Post on 22-Mar-2016
description
KALIBRASI KADAR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT
(Elaeis guinensis) BELUM MENGHASILKAN DENGAN
MENGGUNAKAN METODE SEKAT PERTUMBUHAN
TERBAIK
Oleh :
DEWI RATNASARI
(A24104056)
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
SUMMARY
DEWI RATNASARI. Calibration of Nutrient Content of Young Oil Palm Plant by Using the Best Growth Boundary Method. Under guidance of Atang Sutandi and Suwarno. Fertilization must be suited with nutrient availability level in soil. It can be estimated by plant analysis. Nutrient content of plant is determined by the nutrient requirement of the crop and the nutrient supplying power of the soil. The value of plant analysis in quantifying nutrient requirements depends on careful sampling and analysis and using test that are calibrated with plant response (growth and yiaeld).The aim of calibration is to describe results of plant analysis in simple terms and to make simple the process of making fertilizer recommendation according to nutrient content cathegory in plants. The growth variables used for calibration were length of frond,leaf area and average of frond number which is adjusted to plant age. Calibration result of N, P, K, Ca, Mg, Cu and Zn in young oil palm plant indicated that nutrient sufficient range (NSR) of K, P,Mg, Ca, and Zn were wider than criteria of Von Uexkull (1992) and criteria of Jhon, Jr. et al. (1991). The nutrient sufficient range of N was lower but wider than criteria of Von Uexkull (1992) and criteria of Jhon, Jr. et al. (1991). In addition, the nutrient sufficient range of Ca was more narrow compared with criteria of Von Uexkull (1992) but wider than of criteria Jhon, Jr. et al. (1991).
RINGKASAN
DEWI RATNASARI. Kalibrasi Kadar Hara Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis) Belum Menghasilkan (TBM) dengan Menggunakan Sekat Pertumbuhan Terbaik. (Di bawah bimbingan Atang Sutandi dan Suwarno).
Pemberian pupuk harus disesuaikan dengan tingkat ketersediaan hara dalam tanah. Hal tersebut dapat diperkirakan dengan analisis tanaman. Kadar hara suatu tanaman ditentukan oleh kebutuhan hara tanaman dan kemampuan suplay hara dari tanah. Nilai analisis tanaman dalam menentukan kebutuhan hara tanaman tergantung pada pengambilan contoh dan analisis tanaman yang baik serta penggunaan hasil analisis yang dikalibrasi dengan respon tanaman (pertumbuhan atau produksi). Tujuan kalibrasi kadar hara tanaman adalah untuk mendeskripsikan hasil analisis tanaman dalam istilah yang mudah dimengerti dan untuk menyederhanakan proses pembuatan rekomendasi pemupukan menurut kategori kadar hara tanaman.
Variabel pertumbuhan yang digunakan untuk kalibrasi hara adalah panjang pelepah, luas daun dan rataan jumlah pelepah yang terlebih dahulu dilakukan peneraan dengan data umur tanaman. Hasil kalibrasi kadar hara N, P, K, Ca, Mg, Cu dan Zn pada tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut: unsur hara K, P, Mg, Cu, dan Zn: memilki selang kecukupan hara yang lebih lebar di bandingkan dengan kriteria menurut Von Uexkull (1992) dan kriteria John, Jr. et al (1991). Selang kecukupan hara N hasil kaibrasi berada di bawah tetapi lebih lebar daripada kriteria menurut Von Uexkull (1992) dan kriteria John, Jr. et al (1991). Unsur Ca memiliki selang kecukupan hara yang lebih sempit daripada kriteria menurut Von Uexkull, tetapi lebih lebar dibandingkan kriteria John, Jr. et al (1991).
KALIBRASI KADAR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT
(Elaeis Guinensis) BELUM MENGHASILKAN DENGAN
MENGGUNAKAN METODE SEKAT PERTUMBUHAN
TERBAIK
Skripsi
Sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh :
DEWI RATNASARI
(A24104056)
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
Judul KALIBRASI KADAR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT BELUM MENGHASILKAN (Elaeis guineensis) DENGAN MENGGUNAKAN SEKAT PERTUMBUHAN TERBAIK.
Nama Mahasiswa Dewi Ratnasari
Nrp A24104056
Program Studi Ilmu tanah
Menyetujui,
Pembimbing 1 Pembimbing 2
Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si. Dr. Ir. Suwarno, M.Sc.
NIP : 130 937 427 NIP : 131 803 642
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr.
Nip : 131 124 019
Tanggal Disetujui :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kecamatan karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya,
Provinsi Jawa Barat pada tanggal 19 Januari 1987. Penulis merupakan anak
pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Hapidi dan Ibu Nani Sumartini.
Penulis memulai pendidikan pada tahun 1992 di SD Negeri 111
Karangnunggal, Tasikmalaya. Pada tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan
ke sekolah MTS Negeri 1 Karangnunggal Kecamatan Karangnunggal, Kabupaten
Tasikmalaya dan lulus pada tahun 2004.
Penulis diterima di Program Studi Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah
dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada Tahun
2004, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI).
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi
yang berjudul “KALIBRASI KADAR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT
(Elaeis guinensis) BELUM MENGHASILKAN DENGAN MENGGUNAKN
METODE SEKAT PERTUMBUHAN TERBAIK” ini dengan baik dan lancar.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana
Pertanian di Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Penulis mengucapakan terimakasih kepada :
1. Dr. Ir. Atang Sutandi M.Si. selaku dosen pembimbing satu yang telah
memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada penulis.
2. Dr. Ir. Suwarno, M.Sc. selaku dosen pembimbing dua yang telah
memberikan bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis.
3. Ayah, Ibu dan adik yang telah memberikan bantuan moril maupun
materil kepada penulis.
4. Semua pihak yang telah membantu sehingga penulis bisa
menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar.
Bogor, Maret 2009
Penulis
Dewi Ratnasari
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ............................................................................................. vi
DAFTAR TABEL .................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ ix
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang .......................................................................... 1
1.2. Tujuan penelitian ...................................................................... 2
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Syarat tumbuh tanaman kelapa sawit ....................................... 3
2.2. Karakteristik hara dalam tanah dan tanaman ........................... 5
2.2.1. Nitrogen dalam tanah dan tanaman ................................. 5
2.2.2. Fosfor dalam tanah dan tanaman.................................... 6
2.2.3. Kalium dalam tanah dan tanaman ................................... 7
2.2.4. Kalsium dalam tanah dan tanaman ................................. 9
2.2.5. Magnesium dalam tanah dan tanaman ............................ 10
2.2.6. Tembaga dalam tanah dan tanaman ................................ 10
2.2.7. Seng (Zn) dalam tanah dan tanaman ............................... 11
2.3. Analisis tanaman ..................................................................... 11
2.4. Serapan hara tanaman .............................................................. 12
2.5. Batas kritis dan kisaran kecukupan hara ................................. 13
3. BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan waktu penelitian .................................................. 18
3.2. Bahan dan alat ......................................................................... 18
3.3. Metode penelitian .................................................................... 18
3.3.1. Pengamatan pertumbuhan ............................................. 18
3.3.2. Pengambilan sampel tanaman ....................................... 19
3.3.3. Penanganan dan penyiapan contoh analisis ................... 19
3.3.4. Anlisis jaringan tanaman ................................................ 20
3.3.5. Pengolahan data ............................................................. 20
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hubungan umur dengan variabel pertumbuhan terbaik ............ 22
4.2. Pemilihan variabel pertumbuhan terbaik .................................. 26
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan .............................................................................. 35
5.2. Saran ......................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 36
LAMPIRAN ............................................................................................... 38
DAFTAR TABEL
No Halaman Teks
1. Metode analisis tanaman ...................................................................... 20
2. Nilai kadar hara pada selang kurang, cukup dan tinggi .................... 32
3. Konsentrasi hara dalam daun kelapa sawit pada kondisi defisiensi, optimum dan berlebih ....................................................................... 32
4. Kriteria kecukupan hara tanaman kelapa sawit belum menghasilkan . 34
Lampiran
5. Kadar hara tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) belum
menghasilkan(TBM) ............................................................................. 38 6.. Pertumbuhan tertinggi tanaman kelapa sawit (Elaeis giuneensis) belum
menghasilkan (TBM) .......................................................................... 45 7. Contoh perhitungan untuk menentukan nilai X1 dan X2 pada grafik
unsur hara nitrogen ............................................................................... 47
DAFTAR GAMBAR
No Halaman 1. Pengaruh suplai hara terhadap produksi dan kadar hara ...................... 14 2. Hubungan antara produksi dengan kadar hara ..................................... 15 3. Diagram sebar hubungan produksi dengan kadar hara N daun............ 16 4. Respon tanaman terhadap fackor pembatas ........................................ 17 5. Hubungan variabel pertumbuhan panjang pelepah kelapa sawit
sebelum dilakukannya peneraan dengan umur tanaman .................... 23 6. Hubungan variabel pertumbuhan panjang pelepah kelapa sawit
setelah dilakukannya peneraan dengan umur tanaman ...................... 24 7. Hubungan variabel pertumbuhan panjang pelepah kelapa sawit
dengan umur tanaman dimana umur tanaman dianggap sama............ 24 8 .Hubungan variabel pertumbuhan luas daun kelapa sawit sebelum
dilakukannya peneraan dengan umur tanaman .................................. 24 9 Hubungan variabel pertumbuhan luas daun kelapa sawit setelah
dilakukannya peneraan dengan umur tanaman ................................. 25 10 .Hubungan variabel pertumbuhan luas daun kelapa sawit dengan
umur tanaman dimana umur tanaman dianggap sama ...................... 25 11. Hubungan variabel pertumbuhan jumlah pelepah kelapa sawit
sebelum dilakukannya peneraan dengan umur tanaman .................... 25 12. Hubungan variabel pertumbuhan jumlah pelepah kelapa sawit
setelah dilakukannya peneraan dengan umur tanaman ...................... 26 13. Hubungan variabel pertumbuhan jumlah pelepah kelapa sawit
dengan umur tanaman dimana umur tanaman dianggap sama........... 26 14. Hubungan kadar hara nitrogen dengan parameter pertumbuhan
panjang pelepah .................................................................................... 27 15 .Hubungan kadar hara nitrogen dengan parameter pertumbuhan luas daun 27 16 Hubungan kadar hara nitrogen dengan parameter pertumbuhan jumlah
Pelepah ................................................................................................ 28
17. Hubungan sebaran hara N dengan variabel pertumbuhan luas daun .. 29
18. Hubungan sebaran hara P dengan variabel pertumbuhan luas daun .... 29
19. Hubungan sebaran hara K dengan variabel pertumbuhan luas daun .... 29
20. Hubungan sebaran hara Ca dengan variabel pertumbuhan luas daun .... 30
21. Hubungan sebaran hara Ca dengan variabel pertumbuhan luas daun .... 30
22. Hubungan sebaran hara Cu dengan variabel pertumbuhan luas daun .... 30
23. Hubungan sebaran hara Cu dengan variabel pertumbuhan luas daun .... 30
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Kelapa sawit (Elaeis guineesis) merupakan salah satu komoditas
perkebunan andalan yang pengembangannya sangat pesat sejak dekade 1990-an
terutama di luar pulau Jawa. Kelapa sawit dapat menghasilkan bahan-bahan dan
produk- produk komersial yang dapat dimanfaatkan. Selain minyaknya dapat
digunakan sebagai bahan pangan, kosmetika, obat-obatan, pelumas, semir sepatu,
sabun, lilin, dan detergen; limbah kelapa sawit juga dapat digunakan sebagai
bahan makanan ternak dan pupuk serta bahan bakar alternatif yang sangat
menjanjikan.
Pengembangan kelapa sawit perlu didukung oleh pengelolaan yang tepat
terutama aspek pemupukan agar produktivitasnya tetap optimal. Pemupukan
merupakan salah satu bagian pemeliharaan yang sangat menentukan tingkat
pertumbuhan dan produktivitas kelapa sawit.
Kebutuhan hara tanaman kelapa sawit sangat beragam terutama sekali
tergantung pada potensi produksi (fungsi genetik dari bahan tanaman) dan faktor
iklim.Jumlah hara yang dibutuhkan tanaman dan yang harus ditambahkan dalam
bentuk pupuk (organik/anorganik) tergantung pada tingkat kebutuhan haranya dan
suplai hara dari tanah. Dengan kata lain, pemberian pupuk harus disesuaikan
dengan tingkat ketersediaan hara dalam tanah. Hal tersebut dapat diperkirakan
dengan analisis jaringan tanaman. Analisis tanaman adalah penetapan konsentrasi
hara dalam tanaman atau bagian tanaman pada stadia tumbuh tertentu. Analisis
tanaman didasarkan pada premis bahwa jumlah hara dalam tanaman menunjukan
jumlah hara yang diserap dan secara langsung berkaitan dengan jumlah hara
dalam tanah. Untuk menginterpretasikan hasil analisis tanaman diperukan
kailbrasi kadar hara tanaman.
Kalibrasi kadar hara adalah proses untuk mengetahui arti pengukuran
kadar hara dalam istilah respon tanaman.Tujuan dilakukannya kalibrasi kadar hara
tanaman adalah untuk mendeskripsikan hasil analisis tanaman dalam istilah yang
mudah dimengerti dan untuk menyederhanakan proses pembuatan rekomendasi
pemupukan menurut kategori kadar hara pada tanah dan tanaman. Istilah yang
sering digunakan untuk mendeskripsikan kategori kadar hara adalah sangat
rendah, rendah, sedang, dan tinggi.
Metode-metode dalam kalibrasi uji tanah dan tanaman diantaranya adalah:
metode kurva kontinyu, dan pendekatan peluang. Metode pendekatan peluang
terdiri atas metode grafik (MG) Cate-Nelson, metode analisis ragam (MAR) Cate-
Nelson dan analisis ragam yang dimodifikasi (Nelson-Anderson). Metode lain
yang dipakai untuk kalibrasi kadar hara adalah dengan menggunakan metode
sekat pertumbuhan atau sekat produksi terbaik. Dalam metode ini yang ditetapkan
adalah selang kecukupan hara.
1.2. Tujuan penelitian
1. Mengetahui hubungan kadar hara pada tanah dengan pertumbuhan
tanaman
2. Menetapkan kisaran kecukupan hara
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Syarat tumbuh tanaman kelapa sawit
Kelapa sawit adalah tanaman hutan yang dibudidayakan. Tanaman ini
memiliki respon yang baik sekali terhadap kondisi lingkungan hidup dan
perlakuan yang diberikan. Seperti tanaman budidaya lainnya, kelapa sawit juga
membutuhkan kondisi tumbuh yang baik agar dapat berproduksi secara maksimal.
Kondisi iklim dan tanah merupakan faktor utama di samping faktor lainya seperti
faktor genetik, dan perlakuan yang diberikan (Pahan, 2007).
