Post on 23-Mar-2019
KAJIAN HIDROLISIS ENZIMATIK
OMEGA-3 MENGGUNAKAN
DITAMBAHKAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ENZIMATIK MINYAK IKAN UNTUK PRODUKSI
MENGGUNAKAN LIPASE Aspergillus niger PADA MEDIA
DITAMBAHKAN HEPTANA
Oleh
Zulfatun Najah
F 34052594
2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
1
UNTUK PRODUKSI
PADA MEDIA YANG
2
Zulfatun Najah. F34052594. Kajian Hidrolisis Enzimatik Minyak Ikan Untuk Produksi Omega-3 Menggunakan Enzim Lipase Aspergillus niger Pada Media Yang Ditambahkan Heptana. Di bawah bimbingan Sapta Raharja. 2010.
RINGKASAN
Pengolahan ikan sarden selama ini terbatas pada pemanfaatan daging ikan untuk produk pangan seperti pengalengan ikan atau konsumsi daging ikan segar. Limbah yang berupa minyak dan limbah padat yang dihasilkan dari proses pengalengan tersebut terbuang dan tidak termanfaatkan lebih lanjut. Padahal, minyak ikan maupun limbah padat tersebut mengandung omega-3. Omega-3 bermanfaat untuk kesehatan diantaranya mencegah penyumbatan pembuluh darah, hipertensi, kanker, arthritis, jantung koroner, dan lain-lain (Shahidi et all., 1998).
Omega-3 merupakan asam lemak tak jenuh yang tersusun dari rantai karbon panjang. Proses pengkayaan omega-3 dapat dilakukan melalui reaksi selektif hidrolisis pada sn-1 dan sn-3 gliserida menghasilkan sn-2 gliserida yang kaya akan omega-3 dengan menggunakan enzim lipase Aspergillus niger. Menurut Bockisch (1993), asam lemak tak jenuh dengan rantai panjang menempati posisi ke dua rantai gliserida. Reaksi hidrolisis enzimatik merupakan reaksi pembentukan asam lemak dan gliserol dari triasilgliserol dengan penambahan air dan katalis enzim. Proses pengkayaan dan pemurnian omega-3 dilakukan dengan reaksi hidrolisis. Penambahan media hidrofobik, dapat meningkatkan aktivitas maupun stabilititas enzim atau bahkan meningkatkan selektifitas substrat. Pelarut heptana digunakan sebagai media untuk peningkatan aktivitas dan stabilitas enzim karena nilai hidrofobitasnya berada pada rentang 2-4.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi optimum faktor reaksi yaitu suhu, penambahan air, dan pH terhadap tingkat hidrolisis enzimatik minyak ikan. Selain itu, juga bertujuan untuk menentukan hubungan total omega-3 dengan tingkat hidrolisis. Tahapan penelitian ini dimulai dari karakterisasi minyak ikan, pengukuran aktivitas lipase dengan metode spectrophotometry, kemudian penentuan kondisi optimum faktor reaksi terhadap tingkat hidrolisis sebagai acuan penentuan kondisi optimum untuk reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana. Tingkat hidrolisis menunjukkan aktivitas katalitis enzim terhadap ikatan ester triasilgliserol. Suhu, pH, dan banyaknya air yang digunakan pada rentang 25oC-65oC, 5-9, dan 1%-5%. Prosedur penelitian dimulai dengan melakukan hidrolisis enzimatik minyak ikan kemudian melakukan hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana menggunakan kondisi optimum hasil hidrolisis enzimatik minyak ikan tanpa penambahan pelarut. Analisa yang dilakukan adalah bilangan asam, bilangan penyabunan dan Gas Chromatography Mass Spectrometry.
Karakterisasi minyak ikan yang diperoleh adalah bilangan asam sebesar 3,26 mg KOH/g minyak dan bilangan penyabunan sebesar 204,81 mg KOH/g. Minyak awal mengandung asam lemak tak jenuh (34,98%) mengandung omega-3 1,81%, asam lemak jenuh (22,76%), alkana (11,19%), aldehid (0,88%), squalene (4,8%) dan kolesterol (24,96%). Aktivitas enzim lipase yang diperoleh adalah 7939 U/g. Pada reaksi hidrolisis enzimatik, diperoleh aktivitas katalitis enzim optimum adalah pada pH5 dan suhu 45oC dengan tingkat hidrolisis sebesar 28,07%. Pada reaksi hidrolisis
3
enzimatik pada media yang ditambahkan heptana diperoleh penambahan air optimum adalah 1% dengan tingkat hidrolisis sebesar 26,16%. Dengan menggunakan nilai optimum tersebut (pH 5, suhu 45oC, dan penambahan air 1%) dilakukan reaksi hidrolisis enzimatik dengan penambahan heptana. Hasil yang diperoleh adalah terjadi peningkatan aktivitas pada setiap perlakuan suhu kecuali 65oC. Suhu optimum yang diperoleh adalah 25oC. Pada perlakuan pH, terjadi penurunan aktivitas pada tiap titik perlakukan pH kecuali pada pH 7. Penurunan aktivitas terjadi karena denaturasi enzim.
Berdasarkan analisa GC-MS, pada reaksi hidrolisis enzimatik pada media tanpa penambahan heptana pada suhu 45oC dan pH 5, kandungan omega-3 sebesar 17,51% dengan tingkat hidrolisis sebesar 28,07%. Sedangkan, pada suhu 45oC dan pH 7, kandungan omega-3 sebesar 16,89% dengan tingkat hidrolisis 6,79%. Pada reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan pelarut heptana, kandungan omega-3 pada suhu 45oC, penambahan air 1%, dan pH 5 sebesar 7,14% dengan tingkat hidrolisis sebesar 22,56%. Sedangkan, pada suhu 25oC, penambahan air 1%, dan pH 5, kandungan omega-3 sebesar 10,48% dengan tingkat hidrolisis 23,94%.
4
Zulfatun Najah. F34052594. Study of Enzymatic Hydrolysis of Fish Oil to Produce Omega-3 Using Aspergillus niger Lipase in Added-Heptane Media. Supervised by Sapta Raharja. 2010.
SUMMARY
Nowadays, the processing of sardine fish was as canned fish. The Waste was solid waste and fish oil which discarded and unusable further. However, this waste contains Omega-3. Omega-3 fatty acids were considered of essential for normal growth. It might be an important role to in the prevention and treatment of coronary artery disease, hypertension, arthritis, other inflammatory and autoimmune disorders, and cancer (Shahidi et al., 1998).
Omega-3 was polyunsaturated fatty acids (PUFAs) contains long chain carbon double bound. Concentrate omega-3 was done by selective hydrolysis in sn-1 and sn-3 glyceride to produce sn-2 glyceride greatly in omega-3 using enzyme lipase from Aspergillus niger yeast. According Bockisch (1993), in the majority of fish oil triglycerides, PUFAs were bound to the 2-position of the glyceride backbone. Enzymatic hydrolysis was produce acylglycerol from triacylglycerol using water as reactant and enzyme as catalyst. Some studies indicate that PUFA were most promptly absorbed from the intestines when FFA was given orally, were moderately absorbed as acylglycerols and were poorly absorbed as PUFA ethyl ester (Carvalho et al., 2009). Organic solvent hydrofobic could be used as medium in the hydrolysis reaction to increased activity and stability enzyme. Even if, it increased substrat selectivity. Solvent hydrophobic heptane almost used as media to increased activity and stability due to it hydrophobocity at the range 2<log p<4.
This research aims to determined reaction factor condition that could produce maximum degree of hydrolysis of fish oil in media without or with added-heptane media. Besides, it determined the correlation between maximum degree of hydrolysis of fish oil and sum amount of omega-3 fatty acid. The step of this research are characterize fish oil, calculate Activity enzyme (unit), and determine correlation between reaction parameter such as temperature, pH, and water addition as basis optimum condition for hydrolysis enzymatic in added-heptane media. Temperature, pH and water content used in this research are 25oC-65oC, 5-9, and 1%-5% respectively. Degree of hydrolysis showed catalytic activity enzyme to the ester bound triacylglycerol. Procedure of this research started with do enzymatic hydrolysis fish oil and do hydrolysis fish oil on the medium heptane. Analysis include acid value, saponification value, and GC MS measurement.
Fish oil in this research had acid value and saponification value as much 3,26 and 204,81 respectively. Fish oil contain 34,98% unsaturated fatty acid include omega-3 as big as 1,81%,22,76% saturated fatty acid, alkana (11,19%), aldehid (0,88%), squalene (4,8%) and lanosterol (24,96%). Unit activity from the spectrophotometry measurement was 7939 U/g. Optimum condition according to the enzymatic hydrolysis were pH 5 and 45oC. The degree of this condition was 28,07%. According to the enzymatic hydrolysis in added heptane media, water addition optimum is 1% with the 26,16% degree hydrolysis. By using this optimum condition (pH 5, temperature 45oC, and water addition 1%), enzymatic hydrolysis in organic solvent were done. Heptane used as organic solvent media. According to this
5
research, in every point of temperature, the degree of hydrolysis increased except at 65oC due to denaturation of protein enzyme at 65oC. Temperature optimum for hydrolysis enzymatic in the organic solvent heptane was 25oC. According to the analysis effect pH on the activity resulted decreasing the activity lipase catalyzed or reduction of degree of hydrolysis in every point of pH except in pH 7. Decreasing of lipase activity due to denaturation of enzyme.
According to the GC MS measurement, total omega-3 at temperature 45oC pH 5 was 17,51% with degree of hydrolysis 28,07%. At the temperature 45oC and pH 7, total omega-3 and degree of hydrolysis was 16,89% and 6,79% respectively. According to the hydrolysis enzymatic with heptane as medium, at the temperature 45oC, water addition 1%, and pH 5, omega-3 and degree of hydrolysis are 7,14% and 22,56% respectively. But at the temperature 25oC, pH 5 and water addition 1% result in 10,48 % total omega-3 and 23,94% degree of hydrolysis. Generally, hydrolysis enzymatic could purify and enrich omega-3 in the product.
6
KAJIAN HIDROLISIS ENZIMATIK MINYAK IKAN UNTUK
PRODUKSI OMEGA-3 MENGGUNAKAN LIPASE Aspergillus niger
PADA MEDIA YANG DITAMBAHKAN HEPTANA
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
Zulfatun Najah
F 34052594
2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
1
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul
“Kajian Hidrolisis Enzimatik Minyak Ikan Untuk Produksi Omega-3
Menggunakan Lipase Aspergillus niger Pada Media yang Ditambahkan
Heptana” adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing
akademik kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, 25 Februari 2010
Yang membuat pernyataan,
Zulfatun Najah
F34052594
2
Judul Skripsi : KAJIAN HIDROLISIS ENZIMATIK MINYAK IKAN UNTUK
PRODUKSI OMEGA-3 MENGGUNAKAN LIPASE Aspergillus
niger PADA MEDIA YANG DITAMBAHKAN HEPTANA
Nama : Zulfatun Najah
NIM : F34052594
Menyetujui,
Pembimbing I,
( Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA)
NIP. 19631026 199002 1 001
Mengetahui:
Ketua Departemen
(Prof. Dr.Ir.Nastiti Siswi Indrasti)
NIP. 19621009 198903 2 001
Tanggal Lulus :
3
BIODATA RINGKAS
Penulis bernama Zulfatun Najah dilahirkan di Blora pada
tanggal 1 Juni 1987. Penulis merupakan anak pertama dari
empat bersaudara. Nama orang tua penulis adalah Ahmad
Zainal Arifin dan Sad Triasri. Pada tahun 1999, Penulis
menyelesaikan pendidikan dasar di SD Tempelan II Blora.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah
Pertama di SLTPN 1 Blora pada tahun 2002. Kemudian,
penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas
di SMAN 1 Blora dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2005, penulis diterima pada
program sarjana Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Pada penentuan
program studi tahun 2006, penulis diberi kesempatan untuk menimba ilmu di
Program Studi Teknologi Industri Pertanian.
Pada saat menjalani kegiatan akademik, penulis pernah aktif dalam kegiatan
kemahasiswaan yaitu menjadi staf reporter pada Bulletin MIND yang diterbitkan
oleh Himpunan Mahasiswa Industri Pertanian. Penulis juga mengikuti kompetisi
ilmiah pada Program Kreativitas Mahasiswa bidang penulisan kewirausahaan (2007).
Penulis juga mejadi penyaji terbaik V dalam kompetisi penulisan ilmiah bidang
lingkungan hidup dengan tema tulisan sampah organik dan sampah non organik.
Penulis menyelesaikan praktek lapang pada tahun 2008 di pabrik pembekuan
udang PT. Misaja Mitra Pati dengan judul “Mempelajari Aspek Produksi dan
Pengawasan Mutu Udang Beku di PT. Misaja Mitra Pati”. Untuk menyelesaikan
pendidikan di Departemen Teknologi Industri Pertanian, penulis melakukan
penelitian yang berjudul “Kajian Hidrolisis Enzimatik Minyak Ikan Untuk Produksi
Omega-3 Menggunakan Enzim Lipase Aspergillus niger Pada Media yang
Ditambahkan Heptana”. Pada Tahun 2010 penulis menyelesaikan program studi
Strata-I
4
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Pemilik Alam dan penguasa Ilmu, atas
segala rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyususunan skripsi
yang berjudul “Kajian Hidrolisis Enzimatik Minyak Ikan Untuk Produksi
Omega-3 Menggunakan Lipase Aspergillus niger Pada Media yang
Ditambahkan Heptana”.
Dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini, penulis
mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada segenap pihak dibawah ini yang
telah banyak membantu.
1. Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA, selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama pendidikan di IPB
dan penulisan skripsi.
2. Prayoga Suryadarma, STP, MT, dan Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, M.Sc
selaku dosen yang telah memberikan arahan, bimbingan, serta bantuannya
selama penelitian.
3. Drs. Purwoko, Msi dan Ir. S. Ketaren, MS selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran kepada penulis
4. Seluruh laboran dan staf di Departemen Teknologi Industri Pertanian atas
segala bantuan selama penulis melaksanakan penelitian.
5. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan yang tidak dapat
Penulis sebutkan satu persatu.
Segala daya dan kemampuan telah diupayakan demi sempurnanya karya tulis
ini, namun penulis menyadari karya tulis ini belum mencapai sempurna karena
adanya keterbatasan penulis. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan
untuk kesempurnaan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
civitas akademika dan pihak yang membutuhkan
Bogor, Maret 2010
Penulis
iii
5
UCAPAN TERIMAKASIH
Pada kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu
1. Bapak dan ibu atas segala cinta, kasih sayang, perhatian, pengorbanan, dorongan
moral maupun material dan doa senantiasa terlantun untuk penulis. Terimakasih
atas segala cinta dan kasih yang diberikan. Karya ini penulis persembahkan untuk
bapak dan ibu. Semoga karya ini dapat membuat bapak dan ibu bangga.
2. Adik-adik tercinta (Ulun Najib, Ainun Navis, dan Sofia Naim) atas doa, canda
tawa dan dukungannya selama ini. Penulis berharap melalui karya ini, adik-adik
mempunyai dorongan, semangat, dan motivasi yang lebih besar lagi untuk adik-
adik dalam memperjuangkan apa yang menjadi harapan adik-adik.
3. Saudara-saudara, Om Azhar, Bulik Almuftiyah, Bulik Rustin, Bulik Umi, Om
Tito, Bude Sri, Bude Edi, Mbah Putri, Dik Tito dan semuanya terima kasih atas
perhatian, doa dan dukungan moril yang diberikan.
4. Temen-temen satu bimbingan Mbak Zuni, Kak Yayan, Mbak Listya, Mbak Ika,
Ambar, Teni, Choir, Manda atas segala bantuan yang diberikan.
5. Temen-temen TINer’42 khususnya Danu, Aulia, Arif, Ajizah, Eri, terimakasih
atas kerjasamanyadi laboratoratorium Bioindustri selama penelitian serta Diar,
Nutri, Prima, Deni, Rey, Sulis, Mayang, dan semua temen TIN atas
kerjasamanya selama penulis menimba ilmu di IPB.
6. Temen-Temen Crew Edelweis Diar, Mbak Cita, Mbak Ninik, Malya, Risca, Sri,
atas nasehat, canda tawa, dan masukan-masukan untuk penulis
iv
6
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii DAFTAR ISI .................................................................................................. v DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xii
I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ......................................................................... 1
B. TUJUAN ............................................................................................. 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 5
A. MINYAK IKAN ................................................................................. 5
B. ASAM LEMAK TAK JENUH OMEGA-3 .......................................... 7
C. ENZIM LIPASE Aspergillus niger ...................................................... 10
D. HIDROLISIS ENZIMATIS ................................................................. 15
E. PELARUT N-HEPTANA .................................................................... 16
F. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKTIVITAS DAN STABILITAS ENZIM LIPASE ........................................................... 19
1. Pengaruh Suhu ................................................................................ 19
2. Pengaruh pH ................................................................................... 20
3. Pengaruh Penambahan Air .............................................................. 21
III. METODOLOGI ....................................................................................... 24
v
7
A. ALAT DAN BAHAN .......................................................................... 24
B. METODE ............................................................................................ 24
1. Tahapan Penelitian .......................................................................... 24
a. Karakterisasi Minyak Ikan ....................................................... 25
b. Penentuan Aktivitas Enzim ...................................................... 26
c. Penentuan Hubungan Derajat Keasaman dan Suhu Terhadap Tingkat Hidrolisis Enzimatis Minyak Ikan ............................... 26
d. Penentuan Hubungan Penambahan Air, Suhu, dan Derajat Keasaman Terhadap Tingkat Hidrolisis Enzimatis Minyak Ikan Pada Media yang Ditambahkan Heptana .......................... 26
e. Penentuan Hubungan Tingkat Hidrolisis Dengan Kandungan
Total Omega-3 ......................................................................... 27
2. Prosedur Penelitian ......................................................................... 28
a. Hidrolisis Enzimatis Minyak Ikan ............................................ 28
b. Hidrolisis Enzimatis Minyak Ikan Pada Media yang Ditambahkan Heptana .............................................................. 28
c. Preparasi Konsentrat Hasil reaksi Hidrolisis Untuk Analisa GC-MS .................................................................................... 30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 31
A. KARAKTERISTIK MINYAK IKAN .................................................. 31
1. Sifat Fisiko Kimia Minyak Ikan ...................................................... 31
2. Komponen Kimia di Dalam Minyak Ikan ........................................ 32
B. AKTIVITAS ENZIM .......................................................................... 34
C. HUBUNGAN DERAJAT KEASAMAN DAN SUHU TERHADAP TINGKAT HIDROLISIS ENZIMATIS MINYAK IKAN ................... 35
1. Hubungan Derajat Keasaman Terhadap Tingkat Hidrolisis ............. 36
2. Hubungan Suhu Terhadap Tingkat Hidrolisis .................................. 38
vi
8
D. HUBUNGAN PENAMBAHAN AIR, DERAJAT KEASAMAN DAN SUHU TERHADAP TINGKAT HIDROLISIS ENZIMATIS MINYAK IKAN PADA MEDIA YANG DITAMBAHKAN HEPTANA .......................................................................................... 41
1. Hubungan Penambahan Air Dengan Tingkat Hidrolisis................... 41
2. Hubungan Derajat Keasaman (pH) dengan Tingkat Hidrolisis ......... 43
3. Hubungan Suhu dengan Tingkat Hidrolisis ..................................... 45
E. HUBUNGAN TINGKAT HIDROLISIS DENGAN KANDUNGAN TOTAL OMEGA-3 ............................................................................. 47
V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 55
A. KESIMPULAN ................................................................................... 55
B. SARAN ............................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 56 LAMPIRAN ................................................................................................... 61
vii
9
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Sifat fisikokimia minyak ikan komersial ......................................... 6 Tabel 2. Komponen asam lemak dalam minyak ikan sarden ......................... 7 Tabel 3. Kandungan omega-3 pada beberapa komoditas pertanian ................ 8 Tabel 4. Jenis asam lemak omega-3 .............................................................. 9 Tabel 5. Aktifitas mikrobial dan karakteristik enzim lipase .......................... 13 Tabel 6. Nilai kepolaran dan laju reaksi esterifikasi pelarut ........................... 18 Tabel 7. Karakterisasi bahan baku minyak ikan ............................................ 31 Tabel 8. Komponen kimia bahan baku minyak ikan ...................................... 32 Tabel 9. Ukuran sampel berdasarkan perkiraan bilangan asam ...................... 62 Tabel 10. Nilai karakterisasi fisiko kimia minyak ikan .................................... 65 Tabel 11 Komponen kimia minyak ikan hasil analisa GC-MS ....................... 67 Tabel 12. Hasil pengukuran aktivitas lipase Aspergillus niger ......................... 69 Tabel 13. Nilai % hidrolisis enzimatik minyak ikan pada media tanpa
penambahan heptana pada perlakuan berbagai macam pH ulangan 1 ........................................................................................ 70
Tabel 14. Nilai % Hidrolisis enzimatik minyak ikan pada media tanpa
penambahan heptana pada perlakuan berbagai macam pH ulangan 2 ........................................................................................ 71
Tabel 15. Nilai % hidrolisis kontrol minyak ikan pada media tanpa
penambahan heptana pada perlakuan berbagai macam pH ............... 71 Tabel 16. Nilai % hidrolisis enzimatik minyak ikan pada media tanpa
penambahan heptana pada perlakuan berbagai suhu ........................ 72 Tabel 17. Nilai % hidrolisis kontrol minyak ikan pada mediatanpa
penambahan heptana pada perlakuan berbagai suhu ........................ 72
vi
10
Tabel 18. Nilai % hidrolisis enzimatik minyak ikan pada media yang ditambahkan heptana pada perlakuan berbagai penambahan air ulangan 1 ................................................................................... 73
Tabel 19. Nilai % hidrolisis enzimatik minyak ikan pada media yang
ditambahkan heptana pada perlakuan berbagai penambahan air ulangan 2 ................................................................................... 74
Tabel 20. Nilai % hidrolisis kontrol minyak ikan pada media yang
ditambahkan heptana pada perlakuan berbagai penambahan air ................................................................................................... 74
Tabel 21 Nilai % hidrolisis minyak ikan pada media yang ditambahkan
heptana pada perlakuan berbagai pH ulangan 1 ............................... 75 Tabel 22 Nilai % hidrolisis minyak ikan pada media yang ditambahkan
heptana pada perlakuan berbagai pH ulangan 2 ............................... 77 Tabel 23. Nilai % hidrolisis minyak ikan pada media yang ditambahkan
heptana pada perlakuan berbagai suhu ulangan 1 ............................ 78 Tabel 24. Nilai % hidrolisis minyak ikan pada media yang ditambahkan
heptana pada perlakuan berbagai suhu ulangan 2 ............................ 79 Tabel 25.Komponen kimia pada konsentrat hasil reaksi hidrolisis
enzimatik pada media tanpa penambahan heptana pada pH 5 suhu 45oC ...................................................................................... 80
Tabel 26. Komponen kimia pada konsentrat hasil reaksi hidrolisis
enzimatik pada media tanpa penambahan heptana pada pH 7 suhu 45oC ....................................................................................... 83
Tabel 27. Komponen kimia pada konsentrat hasil reaksi hidrolisis
enzimatik pada media yang ditambahkan heptana pada pH 5 suhu 25oC ....................................................................................... 87
Tabel 28. Komponen kimia pada konsentrat hasil reaksi hidrolisis
enzimatik pada media yang ditambahkan heptana pada pH 5 suhu 45oC ....................................................................................... 91
ix
11
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Rumus molekul dari asam lemak Omega-3 ................................. 8 Gambar 2. Mekanisme pembentukan asil enzim pada reaksi yang
dikatalisis oleh enzim lipase ....................................................... 11 Gambar 3. Mekanisme hidrolisis spesifik triasilgliserol dengan katalis
lipase .......................................................................................... 13 Gambar 4. Struktur asam amino penyusun enzim lipase Aspergillus
niger ........................................................................................... 14 Gambar 5. Tahapan hidrolisis trigliserida yang dikatalis oleh lipase ............. 16 Gambar 6. Mekanisme pengikatan air dan media pelarut organic dalam
suatu reaksi ................................................................................ 23 Gambar 7. Diagram alir tahapan penelitian .................................................. 25 Gambar 8. Diagram alir proses hidrolisis enzimatik minyak ikan ................. 29 Gambar 9. Mekanisme katalisis enzim pada paranitrobutirat ........................ 34 Gambar 10. Mekanisme pembentukan kompleks substrat-enzim .................... 36 Gambar 11. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dengan pH pada reaksi
hidrolisis enzimatik .................................................................... 37 Gambar 12. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dengan suhu reaksi pada
reaksi hidrolisis enzimatik .......................................................... 38 Gambar 13. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dengan penambahan air
pada reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana .................................................................. 42
Gambar 14. Mekanisme katalisis enzim lipase regioselektif Aspergillus
niger pada media organik ......................................................... 42 Gambar 15. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dengan pH pada reaksi
hidrolisis enzimatik tanpa penambahan heptana dan reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana ....... 43
x
12
Gambar 16. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dengan suhu pada reaksi hidrolisis enzimatik dengan penambahan heptana dan pada reaksi hidrolisis enzimatik tanpa penambahan pelarut heptana ...................................................................................... 45
Gambar 17. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dan asam eikosapentanoat
pada reaksi hidrolisis enzimatis terhadap setiap perlakuan pada kondisi optimum faktor reaksi ............................................ 48
Gambar 18. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dan asam
dokosaheksanoat pada reaksi hidrolisis enzimatis terhadap setiap perlakuan pada kondisi optimum faktor reaksi .................. 50
Gambar 19. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dan total omega-3 pada
reaksi hidrolisis enzimatis terhadap setiap perlakuan pada kondisi optimum faktor reaksi .................................................... 51
Gambar 20. Pathway metabolisme polyunsaturated fatty acid ......................... 52 Gambar 21. Peak area analisa GC-MS minyak ikan ....................................... 66 Gambar 22. Peak area analisa GC-MS konsentrat hasil reaksi hidrolisis
enzimatik pada media tanpa penambahan heptana pada pH 5 suhu 45oC ................................................................................... 77
Gambar 23. Peak area analisa GC-MS konsentrat hasil reaksi hidrolisis
enzimatipada media tanpa penambahan heptana pada pH 7 suhu 45oC ................................................................................... 82
Gambar 24. Peak area analisa GC-MS konsentrat hasil reaksi hidrolisis
enzimatik pada media yang ditambahkan heptana pada pH 5 suhu 25oC ................................................................................... 86
Gambar 25. Peak area analisa GC-MS konsentrat hasil reaksi hidrolisis
enzimatik pada media yang ditambahkan heptana pada pH 5 suhu 25oC ................................................................................... 90
Gambar 26. Fragmentasi pada mass spectrometry ........................................... 95 Gambar 27. Chromatogram ............................................................................. 95
xi
13
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Prosedur analisa sifat fisiko kimia minyak ikan ........................... 62 Lampiran 2. Prosedur pengukuran aktivitas enzim lipase dengan metode
spektrofotometri ......................................................................... 64 Lampiran 3. Data hasil karakterisasi minyak ikan ........................................... 65 Lampiran 4. Data hasil pengukuran aktivitas enzim lipase Aspergillus niger
dengan metode spektrofotometri ................................................. 69 Lampiran 5. Data hasil hidrolisis enzimatik minyak ikan dengan
menggunakan enzim lipase Aspergillus niger dalam media tanpa ditambahkan pelarut heptana ............................................. 70
Lampiran 6. Data hasil hidrolisis enzimatik minyak ikan dengan
menggunakan enzim lipase Aspergillus niger dalam media yang ditambahkan pelarut n-heptana ........................................... 72
Lampiran 7. Data hasil analisa komponen asam lemak hasil hidrolisis
enzimatik pada kondisi optimum faktor reaksi menggunakan GC-MS (gas chromatography mass spectrometry) ..................... 77
Lampiran 8. Penentuan degree of hydrolysis atau tingkat hidrolisis ................. 94 Lampiran 9. Mekanisme kerja GC-MS ............................................................ 95
xii
1
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Selama ini, sebagian besar industri yang bergerak pada bidang perikanan
memanfaatkan kekayaan laut khususnya ikan terbatas pada dagingnya untuk
pengalengan ikan dan pengolahan ikan segar menjadi produk makanan jadi
seperti nugget dan olahan ikan segar. Pemanfaatan hasil perikanan tersebut
belum optimal. Hal ini dilihat dari masih adanya residu buangan seperti limbah
padat dan minyak residu pemanasan ikan. Potensi limbah tersebut amat besar.
