Jurnal Reading Dr. Rosa

Post on 21-Oct-2015

34 views 1 download

description

jurnal reading

Transcript of Jurnal Reading Dr. Rosa

Characteristics of endobronchial tuberculosis patients with negative sputum acid fast bacillus

Di susun oleh :Pandu Anggoro

2009730151Pembimbing : dr. Rosa,Sp.P

Pendahuluan

• Endobrachial tuberkulosis adalah infeksi tuberkulosis pada cabang endobrachial dengan bukti terdapat penemuan mikroba dan histopatologi dengan atau tanpa perubahan pada parenkim.

• EBTB di temukan pertama kali pada tahun 1698 oleh Richard morton pada kasus kematian akibat tuberkulosis.

• Patogenesis dari EBTB masih belum di mengerti sepenuhnya.

• Namun ada beberapa pendapat mekanisme terjadinya EBTB karena :

1. Invasi langsung dari fokus tempat yang terdekat dari parenkim

2. Implantasi organ yang terkena infeksi oleh sputum3. Penyebaran hematogen4. Erosis KGB di dalam bronkus5. Drainase limfatik dari parenkim menuju daerah

peribronkial

• Sejak bronkoskopy jarang digunakan pada tuberkulosis paru, secara nyata insiden EBTB tidak dapat di evaluasi.

• Dalam sebuah penelitian melaporkan 5.88% TB paru menunjukan mengalami EBTB.

• EBTB dapat menyerupai penyakit asma bronkial, pneumonia dan kanker paru

Chung mengkalsifikasikan EBTB dalam 7 subtype dengan menggunakan bronkoskopy:

1. Actively caseating2. Edematous hyperemic3. Fibrostenotic4. Tumor5. Granular6. Ulcerative7. Nonspecific bronchitic

Pasien dan metode

• 178 pasien dengan tb paru aktif ( 128 BTA (+), 50 BTA (-)) yang hadir pada yadikule penyakit dada dan bedah toraks pelatihan dan penelitian rumah sakit antara tahun 2008-2012.

• 20 dari 50 BTA (-) pasien diberikan terapi OAT berdasarkan klinis dan radiologi

• 30 dari 50 BTA (-) pasien dilakukan fiberoptik bronskoskopy dan ditemukan lesi endobronchial pada 15 pasien.

• 16 pasien dengan EBTB dengan pemeriksaan BTA 3x hasilnya (-) dan diagnosis EBTB di dapatkan secara pemeriksaan histopatologi dari bronkoskopy spesimen menunjukan terdapat struktur granulomatosa dengan nekrosis kaseosa dan atau BTA (+) pada pemeriksaan mikrobiologi dari bronkoskopy spesimen dimasukan dalam penelitian ini.

• Penelitian dilakukan secara retrospektive observational.

• Dilakukan informed concern pada semua pasien

• Umur, jenis kelamin, gejala, hasil tes tuberkulin, pemeriksaan mikrobiologi, hasil radiologi thoraks PA

• Aktif kaseosa dimasukan dalam group tipe 1• Lesi edematous hyperemic type 2• Lesi fibrostenotic type 3• Lesi tumor type 4• Lesi granular type 5• Lesi ulserative type 6• Lesi non spesific bronchitis type 7

Setelah di diagnosis pasien diberikan pengobatan dengan di observasi langsung

INH 5mg/kgbb/hariRimfampisin 10mg/kgbb/hariEtambutol 20mg/kgbb/hariPyrazinamid 25mg/kgbb/hari

• Respon dari pengobatan di lakukan pemeriksaan X-ray dan CT-scan thoraks.

• Setelah 2 bulan terapi, hasil pemeriksaan BTA pasien menjadi (-) dan menunjukan terdapat resistensi OAT kita lakukan terapi lanjutan menggunakan 1 obat kombinasi.

