Post on 22-Oct-2015
UPAYA PENINGKATAN HASIL PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN MENGGUNAKAN
METODE PROBLEM SOLVING OLEH SISWA KELAS V
SEKOLAH DASAR NEGERI JATIPURWO
KECAMATAN ROWOSARI KABUPATEN KENDAL
TAHUN PELAJARAN 2010/2011
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Fakultas Tarbiyah
Jurusan Pendidikan Agama Islam
Oleh :
A T I Q O H NIM : 093111456
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan dibawah ini
Nama : Atiqoh
NIM : 093111456
Jurusan/Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil
penelitian /karya saya sendiri, kcuali bagian tertentu yang dirujuk
sumbernya,
Semarang, 6 Juni 2011
Saya yang menyatakan
Atiqoh
NIM 093111456
iii
iv
NOTA PEMBIMBING Semarang, 12 Agustus 2011
Kepada
Yth.Dekan Fakultas Tarbiyah
IAIN Walisongo
di Semarang
Assalamu’alaikum wr.wb.
Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan,arahan dan
koreksi naskah skripsi dengan :
Judul : Upaya Peningkatan Hasil Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam Dengan Menggunakan Metode Problem
Solving Oleh Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri
Jatipurwo Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal
Tahun Pelajaran 2010/2011” .
Penulis : Atiqoh
NIM : 093111456 Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diujikan dalam sidang munaqosyah.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Pembimbing
Prof.Dr.H.Moh.Erfan Soebahar,M.Ag
NIP 195606241987031002
v
ABSTRAK
Judul : Upaya Peningkatan Hasil Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam Dengan Menggunakan Metode Problem
Solving Oleh Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri
Jatipurwo Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal
Tahun Pelajaran 2010/2011” .
Penulis : Atiqoh
NIM : 093111456
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) cara penggunaan metode
problem solving, (2) peningkatan hasil pembelajaran Pendidikan Agama Islam
dengan menggunakan metode problem solving, (3) mencari alternatif metode
pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Penelitian ini menggunakan studi tindakan (action research) pada peserta
didik kelas V SDN Jatipurwo Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal. Dari hasil
observasi secara langsung di kelas V SDN Jatipurwo Kecamatan Rowosari
Kabupaten Kendal sebelum penelitian tindakan, dapat diketahui bahwa metode
yang diberikan guru pada materi Pendidikan Agama Islam masih menggunakan
metode ceramah, peserta didik menunjukkan sikap yang kurang bersemangat dan
cenderung pasif dalam mengikuti pelajaran. Hal ini dapat dilihat pada saat proses
pembelajaran itu berlangsung. Selama proses pembelajaran, beberapa dari peserta
didik tersebut tidak memperhatikan penjelasan materi yang diberikan oleh guru
dan ada juga yang melakukan aktivitas yang lain, seperti mengantuk, mengobrol
dengan teman bahkan ada yang mengerjakan tugas mata pelajaran yang
lain,sehingga hasil yang didapat tidak maksimal karena semangat peserta didik
dalam mengikuti proses pembelajaran ogah-ogahan. Obyek penelitian ini berada
di V SDN Jatipurwo Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal sebanyak 30 peserta
didik.
Setelah dilaksanakan tindakan melalui metode problem solving dan
menciptakan suasana kelas yang menyenangkan, peserta didik lebih termotivasi
dalam menerima pelajaran. Penelitian ini dilakukan melalui 2 tahap, yaitu siklus I
dan siklus II. Pada siklus I, pelaksanaan pembelajaran dengan metode problem
solving belum terlaksana secara optimal. Hal tersebut dikarenakan peserta didik
belum terbiasa dengan penggunaan metode ini sehingga peserta didik belum bisa
melaksanakan diskusi dalam menyelesaikan masalah. Sedangkan pada siklus II,
peserta didik sudah mulai bisa menggunakan metode problem solving yakni
diskusi dan melaksanakan diskusi dengan maksimal dan mampu menyimpulkan
sendiri hasil pembelajaran. Pada siklus I, aktivitas peserta didik untuk mengikuti
pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan metode problem solving belum
maksimal, sedangkan pada siklus II, aktivitas peserta didik sudah maksimal untuk
mengikuti pelajaran dengan metode baru. Ketertarikan peserta didik pada siklus I,
peserta didik belum tertarik dengan pembelajaran Pendidikan Agama Islam
dengan metode problem solving, sedangkan pada siklus II, peserta didik tertarik
dengan pembelajaran dengan metode problem solving yakni dengan
melaksanakan diskusi kelompok
vi
Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti membuktikan bahwa ada
peningkatan hasil belajar peserta didik dalam mengikuti pelajaran melalui
metode problem solving. Adanya peningkatan hasil belajar ini dapat dilihat dari
keaktifan peserta didik selama mengikuti pelajaran dengan menggunakan metode
problem solving dan bersemangat dalam berdiskusi .
Hasil penelitian tersebut, diharapkan dapat memberi pengetahuan kepada
semua pihak (peserta didik, guru dan orang tua) untuk dapat meningkatkan hasil
belajar Pendidikan Agama Islam .
vii
MOTTO
1. QS Az Zumar / 39 : 9
ا����ب أو��ا ��آ� إ��� ����ن � وا�� ����ن ا�� ���ي ه���
Artinya :
“Katakanlah adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang
yang berakallah yang dapat menerima pelajaran” .
"Are those equal, those who know and those who do not know? It is
those who are endued with understanding that receive admonition”
2. “ Tiada sesuatu yang tak dapat di raih “
3. “ Jangan menyerah sebelum kalah, jangan berhenti sebelum mati “
viii
PERSEMBAHAN
Karya ini ku persembahkan kepada:
1. Ayahanda H.M.Syuhud dan Ibunda Suriatun tercinta, yang senantiasa
memberikan cinta, kasih sayang, do’a restu serta dukungan moral maupun
material terhadap keberhasilan studi penulis.
2. Anak-anak dan cucu terkasih Rizka Lutfita Novalistia, Tino Suswanto,
Shally Dalila, Melly Maulida, Aghna Naufal Thalib, Abdullah Asdaqu
Fillah serta Taraka Rey Mavella , yang telah memberi semangat, dukungan
dan do’a sehingga terselesaikannya skripsi ini.
3. Pendorong cita Aqriba Ibnu Aha , yang selalu memotivasi dan menghibur
kala penulis mentok pikir.
4. Kepala SDN Jatipurwo Bapak Sugeng, S.Pd yang memberikan peluang
penulis untuk maju dalam merunut masa depan.
ix
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Upaya Peningkatan Hasil
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Dengan Menggunakan Metode Problem
Solving Oleh Siswa Kelas V SD Negeri Jatipurwo Kecamatan Rowosari
Kabupaten Kendal Tahun Pelajaran 2010/2011” .
Salawat serta salam Allah semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW. beserta keluarga, para sahabat dan umatnya, Amin.
Dalam penulisan skripsi ini, banyak sekali berbagai cobaan, godaan dan
rintangan yang penulis hadapi. Namun berkat dorongan, bimbingan dan bantuan
berbagai pihak, sehingga skripsi ini dapat tersusun. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr.Sudjai,M.Ag selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
Semarang.
2. Prof.Dr.H.Moh.Erfan Soebahar,M.Ag , selaku pembimbing yang telah
berkenan memberikan bimbingan dan pengarahan serta telah meluangkan
waktu dalam penulisan skripsi ini.
3. Sugeng, S.Pd, selaku Kepala SD Negeri Jatipurwo Kecamatan Rowosari
Kabupaten Kendal yang telah memberikan izin penelitian dalam rangka
penulisan skripsi ini.
4. Seluruh civitas akademika SD Negeri Jatipurwo Kecamatan Rowosari
Kabupaten Kendal, yang telah banyak membantu pelaksanaan penelitian
ini.
5. Ayahanda H.M.Syuhud dan Ibunda Suriatun tercinta, yang senantiasa
memberikan cinta, kasih sayang, do’a restu serta dukungan moral maupun
material terhadap keberhasilan studi penulis.
6. Anak-anak dan cucu terkasih Risyka Lutfita Novalistia, Tino Suswanto,
Shally Dalila, Melly Maulida, Aghna Naufal Thalib, Abdullah Asdaqu
x
Fillah serta Taraka Rey Mavella, yang telah memberi semangat, dukungan
dan do’a sehingga terselesaikannya skripsi ini.
7. Pendorong cita Aqriba Ibnu Aha , yang selalu memotivasi dan menghibur
kala penulis mentok pikir.
Penulis mengupayakan dengan seluruh kemampuannya namun apabila
dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi bahasa
maupun analisanya, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan demi sempurnanya skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini bisa memberikan
sumbangan pemikiran dalam pendidikan Pendidikan Agama Islam dan memberi
kontribusi bagi para pecinta ilmu. Dan juga penulis berharap skripsi ini
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Semarang, 6 Juni 2011
Penulis
Atiqoh
NIM 093111456
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN……………………………………………… ii
PENGESAHAN....................................................................... ..................... iii
NOTA PEMBIMBING ................................................................................. iv
ABSTRAK .................................................................................................... v
HALAMAN MOTTO ................................................................................... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... viii
KATA PENGANTAR .................................................................................. ix
DAFTAR ISI ................................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................. 1
B. Pembatasan Masalah ...................................................... 3
C. Rumusan Masalah ........................................................... 4
D. Manfaat Penelitian .......................................................... 5
E. Kajian Pustaka ................................................................. 6
BAB II NILAI HASIL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM , METODE PROBLEM SOLVING DAN PERILAKU
KEAGAMAAN
A. Nilai hasil Pembelajaran ................................................. 9
1. Pengertian Nilai hasil Pembelajaran ......................... 9
2. Bentuk - Bentuk Prestasi Belajar .............................. 11
3. Kesulitan Mencapai Prestasi Belajar ........................ 12
4. Faktor Yang Memnpengaruhi Prestasi Belajar ........ 13
B. Metode Problem solving ................................................. 16
1. Pengertian Metode Problem solving ......................... 16
2. Proses Pemecahan Masalah ..................................... 17
C. Perilaku Keagamaan........................................................ 19
1. Pengertian Perilaku Keagamaan ............................... 21
2. Hakikat Perilaku Keaagamaan .................................. 26
xii
3. Proses Terbentuknya Perilaku Keagamaan ............... 29
4. Komponen-Komponen Perilaku Keagamaan ........... 30
D. Kajian Penelitian Yang Relevan
E. Hipotesis ......................................................................... 32
BAB III METODE PENELITIAN
A. Subjek Penelitian ............................................................. 33
B. Waktu dan Tempat Penelitian ......................................... 34
C. Teknik Pengumpulan Data .............................................. 35
D. Teknik Analisis Data ....................................................... 36
E. Metode Penyusunan Instrumen ....................................... 36
F. Rancangan Penelitian ...................................................... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Awal .................................................................. 45
B. Data Hasil Penelitian ....................................................... 46
1. Data Observasi Siklus I dan Siklus II ....................... 46
2. Data Angket siklus I dan Siklus II ............................ 48
C. Analisis Data Siklus I dan Siklus II ................................ 49
1. Siklus I ...................................................................... 49
2. Siklus II ..................................................................... 50
D. Pembahasan Siklus I dan Siklus II .................................. 51
1. Siklus I ...................................................................... 51
2. Siklus II ..................................................................... 54
E. Keterbatasan Penelitian ................................................... 56
xiii
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ......................................................................... 58
B. Saran ................................................................................ 59
C. Penutup ............................................................................ 59
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pada dasarnya proses pembelajaran yang berhasil ditunjukkan pada
penguasaan materi pelajaran oleh siswa. Kemudian tingkat penguasaan
dinyatakan pada perolehan nilai. Metode yang tepat dan menarik,
menjadikan guru dan siswa pada proses pembelajaran terjalin interaksi
edukatip sehingga peserta didik berkembang kreativitasnya dan mudah
menerima pelajaran.
Keberhasilan pembelajaran Mata Pelajaran Agama Islam akan
tercapai seorang guru menguasai dan mengorganisir metode pembelajaran
secara baik. Sebaliknya kegagalan guru ketika mengajar tidak sedikit
disebabkan kurang mampunya guru menciptakan suasana belajar yang
interaktif, di mana siswa bergairah untuk belajar, memiliki kreativitas, dan
tanggung jawab untuk belajar secara mandiri. Guru yang baik dan
profesional tentu akan mengusahakan metode pembelajaran interaktif yang
mampu merangsang kreativitas belajar siswa agar tujuan Mata Pelajaran
Agama Islam dapat tercapai hasil yang maksimal.
Adapun indikator efektivitas metode problem solving ditunjukkan
kelas yang hidup disebabkan anak pada pembelajaran problem solving
dorongan rasa ingin tahu yang besar, memiliki minat yang luas, interaktif.
Dalam hal ini anak yang interaktif biasanya cukup mandiri dan memiliki
rasa percaya diri yang membuat mereka lebih berani mengambil resiko,
artinya dalam melakukan sesuatu yang bagi mereka amat berarti, penting
dan disukai, mereka tetap konsisten karena dorongan yang besar dalam
melakukan suatu tindakan atau aktivitas.
Sebagian besar siswa yang mendapatkan nilai dibawah ketuntasan
belajar didominasi oleh anak – anak yang dititipkan atau yang ikut pada
nenek – kakek atau ikut keluarga lain karena ditinggal kerja oleh orang
2
tuanya keluar kota atau keluar negeri dalam jangka waktu yang lama dan
juga oleh siswa yang orang tuanya kurang mampu.