Sebagai gambaran, volume limbah pengalengan ikan di Muncar, Kabupaten
Banyuwangi, Jawa Timur, mencapai 50-60 ton per bulan (Wawasan, 10 Juni
2009). Tidak adanya pemanfaatan lebih lanjut terhadap residu buangan tersebut.
Padahal limbah padat yang menghasilkan 9% minyak ikan maupun minyak ikan
itu sendiri memiliki kandungan omega-3 yang bermanfaat bagi kesehatan.
Semua asam lemak yang ditemukan di dalam minyak ikan dan semua
minyak yang sama merupakan campuran asam lemak jenuh dan asam lemak tak
jenuh. Karakterisasi minyak ikan terdiri dari asam lemak tak jenuh dengan
proporsi yang tinggi. Sebagian besar asam lemak tak jenuh tersebut adalah
C16(palmitoleat), C18(oleat dengan beberapa octadecatrienoat), C20
(eikosapentanoat) dan asam C22 (dokosaheksanoat). Asam lemak tak jenuh di
dalam minyak ikan berkisar antara 10-25% dari total asam (Celik, 2002).
Dengan demikian, minyak ikan memiliki asam lemak tak jenuh lebih banyak.
Asam lemak dengan ikatan rangkap pada rantai atom karbon ke tiga
hingga keempat dinamakan omega-3 dan biasanya disimbolkan dengan n-3.
Omega-3 polyunsaturated fatty acid mempunyai peran penting dalam kesehatan.
Asam lemak taki jenuh dengan banyak ikatan rangkap ini dapat diperoleh dari
minyak ikan. Omega-3 polyunsaturated fatty acids cis-5,8,11,14,17-
eicosapentaenoic acid (EPA, 20:5) dan cis 4,7,10,13,16,19-docosahexaenoic acid
(DHA 22:6) merupakan komponen aktif pada minyak tersebut (Carvalho et al.,
2002). Selain asam lemak tersebut, terdapat juga asam lemak lain yang memiliki
ikatan rangkap pada atom ke tiga dengan atom karbon terakhir mengikat gugus
metil. Asam lemak ini dapat mencegah penyakit jantung, penyumbatan
2
pembuluh darah, hipertensi, arthritis, kanker, serta penyakit ketahahan tubuh
lainnya (Carvalho et al.,2009). Selain itu, asam lemak ini diperlukan untuk
nutrisi otak dan mata (Tanaka et al., 1992). Menurut Carvalho et al. (2009),
omega-3 polyunsaturated fatty acid dapat berbentuk free fatty acid (FFA), etil
ester, atau asilgliserol. Asilgliserol dianggap sebagai bentuk kimia yang
diinginkan dalam makanan karena asilgliserol diserap lebih mudah daripada etil
ester selama pencernaan. Asilgliserol dapat diperoleh melalui reaksi hidrolisis
minyak/lemak.
Reaksi hidrolisis memerlukan suatu katalis untuk mempercepat laju
reaksi. Polyunsaturated fatty acid (PUFA) sensitif terhadap panas dan oksidasi,
oleh sebab itu reaksi enzimatik merupakan proses yang cocok untuk pengkayaan
PUFA ini (Shimada et al., 1997). Kelebihan penggunaan enzim sebagai katalis
adalah enzim dapat bekerja bekerja pada suhu rendah dan pH netral sehingga
biaya yang dikeluarkan untuk produksi lebih murah. Disamping itu, enzim juga
dapat direcovery. Dengan demikian, pengaturan prosesnya lebih mudah. Enzim
lipase bereaksi lemah terhadap Omega-3 karena adanya rintangan steric (Shahidi
dan Wanasundara, 1998). Omega-3 pada minyak ikan sebagian besar terdapat
pada posisi beta dari triacylglycerol atau yang sering disebut posisi sn-2
gliserida. Menurut Carvalho et al. (2009), salah satu jenis enzim lipase yang
memberikan hasil hidrolisis selektif terbaik adalah lipase yang dihasilkan oleh
Aspergillus niger. Hal tersebut dikarenakan lipase dari Aspergillus niger
mempunyai spesifisitas posisional memutus ikatan triacylglycerols pada posisi
stereochemical numbering (sn)1 dan 3. Dengan demikian, akan dihasilkan
monoacylglycerols yang pada umumnya kaya akan PUFA omega-3 pada
posisional sn-2 gliserida.
Aktivitas katalisis enzim dipengaruhi oleh pH, suhu, dan konsentrasi
substrat (Kamarudin et al., 2008). Pada reaksi hidrolisis enzimatik, aktivitas
katalitik dipengaruhi oleh suhu, pH, konsentrasi substrat, penambahan air dan
adanya senyawa penghambat (Zaverucka dan Wimmer, 2008). Suhu
berpengaruh terhadap aktivitas dan stabilitas enzim lipase. Suhu yang sesuai
untuk penggunaan enzim lipase sebagai katalis adalah dibawah 70oC karena
pada suhu tinggi menyebabkan terjadinya migrasi alkil secara non enzimatik,
3
oksidasi, isomerisasi dan denaturasi enzim (Shahidi dan Wanasundara, 1998).
Enzim sangat sensitif terhadap perlakuan medium pH, karena memungkinkan
perubahan status ionisasi enzim atau perubahan muatan ion, yang akan
mempengaruhi aktivitas dan selektifitasnya (Kamarudin et al., 2008). Zarevucka
dan Wimmer (2008) menyatakan air berguna untuk menghubungkan substrat ke
sisi aktif enzim melalui ikatan nonkovalen, meningkatkan fleksibilitas dan
mobilitas enzim dalam menghidrolisis substrat.
Enzim lipase memiliki sisi aktif yang ditutup oleh lid. Lid enzim lipase
khususnya yang berasal dari Aspergillus niger terbuat dari triptofan yang
cenderung bersifat hidrofobik. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu pelarut organik
yang mempunyai sifat non polar (hidrofobik) sehingga dapat meningkatkan
kontak antara pelarut organik hidrofobik dan lid enzim yang mampu
meningkatkan pembukaan lid enzim tersebut. Penambahan pelarut non polar
dapat meningkatkan termostabilitas (Gubicza et al., 2000), dan aktivitas (Gupta
et al., 2007).
Berdasarkan penelitian Krieger et al. (2004), stabilitas protein lebih
rendah dalam air yang tak larut dalam pelarut yang ada pada nilai log P (nilai
hidrofobitas) antara 2,5 sampai 0 seperti aseton dan eter daripada pada pelarut
hidrofobik dengan nilai log P antara 2 sampai 4 seperti alkana atau haloalkana.
Pelarut organik hidrofilik bersifat memotong ikatan air dari permukaan enzim.
Ketika pelarut organik memotong ikatan air dari enzim, berakibat pada tidak
adanya ikatan antara molekul gugus amino enzim. Oleh sebab itu, penerimaan
stabilitas enzim lipase pada penggunaan pelarut hidrofilik jarang dilakukan.
Pelarut yang bersifat hidrofobik dimana kepolarannya berada pada rentang
penerimaan stabilitas enzim lipase adalah heptana. Heptana memiliki nilai log p
sebesar 4. Selain itu, titik didih heptana sebesar 98 oC. Dengan demikian
pelaksanaan penelitian pada suhu yang tinggi memungkinkan dilakukan. Pelarut
yang kepolarannya hampir sama dengan lipase adalah heksana. Berhubung
heksana memiliki titik didih yang rendah, maka penggunaan heptana menjadi
solusi dalam reaksi hidrolisis pada medium non aqueous.
4
B. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk:
a. Menentukan kondisi optimum faktor reaksi yaitu suhu, pH, dan penambahan
air yang menghasilkan tingkat hidrolisis enzimatik tertinggi pada substrat
minyak ikan pada reaksi hidrolisis minyak ikan tanpa dan dengan
penambahan pelarut heptana.
b. Menentukan hubungan antara tingkat hidrolisis enzimatik optimum minyak
ikan terhadap total asam lemak omega-3.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. MINYAK IKAN
Minyak ikan diproduksi melalui pengirisan, pemotogan, serta
pemasakan pada suhu 90oC selama 15 menit. Minyak ikan diperoleh dari organ
tubuh ikan seperti kepala ikan. Minyak kasar yang diperoleh dipisahkan dan
dimurnikan dengan alkali dan diputihkan. (Chang et al., 1989). Minyak ikan
merupakan fraksi lemak yang diperoleh dari ekstraksi ikan atau sebagai salah
satu hasil samping dari industri pengalengan ikan yang dihasilkan karena
pemanasan dan sterilisasi selama proses sehingga minyak dari ikan terekstrak
dan terbuang bersamaan dengan panas (Aidos, 2002). Minyak ikan
mengandung fraksi lemak seperti triasilgliserol, diasilgliserol,
monoasilgliserol, fosfolipid, steril ester, sterol dan asam lemak bebas (Saify et
al., 2003)
Minyak ikan ini bermanfaat bagi kesehatan. Minyak ikan yang belum
dimurnikan masih berbau ikan, tengik, dan bau amis. Hal ini dikarenakan
autoksidasi dari asam lemak jenuh rantai ganda serta pembusukan bahan
protein (Chang et al., 1989). Menurut Ketaren (1996), bau amis pada minyak
disebabkan karena adanya senyawa trimetil amin oksida akibat oksidasi
komponen trimetil amin oleh peroksida yang berinteraksi dengan asam lemak
tak jenuh, sedangkan minyak yang berbau tengik dapat disebabkan karena
adanya oksidasi pada minyak/lemak dengan udara, aksi mikroba, absorpsi bau
oleh lemak dan aksi enzim dalam jaringan yang mengandung lemak. Bau amis
disebabkan oleh interaksi trimetilamin oksida dengan ikatan rangkap dari
lemak tidak jenuh. Pembentukan trimetilamin oksida disebabkan karena reaksi
oksidasi trimetilamin dengan gugus peroksida dalam lemak. Trimetilamin
sendiri bersumber dari lesithin yang mengalami pemecahan ikatan C-N pada
gugus choline (CH2OH. CH2. NMe) oleh zat pengoksida.
6
Minyak ikan komersial memiliki standar mengenai sifat fisiko kimianya.
Menurut Celik (2002), sifat fisiko-kimia ditunjukkan oleh Tabel 1.
Tabel 1. Sifat fisiko-kimia minyak ikan komersial
Sifat Jumlah
Bilangan asam 10,15
Bilangan penyabunan 187,4
Kadar asam lemak bebas 4,6
Bilangan Iod 64,93
Bilangan Polenske 0,6
Bilangan Reichert-Meissl 1,76
Bahan tak tersabunkan (%) 0,46
Sumber : Celik (2002)
Perbedaan utama minyak ikan dengan minyak lain adalah keunikan
jenis asam lemak yang dikandung minyak ikan. Minyak ikan mengandung
asam lemak tidak jenuh dalam jumlah yang besar. Asam lemak minyak ikan
mengandung 15% hingga 3 % lemak jenuh. Persentase asam lemak tak jenuh
yang tinggi ditemukan di minyak yang berasal dari ikan atau komoditas laut
lain. Banyaknya kandungan asam lemak dalam minyak ikan berbeda
tergantung dari jenis ikan, makanan ikan, tempat hidup ikan, dan lain-lain
(Wang et al., 1990).
Jumlah kandungan omega terbesar terdapat pada ikan. Asam lemak
omega-3 dilambangkan dengan n-3. Minyak ikan merupakan sumber terbaik
asam lemak omega-3. Keuntungan utama konsumsi omega-3 dari minyak ikan
adalah mengurangi penyumbatan pembuluh darah oleh kolesterol sehingga
dapat mencegah tekanan darah tinggi dan mengurangi resiko penyakit jantung
(Wang et al., 1990).
7
Minyak ikan sarden memiliki komponen asam lemak tak jenuh yang
lebih banyak. Komposisi minyak ikan sarden menurut Gutierrez dan Silva
(1993) ditunjukkan oleh Tabel 2
Tabel 2. Komponen asam lemak dalam minyak ikan sarden
Sumber : Gutierrez dan Silva (1993)
B. ASAM LEMAK TAK JENUH OMEGA-3
Asam lemak tidak jenuh jamak (Polyunsaturated Fatty Acid) adalah
asam lemak yang mempunyai ikatan rangkap lebih dari satu pada rantai asam
lemaknya (Rasyid, 2001). Omega-3 merupakan asam lemak dimana terdapat
ikatan rangkap diantara atom karbon ketiga dan keempat terhitung dari gugus
metil atom karbon pertama. Asam lemak ini dinamakan omega-3 dan biasanya
Jenis atom Karbon Nama Komponen Jumlah (%)
C 12:0 Asam Laurat 0,1
C 14:0 Asam Miristat 9,8
C 16:0 Asam Palmitat 16,2
C16:1 Asam Palmitoleat 11,3
C18:0 Asam Stearat 1,3
C18:1 Asam Oleat 9,8
C20:0 Asam Eikosenoat 0,3
C18:3 dan C20:1 Asam Linolenat dan Asam
Gondorunat
2,6
C20:2 Asam Eikosadienoat 2,5
C22:3 dan C22:1 Asam Dokosatrienoat dan
Asam Erukat
4,8
C20:4 Asam Arachidonat 0,2
C20:5 Asam Eikosapentanoat 24,2
C22:4 Asam Dokosatetranoat 2,4
C22:5 Asam Dokosapentanoat 2,2
C22:6 Asam Dokosaheksanoat 6,5
8
disimbolkan dengan n-3 (Wang et al.,1990). Struktur dari asam omega-3 dapat
dilihat dari Gambar 1.
CH3-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-(CH2)7-COOH
Asam Linolenat (C18:3)
CH3-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2-CH= CH-
(CH2)3-COOH
Asam Eikosapentanoaot(C20:5)
CH3-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-
CH2-CH CH-(CH2)2-COOH
Asam Dokosahesanoat (C22:6)
Gambar 1. Rumus molekul dari asam lemak omega-3 (Ackman, 1982)
Wang et al. (1990) menyatakan bahwa kandungan minyak ikan
dengan omega-3 tinggi terdapat pada ikan yang hidup pada kadar garam
tinggi. Dinginnya suatu lingkungan hidup ikan tidak menjadikan indikator
dalam menentukan banyaknya kandungan omega-3. Kandungan omega-3
pada beberapa komoditas pertanian menurut Wang et al. (1990) dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan omega-3 pada beberapa komoditas pertanian
Asam Lemak Tipe Lambing Sumber
Asam α-linolenat N-3 α-LA Flax, canola, fish oil
Asam eikosapentanoat N-3 EPA Minyak ikan Asam dokosaheksaenoat N-3 DHA Minyak ikan
Sumber: Wang et al. (1990)
Omega-3 yang terkandung di dalam minyak ikan dapat dimurnikan
melalui proses pada suhu yang rendah. Apabila proses deodorisasi dilakukan
diatas suhu 200oC akan terjadi reaksi kimia sehingga akan menurunkan
manfaat biologis dari minyak ikan tersebut (Chang et al., 1989). Metode untuk
pengkayaan omega-3 bermacam-macam. Namun, hanya sedikit yang cocok
untuk produksi skala besar, diantaranya adsorption chromatography, fractional
molekuler atau distilasi molekuler, hidrolisis enzimatik, kristalisasi temperatur
rendah, dan urea complexation (Shahidi dan Wanasundara, 1998b)
9
Asam lemak omega-3 bermacam-macam jenisnya. Jenis asam lemak
omega-4 dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Jenis asam lemak omega-3
Nama Umum Rumus Nama Kimia
16:3 (n−3) all-cis-7,10,13 hexadecatrienoic
acid
α-Linolenic acid
(ALA)
18:3 (n−3) all-cis-9,12,15-octadecatrienoic
acid
Stearidonic acid
(SDA)
18:4 (n−3) all-cis-6,9,12,15-
octadecatetraenoic acid
Eicosatrienoic acid
(ETE)
20:3 (n−3) all-cis-11,14,17-eicosatrienoic
acid
Eicosatetraenoic acid
(ETA)
20:4 (n−3) all-cis-8,11,14,17-
eicosatetraenoic acid
Eicosapentaenoic acid
(EPA)
20:5 (n−3) all-cis-5,8,11,14,17-
eicosapentaenoic acid
Docosapentaenoic
acid (DPA),
Clupanodonic acid
22:5 (n−3) all-cis-7,10,13,16,19-
docosapentaenoic acid
Docosahexaenoic acid
(DHA)
22:6 (n−3) all-cis-4,7,10,13,16,19-
docosahexaenoic acid
Tetracosapentaenoic
acid
24:5 (n−3) all-cis-9,12,15,18,21-
docosahexaenoic acid
Tetracosahexaenoic
acid (Nisinic acid)
24:6 (n−3) all-cis-6,9,12,15,18,21-
tetracosenoic acid
Sumber : (http://en.wikipedia.org/wiki/omega_3.htm)
Kehadiran cis- ikatan ganda antara atom karbon dengan karbon pada
asam lemak menyebabkan pembengkokan rantai asam lemak. Oleh karena itu,
gugus metil asam lemak yang dekat dengan ikatan ester meyebabkan rintangan
sterik (steric hindrance) pada lipase. Tingginya gugus cis- pada EPA dan DHA
meningkatkan rintangan sterik (steric hindrance), oleh karena itu, lipase tidak
10
dapat mencapai ikatan ester diantara asam lemak dan gliserol. Namun, asam
lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh satu rantai ganda tidak menghalangi
katalisis lipase terhadap ikatan ester dan dengan mudah reaksi hidrolisis terjadi
(Shahidi dan Wanasundara, 1998b). Rintangan sterik (steric hindrance) adalah
penghambatan struktur atom. Steric hindrance terjadi karena suatu gugus
molekul yang membentuk suatu ruang dengan ukuran tertentu menghambat
terjadinya reaksi kimia.
C. ENZIM LIPASE Aspergillus niger
Enzim adalah protein yang terdiri dari asam amino dalam komposisi dan
urutan yang teratur dan tetap. Enzim berfungsi sebagai katalis biologis yang
digunakan makhluk hidup untuk melaksanakan berbagai konversi senyawa
kimia (Web dan Dixon, 1979). Semua enzim yang telah diamati sampai saat ini
adalah protein, dan aktivitas katalitiknya bergantung kepada integritas
strukturnya sebagai protein (Lehninger, 1995).
Enzim lipase didefinisikan sebagai enzim yang mengkatalis hidrolisis
ikatan ester. Menurut system International Union of Biochemistry, enzim
lipase diklasifikasikan sebagai enzim hidrolase dengan nama sistematik gliserol
ester hidrolase (EC 3.1.1.3) yang menghidrolisis gliserida menjadi asam lemak
bebas, gliserida parsial (monogliserida, digliserida) dan gliserol (Macrae,
1983).
Pengkayaan omega-3 dapat dilakukan melalui reaksi kimia seperti
esterifikasi, hidrolisis, dan perubahan asam lemak dalam ester (asidolisis)
dengan metode enzimatik sebagai katalis (Shahidi dan Wanasundara, 1998b).
Hal ini dikarenakan keuntungan penggunaan enzim lipase sebagai katalis
hanya membutuhkan suhu dan pH mendekati kondisi ruang (Moore et al.,
1996). Selain itu, efisiensi katalitik dari enzim lipase sangat tinggi, sehingga
hanya membutuhkan enzim dalam jumlah yang sedikit. Keuntungan lain
penggunaan enzim lipase adalah selektivitasnya tinggi, menghilangkan
penggunaan katalis inorganik dan bahan kimia berbahaya lainnya, bekerja
optimal pada kondisi ringan sehingga dapat menghemat energi, menghasilkan
produk yang kualitas warna dan kemurniannya baik, dan dapat digunakan
11
kembali jika enzim yang digunakan terimobilisasi (Haraldson et al., 1997).
Menurut Lehninger (1982), enzim merupakan katalis yang dapat mempercepat
reaksi tanpa ikut bereaksi. Mekanisme peningkatan laju reaksinya dengan cara
menurunkan energi aktivasi.
Pada reaksi hidrolisis, enzim lipase mengkatalisis pelepasan ikatan ester
triasilgliserol dengan membutuhkan air secara bersamaan. Penggunaan enzim
sebagai katalis dapat menurunkan penggunaan energi pada suatu proses
industri karena enzim dapat beroperasi pada kondisi mendekati suhu ruang.
Hidrolisis enzimatik dapat dilakukan dalam suatu media organik pada suhu
ruang dan menghasilkan produk yang tidak berwarna gelap serta tidak
teroksidasi. Asam lemak yang diproduksi setelah reaksi hidrolisis dipisahkan
dari enzim menggunakan pelarut organik (Akoh dan Min, 1998)
Gambar 2. Mekanisme pembentukan asil enzim pada reaksi yang dikatalisis oleh enzim lipase (Hariyadi, 1995)
Reaksi yang dikatalis oleh enzim lipase diperkirakan terjadi melalui
pembentukan suatu senyawa antara yaitu asil-enzim (Macrae, 1983).
Mekanisme katalitik yang diasumsikan untuk lipase triasilgliserol berpusat
pada sisi aktif serin. Nukleofil oksigen pada sisi aktif serin berbentuk
tetrahedral hemicetal intermediet dengan triasilgliserol. Hal ini ditunjukkan
oleh Gambar 2. Ikatan ester pada hemicetal tersebut dihidrolisis dan
diasilgliserol dilepaskan. Sisi aktif serin asil ester bereaksi dengan molekul air
dan asil enzim dilepaskan sehingga asam lemak terlepas (Petterson et al,. 2001)
12
Menurut Gandhi (1997) ada dua kategori dimana lipase dapat digunakan
sebagai katalis yaitu :
a Hidrolisis
RCOOR’ + H2O RCOOH + R’OH
b Sintesis
Reaksi sintesis dapat dipisahkan menjadi :
i. Esterifikasi
RCOOH + R’OH RCOOR’ + H2O
ii. Interesterifikasi
RCOOR’ + R”COOR” RCOOR” + R”COOR’
iii. Alkoholisis
RCOOR’ + R”OH RCOOR” + R’OH
iv. Asidolisis
RCOOR’ + R”COOH R”COOR’ + RCOOH
Penggunaan lipase sebagai katalis untuk menghasilkan konsentrat EPA
dan DHA dapat lebih menguntungkan, hal ini karena :
a. katalis lipase mempunyai efisiensi katalitik yang tinggi dan bila dalam
kondisi immobilisasi dapat dipergunakan kembali.
b. rentangan selektivitasnya terhadap asam lemak telah diketahui dan sangat
penting dalam penggunaan berkelanjutan (Fatimah, 2002).
Lipase mikroba diproduksi dari fermentasi bakteri, kapang dan khamir.
Mikroba penghasil lipase adalah Rhizopus delemar, Aspergilus niger,
Geotrichum candidum, Candida rugosa, dan Chromobacterium viscocum
(Gandhi, 1997). Lipase berdasarkan cara kerjanya dibagi menjadi tiga yaitu:
a lipase non spesifik yaitu lipase yang dapat mengkatalis seluruh ikatan
trigliserida
b lipase spesifik 1,3 atau 2 yaitu lipase yang dapat mengkatalis trigliserida
pada ikatan 1,3 atau 2
c lipase spesifik yaitu lipase yang hanya mengkatalis jenis asam lemak
tertentu (Herawan, 1993).
Menurut Carvalho
selektif enzim regio 1,3 lipase ditunjukkan oleh gambar 3 berikut.
Gambar 3. Mekanisme hidrolisis spes(Carvalho et al.
