Kejang Demam Kompleks

23
PENDAHULUAN Kejang demam terdiri dari kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam kompleks terjadi rata-rata 25 – 50 % dari seluruh kasus kejang demam. Kejang demam kompleks berhubungan dengan peningkatan risiko kejang demam berulang, kejang demam dengan status epileptikus dan epilepsi. Kejang demam kompleks berhubungan dengan banyak faktor, seperti gejala klinisnya, infeksi virus, faktor genetik dan metabolik, serta kemungkinan adanya abnormalitas struktur otak. Gurner et al baru-baru ini berhasil memetakan suatu lokus genetik di kromosom 12 yang berhubungan dengan peningkatan risiko kejang demam kompleks. Kejang demam kompleks juga memiliki kemungkinan untuk menjadi salah satu gejala adanya infeksi meningitis bakterial akut. (1) Sekitar 30% pasien kejang demam hanya mengalami 1 kali episode kejang, sementara sisanya mengalami lebih dari 1 kali episode kejang. Onset usia penderita kejang 1

description

medical

Transcript of Kejang Demam Kompleks

Page 1: Kejang Demam Kompleks

PENDAHULUAN

Kejang demam terdiri dari kejang demam sederhana dan kejang demam

kompleks. Kejang demam kompleks terjadi rata-rata 25 – 50 % dari seluruh kasus

kejang demam. Kejang demam kompleks berhubungan dengan peningkatan risiko

kejang demam berulang, kejang demam dengan status epileptikus dan epilepsi.

Kejang demam kompleks berhubungan dengan banyak faktor, seperti gejala

klinisnya, infeksi virus, faktor genetik dan metabolik, serta kemungkinan adanya

abnormalitas struktur otak. Gurner et al baru-baru ini berhasil memetakan suatu

lokus genetik di kromosom 12 yang berhubungan dengan peningkatan risiko

kejang demam kompleks. Kejang demam kompleks juga memiliki kemungkinan

untuk menjadi salah satu gejala adanya infeksi meningitis bakterial akut. (1)

Sekitar 30% pasien kejang demam hanya mengalami 1 kali episode kejang,

sementara sisanya mengalami lebih dari 1 kali episode kejang. Onset usia

penderita kejang demam adalah dari usia 3 bulan hingga 5 tahun dengan puncak

insidensi terjadi pada usia 18 sampai 24 bulan. (2)

Kejang demam kompleks merupakan kejang demam yang berdurasi > 15

menit, terjadi secara fokal maupun multipel. Kejang yang terjadi lebih dari 1 kali

pada satu episode demam juga diklasifikasikan sebagai kejang demam kompleks.

(2)

Tatalaksana kejang demam terbagi atas 3 hal, yaitu pengobatan fase akut,

mencari dan mengobati penyebab, dan pengobatan profilaksis terhadap

berulangnya kejang demam.(2)

1

Page 2: Kejang Demam Kompleks

Prognosis kejang demam kompleks lebih buruk jika dibandingkan dengan

kejang demam sederhana. Suatu penelitian menunjukkan adanya gangguan

memori pada anak berumur kurang dari 1 tahun. Risiko menjadi epilepsi

meningkat 7% atau 2-10 kali lipat lebih sering dibandingkan populasi umum. (3)

Pada laporan kasus ini, akan dibahas mengenai kejang demam kompleks pada

pasien anak yang dirawat di Pav. Catelia RSUD UNDATA.

2

Page 3: Kejang Demam Kompleks

KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. NS

Umur : 4 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tanggal masuk / waktu : 21 Februari 2014/ 11.00

Keluhan Utama : Kejang

Riwayat penyakit sekarang:

Pasien masuk rumah sakit tanggal 21 Februari 2014 dengan keluhan kejang

hari ini di rumah pada pukul 07.00. Kejang berlangsung selama 1 menit. Saat

kejang tangan mengepal dan mata ke atas. Setelah kejang pasien langsung sadar.