Kelapa Sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah di
sekitar lintang utara-selatan 12 derajat pada ketinggian 0-500 meter di atas
permukaan laut. Jumlah curah hujan yang baik adalah 2000-2500 mm/tahun, tidak
memiliki defisit air, dan hujan merata sepanjang tahun. Masalah jalan (transport),
pembakaran, pemeliharaan, pemupukan dan pencegahan erosi menjadi lebih
penting pada daerah yang curah hujannnya tinggi. Di Indonesia daerah seperti ini
pada umumnya berada pada ketiggian lebih dari 500 meter di atas permukaan laut,
kecuali di beberapa lokasi, seperti halnya di daerah pantai Barat Sumatera. Data
iklim sangat perlu sekali diketahui dan dipelajari sebaik-baiknya, karena
keberhasilan beberapa pekerjaan tergantung dari iklim. Pekerjaan tersebut
misalnya pembakaran pada pembukaan hutan, penggunaan herbisida,
pemeliharaan parit dan jalan, pemanenan dan lainnya. Defisit air yang tinggi
menyebabkan produksi turun drastis dan normal pada tahun ketiga dan keempat
karena merusak perkembangan bunga sebelum anthesis dan pada bunga yang
telah anthesis mengalami kegagalan matang tandan. Hal ini sering terjadi di
daerah Lampung, Jawa Barat, Kalimantan Timur dan beberapa lokasi lainnya
dimana hampir setiap 5-6 tahun sekali timbul musim kering yang panjang (Pahan,
2007).
Temperatur yang optimal untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah pada
suhu 24-28 derajat Celcius, suhu terendah 18 derajat Celcius dan suhu tertinggi
adalah 32 derajat Celcius. Di beberapa daerah seperti daerah Riau, Jambi, dan
Suamatera Selatan pada bulan tertentu lama penyinaran matahari kurang dari 5
jam. Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya asimilasi, gangguan penyakit,
gagalnya pembakaran dan rusaknya jalan karena lambat kering. Kelembaban rata-
rata yang tinggi akan merangsang perkembangan penyakit. Ketinggian yang
optimal adalah 0-400 meter diatas permukaan laut. Pada ketinggian yang lebih
akan menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi terhambat dan produksi jauh
lebih rendah. Kecepatan angin 5-6 km/jam sangat baik untuk membantu proses
penyerbukan (Pahan, 2007).
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah seperti
Podsolik, Latosol, Hidromorfik Kelabu, Regosol, Andosol, Organosol dan
Alluvial. Sifat fisik tanah yang baik untuk tanaman kelapa sawit adalah :
a. Solum tebal 80 cm. Solum yang tebal merupakan media yang baik bagi
perkembangan akar sehingga efesiensi penyerapan unsur hara tanaman
akan lebih baik.
b. Tekstur ringan, memiliki kandungan /komposisi pasir 20-60%, debu 10-
40%, dan liat 20-50%.
c. Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH 4,0-6,0, namun pH yang terbaik untuk
pertumbuah tanaman kelapa sawit adalah 5-5,5. Tanah yang memiliki pH
yang rendah dapat dinaikkan dengan melakukan pengapuran, namun
kendala yang dihadapi pada umumnya pengapuran memerlukan biaya
yang cukup tinggi. Tanah dengan pH ini biasanya dijumpai pada daerah
pasang surut terutama tanah gambut.
d. Kandungan unsur hara tinggi seperti : Ratio C/N mendekati 10 dimana C 1
% dan N 0,1 %, Daya tukar unsur Mg =0,4-1,0 me/100 gram, daya tukar K
=0,15-0,20 me/100 gram serta perbandingan daya tukar Mg dan K berada
pada batas normal (Pahan, 2007).
Di Indonesia tanah Podsolik Merah Kuning mendominasi areal
perkebunan kelapa sawit. Tanah ini terbentuk pada zaman tersier dengan bahan
induk batuan liat dan berpasir, solum cukup dalam dengan tekstur yang berpasir.
Kondisi ini cukup baik bagi perkembangan akar dan mekanisme air, namun
tingkat kesuburan kimianya tergolong rendah. Tanah Gambut atau Organosol
mengandung lapisan yang terdiri atas bahan organik yang belum terhuminifikasi
lebih lanjut dan memiliki pH rendah (Pahan, 2007).
Masalah drainase dan permukaan air tanah merupakan masalah utama.
Tanah Gambut atau Organosol menjadi sangat penting pada akhir-akhir ini,
mengingat areal yang baik sudah berkurang dan banyak perkebunan memperoleh
jenis tanah ini terutama di daerah Riau, Jambi, Sumatera Selatan dan Kalimantan.
Jenis tanah gambut potensi produksinya cukup baik dan digolongkan kedalam
kelas 2 dan 3, namun masalah biaya pembangunan saluran air/ drainase yang
mahal serta kemiringan tanaman masih belum bisa teratasi dengan baik terutama
pada tanah gambut yang tebalnya lebih dari 2 meter (Pahan, 2007).
Analisis tanaman didasarkan pada premis bahwa jumlah hara dalam
tanaman menunjukkan jumlah hara yang diserap dan secara langsung berkaitan
dengan jumlah hara dalam tanah (Tisdale, et al.1985).
Kebutuhan hara dan kemampuan tanah menyediakan hara merupakan
dasar pemilihan dosis pupuk yang tepat. Rekomendasi pemupukan yang baik
diperoleh dengan evaluasi hara tanaman, salah satunya dengan melakukan analisis
tanaman. Analisis tidak hanya saja menetapkan konsentrasi unsur hara dalam
bagian tanaman, tetapi juga tentang keterkaitan antara kandungan hara tanaman
dan pertumbuhannya. Dalam studi ini konsentrasi hara-hara dalam bagian tertentu
pada tanaman ditetapkan dan digunakan sebagai petunjuk untuk menilai
penyerapan hara oleh tanaman sampai saat pengambilan contoh (Ulrich dan Hills,
1973 dalam Leiwakabessy dan Sutandi, 1988).
2.2 Karakteristik hara dalam tanah dan tanaman
2.2.1. Nitrogen dalam tanah dan tanaman
Nitrogen sangat diperlukan oleh tanaman untuk pertumbuhannya.
Pemberian pupuk nitrogen akan memberikan pengaruh yang mencolok dan cepat,
terutama dalam merangsang pertumbuhan dan memberikan warna hijau pada
daun. Hampir pada seluruh tanaman, fungsi nitrogen merupakan pengatur dari
penggunaan unsur kalium, fosfor dan lainnya (Soepardi, 1983).
Setiap tahunnya nitrogen diangkut oleh tanaman dalam jumlah sangat
banyak, tetapi keberadaan N di dalam tanah sangat sedikit. Hal ini disebabkan
nitrogen bersifat mudah larut dan hilang bersama air drainase, mudah menguap
(volatil), sehingga pada saat tertentu ketersediaanya sama sekali tidak ada bagi
tanaman (Soepardi, 1983).
Nitrogen tanah dibagi dalam dua bentuk, yaitu bentuk anorganik dan
organik. Bentuk organik merupakan bagian terbesar, sedangkan anorganik dapat
ditemukan dalam bentuk NH4+, NO2
-, NO3-, N2O, NO dan gas N2 yang hanya
dapat dimanfaatkan oleh Rhizobium (Leiwakabessy, 1988).
Tanaman mengambil nitrogen terutama dalam bentuk NH4+ dan NO3
-. Ion-
ion ini didalam tanah pertanian berasal dari pupuk N yang diberikan kedalam
tanah dan bahan organik tanah. Jumlah ion tersebut tergantung dari dosis
pemupukan yang diberikan serta kecepatan perombakan bahan organik tanah.
Jumlah nitrogen yang dibebaskan dari bahan organik tanah ditentukan oleh
keseimbangan antara faktor yang mempengaruhi mineralisasi dan imobilisasi
unsur nitrogen, serta kehilangannya dari lapisan tanah (Leiwakabessy, 1988).
Pemberian pupuk nitrogen yang berlebihan juga sangat merugikan. Hal ini
dapat memperlambat kematangan atau fase generatif dengan tetap membantu
pertumbuhan vegatatif walaupun masa masak sudah waktunya. Selain itu dapat
juga menyebabkan tanaman mudah rebah karena jeraminya melunak. Namun
demikian kekurangan nitrogen juga dapat merugikan karena tanaman akan
tumbuh kerdil dan sistim perakarannya terbatas. Kerugian lain yang disebabkan
oleh kekurangan N yaitu daun tanaman menjadi kuning atau hijau kekuningan
dan cenderung cepat rontok (Soepardi, 1983).
Kekurangan nitrogen akan mengakibatkan kandungan protein pada
tanaman menjadi sangat sedikit, sehingga karbohidrat yang diendapkan menjadi
semakin banyak dan menyebabkan sel-sel vegetatif tanaman menebal. (Tisdale, et
al. 1985).
2.2.2. Fosfor dalam tanah dan tanaman
Fosfor merupakan unsur makro yang sangat penting bagi pertumbuhan
tanaman, tetapi kadarnya dalam tanaman lebih rendah dari nitrogen, kalium dan
kalsium. Fosfor dinilai lebih penting dari hara kalsium, bahkan mungkin juga hara
kalium (Leiwakabessy, 1988).
Sumber fosfor utama yang dapat memenuhi kebutuhan tanaman yaitu : 1.
Pupuk buatan ; 2. Pupuk kandang ; 3. Sisa tanaman dan pupuk hijau dan 4.
Senyawa alami baik organik maupun anorganik dari kedua bahan tersebut yang
sudah ada dalam tanah (Soepardi 1983).
Lebih jauh Soepardi (1983) mengatakan bahwa sebagian besar fosfor di
dalam tanah dijumpai dalam bentuk organik dan anorganik. Senyawa fosfor
anorganik yang ada didalam tanah terdiri dari senyawa kalsium dan senyawa Fe
dan Al, sedangkan fosfor organik dijumpai dalam bentuk fitin dan turunannya,
asam nukleat dan fosfolipida. Fitin sebagai sumber fosfat organik dapat langsung
diserap oleh tanaman, sedangkan asam nukleat harus mengalami dekomposisi
terlebih dahulu pada permukaan akar sebelum fosfor dapat diserap tanaman baik
dalam bentuk organik maupun anorganik.
Tanaman umumnya menyerap unsur fosfor dalam bentuk ion-ion
monofosfat atau ortofosfat primer H2PO4--. Mobilitas ion-ion fosfat dalam tanah
sangat rendah retensinya sangat tinggi. Oleh sebab itu recovery rate dari pupuk
fosfor sangat rendah, yaitu antara 10 – 30 %, sedangkan sisanya 70 -90 %
tertinggal dalam bentuk immobil, apabila tidak hilang karena erosi. Fungsi fosfor
dalam tanaman secara mendetail sukar untuk diutarakan. Tetapi fungsi utama dari
fosfor adalah : 1. Sebagai penyusun metabolit dan senyawa kompleks serta 2.
Sebagai aktivator, kofaktor, atau mempengaruhi kerja enzim dengan mengatur
banyak proses enzimatik yang berfungsi sebagai aktivator berbagai enzim.
Disamping itu fosfor sering disebut sebagai kunci untuk kehidupan, karena
fungsinya yang sangat sentral dalam proses kehidupan. Unsur ini berperan dalam
pemecahan karbohidrat untuk energi, penyimpanan dan peredarannya di selurh
tanaman dalam bentuk ADP dan ATP (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).
2.2.3. Kalium dalam tanah dan tanaman
Kalium merupakan unsur hara yang paling banyak dibutuhkan oleh
tanaman setelah N. Jumlah kalium yang diambil tanaman berkisar antara 50
sampai lebih dari 200 kg K/ha, tergantung dari jenis tanaman dan besarnya
produksi. Kadar K dalam tanah biasanya berkisar antara 0.5 – 2.5 % dengan rata-
rata 1.2%, tergantung keadaan mineral cadangan dan tingkat pelapukan tanah
(Leiwakabessy, 1988).
Kalium merupakan satu-satunya kation monovalen yang esensial bagi
tanaman. Peranan utama dari kalium adalah sebagai aktivator berbagai enzim
(Soepardi, 1983).
Kalium sering disebut sebagai katalisator dalam proses kehidupan karena
menjamin berlangsungnya reaksi-reaksi dalam tanaman relatif tidak tersedia, yang
menempati bagian struktur mineral mika primer dan sekunder, serta mineral-
mineral feldsfatik; (2) kalium lambat tersedia yaitu kalium yang terserap di dalam
kisi mineral liat seperti vermi kulit atau tipe 2:1 lainnya; dan (3) kalium cepat
tersedia yang berada dalam kompleks jerapan (K-dd) dan kalium dalam larutan
tanah (Brady, 1974).
Leiwakabessy (1988) menyatakan bahwa kalium yang terikat pada
permukaan kaloid anorganik tidak dapat dilepaskan dengan kecepatan yang sama
karena memiliki tiga tapak pertukaran dengan sekat pengikatan yang berbeda
juga.
Secara singkat masalah kalium dapat dikelompokan menjadi: (1) pada saat
tertentu sebagian besar dari unsur ini tidak tersedia bagi tanaman; (2) karena sifat
mudah larut maka peka terhadap pengaruh pencucian; (3) kalium diserap dalam
jumlah banyak, terutama apabila unsur ini diberikan secara berlebihan (Soepardi,
1983).
Beberapa peranan kalium yang diketahui antara lain dalam; (1)
pembelahan sel ; (2) fotosintesis (pembentukan karbohidrat); (3) translokasi gula;
(4) reduksi nitrat dan selanjutnya sintesis protein ; dan (5) dalam aktivitas enzim.
Kalium juga merupakan unsur logam yang paling banyak terdapat dalam cairan
sel, yang mengatur keseimbangan antara garam dan air (tekanan osmotik) dalam
sel tanaman sehingga memungkinkan pergerakan air di dalam akar tanaman
(Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).
Selanjutnya kekurangan hara kalium akan menyebabkan tanaman menjadi
kurang tahan terhadap kekeringan dibandingkan dengan tanaman yang cukup
kalium. Selain itu, tanaman yang kekurangan kalium juga lebih peka terhadap
penyakit dan kualitas produksinya lebih jelek baik kualitas daun, buah maupun
biji (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).
2.2.4. Kalsium dalam tanah dan tanaman
Kalsium merupakan bagian dari setiap sel tanaman. Sebagian besar unsur
ini terdapat dalam bentuk kalsium pekat, baik didalam maupun disepanjang
dinding sel tanaman. Penyebarannya didalam tanaman tidak merata. Bagian
produktif yaitu bunga dan biji mengandung sedikit kalsium, sedangkan kadarnya
yang tinggi terdapat dalam daun (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).
Kalsium diserap dalam bentuk Ca2+ terutama melalui mass flow dan
intersepsi (permukaan kontak). Kadar Ca2+ dalam larutan tanah sangat bervariasi
didaerah dengan curah hujan tinggi, kadar Ca2+ umumnya berkisar antara 8 – 45
ppm dengan rata-rata 33 ppm. Sedangkan kadar Ca2+ dalam tanaman umumnya
berkisar antara 0,2 – 4,0 % (Leiwakabessy, 1988).
Sumber kalsium dalam tanah dijumpai dalam berbagai mineral dan
endapan seperta plagiokas, anortit, augit, hornblende, biotit, epidote, apatit, kalsit,
dolomit, dan gipsum atau Ca-sulfat. Proses kehilangan Ca2+ dalam larutan tanah
dapat melalui : 1. diserap tanaman; 2. diambil jasad renik; 3. terkait oleh komplek
adsorpsi tanah; 4, mengendap kembali sebagai endapan-endapan sekunder
(terutama didaerah kering); dan 5. tercuci (terutama di daerah basah). Sedangkan
faktor-faktor tanah yang sangat berpengaruh terhadap ketersediaan kalsium bagi
tanaman adalah : 1.Ca total; 2. pH tanah; 3. KTK; 4. kejenuhan Ca pada komplek
jerapan; 5. jenis liat; dan 6. nisbah Ca terhadap kation lain (K dan Mg dalam
larutan tanah) (Leiwakabessy 1988).