Tabel 5. Aktifitas mikrobial dan karakteristik enzim lipase Jenis Lipase
Aspergillus niger
Mucor meihei
Rhizopus oryzae
Rhizopus niveus
Candida cylindracea
Chromobacterium viscosum
Geotrichum candidum
Pseudomonas sp
Sumber : Shahidi dan Wanasundara (1998)
Lipase yang
dimensi yang memiliki fenomena interfasial karena adanya loop peptide yan
menutupi enzim yang dikenal dengan lid enzim. Pada suatu interfase air, lipase
mempunyai struktur sekunder yang membuatnya tidak dapat dilalui substrat.
Dengan adanya interfase air
terbuka. Sisi aktif lipa
suatu larutan, segmen heliks akan menutup sisi aktif lipase, namun dengan
adanya lemak/minyak atau pelarut organik, terjadi perubahan bentuk dimana
lid akan membuka (Ozturk, 2001). Lid enzim lipase
Carvalho et al. (2009), mekanisme reaksi hidrolisis oleh
selektif enzim regio 1,3 lipase ditunjukkan oleh gambar 3 berikut.
Gambar 3. Mekanisme hidrolisis spesifik triasilgliserol dengan katalis lipase et al., 2009)
Tabel 5. Aktifitas mikrobial dan karakteristik enzim lipase Manufaktur Suhu
Optimal
pH
Optimal
Aspergillus niger Amano Enzyme 30-40 5-7
Novo Nordisk 30-45 6,5-7,5
Rhizopus oryzae Amano Enzyme 30-45 5-8
Rhizopus niveus Amano Enzyme 30-45 5-8
Candida cylindracea Amano Enzyme 30-50 5-8
Chromobacterium viscosum Asahi Chemicals - -
Geotrichum candidum Amano Enzyme 30-45 6-8
Pseudomonas sp Amano Enzyme 40-60 5-9
Sumber : Shahidi dan Wanasundara (1998).
Lipase yang diproduksi oleh Aspergillus niger memiliki struktur tiga
dimensi yang memiliki fenomena interfasial karena adanya loop peptide yan
menutupi enzim yang dikenal dengan lid enzim. Pada suatu interfase air, lipase
mempunyai struktur sekunder yang membuatnya tidak dapat dilalui substrat.
Dengan adanya interfase air-pelarut hidrofobik, lipase akan menjadi struktur
terbuka. Sisi aktif lipase terdiri dari asam amino aspartat-histidin
suatu larutan, segmen heliks akan menutup sisi aktif lipase, namun dengan
adanya lemak/minyak atau pelarut organik, terjadi perubahan bentuk dimana
lid akan membuka (Ozturk, 2001). Lid enzim lipase Aspergillus niger
13
(2009), mekanisme reaksi hidrolisis oleh
selektif enzim regio 1,3 lipase ditunjukkan oleh gambar 3 berikut.
ifik triasilgliserol dengan katalis lipase
Optimal
Spesifik
1,3 >>2
1,3 >>>2
1,3 >>>2
1,3 >>>2
Random
Random
Random
Random
memiliki struktur tiga
dimensi yang memiliki fenomena interfasial karena adanya loop peptide yang
menutupi enzim yang dikenal dengan lid enzim. Pada suatu interfase air, lipase
mempunyai struktur sekunder yang membuatnya tidak dapat dilalui substrat.
pelarut hidrofobik, lipase akan menjadi struktur
histidin-serin. Pada
suatu larutan, segmen heliks akan menutup sisi aktif lipase, namun dengan
adanya lemak/minyak atau pelarut organik, terjadi perubahan bentuk dimana
spergillus niger
14
terbentuk dari asam amino triptofan yang cenderung hidrofobik (Nuraida et al,
2000). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nuraida et al. (2000) lipase
Aspergillus niger mengkatalisis asam palmitat, kaprilat, dan asam miristat lebih
banyak.
Asam amino triptofan merupakan asam amino yang cenderung non
polar, sedangkan asam amino aspartat merupakan jenis asam amino yang
bermuatan negatif. Asam amino histidin memiliki muatan positif sehingga
tergolong dalam asam amino positif, sedangkan asam amino serin cenderung
polar (Lehninger, 1982).
Gambar 4. Struktur asam amino penyusun enzim lipase Aspergillus niger (Lehninger, 1982)
Enzim lipase Aspergillus niger dari Amano A Parmaceutical
Manufactures Co. memiliki kandungan karbohidrat 68%, NaCL 0,1%, abu 6%,
uap air 5,1%, lemak 0,1%, dan protein 20,8% pada tiap gram serbuknya
(Boomer et al., 2001). Kadar protein pada enzim lipase tersebut cukup tinggi,
tetapi kadar karbohidrat juga tinggi. Menurut Boomer et al. (2001), kandungan
karbohidrat yang tinggi yang melebihi 50% akan menghambat aktivitas
lipolitik dari enzim. Pada reaksi hidrolisis minyak ikan menhaden, lipase
Aspergillus niger memiliki tingkat hidrolisis sebesar 9% selama 72 jam dengan
kandungan EPA 14% dan DHA 10%. Sedangkan pada reaksi hidrolisis minyak
ikan seal bubber, tingkat hidrolisis yang diperoleh selama 72 jam sebesar 25%
dengan konversi EPA dan DHA sebesar 7% dan 10% (Shahidi dan
Wanasundara, 1998).
Histidin Aspartat Serin Triptofan
15
D. HIDROLISIS ENZIMATIK
Salah satu reaksi yang terjadi pada produk atau bahan pangan
berlemak adalah hidrolisis, yaitu pembentukan gliserol dan asam lemak
bebas melalui pemecahan molekul lemak dan penambahan elemen air
(Hartley, 1977). Winarno (1997) menyatakan bahwa lemak dan minyak
dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak dengan adanya air.
Reaksi ini dapat dipercepat dengan adanya katalis basa, asam, dan enzim.
Pada umumnya proses hidrolisis disebabkan karena aktivitas enzim
dan mikroba. Proses hidrolisis dapat berlangsung bila tersedia sumber
nitrogen, garam mineral, dan sejumlah air. Hidrolisis yang terjadi pada
minyak atau lemak yang mempunyai asam-asam lemak dengan rantai karbon
panjang mengalami proses yang lebih lambat (Djatmiko dan Wijaya, 1984).
Efek air terhadap kinetika reaksi hidrolisis sangat penting karena air
dapat menyebabkan proses hidrolisis lemak dan akan mempengaruhi mutu
produk yang dihasilkan. Hidrolisis lemak merupakan reaksi kesetimbangan
yang memungkinkan terjadinya pengubahan arah reaksi dengan cara
mengatur kadar air sistem reaksi atau kandungan air (Kurashige et al., 1993).
Pada awalnya hidrolisis minyak dan lemak dilakukan dengan suhu
250 oC dan pada tekanan 50-55 bar (Loebis, 1989). Penggunaan proses ini,
selain membutuhkan energi yang cukup besar dan investasi peralatan yang
mahal, juga menghasilkan produk yang gelap dan berbau yang relatif kurang
disukai konsumen (Herawan, 1983). Untuk meminimumkan biaya,
meminimumkan energi dan meminimumkan produk yang kurang baik maka
dilakukan hidrolisis secara enzimatik (Macrae, 1983).
Menurut Herawan (1993), kelebihan hidrolisis enzimatik antara lain:
a. Reaksi dilakukan pada suhu rendah,sehingga kualitas produk lebih baik
b. Menggunakan lipase spesifik, sehingga produk yang diinginkan dapat
ditingkatkan dan produk samping dapat dikurangi.
c. Investasi lebih murah
d. Lingkungan kerja aman
Reaksi hidrolisis trigliserida terjadi secara bertahap dan merupakan
reaksi yang bersifat reversible (bolak-balik) sehingga akan berakhir dalam
Lipase
16
suatu kesetimbangan (Swern, 1979). Secara sistematik, reaksi hidrolisis yang
dikatalis oleh lipase disajikan pada Gambar 5
Triacylglicerol + H20 Diacylglicerol + Asam Lemak Bebas Diacylglicerol + H20 Monoacylglicerol + Asam Lemak Bebas Monoacylglicerol+H20 gliserol + Asam Lemak Bebas
Triacylglicerol +3 H20 gliserol + 3Asam Lemak Bebas
Gambar 5. Tahapan hidrolisis trigliserida yang dikatalis oleh lipase (Brockman, 1984)
Menurut Rahman et al.(2006), hidrolisis dengan katalis enzim lipase
dapat dilakukan pada media air, pelarut organik maupun media
nonkonvesional lainnya. Keuntungan penggunaan pelarut organik sebagai
media yaitu dapat meningkatkan stabilitas thermal enzim, pemisahan enzim
dari substrat atau produk dapat dilakukan secara mudah dan alami karena
enzim tidak larut dalam pelarut organik, aktivitas lipolitik enzim meningkat,
tidak menyebabkan perubahan pH media dan memungkinkan terjadinya
reaksi hidrolisis dalam lingkungan yang sedikit air.
E. PELARUT HEPTANA
Media yang sesuai untuk reaksi enzimatik adalah media dimana
protein tidak dapat terlarut. Karena pada media tersebut enzim akan
mengubah struktur tiga dimensinya dan non aktif (Zaks dan Klibanov,
1985). Media untuk reaksi enzimatik bermacam-macam, baik yang bersifat
polar maupun non polar. Media yang paling umum digunakan pada reaksi
hidrolisis adalah pelarut organik.
Pelarut dapat menyebabkan modifikasi bentuk enzim yaitu mengubah
efisiensi katalitiknya dan spesifitasnya. Berdasarkan Eeji dan Takashi
(1999), penggunaan media non konvensional akan meningkatkan
enantioselektivitas pada reaksi katalisis oleh biokatalis. Non aqueous media
reaksi seperti n-heksana juga akan meningkatkan stabilitas enzim (Rahman
et al., 2006). Keuntungan lain penggunaan pelarut non aqueous adalah resiko
kontaminasi mikrobial yang lebih rendah daripada pada sistem aqueous.
17
Ketertarikan khusus terhadap non konvensional media pada reaksi hidrolisis
dengan kadar air yang rendah dapat digunakan untuk reaksi sintesis yang
menyediakan kelarutan yang terbaik pada substrat hidrofobik dengan lipase
sebagai katalis (Krieger et al., 2004).
Stabilitas protein lebih rendah dalam air yang tak larut dalam pelarut
yang ada pada -2,5<logP<0 seperti aseton dan eter daripada pada pelarut
hidrofobik (2<logP<4) seperti alkana atau haloalkana. Pelarut organik
hidrofobik tidak dapat memotong ikatan asam amino dengan molekul air
dari permukaan enzim. Ketika pelarut organik memotong ikatan air dari
enzim, berakibat pada tidak adanya ikatan antara molekul. Pelarut organik
yang dapat memotong ikatan tersebut adalah bahan yang bersifat hidrofilik.
Oleh sebab itu, penerimaan stabilitas enzim lipase pada penggunaan pelarut
hidrofilik jarang dilakukan (Krieger et al., 2004)
Pelarut organik menghasilkan berbagai efek fisiko-kimia pada
molekul enzim. Pelarut akan mengubah bentuk asli dari enzim. Mekanisme
perubahan susunan proteinnya adalah dengan mengganggu ikatan hidrogen
dan interaksi hidrofobik. Dengan demikian aktivitas dan stabilitasnya akan
berubah (Kim et al., 2000).
Aktivitas lipase secara normal akan meningkat dengan meningkatnya
kepolaran (Schneider dan Berger, 1991). Namun, walaupun kepolaran suatu
larutan yang direpresentasikan sebagai log P merupakan faktor dalam
optimisasi biokatalisis, faktor lain seperti kelarutan substrat pada media
reaksi, dan penambahan air harus diperhatikan. Pada studi Kim et al. (2000),
esterifikasi trikaprilat dengan asam linoleat terkonjugasi dengan katalis
enzim lipase Rhizomucor miehei regioselektif menunjukkan tingkat
esterifikasi yang lebih tinggi pada pelarut n-hexane (log P 3,5) daripada
isooktana (log P 4,5). Pada media n-heksana.nilai, tingkat esterifikasinya
57% sedangkan pada isooktana bernilai 52%.
Koefisien partisi adalah rasio konsentrasi bahan yang tidak
terionisasi diantara dua larutan. Harga koefisien partisi suatu senyawa atau
yang sering disimbolkan dengan P didefinisikan sebagai kadar
keseimbangan termodinamik senyawa tersebut dalam fase non polar dibagi
18
dengan kadar dalam fase polar. Nilai log p menunjukkan tingkat hidrofobitas
suatu bahan. Semakin tinggi suatu senyawa terikat dengan oktanol, maka
semakin hidrofobik senyawa tersebut. Makin panjang rantai karbon atau
rantai samping karbon, bagian molekul yang non polar semakin tinggi.
Dengan demikian titik didihnya semakin tinggi dan kelarutannya dalam air
semakin kecil (http://en.wikipedia.org/wiki/ Partition_coefficient.htm).
Herees et al. (2008) menyatakan nilai log P suatu pelarut merupakan
fungsi dari laju reaksi esterifikasi untuk menghasilkan asam oleat. Koefisien
opartisi berbanding terbalik dengan konstanta dielektrik. Tabel 6
menjelaskan hubungan koefisien partisi, konstanta dielektrik, dengan laju
reaksi.
Tabel 6. Nilai kepolaran dan laju reaksi esterifikasi pelarut
Pelarut Nilai log
P
Laju reaksi
(x104 mol L-1s-1)
Konstanta dielektrik
heptana 4 8,17a 1,9b
Heksana 3,5 3,33a 2,0b
Toluena 2,5 2a 2,4b
Sumber : a Herees et al. (2008)
b (http://www.engineeringtoolbox.com/liquid-dielectric-constants-d_1263.html)
Menurut Klibanov (1985), penggunaan pelarut organik pada reaksi
hidrolisis ester mempunyai beberapa keuntungan selain penggunaan air,
yaitu:
a. Substrat organik bahan dapat larut dalam pelarut organik, dimana enzim
tidak dapat larut. Oleh karena itu, produk dan enzim mudah didapatkan
kembali dengan metode non ekstraksi. Dengan demikian rendemen
dapat meningkat.
b. Mampu untuk menjalankan reaksi yang tidak mungkin dilakukan
dengan air karena terdapat penghambatan kinetika dan termodinamika.
c. Substrat yang sensitif terhadap air dapat digunakan
d. Kesetimbangan reaksi berubah
e. Meningkatkan kestabilan enzim.
19
f. Ketidaklarutan enzim dalam media sehingga enzim mudah untuk
didapatkan dan digunakan kembali tanpa harus menggunakan
imobilisasi enzim.
Zaks dan Klibanov (1985) menyatakan, suatu model ideal dalam
penggunaan media pelarut organik pada reaksi enzimatik harus memenuhi
syarat seperti
a. Enzim yang digunakan bebas dari ikatan kovalen dengan kofaktor
b. Substrat yang digunakan larut dalam media organik
Pelarut heptana (C7H16) memiliki beberapa karakteristik yaitu nilai
kepolaran 4, bobot molekul 100,21 gram/mol, densitas 0,684 gram/mL
larutan, titik leleh -90,61oC, dan titik didih 98oC
(http://en.wikipedia.org/wiki /heptana.htm). Berhubung titik didihnya tinggi,
oleh sebab itu, penggunaan heptana sebagai media reaksi untuk aplikasi pada
suhu tinggi dapat dilakukan.
F. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKTIVITAS DAN STABILITAS ENZIM LIPASE
1. Pengaruh Suhu
Suhu yang tinggi dan kontak langsung panas selama distilasi akan
berdampak pada hidrolisis, oksidasi thermal, polimerisasi dan isomerisasi.
Degradasi asam lemak rantai panjang dengan banyak ikatan rangkap
kemungkinan membentuk asam lemak siklik, dan polimer dengan bobot
molekul tinggi (Shahidi dan Wanasundara, 1998b). Oleh karena itu, omega-3
yang cenderung labil membutuhkan suhu dan kondisi pH yang sesuai
(Haraldson et al., 1997).
Termostabilitas enzim merupakan faktor utama pada aplikasi
industri, dikarenakan thermal degradation enzim pada suhu tinggi. Suhu
dihubungkan dengan keterbatasan transfer massa. Suhu yang tinggi akan
menurunkan viskositas campuran minyak dan akan meningkatkan transfer
subsrat-produk pada permukaan atau di dalam partikel enzim. Suhu akan
berpengaruh pada stabilitas enzim dan affinitas enzim terhadap substrat dan
kompetisi reaksi dalam jumlah yang besar. Semakin tinggi suhu, akan
20
berakibat pada penurunan densitas dan viskositas media reaksi. Pada
penurunan densitas media, akan meningkatkan difusitas dan berakibat pada
peningkatan transfer massa substrat dan produk (Kim et al., 2004).
Suhu dapat berpengaruh positif terhadap reaksi hidrolisis maupun
sebaliknya. Kenaikan suhu akan meningkatkan laju reaksi. Namun, pada
reaksi menggunakan suhu tinggi struktur tersier enzim terganggu akibat
terjadi denaturasi. Pada suhu 50oC nilai tingkat konversinya berubah menjadi
cukup rendah. Sedangkan suhu 45oC merupakan suhu optimum reaksi
hidrolisis sebab pada suhu diatas 45oC tingkat konversinya turun secara tiba-
tiba dikarenakan enzim mengalami denaturasi (Kamarudin et al., 2008).
Suhu berpengaruh terhadap aktivitas dan stabilitas enzim lipase, suhu
yang sesuai untuk penggunaan enzim lipase sebagai katalis adalah dibawah
70oC karena pada suhu tinggi menyebabkan terjadinya migrasi alkil secara
non-enzimatic, terjadi oksidasi, isomerisasi dan denaturasi enzim (Shahidi et
al., 1998).
Stabilitas panas enzim dipengaruhi oleh dua faktor yaitu struktur
primer enzim dan komponen lain pada enzim. Tingginya kadar protein
hidrofobik pada molekul enzim akan membuat struktur enzim rapat dan
padat, dimana pada sistem ini enzim tidak mudah terdenaturasi karena
perubahan lingkungan eksternal enzim. Komponen spesifik pada enzim
seperti polisakarida dan kation divalen akan menstabilkan molekul enzim
(Oztrurk, 2001)
2. Pengaruh pH
Enzim sangat sensitif terhadap perlakuan medium pH, karena
memungkinkan perubahan status ionisasi enzim, yang akan mempengaruhi
aktivitas dan selektifitas. Studi yang telah dilakukan menunjukan pH
optimum untuk reaksi hidrolisis minyak sawit pada heksana adalah pH 7,5
dengan asam lemak yang dihasilkan 97,4% menggunakan enzim lipase dari
Candida rugosa. Enzim optimum pada medium alkali namun mendekati
netral (Kamarudin et al., 2008)
21
Berdasarkan studi Microbial Lipase Potential Biocatalist for the
future industry yang dilakukan oleh Saxena et al. (2009), titik isoelektrik
lipase adalah 4,3. Stabilitas lipase pada kondisi asam berada pada pH diatas
4. Stabilitas lipase pada kondisi basa berada pada pH diatas 8.
Katalisis enzim lipase aktif pada pH tertentu tergantung dari asal
enzim tersebut dan status ionisasi asam amino penyusunnya. Asam amino
asam, basa, dan netral hanya aktif pada satu bagian status ionisasi (Ozturk,
2001).
Berdasarkan Staufer (1989), ketertarikan studi mengenai tingkat
enzim sebagai fungsi pH dikarenakan karena beberapa faktor yaitu :
a. Status protonasi sisi rantai asam amino pada sisi aktif kompleks
enzim substrat (ES) mungkin akan berubah. Hasilnya perubahan
kemampuan enzim substrat untuk menjadi produk.
b. Perubahan ionik molekul substrat atau perubahan ionik sisi aktif
yaitu kecenderungan dua molekul tersebut untuk menjadi kompleks
ES.
c. Perubahan pH dari netral yang memungkinkan melemahkan kekuatan
stabilitas bentuk protein, yang berakibat peningkatan denaturasi
enzim (kehilangan aktivitas).
3. Pengaruh Penambahan Air
Air sangat diperlukan untuk aktivitas enzim. Air berpartisipasi dalam
seluruh interaksi non kovalen untuk mempertahankan bentuk sisi aktifnya
baik secara langsung maupun tidak langsung. Reaksi enzimatik yang
dilakukan tanpa keberadaan air akan mengubah sisi aktifnya secara drastis
sehingga menonaktifkan enzim (Zaks dan Klibanov, 1985).
Sejumlah air selalu diperlukan enzim lipase untuk mempertahankan
aktivitasnya. Namun, banyaknya air yang digunakan berbeda-beda
tergantung dari jenis enzim lipase. Banyaknya air juga tergantung pada
media reaksi, polaritas pelarut organik, dan lain-lain. Suatu reaksi yang
dilakukan dengan menggunakan enzim mengandung kurang dari 1% air dan
biasanya pada konsidi tanpa air (Haraldson et al., 1997).
22
Laju reaksi hidrolisis membutuhkan sejumlah air. Namun, terlalu
banyak air akan berakibat pada reaksi hidrolisis trigliserida yang berlebihan
yang berakibat pada peningkatan asam lemak bebas dan gliserida parsial
(monogliserida dan digliserida) (Dordick, 1989). Banyaknya air akan
mempengaruhi fleksibilits enzim (Krieger et al.,2004). Pengaturan kadar air
pada sistem ini menjadi sangat penting karena semua proses berdasarkan
pada manipulasi kesetimbangan kimia secara termodinamik pada reaksi
reversible dimana air berpartisipasi dalam reaksi. Selain itu, air diperlukan
secara esensial untuk menjaga integritas dari struktur tiga dimensi molekul
enzim. Aktivitas lipase merupakan fungsi dari kadar air. Enzim
membutuhkan sedikit layer hidrasi yang bertindak sebagai komponen primer
pada reaksi enzimatik pada suatu media organik. Layer ini akan bertindak
sebagai buffer diantara permukaan enzim dengan medium reaksi (Dordick,
1989)
Sejumlah air dibutuhkan untuk memaksimalkan aktivitas enzim.
Klibanov (1988) menyatakan bahwa sedikit air diperlukan untuk mencapai
aktivitas maksimal pada pelarut hidrofobik daripada pelarut hidrofilik. Pada
aktivitas kadar air yang rendah, semakin rendah polaritas suatu pelarut
berakibat semakin tinggi aktivitas enzim. Ketika aktivitas katalitik diplotkan
terhadap banyaknya air yang terikat dengan enzim, suatu pola muncul untuk
beberapa pelarut yang berbeda.
Menurut (Salis et al., 2008), walaupun air tidak ikut serta dalam
produk, namun kadar air dalam suatu reaksi sangat penting karena
mengekspresikan aktivitas enzimatik secara penuh. Air digunakan sebagai
pelumas pada rantai polipeptida. Hal ini akan mempengaruhi mobilitas.
Mobilitas lipase menjelaskan aktivitas enzimatik. Efek aktivitas enzim
dipelajari sebagai fungsi bobot sejumlah air pada reaksi trigliserida
metanolisis. Terlihat pada lipase Pseudomonas fluorescens inaktif ketika
media yang digunakan kering. Peningkatan aktivitas secara tajam terjadi
ketika 0,5 mg air/mg katalis ditambahkan.
23
Menurut Medina et al. (2003), mekanisme pengikatan air dan media
pelarut organik digambarkan oleh Gambar 6 sebagai berikut:
Gambar 6. Mekanisme pengikatan air dan media pelarut organik dalam suatu reaksi (Medina et al., 2003)
Pada percobaan yang dilakukan oleh Schneider dan Berger (1991)
menyatakan bahwa kenaikan laju reaksi menyebabkan disebabkan oleh
sejumlah air. Namun, total 1,2 dan 1,3 digliserida menurun. Pada media bi-
fase, monogliserida dan digliserida relative lebih stabil terhadap migrasi asil
pada pelarut organik dengan kadar air maksimum 2%.
Konsentrasi minyak dan air sebagai substrat dalam reaksi hidrolisis
juga mempengaruhi aktivitas lipase. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh
Shimada et al. (1997), konsentrasi oil water ratio optimum pada reaksi
selektif hidrolisis adalah 50% dan aktivitasnya semakin menurun dengan
meningkatnya oil water ratio
24
III. METODOLOGI
A. ALAT DAN BAHAN
Bahan utama yang digunakan antara lain minyak ikan sarden murni yang
diperoleh dari PT. Muncar, Banyuwangi, Jawa Timur serta enzim lipase dari
Aspergillus niger yang diperoleh dari Amano Pharmaceutical Manufacturing Co,
buffer phosphate (0,1M), nitrogen, pelarut organik heptana, dan metanol.
Sedangkan, bahan yang digunakan untuk analisis terdiri dari KOH alkohol,
toluena, aquades, isopropil alkohol, KOH 0,1N, indikator phenolphtalein, dan
HCl 0,5N.
Alat yang digunakan dalam proses hidrolisis antara lain reaktor gelas
bertutup karet, suntikan, dan shaker waterbath. Sedangkan, alat yang digunakan
untuk analisis antara lain buret, erlenmeyer, pipet, gelas ukur, gelas piala, sudip,
kondensor, dan labu takar. Alat pendukung lainnya antara lain pH meter, vortex,
magnetic stirrer, hot plate, neraca analitik, dan GC-MS (Gas Chromatography
Mass Spectrometry).
B. METODE
1. Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan, yaitu penelitian
pendahuluan dan penelitian utama. Tahap pertama yaitu penelitian
pendahuluan meliputi karakterisasi minyak ikan dan penentuan aktivitas
enzim lipase dari Aspergillus niger dengan metode spektrofotometri. Tahap
kedua meliputi penentuan derajat keasaman (pH), suhu dan penambahan air
optimum reaksi hidrolisis enzimatik, penentuan hubungan persentase
hidrolisis pada berbagai tingkat pH dan suhu pada reaksi hidrolisis enzimatik
pada media yang ditambahkan pelarut heptana, serta penentuan hubungan
tingkat hidrolisis dengan total omega-3. Diagram alir tahapan penelitian
disajikan dalam Gambar 7.