Pada pukul 08.00 saat di UGD pasien mengalami kejang kembali dengan durasi 1

menit. Demam mendahului kejang dan dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk

rumah sakit. Demam dirasakan semakin meningkat. Batuk tidak ada, beringus

ada, dirasakan sejak sebelum panas. Mimisan tidak ada, gusi berdarah tidak ada,

sakit saat menelan ada, sesak tidak ada. Muntah tidak ada, BAB biasa. BAK

lancar. Tidak ada muncul bintik-bintik kemerahan pada kulit. Pasien juga

mengeluhkan adanya nyeri pada persendian kaki kiri.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien memiliki riwayat kejang saat berusia 1 tahun dan 3 tahun.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Ibu pasien memiliki riwayat kejang demam, Hipertensi (-), asma (-), Diabetes

Mellitus (-)

3

Page 4: Kejang Demam Kompleks

Kemampuan dan Kepandaian anak:

Pasien sudah bisa membalikkan badannya sejak usia 7 bulan, duduk 9 bulan,

berjalan 12 bulan, bicara dengan jelas saat usia 1 tahun 3 bulan. Saat ini tidak

mengalami keterlambatan perkembangan.

Anamnesis Makanan:

ASI eksklusif diberikan dari lahir sampai 4 bulan, dilanjutkan dengan

pemberian susu formula.

Riwayat kehamilan dan persalinan :

Riwayat Antenatal : Kunjungan ANC rutin setiap bulan, cukup

bulan

Riwayat Natal :

Spontan/tidak spontan : Spontan

Berat badan lahir : 2.700 gr

Tempat : Rumah sakit

Riwayat Neonatal : Tidak ada kelainan

Riwayat Imunisasi :

Imunisasi dasar tidak lengkap

Riwayat Alergi :

Tidak ada

PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Kompos mentis

2. Pengukuran

Tanda vital : TD : 100/60

4

Page 5: Kejang Demam Kompleks

Nadi : 112 kali/menit, reguler, kuat angkat

Suhu : 37,6°C

Respirasi : 32 kali/menit

Berat badan : 15 kg

Tinggi badan : 102 cm

Status gizi : Gizi baik

3. Kulit : Warna : Sawo matang

Efloresensi : tidak ada

Pigmentasi : tidak ada

Sianosis : tidak ada

Turgor : cepat kembali

Kelembaban : cukup

Lapisan lemak : cukup

Kepala: Bentuk : Normocephal

Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, tebal,

alopesia (-)

Mata : Palpebra : edema (-/-)

Konjungtiva : pucat (-/-)

Sklera : ikterik (-/-)

Reflek cahaya : (+/+)

Refleks kornea : (+/+)

Pupil : Bulat, isokor

Exophthalmus : (-/-)

Cekung : (-/-)

Telinga : Sekret : tidak ada

Serumen : minimal

Nyeri : tidak ada

Hidung : Pernapasan cuping hidung : tidak ada

Epistaksis : tidak ada

Sekret : tidak ada

Mulut : Bibir : mukosa bibir basah, tidak hiperemis

5

Page 6: Kejang Demam Kompleks

Gigi : tidak ada karies

Gusi : tidak berdarah

Lidah : tidak tremor

tidak kotor

tepi tidak kemerahan

4. Leher :

Pembesaran kelenjar leher : -/-

Trakea : Di tengah

Kaku kuduk : -

Faring : tidak hiperemis

Tonsil : T2/T1 tidak hiperemis

5. Toraks :

a. Dinding dada/paru :

Inspeksi : Bentuk : simetris

Dispnea : tidak ada

Retraksi : tidak ada

Palpasi : Vokal fremitus: simetris

Perkusi : Sonor kiri : kanan

Auskultasi : Suara Napas Dasar : Bronchovesikuler (+/+)

Suara Napas Tambahan : Rhonchi (-/-) Wheezing (-/-)

b. Jantung :

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula

sinistra

Perkusi : Batas jantung kanan : SIC IV linea parasternal dextra

Batas jantung atas : SIC II linea parasternal sinistra

Batas jantung kiri : SIC V linea midclavicula sinistra

Auskultasi : Suara dasar : S1 dan S2 murni, regular

Bising : -

6. Abdomen :

6

Page 7: Kejang Demam Kompleks

Inspeksi : Bentuk : cembung

Auskultasi : bising usus (+) kesan normal

Perkusi : Bunyi : timpani

Asites : (-)

Palpasi : Nyeri tekan : (-)

Hati : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Ginjal : tidak teraba

7. Ekstremitas : akral hangat, edem tidak ada, parese tidak ada, Rumple

leede test (-)