Peranan kalsium dalam tanaman cukup banyak. Disamping untuk penguat
dinding sel, juga mendorong pada perkembangan akar, memperbaiki vigor
tanaman dan kekuatan daun dalam proses pemanjangan sel. Sintesis protein dan
mitosis (pembelahan sel). Kalsium ini juga penting untuk pembentukan dan
berfungsinya bintil akar (Leiwakabessy, 1988).
Kalsium merupakan unsur yang tidak mobil dalam tanaman, sehingga
gejala kekurangan kalsium pertama kali terlihat pada bagian yang muda yaitu
daun-daun muda yang baru keluar pada bagian pucuk dan titik tumbuh. Gejala
kekurangan kalsium mengakibatkan akar tanaman membengkak dan menyatu.
Kekutangan Ca menyebabkan daun muda sukar membuka atau keluar
(Leiwakabessy, 1988).
2.2.5. Magnesium dalam tanah dan tanaman
Magnesium diambil oleh tanaman dalam bentuk Mg +2. Kebutuhan akan
unsur ini dipenuhi melelui aliran massa (mass flow) seperti halnya Ca+2 dan
sedikit melalui intersepsi. Jumlah aliran yang diserap biasanya lebih rendah dari
kalium dan kalsium. Magnesium dalam tanah berasal dari mineral-mineral primer
(biotit, augit, hornblende, olivin, serpentin), mineral-mineral sekunder (klorit, ilit,
monmorilonit, vermikulit) dan mineral-minneral endapan seperti dolomit dan
epsonit (MgSO4, H2O) (Leiwakabessy, 1988).
Magnesium merupakan unsur yang mobil dalam tanaman dan akan selalu
ditranslokasikan dari bagian yang lebih tua ke bagian yang lebih muda, sehingga
gejala defesiensi Mg pertama terjadi kepada daun yang lebih tua. Pada beberapa
spesies defisiensi mengakibatkan khlorosis diantara tulang daun, sedangkan
tulang daun sendiri menjadi berwarna hijau. Pada tahap selanjutnya jaringan daun
menjadi kuning kemudian coklat dan nekrotik (mati) (Tisdale dan Nelson, 1975).
Selanjutnya Leiwakabessy (1988) menyatakan bahwa ketersediaan
meagnesium dalam tanah dipengaruhi oleh pH, kejenuhan Mg, perbandingn
dengan kation yang lain terutama kalsium dan kalium, serta tipe liat.
2.2.6. Tembaga dalam tanah dan tanaman
Tembaga di alam umumnya terdapat dalam bentuk sulfida walaupun ada
juga bentuk-bentuk yang kurang stabil seperti karbonat dan sulfat. Bentuk sulfida
yang paling banyak adalah chalcopyrite atau (CuFeS2) dengan ikatan kovalen
yang kuat antara Chalcosite (Cu2S dan bornite (CuFeS4). Gejala defisiensi mulai
berkembang dari bagian yang muda dan menjalar ke bagian lain bila difesiensi
makin berat pada tanaman jagung yang biasanya muncul pada tanaman muda
yang berupa khlorosis pada daun yang paling muda dan pada tahap lebih lanjut
ujung daun menjadi sangat kuning mati dan menggulung sedangkan daun-daun
tua mengering dari ujung ke dasar daun melalui tepi seperti defisiensi kalium.
Pada tingkat yang sangat parah tanaman tertekan dan tidak menjadi matang
(Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).
2.2.7 Seng (Zn) dalam tanah dan tanaman
Tanaman dapat mengambil unsur hara Zn dalam bentuk molekuler garam
kompleks organik seperti EDTA. Pemberian garam-garam Zn yang larut maupun
Zn kompleks melalui daun merupakan cara yang sering ditempuh untuk
kekurangan Zn (Leiwakabesy 1988).
Gejala defisiensi Zn bervariasi dari tanaman yang satu ke tanaman lainnya.
Gejala yang umum terjadi adalah ; a) timbulnya daerah-daerah berwarna hijau
muda, kuning atau putih diantara tulang daun terutama dan yang tua dibagian
bawah, b) jaringan tersebut diatas akan mati, c) ruas atau batang tanaman
memendek sehingga daun-daunnya memberikan bentuk roset, d) daun menjadi
kecil, sempit dan agak tebal. Bentuknya sering tidak sempurna, e) daun-daun lebih
cepat gugur, f) pertumbuhan akan tertekan, g) bentuk buah sering tidak sempurna
dan kecil atau tidak berubah sama sekali (Leiwakabesy 1988).
2.3. Analisis tanaman
Analisis tanaman adalah penetapan konsentrasi suatu unsur dalam contoh
pada bagian tertentu atau bagian tanaman yang diambil contohnya pada waktu dan
tingkat morfologi tertentu. Konsentrasi unsur ini biasanya dinyatakan dalam berat
kering (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Prinsip dasar dari analisis tanaman
adalah berdasrkan konsentrasi hara-hara dalam tanaman sebagai nilai dari seluruh
faktor yang mempengaruhinya (Aldrich, 1973).
Dalam analisis tanaman terdapat beberapa hal yang saling berkaitan,
misalnya hubungan antara : produksi dan konsentrasi hara, konsentrasi hara dan
varietas, dan berbagai faktor yang saling berinteraksi. Beberapa tujuan dilakukan
analisis tanaman antara lain: mendiagnosa atau memperkuat diagnosa gejala yang
terlihat, mengetahui kekurangan unsur hara sedini mungkin, mengidentifikasi
masalah yang terselubung, menunjukan hara yang dapat diserap tanaman,
mengetahui interaksi atau antagonisme diantara unsur hara, sebagai alat pembantu
untuk mengatasi masalah (Aldrich, 1973).
Analisis tanaman perananya semakin meningakat dalam perkembangan
tekhnologi ekonomi produksi pertanian. Penggunaan konsep analisis tanaman
sudah relatif tua. Tapi pembaharuan dan aktivitasnya meningkat cepat pada akhir-
akhir ini. Hal ini merupakan bagian kemajuan yang nyata atau sejalan dengan
perkembangan penggunaan AAS, ICP, dan peralatan lainnya. Disamping itu
sumbangan dari semakin banyakanya referensi standar dari para peneliti untuk
interpretasi hasil analisis tanaman membantu dalam analisis tanaman, interpretasi
dengan menggunakan metode yang lebih maju dengan DRIS juga menjadikan
perkembangan analisis lebih menggairahkan. Ini sudah menjadi tuntutan
tekhnologi yang lebih canggih dalam peningkatan produksi pertanian dalam era
pertanian yang lebih efisien dan dikembangkan. (Aldrich, 1973).
2.4. Serapan hara tanaman
Serapan hara oleh tanaman sangat bervariasi tergantung pada jenis
tanaman, varietas dan kondisi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman,
misalnya : kesuburan tanah, kelembaban tanah, aerasi, tekstur, struktur tanah,
penempatan pupuk dan pengaruh penyakit akar (Nelson, 1976).
Selanjutnya Brady (1974) menambahkan bahwa serapan unsur hara tidak
hanya tergantung pada ketersediaan unsur hara dalam tanah, tetapi ditentukan juga
oleh kemampuan tanaman menyerap unsur hara dan kecepatan serapan hara oleh
permukaan akar (Brady 1974).
Millar (1955) mengemukakan tujuh faktor yang berpengaruh tehadap
serapan hara oleh tanaman. Ketujuh faktor tersebut diantaranya : 1) jenis tanaman,
2) pengaruh hara lain atau antagonis, 3) perbedaan konsenterasi garam dalam
jaringan akar dengan lingkungan luar, 4) aerasi dan respirasi tanaman, 5)
ketersediaan hara dalam tanah, 6) pemupukan dan 7) tingkat kejenuhan larutan
tanah. Akar tanaman memperoleh unsur hara dari berbagai sumber antara lain
dari larutan tanah, ion-ion yang dapat dipertukarkan, mineral dan bahan organik
terlapuk (Tisdale, et al.1985).
Mekanisme intersepsi akar sebenarnya merupakan pertukaran secara
langsung antara hara dengan akar. Dengan demikian semakin banyak akar yang
bersentuhan dengan hara, maka akan semakin banyak hara yang tersedia.
Intersepsi akar dipengaruhi oleh sistem perakaran dan konsentrasi unsur hara pada
daerah perakaran (Leiwakabessy, 1988).
Aliran masa terjadi apabila terjadi perbedaan potensial hidrostatik.
Pergerakan unsur hara dalam aliran masa yaitu pergerakan dari larutan yang
berpotensial hidrostatik yang lebih tinggi ke potensial hidrostatik yang lebih
rendah (Soepardi, 1983).
Hara masuk kedalam akar melalui pertukaran difusi dan pergerakan
senyawa carrier (Tisdale, et al. 1985).
Akar tanaman mempunyai kompleks pertukaran ion seperti halnya pada
tanah. Kemapuan tanaman mendapatkan hara dalam tanah tergantung pada pola
perkembangan akar dan kedalaman akar (Leiwakabessy dan Sutandi, 1988).
2.5. Batas kritis dan kisaran kecukupan hara
Adanya sejumlah unsur hara tertentu yang penting dalam pertumbuhan
tanaman telah dibuktikan oleh para ahli fisiologi tanaman. Penilaian hasil analisis
atau nilai kritis, pendekatan regresi ganda, dan metode DRIS (Diagnosis and
Rekomendation Integrated System) (Widjaya Adhi, 1993).
Pengertian dari batas kritis hara juga mencakup keadaan difisiensi hara
pada pertumbuhan maksimum, konsentrasi dimana pertumbuhan tanaman
menurun dan jumlah hara terkecil dalam tanaman untuk menghasilkan produksi
tinggi (Tisdale et al. 1985).
Kurva produksi bersifat sigmoid dengan kenaikan pemberian hara, tetapi
hubungan dengan konsentrasi hara perubahannya relatif kecil. Bila produksi
dihubungkan dengan kadar hara terlihat bahwa perubahan kadar hara yang sedikit
saja telah menyebabkan produksi naik lebih tinggi (Leiwakbessy dan Sutandi,
1988).
Metode yang dipakai adalah dengan membandingkan status hara tanaman
yang diteliti dengan tabel referensi. Apabila konsentrasi hara lebih rendah dari
tabel referensi yang dipakai maka hal tersebut dapat menyebabkan penurunan
pertumbuhan tanaman, penurunan produksi secara kualitas dan kuantitas. Pada
dasarnya metode ini hanya dapat menunjukan jenis defisiensi dalam satu kali
pengamatan (Ulrich dan Hills, 1973)
Ulrich dan Hills (1967) dalam Leiwakabessy dan Sutandi (2004)
menetapkan batas kritis pada pusat daerah transisi atau titik sebelum terjadi
penurunan produksi atau perumbuhan umumnya dipakai titik belok 5-10 % dari
pertumbuhan atau produksi maksimum.
Gambar 1. Pengaruh Suplai Hara terhadap Produksi dan Kadar Hara (Leiwakabessy dan Sutandy, 2004) Gambar 1. menunjukan bahwa kenaikan pemberian hara menghasilkan
kurva produksi yang bersifat tidak linear, sedangkan pengaruhnya terhadap
konsentrasi hara menghasilkan perubahan relatif kecil. Bila produksi dihubungkan
dengan kadar hara terlihat jelas bahwa perubahan kadar hara sedikit saja akan
menyebabkan produksi meningkat lebih tinggi (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).
Standar baku untuk batas kritis hara tanaman umumnya sudah banyak
dibuat. Kelemahan metode ini terletak pada variasi kadar hara dengan umur, oleh
karena itu, Summer (1979) dalam Leiwakabessy dan Sutandi (2004) menyarankan
agar dilakukan : a) pembuatan batas kritis pada berbagai umur tanaman, atau b)
koreksi terhadap kadar hara sejalan dengan peningkatan berat kering dan umur
tanaman, atau c) pembuatan batas kritis menjadi suatu kisaran , misal kisaran
kecukupan hara. Selanjutnya Muson dan Nelson (1973) serta Dow Robert (1982)
dalam Leiwakabessy dan Sutandi (2004) juga mengusulkan batas kritis berupa
suatu kisaran yang dihubungkan dengan umur tanaman.
Kisaran kecukupan hara merupakan pengembangan dari batas kritis, yang
pertama dikembangkan untuk menganalisis status hara tanaman. Namun sekarang
orang lebih banyak menggunakan kisaran kecukupan hara. Interpretasi kisaran
kecukupan hara diperoleh dari hubungan antara produksi atau pertumbuhan
tanaman dengan kadar hara (Gambar 2) (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).
Gambar 2. Hubungan antara produksi dengan kadar hara (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).
Lengkungan pada Gambar 2 menggambarkan hubungan produksi dengan
kadar hara makro dalam daun tanaman. Bentuk C pada gambar 2 disebut dengan
Steenbjerg effect, yang merupakan hasil kombinasi dari kadar hara dengan
pengurangan berat kering. Kesalahan interpretasi mungkin terjadi apabila kurang
memahami hubungan interaksi kadar hara dengan berat kering.
Identifikasi tingkat kelebihan dan keracunan hara esensial menjadi sama
pentingnya dengan identifikasi tingkat defisiensi, namun sangat sedikit informasi
yang detail tentang kisaran kadar hara penuh dari tingkat kurang sampai ketingkat
keracunan. Penetapan kisaran kecukupan hara kebanyakan tidak berasal dari range
kadar hara mulai dari defisiensi sampai keracunan, tetapi dikembangkan dari
kisaran rendah, cukup dan tinggi. Kisaran rendah umumnya mendekati atau sama
dengan batas kritis, sedangkan kisaran tinggi berasal dari kadar hara diatas
normal, dimana kisaran cukup berada diantaranya (Jones, et al. 1991).
2.6. Metode Garis Batas (Boundary Line Methods)
Tahap pertama dalam metode garis batas adalah penetapan standar. Satu
set data yang menggambarkan hubungan antara produksi dengan kadar hara diplot
ke dalam diagram sebaran seperti pada gambar 3.
Gambar 3. Diagram Sebar Hubungan Produksi Dengan Kadar Hara N daun (Walworth dan Sumner, 1987) Kelompok produksi tinggi merupakan cerminan dari kondisi yang
optimal,yang faktor pembatasnya sudah banyak berkurang dibanding pada
kelompok produksi rendah. Keadaan ini diilustrasikan pada gambar 4 dibawah ini.