• Pengobatan TB dilakukan selama 6 bulan.• Bronkoskopy dilakukan jika pasien menunjukan

respon pengobatan yang lambat dan di lakukan pengobatan dilanjutkan sampai 9 bulan.

Hasil

Diskusi

• EBTB banyak mengandung basil tahan asam. Diagnosis dini dan penatalaksanaan sangat penting untuk pencegahan dari tuberkulosis dan komplikasi seperti cicatrcial bronkostenosis dengan perubahan pada endobrachial.

• Lebih dari setengah EBTB dilaporkan lebih muda dari 35 tahun. Pria dan wanita berbeda dalam prevalensinya. Wanita lebih sering terkena daripada pria. Perbandingannya 3:1

• Pada pasien yang lebih tua, lobar dan segmental bronkial invasi lebih sering terjadi.

• Pada usia lebih muda sering terjadi pada daerah trakea dan bronkus

• Bronkoskopy dilakukan pada kasus curiga terdapat gejala batuk yang sulit dijelaskan, wheezing, dyspnea atau hemoptisis. Penemuan persistent segmental atau kolaps lobus, infiltrasi lobus dan obstruktif pneumonia pada pemeriksaan x-ray dapat diidentifikasi menggunakan bronkoskopy.

• Gejala klasik dari EBTB adalah batuk, sulit mengeluarkan dahak, wheezing, demam, nyeri dada dan hemoptoe.

• Gejala yang paling tersering adalah batuk yang bersifat persisten, yang berkolerasi dengan inflamasi endobronkial.

• Pada penelitian lain gejala yang tersering adalah batuk berdahak, dyspnea, demam.

• Pada penelitian ini gejala tersering adalah batuk, dahak yang sulit keluar, BB menurun, hemoptisis, nyeri dada, dyspnea.

• Pemeriksaan BTA sputum adalah langkah pertama untuk mendiagnosis EBTB.

• Temuan radiologi dari EBTB dapat bervariasi, dapat berupa alveolar infiltrasi, atelektasis, pelebaran hilus, efusi pleura, masa dan lesi cavitas dapat ditemukan.

• EBTB tidak dapat di kecualikan pada kasus dengan normal chest x-ray, karena 10-20% kasus dapat terjadi pada normal x-ray.

• Dalam penelitian Lee dkk, dilaporkan bahwa temuan tersering pada radiologi adalah konsolidasi dan volume yang berkurang, ini ditemukan pada 83,4% kasus.

• CT-scan thoraks membantu dalam melihat masa pada endobrakial, pelebaran dari hilus mediastinal limfo nodus, membantu mengidentifikasi lesi parenkim dan mengevaluasi kasus seperti stenosis atau obstruksi.

• Pada beberapa penelitian biasanya ditemukan right upper lobe dan right main bronkial EBTB di diagnosis menggunakan bronkoskopy.

• Pada penelitian kami bronkoskopy biasanya dapat melihat lokalisi pada right upper lobe, left upper lobe, dan right middle lobe.

• Dalam sebuah penelitan type kaseosa aktif paling sering dilaporkan.

• Tetapi pada penelitian terbaru yang menggunakan bronkoskopy yang paling sering ditemukan adalah type edematous-hyperemic. Ini adalah type yang paling sering ditemukan pada lobus tengah.

• Sputum atau sekret bronkus biasanya (+) pada type kaseosa aktif, tetapi pada type edematous sulit untuk didiagnosis dan sputum atau sekret bronkus pada umumnya (-). Oleh karena itu kultur tuberkulosis dan pemeriksaan histopatologi harus di lakukan.

Kesimpulan

• EBTB dapat memberikan hasil radiologi dan bronskoskopy yang berbeda-beda. Pada sebagian banyak kasus respon berbeda terlihat pada pengobatan tuberkulosis. Stenosis bronkus adalah komplikasi terpenting. Pengobatan harus segera diberikan secara cepat sebagai pencegahan.