Pentingnya momentum metode pembelajaran konvensional dengan
pembelajaran problem solving sebagai alternatif untuk meningkatkan
kompetensi peserta didik pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan yang
menjadi pokok kajian pada penelitian ini :
1. Bagaimanakah penerapan metode problem solving dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di SD Jatipurwo Kecamatan Rowosari
Kabupaten Kendal Tahun 2010/2011 ?
2. Apakah metode problim solving meningkatkan hasil pembelajaran
Pendidikan Agama Islam Kelas V siswa SD Negeri Jatipurwo Kecamatan
Rowosari Kabupaten Kendal Tahun 2010/2011 ?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
a. Penerapan metode problem solving dalam pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di SD Jatipurwo Kecamatan Rowosari Kabupaten
Kendal Tahun 2010/2011 .
b. Peningkatan hasil pembelajaran Pendidikan Agama Islam Kelas V
siswa SD Negeri Jatipurwo Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal
Tahun 2010/2011 dengan menggunakan metode problim solving .
2. Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai pada penelitian kuantitatif korelasional
ini sebagai berikut :
3
a. Secara Teoritis
1) Sebagai bahan masukan bagi pendidik, konselor Islam, keluarga,
dan pemerintah untuk dijadikan bahan analisis lebih lanjut dalam
rangka memberdayakan peningkatan mutu pembelajaran dengan
menggunakan metode problem solving.
2) Mampu menambah khasanah keilmuan tentang peningkatan nilai
hasil pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan menggunakan
metode problem solving khususnya strategi dan peranan sekolah
dalam mengembangkan kualitas pendidikan .
b. Secara Praktis
1) Bagi peneliti (guru), untuk mengetahui hambatan-hambatan atau
kekurangan-kekurangan pada penerapan metode problem solving
pada proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang
berhubungan dengan siswa, sekolah, orang tua siswa, sehingga
dapat ikut berperan dalam usaha meningkatkan nilai hasil peserta
didik.
2) Bagi peserta didik, agar menyadari pentingnya penggunaan metode
problem solving sebagai media yang membantu dalam memahami
materi pelajaran serta dapat lebih termotivasi memfokuskan dirinya
untuk meningkatkan nilai hasil pembelajaran Pendidikan Agama
Islam , dan berhasil mengaplikasikan dalam krhidupan sehari-hari
3) Bagi Kepala Sekolah, merupakan bahan laporan atau sebagai
pedoman dalam mengambil kebijakan tentang peningkatan nilai
hasil pembelajaran Pendidikan Agama Islam peserta didik dengan
menggunakan metode problem solving bagi siswa Kelas V SD
Negeri Jatipurwo Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
A. HASIL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
1. Pengertian Hasil Pembelajaran( Prestasi Belajar ) Pendidikan Agama
Islam
Sebelum menjelaskan pengertian hasil pembelajaran ( prestasi
belajar) , terlebih dahulu dikemukakan tentang pengertian belajar. Belajar
merupakan faktor penting pada kehidupan manusia, karena perubahan dan
perkembangan pengetahuan manusia tergantung adanya aktifitas belajar.
Setelah belajar diperoleh pengetahuan yang akan membawa perubahan dan
tingkah laku menuju kearah terbentuknya tujuan hidup.
Sedangkan pengertian belajar secara umum dikemukakan oleh para ahli
sebagai berikut :
a. Ngalim Purwanto
Pengertian belajar yaitu suatu perubahan pada tingkah laku peserta didik
sebagai hasil dari latihan atau pengalaman, di mana perubahan itu
dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga
kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.1
b. Syaiful Bahri Djamarah
Belajar pada hakikatnya adalah perubahan yang terjadi pada diri
seseorang setelah berakhirnya melakukan aktivitas belajar.Walupun
pada kenyataannya tidak semua perubahan termasuk kategori belajar,
seperti perubahan pisik, mabuk, gila, dan sebagainya.2
c. Nana Sudjana
Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan perubahan pada diri
seseorang.3 Adanya suatu proses yang dilakukan seseorang akan
tercipta perubahan berupa pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah
1 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung : Rosdakarya, 2000), hlm. 85. 2 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 2002), hlm. 44. 3Nana Sudjana, Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar,
(Bandung : PT Sinar Baru Algesindo, 1997), hlm. 17.
5
lakunya, keterampilan, kecakapan dan kemampuannya.Dengan kata
lain adanya interaksi seseorang dengan lingkungannya akan tercipta
suatu perubahan pengetahuan, pemahaman sikap dan sebagainya.
Pengertian tentang belajar di atas dapat penulis simpulkan bahwa
belajar merupakan suatu kegiatan yang disengaja dan dapat
menimbulkan atau menghasilkan perubahan pada diri seseorang berupa
pengetahuan, pemahaman, sikap, dan tingkah laku, keterampilan,
kecakapan serta kemampuan seseorang berkat pengalaman dan latihan
melalui interaksi dengan lingkungannya.
Berdasarkan simpulan di atas, belajar sebagai bagian dari proses
merupakan komponen dari :
a. Perbuatan yang dilakukan dengan sengaja sebagai latihan dan
pengalaman
b. Kegiatan tersebut dapat menghasilkan perubahan
c. Perubahan-perubahan itu meliputi perubahan berkenaan dengan
aspek pisik dan psikis
d. Perubahan itu bersifat permanen.
Komponen belajar di atas secara implisit sesuai dengan konsep
belajar yang dirumuskan oleh tokok-tokoh pendidikan dari Barat maupun
Timur yakni, Syeikh Mustafa Al Ghulayainidan Sir Godfrey Thomson,
tentang komponen belajar sebagai bagian dari proses pendidikan :
ا?IY8>: ه] YZس اWXFق ا?PQR 7S :TUCQس ا?<M<NDC وCHI CJ<KLء اFرCDد وا?<=>;: 789
. T<mQ: وا?Y<l وk9 ا?hQ>? iHj ا?C`Td Md :`Td ef=]MgPت ا?<P`] a^ bQن ^YHا[CJ ا?
“Pendidikan adalah menanamkan akhlak mulia ke dalam jiwa anak dengan petunjuk dan nasehat sehingga akhlak yang mulia itu benar-benar melekat ke dalam jiwa (menjadi watak) kemudian membuahkan keutamaan, kebajikan dan cinta beramaluntuk tanah air”. 4
4 Syeikh Mustafa Al Ghulayaini, Idhatun Nasyi`in, (Beirut : Mansyuriah, 1949), hlm. 189.
6
Sir Godfrey Thomson, menjelaskan tentang komponen
belajar pada proses pendidikan :
“By upon education I mean the influence of a permanent change
in his habitsbehavior of thought, and of attitude”.5
“Yang saya maksud dengan pendidikan adalah pengaruh dari
lingkungan terhadap individu untuk dapat menghasilkan perubahan
yang permanen pada kebiasaan tingkah laku, pemikiran dan sikapnya”.
Banyak pakar pendidikan mengatakan bahwa ciri-ciri
perubahan setelah belajar adalah timbulnya pengertian baru dan
perubahan pad bentuk kebiasaan, bakat, minat, serta penyesuaian diri
terhadap rangsangan-rangsangan di sekitarnya melakui indra. Setelah
belajar anak akan memiliki prestasi belajar yang baik, sedangkan
prestasi belajar itu adalah hasil yang telah dicapai siswa dengan
kemampuan dirinya dalam menerima materi yang diberikan atau suatu
usaha siswa atau peserta didik untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Pada proses pendidikan selalu ada situasi yang memerlukan
sikap yang tegas untuk mengambil keputusan yang berkaitan dengan
peserta didik yakni prestasi belajar sebagai manifestasi dari rasa
tanggung jawab pada proses pembelajaran.
Sedangkan pengertian prestasi belajar adalah hasil yang telah
dicapai siswa dengan kemampuan atau potensi dirinya dalam
menerima dan memahami materi yang telah diberikan kepadanya atau
usaha siswa untuk mencapai tujuan yang diharapkan.6
Proses pendidikan selalu ada situasi yang memerlukan sikap
tegas dalam mengambil keputusan berkaitan dengan perencanaan
kegiatan penilaian hasil belajar secara individu atau kelompok dalam
lingkungan tertentu, dalam hal ini adalah lingkungan sekolah. Konsep
tersebut secara implisit dijelaskan Khurshid Ahmad, “Education isa
continuous process through which moral, mental and phisical training
5 Sir Godfrey Thomson, A Modern Philosophy of Education, (London : George Allen Unwin Ltd, t.th), hlm. 9. 6 Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Sinar Baru, 2000), hlm. 54.
7
is provided to younger generations, who also acquire their ideals ang
culture through it”.7
Prestasi belajar pendidikan Agama Islam yaitu hasil yang telah
dicapai anak didik dalam menerima dan memahami serta
menAgamalkan materi pelajaran Pendidikan Pendidikan Agama Islam
yang diberikan oleh guru atau orang tua berupa Pendidikan Pendidikan
Agama Islam di lingkungan sekolah dan keluarga serta masyarakat,
sehingga anak memiliki potensi dan bakat sesuai yang dipelajarinya
sebagai bekal hidup di masa mendatang, mencintai negaranya, kuat
jasmani dan ruhaninya, serta beriman dan bertakwa kepada Allah
SWT, memiliki solidiritas tinggi terhadap lingkungan sekitar.
2. Bentuk-bentuk Prestasi Belajar Pendidikan Pendidikan Agama Islam
Pembahasan bentuk-bentuk prestasi belajar dalam skripsi ini meliputi
prestasi belajar bidang kognitif (cognitive domain), prestasi belajar
bidng afektif (affective domain), dan prestasi belajar bidang
(psychomotor domain).8 Secara garis besar pembahasan prestasi
belajar sebagai berikut :
a. Prestasi Belajar Bidang Kognitif (CognitiveDomain)
1) Hasil belajar Pengetahuan Hafalan (Knowledge)
Cakupan dalam pengetahuan hafalan termasuk pengetahuan
yang sifatnya faktual, di samping pengetahuan mengenai
hal-hal yang perlu diingat kembali seperti batasan, peristilahan,
kode-kode tertentu, pasal hukum, ayat-ayat Al Quran atau
Hadits, rumus, rukun shalat, niat, dan lain-lain.
2) Prestasi Belajar Pemahaman (Comprehension)
Pemahaman memerlukan kemampuan dari peserta didik
untuk menangkap makna atau arti sebuah konsep atau belajar
yang segala sesuatunya dipelajari dari makna.
7 Khurshid Ahmad, Principles Of Islamic Educatio, (Lahore : Islamic Publication Limited, 1959), hlm. 4.
8 Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2001), hlm. 223-224.
8
Makna atau arti tergantung pada kata yang menjadi simbul dari
pengalaman yang pertama.Simbul-simbul yang mempunyai
arti umum berguna bagi belajar, karena memberi simbol dan
ekspresi hubungan dalam pengalaman dan menjadi jalan
keluarnya ide.9
Ada tiga macam bentuk pemahaman peserta didik yang
berlaku secara umum yaitu :
a) Pemahaman terjemahan, yakni kesanggupan memahami
makna yang terkandung di dalam materi.
b) Pemahaman penafsiran, misalnya memahami grafik, simbul,
menggabungkan dua konsep yang berbeda yakni
membedakan yang pokok dan yang bukan pokok.
c) Pemahaman ekstrapolasi, yakni kesanggupan peserta didik
untuk melihat dibalik yang tertulis/implisit, meramalkan
sesuatu atau memperluas wawasan.
3) Prestasi Belajar Penerapan
Prestasi belajar penerapan belajar analisis yaitu
kesanggupanmenerapkan dan mengabtraksi suatu konsep, ide,
rumushukum, dan situasi yang baru.
4) Prestasi Belajar Analisis
Hasil belajar analisis yaitu kesanggupan memecahkan atau
menguraikan suatu intregritas (kesatuan yang utuh) menjadi
unsur-unsur atau bagian-bagian yang mempunyai arti serta
mempunyai tingkatan atau hirarki.
5) Prestasi Belajar Sintesis
Hasil belajar sintesis yaitu kemampuan atau kesanggupan
peserta didik menyatakan unsur atau bagian menjadi satu
integritas (lawan dari analisis).
6) Prestasi Belajar Evaluasi
9 Mustaqim dan Abdul Wahib, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1991),
hlm. 87.
9
Prestasi belajar evaluasi yaitu kesanggupan memberikan
keputusan tentang nilai sesuatu berdasarkan judment yang
dimilikinya dan kriteria yang dipakainya.
b. Prestasi Belajar Bidang Afektif (Affective Domain)
Prestasi belajar afektif berhubungan dengan sikap dan nilai. Prestasi
belajar bidang afektif pada Pendidikan Pendidikan Agama Islam
antara lain berupa kesadaran beragama yang mantap.10 Tingkatan
prestasi belajar bidang afektif sebagai berikut :
1) Reciving/attending, yakni kepekaan dalam menerima rangsangan
(stimulus) dari luar yang datang pada siswa baik dalam bentuk
masalah situasi atau gejala.
2) Responding atau jawaban, yakni reaksi dari perasaan kepuasan
dalam menjawab rangsangan (stimulus) dari luar yang datang
pada dirinya.
3) Valuing (penilaian), yakni prestasi belajar Pendidikan Pendidikan
Agama Islam berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap
gejala atau stimulus tadi.
4) Orgnisasi, yakni pengembangan nilai ke dalam satu sistem nilai
lain dan kemantapan serta prioritas nilai yang telah dimilikinya.
5) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan dari
semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang
mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
c. Prestasi Belajar Bidang Psikomotor (Psychomotor Domain)
Prestasi atau kecakapan belajar psikomotor adalah segala amal atau
perbuatan jasmaniah yang kongkrit dan mudah diamati, baik
kuantitasnya maupun kualitasnya, karena sifatnya yang terbuka,
sehingga merupakan manifestasi wawasan pengetahuan dan
kesadaran serta sikap mentalnya. Prestasi belajar bidang psikomotor
pada Pendidikan Pendidikan Agama Islam antara lain kemampuan
melaksanakan shalat, berwudhu, akhlak/perilaku sehari-hari, dan
lain-lain.