Gambar 4. Respon tanaman terhadap faktor pembatas (Walworth dan Sumner, 1987)
Dari gambar tersebut terlihat sejumlah n faktor pembatas yang membatasi
produksi pada tingkat rendah, kemudian semakin dikurangi faktor pembatas
tersebut maka produksi bertambah tinggi (Walworth dan Sumner, 1987)
Boundary line methods adalah metode garis batas, dimana garis
membungkus diagram sebar hubungan antara produksi dan kadar hara. Garis
tersebut membatasi data aktual,sehingga sangat kecil peluangnya akan
ditemukannya data yang terletak di luar garis pembungkus tersebut. Garis batas
ini terdapat dibagian batas sebelah kiri dan kanan sebaran data, serta mengerucut
keatas, artinya semakin tinggi pertumbuhan atau produksi semakin kecil selang
kadar hara atau ekspresi hara (sumbu x). Dengan kata lain semakin tinggi kadar
hara semakin tinggi produksi sampai tingkat tertentu. Kemudian produksi turun
kembali dengan semakin tingginya kadar hara. Penggambaran seperti ini sangat
bermanfaat dalam mendiagnosis kemungkinan perolehan produksi maksimum
yang konsisten dengan nilai apapun dari faktor pertumbuhan tertentu yang dapat
ditentukan (Walworth, et al. 1987)
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian dilakukan di Perkebunan kelapa sawit dengan nama kebun di
antaranya adalah : Agritasari Prima, Banyu Bening Utama, Johan Santosa, Palma
1, Palma 2, Patiware, Wawasan Kebun Nusantara (WKN), Wirata Daya Bangun
Persada 1 (Wirata1), Wirata Daya Bangun Persada 2 (Wirata 2), Ledo Lestari,
Ceria Prima 2, dan Ceria Prima 3 yang tersebar dipropinsi Kalimantan Barat dan
Riau. Penelitian dilakukan pada akhir November 2007 sampai Mei 2008 dengan
cara mengambil contoh daun dan pelepah kelapa sawit belum menghasilkan
(TBM). Penanganan, persiapan dan analisis contoh daun dan pelepah kelapa sawit
dilakukan di laboratorium Tanah dan Sumberdaya Lahan , Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
3.2. Bahan dan alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah contoh daun
kelapa sawit serta bahan-bahan kimia untuk analisis jaringan tanaman di
laboratorium seperti HNO3, HCl, HClO4, H2SO4 pekat, NaOH dan air destilata.
Alat yang digunakan selama pengambilan contoh tanaman adalah gunting
pengambil contoh dan perlengkapanya, meteran, kantong contoh, timbangan,
peralatan tulis, dan golok. Peralatan yang digunakan dalam analisis tanaman
adalah oven, dan peralatan laboratorium lainnya untuk analisis daun tanaman
sawit.
3.3. Metode penelitian
3.3.1 Pengamatan pertumbuhan
Pengamatan pertumbuhan dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan
kelapa sawit (Elaeis guineensis) belum menghasilkan (TBM). Variabel
pertumbuhan yang diamati adalah: panjang pelepah, luas daun dan jumlah
pelepah.
3.3.2. Pengambilan sampel tanaman
Penelitian menggunakan metode survei, yaitu dengan cara pengambilan
sampel daun secara acak pada pelepah ke-3 dari 20 pohon dari setiap blok kebun.
Contoh daun diambil pada bagian ekor kadal pelepah ketiga dengan cara
mengambil sepasang daun pada bagian kanan dan kiri, contoh daun yang
digunakan untuk sempel adalah satu pertiga di bagian tengah dari sepasang daun
yang dibuang lidinya. Sampel daun yang diambil kemudian dimasukkan ke dalam
kantong plastik dan diberikan label sesuai dengan kode blok kebun tempat
diambilnya sampel tersebut. Sampel daun yang telah diambil sesegera mungkin
dikeringkan dengan menggunakan alat pengering.
Jumlah total contoh daun yang diambil dari beberapa lokasi tersebut
adalah 286 sampel tanaman. Banyaknya jumlah contoh dimaksudkan untuk
memperkecil adanya variabilitas data.
3.3.3. Penanganan dan penyiapan contoh analisis
Contoh daun dibersihkan terlebih dahulu dari kontaminan (debu dan
tanah) dengan menggunakan kapas, tisu, dan aquades. Selanjutnya, contoh daun di
masukkan ke dalam oven pada suhu 60-65 derajat Celcius. Pengeringan dilakukan
untuk menghentikan reaksi enzimatik yang terjadi dalam daun, menurunkan berat
kering tanaman, dan menjaga berat konstan. Contoh daun yang telah kering
kemudian dihaluskan dengan menggunakan mesin penggiling guna mempercepat
penghancuran pada saat analisis dan menghomogenkan jumlah contoh daun.
Selanjutnya, contoh disimpan sampai dilakukan analisis jaringan tanaman.
Penyiapan dan penanganan contoh tanaman dilakukan dengan sangat hati-hati, hal
ini dimaksudan untuk meminimumkan terjadinya perubahan fisik dan kimia dari
sampel tersebut.
3.3.4. Analisis jaringan tanaman
Metode analisis jaringan tanaman secara garis besar dapat dibagi ke dalam
dua tahap yaitu tahap destruksi dan tahap pengukuran. Tahap destruksi dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu pengabuan basah dan pengabuan kering. Pada
analisis ini menggunakan pengabuan basah dan tahapan pengukuran.
Prosedur pengabuan basah dilakukan dengan cara menimbang 0,2 gram
sample tanaman yang telah digiling dan dihomogenkan kemudian masukan
kedalam labu takar 50 ml. Sample tanaman yang telah dimasukan kedalam labu
takar kemudian diberi 5 ml HNO3 dan HClO4 pekat dengan perbandingan 2:1.
Diamkan selama satu malam, setelah itu panaskan di atas hot plate kurang lebih
satu jam sampai larut dan berubah warnanya menjadi cairan bening. Setelah
cairan diangkat kemudian dinginkan dan ditera dengan cara menambahkan
aquades, dan pindahkan ke dalam botol untuk diukur dengan menggunakan alat
seperti Spectrofotometer.
Tabel 1. Metode analisis tanaman yang digunakan adalah :
Jenis Analisis Ekstraksi Pengukuran
N Kjedhal, Titrasi P Pengabuan basah, Spectrofotometer K Pengabuan Basah, Flamefotometer Ca Pengabuan Basah, AAS Mg Pengabuan Basah, AAS Cu Pengabuan Basah, AAS Zn Pengabuan Basah, AAS
3.3.5. Pengolahan data dan Penetapan Kisaran Kecukupan Hara
Penetapan kisaran hara dilakukan dengan cara melihat sebaran kadar hara
tertinggi dan terendah hubungannya dengan umur tanaman. Penetapan ini
diperoleh berdasarkan rata-rata % kadar hara dengan standar deviasi pada umur
tanaman tertentu yang sebelumnya dilakukan peneraan telebih dahulu. Peneraan
dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan pengaruh umur tanaman.
Variabel pertumbuhan yang digunakan untuk menetapkan kisaran
kecukupan hara adalah panjang pelepah, luas daun dan jumlah pelepah. Karena
umur tanaman bervariasi, maka terlebih dahulu dilakukan peneraan umur tanaman
dengan menggunakan persamaan :
Yti = � + (Yi-Ýi)
Keterangan :
Yti = parameter pertumbuhan contoh ke i (tera).
Yi= parameter pertumbuhan contoh ke i.
� = Rataan umum contoh.
Ýi = Dugaan parameter pertumbuhan dari persamaan.
Pemilihan parameter terbaik dilakukan dengan cara membandingkan
diagram sebar hubungan kadar hara N, P, K, Ca, Mg, Cu dan Zn dengan
parameter pertumbuhan panjang pelepah, luas daun dan jumlah pelepah. Dari
ketiga parameter pertumbuhan tersebut, dipilih parameter yang terbaik sebarannya
didasrkan pada bentuk digram yang mengerucut ke atas (skewxess).
Selang kecukupan hara diperoleh dari kalibrasi kadar hara tanaman kelapa
sawit belum menghasilkan (TBM) dengan menggunakan sekat pertumbuhan.
Dalam kalibrasi ini, data pertumbuhan yang digunakan adalah 20 % dari 286
contoh tanaman yang digunakan. Sekat produksi membagi dua kelompok yaitu
pertumbuhan tinggi dan rendah. Nilai selang kecukupan hara diperoleh dari
perpotongan garis sekat produksi dengan garis batas. Garis batas dibuat dari titik-
titik terluar sehingga garis yang dihasilkan sebagai garis yang menghubungkan
data. Gars tersebut memisahkan antara data yang real dan non real (data pencilan),
sehingga sangat kecil peluang ditemukan diluar garis tersebut. Model atau
persamaan garis batas dipilih yang paling sesuai dengan titik terluar, yaitu dipilih
dengan nilai R2 (koefisien determinasi) yang paling besar.
Nilai kisraran kecukupan harahasil kalibrasi, kemudian dibandingkan
dengan tabel referensi kisaran keckupan hara yang telah ada. Hal ini dimaksudkan
untuk mengetahi apakah selang kecukupan hara hasil kalibrasi yang kita tetapkan
lebih lebar atau lebih sempit dari tabel referensi kisaran kecukupan yang
digunakan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan tanaman merupakan resultan dari proses katabolisme dan
anabolisme yang dilakukan oleh tanaman. Pertumbuhan tanaman ditentukan oleh
beberapa faktor genetik dan lingkungan. Kedua faktor ini sangat menentukan
kondisi hara tanaman. Keterkaitan dan keefektifan suatu faktor tumbuh selalu
tergantung pada proporsi, intensitas, dan kualitas faktor tumbuh lain yang aktif
pada saat itu. Dengan demikian, kadar hara yang terkandung dalam tanaman
tergantung dari interaksi faktor-faktor tumbuh di atas dalam mempengaruhi
pertumbuhan tanaman.
Dalam penentuan kisaran kecukupan hara tahapan-tahapan yang perlu
dilakukan diantaranya adalah dengan melihat hubungan umur dengan variabel
pertumbuhan dalam rangka menghilangkan pengaruh umur pada variabel yang
diamati. Berdaraskan variabel pertumbuhan yang telah ditera, maka dilakukan
pemilhan variabel yang sesuai dengan kriteria yaitu sebaran titik-titiknya lebih
terpusat dan mengerucut keatas. Selanjutnya untuk penentuan kisaran kecukupan
hara dilakukan dengan cara membandingkan hasil kalibrasi kadar hara dengan
standar.
4.1 Hubungan Umur dengan Variabel Pertumbuhan
Variabel yang digunakan pada pengamatan ini adalah panjang pelepah,
luas daun dan jumlah pelepah yang sebelumnya dilakukan peneraan.
Peneraan dilakukan dengan meluruskan garis persamaan regresi antara
variabel panjang pelepah, luas daun dan jumlah pelepah (y) dengan umur tanaman
sejajar dengan garis x. Garis peneraan ini merupakan rataan total dari populasi
data secara keseluruhan. Dengan demikian pertumbuhan atau produksi tidak lagi
dipengaruhi oleh umur tanaman. Gambar diagram hubungan antara variabel
pertumbuhan panjang pelepah dengan umur tanaman disajikan pada gambar
5,sedangkan hasil peneraannya dapat dilihat pada gambar 6. Gamabr diagram
hubungan variabel pertumbuhan luas daun dengan umur tanaman disajikan pada
gambar 8, dan peneraannya disajikan pada gambar 9, sedangkan untuk gambar
diagram hubungan variabel jumlah pelepah dengan umur tanaman disajikan pada
gambar 11 dan hasil peneraanya disajikan pada gambar 12.
Hubungan parameter pertumbuhan dengan umur tanaman (gambar 5,8 dan
11) ditunjukan dengan kurva persamaan regresi sebagai berikut : Hubungan umur
(x) dengan panjang pelepah (y) dipilih model terbaik dengan melihat koefisien
determinasi (R2) yang terbesar yaitu : Y = - 0,1101X2 + 9,8619 X + 34,171, R2
yang diperoleh adalah 0,656, hubungan umur (x) dengan luas daun (y) model
terbaiknya Y= -0,0005X2 + 0,089X -0,0668 dan R2 yang diperoleh adalah 0,5429,
sedangkan untuk hubungan umur (x) dengan variabel pertumbuhan jumlah
pelepah (y) model terbaiknya adalah Y = -0,0106 X2 +1,0657 X + 8,6071, R2 yang
didapat adalah : 0,5409. Sedangkan untuk persamaan dari hasil peneraan
ditunjukan oleh gambar (6,9 dan 12) .
Dengan melihat ketiga persamaan di atas, jelas bahwa setelah dilakukan
peneraan nilai R2 yang diperoleh adalah mendekati nol, atau dengan kata lain
umur dari masing-masing tanaman sudah tidak berpengaruh lagi. Dalam hal ini
umur tanaman sudah tidak lagi mempengaruhi penetapan kisaran kecukupan hara.
Berikut adalah gambar hubungan variabel pertumbuhan panjang pelepah,
luas daun, dan rataan jumlah pelepah.
Gambar 5. Hubungan variabel pertumbuhan panjang pelepah kelapa sawit
sebelum dilakukannya peneraan dengan umur tanaman
y = -0.1101x2 + 9.8619x + 34.171
R2 = 0.655
0
50
100
150
200
250
300
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Umur
Panja
ng
Pele
pah
Gambar 6 Hubungan variabel pertumbuhan panjang pelepah kelapa sawit setelah dilakukannya peneraan dengan umur tanaman.
Gambar 7 Hubungan variabel pertumbuhan panjang pelepah kelapa sawit dengan umur tanaman dimana umur tanaman dianggap sama.
Gambar 8 Hubungan variabel pertumbuhan luas daun kelapa sawit sebelum dilakukannya peneraan dengan umur tanaman
0
50
100
150
200
250
300
0 5 10 15 20
umur
pa
nja
ng
pe
lep
ah
te
ra
0
50
100
150
200
250
300
0 5 10 15 20
umur
pa
nja
ng
pe
lep
ah
te
ra
y = -0.0005x2 + 0.089x - 0.0668
R2 = 0.5429
0
1
2
3
4
5
6
0 5 10 15 20 25 30
umur
lua
s d
au
n
Gambar 9. Hubungan variabel pertumbuhan luas daun kelapa sawit
setelah dilakukannya peneraan dengan umur tanaman
Gambar 10. Hubungan variabel pertumbuhan luas daun kelapa sawit dengan umur tanaman dimana umur tanaman dianggap sama.
Gambar 11. Hubungan variabel pertumbuhan jumlah pelepah kelapa sawit sebelum dilakukannya peneraan dengan umur tanaman
0
1
2
3
4
5
6
0 5 10 15 20 25 30
umur
lua
s d
au
n
0
1
2
3
4
5
6
0 5 10 15 20 25 30
umur
lua
s d
au
n
y = -0.0106x2 + 1.0657x + 8.6071
R2 = 0.5409
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
0 5 10 15 20
umur
jum
lah
pe
lep
ah
Gambar 12. Hubungan variabel pertumbuhan jumlah pelepah kelapa sawit setelah dilakukannya peneraan dengan umur tanaman.
.
Gambar 13. Hubungan variabel pertumbuhan jumlah pelepah kelapa sawit dengan umur tanaman dimana umur tanaman dianggap sama.
4.1. Pemilihan variabel pertumbuhan terbaik
Pemilihan variabel pertumbuhan terbaik dilakukan dengan cara
membandingkan variabel pertumbuhan panjang pelepah dengan unsur nitrogen,
hubungan variabel pertumbuhan luas daun dengan unsur nitrogen dan variabel
pertumbuhan jumlah pelepah dengan unsur nitrogen.
Pemilihan variabel pertumbuhan terbaik dilakukan berdasarkan pada teori
kisaran kecukupan hara yaitu bahwa kisaran kecukupan hara akan semakin baik
apabila sebaran titik-titiknya lebih terpusat dan mengerucut keatas, seperti yang
ditunjukan oleh model Farina (1980) dalam Walworth, et al, (1987).