8. Genitalia : tidak ada kelainan

9. Otot-otot : hipotrofi (-)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM TANGGAL 16 FEBRUARI 2014

Hasil Rujukan Satuan

HEMATOLOGI

Hemoglobin 12,7 12-18 g/dl

Leukosit 14 5-10 ribu/ul

Eritrosit 4,48 3,8-8,5 Juta/ul

Hematokrit 32 35-52 %

Trombosit 344 150-450 Ribu/ul

RESUME

Pasien masuk rumah sakit tanggal 21 Februari 2014 dengan keluhan kejang

hari ini di rumah pada pukul 07.00. Kejang berlangsung selama 1 menit. Saat

kejang tangan mengepal dan mata ke atas. Setelah kejang pasien langsung sadar.

Pada pukul 08.00 saat di UGD pasien mengalami kejang kembali dengan durasi 1

menit. Demam mendahului kejang dan dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk

rumah sakit. Demam dirasakan semakin meningkat. Beringus ada, dirasakan sejak

7

Page 8: Kejang Demam Kompleks

sebelum panas. sakit saat menelan ada. Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri

pada persendian kaki kiri.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum compos mentis, tampak

sakit sedang, gizi baik. Pemeriksaan tanda vital didapatkan nadi 112x/menit,

reguler, kuat angkat, respirasi 32x/menit, suhu 37,6oC. Pada pemeriksaan fisik

didapatkan tonsil T2/T1 tidak hiperemis.. Pemeriksaan thoraks dan abdomen tidak

ditemukan kelainan.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya peningkatan leukosit.

DIAGNOSA

Kejang demam kompleks

ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Darah rutin (kontrol)

TERAPI

IVFD Ringer laktat 14 tetes per menit

Inj. Ceftriaxone 400 mg/12 jam/iv

Paracetamol syrup 120 mg/ 5 ml, 4 x 180 mg (1½ cth)

Diazepam rektal 10 mg (kalau kejang)

8

Page 9: Kejang Demam Kompleks

FOLLOW UP

Tanggal 22/2/2014

S : Panas (+), kejang (-), beringus (-) sakit menelan (-), nyeri pada persendian kaki

kiri (-)

O: Tanda vital : Tekanan darah : 90/60 mmHg

Nadi : 114 kali/menit, reguler, kuat angkat

Suhu : 37,8°C

Respirasi : 36 kali/menit

Kulit : tidak ada kelainan

Kepala : tidak ada kelainan

Leher : Tonsil T2/T1 tidak hiperemis

Dada : dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal

Genitalia : tidak ada kelainan

Otot : dalam batas normal

A: kejang demam kompleks

P:

IVFD Ringer laktat 14 tetes per menit

Paracetamol syrup 120 mg/ 5 ml, 4 x 180 mg (1½ cth)

Diazepam rektal 10 mg (kalau kejang)

Tanggal 23/2/2014

S : Panas (-), kejang (-), beringus (-) sakit menelan (-), nyeri pada persendian kaki

kiri (-)

O: Tanda vital : Tekanan darah : 90/50 mmHg

Nadi : 120 kali/menit, reguler, kuat angkat

Suhu : 36,8°C

Respirasi : 38 kali/menit

Kulit : tidak ada kelainan

9

Page 10: Kejang Demam Kompleks

Kepala : tidak ada kelainan

Leher : Tonsil T2/T1 tidak hiperemis

Dada : dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal

Genitalia : tidak ada kelainan

Otot : dalam batas normal

A: kejang demam kompleks

P:

IVFD Ringer laktat 14 tetes per menit

Paracetamol syrup 120 mg/ 5 ml, 4 x 180 mg (1½ cth) (kalau panas)

Diazepam rektal 10 mg (kalau kejang)

Tanggal 24/2/2014

S : Panas (-), kejang (-), beringus (-) sakit menelan (-), nyeri pada persendian kaki

kiri (-)