10 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 1999), hlm. 51.
10
Prestasi belajar bidang psikomotorik tampak dalam bentuk
keterampilan (skill), kemampuan bertindak individu (seseorang).
Prestasi belajar bidang motorik ini terbagi dalam enam tingkatan,
yaitu :
1) Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan-gerakan yang tidak
sadar atau tanpa dikendalikan)
2) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar
3) Keterampilan perseptual, termasuk di dalamnya membendakan
visual, membedakan auditif motorik dan lain-lain.
4) Kemampuan bidang pisik, misalnya kekuatan keharmonisan dan
ketetapan gerakan atau gerakan yang luwes.
5) Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai
pada kemampuan keterampilan yang kompleks.
6) Kemampuan yang berkenaan dengan non decorsive kemunikasi
seperti gerakan ekspresif interprestatif.
Prestasi belajar bidang psikomotorik ini lebih menunjukkan
kredebilitas keberhasilan dari tujuan belajar, mengingat ruang
lingkup dasar Pendidikan Pendidikan Agama Islam lebih
menekankan keahlian gerakan/penerapan khususnya interaksi
dengan Tuhan Yang Maha Esa, manusia, dan alam sekitarnya.
Prestasi belajar Pendidikan Pendidikan Agama Islam
apabila dengan belajar merupakan satu rangkaian tujuan akhir dari
belajar Pendidikan Pendidikan Agama Islam. Oleh karena itu
prestasi belajar Pendidikan Pendidikan Agama Islam bergantung
pada proses belajar itu sendiri. Bila proses belajar baik, maka hasil
yang dicapai atau prestasi belajarnya baik, tetapi bila proses
belajarnya buruk dengan sendirinya prestasi belajarnya kurang baik.
Untuk itu dalam proses belajar belajar itu diperlukan perhatian
khusus, baik dari siswa, alat, , sarana prasarana pembelajaran, serta
profesionalisme pendidik (guru) menerapkan mrtode pembelajaran..
11
Guru mata pelajaran Pendidikan Pendidikan Agama Islam yang
profesional mengetahui diperlukan suatu periode atau waktu untuk
memahami konsep yang telah diajarkan kepada anak agar diperoleh
tujuan atau hasil belajar Pendidikan Pendidikan Agama Islam. Oleh
karena itu, dalam merancang kegiatan pembelajaran, guru harus
menyadari keberadaan anak dalam tahapan belajar Pendidikan
Pendidikan Agama Islam. Menurut Mulyono Abdurrahman, ada empat
tahapan prestasi belajar yang perlu diperhatikan oleh guru, yaitu :
1) Perolehan Pada tahap ini peserta didik telah terbuka terhadap pengetahuan baru
tetapi belum secara penuh memahaminya.Peserta didik masih memerlukan banyak dorongan dan pengaruh dari guru untuk menggunakan pengetahuan tersebut.Contoh, kepada peserta didik diperlihatkan pengetahuan tentang shalat dan konsepnya dijelaskan sehingga peserta didik mulai memahaminya.
2) Kecakapan Pada tahap ini peserta didik mulai memahami pengetahuan atau
keterampilan tetapi masih memerlukan banyak latihan.Contoh, setelah anak memahami konsep dan pengetahuan tentang shalat, peserta didik diberi banyak latihan dalam bentuk menghafal bacaan atau gerakan shalat, dan diberi macam-macam ulangan penguatan.
3) Pemeliharaan Pada tahap ini peserta didik dapat memelihara dan mempertahankan
suatu kinerja taraf tingkat tinggi setelah pembelajaran langsung dan ulangan penguatan (reinforcement) dihilangkan.Contoh, peserta didik dapat mengerjakan shalat secara cepat dan berurutan tanpa memerlukan pengarahan dan ulangan penguatan dari guru atau orang tua.
4) Generalisasi Pada tahap ini peserta didik telah memiliki atau menginternalisasikan
pengetahuan yang dipelajarinya sehingga anak dapat menerapkan ke dalam berbagai situasi. Contoh, peserta didik dapat mengerjakan berbagai macam shalat sesuai waktu dan kegunaannya, seperti shalat subuh di pagi hari, shalat dhuhur di siang hari, shalat hajat untuk terkabulnya doa, menghormati kepada orang yang lebih tua, mengasihi kepada yang lebih muda, dan lain-lain.11
Berbagai harapan dan rancangan pembelajaran yang
berbeda diperlukan untuk tiap tahapan belajar peserta didik. Jika
guru Pendidikan Pendidikan Agama Islam atau orang tua sebagai
11 Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), hlm. 91.
12
pendidik menyadari tahapan belajar guna mencapai prestasi belajar
yag diinginkan secara maksimal, guru atau orang tua dapat
menyediakan pembelajaran yang tepat untuk membantu peserta
didik bergerak dari satu tahapan prestasi ke tahapan prestasi
berikutnya.
3. Kesulitan Mencapai Prestasi Belajar
a. Pengertian Kesulitan Mencapai Prestasi Belajar
Kesulitan mencapai prestasi belajar dalam Kamus Bahasa Inggris
berarti learning disability atau ketidakmampuan belajar.12Istilah
tersebut menurut penulis kurang tepat, karenanya penulis menggunakan
istilah kesulitan belajar agar dirasakan lebih optimistik.
Definisi kesulitan belajar pertama kali dikemukakan TheUnited
States Office of Education (USOE) pada tahun 1977 :
“Kesulitan belajar adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologi dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaaan bahasa ujaran atau tulisan. Gangguan itu mungkin menampakkan diri dalam bentuk kesulitan mendengarkan, berpikir, berbicara, menulis, mengeja, atau menghitung.Batasan tersebut mencakup kondisi-kondisi seperti gangguan perseptual, luka pada otak, disleksia, atau afasia perkembangan.Batasan tersebut tidak mencakup anak-anak yang memiliki problema belajar yang penyebab utamanya berasal dari adanya hambatan penglihatan, pendengaran, atau motorik, hambatan karena tuna grahita, karena gangguan emosional, atau karena kemiskinan lingkungan, budaya, atau ekonomi.13
Menurut Mulyono Abdurrahman, pengertian kesulitan belajar
adalah kesulitan yang dapat terwujud sebagai kekurangan pada
satu/lebih bidang akademik, baik pada mata pelajaran spesifik seperti
membaca, menulis, matematika, dan mengeja atau dalam berbagai
keterampilan yang bersifat lebih umum seperti mendengarkan,
berbicara, dan berpikir.
12 Pujowiyatno, Kamus Indonesia - Inggris, (Jakarta : Gramedia, 2001), hlm. 37.
13Mulyono Abdurrohaman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta, Rineka Cipta, 2003), hlm. 6.
13
Menurut Dedi Supriadi, pengertian kesulitan belajar untuk anak
kretaif berbeda dengan kesulitan belajar anak-anak pada umumnya.
Pendapat tersebut secara implisit tertuang pada pendapatnya tentang
kesulitan belajar anak-anak kreatif :
“Kesulitan belajar anak-anak kreatif adalah kesulitan menerima materi pelajaran disebabkan perbedaan ciri-ciri seseorang dalam proses pembelajaran umum. Anak-anak kreatif cenderung menonjol rasa ingin tahunya, imajinasinya, lebih menyukai kompleksitas, dan lebih berani mengambil resiko, serta rata-rata anak-anak kretaif memiliki kecerdasan di atas rata-rata.Kesulitan belajar yang dihadapi anak-anak kretaif bukan karena kelambatan dalam menerima materi pelajaran, tetapi superioritas mereka untuk mampu menampilkan prestasi kretaifnya yang hanya bisa tercapai manakala materi pelajaran sesuai yang dituntut setiap bidang kegiatan kretaif.14
Pengertian yang sama tentang kesulitan belajar dikemukakan
Muhibbin Syah. Kesulitan belajar menurut beliau adalah :
“Kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran dan menerima materi pelajaran yang diselenggarakan pada kelas-kelas umum disebabkan perbedaan kemampuan. Siswa yang berkemampuan di atas rata-rata (sangat pintar dan sangat bodoh) tidak mendapat kesempatan yang memadai untuk berkembang sesuai kapasitasnya.Kesulitan belajar juga dialami oleh siswa pada umumnya atau berkemampuan normal disebabkan faktor-faktor tertentu yang menghambat kinerja akademik”.15
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
kesulitan belajar mengandung pengertian hambatan seseorang dalam
proses pembelajaran disebabkan faktor tertentu seperti intelgensi,
kemampuan membaca, kemampuan menulis, kemampuan mendengar,
kemampuan kreativitas, faktor biologis, sosiologis, neurologis, dan
faktor-faktor lainnya sehingga siswa tidak mendapat kesempatan yang
memadai untuk berkembang sesuai kapasitasnya dan pada gilirannya
berakibat prestasi belajar yang tidak diinginkan (rendah).
Prestasi belajar yang memuaskan dapat diraih setiap anak didik jika
mereka dapat belajar secara wajar, terhindar dari berbagai ancaman,
14 Dedi Supriadi, Kreatvitas dan Kebudayaan, (Jakarta : Dwi Rama, 1998), hlm. 162. 15 Muhibbin Syah, Op Cit, hlm. 165.
14
hambatan, dan gangguan yang dialaminya, sehingga mereka mengalami
kesulitan dalam belajar. Pada tingkat tertentu ada anak didik yang dapat
mengatasi kesulitan belajarnya, bantuan guru atau orang lain sangat
diperlukan oleh anak didik.
Di setiap sekolah dalam berbagai jenis dan tingkatan pasti memiliki
anak didik yang mengalami kesulitan belajar. Masalah ini tidak hanya
dirasakan oleh sekolah modern di perkotaan, tetapi juga dimiliki oleh
sekolah tradisional di pedesaan dengan segala keminiman dan
kesederhanaannya. Hanya yang membedakannya pada sifat, jenis, dan
faktor penyebabnya.
Merupakan suatu pendapat yang keliru dengan mengatakan
bahwa kesulitan belajar anak didik disebabkan rendahnya intelegensi
yang dimilikinya.Karena pada kenyataannya banyak anak didik yang
memiliki intelegensi dan bakat yang tinggi tetapi hasil belajarnya
rendah, jauh dari yang diharapkan.Dan masih banyak anak didik dengan
intelegensi dan bakat yang rata-rata normal tetapi dapat meraih prestasi
belajar yang tinggi, melebihi kepandaian anak didik dengan intelektual
yang tinggi.
Orang tua seringkali terlalu cepat untuk memvonis prestasi anak
sehubungan sikap IQ-nya.Padahal, untuk tindakan memvonis ini orang
tua harus memperhitungkan beberapa hal.Pertama, memang ada
korelasi positip antara intelegensi dan prestasi akademik.16Skor IQ
sebagai kuantifikasi hasil tes intelegensi merupakan pedoman yang baik
untuk menentukan prestasi akademik anak, karena tes IQ menguji
keterampilan konseptual dan penalaran anak saat itu.Maka, wajar bila
terhadap anak dengan IQ tinnggi bisa diharapkan prestasinya di atas
rata-rata, sedangkan terhadap anak didik dengan IQ rendah tidak protes
jika prestasinya di bawah prestasi rata-rata.Kedua, skor IQ bukanlah
angka mati. Sebab selama usia sekolah, skor IQ anak-anak bisa turun
naik sampai 15 poin. Skor IQ tidak menunjukkan kadar kemampuan
16 Ehssiti Julaekah, Helping your Children doing their Home Work, (Jakarta : Curiodita,
2004), hlm. 99.
15
intelektual bawaan saja, tetapi juga kadar mutu makanan dan
perangsangan lingkungan.
Berdasarkan penjelasan di atas jelas bahwa IQ bukanlah standar
mutlak untuk menunjukkan tinggi rendahnya prestasi belajar anak didik
atau untuk menentukan standar kesulitan belajar anak didik.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Telah penulis uraikan di atas bahwa belajar merupakan perubahan
laku yang relatip menetap dan terjadi sebagai hasil pengalamn atau
latihan, sehingga peserta didik memperoleh pengetahuan atau
keterampilan yang baru dalam belajar.
Problema belajar pendidikan Agama Islam atau pendidikan umum
tidak hanya terbatas pada ruang lingkup di sekolah atau madrasah saja,
akan tetapi di dalam keluarga, di masyarakat dan adat istiadat serta
keadaan geografis dan sosial budaya, serta ekonomi juga mempengaruhi
belajar dan prestasi belajar seseorang. Keberhasilan prestasi belajar siswa
dipengaruhi beberapa faktor baik internal/eksternal.Faktor internal adalah
segala faktor yang bersumber dari dirinya sendiri, seperti faktor psikologis
dan sebagainya.Sedangkan faktor eksternal yaitu segala faktor yang
bersumber dari luar dirinya sendiri, seperti cuaca, ekonomi, agama,
keluarga, atau sekolah.
Pada umumnya prestasi belajar peserta didik dipengaruhi oleh dua faktor,
yakni faktor internal dan eksternal. Penyebab utama kesulitan belajar
(learning dissabilities) yang dirasakan oleh peserta didik bermacam-
macam yang dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu :
a. Dilihat dari Faktor Anak Didik
Anak didik adalah subjek yang belajar.17Siswalah yang
merasakan langsung penderitaan akibat kesulitan belajar.Siswa adalah
orang yang belajar. Guru hanya mengajar dan mendidik dengan
membelajarkan anak didik agar giat belajar. Kesulitan belajar yang
17 Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta : P.T. Rineka Cipta, 2002), hlm.