25
Gambar 7. Diagram alir tahapan penelitian
a. Karakterisasi Minyak Ikan
Minyak ikan sarden yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan minyak hasil industri samping yang telah mengalami
pemurnian dan netralisasi dengan NaOH. Minyak ikan memiliki kadar air
1% dengan kadar asam lemak bebas awalnya kurang dari 0,5%.
Karakterisasi yang dilakukan terhadap minyak ikan murni
bertujuan untuk mengetahui sifat fisiko-kimia yang berpengaruh terhadap
tingkat hidrolisis yang meliputi bilangan penyabunan, dan bilangan asam.
Karakterisasi minyak ikan juga dilakukan dengan menganalisa
komponen-komponen kimia yang menyusun minyak ikan. Komponen
26
kimia dalam minyak ikan dianalisa dengan GC-MS (Gas
Chromatography Mass Spectrometry). GC yang digunakan berjenis
Agillent Technology Seri 6890 N dan MS berjenis Agillent Technology
Seri 5973 Inert.
b. Penentuan Aktivitas Enzim
Pengukuran aktivitas lipase dilakukan untuk mengetahui aktivitas
enzim lipase dari Aspergillus niger yang baru dibeli dari Amano
Pharmaceutical Manufacturing Co. yang akan digunakan. Tujuan dari
pengukuran aktivitas enzim ini adalah menentukan unit enzim tiap gram
dimana unit enzim tersebut menjadi acuan penentuan banyak enzim yang
akan digunakan pada penelitian utama. Adapun prosedur penentuan
aktivitas lipase dapat dilihat pada Lampiran 2.
c. Penentuan Hubungan Suhu Dan Derajat Keasaman Terhadap Tingkat Hidrolisis Enzimatik Minyak Ikan Pada Media Tanpa Penambahan Heptana
Percobaan ini dilakukan dengan suhu berkisar antara 25oC hingga
65oC dan pH berkisar antara 5 hingga 9. Pemilihan variabel rentang suhu
tersebut dikarenakan pada suhu yang tinggi enzim akan terdenaturasi dan
pada suhu yang semakin rendah, reaksi enzimatik tidak optimal.
Sedangkan pemilihan pH berada pada rentang 5 hingga 9 dikarenakan
titik isoelektrik lipase adalah 4,3. Sementara itu, stabilitas lipase berada
pada pH 6-7,5. Stabilitas lipase pada kondisi asam berada pada pH diatas
4 dan stabilitas lipase pada kondisi basa berada hingga pH 8.
d. Penentuan Hubungan Penambahan Air, Suhu, dan Derajat Keasaman Terhadap Tingkat Hidrolisis Enzimatik Minyak Ikan Pada Media yang Ditambahkan Heptana
Percobaan perlakuan penambahan air pada reaksi hidrolisis
enzimatik pada media yang ditambahkan heptana dilakukan dengan
menggunakan suhu dan pH optimum hasil dari reaksi hidrolisis enzimatik
pada media tanpa penambahan heptana. Rentang variabel yang digunakan
27
berada antara 1% sampai 5% v/v penambahan air dalam volume larutan.
Nilai optimum penambahan air ditentukan berdasarkan hubungan
kenaikan variabel tersebut terhadap kenaikan tingkat hidrolisis dimana
variabel yang memberikan tingkat hidrolisis tertinggi merupakan variabel
optimum.
Percobaan untuk perlakuan suhu dan pH pada reaksi hidrolisis
enzimatik pada media yang ditambahkan heptana dilakukan dengan
menggunakan suhu dan pH optimum yang diperoleh dari reaksi hidrolisis
enzimatik pada media tanpa penambahkan heptana dan menggunakan
penambahan air optimum yang diperoleh dari reaksi hidrolisis enzimatik
pada media yang ditambahkan heptana. Percobaan ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara kenaikan pH dan suhu terhadap kenaikan
tingkat hidrolisis. Selain itu, untuk menentukan nilai optimum suhu dan
pH yang memberikan tingkat hidrolisis tertinggi pada reaksi hidrolisis
enzimatik pada media yang ditambahkan heptana.
Selain mencari nilai optimum, percobaan hidrolisis enzimatik
pada media yang ditambahkan heptana pada perlakuan suhu dan pH ini
dilakukan untuk mengetahui perubahan stabilitas dan aktivitas enzim
lipase pada reaksi hidrolisis enzimatik tanpa penambahan pelarut dengan
reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan pelarut heptana.
Penentuan perubahan stabilitas dan aktivitas tersebut dilakukan dengan
membandingkan hubungan kenaikan variabel pH dan suhu terhadap
kenaikan tingkat hidrolisis pada masing-masing percobaan.
e. Penentuan Hubungan Tingkat Hidrolisis Dengan Kandungan Total Omega-3
Kandungan EPA (Eicosapentanoic acid) dan DHA
(Docosahexaenoic Acid) diukur dengan menggunakan Gas
Chromatography Mass Spectrometry dari minyak ikan hasil hidrolisis.
Penentuan hubungan tingkat hidrolisis dengan banyaknya total omega-3
dilakukan untuk mengetahui spesifitas, dan selektivitas enzim lipase
terhadap substrat minyak ikan. Selain itu, percobaan ini dilakukan untuk
28
membandingkan aktivitas katalitik enzim lipase pada hidrolisis enzimatik
minyak ikan tanpa penambahan pelarut dan hidrolisis enzimatik minyak
ikan pada media yang ditambahkan pelarut heptana dengan parameter
total omega-3.
2. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian berikut ini dibuat berdasarkan tahapan penelitian
yang telah dijelaskan sebelumnya. Prosedur penelitian yang dilakukan
mencakup hidrolisis minyak ikan secara enzimatik dan prosedur hidrolisis
enzimatik minyak ikan pada media yang ditambahkan pelarut heptana.
Diagram alir proses hidrolisis enzimatik minyak ikan dapat dilihat pada
Gambar 8.
a. Hidrolisis Enzimatik Minyak Ikan
i. Penentuan Suhu Inkubasi dan pH optimum
Minyak ikan sebanyak 4 gram ditempatkan ke dalam wadah
gelas (diameter 4 cm dam tinggi 7 cm), kemudian minyak tersebut
dibilas dengan nitrogen. Wadah gelas kemudian ditutup dengan
sumbat karet dan film. Setelah itu, ditambahkan 6 ml buffer
phosphate 0,1 M yang didalamnya telah dilarutkan 800 unit enzim
lipase Aspergillus niger (200 U/gram minyak). Wadah gelas yang
telah ditambah larutan enzim ditempatkan dalam shaker waterbath
untuk kemudian dihidrolisis selama 48 jam dengan kecepatan 200
rpm pada berbagai suhu inkubasi (25oC, 35oC, 45oC, 55oC, 65oC)
dan pH (5, 6, 7, 8, 9) yang akan diuji. Hidrolisis dihentikan dengan
menambahkan 2 ml methanol. Kemudian dilakukan analisa produk
akhir meliputi bilangan asam dan komponen kimianya dengan Gas
Chromatography Mass Spectrometry.
b. Hidrolisis Enzimatik Minyak Ikan Pada Media yang Ditambahkan Heptana i. Penentuan Penambahan Air
Minyak ikan sebanyak 4 gram ditempatkan ke dalam wadah
gelas (diameter 4 cm dam tinggi 7 cm). Minyak ikan tersebut
29
ditambahkan air dengan perlakuan 1%, 2%, 3%, 4%, atau 5%
kemudian campuran tersebut dibilas dengan nitrogen. Wadah gelas
kemudian ditutup dengan sumbat karet dan film. Setelah itu,
ditambahkan 6 ml buffer phosphate 0,1 M yang didalamnya telah
dilarutkan 800 unit enzim lipase Aspergillus niger (200 U/gram
minyak). Wadah gelas yang telah ditambah larutan enzim
ditempatkan dalam shaker waterbath untuk kemudian dihidrolisis
selama 48 jam dengan kecepatan 200 rpm dengan menggunakan
kondisi optimum reaksi hidrolisis enzimatik tanpa penambahan
heptana (suhu 45oC dan pH 5). Hidrolisis dihentikan dengan
menambahkan 2 ml methanol. Kemudian dilakukan analisa produk
akhir meliputi bilangan asam dan komponen kimianya dengan Gas
Chromatography Mass Spectrometry.
Gambar 8. Diagram alir proses hidrolisis enzimatik minyak ikan
30
ii. Penentuan suhu dan pH optimum
Minyak ikan sebanyak 4 gram ditambahkan air sesuai
dengan percobaan sebelumnya dan ditempatkan ke dalam wadah
gelas (diameter 4 cm dam tinggi 7 cm). Sebelum ditambahkan
800U enzim yang larut dalam 6mL buffer fosfat 0,1M, campuran
tersebut dibilas dengan nitrogen dan ditutup dengan sumbat karet
dan film. Setelah itu wadah gelas ditempatkan dalam shaker
waterbath untuk kemudian dihidrolisis selama 48 jam dengan
kecepatan 200 rpm pada berbagai suhu reaksi yaitu 25oC, 35oC,
45oC, 55oC, 65oC dan pH (5, 6, 7, 8, 9) yang akan diuji. Hidrolisis
dihentikan dengan menambahkan 2 ml methanol. Kemudian
dilakukan analisa produk akhir meliputi bilangan asam dan
komponen kimianya dengan Gas Chromatography Mass
Spectrometry.
c. Preparasi Konsentrat Hasil Reaksi Hidrolisis Untuk Analisa GC-MS
Hasil hidrolisis terdiri dari dua layer yaitu layer polar dan
non polar. Layer atas yang cenderung non polar terdiri dari heptana
yang bercampur dengan asam lemak, TAG, DAG, MAG.
Acylglycerol diambil setelah pelarut dipisahkan melalui penguapan
pada rotary evaporator. Hasil dari preparasi sampel dianalisis
dengan Gas Chromatography Mass Spectrometry untuk mengetahui
persentase total omega-3nya.
31
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KARAKTERISTIK MINYAK IKAN
Karakterisasi minyak ikan meliputi karakteristik fisiko-kimia dan analisa
komponen-komponen yang terkandung dalam minyak ikan. Karakteristik fisiko-
kimia dilakukan melalui analisa bilangan asam, bilangan penyabunan, dan
penentuan kadar asam lemak bebas. Sementara analisa komponen yang
terkandung dalam minyak ikan dilakukan melalui analisa Gas Chromatography
Mass Spectrometry (GC-MS).
1. Sifat fisiko kimia minyak ikan
Hasil analisa karakterisasi minyak ikan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Karakterisasi bahan baku minyak ikan
Karakterisasi Nilai Rujukan
Bilangan asam 3,29 10,15a
Kadar asam lemak bebas (%) 1,49 4,6a
Bilangan penyabunan 204,81 187,4a
Sumber : a Celik (2002)
Berdasarkan Tabel 7 diatas, minyak ikan yang digunakan memiliki
kualitas yang cukup baik, karena memiliki bilangan asam yang kurang dari
5. Menurut Wallace (1935), bilangan asam minyak ikan yang dapat
digunakan proses pemurnian lebih lanjut harus kurang dari 5.
Berdasarkan analisa yang dilakukan Celik (2002), minyak ikan
komersial memiliki bilangan asam 10,15 dengan kadar asam lemak
bebasnya sebesar 4,6%. Berdasarkan hasil pengukuran analisa sifat fisiko
kimia minyak ikan, bahan baku minyak ikan yang digunakan dalam
penelitian ini memiliki bilangan asam sebesar 3,29 dengan kadar asam
lemak bebasnya sebesar 1,49%. Dengan demikian, minyak ikan yang
digunakan dalam penelitian memiliki kualitas yang baik dan layak
digunakan sebagai bahan baku untuk hidrolisis enzimatik. Hal ini
dikarenakan bahan baku minyak ikan masih berada dalam batas maksimal
kandungan bilangan asam dan kadar asam lemak bebas pada minyak ikan
komersial.
32
Menurut Ketaren (1996), bilangan asam menunjukkan ukuran jumlah
asam lemak bebas. Menurut Ketaren (1986), kandungan asam lemak bebas
terbaik adalah serendah mungkin (± 2 %). Tingginya bilangan asam pada
minyak ikan mempengaruhi aktivitas katalitik enzim lipase pada reaksi
hidrolisis.
Bilangan penyabunan menunjukkan banyaknya total asam lemak
yang dapat dinetralkan oleh sejumlah alkali. Menurut Celik (2002), bilangan
penyabunan minyak ikan komersial adalah 187,4. Namun, analisa bilangan
penyabunan menunjukkan bahwa minyak mengandung total asam lemak
sejumlah 204,81. Hal ini menunjukkan bahwa, minyak ikan yang digunakan
dalam penelitian ini telah mulai teroksidasi. Hasil dari reaksi oksidasi
minyak adalah senyawa keton atau aldehid. Kandungan senyawa lain dalam
minyak seperti aldehid atau keton dalam minyak diduga dapat menyebabkan
nilai bilangan penyabunan meningkat. Menurut Ketaren (1996), minyak
yang memiliki bobot molekul tinggi akan memiliki jumlah bilangan
penyabunan yang lebih rendah daripada minyak yang berbobot molekul
rendah. Minyak ikan memiliki bobot molekul 903,01g/mol (Roberto et al.,
2007) dengan bilangan penyabunan yang rendah yaitu 187,4 (Celik, 2002).
2. Komponen kimia di dalam minyak ikan
Asam lemak tak jenuh dalam minyak ikan merupakan komponen
terbesar dalam minyak ikan. Asam lemak tak jenuh berkisar antara 75-90%
dari total asam lemak yang ada dalam minyak (Celik, 2002). Komponen
yang terkandung dalam minyak dapat diketahui melalui analisa Gas
Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS). Analisa GC MS yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi asam
lemak dalam minyak ikan serta komponen lain yang terlarut dalam minyak
ikan dari ikan sarden. Hasil dari analisa GC-MS dapat dilihat pada Tabel 8.
33
Tabel 8. Komponen kimia bahan baku minyak ikan
Berdasarkan tabel data hasil analisa GC-MS, komponen terbesar
minyak ikan sebagai bahan baku penelitian ini adalah asam oleat. Asam
lemak tak jenuh yang terdapat pada minyak ikan sebesar 34,98% dimana
sebagian besar merupakan asam lemak tidak jenuh dengan satu ikatan
rangkap (monounsaturated fatty acid) dengan presentase 33,17%, sedangkan
asam lemak jenuh (saturated fatty acid) sebesar 22,76%, sisanya adalah
No Jenis Komponen Golongan Rumus Empiris
Bobot Molekul
Jumlah (%)
1 Pentadecana Hidrokarbon C14H28O2 228
2,9
2 Heptadecana Hidrokarbon C17H36 240
2,9
3 2,6,10,14-tetrametil Pentadecane
Hidrokarbon C19H40 268
5,39
4 Tetradecanoic acid (Asam Miristat)
Asam lemak jenuh
C14H28O2 228
4,18
5 Hexadecenoic acid (Asam Palmitoleat)
Asam lemak tak jenuh dengan satu ikatan rangkap C16H30O2 254
6,8
6 n-Hexadecenoic acid (Asam Palmitat)
Asam lemak jenuh
C16H32O2 256
16,81
7 5,8,11,14,17- Eicosapentaenoic acid
Asam lemak tak jenuh dengan banyak ikatan rangkap C21H32O2 316
1,81
8 9-Octadecenoic acid (Asam Oleat)
Asam lemak tak jenuh dengan satu ikatan rangkap C18H34O2 282
26,37
9 Octadecanoic acid (Asam Stearat)
Asam lemak jenuh C18H36O2 284
1,77
11 9-Octadecenal (oleicaldehyde)
Aldehid C18H24O 266
0,88
12 2,6,10,14,18,22-Tetracosahexaene (Squalene)
Hidrokarbon
C30H50 410
2,25
13 Cholesta-3,5-diene (Squalene)
Hidrokarbon C27H44 368
2,55
14 Lanosterol Sterol
C27H46O 386 24,96
34
alkana (11,19%), aldehid (0,88%), squalene (4,8%), dan lanosterol
(24,96%). Persentase perbandingan jumlah asam lemak tidak jenuh dan
asam lemak jenuh menunjukkan bahwa minyak ikan sebagian besar tersusun
dari asam lemak tak jenuh. Tingginya jumlah asam lemah tak jenuh,
memungkinkan adanya oksidasi terhadap asam lemak tersebut. Komponen
lain seperti oktadecenal yang terdapat dalam minyak ikan ini kemungkinan
berasal dari oksidasi asam lemak tersebut. Hasil oksidasi tersebut adalah
golongan aldehid, atau keton yang bereaksi dengan basa yang dapat
meningkatkan bilangan penyabunan.
B. AKTIVITAS ENZIM
Aktitas enzim dinyatakan dalam Unit per gram enzim (U/g). Unit tersebut
menunjukkan banyaknya mikromol asam lemak yang dihasilkan atau mikromol
substrat yang digunakan dalam waktu 30 menit pada kondisi standar. Kondisi
standar untuk pengukuran aktivitas enzim berdasarkan Sigma aldrich adalah
suhu 35oC dan pH 7. Pengukuran aktivitas enzim dapat dilakukan dengan
berbagai cara, salah satu diantaranya adalah dengan metode spektrofotometri.
Pada metode spektrofotometri tersebut digunakan substrat paranitrofenil butirat.
Pada dasarnya, substrat untuk perhitungan aktivitas lipase dengan metode
spektrofotometri adalah paranitrofenil asil ester.
Dasar dari prosedur ini adalah lipase mempengaruhi secara umum
aktivitas katalitik ikatan ester terhadap berbagai macam substrat karboksil ester.
Substrat paranitrofenil asil ester dihidrolisis untuk menghasilkan asam lemak dan
paranitrofenol. Paranitrofenol yang dihasilkan membawa warna kekuningan
yang dapat terbaca pada panjang gelombang λ 400 nm sampai 410 nm.
Menurut Shirai et al. (1982) prinsip kerja katalitik enzim lipase terhadap
substrat dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 9. Mekanisme katalitik enzim lipase pada paranitrofenil butirat (Shirai et al., 1982)
+
H2O + Paranitrofenol Paranitrofenil butirat
Asam Butirat +
Enzim Lipase
35
Metode perhitungan aktivitas enzim lipase Aspergillus niger pada
penelitian ini menghitung banyaknya paranitrofenol yang dilepaskan setelah
hidrolisis paranitrofenil butirat oleh lipase. Paranitrofenol yang dibebaskan akan
berwarna kuning dan dapat terbaca pada spektrofotometer. Aktivitas lipase
dihitung dengan membandingkan paranitrofenol yang dihasilkan dari
pengukuran aktivitas enzim dengan kurva paranitrofenol standar pada nilai
absorbansi sampel pada λ 410 nm. Berdasarkan perhitungan aktivitas lipase
dengan metode spektrofotometri tersebut, diperoleh aktivitas lipase Aspergillus
niger Amano Pharmaceutical Manufacturing Co sebesar 7939,98 Unit/gram.
Menurut Amano Pharmaceutical Manufacturing Co aktivitas enzim lipase
Aspergillus niger yang tertera pada label kemasan adalah 12000U/g. Lebih
rendahnya hasil pengukuran aktivitas enzim lipase Aspergillus niger pada
penelitian ini diduga dikarenakan kondisi lingkungan yang kurang sesuai selama
penyimpanan atau pada saat distribusi sehingga mempengaruhi nilai
aktivitasnya.
C. HUBUNGAN DERAJAT KEASAMAN DAN SUHU TERHADAP TINGKAT HIDROLISIS ENZIMATIK MINYAK IKAN
Reaksi hidrolisis merupakan yaitu pembentukan gliserol dan asam lemak
bebas melalui pemecahan molekul trigliserida dengan penambahan air. Pada
reaksi hidrolisis trigliserida, satu molekul trigliserida bereaksi dengan tiga
molekul air untuk memproduksi satu molekul gliserol dan tiga molekul asam
lemak bebas.
Selama ini, proses produksi asam lemak dilakukan dengan metode kimia
atau fisik. Kamarudin et al. (2008) menyatakan, industri yang telah ada
menghidrolisis minyak/lemak menjadi asam lemak dan gliserol pada suhu 250oC
dan tekanan 50 bar. Pada kondisi ini, polimerisasi lemak akan terjadi. Dengan
demikian asam lemak akan berwarna gelap dan terjadi pemucatan larutan
gliserol. Selain itu, penerapan proses ini untuk aplikasi industri memerlukan
biaya yang cukup besar dan investasi peralatan yang mahal.
Reaksi hidrolisis dapat dikatalisasi oleh asam, basa, dan enzim.
Pemilihan katalis enzim pada reaksi hidrolisis lebih diutamakan untuk industri
36
pangan karena aman, membutuhkan peralatan yang sederhana, dan hanya
mengkonsumsi energi yang relatif rendah (Kamarudin et al., 2008). Reaksi
hidrolisis minyak atau lemak dapat menggunakan katalis enzim lipase.
Mekanisme pengikatan enzim terhadap substrat minyak diawali dengan
pembentukan kompleks substrat-enzim. Hal ini dikemukakan oleh Michaelis
Menten (Lehninger, 1982). Enzim bergabung dengan molekul substrat sebagai
tahap yang harus dilalui dalam katalitik enzim. Enzim pertama-tama bergabung
dengan molekul substrat dalam reaksi yang reversibel membentuk kompleks
enzim-substrat (ES) dimana reaksi ini berlangsung dengan cepat. Kompleks ES
kemudian terurai dalam reaksi reversibel kedua menghasilkan produk dan enzim
dibebaskan. Mekanisme tersebut ditunjukkan pada Gambar 15.
Gambar 10. Mekanisme pembentukan kompleks substrat-enzim (Lehninger, 1982)
Aktivitas enzim dapat dilihat dari tinggi rendahnya tingkat hidrolisis
enzim terhadap substrat minyak ikan untuk menghasilkan asam lemak bebas.
Aktivitas enzim lipase dipengaruhi oleh faktor suhu dan derajat keasaman atau
pH (Handayani, 2005). Faktor pengaruh suhu dan pH tersebut akan dibahas lebih
lanjut karena berpengaruh pada tingkat hidrolisis enzim lipase terhadap minyak
ikan.
1. Hubungan Derajat Keasaman (pH) dengan Tingkat Hidrolisis
Data hubungan derajat keasaman dengan tingkat hidrolisis minyak
ikan dapat dilihat pada Gambar 11. Pola pembentukan kurva seperti pada
Gambar 11 membuktikan bahwa terdapat adanya pengaruh pH terhadap
aktivitas hidrolisis enzim lipase terhadap substrat minyak ikan. Pada substrat
minyak ikan, enzim lipase Aspergillus niger menunjukkan aktivitas katalisis
optimum di pH 5. Hal ini menunjukkan bahwa, lingkungan asam sesuai
untuk aktivitas enzim lipase Aspergillus niger. Enzim lipase dari kapang
Aspergillus niger memiliki titik isoelektrik 4,3 (Saxena et al., 2009). Pada
titik isoelektrik, kelarutan enzim dalam air sangat kecil. Hal ini
menyebabkan aktivitas katalitiknya rendah, karena enzim dalam melakukan
E + S ES
ES P E +
37
aktivitas katalitik, membutuhkan air secukupnya. Air yang dibutuhkan
digunakan sebagai pembentuk fleksibilitas struktur tiga dimensinya.
Gambar 11. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dengan pH pada reaksi
hidrolisis enzimatik, minyak ikan (4 gram), enzim (0,1 gram atau 800U), suhu reaksi (45oC), waktu reaksi (48 jam), buffer fosfat (0,1M)
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini dimana enzim lipase
Aspergillus niger memiliki aktivitas katalitik tertinggi pada pH asam
didukung oleh beberapa penelitian sebelumnya. Menurut Saxena et al.
(2009), optimasi produksi enzim lipase secara ekstraseluler oleh kapang
Aspergillus niger pada substrat minyak sawit adalah pada kondisi pH 5,6
dan suhu 25oC. Pada kondisi tersebut enzim lipase yang dihasilkan memiliki
aktivitas spesifik 19 Unit/mg. Menurut Shahidi dan Wanasundara. (1998),
enzim lipase Aspergillus niger melakukan katalitik pada pH optimum 5-7
pada substrat minyak sawit. Pada penelitian dengan substrat minyak ikan,
enzim lipase melakukan katalitik optimal pada pH 5.
Pada penelitian ini, dimana reaksi hidrolisis dilakukan pada kondisi
asam dan pada suhu 45 oC, menunjukkan aktivitas katalitis yang rendah. Hal
ini dikarenakan enzim mengalami denaturasi. Denaturasi sisi aktif enzim
dikarenakan ion H+ berikatan dengan NH3+ pada struktur asam amino
protein membentuk –NH4. Proses pengikatan tersebut menyebabkan ikatan
antara atom nitrogen dengan atom hidrogen lainnya terputus, sehingga
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
4 5 6 7 8 9 10
%
HIDROLISIS
pHKONTROL HIDROLISIS HIDROLISIS ENZIMATIS
38
enzim terdenaturasi. Disisi lain, pada kondisi basa atau mendekati basa,
enzim juga akan inaktif. Rusaknya struktur enzim ini dikarenakan pada
kondisi tersebut gugus OH- dari lingkungan akan berikatan dengan ion H
dari gugus COO- sisi aktif enzim membentuk H2O. Hal ini akan
menyebabkan struktur enzim mengalami kerusakan.
2. Hubungan Suhu dengan Tingkat Hidrolisis
Data hubungan suhu reaksi dengan tingkat hidrolisis minyak ikan
dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dengan suhu reaksi pada reaksi hidrolisis enzimatik, minyak ikan (4 gram), enzim (0,1 gram atau 800U), waktu reaksi (48 jam), buffer fosfat (0,1M) pH 7
Berdasarkan pola pembentukan kurva pada Gambar 12 membuktikan
bahwa enzim lipase dapat melakukan katalitik optimum pada suhu 45oC.