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0 5 10 15 20
umur
jum
lah
pe
lep
ah
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0 5 10 15 20
umur
jum
lah
pe
lep
ah
Salah satu bentuk kekerucutan ini dapat dilihat pada gambar hubungan
antara kadar hara N dengan variabel pertumbuhan panjang pelepah, luas daun dan
jumlah pelepah.
Berikut ini adalah contoh grafik untuk mengetahui persamaan dalam
penentapan selang kecukupan kadar hara N dengan mengunakan variabel
pertumbuhan panjang pelepah, luas daun dan jumlah pelepah.
Gambar14. Hubungan kadar hara nitrogen dengan vaiabel pertumbuhan panjang
pelepah.
Gambar 15. Hubungan kadar hara nitrogen dengan variabel pertumbuhan luas daun.
y = 286.58Ln(x) + 39.585
R2 = 0.9118y = -323.32Ln(x) + 504.04
R2 = 0.9622
0
50
100
150
200
250
300
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
N
Panja
ng p
ele
pah
y = 0.5133x3.1389
R2 = 0.97 y = 0.1043x2 - 2.3838x + 7.5493
R2 = 0.9655
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
0 1 2 3 4 5
N
Lu
as D
au
n T
era
an
Gambar 16. Hubungan kadar hara nitrogen dengan variabel pertumbuhan jumlah
pelepah.
Dengan melihat ketiga gambar tersebut terlihat jelas bahwa variabel
pertumbuhan luas daun merupakan variabel pertumbuhan paling baik, karena
sebaran titik-titiknya lebih terpusat dan mengerucut ke atas. Sesuai dengan prinsip
metode bondary line atau metode garis batas, sebaran data yang semakin
mengerucut ke atas, artinya semakin tinggi pertumbuhan atau produksi, semakin
kecil selang kadar hara atau ekspresi hara (sumbu x). Dengan kata lain semakin
tinggi kadar hara, semakin tinggi produksi tanaman sampai pada tingkat tertentu.
Produksi rendah terjadi bilamana kadar hara rendah, demikian pula produksi
rendah dapat terjadi pada satatus kadar hara tinggi. Pada kadar hara rendah bisa
disebabkan karena faktor pembatas serapan hara atau tertekan oleh hara lain yang
bersifat antagonis. Pada kadar hara tinggi bisa juga menekan hara lain dan
menjadikan antagonis dengan hara lainnya, sehingga produksinya menurun.
Penggambaran seperti ini sangat bermanfaat dalam mendiagnosis kemungkinan
perolehan produksi maksimum yang konsisten dengan nilai apapun dari faktor
pertumbuhan yang dapat ditentukan.
Berikut ini adalah grafik hubungan sebaran hara N, P, K, Ca, Mg, Cu dan
Zn dengan variabel pertumbuhan luas daun
y = -5.2081x2 + 34.601x - 13.194
R2 = 0.7728
y = -3.5662x2 + 5.4897x + 40.908
R2 = 0.9617
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
N
jum
lah p
ele
pah
Gambar17. Hubungan sebaran hara N dengan variabel pertumbuhan luas daun
Gambar 18. Hubungan sebaran hara P dengan variabel pertumbuhan luas daun
Gambar 19. Hubungan sebaran hara K dengan variabel pertumbuhan luas daun
y = 0.5133x3.1389
R2 = 0.97 y = 0.1043x2 - 2.3838x + 7.5493
R2 = 0.9655
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
0 1 2 3 4 5
N
Lu
as D
au
n T
era
an
y = 4.3385Ln(x) + 12.163
R2 = 0.9921y = 0.0223x-2.6078
R2 = 0.9794
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45
P
luas d
aun
y = -5.7416Ln(x) + 4.3899
R2 = 0.982
y = 5.675Ln(x) + 3.2211
R2 = 0.891
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
K
LUAS D
AUN T
ERAAN
Gambar 20. Hubungan sebaran hara Ca dengan variabel pertumbuhan luas daun
Gambar 21. Hubungan sebaran hara Ca dengan variabel pertumbuhan luas daun
Gambar 22. Hubungan sebaran hara Cu dengan variabel pertumbuhan luas daun
y = 2.2289Ln(x) + 4.7317
R2 = 0.9631 y = 0.33x-3.6455
R2 = 0.7838
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Ca
LU
AS
DA
UN
TE
RA
AN
y = -0.1309x2 - 1.9372x + 3.9079
R2 = 0.908
y = 46.519x2.1068
R2 = 0.7681
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
0 0.5 1 1.5 2Mg
Luas D
aun T
era
an
y = 0.0108x2 - 0.5923x + 9.2638
R2 = 0.9946
y = 1.2014x0.3965
R2 = 0.8637
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
0 5 10 15 20 25 30
Cu
Lu
as
Da
un
Te
raa
n
Gambar 23. Hubungan sebaran hara Cu dengan variabel pertumbuhan luas daun.
Dari gambar di atas kita bisa menghitung dan menetapkan kisaran
kecukupan hara dengan cara memproyeksikan titik potong antara garis batas
(bondary line) dengan sekat produksi adalah luas daun. Proyeksi atau titik potong
sekat pertumbuhan dengan garis batas sebelah kiri pada sumbu X merupakan
batas bawah dari kisaran kecukupan hara yang dinotasikan dengan X1, atau secara
matematik nilai X1 diperoleh dengan mendistribusikan sekat pertumbuhan luas
daun, ( �-m2) ) dengan persamaan garis sebelah kiri. Demikian pula dengan X2
merupakan batas atas kisaran kecukupan hara yang diperoleh dengan cara
mendistribusikan sekat perumbuhan luas daun dengan persamaan garis sebelah
kanan. Hasil perhitungan tersebut merupakan nilai kadar hara pada selang
defisiensi sampai berlebih. Nilai � X1 diperoleh dari persamaan merupakan nilai
kadar hara pada keadaan defisiensi, sedangkan � X2 merupakan nilai kadar hara
pada keadaan berlebih. Selang optimum dalam penentuan selang kecukupan hara
diperoleh dari selang nilai antara batas defisiensi sampai dengan nilai pada selang
hara berlebih.
y = 2019x-1.7794
R2 = 0.7899
y = 1.9811Ln(x) - 3.7187
R2 = 0.7986
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
0 20 40 60 80 100 120
Zn
Lu
as
Da
un
Te
ra
Berikut ini adalah tabel kisaran kecukupan hara dari hasil perhitungan untuk unsur hara N, P, K, Ca,Mg, Cu, dan Zn
Tabel 2. Nilai kadar hara pada selang kurang, cukup dan tinggi
Unsur Hara (Satuan)
Status Hara
Kurang cukup Tinggi N (%) < 1,60 1,60-2,49 > 2.49
P (%) < 0,06 0,06-0,48 > 0,48
K (%) < 0,73 0,70-1,77 > 1,77
Ca (%) < 0,12 0,12-0,86 > 0,86
Mg (%) < 0,10 0,10-1,67 > 1,67
Cu (ppm) < 2,00 2,00-20,0 > 20,0
Zn (ppm) < 11,6 11,6-72,0 > 72,0
Tabel 3. Konsentrasi hara dalam daun kelapa sawit pada kondisi defisiensi, optimum, dan berlebih.untuk tanaman muda (< 6 tahun)
Sumber: Von Uexkull (1992)
Tabel 2 merupakan tabel kadar kecukupan unsur hara dengan
menggunakan variabel pertumbuhan luas daun. Pada variabel pertumbuhan luas
daun selang kisaran kecukupan hara unsur nitrogen pada Tabel hasil kalibrasi
jauh lebih lebar dibawah selang kisaran kecukupan hara kriteria menurut Von
Uexkull (1992). Nilai kadar hara unsur nitrogen pada Tabel hasil kalibrasi adalah
<1,6 % pada keadan defisiensi, 1,6-2,49 % pada kondisi optimum dan > 2,49 %
pada kondisi berlebih, sedangkan pada tabel referensi nilai kadar hara N pada
kondisi defisiensi adalah <2,5 %, pada keadaan optimum 2,6-2,9 %, dan pada
keadaan berlebih kadar haranya adalah >3,1%. Dengan demikian, terlihat jelas
bahwa kadar hara nitrogen pada Tabel hasil kalibrasi lebih rendah dibandingkan
dengan kriteria menurut Von Uexkull (1992). Berbeda dengan unsur hara
Unsur Hara
Satuan
Defisiensi Optimum Berlebih
N % < 2,500 2,60-2,90 > 3,100
P % < 0,15 0,16-0,19 > 0,250
K % < 1,000 1,10-1,30 > 1,900
Mg % < 0,200 0,30-0,45 > 0,700
Ca % < 0,300 0,50-0,70 > 1,000
Cu ppm < 3,000 5,00-7,00 > 15,00
Zn ppm < 10,00 15,0-20,0 > 50,00
nitrogen,nilai kadar kecukupan hara fosfor pada Tabel hasil kalibrasi justru lebih
tinggi dibandingkan dengan kriteria menurut Von Uexkull (1992).
Pada kondisi defisisensi, nilai kadar hara fosfor adalah <0,06 %, pada
kondisi optimum adalah 0,06-0,48% dan pada kondisi berlebih adalah >0,48%.
Sedangkan nilai kadar hara fosfor menurut kriteria Von Uexkull (1992) pada
kondisi defisiensi adalah <0,15%, pada kondisi optimum kadar haranya adalah
0,016-0,19%, dan pada kondisi berlebih kadar haranya adalah > 0,25%. Unsur
hara kalsium pada Tabel hasil kalibrasi lebih rendah dibandingkan dengan kriteria
menurut Von Uexkull (1992), sedangkan unsur hara kalium selang kecukupan
haranya lebih lebar daripada kriteria menurut Von Uexkull (1992).
Unsur hara Mg pada Tabel hasil kalibrasi memiliki selang kecukupan hara
yang lebih lebar dibandingkan kriteria menurut Von Uexkull(1992). Hal ini dapat
dilihat pada kondisi defisiensi kadar hara pada Tabel hasil kalibrasi lebih kecil
yaitu <0,1% dan nilai kadar hara Mg pada kriteria menurut Von Uexkull(1992)
adalah <0,2%, tetapi pada kondisi berlebih nilai kisaran kecukupan hara Mg pada
Tabel hasil kalibrasi lebih besar yaitu >1,67%, sedangkan pada kriteria menurut
Von Uexkull (1992) nilai kadar hara Mg pada kondisi berlebih adalah >0.7%
Seperti halnya unsur hara Mg, unsur hara Cu pada Tabel hasil kalibrasi
memiliki selang kecukupan hara yang lebih lebar dibandingkan dengan kriteria
menurut Von Uexkull (1992). Hal ini dapat dilihat pada kondisi defisiensi nilai
kadar haranya lebih rendah yaitu < 2 ppm dan nilai kadar hara pada kriteria
menurut Von Uexkull (1992) adalah <3 ppm, sedangkan pada kondisi berlebih
nilai kadar hara Cu pada Tabel hasil kalibrasi lebih tinggi yaitu > 20 ppm, dan
pada kriteria menurut Von Uexkull (1992) adalah >15 ppm.
Unsur hara Zn pada Tabel hasil kalibrasi memiliki selang kecukupan hara
yang lebih lebar dibandingkan dengan selang kecukupan hara Zn kriteria menurut
Von Uexkull (1992). Nilai kadar hara Tabel hasil kalibrasi pada kondisi defisiensi
adalah 11,6 ppm, pada kondisi optimum adalah 11,6-72,0 ppm, dan pada kondisi
berlebih adalah >72 ppm, sedangkan pada kriteria menurut Von Uexkull (1992),
nilai kadar hara pada kondisi defisiensi adalah <10 ppm, pada kondisi optimum
adalah 15-20 ppm, sedangkan pada kondisi berlebih adalah >50 ppm.
Selain dibandingkan dengan kriteria menurut Von Uexkull, selang
kecukupan hara hasil kalibrasi juga dibandingkan dengan referensi lain seperti
kriteria kecukupan hara tanaman sawit belum menghasilkan menurut kriteria
John, Jr. et al. (1991)
Tabel 4. Kriteria kecukupan hara tanaman kelapa sawit belum menghasilkan (TBM)
Unsur Hara Kecukupan Hara (TBM)
N 2,80-3,00
P 0,19-0,21
K 1,50-1,80
Ca 0,30-0,50
Mg 0.30-0.35 Cu - Zn -
Sumber Plant Analysis Hand Book (J.Benton Jones, Jr Benjamin Wolf dan Harry A. Mills )
Mengacu pada referensi standar (Tabel 4), unsur hara N pada Tabel 2
memiliki kisaran kecukupan hara lebih lebar di bawah kisaran kecukupan hara
pada tabel 4 (referensi), ini artinya kecukupan hara N jauh lebih rendah
diabndingkan dengan kriteria kecukupan hara menurut kriteria John, Jr. et al.
(1991)
Selang kecukupan hara P, K, Ca, dan Mg pada Tabel 2 lebih lebar
dibandingkan dengan kecukupan hara pada Tabel 4, ini artinya kecukupan hara P,
K, Ca dan Mg berada diatas kriteria kecukupan hara menurut kriteria John, Jr. et
al. (1991)
Dengan melihat perbandingan selang kecukupan hara pada Tabel 2
dengan kriteria kecukupan menurut kriteria John, Jr. et al. (1991), dapat dikatakan
bahwa kecukupan hara tanaman kelapa sawit hasil kalibrasi pada umumnya
terbilang cukup baik, hal ini dapat dlihat pada selang kecukupan hara tabel 2
berada diatas kriteria selang kecukupan hara menurut kriteria John, Jr. et al.
(1991), kecuali unsur hara N. Kekurangan unsur hara N ini diduga karena
mobilitasnya tinggi atau dosis yang berikan belum mencukupi untuk mencapai
produksi yang optimum
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
Hasil kalibrasi kadar hara N, P, K, Ca, Mg, Cu dan Zn pada tanaman kelapa
sawit (Elaeis guineensis) belum menghasilkan (TBM) dengan menggunakan
sekat perumbuhan tanaman terbaik adalah sebagai berikut :
a. Selang kecukupan hara K, P, Mg, Cu dan Zn pada Tabel hasil kalibrasi
lebih lebar dibandingkan kriteria menurut Von Uexkull (1992) dan
Tabel kecukupan hara menurut kriteria John, Jr. et al. (1991) .
b. Selang kisaran kecukupan unsur hara nitrogen pada Tabel hasil kaibrasi
berada dibawah tetapi lebih lebar dibandingkan kriteria menurut Von
Uexkull (1992) dan kriteria menurut John, Jr. et al. (1991) Selang
kisaran kecukupan hara dan Ca pada Tabel hasil kalibrasi lebih sempit
dibandingkan dengan kriteria menurut Von Uexkull (1992)
c. Selang kecukupan hara Ca pada Tabel hasil kalibrasi lebih lebar
daripada kritera kriteria menurut Von Uexkull (1992).
5.2. Saran
Saran yang diberikan penulis antara lain adalah:
1. Sebaiknya perlu dilakukannya lagi penelitian lanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Aldrich, S.R. 1973. Plant Analysis : Problem and opportunities. In L.M.Walsh, and J.D. Beaton (eds). Soil Testing and Plant Analysis. Soil Sci. Soc. Am.Madison, WI. Pp. 213-221.