203.
16
diderita anak didik tidak hanya yang bersifat menetap tetapi juga yang
bisa dihilangkan dengan usaha-usaha tertentu.
Faktor intelegensi merupakan kesulitan anak didik yang
bersifat menetap sedangkan kesehatan yang kurang baik atau sakit,
kebiasaan belajar yang tidak baik dan sebagainya merupakan faktor
non intelektual yang bisa dihilangkan.
Faktor-falktor anak didik yang meliputi gangguan atau
kekurang mampuan psikophisik anak didik yakni :
1) Yang bersifat kognitif (ranah cipta) antara lain seperti rendahnya
kapasitas intelektual/intelegensi anak didik.
2) Yang bersifat afektif (ranah rasa) seperti labilnya emosi dan sikap.
3) Yang bersifat psikomotor (ranah karsa) seperti terganggunya alat-
alat indera penglihatan dan pendengaran (mata dan telinga), otot
tangan, otot kaki dan sejenisnya.
b. Dilihat dari Faktor Sekolah
Sekolah atau madrasah merupakan lembaga pendidikan formal
tempat pengabdian guru dan rumah rehabilitasi anak didik.Ditempat
sekolah inilah anak didik menimba ilmu pengetahuan dengan guru
profesional yang berhati mulia atau mungkin guru yang kurang mulia,
karena memang pribadi guru kurang baik.
Sekolah sebagai bagian dari lembaga pendidikan yang setiap hari
anak didik datangi tentu saja mempunyai dampak yang besar bagi anak
didik. Kenyamanan dan ketenangan anak didik dalam belajar akan
ditentukan sampai sejauh mana kondisi dan sistem sosial di sekolah
dalam menyediakan lingkungan yang kondusif dan kreatif. Sarana dan
prasarana yang mampu memberikan layanan yang memuaskan bagi
anak didik yang berinteraksi dan hidup di dalamnya.
Apabila sekolah tidak dapat memenuhi kebutuhan sarana
prasarana tersebut berarti sekolah ikut terlibat dalam menimbulkan
kesulitan belajar bagi peserta didik.Maka wajarlah bermunculan peserta
17
didik yang mengalami kesulitan belajar. Faktor-faktor yang dapat
menimbulkan kesulitan belajar bagi peserta didik antara lain :
1) Pribadi guru yag kurang baik
2) Guru tidak berkualitas baik dalam penggunaan metode yang
digunakan ataupun dalam penguasaan mata pelajaran yang
dipegangnya. Hal ini bisa terjadi karena keahlian yang dipegangya
kurang sesuai sehingga kurang menguasai atau kurang persiapan
sehingga cara menerangkan kurang jelas dan sukar dimengerti anak
didik.
3) Hubungan guru dan anak didik kurang harmonis, ini juga dapat
mengakibatkan anak didik merasa ada gape (jarak) antara guru dan
anak didik. Semisal guru bersikap kasar, suka marah, suka
mengejek, tidak pernah tersenyum, tidak suka membantu anak,
suka membentak, guru acuh tak acuh, dan sebagainya.
4) Guru menuntut setandar pelajaran di atas kemampuan anak
Fenomena ini biasanya terjadi pada guru yang masih muda dan
belum berpengalaman, sehingga belum dapat mengukur
kemampuan anak didik.Karena hanya sebagian kecil anak didik
dapat berhasil dengan baik dalam prose pembelajaran.
5) Guru tidak memiliki kecakapan dalam mendiagnosis anak yang
mengalami kesulitan belajar
6) Media pembelajaran yang kurang memadai untuk menunjang
kegiatan belajar peserta didik.
Alat pelajaran yang kurang lengkap membuat pengajaran
yang tidak baik.Terutama pelajaran yang bersifat
praktikum.Kurangnya alat laboratorium akan menimbulkan banyak
kesulitan belajar.
Pada masalah belajar Pendidikan Pendidikan Agama Islam ini,
peranan banyak mempengaruhi cara belajar peserta didik. Apabila
mata pelajaran diberikan tanpa tujuan dan peserta didik diharuskan
mengingat-ingat dan mendapatkan hal-hal yang tidak bertujuan,
fenomena akan melemahkan semangat belajar peserta didik.
18
Sebaliknya apabila mata pelajaran diatur sedemikian rupa dan
mempunyai tujuan tertentu sedangkan peserta didik mempunyai
pengertian yang luas, maka semangat belajar peserta didik akan
datang dengan sendirinya, tidak hanya dalam arti mendapatkan
keterangan dan kecakapan, tetapi juga di dalam arti menambah
kekuatan untuk mengartikan, kecakapan, serta untuk
mempergunakan dan mengubah sikap.
c. Dilihat dari Faktor Keluarga.
Ketika orang tua tidak memperhatikan pendidikan anak, maka
lingkungan keluarga yang demikian ikut menyebabkan kesulitan
belajar. Oleh karena itu dalam kehidupan keluarga memberikan
pendidikan intelektual merupakan sebuah tanggung jawab yang tidak
biasa begitu saja dapat diabaikan.Tidak diragukan lagi bahwa
tanggungjawab ini sangat penting dan urgen dalam pandangan Islam.
Islam membebani orang tua dan pendidik dengan tanggung jawab yang
dasar dalam mengembangkan kebudayaan dan ilmu serta memusatkan
otak mereka untuk memahami konsep secara maksimal, pengetahuan
secara kritis, kebijakan yang berimbang akan menentukaan
kepribadian anak.
Keluarga dalam pendidikan Islam merupakan lingkungan yang
kondusif, mempunyai fungsi dan pengaruh yang besar terhadap
pendidikan dan kelanjutan anak, karena orang tua merupakan pendidik
yang pertama dan utama. Sebagaimana dikatakan Miqdad Yaljen,
bahwa :
Pertama : Rumah tangga harus merupakan basis untuk memenuhi kebutuhan setiap anggotanya, sehingga merasa berkembang dengan baik sebagai anggota masyarakat. Kedua : Rumah tangga harus merupakan koordinasi harmonis yang harus diciptakan oleh suami isteri sehingga ketenangan keluarga sebagai kebutuhan primer terpenuhi.18
18 Miqdad Yaljen, Potret Rumah Tangga Islami, (Surakarta : Pustaka Mantiq, 1990), hlm.
16.
19
Islam memandang keluarga sebagai awal kehidupan manusia
yang dapat memberikan kemungkinan baik buruk, bahagia atau
celaka bagi anggotanya.Anak bagi orang tua dipandang sebagai
amanat dan titipan dari Allah SWT.Sebagaimana dikatakan oleh
Arifin, ada dua fungsi atau kewajiban yang harus dilaksanakan kedua
orang tua, yaitu “berfungsi sebagai pendidik keluarga dan sebagai
pemelihara dan pelindung keluarga”.19
Pendidikan Agama Islam juga mengajarkan tanggung jawab
dan kewajiban orang tua dalam mengasuh, membimbing dan
mengarahkan keluarganya (putra-purinya) tidaklah hanya dalam
hal yang bersangkutan dengan keduniaan saja akan tetapi sampai
akhirat kelak.
Ahmad Mustafa Al Maraghi, dalam kitab Tafsir Al Maraghi
sebagai berikut :
“Wahai orang-orang yang percaya kepada Allah SWT dan Rasulnya. Hendaklah sebagian dari kamu memberitahukan kepada sebagian yang lain apa yang dapat menjaga dirimu dari siksa api neraka dalam menjauhkan kamu dari padaya, yaitu ketaatan kepada Allah SWT dan menuruti segala perintah-Nya. Dan hendaklah kamu mengajarkan kepada keluargamu perbuatan yang dapat menjaga diri mereka dari api neraka dan bawalah mereka kepada yang demikian ini melalui nasihat dan pengajarannya.20
Fungsi orang tua sebagai pendidik dalam keluarga, secara
menunjukkan bahwa kewajiban dan tanggung jawab orang tua
dalam mendidik anak sehingga pertumbuhan dan
perkembangannya dapat berjalan dengan baik sesuai dengan fase-
fasenya.
Keluarga adalah lembaga pendidikan informal (luar
sekolah) yang diakui keberadaannya dalam dunia
pendidikan.Bahkan sebelum peserta didik memasuki suatu
sekolah, peserta didik sudah mendapatkan pendidikan dalam
keluarga yang bersifat kodrati.Hubungan darah antara kedua
19 M. Arifin, Hubungan Timbal Balik pendidikan Agama di lingkungan Sekolah dan
keluarga, (Jakarta : Bulan Bintang, 1976), hlm. 75. 20 Ahmad Mustafa Al Maraghi, Tafsir Al Maraghi, (Semarang : C.V. Toha Putra, 1996), hlm. 272.
20
orang tua dengan anak menjadikan keluarga sebagai lembaga
pendidikan yang alami.Demi keberhasilan peserta didik dalam
belajar, berbagai kebutuhan belajar anak diperhatikan dan
dipenuhi mesipun dalam bentuk dan jenis yang sederhana.
Ketika orang tua tidak mampu memberikan suasana yang
kondusif dan menyenangkan bagi belajar anak, kehadiran
keluarga tidak tercipta, sistem kekerabatan semain renggang.
Sikap keluarga tersebut aan riskan mempengaruhi cara belajar
anak. Faktor-faktor lain yang dapat menganggu belajar anak
adalah :
1) Orang tua menuntut terlalu tinggi atau perfeksionis
Anak bila kurang termotivasi untuk menyelesaikan tugasnya
sebagai cara untuk membalas dendam pada orang tuanya, yang
dirasakannya terlalu tidak adil karena bersikap kaku, otoriter,
dan sok “kuasa”. Kalau orang tua telah menuntut
kesempurnaan (perfeksionis) anak bias menyerah sebelum
mencoba mengerjakan tugasnya.
2) Orang tua kurang perhatian
Orang tua yang terlalu sibuk sendiri sehingga tidak sempat
memperhatikan prestasi dan usaha belajar anak, dan
mengesankan kepada anak bahwa belajar bukan aktivitas yang
penting. Demikian pula orang tua yang perduli hanya pada
prestasi, tetapi tidak peduli pada proses bagaimana prestasi itu
dicapai oleh anak.
3) Konflik keluarga yang serius
Kekalutan suasana yang terjadi di rumah secara terus-menerus
akan membuat anak merasa gerah dan tidak aman. Kehilangan
rasa aman dan gerah tersebut membuat anak kehilangan minat
terhadap aktivitas sekolah dan kemampuan untuk berprestasi
dalam belajar.Tugas sekolah menjadi nomor dua.Anak yang
mengalami konflik dalam keluarganya, kebutuhan yang
mendesak dalam dirinya adalah lari dari situasi yang
21
menegangkan.Fenomena itu biasanya dicapainya dengan
melamun dalam dunia yang diciptakannya sendiri, penuh
kedamaian, heroik, aman, dan menyenangkan. Keberadaan
orang tua yang hanya menjadi sumber ketegangan dalam diri
anak, menjadikannya tidak punya motivasi untuk belajar atau
meraih prestasi belajar.
Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar di atas
menurut Sumadi Suryabrata, dapat disimpulkan atau
digolongkan menjadi dua faktor yaitu :
a. Faktor-faktor yang berasal dari luar dirinya atau faktor
eksogin, faktor ini digolongkan menjadi dua bagian, yaitu :
1) Faktor-faktor sosial
2) Faktor-faktor non sosial
b. Faktor-faktor yang berasal dari dirinya sendiri atau indogin,
juga digolongkan menjadi dua bagian yaitu :
1) Faktor-faktor fisiologis
2) Faktor-faktor psikologis.21
Sedangkan menurut Muhibbin Syah, membagi faktor-faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar secara lebih rinci dan lebih operasional ke
dalam beberapa komponen diantaranya yaitu :
a. Faktor yang bersumber dari diri sendiri (faktor internal), yakni kondisi
keadaan jasmaniah (aspek fisiologis) dan keadaan ruhaniah (aspek
psikologis) yang meliputi :
1) Aspek Fisiologis, seperti keadaan tonus (tegangan otot) yang
menandai tingkat kebugaran organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat
mempengaruhi semangat dan intensitas siswa mengikuti pelajaran
sehingga menurunkan prestasi belajarnya, kondisi organ-organ
indera yang terganggu juga menjadi penyebab siswa mengalami
gangguan hasil belajar.
2) Aspek Psikologis, pada aspek ini banyak faktor dapat mempengaruhi
kuantitas dan kualitas prestasi belajar, diantara faktor ruhaniah yang
21 Sumadi Suryabrataa, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : P.T. Rajawali Press, 2002), hlm. 249.
22
mempengaruhi prestasi belajar adalah tingkat kecerdasan atau
intelegensi siswa, sikap belajar, bakat siswa, minat siswa dan
motivasi belajar siswa.
b. Faktor Eksternal, dibagi menjadi dua yaitu faktor sosial dan faktor non
sosial.
1) Faktor Sosial, seperti lingkungan sekolah, keadaan guru, teman-
teman belajar, masyarakat dan tetangga, serta orang tua atau
keluarga sendiri, (sifat-sifat orang tua, praktik pengelolaan keluarga,
ketegangan keluarga, tata letak rumah dapat berdampak pada baik
buruknya kegiatan belajar siswa yang pada gilirannya berpengaruh
terhada prestasi belajar anak), peran keluarga dan pengaruh yang
ditimbulkannya bukan hanya berdampak pada prestasi belajar saja
tetapi juga cenderung anak berperilaku menyimpang.