Semakin rendah suhu reaksi, semakin kecil asam lemak yang dihasilkan
yang berdampak pada semakin rendahnya tingkat hidrolisis. Hal ini
dikarenakan reaksi yang terjadi tidak berjalan optimal. Semakin tinggi suhu
reaksi, asam lemak bebas yang dihasilkan setelah reaksi semakin kecil juga.
Hal ini berakibat semakin rendah tingkat hidrolisis enzim lipase tersebut
terhadap minyak ikan.
0,000
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70
%
HIDROLISIS
SUHU OC
HIDROLISIS ENZIMATIS MINYAK IKAN KONTROL HIDROLISIS
39
Suhu dapat berpengaruh positif terhadap reaksi hidrolisis maupun
sebaliknya. Kenaikan suhu akan meningkatkan laju reaksi. Pada reaksi
hidrolisis enzimatik, menurut Kamarudin et al. (2008), pada reaksi
menggunakan suhu tinggi struktur tersier enzim terganggu akibat terjadi
denaturasi. Padahal struktur tersier, sekunder, dan struktur primer enzim
mempengaruhi aktivitas katalitiknya. Berdasarkan data, pada suhu 55oC dan
65oC nilai tingkat konversinya berubah menjadi lebih rendah, sedangkan
suhu 45oC merupakan suhu dimana tingkat hidrolisis tertinggi enzim lipase
terhadap ikatan ester terjadi. Pada suhu diatas 45oC tingkat konversi minyak
menjadi asam lemak turun secara tiba-tiba dikarenakan enzim mengalami
denaturasi.
Suhu berpengaruh terhadap kecepatan reaksi pembentukan produk
(asam lemak bebas) dalam reaksi hidrolisis. Peningkatan suhu reaksi pada
reaksi hidrolisis akan mempercepat kenaikan konsentrasi asam lemak bebas,
memperbesar penurunan konsentrasi air, atau dengan kata lain menaikan
hasil konversi. Hal ini disebabkan karena dengan naiknya suhu reaksi, maka
suplai energi untuk mengaktifkan katalis dan tumbukan antar pereaksi untuk
menghasilkan reaksi juga akan bertambah, sehingga produk yang dihasilkan
menjadi lebih banyak. Nilai konstanta kecepatan reaksi (k) meningkat
dengan kenaikan suhu reaksi. Hal ini sesuai dengan teori Arrhenius bahwa
kenaikan suhu akan menaikkan nilai konstanta kecepatan reaksi, di mana
kenaikan 10°C suhu reaksi menaikan konstanta kecepatan reaksi sebanyak 2
kali dari nilai awal.
Pada penelitian hidrolisis minyak ikan, setiap peningkatan suhu 10oC
akan meningkatkan konsentrasi asam lemak bebas. Apabila suhu reaksi yang
digunakan terlalu rendah maka laju reaksi berjalan lambat akibatnya
tumbukan antar pereaksi rendah dan minyak tidak terhidrolisis secara
sempurna. Dengan demikian, asam lemak bebas yang terbentuk juga rendah.
Peningkatan suhu dari 25oC menjadi 35oC, akan meningkatkan nilai
persentase hidrolisis sebesar 1,37%. Nilai persentase kenaikan tersebut
adalah sebesar 49% dari persentase hidrolisis pada kondisi suhu 25oC. Pada
peningkatan suhu dari 35oC menjadi 45oC akan meningkatkan nilai
40
persentase hidrolisis sebesar 2,64%. Nilai persentase kenaikan tersebut
sebesar 63,7% terhadap nilai persentase hidrolisis pada kondisi suhu 35oC.
Peningkatan persentase hidrolisis terjadi pada setiap kenaikan suhu.
Persentase hidrolisis tersebut mencapai titik maksimum pada suhu 45oC
reaksi. Pada hidrolisis enzimatik dengan substrat minyak ikan, suhu reaksi
45oC merupakan suhu optimal.
Pada suhu diatas suhu optimal, tingkat konversi asam lemak menjadi
lebih rendah. Semakin tinggi suhu reaksi, semakin rendah pula tingkat
konversi asam lemak yang terjadi. Pada kenaikan 10oC diatas suhu optimum
yaitu pada suhu 55oC, tingkat hidrolisis enzimatik minyak ikan turun sebesar
2,1%. Persentase penurunan tersebut sebesar 45% dari nilai persentase
hidrolisis pada suhu optimum. Pada kenaikan 10oC berikutnya yaitu suhu
65oC, tingkat hidrolisis enzimatik minyak ikan turun menjadi 1,54%.
Persentase penurunan tersebut sebesar 49% dari nilai persentase hidrolisis
pada kondisi suhu 55oC. Semakin rendahnya tingkat hidrolisis disebabkan
karena terjadi denaturasi enzim pada suhu tinggi.
Enzim merupakan polipetida yang tersusun dari asam amino melalui
ikatan kovalen membentuk struktur tiga dimensi. Suhu yang tinggi akan
merusak struktur tiga dimensi dari enzim tersebut melalui pemutusan ikatan
peptida yang membentuk struktur tiga dimensinya. Sementara, aktivitas
katalitik enzim dipengaruhi oleh bentuk primer, sekunder, dan tersier dari
enzim. Pada penelitian reaksi hidrolisis enzimatik pada suhu 55oC dan suhu
65oC, penurunan tingkat hidrolisis disebabkan karena denaturasi enzim oleh
panas. Denaturasi ini dikarenakan berubahnya struktur tersier atau struktur
tiga dimensi dari enzim lipase Aspergillus niger. Perubahan ini semakin
berlanjut dengan semakin tingginya suhu reaksi hidrolisis. Oleh sebab itu,
aktivitas katalitiknya semakin rendah pada setiap peningkatan suhu.
41
D. HUBUNGAN PENAMBAHAN AIR, DERAJAT KEASAMAN, DAN SUHU, TERHADAP TINGKAT HIDROLISIS ENZIMATIK MINYAK IKAN PADA MEDIA YANG DITAMBAHKAN HEPTANA
Enzim tersusun dari protein dimana pada suhu tinggi akan terdenaturasi.
Termostabilitas enzim merupakan faktor utama dalam aplikasi enzim di Industri
karena sifat thermo degradation yang dimiliki oleh enzim. Penelitian mengenai
penggunaan enzim sebagai biokatalis berkembang, terutama dalam rangka
peningkatan aktivitas atau stabilitas serta kemudahannya dalam hal pemisahan.
Hal ini berhubungan dengan penurunan biaya produksi pada penggunaan enzim
di industri. Oleh karena itu, dikembangkan rekayasa enzim untuk peningkatan
aktivitas atau stabilitasnya dengan penambahan pelarut hidrofobik. Menurut
Kim et al. (2004) penggunaan pelarut akan meningkatkan migrasi alkil pada
sistem reaksi sekitar 18% selama selang waktu 24 jam. Penggunaan pelarut juga
akan memudahkan proses pemisahan konsentrat dengan by productnya. Migrasi
alkil ini terjadi dengan katalis enzim lipase dan dipengaruhi oleh banyaknya air,
suhu, waktu reaksi, jumlah enzim, sistem reaksi, dan jenis reaktor. Menurut
Zaverucke dan Wimmer (2008), hidrolisis enzimatik dipengaruhi oleh suhu, pH,
konsentrasi subsrat, dan adanya senyawa penghambat, dan penambahan air.
1. Hubungan Penambahan Air dengan Tingkat Hidrolisis
Data hubungan penambahan air dengan tingkat hidrolisis minyak
ikan pada media yang ditambahkan pelarut heptana dapat dilihat pada
Gambar 13.
Berdasarkan pola pembentukan kurva pada Gambar 13 membuktikan
bahwa enzim lipase dapat melakukan katalitik optimum pada penambahan
air 1% terhadap volume larutan. Jumlah air tersebut menunjukkan banyakya
air yang dibutuhkan untuk melapisi satu layer molekul enzim. Dengan
demikian, air yang dapat melapisi secara optimum membentuk satu layer
melingkupi molekul enzim sebesar 1%.
Gambar 13. Kurva hubungan tingkat hidrolisis penambahan air pada media yang ditambahkan pelarut heptanaminyak ikan (4 gram), enzim (0,1 gram atreaksi (48 jam), buffer fosfat (0,1M) pH 7
Gambar 14. Mekanisme katalisis enzim lipase regioselektif niger
0,002,004,006,008,00
10,0012,0014,0016,0018,0020,0022,0024,0026,0028,00
0
%HIDROLISIS
HIDROLISIS MINYAK IKAN
CH-O-C-R
CH2-O-C-R
CH2-O-C-R
O
O
O
. Kurva hubungan tingkat hidrolisis enzimatik dengan penambahan air pada media yang ditambahkan pelarut heptanaminyak ikan (4 gram), enzim (0,1 gram atau 800U), waktu reaksi (48 jam), buffer fosfat (0,1M) pH 7, suhu reaksi (45
Gambar 14. Mekanisme katalisis enzim lipase regioselektif niger pada media organik
1 2 3 4 5PENAMBAHAN AIR (%)
HIDROLISIS MINYAK IKAN KONTROL HIDROLISIS
+ LIPASE-OH
H2O
RCOOH + LIPASE-OH
R
R
R
CH2-O-C-R
CH-O-C-R
CH2-O-C-R
O-
OH O
O
42
dengan persentase penambahan air pada media yang ditambahkan pelarut heptana,
au 800U), waktu , suhu reaksi (45oC)
Gambar 14. Mekanisme katalisis enzim lipase regioselektif Aspergillus
5 6
KONTROL HIDROLISIS
DIGLISERIDA
CH2-OH
CH-O-C-R
CH2-O-C-R
O
O
43
Schneider dan Berger (1991) menyatakan bahwa monoasilgliserol
dan diasilgliserol cukup stabil terhadap migrasi alkil pada media organik
dengan kadar air kurang dari 2%. Mekanisme katalitik enzim lipase
regioselektif Aspergillus niger pada reaksi hidrolisis ditunjukkan oleh
Gambar 14.
2. Hubungan Derajat Keasaman (pH) dengan Tingkat Hidrolisis
Data hubungan derajat keasaman dengan tingkat hidrolisis minyak
ikan pada media yang ditambahkan pelarut heptana dapat dilihat pada
Gambar 15.
Gambar 15. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dengan pH pada reaksi hidrolisis enzimatik tanpa penambahan heptana dan reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana, minyak ikan (4 gram), enzim (0,1 gram atau 800U), waktu reaksi (48 jam), buffer fosfat (0,1M), suhu reaksi (45oC), kadar air (1%)
Berdasarkan pola pembentukan kurva pada Gambar 15, titik pH yang
menghasilkan tingkat hidrolisis tertinggi pada reaksi hidrolisis enzimatik
pada media yang ditambahkan heptana adalah pH 5. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Saxena et al. (2009) yang menyebutkan bahwa aktivitas katalitik
enzim Aspergillus niger adalah pada kondisi asam pada substrat minyak.
0,002,004,006,008,00
10,0012,0014,0016,0018,0020,0022,0024,0026,0028,0030,00
4 5 6 7 8 9 10
%
HIDROLISIS
pH
HIDROLISIS ENZIMATIS DENGAN PENAMBAHAN HEPTANA
HIDROLISIS ENZIMATIS TANPA PENAMBAHAN HEPTANA
44
Lingkungan asam sesuai untuk siklus hidup kapang Aspergillus niger serta
sesuai untuk aktivitas katalitiknya. Terlihat juga pada percobaan Saxena et
al. (2009) dimana enzim lipase ekstraseluler dihasilkan pada kondisi asam
pada suhu mendekati suhu ruang. Pada pH 7, enzim mengalami peningkatan
aktivitas. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kestabilan sisi
katalitik enzim lipase pada pH 7 apabila media reaksi ditambah heptana.
Stauffer, E.D (1989) menyatakan bahwa perubahan pH akan mempengaruhi
enzim. Perubahan ini dikarenakan protonasi atau deprotonasi grup ion pada
sisi aktif atau pada kompleks substrat-enzim.
Data pada Gambar 15 membandingkan aktivitas enzim lipase
Aspergillus niger yang direpresentasikan melalui tingkat hidrolisis antara
hidrolisis enzimatik dengan hidrolisis enzimatik pada media yang
ditambahkan heptana. Berdasarkan pola pembentukan kurva, pada setiap
perlakuan pH yaitu pada pH 5, 6, 8, dan 9, aktivitas katalitik enzim lipase
mengalami penurunan. Namun, pada pH 7, aktivitas katalitik enzim pada
reaksi hidrolisis enzimatik minyak ikan yang ditambahkan heptana tidak
mengalami perubahan dari hidrolisis enzimatik tanpa penambahan heptana.
Penurunan tingkat hidrolisis ini disebabkan karena terjadi perubahan status
ionisasi ketika heptana ditambahkan. Hal ini menunjukkan bahwa
penambahan pelarut heptana yang cenderung hidrofobik akan menghambat
sisi aktif enzim untuk melakukan katalitik ikatan ester pada triasilgliserol.
Penghambatan terjadi karena perubahan status ionisasi enzim yang membuat
salah satu asam amino enzim inaktivasi.
Tingginya kepolaran suatu pelarut organik tidak mempengaruhi
tingginya aktivitas katalitik enzim. Hal ini terlihat pada data percobaan
hidrolisis enzimatik pada substrat minyak ikan, penggunaan heptana sebagai
media akan menurunkan tingkat hidrolisis dimana tingkat hidrolisis ini
merepresentasikan aktivitas katalitik enzim terhadap substrat minyak ikan.
Semakin tingginya kepolaran suatu media tidak berpengaruh nyata terhadap
aktivitas katalitik enzim. Hal ini didukung oleh percobaan Kim et al. (2000)
yang menyatakan bahwa pada reaksi esterifikasi trikaprilat dengan asam
linoleat dengan menggunakan enzim lipase Rhizomucor miehei sebagai
45
katalis menghasilkan tingkat esterifikasi 57% pada media n-heksana dan
52% pada media isooktana. Padahal, kepolaran isooktana lebih tinggi
daripada n-heksana. Isooktana memiliki nilai kepolaran 4,2 sedangkan n-
heksana memiliki nilai kepolaran 3,5.
Kurva diatas juga menunjukkan tidak adanya perubahan aktivitas
katalisis enzim pada media yang ditambahkan pelarut heptana pada pH 7
bila dibandingkan dengan hidrolisis enzimatik tanpa penambahan pelarut
heptana. Dengan demikian, pada pH netral, enzim tidak akan mengalami
penurunan aktivitas karena tidak terjadi perubahan status ionisasi pada
struktur enzim. Hal ini sesuai dengan Medina et al. (2003) yang
menyebutkan bahwa penambahan pelarut organik tidak mengubah stabilitas
enzim terhadap berbagai pH.
3. Hubungan Suhu dengan Tingkat Hidrolisis
Data hubungan suhu dengan tingkat hidrolisis minyak ikan pada
media yang ditambahkan pelarut heptana dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dengan suhu pada reaksi hidrolisis enzimatik dengan penambahan heptana dan pada reaksi hidrolisis enzimatik tanpa penambahan pelarut heptana, minyak ikan (4 gram), enzim (0,1 gram atau 800U), waktu reaksi (48 jam), buffer fosfat (0,1M) pH 7, kadar air (1%)
0,002,004,006,008,00
10,0012,0014,0016,0018,0020,0022,0024,0026,00
15 25 35 45 55 65 75
%
HIDROLISIS
SUHU (oC)
HIDROLISIS ENZIM DENGAN PENAMBAHAN HEPTANA
HIDROLISIS ENZIM TANPA PENAMBAHAN HEPTANA
46
Berdasarkan data pada Gambar 16, diperoleh tingkat hidrolisis
minyak ikan tertinggi untuk enzim lipase Aspergillus niger terhadap substrat
minyak ikan dengan penambahan pelarut heptana adalah pada suhu 25oC.
Pada suhu reaksi hidrolisis yang semakin meningkat, asam lemak bebas
yang dihasilkan semakin rendah. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
hidrolisis enzimatik minyak ikan pada pelarut organik semakin rendah
seiring dengan peningkatan suhu reaksi.
Pelarut organik khususnya pelarut dengan nilai hidrofobitas yang
tinggi (Log p>4) dapat mempertahankan konformitas bentuk enzim
khususnya pada media non akueous. Penambahan pelarut organik
merupakan salah satu cara dalam merekayasa enzim. Rekayasa enzim
meliputi mengubah aktivitas dan stabilitasnya. Rekayasa enzim melalui
media reaksi dapat meningkatkan termostabilitas enzim lipase. Hal ini
terbukti dari perubahan sifat enzim lipase Candida cylindracea dari
mesofilik menjadi termofilik (Gubicza, 2000). Penggunaan pelarut organik
juga dapat mengubah aktivitas katalitik dari enzim lipase karena akan
meningkatkan migrasi alkil. Migrasi alkil akan meningkat dengan
penggunaan pelarut organik sebagai media (Kim et al., 2004)
Berdasarkan pembentukan pola kurva hidrolisis pada Gambar 16,
terlihat bahwa penambahan pelarut heptana dapat meningkatkan stabilitas
enzim dan meningkatkan aktivitas enzim. Aktivitas enzim lipase
Aspergillus niger pada reaksi hidrolisis enzimatik pada media tanpa
penambahan pelarut heptana memiliki tingkat hidrolisis tertinggi pada suhu
45oC. Namun, pada penambahan pelarut heptana sebagai media reaksi, suhu
yang menghasilkan tingkat hidrolisis tertinggi berubah menjadi 25oC. Hal
ini membuktikan bahwa dengan penambahan pelarut organik, terjadi
pergeseran stabilitas enzim. Hal ini sesuai dengan Medina et al.,2003 yang
menunjukkan bahwa stabilitas suhu meningkat dengan penambahan pelarut
organik sebagai media reaksi. Pada penelitian hidrolisis enzimatik minyak
ikan, penambahan heptana sebagai media reaksi meningkatkan stabilitas
enzim terhadap suhu rendah.
47
Berdasarkan pola pembentukan kurva dan dengan membandingkan
antara kurva hidrolisis enzimatik dengan kurva hidrolisis enzimatik dengan
penambahan pelarut heptana, diketahui bahwa tingkat hidrolisis enzim pada
media yang ditambahkan pelarut heptana memiliki aktivitas yang lebih
tinggi. Hal ini diketahui dari tingkat hidrolisis yang lebih tinggi pada setiap
perlakuan suhu. Pada perlakuan suhu 25oC, aktivitas enzim pada media yang
ditambahkan pelarut heptana mengalami peningkatan 80% terhadap aktivitas
enzim pada reaksi hidrolisis tanpa penambahan pelarut. Pada perlakuan suhu
35oC, penambahan pelarut heptana meningkatkan aktivitas sebesar 30%.
Pada suhu 45oC dan 55oC, hidrolisis enzimatik dengan penambahan pelarut
heptana meningkatkan aktivitas enzim sebesar 17% dan 16%. Namun, pada
suhu 65oC, penambahan pelarut heptana tidak mengubah aktivitas. Hal ini
dikarenakan pada suhu 65oC enzim telah terdenaturasi. Denaturasi enzim
disebabkan suhu yang semakin tinggi akan menyebabkan terputusnya ikatan
antar asam amino yang membentuk molekul tiga dimensi. Oleh sebab itu,
dengan terputusnya ikatan tersebut, membuat struktur tiga dimensi enzim
berubah. Berubahnya struktur tiga dimensi akan menyebabkan perubahan
pada aktivitas katalitiknya. Berdasarkan fenomena ini, dapat dikatakan
bahwa enzim lipase yang diproduksi oleh kapang Aspergillus niger mampu
melakukan katalitik dan meningkatkan aktivitas katalitiknya dengan
toleransi suhu hingga 65oC pada media reaksi yang ditambahkan pelarut
heptana.
E. HUBUNGAN TINGKAT HIDROLISIS DENGAN KANDUNGAN TOTAL OMEGA-3
Asam lemak omega-3 merupakan asam lemak jenuh rantai panjang
dengan ikatan rangkap pada atom karbon ketiga dan keempat dari gugus metil
omega. Asam lemak omega-3 terdiri dari asam eikosapentanoat, asam
eikosatetranoat, asam eikosatrienoat, asam dokosaheksanoat, asam
heksadekatrienoat, asam oktadekatetranoat, asam oktadekatrienoat, asam
dokosapentanoat, asam tetrakosanoat, asam tetrakosapentanoat.
Pengkayaan asam lemak omega
enzimatik. Enzim lipas
merupakan enzim yang selektif terhadap ikatan ester
reaksi hidrolisis, enzim lipase akan memotong ikatan ester triasilgliserol pada
posisi tersebut secara parsial menjadi monoasi
lemak. Penggunaan enzim yang bersifat regioselektif terhadap sn
dikarenakan menurut Roberto
sn-1 dan sn-3 gliserol. Oleh sebab itu, digunakan enzim lipase ter
mengkatalitik ikatan ester pada sn
lemak jenuh sehingga diperoleh asilgliserol yang kaya asam lemak tidak jenuh
omega-3 pada sn-2 gliserol. Kemampuan enzim dalam memecah triasilgliserol
menjadi monoasilg
tingkat hidrolisis.
Pada pembahasan ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai hubungan
tingkat hidrolisis dengan persentase total omega
Hubungan tingkat hidrolisis enzimati
Omega-3 dibuat berdasarkan data pada Gambar 17.
Gambar 17. Kurva hubungan tingkat hidrolisis reaksi hidrolisis enzimatikoptimum faktor reaksi800U), waktu reaksi (48 jam), buffer fosfat (0,1M)
02468
1012141618202224262830
minyak awal
0
PERSENTASE
TINGKAT HIDROLISIS ENZIMATIS MINYAK IKAN
Pengkayaan asam lemak omega-3 dapat dilakukan dengan hidrolisis
enzimatik. Enzim lipase yang diproduksi dari kapang Aspergillus niger
merupakan enzim yang selektif terhadap ikatan ester sn-1 atau sn-3
reaksi hidrolisis, enzim lipase akan memotong ikatan ester triasilgliserol pada
posisi tersebut secara parsial menjadi monoasilgliserol, diasilgliserol, dan asam
lemak. Penggunaan enzim yang bersifat regioselektif terhadap sn
dikarenakan menurut Roberto et al. (2007), asam lemak jenuh berada pada posisi
3 gliserol. Oleh sebab itu, digunakan enzim lipase ter
mengkatalitik ikatan ester pada sn-1 dan sn-3 gliserol yang mengandung asam
lemak jenuh sehingga diperoleh asilgliserol yang kaya asam lemak tidak jenuh
2 gliserol. Kemampuan enzim dalam memecah triasilgliserol
menjadi monoasilgliserol, diasilgliserol dan asam lemak dinyatakan dalam
Pada pembahasan ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai hubungan
tingkat hidrolisis dengan persentase total omega-3 hasil reaksi hidrolisis.
Hubungan tingkat hidrolisis enzimatik minyak ikan dengan persentase total
3 dibuat berdasarkan data pada Gambar 17.
. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dan asam eikosapentanoat reaksi hidrolisis enzimatik terhadap setiap perlakuan pada kondisi optimum faktor reaksi, minyak ikan (4 gram), enzim (0,1 gram atau 800U), waktu reaksi (48 jam), buffer fosfat (0,1M)
minyak awal
H1 pH 7 T 45
H1 pH 5 T 45
H2 pH 5 T 45
H2 pH 5 T 25
0
6,79
28,07
22,5623,94
1,81
10,3712,68
7,14
10,23
PERLAKUAN
TINGKAT HIDROLISIS ENZIMATIS MINYAK IKAN
48
3 dapat dilakukan dengan hidrolisis
Aspergillus niger
3 gliserol. Pada
reaksi hidrolisis, enzim lipase akan memotong ikatan ester triasilgliserol pada
lgliserol, diasilgliserol, dan asam
lemak. Penggunaan enzim yang bersifat regioselektif terhadap sn-1 dan sn-3
(2007), asam lemak jenuh berada pada posisi
3 gliserol. Oleh sebab itu, digunakan enzim lipase tersebut untuk
3 gliserol yang mengandung asam
lemak jenuh sehingga diperoleh asilgliserol yang kaya asam lemak tidak jenuh
2 gliserol. Kemampuan enzim dalam memecah triasilgliserol
liserol, diasilgliserol dan asam lemak dinyatakan dalam
Pada pembahasan ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai hubungan
3 hasil reaksi hidrolisis.
k minyak ikan dengan persentase total
dan asam eikosapentanoat pada
terhadap setiap perlakuan pada kondisi yak ikan (4 gram), enzim (0,1 gram atau
H2 pH 5 T 25
23,94
10,23
EPA
49
Analisa GC MS dilakukan pada kondisi optimum pada reaksi hidrolisis
enzimatik pada media yang ditambahkan pelarut heptana dan pada reaksi
hidrolisis enzimatik pada media tanpa penambahan pelarut heptana. Pada
penelitian ini diambil titik optimum faktor reaksi dari hasil reaksi hidrolisis
dengan parameter optimum adalah tingkat hidrolisis yang tertinggi. Pada reaksi
hidrolisis enzimatik tanpa penambahan pelarut heptana, titik optimum tersebut
yaitu titik pH 5 dan suhu 45oC yang diperoleh dari perlakuan pH pada reaksi
hidrolisis enzimatik dan pH 7 dan suhu 45oC yang diperoleh dari perlakuan suhu
pada reaksi hidrolisis enzimatik. Kode H1 pH5 T45 menunjukkan perlakuan pH
5 dan suhu 45oC, sedangkan kode H1pH7 T45menunjukkan perlakuan pH 7 dan
suhu 45oC. Analisa GC-MS untuk reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang
ditambahkan pelarut heptana juga mengambil titik optimum faktor reaksi dengan
parameter optimum adalah tingkat hidrolisis. Titik optimum tersebut yaitu titik
pH 5, penambahan air 1%, dan suhu 25oC yang diperoleh dari perlakuan suhu
pada reaksi hidrolisis enzimatik serta pH 5, penambahan air 1%, dan suhu 45oC
yang diperoleh dari perlakuan pH pada reaksi hidrolisis enzimatik tersebut. Kode
H2 pH5 T45 menunjukkan perlakuan pH 5, penambahan air 1%, dan suhu 45oC,
sedangkan kode H2 pH5 T25 menunjukkan perlakuan pH 5, penambahan air 1%,
dan suhu 25oC.