Brady, N .C. 1974. The Nature and Properties of Soils. 8 th ed. McMillan Publ.
Co, Inc. New York Jonnes JB Jr, B Wolf dan HA Mills. 1991. Plant Analysis Hand Book; A Practical
sampling, preparation, analysis and interpretation guide. Micro-macro Publishing, Inc. New York.
Leiwakabessy, F.M. 1988. Kesuburan Tanah. Departemen Ilmu-ilmu Tanah,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Leiwakabessy, F.M. dan A. Sutandi. 1988. Pupuk dan Pemupukan. Departemen
Ilmu-ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Leiwakabessy, F.M. dan A. Sutandi. 2004. Bahan Kuliah Pupuk dan Pemupukan.
Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor Leiwakabessy, F.M., U.M. Wahjudin, Suwarno. 2005. Diktat Kuliah Kesuburan
Tanah, Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lubis, A. U. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Indonesia.
Pusat Penelitian Perkebunan Marihat. Bandar Kula, Pemantang Siantar. 435 hal.
Millar, C. E. 1955. Soil Fertility. John Wiley and Sons, Inc., New York. Nelson, L.B 1976. The Mineral Nutrition of Corn as Related to Its Growth and
Culture. Advanced in Agronomy. Academic Press Inc. New York. Pahan, I. 2007. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta. Soepardi , G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Ilmu- Ilmu Tanah, Fakultas
Pertanian, IPB. Bogor. Tisdale, S.L., W.L. Nelson dan J.D.Benton. 1985. Soil Fertility and Fertilizers. .
Macmillan Publ. Co.Inc. New York. Ulrich , and F. J. Hills . 1973. Plant Analysis as an aid in Fertilizing sugar corp :
Part I. Sugar Beets. In leo M. Walsh and James D. Beaston (Eds) Soil Testing and Plant Analysis (Reviced Ed). Soil Sci. Soc. Am, Inc., Madison, WI . PP. 271-288.
Von Uexkull, “Oil palm (Elaeis guineensis Jacq.)”, p.245-253, In W. Wichmann (Ed), IFA World Fertilizer Use Manual, http:// www.fertilizer. Org, 1992.
Walworth, J. L., dan M. E. Sumner. 1987. The Diagnosis and Recommendation
Integretid System (DRIS). Adv. Soil. Sci 6 : 149-188. Widjaya Adhi , I . P . G . 1993 . Konsep Pengelolaan Hara Tanaman berdasarkan
Uji Tanah dan A nalysis Tanaman. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat . Bogor .
LAMPIRAN
Tabel Lampiran 1. Kadar Hara Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis)
Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)
No Kebun kode blok
kebun Umur
(bulan) Rataan
Luas Daun BK
Pelepah Kadar Hara
(m2) (g)
N P K Ca Mg Cu Zn %
1 Agrita Sari Prima E1 6 0.60 32 1.94 0.12 0.98 0.36 0.23 7.23 16.87
2 Agrita Sari Prima E 52 24 1.13 150 2.05 0.1 0.95 0.53 0.24 7.4 32.08
3 Agrita Sari Prima E 46 12 0.76 150 1.94 0.1 0.85 0.61 0.32 14.81 34.57
4 Banyu Bening Utama M 46 31 1.81 261 2.53 0.17 1.84 0.69 0.32 9.55 29.33
5 Banyu Bening Utama M 45 31 1.98 234 1.86 0.13 0.99 0.57 0.38 7.34 24.47
6 Banyu Bening Utama M 43 31 2.01 275 1.6 0.12 1.1 0.41 0.22 4.87 34.06
7 Banyu Bening Utama M 41 31 1.46 160 1.78 0.14 1.08 0.3 0.26 7.43 17.33
8 Banyu Bening Utama M 39 31 1.95 181 1.61 0.1 1.22 0.36 0.23 7.31 46.32
9 Banyu Bening Utama M 37 29 1.57 159 1.61 0.14 1.31 0.59 0.33 10 21.88
10 Banyu Bening Utama L-44 31 1.95 349 2.09 0.15 1.16 0.42 0.26 2.45 31.86
11 Banyu Bening Utama L 42 31 2.14 317 2.02 0.1 1.2 0.58 0.38 9.62 40.53
12 Banyu Bening Utama L 40 31 2.87 469 1.85 0.13 1.21 0.43 0.29 4.89 17.1
13 Banyu Bening Utama L 38 30 2.29 383 1.88 0.18 1.15 0.45 0.32 4.82 33.72
14 Banyu Bening Utama L 29 30 2.46 267 1.97 0.13 1.27 0.42 0.29 10 19.85
15 Banyu Bening Utama L 27 30 2.54 700 2.07 0.13 1.3 0.58 0.32 9.85 41.85
16 Banyu Bening Utama L 20 30 3.09 399 2.24 0.12 1.31 0.47 0.31 6.92 29.81
17 Banyu Bening Utama L 18 29 2.41 571 2.09 0.15 1.2 0.53 0.32 6.32 30.5
18 Banyu Bening Utama K 45 32 2.20 204 1.96 0.15 1.38 0.36 0.25 9.78 27.12
19 Banyu Bening Utama K 43 31 2.25 381 1.9 0.15 1.4 0.42 0.28 9.66 31.4
20 Banyu Bening Utama K 41 31 1.69 215 1.88 0.12 1.23 0.52 0.4 4.97 32.29
21 Banyu Bening Utama K 37 31 1.93 365 2.07 0.12 1.49 0.35 0.28 8.96 21.57
22 Banyu Bening Utama K 32 31 1.90 284 2.22 0.14 1.3 0.41 0.3 9.56 35.41
23 Banyu Bening Utama K 30 31 1.99 391 2.09 0.11 1.19 0.73 0.34 7.4 32.05
24 Banyu Bening Utama K 28 31 1.99 398 1.99 0.13 1.1 0.39 0.26 7.29 27.45
25 Banyu Bening Utama K 26 30 2.04 333 2.04 0.16 1.25 0.43 0.3 7.95 22.19
26 Banyu Bening Utama K 24 30 2.04 396 2.27 0.16 1.26 0.62 0.44 7.25 39.14
27 Banyu Bening Utama K 22 30 2.25 541 2.34 0.12 1.28 0.41 0.34 14.43 40.51
28 Johan Santosa I 9 30 3.76 625 1.56 0.1 1.09 0.39 0.22 4.97 17.4
29 Johan Santosa I 7 30 4.90 748 1.9 0.14 1.11 0.55 0.31 12.36 44.49
30 Johan Santosa I 5 30 2.93 323 1.48 0.09 1.02 0.61 0.32 9.69 33.93
31 Johan Santosa I 3 30 2.63 322 1.87 0.12 1.22 0.58 0.37 7.91 36.28
32 Johan Santosa I 16 30 3.50 406 2.17 0.12 1.13 0.41 0.28 9.87 24.67
33 Johan Santosa I 15 30 2.07 580 2.85 0.19 1.2 0.65 0.4 14.92 44.75
34 Johan Santosa I 14 30 3.35 697 1.99 0.13 1.06 0.42 0.26 9.76 43.9
Tabel Lampiran 1. Lanjutan
No Kebun
kode blok kebun
Umur (bulan)
Rataan Luas Daun
BK Pelepah Kadar Hara
(m2) (g)
N P K Ca Mg Cu Zn %
35 Johan Santosa I 13 30 2.60 509 2.72 0.2 1.18 0.69 0.35 14.33 24.33
36 Johan Santosa I 1-2 30 4.08 615 2 0.12 0.93 0.56 0.31 14.42 21.63
37 Palma 1 V 80 6 0.68 89 2.73 0.16 1.62 0.5 0.31 9.26 33.49
38 Palma 1 T 79 10 0.95 92 2.63 0.12 1.33 0.49 0.27 4.29 32.39
39 Palma 1 T75 10 2.05 154 1.83 0.1 1.4 0.56 0.3 7.47 31.54
40 Palma 1 T71 10 0.94 152 2.8 0.18 1.32 0.59 0.31 6.94 22.09
41 Palma 1 T74 13 0.77 60 2.44 0.21 1.7 0.69 0.27 7.4 34.55
42 Palma 2 Y 79 3 0.27 42 1.96 0.16 1.13 0.65 0.36 4.88 31.72
43 Palma 2 X 78 4 0.67 104 1.82 0.12 1.11 0.49 0.28 6.75 40.69
44 Palma 2 W 83/ 2 3 0.38 40 1.54 0.11 1.18 0.47 0.28 7.3 31.63
45 Palma 2 W 79/ 2 7 0.67 92 2.21 0.11 0.95 0.27 0.24 7.23 21.7
46 Palma 2 V 87/ 2 6 0.34 38 1.9 0.11 1.16 0.54 0.23 2 41.77
47 Palma 2 V 84/ 2 4 0.35 43 1.8 0.13 1.02 0.44 0.29 4 26.54
48 Palma 2 U 78/2 6 0.87 58 2.65 0.14 1.16 0.52 0.36 8.46 36.48
49 Palma 2 U74/2 6 0.36 38 2.43 0.11 1.04 0.54 0.31 6 38.87
50 Patiware H- 52 10 0.78 89 2.34 0.15 0.8 0.42 0.28 4.97 32.32
51 Patiware G 54 12 0.96 114 1.71 0.13 1.18 0.58 0.32 12.36 37.07
52 Patiware G 51 10 0.90 156 2.39 0.13 1.2 0.48 0.3 14.66 31.75
53 Patiware F 65 10 0.99 161 2.21 0.15 1.14 0.56 0.34 7.37 22.1
54 Patiware E 53 11 0.42 32 1.72 0.11 0.91 0.39 0.27 14.37 35.94
55 Patiware E 45 9 0.51 111 2.15 0.2 1.05 0.55 0.37 12.1 29.04
56 Patiware E 43 11 0.38 22 2.95 0.19 1.14 0.36 0.41 9.94 47.22
57 Patiware F 44 10 0.49 40 2.73 0.16 0.81 0.41 0.27 4.98 19.96
58 Patiware F 71 12 0.97 47 2.1 0.11 0.82 0.42 0.27 7.43 34.67
59 Patiware F 62 24 1.27 49 2.29 0.15 1.26 0.49 0.35 9.86 40.29
60 Patiware F 55 10 0.84 30 1.75 0.13 1.08 0.57 0.42 9.64 19.28
61 Patiware F 52 11 0.53 21 2.44 0.14 0.94 0.43 0.28 12.41 32.26
62 Patiware B 44 10 0.38 36 2 0.16 1.06 0.46 0.3 4.93 29.6
63 Patiware A 45 8 0.43 39 1.94 0.1 1.17 0.42 0.27 2.39 26.32
64 WKN 2 A 11 1.92 183 1.95 0.11 1.06 0.48 0.26 9.95 40.83
65 WKN L 9 10 1.52 189 1.77 0.1 1.06 0.34 0.22 12.2 21.95
66 WKN L 7 28 1.98 251 1.83 0.12 0.79 0.4 0.25 14.73 31.57
67 WKN K 9 10 2.07 208 1.9 0.1 0.98 0.32 0.23 9.8 22.06
68 WKN K 8 24 0.95 96 2.02 0.1 1.02 0.43 0.3 12.03 30.06
69 WKN 3 C 11 1.43 143 2.05 0.1 1.04 0.5 0.32 6.84 35.7
70 WKN J 12 10 1.78 264 2.29 0.13 0.96 0.43 0.22 12.01 21.62
71 WKN H 7 16 1.57 283 1.76 0.11 0.9 0.3 0.2 7.5 24.99
72 WKN D 8 36 1.06 175 2.61 0.15 1.03 0.47 0.28 12.22 36.67
73 WKN D 5 36 1.05 200 1.92 0.13 1.23 0.38 0.24 12.17 38.95
74 WKN D 12 10 0.74 72 1.86 0.11 1.3 0.45 0.22 12.07 24.13
75 WKN F5 11 1.21 44 2.29 0.14 0.98 0.56 0.3 7.81 34.55
Tabel Lampiran 1. Lanjutan
No Kebun kode blok
kebun Umur
(bulan) Rataan
Luas Daun BK
Pelepah Kadar Hara
(m2) (g)
N P K Ca Mg Cu Zn %
76 WKN K 3 11 0.96 40 1.95 0.11 1.24 0.53 0.38 9.72 19.45
77 WKN I 5 11 2.41 219 2.32 0.11 0.94 0.47 0.3 7.38 32.18
78 WKN E 10 12 1.62 63 1.9 0.11 1.1 0.34 0.25 9.78 19.56
79 WKN E 7 36 1.01 68 2.16 0.15 1.18 0.51 0.39 9.9 42.08
80 WKN K 5 12 2.68 141 2.12 0.11 0.8 0.46 0.28 8.16 37.11
81 WKN J 5 11 2.20 107 1.78 0.11 1.19 0.42 0.3 9.95 27.4
82 Wirata 2 C23 10 0.8 16.22 1.96 0.16 0.81 0.35 0.86 1.98 35.71
83 Wirata 2 E-10 6 0.9 14.64 3.08 0.23 1.67 0.29 0.4 0.71 22.23
84 Wirata 2 E-16 8 0.7 16.87 2.2 0.23 1.42 0.37 0.46 1.89 16.79
85 Wirata 2 D-6 8 0.7 8.19 2.22 0.25 1.54 0.29 0.46 2.1 16.56
86 Wirata 2 C-11 6 0.4 14.90 2.36 0.21 1.21 0.27 0.68 1.98 28.57
87 Wirata 2 C-9 7 0.5 19.51 1.93 0.18 0.88 0.31 0.84 7.14 42.86
88 Wirata 2 E-17 8 0.5 18.32 1.71 0.18 1.49 0.35 0.43 1.65 14.66
