dari
pasien yang mengalami kejang demam. Menurut Livingston, kriteria kejang
demam sederhana adalah sebagai berikut:
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan - 4 tahun
2. Kejang berlangsung sebentar, tidak melebihi 15 menit
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal
tidak menunjukkan kelainan
7. Frekuensi bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
Pasien yang tidak memiliki minimal salah satu dari kondisi di atas merupakan
pasien yang menderita epilepsi yang diprovokasi demam (epilepsy triggered off by
fever). Dengan menggunakan kriteria Livingston tersebut, ternyata sangat banyak
pasien yang termasuk dalam golongan epilepsi yang diprovokasi demam,
sehingga konsekuensinya pasien-pasien yang memiliki kondisi tersebut harus
menerima pengobatan rumat. Selain itu juga sulit sekali untuk melakukan
anamnesis berapa lama demam sudah berlangsung sebelum pasien mengalami
kejang. Oleh karena itu, pembagian kejang demam dibagi sebagai kejang demam
yang membutuhkan terapi rumat maupun yang tidak membutuhkan terapi rumat (3)
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, didapatkan bahwa kejang demam yang
12
dialami pasien pada kasus ini adalah kejang demam kompleks karena kejang yang
berulang pada satu periode (24 jam). Sedangkan dari pemeriksaan fisik didapatkan
adanya nyeri pada persendian yang dapat dicurigai sebagai tanda dari infeksi
dengue dan adanya pembesaran tonsil namun tidak hiperemis yang menandakan
adanya infeksi saluran pernapasan atas. Namun pada pemeriksaan laboratorium
tidak ditemukan trombositopenia, dan ditemukan leukosit yang sedikit meningkat
yang menandakan adanya infeksi bakteri.
Menurut Soetomenggolo (1999) ada 3 (tiga) hal yang perlu dikerjakan pada
proses tata laksana kejang demam, yaitu:
1. Pengobatan Fase Akut
Pada waktu pasien sedang mengalami kejang, semua pakaian yang ketat
harus dibuka dan pasien dimiringkan apabila muntah untuk mencegah
terjadinya aspirasi. Jalan napas harus bebas agar oksigen terjamin. Pengisapan
lendir dilakukan secara teratur, diberikan oksigen, kalau perlu dilakukan
intubasi. Awasi keadaan vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah,
pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan
pemberian kompres dan antipiretik (asetaminofen oral 10 mg/kgBB 4 kali
sehari atau ibuprofen 20 mg/kgBB 4 kali sehari). Diazepam (0,3 mg/kgBB
IV, BB<10 kg dosis 5 mg rektal, BB>10 kg dosis 10 mg rektal) adalah pilihan
utama dengan pemberian secara intravena atau intrarektal karena memiliki
masa kerja yang singkat
2. Profilaksis Intermitten
13
Pengobatan profilaksis intermitten dengan antikonvulsan segera diberikan
pada waktu pasien demam dengan suhu rektal lebih dari 38 . Terapi
intermitten harus dapat masuk dan bekerja pada otak. Diazepam oral efektif
mencegah timbulnya kejang demam berulang dan bila diberikan intermitten
hasilnya lebih baik karena penyerapannya yang cepat. Diazepam intermittent
dapat diberikan per-oral maupun rektal. Dosis rektal tiap 8 jam adalah 5 mg
untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg, serta 10 mg untuk pasien
dengan berat lebih dari 10 kg. Diazepam oral dapat diberikan dengan dosis
0,5 mg/kgBB perhari dibagi dalam 3 dosis, diberikan bila pasien
menunjukkan suhu 38,5 atau lebih. (2)
3. Profilaksis Terus Menerus
Pemberian fenobarital 4-5 mg/kgBB/hari menunjukkan hasil yang
bermakna untuk mencegah berulangnya kejang demam. Obat lain yang dapat
digunakan untuk profilaksis kejang demam ialah asam valproat yang
memiliki efek sama bahkan lebih baik dibandingkan dengan fenobarbital,
meskipun memiliki efek samping hepatotoksik. Dosis asam valproat adalah
15-40 mg/kgBB. Profilaksis terus menerus dapat berguna untuk mencegah
berulangnya kejang demam berat yang dapat berpotensi menyebabkan
kerusakan otak di kemudian hari namun tidak dapat mencegah terjadinya
epilepsi. Indikasi profilaksis terus menerus adalah:
14
1) Sebelum kejang demam pertama sudah ada kelainan neurologis atau
perkembangan
2) Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung
3) Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan
neurologis sementara atau menetap
4) Dapat dipertimbangkan pemberian profilaksis bila kejang demam terjadi
pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel
dalam satu episode demam
Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah
kejang berakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. (2) (5)
Prognosis pada kasus kejang demam kompleks adalah adanya kemungkinan
gangguan memori bila kejang demam kompleks terjadi pada anak berumur kurang
dari 1 tahun. Pada penelitian juga didapatkan adanya gangguan pada hipokampus
pada kejang demam yang berlangsung lama. Mortalitas jangka panjang tidak
meningkat pada kejang demam, namun terdapat sedikit peningkatan mortalitas 2
tahun setelah kejang demam kompleks. Risiko menjadi epilepsy meningkat
sampai 7% atau 2-10 kali lipat lebih sering dibandingkan populasi umum. Faktor
risiko terjadinya epilepsy di kemudian hari adalah kejang demam kompleks,
ditambah riwayat keluarga dengan epilepsy, dan adanya kelainan neurologis. (3)
Prognosis pada pasien ini adalah dubia dikarenakan kejang demam yang terjadi
adalah kejang demam kompleks yang berkaitan dengan risiko seperti diatas.
Adanya riwayat kejang sebelumnya juga dapat meragukan prognosis pasien pada
kasus ini.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Roberton DM, South M. Practical Paediatrics Sixth Edition. UK: Churchill
Livingstone, 2007.
2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Neurologi. Jakarta : Badan
Penerbit IDAI, 2008.
3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Seminar Dokter Umum Peningkatan
Kualitas Pelayanan Kesehatan Anak Pada Tingkat Pelayanan Primer.
Jakarta: 2013.
4. Deliana M. Tata Laksana Kejang Demam pada Anak, Sari Pediatri, Vol. 4
No. 2. Jakarta, September 2002.
5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis Edisi II.
Jakarta, 2011.
16