Berdasarkan data Gambar 17, diketahui minyak awal telah mengandung
EPA sebesar 1,81%. Reaksi hidrolisis sebagai salah satu upaya pengkayaan
komponen omega-3 telah terbukti meningkatkan kandungan EPA pada
konsentrat hasil reaksi. Hal ini dapat dilihat dari data pada Gambar 22, bahwa
perlakuan suhu 45oC dan pH 5 dengan tingkat hidrolisis enzimatik 28,07%,
kandungan EPA meningkat menjadi 12,68%. Peningkatan EPA pada perlakuan
ini sebesar 10,87% dari kandungan asam eikosapentanoat minyak awal.
Sementara itu, pada perlakuan suhu 45oC dan pH 7 dengan tingkat hidrolisis
sebesar 6,79%, kandungan EPA sebesar 10,37%. Pada perlakuan ini,
peningkatan omega-3 yang terjadi sebesar 8,56% dari kandungan minyak awal.
Hal ini membuktikan bahwa, pada reaksi hidrolisis enzimatik, semakin tinggi
tingkat hidrolisis, tidak menunjukkan peningkatan total asam eikosapentanoat
yang dihasilkan. Dengan demikian, berdasarkan hasil hidrolisis enzimatik tanpa
penambahan pelarut heptana, pengkayaan EPA lebih baik dilakukan pada pH 5.
Gambar 18. Kurva hubungan tingkat hidrolisis reaksi hidrolisis enzimatikoptimum faktor reaksi800U), waktu reaksi (48 jam), buffer fosfat (0,1M)
Berdasarkan data Gambar 18, diketahui minyak awal tidak mengandung
DHA. Peningkatan kandungan DHA terjadi setelah minyak ikan dihidrolisis. Hal
ini dapat dilihat dari data pada Gambar 18, bahwa perlakuan suhu 45
dengan tingkat hidrolisis enzimatik 28,07%, kandungan DHA meningkat
menjadi 3,06%. Sementara itu, pada
tingkat hidrolisis sebesar 6,79%, kandungan DHA sebesar 0,85%.
02468
1012141618202224262830
minyak awal
0
PERSENTASE
TINGKAT HIDROLISIS ENZIMATIS MINYAK IKAN
yang dihasilkan. Dengan demikian, berdasarkan hasil hidrolisis enzimatik tanpa
penambahan pelarut heptana, pengkayaan EPA lebih baik dilakukan pada pH 5.
. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dan asam dokosaheksanoat reaksi hidrolisis enzimatik terhadap setiap perlakuan pada kondisi optimum faktor reaksi, minyak ikan (4 gram), enzim (0,1 gram atau 800U), waktu reaksi (48 jam), buffer fosfat (0,1M)
Berdasarkan data Gambar 18, diketahui minyak awal tidak mengandung
A. Peningkatan kandungan DHA terjadi setelah minyak ikan dihidrolisis. Hal
ini dapat dilihat dari data pada Gambar 18, bahwa perlakuan suhu 45
dengan tingkat hidrolisis enzimatik 28,07%, kandungan DHA meningkat
menjadi 3,06%. Sementara itu, pada perlakuan suhu 45oC dan pH 7 dengan
tingkat hidrolisis sebesar 6,79%, kandungan DHA sebesar 0,85%.
minyak awal H1 pH 7 T 45
H1 pH 5 T 45
H2 pH 5 T 45
H2 pH 5 T
0
6,79
28,07
22,5623,94
0 0,853,06
0
PERLAKUAN
TINGKAT HIDROLISIS ENZIMATIS MINYAK IKAN
50
yang dihasilkan. Dengan demikian, berdasarkan hasil hidrolisis enzimatik tanpa
penambahan pelarut heptana, pengkayaan EPA lebih baik dilakukan pada pH 5.
dan asam dokosaheksanoat pada
terhadap setiap perlakuan pada kondisi , minyak ikan (4 gram), enzim (0,1 gram atau
Berdasarkan data Gambar 18, diketahui minyak awal tidak mengandung
A. Peningkatan kandungan DHA terjadi setelah minyak ikan dihidrolisis. Hal
ini dapat dilihat dari data pada Gambar 18, bahwa perlakuan suhu 45oC dan pH 5
dengan tingkat hidrolisis enzimatik 28,07%, kandungan DHA meningkat
C dan pH 7 dengan
H2 pH 5 T 25
23,94
1,87
DHA
Gambar 19. Kurva hubungan tingkat hidrolisis
hidrolisis enzimatikoptimum faktor rea800U), waktu reaksi (48 jam), buffer fosfat (0,1M)
Berdasarkan data Gambar 19, diketahui minyak awal dengan tingkat
hidrolisis 0% telah mengandung komponen omega
hidrolisis sebagai sa
meningkatkan kandungan total omega
dapat dilihat dari data pada Gambar 19, bahwa perlakuan suhu 45
kandungan omega-
sebesar 28,07%. Peningkatan omega
kandungan omega-3 minyak awal. Sementara itu, pada perlakuan suhu 45
pH 7, kandungan omega
perlakuan ini, peningkatan omega
minyak awal. Hal ini membuktikan bahwa, pada reaksi hidrolisis enzimatik,
semakin tinggi tingkat hidrolisis, semakin besar pula pengkayaan omega
terjadi.
Pada data yang ditunjukkan oleh Lampir
konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada kondisi optimum faktor reaksi
02468
1012141618202224262830
minyak awal
0
PERSENTASE
TINGKAT HIDROLISIS ENZIMATIS MINYAK IKANTOTAL OMEGA 3
. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dan total omega-hidrolisis enzimatik terhadap setiap perlakuan pada kondisi optimum faktor reaksi, minyak ikan (4 gram), enzim (0,1 gram atau 800U), waktu reaksi (48 jam), buffer fosfat (0,1M)
Berdasarkan data Gambar 19, diketahui minyak awal dengan tingkat
hidrolisis 0% telah mengandung komponen omega-3 sebesar 1,81%. Reaksi
hidrolisis sebagai salah satu upaya pengkayaan omega-3 telah terbukti
meningkatkan kandungan total omega-3 pada konsentrat hasil reaksi. Hal ini
dapat dilihat dari data pada Gambar 19, bahwa perlakuan suhu 45
-3 meningkat menjadi 17,51% dengan tingka
sebesar 28,07%. Peningkatan omega-3 pada perlakuan ini sebesar 15,7% dari
3 minyak awal. Sementara itu, pada perlakuan suhu 45
pH 7, kandungan omega-3 sebesar 16,89% dengan tingkat hidrolisis 6,79%. Pada
ningkatan omega-3 sebesar 15,08% dari kandungan omega
minyak awal. Hal ini membuktikan bahwa, pada reaksi hidrolisis enzimatik,
semakin tinggi tingkat hidrolisis, semakin besar pula pengkayaan omega
Pada data yang ditunjukkan oleh Lampiran 7 yaitu pada data hasil analisa
konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada kondisi optimum faktor reaksi
minyak awal
H1 pH 7 T 45
H1 pH 5 T 45
H2 pH 5 T 45
H2 pH 5 T 25
0
6,79
28,07
22,5623,94
1,81
16,89 17,51
7,14
10,48
PERLAKUAN
TINGKAT HIDROLISIS ENZIMATIS MINYAK IKANTOTAL OMEGA 3
51
-3 pada reaksi terhadap setiap perlakuan pada kondisi
, minyak ikan (4 gram), enzim (0,1 gram atau
Berdasarkan data Gambar 19, diketahui minyak awal dengan tingkat
3 sebesar 1,81%. Reaksi
3 telah terbukti
3 pada konsentrat hasil reaksi. Hal ini
dapat dilihat dari data pada Gambar 19, bahwa perlakuan suhu 45oC dan pH 5,
3 meningkat menjadi 17,51% dengan tingkat hidrolisis
3 pada perlakuan ini sebesar 15,7% dari
3 minyak awal. Sementara itu, pada perlakuan suhu 45oC dan
3 sebesar 16,89% dengan tingkat hidrolisis 6,79%. Pada
3 sebesar 15,08% dari kandungan omega-3
minyak awal. Hal ini membuktikan bahwa, pada reaksi hidrolisis enzimatik,
semakin tinggi tingkat hidrolisis, semakin besar pula pengkayaan omega-3 yang
an 7 yaitu pada data hasil analisa
konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada kondisi optimum faktor reaksi
H2 pH 5 T 25
23,94
10,48
TINGKAT HIDROLISIS ENZIMATIS MINYAK IKAN
52
menggunakan GC-MS, terlihat asam lemak omega-3 yang terkandung dalam
minyak awal adalah asam eikosapentanoat. Namun, pada hasil reaksi hidrolisis
enzimatik asam lemak omega-3 meliputi metil heksadekatrienoat, metil
dokosaheksanoat, metil eikosapentanoat, metil eikosatetranoat, dan metil
oktadekatrienoat. Senyawa asam lemak tersebut merupakan bentuk turunan dari
asam linoleat. Menurut Zaverucke dan Wimmer (2008), asam linoleat dapat
berubah menjadi asam lemak C18 ω3 dan ω6, asam α-linolenat (ALA), asam γ-
linolenat, sampai C20 (asam arachidonat, AA) dan asam dihomo-γ-linolenat
melalui biosintetis pathway. Asam α-linolenat sendiri dapat berubah menjadi
asam lemak omega-3 seperti asam eikosapentanoat (EPA) dan asam
dokosaheksanoat (DHA). Mekanisme pathway metabolisme Polyunsaturated
Fatty Acids ditunjukkan oleh Gambar 20.
Gambar 20. Pathway metabolisme polyunsaturated fatty acid (Zaverucke dan Wimmer, 2008)
Berdasarkan data pada Gambar 17, diketahui bahwa pada hasil reaksi
hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan pelarut heptana pada
perlakuan suhu 45oC dan pH 5, kandungan EPA sebesar 7,14% dari total jumlah
asam lemak dalam konsentrat, dengan tingkat hidrolisis pada perlakuan ini
sebesar 22,56%. Peningkatan EPA pada perlakuan ini sebesar 5,33% dari
53
kandungan EPA minyak awal. Sementara itu, pada perlakuan suhu 25oC dan pH
5, kandungan EPA sebesar 10,23% pada tingkat hidrolisis 23,94%. Pada
perlakuan ini, peningkatan EPA sebesar 8,42% dari kandungan EPA minyak
awal. Reaksi hidrolisis enzimatik dengan penambahan heptana terbukti mampu
memperkaya kandungan asam eikosapentanoat.
Berdasarkan data pada Gambar 18, diketahui bahwa pada hasil reaksi
hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan pelarut heptana pada
perlakuan suhu 45oC dan pH 5 dengan tingkat hidrolisis 22,56%, konsentrat hasil
reaksi tidak mengandung DHA. Sementara itu, pada perlakuan suhu 25oC dan
pH 5, dengan tingkat hidrolisis 23,94%, konsentrat mengandung DHA sebesar
1,87%.
Berdasarkan data pada Gambar 19, diketahui bahwa pada hasil reaksi
hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan pelarut heptana pada
perlakuan suhu 45oC dan pH 5, kandungan omega-3 sebesar 7,14%, dengan
tingkat hidrolisis pada perlakuan ini sebesar 22,56%. Peningkatan omega-3 pada
perlakuan ini sebesar 5,33% dari kandungan omega-3 minyak awal. Sementara
itu, pada perlakuan suhu 25oC dan pH 5, kandungan omega-3 sebesar 10,48%
pada tingkat hidrolisis 23,94%. Pada perlakuan ini, peningkatan omega-3 sebesar
8,42% dari kandungan omega-3 minyak awal. Reaksi hidrolisis enzimatik
dengan penambahan heptana terbukti mampu memperkaya kandungan omega-3.
Namun, penambahan heptana sebagai media reaksi untuk reaksi hidrolisis
enzimatik tidak meningkatkan persentase hidrolisis dan kandungan total omega-
3 pada konsentrat hasil reaksi bila dibandingkan pada reaksi hidrolisis tanpa
penambahan pelarut heptana.
Berdasarkan data pada Lampiran 7 yaitu pada data hasil analisa
konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada kondisi optimum faktor reaksi
menggunakan GC-MS, dan dengan membandingkan kandungan omega-3 hasil
reaksi hidrolisis pada kondisi yang sama yaitu suhu 45oC dan pH 5 antara reaksi
dengan penambahan pelarut heptana dan tanpa penambahan pelarut heptana,
diperoleh konsentrat hasil hidrolisis untuk konsentrat hasil reaksi hidrolisis
enzimatik tanpa penambahan pelarut heptana memiliki kandungan omega-3 yang
lebih rendah daripada konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media
54
yang ditambahkan pelarut heptana. Perbedaan kandungan total omega-3 pada
kondisi pH 5 dan suhu 45oC tersebut sebesar 10,37%. Tingginya kandungan
omega-3 pada konsentrat hasil reaksi hidrolisis tanpa penambahan pelarut
heptana disebabkan karena tingkat hidrolisis yang lebih tinggi pula. Penambahan
pelarut heptana pada reaksi hidrolisis enzimatik tidak meningkatkan aktivitas
katalitik enzim. Hal ini kemungkinan dikarenakan kepolaran heptana yang terlalu
besar (log p=4) tidak mendukung stabilitas enzim lipase tersebut pada reaksi
hidrolisis. Pelarut heptana membuat struktur tiga dimensi enzim lipase berubah.
Namun perubahan yang terjadi membuat aktivitas katalitik enzim lipase
menurun. Semakin tinggi kepolaran media hidrofobik yang digunakan untuk
media reaksi secara enzimatik tidak menentukan tingginya aktivitas lipolitik
yang terjadi. Hal ini juga didukung oleh penelitian Kim et al. (2000) yang
menunjukkan bahwa aktivitas lipolitik pada media n-heksana ternyata lebih
tinggi daripada pada media isooktana. Padahal kepolaran isooktana lebih tinggi
daripada n-heksana.
55
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Pada reaksi hidrolisis enzimatik tanpa penambahan heptana, diperoleh
aktivitas katalitik enzim yang menghasilkan tingkat hidrolisis tertinggi adalah pada
pH 5 dan suhu 45oC dengan tingkat hidrolisisnya 28,7%. Pada reaksi hidrolisis
enzimatik pada media yang ditambahkan pelarut heptana diperoleh penambahan air
optimum adalah 1% dengan tingkat hidrolisis sebesar 26,16%. Dengan menggunakan
kondisi tersebut (pH 5, suhu 45oC, dan penambahan air 1%) dilakukan reaksi
hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana. Hasil yang diperoleh
adalah terjadi peningkatan aktivitas pada tiap perlakuan suhu kecuali 65oC dengan
tingkat hidrolisis tertinggi (23,94%) pada suhu 25oC. Pada perlakuan pH, terjadi
penurunan aktivitas pada tiap titik perlakukan pH kecuali pada pH 7. Namun, tingkat
hidrolisis tertinggi (22,56%) masih pada pH 5.
Berdasarkan analisa GC-MS, pada reaksi hidrolisis enzimatik pada media
tanpa penambahan heptana pada suhu 45oC dan pH 5, kandungan omega-3 sebesar
17,51% dengan tingkat hidrolisis sebesar 28,07%. Sedangkan, pada suhu 45oC dan
pH 7, kandungan omega-3 sebesar 16,89% dengan tingkat hidrolisis 6,79%. Pada
reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan pelarut heptana,
kandungan omega-3 pada suhu 45oC, penambahan air 1%, dan pH 5 sebesar 7,14%
dengan tingkat hidrolisis sebesar 22,56%. Sedangkan, pada suhu 25oC, penambahan
air 1%, dan pH 5, kandungan omega-3 sebesar 10,48% dengan tingkat hidrolisis
23,94%.
B. SARAN
Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan dalam rangka mendapatkan
kondisi dimana reaksi hidrolisis enzimatik mencapai nilai tertinggi dengan parameter
tingkat hidrolisis. Perlu dilakukan penelitian mengenai Model Persamaan
Matematika untuk mengetahui hubungan parameter terhadap waktu pada kondisi
optimum faktor reaksi. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lain mengenai
penggunaan pelarut lain yang memiliki nilai log p yang lebih tinggi.
56
DAFTAR PUSTAKA
Aidos, I. 2002. Production of High Quality Fish Oil from Herring Byproduct. Ph.D. Thesis. Wageningen University, Netherlands. Diperoleh dari http://library. Wur.nl/wda.dissertation/dis3270.pdf. Diakses pada 18 September 2008
Ackman, R.G. 1982. Fatty Acid Composisition of Fish Oil. Di dalam Barlows S.M. dan M.E. Standby. Nutritional Evaluation of Long Chain Fatty Acid in Fish Oil. (ed). 1982. Acad. Press Ltd, London
Akoh, C.C., dan D.B. Min,1998. Microbial Lipases, and Enzymatic Interesterification in Food Lipids-Chemistry, Nutrition and Biotechnology. Di dalam. Ozturk, Banu. 2001. Immobilization of Lipase from Candida rugosa on Hydrophobic and Hydrophilic Supports. Disertasi. Izmir Institute of Technology, Izmir
Amano Pharmaceutical Manufacturing Co. 2009. Dictionary of Enzyme: Lipase Aspergillus niger. Japan
AOCS. 1997. AOCS Official Methode. Association of Oil Chemist’ Society. Washington, D.C.
Bloomer, S., M.A. Bjurlin, dan M.J. Haas, , 2001. Composition and Activity of Commercial Triacylglycerol Acylhydrolase Preparations. Journal of American Oil Chemist Society Vol. (78) : 153-160
Brockman, H.L. 1984. General Feature of Lipolisis Reaction Schem : Interfacial Structure and Approach in Brongstrom and Brockman (ed). Lipases:443-469.
Carvalho P.O., P.R.B.Campos, M.D.A. Noffs, D.H.M. Bastos, dan J.G. Oliviera. 2002. Enzymic Enhancement of ω-3 Polyunsaturated Fatty Acids Content in Brazilian Sardine Oil. Acta Farm. Bonaerense Vol. 21(2) : 85-88
Carvalho, P O., P,R. B. Campos., M.D.A.Noffs, P.B. L. Fregolentes, dan L.V. Fregolentes. 2009. Enzymatic Hydrolysis of Salmon Oil by Native Lipases: Optimization of Process Parameters. Journal of Brazilian Chemist Society Vol. 20(1) : 117-124
Celik, Hulya. 2002. Commercial Fish Oil. ISSN 1302 647X. B serisi Cilt 3(1) : 1-6
Chang S.S., Y.Bao, dan T.J.Pelura. 1989. Fish oil. United Patent States. 5, 023,100
Chaplin, M.F. dan C.Bucke. 1990. Enzyme Technology. Cambridge University Press, New York
Djatmiko, B dan Wijaya. 1984. Teknologi Minyak dan Lemak,I. Agroindustri Press, Fateta. IPB, Bogor
Dordick JS. 1989. Enzymatic Catalysis in Monophasic Organic Solvent. Enzyme Microbial Technology. Di dalam Medina, A.R., B.C.Paez, F.C.Rubio, P.G.Moreno,dan E.M.Grima. 2003. Modelling The Effect of Free Water Enzyme Activity in Immobilized Lipase-Catalyzed Reaction in Organic Media. Enzyme and Microbial technology Vol (33) : 845-853
57
Fatimah, zuhra. 2002. Penyedian Asam Eikosapentanoat (EPA) dan Asam Dokosaheksanoat (DHA) Melalui Transesterifikasi Minyak Ikan Dengan Etanol yang Dikatalisis Oleh Lipase. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Gandhi, N.N. 1997. Application of Lipase. Journal of American Oil Chemist Society Vol. 74 : 621-634
Gubicza L., K. szekely, O. Ulbert, dan K. Belafi-Bako. 2000. Enhancement of The Thermostability of Candida cylindracea Lipase by Medium Engineering. Chem Paper Vol. 54 (6a) : 351-354
Gutierrez, L.E. dan R.C.M. Silva. 1993. Fatty Acid Composition of Commercially Important Fish From Brazil. Science Agricultural, Piracicaba Vol. 50(3) : 473-483
Gupta, Kshitiz. 2007. Ecological Sceening For Lipolitic Molds and Process Optimization for Lipase Production From Rhizopus oryzae KG-5. Journal of Applied Sciences in Environmental Sanitation Vol. 2 (2) : 35-42
Handayani, R. dan J. Sulistyo, 2005. Transesterifikasi Ester Asam Lemak Melalui Pemanfaatan Teknologi Lipase. Jurnal Biodiversitas Vol. 6 : 164-167
Haraldson, G.G., B. Kristinsson, R. Sigurdardottir, G.G.Gudmundsson, dan H.Breivik, 1997. The Preparation of Concentrates of Eicosapentaenoi Acid and Docosahexaenoic Acid by Lipase-Catalized Transesterification of Fish Oil With Ethanol. Journal of American Oil Chemist Society Vol. 74 : 1419-1424
Hariyadi, P. 1995. Synthesis of Monoester and Mono- and Diacylglycerol from Butteroil by Lipase Catalyzed Esterification in Microaqueous Media. Dissertation.Graduate School of University of Wisconsin-Madison, USA
Hartley, C.W.S. 1977. The Oil Palm. John Willey and Sons Inc., New York
Herawan, T. 1993. Pembuatan Produk-Produk Oleokimia dari Minyak Sawit Menggunakan Proses Enzimatik. Skripsi. Fateta-IPB, Bogor
Heeres H.J. , G.N. Kraai, J.G.M. Winkelman, dan J.G. de Vries . 2008. Kinetic Studies on The Rhizomucor miehei Lipase Catalized esterification Reaction of Olein Acid with 1-Butanol in a Biphasic System. Biochemical Engineering Journal Vol. 41: 87-94
Kamarudin A.H., N.A. Serri, dan S.N. Rahaman. 2008. Preliminary Studies for Production of Fatty Acids from Hydrolysis of Cooking Oil Using Candida rugosa Lipase. Journal of Physical Science Vol 19 (1): 79-88
Kim, I.H., C.S.Yoon, dan K.W. Lee. 2000. Transesterification of Conjugated Linoleic Acid and Tricaprylin by Lipase Inorganic Solvent.Food Researches International Vol. 3: 301-306
Kim, I.H., N.K. Soon, M.L. Sun, H.C.Soo, K. Hakryl, T.L. Ki, dan Y.H. Tae. 2004. Production Of Sructured Lipids By Lipase Catalized Acidolysis in Supercritical Carbon Dioxide: Effect on Acyl Migration. Journal of American Oil Chemistry Society Vol. 81(6) : 537-541
58
Krieger, N., T. Bhatnagar, C.B. Jacques, M.B. Alessandra, M.L.Valeria, dan D.Mitchel. 2004. Non Aqueous Biocatalysis in Heterogenous Solvent Systems. Food Technology Biotechnology Vol.42 (4) : 279-286
Kurashige J., N. Matsuzaki dan H. Takahashi. 1993. Enzimatic Modification of Canola/Palm Oil Mixture Effect on The Fluidity. Journal of American Oil Chemist Society Vol. 70(9) : 849-852
Lehninger, A.L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Terjemahan oleh Maggy Thenawijaya. Penerbit Erlangga, Jakarta
--------------------. 1995. Dasar-Dasar Biokimia. Terjemahan oleh Suhartono, M.T. Penerbit Erlangga, Jakarta
Loebis,B. 1989. Cara dan Rancangan Perebusan Tandan Kelapa Sawit. Bul. Perkebunan. Vol 20 (2):89-95. Balai Penelitian Perkebunan Medan (RISPA), Medan.
Macrae,A. R. 1983. Extracelluler Microbial Lipase. Di Dalam W. M Forganti. Microbial Enzyme and Biotechnology. Appl. Sci. Publ., London.
Medina, A.R., B.C. Paez, F.C. Rubio, P.G. Moreno, dan E.M. Grima. 2003. Modelling The Effect Of Free Water Enzyme Activity in Immobilized Lipase-Catalyzed Reaction in Organic Media. Enzyme and Microbial Technology Vol 33 : 845-853
Moore, S.R. dan P.M.Gerald. 1996. Production of Triglyrides Enriched in Long-Chain n-3 Polyunsaturated fatty Acids from Fish Oil. Journalof American Oil Chemist Society Vol.73 : 1409-1414.
Norin, T dan K. Hult. 1992. Enantioselectivity of Some Lipase : Control and Prediction. Pure and Applied Chemical Vol. 64 (8) : 1129-1134
Nuraida, L., R. Dewanti,, P. Hariyadi, dan Budijanto. 2000. Eksplorasi, Karakterisasi, dan Produksi Enzim Lipase dengan Aktivitas Esterifikasi Tinggi dari Kapang Indigenous. Laporan Tahunan Pertama Penelitian Hibah Bersaing VIII/I Perguruan Tinggi. Fateta-IPB, Bogor
Petersen M.T.N., P. Fojan, dan S.B.Petersen. 2001. How do Lipases and Esterases Work: The Electrostatic Contribution. Di Dalam. Ozturk, Banu. 2001. Immobilization of Lipase from Candida rugosa on Hydrophobic and Hydrophilic Supports. Disertasi. Đzmir Institute of Technology, Izmir
Rasyid, A. 2001. Isolasi Asam Lemak Tak Jenuh Majemuk Omega-3 dari Ikan Lemuru (Sardinella sp.). Prosiding Seminar Riptek Kelautan Nasional. Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Jakarta.