O: Tanda vital : Tekanan darah : 100/60 mmHg

Nadi : 124 kali/menit, reguler, kuat angkat

Suhu : 36,5°C

Respirasi : 32 kali/menit

Kulit : tidak ada kelainan

Kepala : tidak ada kelainan

Leher : Tonsil T2/T1 tidak hiperemis

Dada : dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal

Genitalia : tidak ada kelainan

Otot : dalam batas normal

A: kejang demam kompleks

P: Pasien pulang dan melakukan rawat jalan

10

Page 11: Kejang Demam Kompleks

DISKUSI

Demam merupakan manifestasi yang harus ada pada pasien untuk

menegakkan diagnosis kejang demam. Meskipun demikian, bukan berarti setiap

pasien anak yang datang dengan kejang dan demam dapat didiagnosa sebagai

kejang demam. Beberapa anak memiliki riwayat kejang kronis yang dapat

diperparah dengan adanya demam. Kondisi ini bukanlah kejang demam, namun

kejang yang disertai dengan demam. Kejang demam dapat diturunkan secara

autosom dominan melalui kromosom 19p dan 8q 12-21, sehingga penting untuk

dilakukan anamnesis riwayat kejang demam pada keluarga. (1) (3)

Kejang demam tidak menunjukkan adanya abnormalitas pada

elektroensefalografi (EEG) serta biasanya dapat sembuh secara sempurna. Selain

adanya faktor genetika, kejang demam jarang berkembang menjadi epilepsi

(Kejang demam yang disebabkan keadaan ekstrakranial harus dipisahkan dari

keadaan intrakranial, sehingga perlu dilakukan pungsi lumbaL pada pasien yang

mengalami demam, khususnya pada pasien berusia di bawah 18 bulan dengan

kejang demam pertama kali meskipun tidak ada tanda spesifik meningitis (2) (4)

Diagnosis pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang.

Kejang demam kompleks adalah kejang demam dengan salah satu ciri berikut:

1. Kejang lama > 15 menit. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih

dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan

kejang anak tidak sadar.

2. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

11

Page 12: Kejang Demam Kompleks

Berdasarkan kriteria Livingston, kejang demam dibagi atas kejang demam

sederhana (simple febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi demam

(epilepsy triggered off by fever). Pembagian ini dapat memprediksi prognosis dari

pasien yang mengalami kejang demam. Menurut Livingston, kriteria kejang

demam sederhana adalah sebagai berikut:

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan - 4 tahun

2. Kejang berlangsung sebentar, tidak melebihi 15 menit

3. Kejang bersifat umum

4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam

5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal

tidak menunjukkan kelainan

7. Frekuensi bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali

Pasien yang tidak memiliki minimal salah satu dari kondisi di atas merupakan

pasien yang menderita epilepsi yang diprovokasi demam (epilepsy triggered off by

fever). Dengan menggunakan kriteria Livingston tersebut, ternyata sangat banyak

pasien yang termasuk dalam golongan epilepsi yang diprovokasi demam,

sehingga konsekuensinya pasien-pasien yang memiliki kondisi tersebut harus

menerima pengobatan rumat. Selain itu juga sulit sekali untuk melakukan

anamnesis berapa lama demam sudah berlangsung sebelum pasien mengalami

kejang. Oleh karena itu, pembagian kejang demam dibagi sebagai kejang demam

yang membutuhkan terapi rumat maupun yang tidak membutuhkan terapi rumat (3)

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, didapatkan bahwa kejang demam yang

12

Page 13: Kejang Demam Kompleks

dialami pasien pada kasus ini adalah kejang demam kompleks karena kejang yang

berulang pada satu periode (24 jam). Sedangkan dari pemeriksaan fisik didapatkan

adanya nyeri pada persendian yang dapat dicurigai sebagai tanda dari infeksi

dengue dan adanya pembesaran tonsil namun tidak hiperemis yang menandakan

adanya infeksi saluran pernapasan atas. Namun pada pemeriksaan laboratorium

tidak ditemukan trombositopenia, dan ditemukan leukosit yang sedikit meningkat

yang menandakan adanya infeksi bakteri.