89 Wirata 2 E-14 8 0.5 9.93 2.38 0.18 1.42 0.43 0.44 2.12 14.19
90 Wirata 2 C-13 6 0.4 7.57 2.09 0.19 1.04 0.20 0.68 1.78 28.57
91 Wirata 2 E-12 6 0.4 21.07 2.78 0.19 1.33 0.27 0.24 1.18 16.56
92 Wirata 2 E-11 6 0.3 16.35 3.24 0.21 1.23 0.25 0.32 0.47 17.5
93 Wirata 2 D42 12 0.6 28.70 1.96 0.16 1.08 0.56 0.32 0.95 15.37
94 Wirata 2 D-14 8 0.4 10.35 1.87 0.24 1.52 0.24 0.36 3.1 18.93
95 Wirata 2 C-14 5 0.3 12.17 2.07 0.23 1.18 0.32 0.72 7.15 39.28
96 Wirata 2 D-16 9 0.4 13.88 1.78 0.22 1.55 0.3 0.51 2.51 20.08
97 Wirata 2 D44 12 0.5 18.81 2.29 0.18 1.11 0.61 0.45 1.89 21.29
98 Wirata 2 D-18 7 0.3 7.58 1.86 0.26 1.42 0.31 0.44 25 20
99 Wirata 2 E-7 11 0.4 18.85 2.96 0.29 1.43 0.25 0.36 14.87 27.5
100 Wirata 2 D2 12 0.2
101 Wirata 1 E24 12 0.8 5.79 2.63 0.16 1.38 0.31 0.38 4.5 24.13
102 Wirata 1 D20 10 0.7 12.10 2.69 0.26 1.52 0.36 0.44 3.15 21.29
103 Wirata 1 C33 12 0.8 9.49 2.79 0.19 1.04 0.55 1.00 1.78 36.15
104 Wirata 1 E22 11 0.7 10.56 2.77 0.17 1.4 0.32 0.52 1.25 24.13
105 Wirata 1 C28 10 0.6 12.00 2.51 0.16 0.91 0.27 0.84 23.2 32.14
106 Wirata 1 C26 10 0.5 6.90 3.01 0.16 0.86 0.33 0.81 1.38 35.71
107 Wirata 1 C29 10 0.5 5.66 2.47 0.15 0.83 0.32 0.76 1.60 42.85
108 Wirata 1 C25 9 0.5 6.58 2.67 0.18 0.63 0.21 1.01 130.3 35.71
109 Wirata 1 D23 13 0.6 8.48 2.58 0.2 1.55 0.35 0.35 7.06 33.12
110 Wirata 1 D24 14 0.4 5.43 3.59 0.28 1.05 0.33 0.47 2.36 14.19
111 Wirata11 C31 12 0.6 7.27 2.43 0.17 0.77 0.32 1.08 14.42 46.43
112 Wirata11 D-12 7 1.3 19.54 2.34 0.2 1.42 0.28 0.48 4.1 18.93
113 Wir ata 2 C-6 7 0.9 19.04 2.47 0.2 0.82 0.21 1.09 8.15 39.28
114 Wir ata 2 D-11 5 0.8 13.2 2.07 0.21 1.3 0.32 0.45 3.58 75.71
115 Wirata 2 D-9 5 0.7 8.65 2.42 0.24 1.46 0.39 0.42 2.1 14.19
116 Wirata 2 E10 7 0.7 8.68 2.47 0.18 1.73 0.34 0.47 5.25 31.5
117 Wirata 2 E5 6 0.6 6.20 2.56 0.16 1.58 0.24 0.48 3.38 21
118 Wir ata 2 C-8 7 0.6 10.05 2.58 0.21 0.91 0.21 0.84 7.14 35.71
119 Wirata 2 D-8 5 0.5 11.43 2.56 0.22 1.54 0.35 0.45 1.98 14.2
120 Wir ata 2 E3 6 0.5 9.91 2.77 0.2 1.38 0.35 0.52 1.13 25.19
121 Wir ata2 C-4 7 0.5 8.83 2.83 0.23 0.64 0.3 0.91 7.14 74.99
Tabel Lampiran 1. Lanjutan
No Kebun kode blok
kebun Umur
(bulan) Rataan
Luas Daun BK
Pelepah Kadar Hara
(m2) (g)
N P K Ca Mg Cu Zn %
122 Wirata 1 C20 13 1.1 12.04 1.84 0.15 0.82 0.26 1.10 14.28 50
123 Wirata 1 B22 8 0.8 9.74 2.76 0.21 1.18 0.45 0.97 3.61 22.65
124 Wirata 1 B31 10 0.8 7.03 1.84 0.16 1.02 0.46 0.85 7.1 32.14
125 Wirata 1 C21 14 0.9 14.93 1.86 0.15 0.82 0.41 0.92 28.53 46.42
126 Wirata 1 B19 12 0.8 10.07 2.09 0.17 1.14 0.37 0.89 3.02 29.15
127 Wirata 1 AA32 11 0.7 14.83 1.91 0.16 1.45 0.35 1.12 3.69 38.28
128 Wirata 1 AA33 11 0.7 8.97 2.05 0.16 1.00 0.35 0.95 20.77 27.95
129 Wirata 1 B32 12 0.7 7.48 2.25 0.19 1.63 0.37 0.85 10.71 39.29
130 Wirata 1 AA35 12 0.7 4.63 1.6 0.16 1.85 0.46 1.25 3.77 45.31
131 Wirata 1 A28 6 0.5 7.44 2.31 0.17 0.69 0.36 1.14 6.04 45.31
132 Wirata 1 A24 6 0.5 10.27 2.97 0.22 1.32 0.44 0.96 116.17 33.98
133 Wirata 1 C18 11 0.6 4.15 2.69 0.19 0.82 0.22 0.83 21.42 28.57
134 Wirata 1 A30 7 0.4 6.14 2.85 0.17 0.96 0.45 1.35 7.93 88.15
135 Wirata 1 B27 9 0.4 7.31 1.98 0.19 1.07 0.51 1.02 7.1 24.17
136 Wirata 1 B25 8 0.4 9.09 2.78 0.22 1.07 0.39 0.76 3.56 18.88
137 Wirata 1 AA28 9 0.3 5.48 3.28 0.28 1.33 0.23 1.13 3.8 37.99
138 Wirata 1 B29 9 0.3 5.27 2.54 0.19 0.75 0.37 0.68 3.57 42.86
139 Wirata 1 AA30 10 0.3 6.77 2.34 0.23 1.41 0.29 1.13 3.71 37.03
140 Wirata 1 AA27 12 0.4 5.29 2.88 0.25 1.27 0.28 1.16 124.36 36.02
141 Wirata 1 AA36 10 0.3 4.28 1.95 0.2 1.98 0.46 1.09 7.43 63.52
142 Wirata 1 AA25 12 0.3 6.97 2.52 0.2 1.91 0.33 1.01 10.43 37.16
143 Wirata 1 C-22 14
144 LEDO Pt7-I 8 0.9 13.59 1.91 0.16 1.04 0.38 0.34 2 25.88
145 LEDO Pt11-II 8 0.6 24.32 2.22 0.14 0.97 0.44 0.92 3.88 17.38
146 LEDO Pt1-I 8 0.5 17.99 2.07 0.14 1.28 0.43 0.37 0.5 22.25
147 LEDO Pt11-I 8 0.5 22.00 1.55 0.13 1.13 0.41 0.41 0.63 18.5
148 LEDO Pt6-III 8 0.5 18.20 1.91 0.16 0.99 0.47 1.08 8 20.25
149 LEDO Pt7-III 8 0.5 20.53 2.18 0.2 0.91 0.45 0.95 10.88 23.5
150 LEDO Pt11-III 8 0.5 18.48 2.31 0.17 0.98 0.44 0.98 5.63 23.12
151 LEDO Pt5-II 8 0.4 18.64 2.2 0.15 0.98 0.41 1.08 10.5 16.88
152 LEDO Pt4-III 8 0.4 22.35 1.71 0.17 0.98 0.5 1.07 9 28.32
153 LEDO Pt9-III 8 0.4 14.34 2.31 0.18 0.98 0.47 0.98 5.13 18.5
154 LEDO Pt1-II 8 0.4 24.19 2.04 0.13 1.05 0.37 0.35 1.25 21.88
155 LEDO Pt2-III 8 0.4 14.17 2.04 0.16 1.06 0.46 1.01 5 15
156 LEDO Pt4-II 8 0.4 16.84 1.8 0.12 1.01 0.44 0.89 10.63 25.25
157 LEDO Pt5-III 8 0.4 14.89 2.07 0.16 0.95 0.54 1.05 8.25 20.88
158 LEDO Pt6-I 8 0.4 15.25 1.69 0.15 1.15 0.48 0.4 3.5 20
159 LEDO Pt3-III 8 0.4 16.85 2.02 0.13 0.98 0.48 1.09 5.25 19.75
160 LEDO Pt2-I 8 0.4 18.66 1.39 0.17 0.9 0.53 0.47 0.75 20
161 LEDO Pt10-II 8 0.4 18.55 2.04 0.13 1.09 0.38 0.92 3.37 27.25
162 LEDO Pt7-II 8 0.4 22.54 2.25 0.16 1.03 0.49 0.95 5.87 18
Tabel Lampiran 1. Lanjutan
No Kebun kode blok
kebun Umur
(bulan) Rataan
Luas Daun BK
Pelepah Kadar Hara
(m2) (g)
N P K Ca Mg Cu Zn %
163 LEDO Pt4-I 8 0.4 18.85 1.95 0.15 1.05 0.44 0.41 0.63 18.63
164 LEDO Pt8-II 8 0.4 13.32 2.07 0.15 1.1 0.52 1 7.5 16.75
165 LEDO Pt3-II 8 0.4 13.27 2.16 0.14 1.13 0.27 0.53 0.75 20
166 LEDO Pt1-III 8 0.4 17.87 1.96 0.15 0.95 0.45 1.03 5.38 15.75
167 LEDO Pt 6-II 8 0.4 19.15 1.8 0.13 1.06 0.48 1 8.5 14.75
168 LEDO Pt9-II 8 0.4 10.11 2.1 0.15 0.99 0.51 0.98 3.88 12.75
169 LEDO Pt5-I 8 0.4 18.23 1.84 0.13 1 0.55 0.44 4.88 20.38
170 LEDO Pt8-I 8 0.4 14.78 1.82 0.14 0.99 0.47 0.31 0.63 20.5
171 LEDO Pt9-I 8 0.4 13.94 1.8 0.14 1.28 0.48 0.35 1.5 20.87
172 LEDO Pt2-II 8 0.4 11.53 2.07 0.14 1.21 0.37 0.54 0.63 22.62
173 LEDO Pt10-III 8 0.4 15.47 2.13 0.13 0.88 0.37 0.98 4.25 19.88
174 LEDO Pt8-III 8 0.3 11.23 2.29 0.16 0.94 0.54 1.08 4.75 20
175 LEDO Pt10-I 8 0.3 9.71 1.91 0.13 1.21 0.55 0.37 1.5 21.12
176 LEDO Pt3-I 8 0.3 10.19 1.68 0.13 1.05 0.51 0.39 0.13 31.75
177 CP3 O 14 15 1.4 10.91 2.27 0.21 1.31 0.28 0.4 24.75 71.5
178 CP3 O16 11 1.0 19.14 2.2 0.22 1.03 0.32 0.49 26.38 64.2
179 CP3 O13 4 0.7 11.74 1.94 0.18 0.91 0.3 0.56 31.25 31.25
180 CP3 O19 12 0.8 2.05 0.29 0.94 0.36 0.55 2.5 47.5
181 CP3 O18 11 0.7 11.93 1.98 0.21 0.81 0.38 0.54 50 31.25
182 CP3 O24 12 0.7 7.37 2.29 0.18 1.41 0.37 0.35 12.75 50.75
183 CP3 O-1 6 0.4 7.47 2.25 0.32 0.74 0.49 0.65 120.1 60.1
184 CP3 O23 10 0.4 6.10 1.98 0.19 0.88 0.36 0.39 3.5 26.63
185 CP3 O21 12 0.3 2.34 0.33 1.18 0.29 0.44 8.13 37.25
186 CP3 O2 12 0.3 10.13 2.43 0.21 1.03 0.35 0.51 28.3 27.25
187 CP2 G-4 8 0.7 8.36 1.78 0.17 0.99 0.39 0.63 3 21.5
188 CP2 G-5 8 0.7 7.57 1.87 0.16 0.99 0.33 0.67 4.25 16.13
189 CP2 G5 8 0.8 7.63
190 CP2 G7 7 0.7 16.34 1.91 0.17 1.25 0.2 0.61 1 16.88
191 CP2 F15 5 1.9 28.82 2.07 0.17 1.31 0.29 0.73 7.13 19.38
192 CP2 F19 6 2.3 37.52 1.89 0.15 1.38 0.3 0.34 9.63 22.38
193 CP2 F20 6 1.5 14.73 1.87 0.16 1.38 0.29 0.37 8.38 22.5
194 CP2 F17 15 1.6 16.71 2.47 0.17 0.98 0.36 0.66 4.63 14.87
195 CP2 H1-Pt 2-III 12 1.5 11.93 2.13 0.14 1.4 0.24 0.49 7.88 19.13
196 CP2 H1-Pt5-II 12 1.5 37.04 1.85 0.14 0.93 0.24 1 7 22.25
197 CP2 H1-Pt1-I 12 1.6 41.37 2.25 0.17 1.5 0.29 1.06 9.12 21.5
198 CP2 H1-Pt1-II 12 1.4 21.77 2.07 0.15 0.76 0.23 0.84 10.5 22.63
199 CP2 H1-Pt2-I 12 1.3 32.51 2.33 0.17 1.38 0.29 0.87 23.87 26.5
200 CP2 H1-Pt5-I 12 1.4 35.79 1.84 0.15 1.19 0.39 1 1.13 14.63
201 CP2 H1-Pt10-I 12 1.4 2.29 0.16 1.23 0.33 1.13 3 21.63
202 CP2 H1-Pt2-II 12 1.4 37.70 1.86 0.17 1.4 0.31 0.91 14.88 21.12
203 CP2 H1-Pt 7-I 12 1.3 67.80 2.2 0.16 1.31 0.24 0.87 7.75 32
204 CP2 H1-Pt6-I 12 1.3 40.15 1.78 0.12 0.88 0.34 0.86 5.13 17
205 CP2 H1-Pt 6-III 12 1.7 26.27 1.5 0.15 1.21 0.25 0.6 9.5 16.5
206 CP2 H1-Pt1-III 12 1.3 38.21 2.13 0.17 1.56 0.27 0.57 7.88 18.5
Tabel Lampiran 1. Lanjutan
No Kebun kode blok
kebun Umur
(bulan) Rataan
Luas Daun BK
Pelepah Kadar Hara
(m2) (g)
N P K Ca Mg Cu Zn
%
207 CP2 H1-Pt8-I 12 1.3 2.22 0.13 1.3 0.26 0.99 3.38 20.38
208 CP2 H1-Pt6-II 12 1.2 1.75 0.14 1.25 0.24 0.97 7.25 16.13
209 CP2 H1-Pt 7-III 12 1.2 42.41 2.04 0.15 1.01 0.3 0.83 9.25 27.75
210 CP2 H1-Pt 5-III 12 1.2 24.55 2.29 0.17 1.38 0.3 0.6 5 16.25
211 CP2 H1-Pt11-I 12 1.1 36.89 1.91 0.14 0.98 0.3 0.95 3.75 14.75
212 CP2 H1-Pt10-II 12 1.1 24.89 1.84 0.14 0.94 0.26 1.32 2.75 15.25
213 CP2 H1-Pt12-I 12 1.1 29.32 2.05 0.13 1.25 0.27 1.08 2.63 18.88
214 CP2 H1-Pt7-II 12 1.1 28.12 2.52 0.15 1.38 0.31 1.11 9 60
215 CP2 H1-Pt11-II 12 1.1 36.89 1.87 0.16 1.06 0.3 1.26 2.38 12.88
216 CP2 H1-Pt 9-III 12 1.1 28.68 1.93 0.15 1.23 0.33 0.67 5.5 15.38
217 CP2 H1-Pt12-II 12 1.1 33.04 1.93 0.15 1.05 0.29 0.7 19.63 17.13
218 CP2 H2 12 1.1 14.91 1.78 0.17 0.73 0.19 0.47 10.25 21.25
219 CP2 H1-Pt9-II 12 1.0 23.16 1.87 0.15 0.8 0.38 1.05 2.75 15