Saify, Z.S., S.Akhtar, K.M. Khan, S,Perveen, S.A.M. Ayattollahi, A.Hasan, M.Arif, A.M. haider, F.Ahmad, S.Siddiqui, dan M.Z.Khan. 2003. A Study on The Fatty Acid Composition of Fish Liver Oil from Two Marine Fish Eusphyra blochii and Carcharhinus bleekeri. Turk J Chem Vol. 27 : 251-258
Salis, A., P. Marcella, M. Maura, dan S. Vincenzo. 2008. Comparison Among Immobilised Lipases on Macroporous Polypropylene Toward Biodiesel Synthesis. Journal of Molecular Catalysis B: Enzymatic Vol. 54 : 19–26
59
Saxena, R.K. , P. K.Ghosh , R. Gupta, W.S. Davidson, S. Bradoo, dan R. Gulati. 2009. Microbial Lipases: Potential Biocatalysts for The Future Industry. Departement of Microbiology. University of delhi, India
Schneider, P.M. dan M. Berger. 1991. Regioselectivity of Lipases in Organic Solvents. Biotechnology Letters Vol. 13(5) : 333-338.
Shahidi, F. dan U.N.Wanasundara. 1998. Lipase Assisted Concentration of n-3 Polyunsaturated Fatty Acids in Acylglyscerol from Marine Oil. Journal of American Oil Chemist Society Vol. 75 : 945-951
------------------------------------------------. 1998b. Omega-3 Fatty Acids Concentrates: Nutritional Aspect and Production Technologies. Journal of Food Science and Technology Vol. 9 : 230-240
Shimada Y., M. Kazuaki, S. Akio, M. Shigeru, dan T. Yoshio. 1997. Purification of Docosahexaenoic Acid from Tuna Oil by a Two-Step Enzymatic Method: Hydrolysis and Selective Esterification. Journal of American Oil Chemist Society Vol. 74 : 1441–1446
Shirai, K. and R. L. Jackson.1982. Lipoprotein Lipase-catalyzed Hydrolysios f p-Nitrophenyl Butyrate. Journal of Biological Chemistry Vol. 257 : 1253-1258
Stauffer, Clyde E. 1989. Enzyme For Food Scientist. Van Nostrand Reinhold, New York.
Swern, D. 1979. Bailley’s Industrial Oil and Fat Products. Vol 1 4th edition. John Willey and Sons, New York
Tanaka, Y.,J. Hirano, dan T. Funada. 1992. Concentration of Docosahexaenoic Acid in Glyceride by Hydrolysis of Fish Oil with Candida cylindracea Lipase. Journal of American Oil Chemist Society Vol. 69(2) : 1210-1214
Rahman, R.N.Z.R.A., S.N. Baharum,A.B. Salleh, dan M. Basri. 2006. S5: An Organic Solvent Tolerant Enzyme. Journal of Microbiology : 583-590.
Roberto E.A., V.Mircea, M.B. Adam, A.K. Jaroslav, J.B. Colin. 2007. Transesterification of Fish Oil to Produce Fatty Acid Ethyl Esters Using Ultrasonic Energy. Journal of American Oil Chemist Society Vol.84 : 1045-1052
Ueji, S. dan T. Okamoto. 1999. Drastic Enhancement of The Enantioselectivity of Lipase-Catalysed Esterification in Organic Solvents By The Addition of Metal Ions. Chem. Commun.: 939–940
Wallace, Alecander. 1935. Fish Oil. Oil and Soup Vol.2 (53) : 89-90
Wang, Y.J., L.A. Miller, M. Perren, dan P.B. Addis. 1990. Omega-3 Fatty acids in Lake Superior Fish. J. Food Sci. 55:71.
Web, Z.C. dan M. Dixon,. 1964. Enzyme. Academic Press Inc. Publ. , New York
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Zaks, A. dan A.M. Klibanov. 1985. Enzyme Catalyzed Processes in Organic Solvent. Proc.Natl.Acad.Sci.Vol.82 : 3192-3296
60
-------------------------------------. 1988. Enzymatic Catalysis in Nonaqueous Solvents. J Biol Chem Vol. 263(3) : 194–201. Di dalam Medina, A.R., B.C.Paez, F.C.Rubio, P.G.Moreno,dan E.M.Grima. 2003. Modelling The Effect Of Free Water Enzyme Activity In Immobilized Lipase-Catalyzed Reaction in Organic Media. Enzyme and Microbial Technology Vol (33) : 845-853
Zarevucka, M. dan Z . Wimmer. 2008. Plant Product For Pharmacology: Application of Enzyme in Their Transformation. International Journal of Molecular Science Vol. 9 : 2447-2473
61
LAMPIRAN
62
Lampiran 1. Prosedur analisa sifat fisiko kimia minyak ikan
1. Bilangan Asam (AOCS Official Methode Cd 3d-63, 1997)
Minyak ikan yang akan diuji ditimbang sesuai dengan ketentuan pada
tabel berikut dalam erlenmeyer 300mL.
Tabel 9. Ukuran sampel berdasarkan perkiraan bilangan asam
Bilangan asam Massa , gram (±10%) Keakuratan berat ±g
0-1 20 0,05
1-4 10 0,02
4-15 2,5 0,01
15-75 0,5 0,001
75 lebih 0,1 0,0002
Tabel 9 diatas menyebutkan hubungan antara massa yang harus
ditimbang sesuai dengan perkiraan bilangan asam pada minyak yang akan
diuji. Semakin tinggi bilangan asam suatu minyak, maka semakin sedikit
massa minyak yang harus ditimbang. Misalnya suatu minyak memiliki
perkiraan bilangan asam antara 0-1, dengan demikian massa minyak yang
harus ditimbang adalah 20 gram.
Minyak yang telah ditimbang ditambah dengan 125 mL campuran
larutan toluena:isopropanol (1:1). Setelah itu, larutan tersebut ditambah
dengan indikator phenolphtalein 2mL kemudian dititrasi dengan larutan KOH
0,1N. Titrasi dilakukan sampai terbentuk warna merah jambu yang tidak
hilang dalam 30 detik. Selanjutnya, jumlah miligram KOH yang digunakan
untuk menetralkan asam lemak bebas dalam miligram sampel dihitung.
Bilangan asam (mg KOH /g sampel) : ������ � � ,�
Keterangan:
A : Volume (mL alkali pada titrasi sampel)
B : Volume(mL alkali pada titrasi blanko)
N : Normalitas alkali standart
W : Massa sampel
56,1: Bobot Molekul KOH
63
Perhitungan FFA (free fatty acid) sebagai persen oleat, laurat, dan
palmitat, bilangan asam dikalikan/dikonversi dengan faktor konversi 1,99,
2,81, dan 2,19.
Ketelitian ditunjukkan dengan penentuan analisa bilangan asam yang
ditunjukkan oleh dua hasil analisis yang berbeda harus tidak lebih dari 0,22
untuk bilangan asam dengan nilai kurang dari 4, dan tidak lebih dari 0,36
untuk bilangan asam nilai antara 4-20.
2. Bilangan Penyabunan (AOCS Official Methode Cd 3-25, 1997)
Minyak yang akan diuji, ditimbang 4-5 gram di dalam Erlenmeyer
500mL. Kemudian menambahkan 50 mL larutan KOH-Alkohol . Blangko
disiapkan sesuai dengan prosedur namun tidak menggunakan minyak.
Erlenmeyer yang berisi larutan dihubungankan refluks air condenser sampai
seluruh sampel tersabunkan. Waktu yang diperlukan untuk merefluks adalah
1 jam. Setelah itu, tambah indikator phenolphthalein 1mL dan dititrasi dengan
larutan HCL 0,5N hingga warna merah muda menghilang. Selanjutnya,
jumlah mg KOH yang digunakan untuk menyabunkan sampel minyak
dihitung.
Bilangan penyabunan = ������ � � ,�
Dimana :
B : volume 0,5 N HCl untuk titrasi blanko
S : Volume 0,5 N HCl untuk titrasi sampel
N: Normalitas larutan HCl
W : berat sampel
64
Lampiran 2. Prosedur pengukuran aktivitas enzim lipase dengan metode spektrofotometri
Bahan :
a. Enzim lipase Aspergillus niger
b. ρ-nitrophenyl butyrate
c. Buffer phosphate 0,1 M pH 7
d. Larutan standar ρ-nitrophenyl butyrate
Prosedur :
Pipet sebanyak 0.45 ml larutan enzim ke dalam tabung reaksi
bertutup ulir. Tambahkan larutan buffer phosphate 0,1 M pH 7 sebanyak
0,54 ml ke dalam tabung ulir, kocok dengan shaker tube hingga larutan
bercampur rata. Masukkan ke dalam tabung 0,01 ml larutan ρ-nitrophenyl
butyrate 0,2 M, kocok kembali dengan shaker tube hingga larutan
bercampur rata. Inkubasi sampel pada suhu 37oC selama 30 menit. Sampel
kemudian diukur absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 410 nm. Blanko dibuat sesuai dengan prosedur untuk sampel
tanpa penambahan larutan enzim.
Perhitungan :
Unit / ml enzim = �������
�� �� � ��
� � ��
dimana:
A = nilai absorbansi sampel
B = nilai absorbansi blanko
t = lama inkubasi (menit)
Vt = Volume total larutan sampel (ml)
fp = Faktor pengencer
K = Nilai konversi standar ρ-nitrophenyl butyrate (0.0148 µmol)
Ve = Volume larutan enzim (ml)
65
Lampiran 3. Data hasil karakterisasi minyak ikan
Tabel 10. Nilai karakterisasi fisiko kimia minyak ikan
Karakterisasi Nilai Rujukan
Bilangan asam 3,29 10,15a
Kadar asam lemak bebas (%) 1,49 4,6
Bilangan penyabunan 204,81 187,4a
A. Hasil Analisa Komponen Asam Lemak Minyak Ikan Dengan Menggunakan MS)
Hasil Analisa Komponen Asam Lemak Minyak Ikan Dengan Menggunakan Gas Chromatography
Gambar 21. Peak area analisa GC-MS minyak ikan
66
Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-
66
67
Tabel 11. Nama komponen minyak ikan hasil analisa GC-MS
Rate Time
% Area Nama Komponen Qual Rumus Molekul
Bobot Molekul
7.44 2,9 Pentadekana 97 C15H32 212
9.00 2,9 Heptadekana 98 C17H36 240
9.05 5,39 2,6,10,14 tetrametilpentadekana
98 C19H40 268
9.45 4 Asam tetradekanoat (Asam Miristat)
99 C14H28O2 228
9.69 0,18 Asam tetradekanoat (Asam Miristat)
87 C14H28O2 228
10.74 6,8 11-Asam heksadecenoat 91 C16H30O2 254
10.85 15,3 Asam n-heksadekanoat (Asam Palmitat)
99 C16H32O2 256
11.05 0,57 Asam n-heksadekanoat (Asam Palmitat)
89 C16H32O2 256
11.08 0,24 Asam n-heksadekanoat (Asam Palmitat)
90 C16H32O2 256
11.42 0,44 Asam n-heksadekanoat (Asam Palmitat)
59 C16H32O2 256
11.50 0,98 Asam 5,8,11,14,17 eikosapentanoat
55 C21H32O2 316
11.99 2,71 Asam 9-oktadecenoat (Asam oleat)
99 C18H34O2 282
12.01 3,75 Asam 9-oktadecenoat (Asam oleat)
99 C18H34O2 282
12.10 4,63 Asam 9-oktadecenoat (Asam oleat)
98 C18H34O2 282
12.65 6,61 Asam 9-oktadecenoat (Asam oleat)
98 C18H34O2 282
12.55 0,83 Asam 9-oktadecenoat (Asam oleat)
89 C18H34O2 282
12.83 0,89 Asam 9-oktadecenoat (Asam oleat)
87 C18H34O2 282
12.92 1,97 Asam 9-oktadecenoat (Asam oleat)
85 C18H34O2 282
13.03 6,61 Asam 9-oktadecenoat (Asam oleat)
91 C18H34O2 282
68
13.15 2,86 Asam 9-oktadecenoat (Asam oleat)
88 C18H34O2 282
13.66 0,88 9-Oktadecenal (Olealdehid) 86 C18H24O 266
13.92 1,15 Asam 9-oktadecenoat (Asam oleat)
86 C18H34O2 282
14.00 1,77 Asam oktadekanoat (Asam stearat)
91 C18H36O2 284
14.59 0,83 Asam 5,8,11,14,17 eikosapentanoat
46 C21H32O2 316
16.13 2,25 Squalene 95 C30H50 410
17.05 2,55 Cholesta-3,5-diena (Squalene)
99 C27H44 368
19.45 24,96 Lanosterol 99 C27H46O 386
69
Lampiran 4. Data hasil pengukuran aktvitas enzim lipase dari Aspergillus niger dengan metode spektrofotometri
Tabel 12. Hasil pengukuran aktivitas lipase Aspergillus niger
Keterangan : 1mL larutan enzim = 0.4247 g enzim
Kode Nilai
Absorbansi λ 410 nm
Faktor Pengenceran
Volume larutan (mL)
Konversi nitro
phenol
Waktu (menit)
Volume
enzim (mL)
Aktivitas enzim lipase
(unit/g) Blanko 0.33 - - - - - -
Sampel 0.4335 2554.6 1 0.0148 30 0.45 7939.97
70
Lampiran 5. Data hasil hidrolisis enzimatik minyak ikan dengan menggunakan enzim lipase Aspergillus niger pada media tanpa penambahan pelarut heptana
A. Hubungan Derajat Keasaman (pH) Dengan Tingkat Hidrolisis Pada Reaksi Hidrolisis Minyak Ikan Pada Media Tanpa
Penambahan Heptana
Tabel 13. Nilai % Hidrolisis Enzimatik Minyak Ikan Pada Media Tanpa Penambahan Heptana Pada Perlakuan Berbagai Macam pH Ulangan 1
No Suhu Hidrolisis
(oC)
Buffer PH
(0,1 M)
Waktu Hidrolisis
(Jam)
Bilangan Asam
Sebelum Hidrolisis
Bilangan Asam
Setelah Hidrolisis
Bilangan
penyabunan %Hidrolisis
1 45 5 48 5,148 88,670 204,81 41,831
2 45 6 48 5,148 17,386 204,81 6,129
3 45 7 48 5,148 18,713 204,81 6,794
4 45 8 48 5,148 17,386 204,81 6,129
5 45 9 48 5,148 14,225 204,81 4,546
70
71
Tabel 14. Nilai % Hidrolisis Enzimatik Minyak Ikan Pada Media Tanpa Penambahan Heptana Pada Perlakuan Berbagai Macam pH Ulangan 2
No Suhu
Hidrolisis (OC)
Buffer PH
7 (0,1 M)
Waktu
Hidrolisis (Jam)
Bilangan Asam
Sebelum Hidrolisis
Bilangan Asam
Setelah Hidrolisis
Bilangan
penyabunan %Hidrolisis
1 45 5 48 5,016 61,093 204,81 28,067
2 45 6 48 5,016 25,964 204,81 10,485
3 45 7 48 5,016 13,576 204,81 4,285
4 45 8 48 5,016 10,182 204,81 2,586
5 45 9 48 5,016 13,848 204,81 4,420
Tabel 15. Nilai % Hidrolisis Kontrol Minyak Ikan Pada Media Tanpa Penambahan Heptana Pada Perlakuan Berbagai Macam pH
No Suhu
Hidrolisis (oC)
Buffer PH
(0,1 M)
Waktu
Hidrolisis (Jam)
Bilangan Asam
Sebelum Hidrolisis
Bilangan Asam
Setelah Hidrolisis
Bilangan
penyabunan %Hidrolisis
1 45 5 48 5,016 14,306 204,81 4,650
2 45 6 48 5,016 13,005 204,81 3,999
3 45 7 48 5,016 7,153 204,81 1,069
4 45 8 48 5,016 5,61 204,81 0,29
5 45 9 48 5,016 5,61 204,81 0,29
71
72
B. Hubungan Suhu Dengan Tingkat Hidrolisis Pada Reaksi Hidrolisis Enzimatik Minyak Ikan Pada Media Tanpa Penambahan Heptana Tabel 16. Nilai % Hidrolisis Enzimatik Minyak Ikan Pada Media Tanpa Penambahan Heptana Pada Perlakuan Berbagai Suhu
No Suhu
Hidrolisis (oC)
Buffer PH
(0,1 M)
Waktu
Hidrolisis (Jam)
Bilangan Asam
Sebelum Hidrolisis
Bilangan Asam
Setelah Hidrolisis
Bilangan
penyabunan %Hidrolisis
1 25 7 48 3,848 9,418 204,81 2,772
2 35 7 48 4,757 13,054 204,81 4,147
3 45 7 48 5,158 18,713 204,81 6,789
4 55 7 48 4,761 14,109 204,81 4,673
5 65 7 48 4,308 10,589 204,81 3,133
Tabel 17. Nilai % Hidrolisis Kontrol Minyak Ikan Pada MediaTanpa Penambahan Heptana Pada Perlakuan Berbagai Suhu
No Suhu Hidrolisis
(oC)
Buffer PH
(0,1 M)
Waktu Hidrolisis
(Jam)
Bilangan Asam
Sebelum Hidrolisis
Bilangan Asam
Setelah Hidrolisis
Bilangan
penyabunan %Hidrolisis
1 25 7 48 3,848 3,892 204,81 0,022
2 35 7 48 4,771 5,394 204,81 0,312
3 45 7 48 5,158 6,662 204,81 0,753
4 55 7 48 4,761 5,947 204,81 0,593
5 65 7 48 4,308 5,402 204,81 0,545
72
73
Lampiran 6. Data hasil hidrolisis enzimatik minyak ikan dengan menggunakan enzim lipase Aspergillus niger pada media yang ditambahkan pelarut heptana
A. Hubungan Penambahan Air Dengan Tingkat Hidrolisis Pada Reaksi Hidrolisis Enzimatik Minyak Ikan Pada Media yang Ditambahkan Heptana
Tabel 18. Nilai % Hidrolisis Enzimatik Minyak Ikan Pada Media Yang Ditambahkan Heptana Pada Perlakuan Berbagai Penambahan Air Ulangan 1
No Kadar
Air (%)
Suhu
Hidrolisis (oC)
Buffer Fosfat
pH (0,1M)
Waktu
Hidrolisis (jam)
Bilangan Asam
Sebelum Hidrolisis
Bilangan Asam
Setelah Hidrolisis
Bilangan
penyabunan %Hidrolisis
1 1 45 5 48 3,466 76,264 204,81 36,156
2 2 45 5 48 3,466 44,852 204,81 20,555
3 3 45 5 48 3,466 54,260 204,81 25,227
4 4 45 5 48 3,466 45,581 204,81 20,917
5 5 45 9 48 3,466 56,549 204,81 26,364
73
74
Tabel 19. Nilai % Hidrolisis Enzimatik Minyak Ikan Pada Media Yang Ditambahkan Heptana Pada Perlakuan Berbagai Penambahan air Ulangan 2
No Kadar
Air (%)
Suhu Hidrolisis
(oC)
Buffer Fosfat
pH (0,1M)
Waktu Hidrolisis
(jam)
Bilangan Asam
Sebelum Hidrolisis
Bilangan Asam
Setelah Hidrolisis
Bilangan
Penyabunan %Hidrolisis
1 1 45 5 48 3,466 36,022 204,81 16,169
2 2 45 5 48 3,466 13,801 204,81 5,133
3 3 45 5 48 3,466 29,431 204,81 12,896
4 4 45 5 48 3,466 14,025 204,81 5,244
5 5 45 9 48 3,466 17,672 204,81 7,055
Tabel 20. Nilai % Hidrolisis Kontrol Minyak Ikan Pada Media Yang Ditambahkan Heptana Pada Perlakuan Berbagai Penambahan Air
No Kadar
Air (%)
Suhu Hidrolisis
(oC)
Buffer Fosfat
pH (0,1M)
Waktu Hidrolisis
(jam)
Bilangan Asam
Sebelum Hidrolisis
Bilangan Asam
Setelah Hidrolisis
Bilangan
Penyabunan %Hidrolisis
1 1 45 5 48 3,466 9,24 204,81 2,87
2 2 45 5 48 3,466 10,96 204,81 3,72
3 3 45 5 48 3,466 17,07 204,81 6,76
4 4 45 5 48 3,466 14,20 204,81 5,33
5 5 45 9 48 3,466 13,63 204,81 5,05
74
75
B. Hubungan Derajat Keasaman Dengan Tingkat Hidrolisis Pada Reaksi Hidrolisis Minyak Ikan Pada Media yang Ditambahkan Heptana
Tabel 21. Nilai % Hidrolisis Minyak Ikan Pada Media Yang Ditambahkan Heptana Pada Perlakuan Berbagai pH Ulangan 1
No Kadar
Air (%) Suhu
Hidrolisis (oC)Buffer Fosfat pH (0,1M)
Waktu Hidrolisis (jam)
Bilangan Asam Sebelum Hidrolisis
Bilangan Asam Setelah Hidrolisis
Bilangan Penyabunan
%Hidrolisis
1 1 45 5 48 4,385 49,605 204,81 22,562
2 1 45 6 48 4,385 8,267 204,81 1,937
3 1 45 7 48 4,385 18,188 204,81 6,887
4 1 45 8 48 4,385 7,579 204,81 1,593
5 1 45 9 48 4,385 6,996 204,81 1,303
Tabel 22. Nilai % Hidrolisis Minyak Ikan Pada Media Yang Ditambahkan Heptana Pada Perlakuan Berbagai pH Ulangan 2
No Kadar
Air (%) Suhu
Hidrolisis (oC) Buffer Fosfat pH (0,1M)
Waktu Hidrolisis (jam)
Bilangan Asam Sebelum Hidrolisis
Bilangan Asam Setelah Hidrolisis
Bilangan Penyabunan
%Hidrolisis
1 1 45 5 48 4,385 49,605 204,81 22,562
2 1 45 6 48 4,385 8,267 204,81 1,937
3 1 45 7 48 4,385 12,992 204,81 4,294
4 1 45 8 48 4,385 8,267 204,81 1,937
5 1 45 9 48 4,385 6,063 204,81 0,837
75
76
C. Hubungan Suhu Dengan Tingkat Hidrolisis Pada Reaksi Hidrolisis Minyak Ikan Pada Media Yang Ditambahkan Pelarut Heptana
Tabel 23. Nilai % Hidrolisis Minyak Ikan Pada Media Yang Ditambahkan Heptana Pada Perlakuan Berbagai Suhu Ulangan 1
No Kadar
Air (%)
Suhu
Hidrolisis (oC)
Buffer Fosfat
pH (0,1M)
Waktu
Hidrolisis (jam)
Bilangan Asam
Sebelum Hidrolisis
Bilangan Asam
Setelah Hidrolisis
Bilangan
Penyabunan %Hidrolisis
1 1 25 5 48 4,080 52,936 204,810 24,339
2 1 35 5 48 4,093 44,573 204,810 20,168
3 1 45 5 48 4,385 41,337 204,810 18,437
4 1 55 5 48 3,473 28,956 204,810 12,657
5 1 65 5 48 3,025 8,555 204,810 2,741
Tabel 24. Nilai % Hidrolisis Minyak Ikan Pada Media Yang Ditambahkan Heptana Pada Perlakuan Berbagai Suhu Ulangan 2
No Kadar
Air (%)
Suhu
Hidrolisis (oC)
Buffer Fosfat
pH (0,1M)
Waktu
Hidrolisis (jam)
Bilangan Asam
Sebelum Hidrolisis
Bilangan Asam
Setelah Hidrolisis
Bilangan
Penyabunan %Hidrolisis
1 1 25 5 48 4,080 51,332 204,810 23,540
2 1 35 5 48 4,093 44,573 204,810 20,168
3 1 45 5 48 4,385 41,337 204,810 18,437
4 1 55 5 48 3,473 28,232 204,810 12,297
5 1 65 5 48 3,025 8,555 204,810 2,741
76
Lampiran 7. Data analisa konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada kondisi optimum faktor reaksi menggunakan GC(Gas Chromatography Mass Spectrometry
A. Komponen-Komponen di Dalam Konsentrat Hasil Hidrolisis Enzimatik
5 dan suhu 45oC)
Gambar 22. Peak area analisa GC-MS konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media tanpa penambahan heptana pada pH 5 suhu 45oC
konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada kondisi optimum faktor reaksi menggunakan GCGas Chromatography Mass Spectrometry)
Konsentrat Hasil Hidrolisis Enzimatik Tanpa Penambahan Heptana
MS konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media tanpa penambahan heptana pada pH 5
77
konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada kondisi optimum faktor reaksi menggunakan GC-MS
Tanpa Penambahan Heptana Pada Perlakuan pH (pH
MS konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media tanpa penambahan heptana pada pH 5
77
78
Tabel 25.Komponen kimia pada konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media tanpa penambahan heptana pada pH 5 suhu 45oC
Rate Time
% area Nama Komponen Qual Rumus Molekul
Bobot Molekul
7.46 0,1 Pentadekana 98 C15H32 212
7.66 0,13 Metil Laurat 97 C13H26O2 214
8.46 0,07 Metil tridekanoat 96 C14H28O2 228
8.95 0,05 Metil Miristat 90 C15H30O2 242
9.03 0,12 Heptadekana 99 C17H36 240
9.08 0,24 2,6,10,14-tetrametil pentadekana
96 C19H40 268
9.15 0,07 Metil 9-heksadecenoat (metil Palmitoleat)