Menurut Soetomenggolo (1999) ada 3 (tiga) hal yang perlu dikerjakan pada

proses tata laksana kejang demam, yaitu:

1. Pengobatan Fase Akut

Pada waktu pasien sedang mengalami kejang, semua pakaian yang ketat

harus dibuka dan pasien dimiringkan apabila muntah untuk mencegah

terjadinya aspirasi. Jalan napas harus bebas agar oksigen terjamin. Pengisapan

lendir dilakukan secara teratur, diberikan oksigen, kalau perlu dilakukan

intubasi. Awasi keadaan vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah,

pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan

pemberian kompres dan antipiretik (asetaminofen oral 10 mg/kgBB 4 kali

sehari atau ibuprofen 20 mg/kgBB 4 kali sehari). Diazepam (0,3 mg/kgBB

IV, BB<10 kg dosis 5 mg rektal, BB>10 kg dosis 10 mg rektal) adalah pilihan

utama dengan pemberian secara intravena atau intrarektal karena memiliki

masa kerja yang singkat

2. Profilaksis Intermitten

13

Page 14: Kejang Demam Kompleks

Pengobatan profilaksis intermitten dengan antikonvulsan segera diberikan

pada waktu pasien demam dengan suhu rektal lebih dari 38 . Terapi

intermitten harus dapat masuk dan bekerja pada otak. Diazepam oral efektif

mencegah timbulnya kejang demam berulang dan bila diberikan intermitten

hasilnya lebih baik karena penyerapannya yang cepat. Diazepam intermittent

dapat diberikan per-oral maupun rektal. Dosis rektal tiap 8 jam adalah 5 mg

untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg, serta 10 mg untuk pasien

dengan berat lebih dari 10 kg. Diazepam oral dapat diberikan dengan dosis

0,5 mg/kgBB perhari dibagi dalam 3 dosis, diberikan bila pasien

menunjukkan suhu 38,5 atau lebih. (2)

3. Profilaksis Terus Menerus

Pemberian fenobarital 4-5 mg/kgBB/hari menunjukkan hasil yang

bermakna untuk mencegah berulangnya kejang demam. Obat lain yang dapat

digunakan untuk profilaksis kejang demam ialah asam valproat yang

memiliki efek sama bahkan lebih baik dibandingkan dengan fenobarbital,

meskipun memiliki efek samping hepatotoksik. Dosis asam valproat adalah

15-40 mg/kgBB. Profilaksis terus menerus dapat berguna untuk mencegah

berulangnya kejang demam berat yang dapat berpotensi menyebabkan

kerusakan otak di kemudian hari namun tidak dapat mencegah terjadinya

epilepsi. Indikasi profilaksis terus menerus adalah:

14

Page 15: Kejang Demam Kompleks

1) Sebelum kejang demam pertama sudah ada kelainan neurologis atau

perkembangan

2) Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung

3) Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan

neurologis sementara atau menetap

4) Dapat dipertimbangkan pemberian profilaksis bila kejang demam terjadi

pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel

dalam satu episode demam

Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah

kejang berakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. (2) (5)

Prognosis pada kasus kejang demam kompleks adalah adanya kemungkinan

gangguan memori bila kejang demam kompleks terjadi pada anak berumur kurang

dari 1 tahun. Pada penelitian juga didapatkan adanya gangguan pada hipokampus

pada kejang demam yang berlangsung lama. Mortalitas jangka panjang tidak

meningkat pada kejang demam, namun terdapat sedikit peningkatan mortalitas 2

tahun setelah kejang demam kompleks. Risiko menjadi epilepsy meningkat

sampai 7% atau 2-10 kali lipat lebih sering dibandingkan populasi umum. Faktor

risiko terjadinya epilepsy di kemudian hari adalah kejang demam kompleks,

ditambah riwayat keluarga dengan epilepsy, dan adanya kelainan neurologis. (3)

Prognosis pada pasien ini adalah dubia dikarenakan kejang demam yang terjadi

adalah kejang demam kompleks yang berkaitan dengan risiko seperti diatas.

Adanya riwayat kejang sebelumnya juga dapat meragukan prognosis pasien pada

kasus ini.

15

Page 16: Kejang Demam Kompleks

DAFTAR PUSTAKA

1. Roberton DM, South M. Practical Paediatrics Sixth Edition. UK: Churchill

Livingstone, 2007.

2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Neurologi. Jakarta : Badan

Penerbit IDAI, 2008.

3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Seminar Dokter Umum Peningkatan

Kualitas Pelayanan Kesehatan Anak Pada Tingkat Pelayanan Primer.

Jakarta: 2013.

4. Deliana M. Tata Laksana Kejang Demam pada Anak, Sari Pediatri, Vol. 4

No. 2. Jakarta, September 2002.

5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis Edisi II.

Jakarta, 2011.

16