2) Faktor Nonsosial, seperti gedung sekolah dan letaknya, kondisi dan
jarak jalan ke sekolah, rumah tempat tinggal siswa, sarana prasarana
pembelajaran belajar, cuaca, suhu, waktu belajar yang digunakan
(ada anggapan waktu belajar tidak berpengaruh hasil belajar, tetapi
kesiapan sistem memori siswa dalam mengelola, dan menyerap item-
item informasi dan pengetahuan yang dipelajari), dan lain-lain.
Menurut Oemar Hamalik, faktor penyebab kesulitan belajar
dibagi secara 1ebih rinci dan lebih operasional ke dalam beberapa
komponen, yaitu :
a. Faktor yang berasal dari diri sendiri, meliputi :
1) Kondisi kesehatan sering terganggu
2) Kurang niat terhadap mata pelajaran
3) Tidak mempunyai tujuan yang jelas dalam belajar
4) Kecakapan dalam mengikuti pelajaran
5) Kebiasaan belajar dan kurangnya kemampuan bahasa
b. Faktor yang bersumber dari lingkungan sekolah, meliputi :
1) Kurangnya alat pelajaran
2) Kurangnya buku bacaan
3) Cara yang digunakan pengajar dalam memberikan materi
23
pelajaran
4) Bahan pelajaran yang kurang sesuai dengan kemampuan
5) Penyelenggaraan pelajaran yang terlalu padat.
c. Faktor-faktor bersumber dari lingkungan keluarga, meliputi :
1) Masalah bertamu, menerima tamu dan kurangnya perhatian
orang tua
2) Masalah kemampuan ekonomi
3) Masalah putus sekolah (broken home)
4) Rindu terhadap kampung.
d. Faktor-faktor bersumber dari lingkungan masyarakat,
meliputi :
1) Masalah gangguan dari jenis kelamin
2) Bekerja sambil belajar
3) Aktif organisasi/tidak dapat mengatur waktu senggang
4) Tidak mempunyai teman belajar atau teman untuk diajak
memecahkan masalah.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keberhasilan
anak dalam proses belajar/prestasi belajar terutama Bidang Studi
Pendidikan Pendidikan Agama Islam atau akhlak lebih banyak
dipengaruhi faktor dari luar (eksternal) yang bersifat sosial atau non
sosial, walaupun faktor dari dalam (internal) juga mempunyai pengaruh
bagi prestasi belajar Pendidikan Pendidikan Agama Islam siswa
B. METODE PROBLEM SOLVING
1. Pengertian Problem Solving
Masalah menurut sebagian ahli pendidikan matematika ( fadjar,
2004 ) adalah pertanyaan yang harus dijawab atau direspons, namun
tidak semua pertanyaan otomatis menjadi masalah. Suatu pertanyaan
akan menjadi masalah hanya jika pertanyaann itu menunjukan adanya
24
suatu tantangan ( chalange ) yang tidak dapat dipecahkan secara
prosedur rutin yang sudah diketahui sipelaku .22
Senada dengan pengertian diatas Coney ( fadjar,2004 ) menyatakan
( for a question to be a problem, it must present chalange that cannot
be resolved by some routine procedure known to the student ).23
Mengandung pengertian bahwa masalah merupakan pertanyaan yang
bersifat tantangan dan tidak dapat dipecahkan secara prosedur yang
sudah diketahui si pelaku. Sedangkan Syaiful dan Aswan ( 2006 )
menyatakan bahwa dapat memberikan respons terhadap rangsangan
yang menggambarkan atau membangkitkan situasi problematik, yang
mempergunakan berbagai kaidah yang telah dikuasainya .24
Dari uraian diatas jelas bahwa masalah merupakan pertanyaan
yang bersifat tantangan(challange) dan tidak dapat dipecahkan secara
prosedur rutin (procedure routine) yang sudahdiketahui jawabannya.
Pertanyaan yang diberikan pada siswa akan menentukan terkategorikan
tidaknya pertanyaan menjadi masalah atau hanyalah suatu pertanyaan
biasa. Jika pertanyaantersebut sudah diketahui jawabannya dengan
pengetahuan rutin yang biasa, maka pertanyaantersebut bukanlah suatu
masalah. Namun apabila pertanyaan tersebut belum dapat diketahui
olehsi pelaku atau orang lain, maka pertanyaan tersebut adalah
masalah dan harus dipecahkan.Pemecahan masalah yang digunakan
sesuai dengan kaidah-kaidah teori yang telah dikuasainya.Dengan
memecahkan masalah tidak seperti biasa dan atau belum terpecahkan
jawabannya olehorang lain. Maka hal tersebut dapat menjadi jendela
dimana kreatifitas, inovasi serta logika siswayang menjadi
tumpuannya.Karena dengan merekonstruksi kembali ilmu-ilmu yang
telah dipunyaiserta dikombinasikan pada daya nalar
siswa.Menggambarkan atau membangkitkan situasi.Dari uraian diatas
22 Fadjar Shodiq,Penalaran,Pemecahan Masalah dan Komunikasi dalam Pendidikan
Matematika” Diknas PPPG Matematika,Yogyakarta,2004 ,, hlm. 10. 23 Fadjar Shodiq,Penalaran ,Pemecahan Masalah, (Jakarta : Bumi Aksara, 1999), hlm. 8.
24 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 2006), hlm. 18
25
jelas bahwa masalah merupakan pertanyaan yang bersifat
tantangan(challange) dan tidak dapat dipecahkan secara prosedur rutin
(procedure routine) yang sudahdiketahui jawabannya. Pertanyaan yang
diberikan pada siswa akan menentukan terkategorikantidaknya
pertanyaan menjadi masalah atau hanyalah suatu pertanyaan biasa.
Jika pertanyaantersebut sudah diketahui jawabanya dengan
pengetahuan rutin yang biasa, maka pertanyaantersebut bukanlah suatu
masalah. Namun apabila pertanyaan tersebut belum dapat diketahui
olehsi pelaku atau orang lain, maka pertanyaan tersebut adalah
masalah dan harus dipecahkan.Pemecahan masalah yang digunakan
sesuai dengan kaidah-kaidah teori yang telah dikuasainya.Dengan
memecahkan masalah tidak seperti biasa dan atau belum terpecahkan
jawabannya olehorang lain,maka hal tersebut dapat menjadi jendela
dimana kreatifitas, inovasi serta logika siswayang menjadi
tumpuannya. Karena dengan merekonstruksi kembali ilmu-ilmu yang
telah dipunyaiserta dikombinasikan pada daya nalar siswa, maka dapat
menggambarkan atau membangkitkan situasiproblematik, dan
mempergunakan berbagai kaidah yang telah dikuasainya.
2. Proses Pemecahan Masalah
Sebagaimana disampaikan diatas bahwa masalah merupakan
pertanyaan yang bersifattantangan (challange) dan tidak dapat
dipecahkan secara prosedur rutin (routine procedure) yangsudah
diketahui si pelaku. Sudah dapat dibayangkan bahwa dalam
pengerjaannya memerlukanwaktu yang relatif lebih lama dari proses
pemecahan soal rutin biasa. Adapun langkah-langkahdalam
pemecahan masalah, Fadjar (2004) membagi pada 4 langkah yakni : 25 Memahami masalahdimana dalam tahap ini kita dapat mengetahui
dan mempergunakan pengetahuan untukmemperinci dan menganalisa
dari berbagai sudut, yang kedua yakni merumuskan sumber-sumber
25 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 2002), hlm. 44.
26
yang ada dan mencari serta menyusun dalam merencanakan
penyelesaian masalah, yang ketigayakni melaksanakan rencana yang
sudah disusun, dan yang keempat memaparkan dan menelaahhasil
yang telah didapatkan sesuai dengan prosedur diatas.
Sedangkan penyelesaian masalah menurut John Dewey
(Fathurrahman, 2006) ini dilakukan dalamenam tahap, yakni:26
Tahap-tahap kemampuan yang diperlukan
1. Merumuskan masalah
2. Menelaah masalah
3. Merumuskan hipotesis
4. Mengumpulkan danmengelompokkan datasebagai bahan
pembuktian hipotesis.
5. Pembuktian hipotesis
6. Menentukan pilihanpenyelesaian .
C. PERILAKU KEAGAMAAN
1. Pengertian Perilaku Keagamaan
Masalah di seputar sikap dan perilaku manusia sehari-hari,
bermacam-macam pendapat tentang pengertian perilaku.Para ahli
mempunyai batasan yang berbeda-beda.Untuk memberi gambaran
mengenai masalah ini, berikut dikemukakan pengertian tentang perilaku,
yang dikemukakan para ahli.
a. Jalaluddin
Perilaku menurut Jalaluddin, ditentukan oleh keseluruhan
pengalaman yang yang disadari oleh pribadi. Perilaku merupakan
kesadaran tentang apa yang dipikir dan dirasakan oleh individu untuk
menentukan apa yang akan dikerjakan.27
26 Nana Sudjana, Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung : PT Sinar Baru Algesindo, 1997), hlm. 17.
27 Jalaluddin, Psikologi atau Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 165.
27
b. Wasty Soemanto,
Menurut Wasty Soemanto, perilaku atau readinessmempunyai
arti kesiapan atau kesediaan seseorang atau peserta didik untuk berbuat
sesuatu.28
c. Cronbach,
Perilaku merupakan segenap sifat atau kekuatan pada diri
seseorang atau peserta didik yang membuat orang tersebut dapat
bereaksi dengan cara tertentu.
d. Muhibbin Syah,
Perilaku merupakan suatu kecenderungan untuk bertindak
dengan cara tertentu yang ditandai dengan munculnya kecenderungan-
kecenderungan baru yang telah berubah (lebih maju dan lebih lugas)
terhadap suatu objek, tata nilai, peristiwa, dan sebagainya.29
e. Bruno,
Perilaku menurut Bruno, dikutip Muhibbin Syah, mempunyai
pengertian kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi terhadap
sesuatu/kecenderungan bertindak dengan cara tertentu.
Perilaku Keagamaan ialah kecenderungan untuk melakukan
sesuatu kepada respon dengan cara tertentu terhadap alam sekitarnya
baik merupakan individu maupun objek yang lain berdasarkan aturan
atau norma-norma agama yang hidup di masyarakat.
Sikap ini memberikan arah perbuatan atau tindakan untuk
melakukan perbuatan secara Islami dan sadar akan melaksanakan
perbuatan itu. Perilaku seseorang tumbuh dan berkembang sebagaimana
terjadi pada pola tingkah laku yang bersifat mental dan emosi sebagai
bentuk reaksi individu terhadap lingkungan.Perilaku yang tepat dan
terarah dapat memberikan kemungkinan kesuksesan yang besar
terhadap usaha seseorang.
28 Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, Landasan kerja Pemimpin Pendidikan,
(Jakarta : Rineka Cipta, 2002), hlm. 191. 29 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2009), hlm.
123.
28
Sedangkan pengertian agama merupakan istilah yang populer di
zaman sekarang.Dahulu orang berusaha mendefinisikan agama ke
dalam bentuk pengertian-pengertian, sedangkan pada saat ini para pakar
tidak kalah dalam usaha mendefinisikan pengertian agama. James,
seorang tokoh ilmu jiwa agama dari Universitas Edinburgh,
memberikan definisi agama sebagai perasaan dan pengalaman manusia
secara individu dan menganggap bahwa manusia berhubungan dengan
apa yang dipandangnya sebagai Tuhan.30
William James menolak mendefinisikan rasional terhadap
agama, menurutnya agama mempunyai pengertian yang kompleks,
sehingga sukar mendefinisikan agama secara tepat. Dadang Kahmad,
menyatakan bahwa agama merupakan pandangan hidup yang harus
diterapkan dalam kehidupan individu maupun kelompok.31
Lebih lanjut Dadang Kahmad, beliau mendefinisikan agama
sebagai kalimat yang berasal dari bahasa Arab, dikenal dengan ad-din
dan al-milah yang berarti agama adalah nama yang bersifat umum.
Artinya agama tidak ditujukankepada salah satu agama, ia adalah nama
untuk setiap kepercayaan yang ada di dunia ini.
Maimun Zubair, dalam buku terbitan salah satu bukunya, beliau
berpendapat bahwa agama adalah produk Tuhan untuk menggiring
manusia yang memiliki akal normal – dengan keadaran yang mereka
miliki – untuk menentukan pilihan yang lebih baik dengan prioritas
tujuan untuk mendapatkan kebhagiaan di dunia (duniawi) dan di akhirat
(ukhori).32
Atang Abdul Hakim, dalam bukunya Metodologi Studi Islam
mencoba membahasa tentang pengertian agama, beliau menjelaskan
bahwa agama lebih berkonotasi pada kata kerja yang mencerminkan
sikap keberagaman atau kesaleihan hidup berdasarkan nilai-nilai
30 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta : Bulan Bintang, 2001), hlm. 29-30. 31 Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, (bandung : Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 15 32KH. Makmun Zubair, Simbiosis Negara dan Agama, (Lirboyo Kediri : Purna Siswa
Aliyah Pon.Pes. Hidayatul Mubtadi`in, 2007), hlm. 11.
29
ketuhan. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya religion bergeser
menjadi kata benda yang merupakan himpunan dokrin, ajaran, serta
hkum-hukum yang telah baku dan diyakini sebagai kodifikasi perintah
Tuhan.33
Sedangkan Quraish Shihab, berpendapat bahwa agama
merupakan manifestasi hubungan antara makhluk dengan Khaliqnya,
hubungan ini mewujud dalam sikap batinnya serta tampak dalam
ibadah yang dilakukannya dan tercermin dalam sikap kesehariannya.34
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa agama
merupakan tuntutan dari Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada
umat manusia berisikan ajaran dan aturan berupa petunjuk-petunjuk
Tuhan yang menyinari kehidupan manusia sehingga mempunyai
pedoman dalam menentukan norma-norma kebaikan untuk
mewujudkan kehidupan yang diridhoi Allah SWT di dunia dan di
akhirat.