70 C17H32O2 268
9.26 8,06 Metil isomiristat 98 C15H30O2 242
9.54 1,43 Asam miristat 98 C14H28O2 228
9.68 0,24 Metil-13-metil tetradekanoat 97 C16H32O2 256
9.74 0,09 Metil-12-metil tetradekanoat 93 C16H32O2 256
9.84 0,09 Metil Oleat 93 C19H36O2 296
9.94 0,67 Metil pentadekanoat (metil 9-Oktadesenoat)
98 C16H32O2 256
10.23 0,56 Asam pentadekanoat 97 C15H30O2 242
10.28 0,03 Asam pentadekanoat 46 C15H30O3 242
10.35 0,03 Asam Pentadekanot 90 C15H30O4 242
10.41 0,52 3a,6-methano-3aH-inden-5(4H)-one, hexahydro
90 C10H140 150
10.45 0,72 Metil heksadekatrienoat 99 C17H28O2 264
10.55 0,72 Metil 1-heksadecenoat (metil palmitoleat)
99 C17H32O2 268
10.67 9,05 Metil heksadekanoat (metil Palmitat)
99 C17H34O2 270
10.81 1,81 Asam 11-heksadecenoat 92 C16H32O2 254
10.94 3,63 Asam n-heksadekanoat 99 C16H32O2 256
79
11.02 0,7 7-metil-metil-6-heksadekanoat
99 C18H34O2 282
11.11 0,18 Asam oktadekanoat (Asam stearat)
84 C18H36O2 284
11.16 0,44 Metil-9-oktadecenoat (metil oleat)
76 C19H36O2 296
11.22 0,19 Metil-9-Oktadecenoat (metil oleat)
83 C19H36O3 297
11.29 0,77 Metil heptadekanoat 98 C18H36O2 284
11.45 0,11 Asam n-heksadekanoat 83 C16H32O2 256
11.54 0,12 Asam n-heksadekanoat 96 C16H32O2 256
11.59 0,33 2-Cyclopentene-1-acetaldehyde
38 C10H14O2 166
11.66 0,37 Metil 6,9,12-oktadekatrienoat 94 C19H32O2 292
11.72 0,72 1,4,8, Dodekatriena 98 C12H18 162
11.76 1,79 Metil-9,12-oktadekadienoat 99 C19H34O2 294
11.81 5,97 Metil-9-oktadecenoat(metil oleat)
99 C19H36O2 296
11.84 3,91 Metil-9-oktadecenoat(metil oleat)
99 C19H36O2 296
11.93 2,39 Metil oktadekanoat 98 C19H38O2 298
12.05 1,32 Asam 9-oktadecenoat (asam oleat)
99 C18H34O2 282
12.17 0,77 Asam oktadekanoat (asam stearat)
99 C18H36O2 284
12.22 0,22 Asam oktadekanoat (asam stearat)
95 C18H36O2 284
12.26 0,19 Asam oktadekanoat (asam stearat)
95 C18H36O2 284
12.38 0,18 Asam 9-oktadecenoat (asam oleat)
89 C18H34O2 282
12.42 0,23 Asam oktadekanoat (Asam stearat)
68 C18H36O2 284
80
12.53 0,2 Metil nonadekanoat 93 C20H40O2 312
12.70 0,27 Asam oktadekanoat (Asam stearat)
45 C18H36O2 284
12.78 2,21 Metil 5,8,11,14-eikosatetranoat
94 C21H34O2 318
12.85 9,57 Metil 5,8,11,14,17-eikosapentanoat
94 C21H32O2 316
12.92 0,9 Metil 5,8,11,14,17-eikosapentanoat
64 C21H32O2 316
12.99 3,19 Metil 11-eikosenoat 99 C21H40O2 324
13.02 1,23 Asam miristat-beta-gliserol 74 C17H34O2 302
13.10 1,8 Metil eikosanoat 96 C21H42O2 326
13.21 0,75 Metil 7,10,13-heksadekatrienoat
89 C17H28O2 292
13.39 0,65 Metil 7,10,13-heksadekatrienoat
64 C17H28O2 292
13.66 0,32 Metil heneikosanoat 93 C22H44O2 340
13.70 0,12 9-oktadecenal 60 C18H340 266
13.81 0,35 9-oktadecenal 51 C18H340 266
13.86 0,86 Metil-4,7,10,13,16,19-dokosapentanoat
93 C23H34O2 342
13.94 2,2 Metil-4,7,10,13,16,19-dokosapentanoat
80 C23H34O2 342
14.02 0,34 Metil 14,15 epoksieikosan 5,8,11 trienoat
93 C21H34O3 334
14.07 4,64 3-(2-Methoxy-4-methylphenyl)-8-methoxy-1,4-naphthoquinone-2-carboxylic acid
90 C20H16O6 352
14.12 0,3 Metil 13-dokosanoat (Metil Erukat)
62 C23H44O2 352
14.16 2,83 Asam palmitat beta monogliserida
91 C19H38O4 330
15.08 0,4 Metil 7,10,13- 87 C17H28O2 292
81
heksadekatrienoat
15.18 0,15 3-heptadecen-5-yne 64 C17H30 234
15.23 0,2 Metil 15-tetracosenoat 96 C25H48O2 380
15.27 1 Metil 15-tetrakosenoat 98 C25H48O2 380
15.39 0,24 Metil tetrakosanoat 98 C25H50O2 382
16.17 0,04 Gliseril monooleat 53 C21H40O4 356
16.12 0,12 Squalen 94 C30H50 410
17.11 0,2 Cholesta-5-en-3-ol beta propanoat
70 C27H44 368
19.53 0,95 Lanosterol 99 C27H46O 386
B. Komponen-Komponen di Dalam Konsentrat Hasil Pada Perlakuan Suhu (pH 7 dan suhu 45
Gambar 23. Peak area analisa GC-MS konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatipada media tanpa penambahan heptana pada pH 7 suhu 45oC
Konsentrat Hasil Reaksi Hidrolisis Enzimatik Pada Media Tanpa Penambahan Heptana suhu 45oC)
MS konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatipada media tanpa penambahan heptana pada pH 7
82
k Pada Media Tanpa Penambahan Heptana
MS konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatipada media tanpa penambahan heptana pada pH 7
82
83
Tabel 26. Komponen kimia pada konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media tanpa penambahan heptana pada pH 7suhu 45oC
Rate Time
% area Nama Komponen Qual RM BM
7.45 0,27 Dodekana 53 C12H26 170
7.65 0,13 Metil laurat (metil dodekanoat) 97 C13H26O2 214
8.45 0,08 Metil tridekanoat 95 C14H28O2 228
8.93 0,05 Metil tridekanoat 95 C14H28O2 228
9.01 0,29 Heptadekana 99 C17H36 240
9.07 0,54 Heptadekana 99 C17H36 240
9.13 0,08 Metil tetradekanoat (metil miristat)
98 C15H30O2 242
9.22 9,09 Metil tetradekanoat (metil miristat)
98 C15H30O2 242
9.48 1,07 Asam n-tetradekanoat 98 C14H28O2 228
9.58 0,07 Asam n-tetradekanoat 98 C14H28O2 228
9.67 0,17 Metil 9-metil tetradekanoat 95 C16H32O2 256
9.73 0,06 Metil tetradekanoat (metil miristat)
60 C15H30O2 242
9.93 0,54 Metil pentadekanoat 98 C16H32O2 256
10.39 0,25 Metil 6,9,12,15 Heksadekatetraenoat
90 C17H26O2 262
10.43 0,39 Metil Heksadekatrienoat 99 C17H28O2 264
10.52 16,2 Metil-9-heksadecenoat (metil palmitoleat)
99 C17H32O2 268
10.64 9,1 Metil-9-heksadecenoat (metil palmitoleat)
99 C17H32O2 268
10.69 0,1 Metil palmitat 80 C17H34O2 270
10.77 2,09 Asam 11-heksadecenoat 93 C16H30O2 254
10.89 4,16 Asam n-heksadekanoat 99 C16H32O2 256
11.00 0,85 7-metil-Metil 6 heksadecenoat 94 C18H34O2 282
11.03 0,52 15-metil-Metil 11-heksadecenoat
89 C18H34O2 282
11.14 0,48 15-metil-Metil 11-heksadecenoat
90 C18H34O2 282
11.27 0,64 Metil heptadekanoat 97 C18H36O2 284
84
11.44 0,16 Asam n-heksadekanoat 80 C16H32O2 256
11.52 0,13 Asam n-heksadekanoat 90 C16H32O2 256
11.57 0,34 Asam 9,12-oktadekadienoat (Asam linoleat)
45 C18H32O2 280
11.65 0,23 16-Metil-metil heptadekanoat 89 C19H38O2 298
11.70 0,33 1,4,8-Dodekatriena 96 C12H18 162
11.74 2,08 metil 10,13-Oktadekadienoat 99 C19H34O2 294
11.78 7,24 Metil 9-oktadecenoat 99 C19H36O2 296
11.81 4,48 Metil 9-oktadecenoat 99 C19H36O2 296
11.84 0,56 Metil 10,13-oktadekadienoat 99 C19H34O2 294
11.91 1,81 metil oktadekanoat 99 C19H38O2 298
11.96 0,14 Asam-9-oktadecenoat (asam oleat)
62 C18H34O2 282
12.01 0,58 Asam-9-oktadecenoat 99 C18H34O2 282
12.03 0,72 Asam-9-oktadecenoat 99 C18H34O2 282
12.13 0,93 Asam oktadekanoat (asam Stearat)
98 C18H36O2 284
12.51 0,09 Metil nonodekanoat 78 C20H40O2 312
12.67 0,21 Asam oktadekanadionat 27 C18H34O4 314
12.76 1,25 Metil 5,8,11,14 eikosatetranoat 94 C21H34O2 318
12.81 7,05 Metil 5,8,11,14,17-eikosapentanoat
95 C21H32O2 316
12.89 0,54 Metil 5,8,11,14,17-eikosapentanoat
70 C21H32O2 316
12.96 3,44 Metil-11-eikosenoat 99 C21H40O2 324
12.99 1,61 Metil-11-eikosenoat 95 C21H40O2 324
13.07 2,29 Metil 5,8,11,14,17-eikosapentanoat
58 C21H32O2 316
13.38 0,49 Metil 5,8,11,14,17-eikosapentanoat
58 C21H32O2 316
13.79 0,23 9-Oktadecenal 51 C18H34O 266
13.84 0,56 Metil-4,7,10,13,16,19-docosahexaenoat
49 C23H34O2 342
13.92 1,78 Metil-4,7,10,13,16,19-docosahexaenoat
46 C23H34O2 342
85
14.00 0,31 3-Heptadecen-5-yne 86 C17H30 234
14.05 5,09 Metil 13-dokosenoat 80 C23H44O2 352
14.13 2 Beta-palmitoleyl-gliserol 68 C19H38O4 330
14.35 0,28 1,2 benzedikarbocilic acid ester 64 C24H38O4 390
14.61 0,22 Metil-4,7,10,13,16,19-Docosahexaenoiat
62 C23H34O2 342
14.91 0,3 Metil-4,7,10,13,16,19-docosahexaenoiat
84 C23H34O2 342
15.06 0,33 Metil-4,7,10,13,16,19-Docosahexaenoiat
46 C23H34O2 342
15.21 0,16 Metil 15-tetrakosanoat 50 C25H48O2 380
15.24 0,7 Metil 15-tetrakosanoat 99 C25H48O2 380
15.82 0,1 3-Tetradecen-5-yne 46 C14H24 192
16.09 0,10 3-Tetradecen-5-yne 35 C14H24 192
16.15 0,28 Squalene 70 C30H50 410
16.22 0,17 Cis-4-ethoxy-b-methyl-b-nitrostyrena
41 C11H13NO3 207
16.50 0,22 7,10,13 oktadekatrien-1-ol 46 C18H32O 264
16.77 0,27 Heptakosa 5-9-diena 25 C27H52 376
17.08 0,35 Cholesta-3,5-diene 99 C27H44 368
17.77 0,13 Trans-2-Ethoxy-b-methyl-b-nitrostirena
38 C11H13NO3 207
19.49 2,5 Lanosterol 99 C27H46O 386
C. Komponen-Komponen di Dalam Konsentrat Hasil Hidrolisis Enzimatik Perlakuan Suhu (suhu 25oC dan pH 5)
Gambar 24. Peak area analisa GC-MS konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana pada pH 5 suhu 25oC
Konsentrat Hasil Hidrolisis Enzimatik Pada Media Yang Ditambahkan Heptana Pada C dan pH 5)
MS konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana pada pH 5
86
Yang Ditambahkan Heptana Pada
MS konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana pada pH 5
86
87
Tabel 27. Komponen kimia pada konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana pada pH 5suhu 25oC
Rate Time
% Area Nama Komponen Qual Rumus Mokekul
Bobot Molekul
7.46 0,16 Pentadekana 98 C15H32 212
7.67 0,08 Metil dodekanoat 97 C13H26O2 214
8.47 0,05 Metil tridekanoat 98 C14H28O2 228
8.95 0,03 Metil tetradekanoat 70 C15H30O2 242
9.03 0,18 Oktadekana 91 C18H38 254
9.08 0,33 2,6,10,14, tetrametil pentadekana
99 C19H40 268
9.15 0,05 Metil 9-heksadecenoat 70 C17H32O2 268
9.26 6,28 Metil tetradekanoat (Metil miristat)
97 C15H30O2 242
9.58 3,56 Metil tetradekanoat (Metil miristat)
98 C15H30O2 242
9.68 0,19 13-metil-metil tetradekanoat 95 C16H32O2 256
9.72 0,05 Asam tetradekanoat (asam miristat)
96 C14H28O2 228
9.75 0,12 12 metil-asam tetradekanoat 64 C16H32O2 256
9.84 0,1 12 metil-asam tetradekanoat 97 C16H32O2 256
9.95 0,58 Metil pentadekanoat 98 C16H32O2 256
10.23 0,26 Asam pentadekanoat 98 C15H30O2 242
10.35 0,05 Asam pentadekanoat 95 C15H30O2 242
10.39 0,12 14-metil-metil pentadekanoat 90 C17H34O2 270
10.45 0,11 Metil Heksadekatrienoat 98 C17H28O2 264
10.55 7,8 Metil 9-hekdadecenoat 99 C17H32O2 268
10.67 7,22 Metil heksadekanoat (metil palmitat)
99 C17H34O2 270
10.85 5,18 Asam 11-heksadecenoat 96 C16H30O2 254
11.00 7,78 Asam n-heksadekanoat 99 C16H32O2 256
11.06 0,65 Asam n-heksadekanoat 95 C16H32O2 256
11.12 0,31 Asam n-heksadekanoat 95 C16H32O2 256
11.17 0,52 Asam n-heksadekanoat 92 C16H32O2 256
11.30 0,94 Metil heptadekanoat 98 C18H36O2 284
88
11.46 0,49 Asam n-heksadekanoat 90 C16H32O2 256
11.55 0,33 Metil heptadekanoat 96 C18H36O2 284
11.59 0,48 11,13-heksadekadoen-1-ol-acetat
42 C18H32O2 280
11.67 0,26 Asam n-heptadekanoat 62 C17H34O2 270
11.72 0,24 Asam n-heptadekanoat 70 C17H34O2 270
11.77 1,06 Asam 9,12-oktadekadienoat 99 C19H34O2 294
11.81 3,06 Metil-9-oktadecenoat 99 C19H36O2 296
11.84 1,96 Metil-9-oktadecenoat 99 C19H36O2 296
11.86 0,41 Metil-6-oktadecenoat 99 C19H36O2 296
11.93 1,9 Metil oktadekanoat 99 C19H38O2 298
12.09 4,89 Asam 9-oktadecenoat (Asam oleat)
99 C18H34O2 282
12.20 3,25 Asam oktadekanoat (asam stearat)
98 C18H36O2 284
12.53 0,41 Asam oktadekanoat (asam stearat)
93 C18H36O2 284
12.59 0,58 Asam oktadekanoat (asam stearat)
87 C18H36O2 284
12.69 0,51 Asam oktadekanoat (asam stearat)
48 C18H36O2 284
12.78 0,54 Metil 5,8,11,14-eikosapentanoat
99 C21H34O2 318
12.83 2,14 Metil 5,8,11,14-eikosapentanoat
99 C21H34O2 318
12.99 2,09 Metil-11-eikosenoat 99 C21H40O2 324
13.03 1,33 beta-monotetradecanoil-gliserol
83 C17H34O4 302
13.13 4,51 Metil 5,8,11,14-eikosapentanoat
93 C21H34O2 318
12.23 3,04 Metil 5,8,11,14-eikosapentanoat
64 C21H34O2 318
13.67 0,6 Metil heneikosanoat 43 C22H44O2 340
13.82 0,6 Metil 4,7,10,13,16,19 dokosaheksanoat
80 C23H34O2 342
13.87 0,75 Metil 4,7,10,13,16,19 dokosaheksanoat
53 C23H34O2 342
89
13.94 0,52 Metil 4,7,10,13,16,19 dokosaheksanoat
95 C23H34O2 342
13.96 0,57 5-metil-1H-indole 38 C9H9N 131
14.08 3,94 Metil-13-dokosenoat 35 C23H44O2 352
14.18 3,17 2-monopalmitoyl-gliserol 96 C19H38O4 330
14.31 1,62 2-monopalmitoyl-gliserol 84 C19H38O4 330
14.38 2,17 2-monopalmitoyl-gliserol 59 C19H38O4 330
14.64 0,79 9-oktadecenal 83 C18H34O 266
14.95 0,81 9,12,15-oktadekatrien-1-ol 46 C18H32O 264
15.09 0,85 9,12,15-oktadekatrien-1-ol 95 C18H32O 264
15.27 1,32 9-oktadecenal 84 C18H34O 366
15.41 1,14 Metil tetrakosanoat 53 C25H50O2 382
15.85 0,34 2-Monooleoylglycerol 53 C21H40O4 356
16.13 0,31 4,5-Diphenylocta-1,7-diene 38 C20H22 262
16.26 0,25 Glycerol 1-monooleate 38 C21H40O4 356
16.56 0,45 Glycerol 1-monooleate 74 C21H40O4 356
16.60 0,42 Glycerol 1-monooleate 72 C21H40O4 356
16.81 0,49 9-oktadecenal 47 C18H34O 366
17.13 0,38 Cholestadiena 96 C27H44 368
17.82 0,08 6-etil-1,2,3,4,tetrahidro-naftalena
38 C12H16 160
18.43 0,08 3-tetradecen-5yne 53 C14H24 192
19.57 1,78 Lanosterol 99 C27H46O 386
21.05 0,1 Ergosta-5,24-dien-3-ol(3 beta) 43 C28H46O 398
D. Komponen-Komponen di Dalam Konsentrat Hasil Hidrolisis pH (pH 5 suhu 45oC)
Gambar 25. Peak area analisa GC-MS konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana pada pH 5 suhu 45oC
Konsentrat Hasil Hidrolisis Enzimatik Pada Media Yang Ditambahkan
MS konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana pada pH 5
90
Pada Media Yang Ditambahkan Heptana Perlakuan
MS konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana pada pH 5
90
91
Tabel 28. Komponen kimia pada konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan heptana pada pH 5suhu 45oC
Rate Time
% Area
Nama Komponen Qual Rumus Molekul
Bobot Molekul
7.47 0,21 Pentadekana 97 C15H32 212
7.68 0,05 Metil Dodekanoat 97 C13H26O2 214
9.03 0,22 Heptadekana 98 C17H36 240
9.08 0,4 2,6,10,14-tetrametil Pentadecana
99 C19H40 268
9.24 3,44 Metil tetradekanoat (Asam Miristat)
98 C15H30O2 242
9.59 7,18 Asam tetradekanoat (asam Miristat)
98 C14H28O2 228
9.69 0,17 Asam tetradekanoat 96 C14H28O2 228
9.72 0,11 Asam tetradekanoat 96 C14H28O2 228
9.75 0,2 Asam tetradekanoat 95 C14H28O2 228
9.95 0,23 Metil 9-metil tetradekanoat 95 C16H32O2 256
10.22 0,32 Asam pentadekanoat 97 C15H30O2 242
10.46 0,05 Metil heksadekatrienoat 83 C17H28O2 264
10.53 3,72 Metil 9-heksadecenoat 99 C17H32O2 268
10.58 0,05 Metil 9-heksadecenoat 99 C17H32O2 268
10.65 3,22 Metil heksadekanoat 99 C17H34O2 270
10.86 9,43 Asam 11-heksadecenoat 96 C16H30O2 254
10.99 13,99 Asam n-heksadekanoat (asam Palmitat)
99 C16H32O2 256
11.17 1,13 Asam n-heksadekanoat (asam Palmitat)
98 C16H32O2 256
11.30 1,41 Asam n-heksadekanoat (asam Palmitat)
84 C16H32O2 256
11.46 0,72 Asam n-heksadekanoat (asam Palmitat)
86 C16H32O2 256
11.56 0,44 Asam heptadekanoat 95 C17H34O2 270
11.60 0,57 Asam heptadekanoat 95 C17H34O2 270
11.76 0,81 Metil 9,12-oktadedienoat 99 C19H34O2 294
11.80 1,25 Metil 9-oktadecenoat 99 C19H36O2 296
11.82 0,83 Metil 9-oktadecenoat 99 C19H36O2 296
92
11.93 0,84 metil oktadekanoat 99 C19H38O2 298
12.09 7,38 Metil 9-oktadecenoat 99 C19H38O2 298
12.20 5,63 Asam oktadekanoat (asam stearat)
98 C18H36O2 284
12.59 0,69 Asam oktadekanoat (asam stearat)
92 C18H36O2 284
12.69 0,7 Asam 9-oktadecenoat (asam Oleat)
62 C18H34O2 282
12.78 0,4 Asam 9-oktadecenoat (asam Oleat)
59 C18H34O2 282
12.83 1,85 metil 5,8,11,14,17-eikosapentanoat
93 C21H32O2 316
12.96 1,41 gliserol tetradekanoat 46 C17H34O4 302
13.03 1,43 gliserol tetradekanoat 95 C17H34O4 302
13.12 4,06 metil 5,8,11,14,17-eikosapentanoat
81 C21H32O2 316
13.23 3,71 (2.alfa.,6.alfa.)-trans-9,10-Dietil-4-oxatetrasiklo undekana
80 C12H180 178
13.40 1,54 (2.alfa.,6.alfa.)-trans-9,10-Dietil-4-oxatetrasiklo undekana
70 C12H180 178
13.70 0,57 asam 9-oktadecenoat 62 C18H34O2 282
13.83 0,77 asam 9-oktadecenoat 56 C18H34O2 282
13.91 0,23 (2.alfa.,6.alfa.)-trans-9,10-Dietil-4-oxatetrasiklo undekana
64 C12H180 178
13.96 1,31 2-etil-2 metil etil tridekanoat 42 C18H36O2 284
14.00 0,4 9-oktadecenal 43 C18H340 266
14.08 3,32 9-oktadecenal 70 C18H340 266
14.18 3,91 2-monopalmitoyl gliserol 52 C19H38O4 330
14.31 1,59 2-monopalmitoyl gliserol 55 C19H38O4 330
14.64 0,81 metil 5,8,11,14,17-eikosapentanoat
89 C21H32O2 316
14.95 0,42 metil 5,8,11,14,17-eikosapentanoat
46 C21H32O2 316
14.98 0,3 2-Monooleoylgliserol 41 C21H40O4 356
15.11 0,78 2-Monooleoylgliserol 15 C21H40O4 356
15.28 0,78 2-Monooleoylgliserol 60 C21H40O4 356
93
15.86 0,06 2-Monooleoylgliserol 44 C21H40O4 356
16.19 0,23 Squalene 94 C30H50 410
16.27 0,07 2-Monooleoylgliserol 42 C21H40O4 356
16.61 0,13 Gliserol -alpha.-monooleat 55 C21H40O4 356
17.14 0,1 Cholestadiena 98 C27H44 368
18.83 0,1 trimiristin 45 C45H86O6 723
19.06 0,09 trimiristin 55 C45H86O6 723
19.58 2,17 Lanosterol 99 C27H46O 386
21.43 0,01 1,4-Dihydroxy-5-
nitroanthraquinone
C14H7NO6 285
21.55 0,03 9-Formyl-7-methoxy-1,2-dihydro-1a1a-dimethyl-3H-1,2-cycloproprpyrrolo[1,2-a]indole-5,8-dione
50 C16H15NO4 285
21.65 0,05 9-Formyl-7-methoxy-1,2-dihydro-1a1a-dimethyl-3H-1,2-cycloproprpyrrolo[1,2-a]indole-5,8-dione
47 C16H15NO4 285
21.68 0,02 9-Formyl-7-methoxy-1,2-dihydro-1a1a-dimethyl-3H-1,2-cycloproprpyrrolo[1,2-a]indole-5,8-dione
50 C16H15NO4 285
21.71 0 9-Formyl-7-methoxy-1,2-dihydro-1a1a-dimethyl-3H-1,2-cycloproprpyrrolo[1,2-a]indole-5,8-dione
53 C16H15NO4 285
28.38 0,73 Tetradecanoic acid, 2-hydroxy-1,3propanediyl ester
50 C31H60O5 512
94
Lampiran 8. Penentuan degree of hydrolysis (dh) atau tingkat hidrolisis
Tingkat hidrolisis ditentukan dengan pengukuran bilangan asam dari
minyak yang tidak dihidrolisis dengan minyak yang dihidrolisis pada
beberapa waktu yang berbeda. Bilangan penyabunan ditentukan berdasarkan
American Oil Chemist Society Methode dengan blanko adalah minyak tanpa
enzim pada setiap perlakuan. Tingkat hidrolisis ditentukan berdasarkan
persamaan di bawah
%����� �!�!
" ��� #$%#$ #!#& !��� #' '���� �!�! ( )� #$%#$ #!#& !�)� *& '���� �!�!
��� #$%#$ ��$+#)*$#$ ( )� #$%#$ #!#& !��� #' '���� �!�!�
95
Lampiran 9. Mekanisme kerja GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectrometry)
Sampel yang telah diinject akan diubah menjadi gas di dalam GC. Gas
tersebut akan masuk ke FID (Film Ionisation Detector). FID berada di dalam MS. Di
dalam FID ini gas akan difragmentasi berdasarkan bobot molekulnya. Fragmentasi
adalah proses pemisahan molekul berdasarkan bobot molekulnya. Fragmentasi dari
FID terlihat seperti Gambar 26.
Gambar 26. Fragmentasi pada mass spectrometry
Hasil fragmentasi tersebut akan dicocokkan dengan database yang ada dan
akan dimunculkan sebagai Chromatogram pada layar. Gambar Chromatogram dapat
dilihat pada Gambar 27.
Gambar 27. Chromatogram
60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 2800
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
m/z-->
Abundance
Scan 1035 (9.009 min): H1 PH 7 AIR.D57
71
85
99
113127
141 240155 169 183 207196 281
8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00 19.00
500000
1000000
1500000
2000000
2500000
3000000
3500000
4000000
4500000
Time-->
Abundance
TIC: H1 PH 7 AIR.D