220 CP2 H1-Pt 3-III 12 1.0 19.79 2.38 0.14 1.38 0.33 0.61 5.75 19
221 CP2 H1-Pt 10-III 12 1.0 29.17 1.64 0.15 1.19 0.27 0.65 7.38 16
222 CP2 H1-Pt8-II 12 1.0 2.27 0.14 1.19 0.33 1.24 8.63 19
223 CP2 H1-Pt 11-III 12 0.9 31.65 1.98 0.13 0.98 0.26 0.58 6.87 20.37
224 CP2 H1-Pt 12-III 12 0.9 32.04 1.93 0.13 0.99 0.21 0.65 4.37 22.5
225 CP2 F-15 6 0.7 2.4 0.17 1.38 0.41 0.67 5.5 22.13
226 CP2 H1-Pt3-II 12 0.9 2.16 0.13 1.35 0.31 0.87 9.5 23.25
227 CP2 H1-Pt 8-III 12 0.8 18.99 1.78 0.14 1.2 0.33 0.69 4 15.55
228 CP2 H-7 12 0.8 14.73 2.14 0.19 0.93 0.21 0.6 3.75 21.5
229 CP2 H-2 12 0.8 15.41 1.89 0.15 1.05 0.23 0.64 4.37 23
230 CP2 F-7 10 0.7 1.82 0.14 0.95 0.2 0.54 7.25 23.75
231 CP2 H1-Pt9-I 12 0.7 2.2 0.14 1.38 0.3 1.1 4.13 19
232 CP2 F-14 6 0.5 9.44 2.49 0.17 1.23 0.35 0.64 6.25 17.13
233 CP2 F-10 7 0.5 14.84 2.29 0.14 1.1 0.25 0.46 6.13 14.63
234 CP2 F12 7 0.5 11.47 2.04 0.2 1.18 0.32 0.44 4.75 17
235 CP2 H-9 11 0.6 9.26 2.25 0.18 0.9 0.2 0.54 2.88 11.63
236 CP2 G2 10 0.5 15.07 1.68 0.15 0.85 0.22 0.7 5.25 11.5
237 CP2 F1 5 0.4 6.89 2.94 0.22 1.13 0.33 0.43 3.25 21.13
238 CP2 H-5 13 0.6 31.88 2.2 0.23 1.11 0.19 0.52 1.53 19.63
239 CP2 F10 8 0.4 6.57 2.36 0.21 1.2 0.36 0.72 1.75 13.88
240 CP2 F4 5 0.3 6.62 2.47 0.2 0.96 0.32 0.53 2.25 17.5
241 CP2 F5 6 0.4 4.94 2.52 0.19 0.80 0.32 0.6 2.38 12.63
242 CP2 F-5 5 0.3 5.8 2.52 0.18 1.35 0.29 0.59 7.12 19.13
243 CP2 F14 15 0.7 21.39 2.51 0.16 2 0.29 0.55 8.25 20
244 CP2 H1-Pt3-I 12 0.5 29.53 2.16 0.16 1.31 0.43 1.11 4.13 18.62
245 CP2 F-9 7 0.3 2.74 0.13 1.2 0.25 0.64 6 15.75
246 CP2 G4 9 0.4 12.09 1.8 0.18 0.93 0.26 0.67 1.75 12.63
247 CP2 F9 10 0.4 5.96 1.98 0.18 1.11 0.22 0.49 2.25 24.75
248 CP2 G1 10 0.4 11.31 1.84 0.15 0.99 0.2 0.74 23.15 16.87
249 CP2 F2 6 0.2 4.35 1.8 0.18 1.05 0.35 0.7 3.38 18.25
250 CP2 G6 7 0.2 4.04 1.89 0.15 0.83 0.23 0.59 2.25 9.75
Tabel Lampiran 1. Lanjutan
No Kebun kode blok
kebun Umur
(bulan) Rataan
Luas Daun BK
Pelepah Kadar Hara
(m2) (g)
N P K Ca Mg Cu Zn %
251 CP2 H-4 13 0.4 2.04 0.16 0.88 0.22 0.66 3.5 26.75
252 CP2 F7 7 0.2 5.1 2.42 0.18 1.05 0.26 0.49 1.75 19.13
253 CP2 I-7 15 0.4 12.73 2.2 0.17 0.9 0.2 0.42 7.5 20.63
254 CP2 I-9 14 0.3 12.89 2.24 0.18 0.88 0.22 0.51 6.75 18.5
255 CP2 I-11
256 CP1 A36 12 1.2 15.42 2.00 0.15 1.25 0.53 1.00 2.11 27.88
257 CP1 A33 12 1.1 14.31 2.05 0.16 1.00 0.35 0.95 20.77 27.95
258 CP1 A34 12 0.8 14.63 1.89 0.15 1.21 0.41 1.29 2.03 28.1
259 CP3 N2 10 0.3 7.59 1.96 0.19 0.83 0.36 0.47 98.15 39.12
260 CP3 N-1 15 1.1 24.95 2.45 0.28 0.83 0.35 0.48 100.6 29.13
261 CP3 K-6 12 1.0 12.05 1.95 0.15 0.88 0.22 0.51 3.5 16.5
262 CP3 K-9 8 0.7 8.22 1.86 0.15 0.88 0.22 0.63 6.13 21.5
263 CP3 K-5 16 0.7 20.72 1.78 0.19 0.94 0.19 0.66 3.38 20.88
264 CP3 N-3 10 0.4 7.50 2.43 0.3 0.89 0.41 0.53 150.1 33
265 CP3 K-8 8 0.3 8.91 2 0.15 0.93 0.2 0.67 2.13 21.5
266 CP3 M-4 9 0.8 11.62 2.13 0.23 0.86 0.6 0.6 3.75 31.88
267 CP3 M2 16 1.1 16.89 1.67 0.18 0.75 0.28 0.52 3.63 28.5
268 CP3 M-2 14 0.9 7.24 2.22 0.32 1.25 0.39 0.4 3.63 54
269 CP3 M1 16 0.9 7.46 2.52 0.34 1.06 0.39 0.47 5.13 82
270 CP3 M-5 10 0.5 5.78 1.91 0.24 0.96 0.39 0.53 100.6 49.38
271 CP3 O3 9 0.4 10.13 2.81 0.21 1.08 0.3 0.48 12.38 28.13
272 CP3 O-3 7 0.3 6.16 2.65 0.21 0.65 0.55 0.51 100.6 27.25
273 CP2 H-10 11 1.0
274 CP 2 F-4 5 0.3 7.75 1.98 0.16 1.35 0.28 0.8 7 18.88
275 CP2 F-12 5 0.2 18.59 3.21 0.18 1.44 0.26 0.6 5 14.25
276 CP 3 N3 16 1.4 14.00 2.05 0.2 0.88 0.28 0.5 180.2 28.63
277 CP 3 L-6 11 0.9 14.18 1.75 0.15 1.5 0.2 0.51 9.13 23.13
278 CP 3 L1 9 0.6 6.98 1.96 0.21 0.88 0.34 0.51 4.75 33.63
279 CP 3 L-1 16 0.9 18.52 1.06 0.25 1.13 0.27 0.43 20.15 29
280 CP 3 L-5 14 0.7 11.07 2.13 0.17 0.96 0.21 0.46 10.38 21.75
281 CP 3 L-3 15 0.7 10.71 1.75 0.13 0.9 0.19 0.41 6.25 17.5
282 CP 2 G-11 6 0.3 2.72 0.2 1.44 0.45 0.6 4.25 14.37
283 CP 2 G-9 10 0.4 2.31 0.16 1.5 0.4 0.69 2.88 16.5
284 CP 2 G-12 6 0.1
285 CP 2 G-7 11 0.2 1.86 0.15 1.14 0.25 0.73 1.5 11.87
286 CP 2 F-2 12 0.9 2.33 0.19 1.03 0.29 0.6 19.13 19.63
Lampiran 2. Data Pertumbuhan Tertinggi Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis
giuneensis) Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)
No
Kode Blok Kebun
Luas Daun
Kadar Hara
N P K Ca Mg Fe Cu Zn
1 I 7 3.69 1.90 0.14 1.11 0.55 0.31 158.18 12.36 44.49
2 I 1-2 2.86 2.00 0.12 0.93 0.56 0.31 160.71 14.42 21.63
192 F19 2.81 1.89 0.15 1.38 0.3 0.34 57.75 9.63 22.38
193 K 5 2.69 2.12 0.11 0.8 0.46 0.28 220 8.16 37.11
194 I 9 2.55 1.56 0.1 1.09 0.39 0.22 225 4.97 17.4
195 I 5 2.50 2.32 0.11 0.94 0.47 0.3 226.92 7.38 32.18
191 F15 2.49 2.07 0.17 1.31 0.29 0.73 60.25 7.13 19.38
192 I 16-JS 2.29 2.17 0.12 1.13 0.41 0.28 142.86 9.87 24.67
193 AW -J 5 2.28 1.78 0.11 1.19 0.42 0.3 264.29 9.95 27.4
194 K 9 2.24 1.9 0.1 0.98 0.32 0.23 225.56 9.8 22.06
195 T 75 2.22 1.83 0.1 1.4 0.56 0.3 117.09 7.47 31.54
196 I 14-JS 2.13 1.99 0.13 1.06 0.42 0.26 208.33 9.76 43.9
197 PJ 2 A 2.01 1.95 0.11 1.06 0.48 0.26 151.95 9.95 40.83
193 F20 1.99 1.87 0.16 1.38 0.29 0.37 57.75 8.38 22.5
194 J 12 1.95 2.29 0.13 0.96 0.43 0.22 138.89 12.01 21.62
195 L 20 1.88 2.24 0.12 1.31 0.47 0.31 168.9 6.92 29.81
205 H1-Pt 6-III 1.72 1.5 0.15 1.21 0.25 0.6 36.25 9.5 16.5
206 I 5 1.72 1.48 0.09 1.02 0.61 0.32 214.29 9.69 33.93
207 L 9 1.69 1.77 0.1 1.06 0.34 0.22 144.11 12.2 21.95
112 D-12 1.66 2.34 0.2 1.42 0.28 0.48 112.51 4.1 18.93
197 H1-Pt1-I 1.64 2.25 0.17 1.5 0.29 1.06 42.62 9.12 21.5
198 E 10 1.63 1.9 0.11 1.1 0.34 0.25 287.5 9.78 19.56
199 L 40 1.60 1.85 0.13 1.21 0.43 0.29 190.38 4.89 17.1
200 JP 3 C 1.52 2.05 0.1 1.04 0.5 0.32 171.05 6.84 35.7
196 H1-Pt5-II 1.48 1.85 0.14 0.93 0.24 1 52.63 7 22.25
195 H1-Pt 2-III 1.48 2.13 0.14 1.4 0.24 0.49 59.5 7.88 19.13
201 H1-Pt10-I 1.41 2.29 0.16 1.23 0.33 1.13 65 3 21.63
202 I 3 1.41 1.87 0.12 1.22 0.58 0.37 208.82 7.91 36.28
83 E-10 1.40 3.08 0.23 1.67 0.29 0.4 113.56 0.71 22.23
198 H1-Pt1-II 1.40 2.07 0.15 0.76 0.23 0.84 68.5 10.5 22.63
199 I 13-JS 1.39 2.72 0.2 1.18 0.69 0.35 233.33 14.33 24.33
202 H1-Pt2-II 1.38 1.86 0.17 1.4 0.31 0.91 67.75 14.88 21.12
203 U 78 1.36 2.65 0.14 1.16 0.52 0.36 155.64 8.46 36.48
200 H1-Pt5-I 1.36 1.84 0.15 1.19 0.39 1 43.13 1.13 14.63
114 D-11 1.35 2.07 0.21 1.3 0.32 0.45 108.82 3.58 75.71
199 H1-Pt2-I 1.35 2.33 0.17 1.38 0.29 0.87 52.5 23.87 26.50
194 F17 1.33 2.47 0.17 0.98 0.36 0.66 52 4.63 14.87
195 L 27 1.33 2.07 0.13 1.3 0.58 0.32 229.41 9.85 41.85
206 H1-Pt1-III 1.33 2.13 0.17 1.56 0.27 0.57 72.25 7.88 18.5
207 X 78 1.33 1.82 0.12 1.11 0.49 0.28 162.5 6.75 40.69
179 O13 1.32 1.94 0.18 0.91 0.3 0.56 46.63 31.25 31.25
115 D-9 1.30 2.42 0.24 1.46 0.39 0.42 92.26 2.1 14.19
116 5 F 1.30 2.29 0.14 0.98 0.56 0.3 160.71 7.81 34.55
203 H1-Pt 7-I 1.29 2.2 0.16 1.31 0.24 0.87 36.25 7.75 32
204 H1-Pt6-I 1.29 1.78 0.12 0.88 0.34 0.86 35.38 5.13 17
113 C-6 1.29 2.47 0.2 0.82 0.21 1.09 214.29 8.15 39.28
Lampiran 2. Lanjutan
No
Kode Blok Kebun
Luas Daun
Kadar Hara
N P K Ca Mg Fe Cu Zn
114 H 7 1.28 1.76 0.11 0.9 0.3 0.2 180 7.5 24.99
208 L 18 1.26 2.09 0.15 1.2 0.53 0.32 206.91 6.32 30.5
209 L 29 1.25 1.97 0.13 1.27 0.42 0.29 140.39 10 19.85
208 H1-Pt6-II 1.24 1.75 0.14 1.25 0.24 0.97 59 7.25 16.13
209 H1-Pt 7-III 1.24 2.04 0.15 1.01 0.3 0.83 33 9.25 27.75
144 Pt7-I 1.20 1.91 0.16 1.04 0.38 0.34 82.5 2 25.88
177 O 14 1.19 2.27 0.21 1.31 0.28 0.4 108.63 24.75 71.5
256 A36 1.18 2.00 0.15 1.25 0.53 1.00 45.31 2.11 27.88
257 V 80 1.17 2.73 0.16 1.62 0.5 0.31 242 9.26 33.49
210 H1-Pt 5-III 1.16 2.29 0.17 1.38 0.3 0.6 43.12 5 16.25
211 F 65 1.16 2.21 0.15 1.14 0.56 1,1 133.33 1,5 1,2
Lampiran 3. Contoh perhitungan untuk menentukan nilai X1 dan X2 pada grafik unsur hara nitrogen
Berikut ini adalah contoh perhitungan dalam menentukan nilai X1 dan X2 dari
persamaan pada grafik unsur hara nitrogen dengan variable pertumbuhan luas
daun :
Diketahui persamaan dari grafik adalah : Y =0,5133 x3,1389
Nilai Y diperoleh dari sekat pertumbuhan,untu unsur hara N nilai Y yang
digunakan adalah 2,21
Y=0,5133 x3,1389
2,21=0,5133x 3,1389
(2.21/0,5133)1/3,138 X1= 1,6
Nilai X diatas adalah nilai X1 sedangkan untuk nilai X2 diperoleh dari
persamaan kedua yaitu:
Y =0,1043 x2 - 2,3838 x + 7,5493
Y = 2,21
0,1043 x2 – 2,3838 x + 7,5493 -2,21
0,1043 x2 – 2,3838 x +5,3393
Rumus untuk menyelesaikan persamaan diatas adalah :
-b + acb 42 − maka
2a
2,3838 + 3393,51043,0(42)3838,2( x− )
2 (0,1043)
X2 = 2,49
Keterangan :
� X1 merupakan nilai kecukupan hara N pada kondisi defisiensi
� X2 merupakan nilai kecukupan hara N pada keadaan berlebih
� Nilai optimum diperoleh dari selang antara nilai pada kondisi defisiensi
dan kondisi berlebih