Simpulan tentang pengertian agama di atas, sesuai Hadits Nabi,
yang diriwayatkan Imam Bukhari, ra.dari sanad Ibnu Umar, ra. :
�<T� �7 ا�T� �ل اPLل رC� لC� YH� MIا M� مWLFا [>I a�TLو
CJD bHX 7T�دة ان F ا?� ا�F ا� وان� �H;d� رPLل ا� وا�Cم ا?=�Wة واC8�ء
)روا� ا?Clfرى. (ا?��آCة وا?;�� وP�م رCmdن
“Dari Ibnu Umar ra berkata, Rasulullah saw bersabda : Islam itu dibangun atas lima dasar, bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusannya, mendirikan shalat, memberikan zakat, puasa dan menuanaikan ibadah haji”. (H.R. Bukhari).35
Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian perilaku dan
pengertian agama di atas dapat diambil simpulan bahwa pengertian
33 Atang Abdul Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, (Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2002), hlm. 3. 34 M. Quraish Shihab, Membumikan Al Quran, (Bandung : Mizan, 2007), hlm. 210. 35 Abi Abdullah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari, (Indonesia :
Maktabah Dahlan, t.th), hlm. 14.
30
perilaku Keagamaan merupakan kecenderungan seseorang untuk
bertingkah laku sehari-hari sesuai dengan tuntunan atau ajaran
Agama Islam serta tidak bertentangan dengan alam sekitarnya, dan
Islam sebagai landasan norma dalam kehidupan manusia di jagad ini.
2. Hakikat Perilaku Keagamaan
Perilaku Keagamaan dalam Islam disebut sebagai ibadah atau
ahklak. Ahmad Amin mendefinisikan akhlak dengan “Kebiasaan
kehendak, berarti bahwa kehendak itu bila membiasakan sesuatu maka
kebiasaan itu disebut akhlak.”36Perilaku Keagamaan menurut Barmawi
Umarie, adalah kehendak yang dibiasakan, atau akhlak.37
Gerak dan ucapan yang timbul dari diri manusia tidak terlahir jika
tidak ada dorongan dalam diri manusia itu sendiri.Dorongan atau motivasi
itulah yang mewujudkan berbagai bentuk perilaku manusia, apabila
dorongan dalam diri manusia baik, kemungkinan besar dapat mewujudkan
perilaku manusia yang indah, sebaliknya apabila dorongan dalam diri
manusia jelek, kemungkinan besar dapat menimbulkan perilaku manusia
yang merusak.
Menurut Muhammad Al Mighwar, banyak sekali kebutuhan
manusia yang mendorongnya berbuat atau bertingkah laku tertentu, seperti
kebutuhan biologis, kebutuhan individual, dan kebutuhan religious.
Pendekatan terhadap kebutuhan-kebutuhan tersebut berperan untuk
mendekatkan diri dalam pergaulan yang positif dan menghindarkan diri
dari pergaulan negatif.38
Islam mengharapkan setiap manusia mempunyai dorongan tetap
terhadap kebaikan dan condong kepada kebenaran. Semua aturan
agama mengajarkan dan mengharapkan umatnya dalam jalur
kebenaran serta mengharamkan umatnya berperilaku dalam jalur
kemungkaran yang dapat menyebabkan kerusakan dan kehancuran.
36 Ahmad Amin, Etika (Ilmu Ahklak), (Jakarta : Bulan Bintang, 2002), hlm. 62. 37 Barmawie Umarie, Materi Akhlak, (Surabaya : Bina Ilmu, 2003) hlm. 1 38 Muhammad Al Mighwar, Psikologi Remaja Petunjuk Bagi Guru dan Orang Tua,
(Bandung : Pustaka Setia, 2006), hlm. 165.
31
Agama itu berpijak dalam suatu kodrat psikologis atau kejiwaan
pada manusia, yaitu keyakinan kelanjutan hidup sesuatu agama bergantung
pada masalah seberapa jauh keyakinan Keagamaan itu meresapi kejiwaan
setiap pemeluknya.Manusia atau peserta didik dianjurkan mempunyai jiwa
yang dihiasi dengan keyakinan Keagamaan yang kuat dengan tujuan untuk
memperoleh bentuk penAgamalan yang diharapkan oleh agama.
Perilaku Keagamaan mempunyai makna yang tinggi yaitu kegiatan
individu manusia yang diwujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan
mengandung unsur Keagamaan.Perilaku Keagamaan merupakan
konsekuensi dari pemahaman seseorang terhadap keyakinan agamanya,
dan menjadi kewajiban bagi setiap orang yang beragama untuk
menAgamalkan seluruh ajaran agamanya, serta meninggalkan segala yang
dilarangnya.
Fenomena yang paling mendasar terletak pada kadar seorang
melakukan penAgamalan Keagamaan. Rutinitas penAgamalan Keagamaan
seseorang yang optimal adalah dalam rangka mencapai Keagamaan yang
utuh.Sehingga terlihat dalam kehidupan seseorang dalam menjalankan
agamanya secara kaffah. Islam telah menerangkan hal-hal yang dianggap
baik dan dianggap kotor, semuanya tertuang dalam Al-Quran beserta
penjelasan-penjelasan dari Rasulullah saw. Dari kedua sumber diatas
lahirlah beberapa pembagian hukum dalam Islam.Para mujtahid, musafir
dan para ulama mengembangkan kemampuannya menggali ilmu-ilmu
agama demi kepentingan umat manusia di seluruh dunia ini terutama
untuk kemajuan umat Islam.
Aspek muamalah dan ibadah merupakan bagian dari beberapa
hukum Islam yang diklasifikasikan oleh para ulama. Kedua aspek hukum
tersebut dapat dijumpai pada diri manusia. Aspek ubudiyah meliputi
ibadah yang langsung berurusan dengan Allah SWT. Seperti shalat, puasa,
haji dan sebagainya.Sedangkan aspek muamalah berurusan dengan sesama
manusia.Kedua aspek ini diharapkan menjadi dorongan dan motivasi
32
dalam penAgamalan yang indah yaitu penAgamalan Keagamaan bagi
seseorang atau peserta didik.
Zakiah Darajat, menegaskan bahwa untuk membentuk perilaku
Keagamaan peserta didik maka pendidikan agama di sekolah harus melatih
anak didik melakukan ibadah yang diajarkan dalam agama, yaitu praktik-
praktik ibadah yang akan mendekatkan jiwa anak didik kepada Tuhan.
Semakin serig melakukan ibadah semakin tertanam kepercayaan kepada
Tuhan dan semakin dekat jiwanya kepada Tuhan.Di samping itu anak
didik juga harus dibiasakan mengatur tingkah laku dalam pergaulan sesuai
dengan ajaran akhlak yang diberikan Agama (Islam), agar sifat-sifat yang
baik tertanam melalui praktik dalam kehidupan sehari-hari.39
3. Proses Terbentuknya Perilaku Keagamaan
Manusia sejak lahir mempunyai hak kemerdekaan untuk bertindak,
berfikir, dan berbuat.Kemerdekaan yang diberikan oleh Allah tidaklah
kemerdekaan yang tanpa aturan, dalam arti bahwa kemerdekaan manusia
tetap mempunyai ikatan-ikatan yang dapat mencegah manusia bertindak
dan berbuat tanpa batas. Dalam usaha memperoleh perilaku keagamaan,
terdapat beberapa macam faktor proses antara lain :
a. Faktor Meniru
Perilaku Keagamaan dapat diperoleh dengan meniru
kepada seseorang yang lebih dewasa dalam perilaku
Keagamaannya, seseorang mempunyai acuan yang baik untuk
membentuk sikap Keagamaan yang diinginkan. Perilaku sahabat-
sahabat Nabi mencerminkan totalitas Agama Islam yang terwujud
dalam hidup mereka yang sederhana. wara`, tawadhu`, zuhud dan
mengalihkan perhatian kehidupan hanya kepada Allah SWT
semata, merupakan contoh penAgamalan dan perbuatan Nabi yang
diwariskan kepada umat Islam. Perbuatan dan penAgamalan
39 Zakiah Darajat, Kesehatan Mental, (Jakarta : Gunung Agung, 2002), cetakan kelima
belas, hlm. 130.
33
tersebut mampu menebarkan kebajikan dan kebaikan diri pribadi
dan orang lain.
b. Faktor Tujuan
Untuk memperoleh perilaku yang baik harus dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang selaras dengan materi dan ajaran agama.Setiap
perilaku pada diri manusia dipengaruhi oleh faktor-faktor dan
tujuan. Berdasarkan konsep di atas, tujuan–tujuan yang ingin
dicapai manusia mempengaruhi terjadinya pola penAgamalan dan
sikap manusia. Oleh karena itu bagaimana mengarahkan diri untuk
mencapai tujuan yang terbaik. Sedangkan tujuan yang baik bagi
manusia adalah tujuan yang diridhoi oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Tujuan-tujuan itu secara rapi terkemas dalam Agama Islam.
Berdasarkan uraian tentang tujuan untuk bertindak di atas,
untuk mendapatkan perilaku Keagamaan pada diri seseorang,
seharusnya tujuan-tujuan yang ingin dicapai diwarnai oleh nilai-
nilai agama. Dengan terisinya tujuan-tujuan oleh nilai agama
diharapkan dalam berperilaku mewujudkan penAgamalan dan
sikap Keagamaan
c. Faktor Lingkungan
Pola perilaku Keagamaan manusia atau peserta didik
banyak terpengaruh oleh faktor lingkungan. Sedangkan lingkungan
sendiri dibedakan menjadi tiga :
1) Lingkungan keluarga
2) Lingkungan sekolah
3) Lingkungan masyarakat
Sejauh mana persepsi manusia terhadap lingkungan yang
mengecewakan atau memuaskan, berdampak pada penAgamalan
34
manusia.40Hal senada juga terungkap dalam teori fenotip, bahwa
pengaruh-pengaruh lingkungan yang menguntungkan dan tidak
menguntungkan ikut menetukan sifat-sifat apakah yang nampak dimiliki
organisme dalam periode tertentu. Tokoh yang lain, Jalaludin Rakhmat,
mengungkapkan :
Berdasarkan temuan psikologi agama latar belakang psikologi
diperoleh berdasarkan faktor intern maupun hasil pengaruh lingkungan
memberi ciri pada pola tingkah laku dan sikap seseorang dalam bertindak.
Pola seperti itu memberi bekas pada sikap seseorang pada agama.William
James melihat adanya hubungan antara tingkah laku Keagamaan seseorang
dengan pengalaman Keagamaan yang dimilikinya itu
Uraian di atas menegaskan bahwa pengalaman seseorang
mempunyai nilai sangat penting yang perlu untuk diperhatikan, karena
pengalaman kehidupan yang pernah dijalani membawa pola penAgamalan
dan sikap yang khas pada diri seseorang.Sehingga pengalaman-
pengalaman anak diwaktu kecil seharusnya terisi oleh pengalaman yang
kondusif, dan dapat mendukung kehidupannya.
d. Faktor Motivasi
Manusia atau peserta didik mempunyai dorongan atau motivasi
yang dapat menggerakkan dirinya untuk beraktivitas. Setiap
waktu selalu berganti-ganti, jika setiap motivasi yang timbul selalu
diikuti tanpa dipertimbangkan akibatnya, maka fenomena ini sangat
berbahaya bagi diri manusia. Setiap motivasi yang timbul dari jiwa
manusia belum tentu mempunyai bobot positif, dalam arti tidak
menafikan mengarah kepada kemudharatan dan kejelekan.tetapi ada
motivasi yang mengarah kepada kemaslahatan dan kemanfaatan. Hal
terpenting adalah bagaimana mengarahkan motivasi yang ada pada diri
manusia itu menuju yang terbaik dan sesuai dengan ajaran agama
40 Jalaludin Rahmad, Psikologi Komunikasi, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1996), hlm.
46.
35
sehingga motivasi tersebut menghasilkan perilaku dan sikap yang
dihiasi dengan nilai-nilai agama. Seperti yang diungkapkan oleh Hafi
Anshari, bahwa dalam kelakuan religius motif-motif tersebut penting
untuk dibicarakan dalam rangka mengetahui apa sebenarnya latar
belakang atau kronologi perilaku Keagamaan yang dikerjakan
seseorang dan memang peranan motif tersebut memegang peranan
penting dalam membimbing dan mengarahkan perilaku Keagamaan.
Berdasarkan uraian di atas, motivasi mempengaruhi pola tingkah
laku seseorang dalam kehidupannya, baik motivasi dari dalam maupun
dari luar.
4. Komponen-komponen Perilaku Keagamaan
Komponen-komponen perilaku Keagamaan seseorang atau peserta
didik meliputi :
a. Aspek Ritual/Ibadah, perilaku Keagamaan secara umum mencakup
ibadah yang meliputi lima rukun Islam yakni, syahadat, shalat, zakat,
puasa, dan haji. Sedangkan secara khusus perilaku Keagamaan pada
peserta didik tingkat sekolah dasar hanya mencakup :
1) Syahadat
2) Shalat
3) Puasa
4) Berdoa
5) Membaca Al Quran.
b. Aspek Sosial, antara lain :
1) Berbakti kepada orang tua
2) Berbakti kepada guru
3) Bergaul dengan tetangga
4) Bergaul dengan teman
5) Hidup bermasyarakat.
c. Aspek Emosional, antara lain aktualisai dari :
1) Hubungan Vertikal dengan Tuhan, meliputi :
a) Tenang dalam iktikaf
36
b) Penuh harap dalam berdoa
c) Takut melakukan dosa
d) Ikhlas dalam beribadah
e) Ridha dalam takdir.
2) Hubungan Horisontal dengan Makhluk
a) Sayang terhadap saudara
b) Kasihan terhadap orang miskin
c) Simpati terhadap teman yang kesusahan
d) Kasih terhadap sesama
e) Mencintai lingkungan.
Penjabaran tentang komponen-kompenen perilaku Keagamaan
secara garis besarnya sebagai berikut :
a. Komponen Bidang Ibadah
Pengertian Ibadah secara etimologis berarti mematuhi, tunduk,
berdoa.Sedangkan secara terminologis Ibadah adalah kepatuhan atau
ketundukan kepada Dzat yang memiliki puncak keagungan, Tuhan
Yang Maha Esa. Ibadah mencakup segala bentuk kegiatan/perbuatan
yang dilakukan oleh setiap muslim dengan tujuan untuk mencari
kekridhaan Allah SWT.41 Aturan ibadah bagi setiap muslim menurut
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, diantaranya mencakup tentang :
1) Shalat
2) Zakat
3) Puasa
4) Haji.42
Ibadah merupakan suatu perbuatan yang dikerjakan kaum
muslimin untuk mendekatkan diri kepada perintah dan menjauhi larangan
Allah dan mengharapkan hati dalam beribadah sepenuhnya tunduk dan
patuh hanya kepada Allah SWT.
41 Baihaqi, Fiqh Ibadah, (Bandung : M2S, 2006), hlm. 9-10 42 Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh, (Semarang : Pustaka Rizki
Putra, 2001), hlm. 20.
37
Islam mengajarkan agama dengan lengkap prinsip–prinsipnya juga
pelaksanaannya.Aktivitas ibadah tidak boleh ada perbuatan, apakah pada
bentuk pencampuran yang disebut sinkretisme dan bid`ah. Sinkretisme
adalah memasukkan unsur kepercayan atau agama lain pada peribadatan
Agama Islam. Bid`ah adalah mengada–adakan sesuatu yang baru yang
tidak diajarkan Al Quran dan Hadits.Bid`ah pada peribadatan bersifat
dhalalah yang hukumnya haram.
Rumusan ajaran yang mengandung unsur pokok pada ibadah bagi
setiap muslim baik secara individual maupun kolektif yaitu :
a) Adanya perbuatan.
b) Perbuatan tersebut dilakukan oleh orang mukallaf.
c) Maksud perbuatan itu untuk mendekatkan diri kepada Allah
d) Sebagai realisasi adanya iman kepada Allah SWT.
e) Beribadah tidak boleh ada percampuran unsur agama lain dan
mengada–adakan sesuatu yang tidak terdapat dalam Al Quran dan
Sunnah Rasulullah.
Konsep tentang iabadah di atas mengandung maksud bahwa
perbuatan yang tidak disertai dengan keimanan, upamanya dikerjakan oleh
orang kafir perbuatan tersebut dipandang baik secara umum, adalah tidak
baik dinilai secara ibadah.
Begitu pula sebaliknya, perbuatan yang dikerjakan oleh seorang
mukmin yang didasari oleh rasa iman, namun tidak untuk sarana ibadah
dan mendekatkan diri kepada Allah SWT bahkan melupakannya, maka
tidak dinamakan ibadah.
Pada konteks peribadatan, Allah telah menciptakan manusia dan jin
serta seluruh mahluk di dunia ini agar beribadah kepada-Nya. Segala
aktivitas manusia yang didasari niat dan iman disebut ibadah. Allah telah
menyuruh manusia dan hamba–hambaNya untuk menyayangi alam
semesta yang diperuntukkan manusia, yang berarti alam bersifat
fungsional.
38
Seseorang di dalam menjalin hubungan dengan Allah SWT, baik
melalui penghambaan diri atau aktivitas–aktivitas yang bernuansa ibadah
lainnya, memiliki konsep al–Ihsan, yaitu menyembah Tuhan seakan–akan
kita melihat-Nya dan jika kita tidak melihat-Nya maka Tuhan melihat kita.
Suatu ungkapan dramatis yang dapat kita peroleh dari sebuah
penghambaan diri yang tulus dan hanya dimiliki oleh orang–orang yang
bertakwa secara benar. Penghayatan religius seperti inilah yang ingin
dicapai dalam proses Pendidikan Agama Islam. Oleh karena itu, perpaduan
antara sistem dan metode pembeljaran Pendidikan Agama Islam yang
benar dan efektif akan menghasilkan tujuan pendidikan yang diharapkan
seperti penulis kutipkan di atas.
Berdasar bentuk operasionalnya, pelaksanaan ibadah yang khusus
bagi peserta didik yang berAgama Islam meliputi ibadah shalat, puasa,
zakat fitrah, dan lain sebagainya.
Shalat secara harfiah berarti doa. Shalat secara syariat merupakan
serangkaian ucapan dan perbautan ibadah yang diawali dengan takbir dan
diakhiri dengan salam.43Hikmah shalat yaitu mencegah seseorang atau
peserta didik dari perbuatan yang munkar dan keji.Shalat merupakan
modal hidup bagi manusia agar hidup menjadi makmur sejahtera, dan
bahagia.
Adapun ibadah wajib yang lainnya adalah puasa pada bulan
Ramadhan yang harus dikerjakan oleh setiap manusia yang beriman
kepada Allah, dan barang siapa yang melanggarnya mendapat dosa. Selain
puasa di bulan Ramadhan, puasa juga diperintahkan pada hari Senin dan
Kamis, dan puasa-puasa sunnah lainnya.
Seorang muslim melaksanakan puasa dengan baik sesuai syarat dan
rukunnya, diampuni dosa-dosa yang telah lalu, berarti tinggal menanggung
dosa yang ringan/tidak terlalu berat.
Hikmah melaksanakan puasa wajib pada bulan Ramadhan dan
puasa-puasa sunnah seperti puasa hari Senin dan Kamis, puasa bulan
43 Muhammad Amin Suma, Tafsir Ahkam, Jilid I, (Jakarta : Logos, 2001), hlm. 9.
39
Rajab, puasa tanggal 2 sampai 5 di bulan Syawal, dan puasa sunnah
lainnya sangat besar bagi kehidupan manusia yang beriman, dan dapat
meningkatkan disilpin dalam beribadah, serta dapat menanamkan
kepribadian bagi putera-puterinya untuk beribadah kepada Allah SWT.
b. Komponen Bidang Sosial
1) Berbakti Kepada Orang Tua
Komponen akhlak bidang sosial meliputi berbakti kepada orang
tua.Berbakti kepada orang tua merupakan kewajiban bagi anak-
anaknya, sebagai perbuatan yang baik dan disukai Allah SWT.
Sebaliknya bila meyekutukan dan tidak berbakti kepada orang
tuanya, orang tersebut terlaknat dan tidak disukai Allah SWT. Konsep
di atas sebagai bentuk penghargaan terhadap orang tua, mengingat
peran orang tua dalam memelihara, dan mendidik anak hingga
dewasa dan mampu mandiri menjalani eksistensi kehidupannya.
Berpijak dari konsep di atas, anak harus berbakti kepada orang tua
yang masih hidup ataupun sudah meninggal dunia, dalam ajaran Islam
disebut Birrul Walidain.
Adapun cara-cara anak atau peserta didik berbuat baik kepada kedua
orang tua yaitu :
a) Menunaikan hak orang tua dan kewajiban terhadapnya.
b) Mentaati keduanya.
c) Melakukan hal-hal yang baik sehingga orang tua senang.
d) Menjauhi perbuatan buruk terhadap orang tua.
e) Menjalankan perintah orang tua selama tidak menyimpang ajaran
Islam.
f) Berlaku jujur terhadap orang tua.
g) Mendoakan orang tua.
Cara berbakti kepada orang tua seperti penulis sebutkan di atas,
merupakan salah satu perilaku Keagamaan yang dapat menjadikan anak
yang salih dan solekhah dalam artian birul walidain (berbuat baik
kepada kedua orang tua).
40
2) Bergaul dengan Tetangga
Manusia atau peserta didik hidup tidak terlepas dari pergaulan di
rumah (keluarga) maupun di lingkungan sekitarnya
(tetangga/masyarakat).Manusia atau peserta didik saling tolong-
menolong dalam lingkungannya guna memakmurkan lingkungan
itu.Adapun manusia atau peserta didik satu sama lain saling kenal-
mengenal guna mempermudah dalam pergaulan atau interaksi sosial
dalam masyarakat, yang positip maupun negatip dalam ajaran Islam.
Masyarakat merupakan kumpulan individu dan kelompok yang
diikat oleh kesatuan negara, kebudayaan, dan agama.Masyarakat
mempunyai peranan yang besar dalam memberi arah terhadap
pendidikan anak, terutama para pemimpin atau penguasa masyarakat.
Pemimpin masyarakat muslim menghendaki anak/rakyatnya menjadi
anggota yang taat dan patuh menjalankan agamanya baik dalam
lingkungan keluarga, anggota sepermainannya, kelompok, dan
sekolahnya. Apabila anak telah besar dapat menjadi anggota
masyarakat yang baik.
Penjelasan di atas secara implisit mengandung konsep tentang
perlunya interaksi sosial bagi anak (sebagai contoh hubungan dengan
tetangga) sebagai cerminan penAgamalan ajaran Islam secara benar
sebagai ujian atau evaluasi pengembangan diri pada setiap tahap
perkembangan anak menuju kedewasaan.
Adapun cara bertetangga yaitu :
a) Tidak sombong.
b) Saling menghormati tetangga tanpa pandang bulu.
c) Sering menolong apabila tetangga sedang kesulitan, dan lain-lain.
Keteladanan orang tua dalam bermasyarakat sangatlah penting
bagi putera-puterinya, sebagai cerminan membentuk konsep diri hidup
bermasyarakat melalui kedua orang tuanya yang nantinya digunakan
sebagi pijakan hidup menatap masa depan.
3) Hidup Bermasyarakat
41
Suatu kehidupan masyarakat tidak lepas dari hubungan yang
bersifat sosial ataupun bersifat agamis. Agama Islam memberikan
pedoman tentang perilaku atau cara berorganisasi, dan telah
diperintahkan kepada manusia agar mendirikan suatu kelompok
(organisasi) yang bertujuan baik dari segi Agama Islam, dengan tujuan
untuk mewujudkan segala bentuk kebaikan dan mencegah segala
bentuk kemunkaran
4) Berbakti kepada Guru/Kyai
Guru/kyai ialah pahlawan tanpa tanda jasa yang berarti
guru/kyai setelah memberikan pelajaran tanpa ada bekasnya pada
murid. Oleh sebab itu salah satu upaya membalas budi baiknya adalah
dengan cara berbakti, menghormati selama masih hidup atau setelah
wafat.
Adapun guru atau kyai yang baik menurut Muhammad
Athiyah Al Abrasy, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a) Guru harus zuhud artinya tidak mengutamakan materi, mengajar
karena mencari ridha Allah.
b) Berjiwa bersih.
c) Ihklas dalam bekerja.
d) Sifat pemaaf.
e) Seorang guru merupakan seorang bapak atau seorang ibu sebelum
menjadi guru.
f) Mengetahu tabiat murid.
g) Seorang guru yang baik harus mengetahu materi atau bahan
pelajaran yang akan diberikan kepada peserta didik .44
Diharapkan kepada anak didik dapat menghormati guru yang telah
mendidiknya.Dan untuk murid atau peserta didik perlu adanya
44 M. Athiyah Al Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta : Bulan Bintang,
2003), hlm. 138.
42
keseimbangan untuk belajar yang baik. Adapun hal yang perlu
diperhatikan oleh peserta didik sebelum belajar yaitu :
a) Membersihkan jiwa sebelum belajar.
b) Selalu mendekat diri kepada Allah.
c) Bersedia mencari ilmu dengan pengorbanan.
d) Selalu menghormati dan memulyakan guru.
e) Tidak boleh menipu dan membuka aib gurunya.
f) Bersungguh-sungguh dalam belajar.
g) Harus mencintai dan senang dalam persaudaraan.
h) Harus memberi salam kepada guru.
i) Tidak boleh meremehkan pemberian guru.
Berdasarkan pembahasan di atas, diwajibkan bagi peserta didik
untuk menghormai guru atau kyai dalam segala hal yang baik dan di
manapun tempatnya, karena guru atau kyai telah banyak memberikan jasa
kepada peserta didiknya.
c. Komponen Perilaku Keagamaan Bidang Emosional
Perilaku Keagamaan bidang emosional merupakan kualitas tingkah
laku, ucapan, dan sikap seseorang yang punya nilai utama dan hina atau
tinggi rendah, dengan kata lain halus kasarnya perasaan yang tercermin
pada tutur kata dan sikap seseorang.
Manusia hidup memiliki sikap dan perilaku yang berbeda dengan
orang lain. Ada orang yang bersikap dan berperilaku baik dan ada pula
yang memiliki sikap dan perilaku buruk dalam pergaulan. Orang bersikap
dan berperilaku baik akan senantiasa mendapat teman yang baik dan
menyenangkan dalam bergaul dengan orang lain. Sedangkan orang yang
bersikap dan berperilaku buruk selain sulit mendapat teman juga akan
dijauhi dalam pergaulan. Sebutan lain untuk sikap dan perilaku
Keagamaan seseorang di masyarakat adalah akhlak. Akhlak juga berarti
budi pekerti yang baik seseuai tuntunan agama dan norma-norma yang
hidup di masyarakat.
43
Pembahasan tersebut menunjukan bahwa perilaku Keagamaan
dalam pengertian sehari-hari dapat disamakan dengan akhlak (adab, sopan
santun, tata krama, budi pekerti dan etika).Menurut para ahli, pengertian
akhlak menurut bahasa berasal dari bahasa Arab, jamak dari kata khuluq
yang artinya perangai atau tabiat.45 Sedangkan pengertian akhlak menurut
Barmawi Umarie, ialah persesuain yang memungkinkan timbulnya
hubungan yang baik antara mahkluk dengan Khalik dan antara makhluk
dengan makhluk.46 Dengan bahasa yanglebih singkat Ahmad Amin,
mengatakan : Khuluk (akhlak) adalah adat (kebiasaan) kehendak.47Sejalan
dengan pendapat Ahmad Amin di atas, menurut Muhammad Zain Yusuf,
apabila kehendak itu membiasakan sesuatu (sudah terbiasa) maka
terjadilah adat sehingga disebut akhlak.48 Sehingga keadaan gerak jiwa
mendorong ke arah melakukan perbuatan yang sudah terbiasa sehingga
tidak menghajatkan pikiran. Definisi demikian sesuai konsep akhlak yang
diutarakan Imam Muhyidin Abdul Hamid Al Ghazali dalam kitabnya Ihya`
Ulumuddin, sebagai berikut :
Md Y��و :?PJ�I لCjSF�ر ا=] �>� :;L را bQ�>?7 اS :N<ه M� رةCf� �Tl?ا Y<Z
Y ورو�: S 7?ا :�C9 .
“Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang darinya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran (terlebih dahulu)”.49
Dengan demikian yang dinamakan akhlak adalah budi pekerti
atau sifat yang ada dalam jiwa manusia.
Akhlak secara otomatis melekat sejak manusia itu dilahirkan.Pada
waktu lahir orang belum bisa diketahui akhlaknya secara pasti. Kemudian
seiring dengan perkembangan fisiknya juga akan berkembang akal
45 Humaidi Tatapangarsa, Pengantar Kuliah Akhlak, (Surabaya : P.T. Bina Ilmu, 2001),
hlm. 13. 46 Barmawi Umarie, Materi Akhlak, (Yogyakarta : Ramadhani, 2002), hlm. 8. 47 Ahmad Amin, Etika Ilmu Akhlak, (Bandung : Al Ma`arif, 2004), hlm. 13. 48 Muhammad Zain Yusuf, Akhlak Tasawuf, (Semarang : IAIN, 2001), hlm. 8. 49 Muhammad Abdul Hamid Al-Ghazali, Ihya` Ulumuddin, Juz III, (Cairo : Darul Fikri,
t.th), hlm. 57.
44
pikirannya. Dengan melalui berbagai tahap perkembangan pribadi akan
diketahui akhlak orang tersebut. Perkembangan pribadi ke arah yang baik
akan membawa orang itu memilik akhlak yang baik atau mulia.
Seorang muslim harus berusaha untuk berakhlak mulia. Contoh
yang nyata terdapat dalam pribadi Nabi Muhammad saw beliau merupakan
sosok pribadi agung yang patut ditiru oleh orang Islam.
Berdasarkan konsep tersebut akhlak Islam bersumber dari norma-
norma yang tercantum dalam Al Quran dan Al Hadits melalui identifikasi
Nabi Muhammad saw. sebagaiuswah al hasanah (contoh teladan) dalam
kehidupan sehari-hari. Konsep tersebut ditegaskan Imam Musbikhin,
bahwa Rasulullah saw. telah meletakkan konsep-konsep dasar dalam
mendidik akhlak anak, dengan cara meluruskan kesalahan dan
menawarkan solusi terbaik demi kebaikan.50
Melalui akhlak mulia akan tercermin kepribadian seseorang atau ,
yang akan menjadi salah satu komponen sumber daya manusia yang
berkualitas. Sumber daya manusia ini sangat dibutuhkan dan sedang
digalakkan pemerintah Indonesia dalam era tinggal landas menuju era post
modernisme atau globalisasi.
Adapun manfaat bagi manusia atau peserta didik mempelajari
akhlak antara lain :
1) Memperoleh kemajuan ruhani
2) Sebagai penuntun kebaikan
3) Memperoleh kesempurnaan iman
4) Memperoleh keutamaan di hari akhir
5) Memperoleh keharmonisan rumah tangga
-komponen akhlak atau perilaku Keagamaan bidang emosional
melibatkan perasaan, emosi, dan persepsi terhadap fenomena di sekitarnya
yang menghendaki adanya sikap dan tindakan seseorang melalui interaksi
50 Imam Musbikin, Kudidik Anakku dengan Bahagia, (Yogyakarta : Mitra Pustaka,
2003)., hlm. 140.
45
sosial.Komponen-komponen akhlak bidang emosional mencakup dimensi
vertikal menyangkut hubungan manusia atau peserta didik dengan Allah
SWT dan dimensi horisontal menyangkut hubungan manusia atau peserta
didik dengan sesama makhluk. Perincian komponen perilaku Keagamaan
bidang emosional tersebut antara lain :
1) Dimensi Vertikal
a) Perasaan lega setelah shalat.
b) Perasaan tenang ketika iktikaf/shalat.
c) Perasaan takut bila doanya tidak terkabul.
d) Perasaan ikhlas menyertai perbuatan beribadah.
e) Perasaan harapan/keyakinan terkabulnya doa atau diterimanya
puasa.
2) Dimensi Horisontal
a) Perasaan kasihan terhadap fakir miskin.
b) Perasaan sayang terhadap makhluk yang lemah.
c) Perasaan kasih terhadap saudara atau kerabat.
d) Perasaan persaudaraan terhadap teman bermain.
e) Perasaan kebangsaan terhadap lingkungan (pada lingkup negara).
f) Perasaan simpati terhadap orang atau teman yang membutuhkan
pertolongan.51
D. KAJIAN PENELITIAN YANG RELEVAN
Peneliti telah berupaya melakukan penelusuran pustaka yang memiliki
relevansi dengan pokok permasalahan pada penelitian ini. Hal tersebut
dimaksudkan supaya fokus penelitian tidak merupakan pengulangan atas
penelitian-penelitian sebelumnya, melainkan untuk mencari sisi lain yang
signifikan untuk diteliti lebih mendalam dan lebih efektif pada sasaran. Selain
itu, penelusuran pustaka juga bermanfaat untuk membangun kerangka teoritik
yang mendasari kerangka pemikiran penelitian skripsi ini. Penelitian yang
telah penulis temukan antara lain :
51 Muhammad Zain Yusuf, Op. Cit., hlm. 27-30.
46
Skripsi karya Nurul Huda, NIM : 056010624 (2008) Universitas
Wahid Hasyim Semarang berjudul Pendidikan Islam Membentuk Perilaku
Keagamaan pada Keluarga Dalam Perspektif Al Quran. Meneliti tentang
konsepsi Al Quran dalam mengkaji peranan orang tua sebagai pendidik agama
dalam memberikan bimbingan/pendidikan Islam sehingga anak memiliki
perilaku Keagamaan yang Islami.Penelitian ini bersifat kualitatif (library
research) dengan analisis deskriptif.Dalam penelitian ini dipaparkan tentang
peranan orang tua terutama Ibu merupakan figur sentral pendidikan agama
bagi anak-anaknya. Melalui metode keteladanan, bimbingan, dan latihan yang
disesuaikan tingkat perkembangan anak, serta kewajiban orang tua untuk
memenuhi fasilitas belajar dan peribadatan anak seperti peci, mukena, buku,
sarung, dan fasilitas pendidikan lainnya, diharapkan potensi dasar (fitrah)
beragama anak dapat berkembang sesuai tujuan. Penelitian ini mengkaji secara
komprehensif konsep Al Quran tentang proses pendidikan agama anak dalam
keluarga mulai dari pendidikan pranikah, pendidikan dalam kandungan, dan
pendidikan pasca kelahiran sampai masa siap sekolah.52
Muhammad Khoirudin, NIM : 02006076 (2006) Universitas Sains Al
Quran Wonosobo, dalam skripsi yang berjudul “Penerapan Metode
Keteladanan Berbasis Lingkungan di SD Negeri 2 Tracap Kaliwiro
Wonosobo” yang berisi tentang penerapan pembelajaran Pendidikan Agama
Islam menggunakan metode keteladanan berbasis kontekstual di SD Negeri 2
Tracap Kaliwiro Wonosobo.53
Nasihatun Nafiah, NIM : 060 786 (2009) STIT Muhammadiyah
Kendal, dalam skripsi berjudul ”Implementasi Metode Keteladanan di TK ABA
Bangunsari Pageruyung Kendal Tahun Pelajaran 2009/2010”. Penelitian ini
mebahasa tentang penerapan metode keteladan pada proses pendidikan di TK
ABA Bangunsari Pageruyung Kendal Tahun Pelajaran 2009/2010.54
52 Lihat Skrpsi karya Nurul Huda, Pendidikan Islam dalam Keluarga dalam Perspektif Al
Quran, (Semarang : Unwahas, 2008). 53 Lihat Skripsi karya Khoirudin, Penenarapan Metode Keteladanan Berbasis
Lingkungan di SD Negeri Tracap Kaliwiro Kabupaten Wonosobo, (Salatiga : STAIN, 2007). 54Lihat Skripsi karya Nasihatun Nafiah, Implementasi Metode Keteladan di TK ABA
Bangunsari Pageruyung Kendal, (Kendal, STIT Muhammadiyah Kendal, 2009).
47
Penelitian pertama di atas lebih memfokuskan pada bagaimana
implementasi pendidikan agama dalam keluarga dengan berpedoman konsep
Al Quran. Adapun pada penelitian kedua dan ketiga, implementasi metode
keteladanan pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam untuk meningkatkan
hasil belajar siswa kaintannya dengan kecakapan hidup. Mengacu pada
penelitian di atas dibandingkan dengan penelitian yang penulis lakukan, yang
lebih terfokus atau lebih spesifik pada pokok bahasan Pengaruh Metode
Keteladanan Terhadap Perilaku Keagamaan Siswa SD Negeri Rejosari
Kecamatan Kangkung Kabupaten Kendal Tahun Pelajaran 2009-2010 .Konsep
pendidikan agama dalam keluarga dalam perspektif Al Quran dalam
membentuk perilaku Keagamaan pada penelitian pertama di atas dan
penerapan metode keteladanan pada penelitian kedua di atas penulis jadikan
acuan untuk melaksanakan penelitian ini. Sehingga penelitian yang penulis
lakukan juga termasuk bagian dari pengaruh keteladanan guru Pendidikan
Agama Islam dalam membentuk perilaku Keagamaan dalam aktivitas hidup
sehari-hari baik di lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat.
E. HIPOTESIS
Untuk mengarahkan agar penelitian ini dapat mencapai pada
sasaranya dan sekaligus untuk menghindari adanya atau informasi yang
kurang relevan, maka di sini penulis akan mengemukakan suatu hipotesis.
Suharsimi Arikunto mengemukakan, “Hipotesis dapat diartikan
sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan
penelitian, sampai terbukti melalui data terkumpul”.55
Adapun Winarno Surahmad memberi batasan bahwa hipotesis adalah
“Suatu kesimpulan tetapi kesimpulan ini belum final, masih harus dibuktikan
kebenarannya”.56
55 Suharsimi, Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Bina Aksara,
Jakarta, 1989, hal. 62 56 Syaiful Bahri Djamaroh, Psikologi Belajar, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hal. 14
48
Selanjutnya berangkat dari permasalahan di atas penulis mengajukan
hipotesis sebagai berikut : “ Metode problem solving dapat meningkatkan
hasil belajar Pendidikan Agama Islam siswa Kelas V SD Negeri
Jatipurwo Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal Tahun 2010/2011 “
49
BAB III
METODE PENELITIAN
Suatu kegiatan ilmiah dimaksudkan untuk mendapatkan data yang akurat
dalam menguji suatu kebenaran. Dalam usaha untuk memperoleh data-data
tersebut diperlukan langkah-langkah antara lain: penetapan subjek penelitian,
pengadaan data, dan analisis data berdasarkan metode yang dapat di pertanggung
jawabkan.
Sehubungan dengan metode di atas, dalam bab ini akan dibahas mengenai
subjek penelitian, waktu dan tempat penelitian, teknik pengumpulan data, teknis
analisis data, metode penyusunan instrument dan siklus kegiatan.
A. Subjek Penelitian
Subjek yang diteliti adalah siswa yang mendapatkan materi tentang
upaya peningkatan hasil nilai pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan
menggunakan metode problem solving dan aplikasinya dalam kehidupan
sehari-hari oleh siswa Kelas V SD Negeri Jatipurwo Kecamatan Rowosari
Kabupaten Kendal Tahun 2010/2011 . Kaitannya dengan penelitian ini, yang
menjadi subyek penelitian adalah peserta didik di kelas V di SD Negeri
Jatipurwo Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal Tahun 2010/2011, dengan
jumlah peserta didik sebanyak 30 orang.
Tabel 1
Daftar nama peserta didik Kelas V SD Negeri Jatipurwo
Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal 1
No. Nama L/P
1 ADIK SISWANTO L
2 DEWI SAFITRI P
1 Dokumen SD negeri Jatipurwo Rowosari Kendal
50
3 DIMAS EKA PRADANA L
4 FERYANTO AJI WIBOWO L
5 IVAN AVIANTO L
6 SYAHRUL FAUZAN ADHIM L
7 ABIE AINUR RIFAL L
8 ALNA PRISKILA P
9 ANGGA ADI MAULANA L
10 ARGA BASTIAN PRANIKO L
11 AYU WULANDARI P
12 M . BASYARUR ROHMAN L
13 BELLA RAHMATUL AZZA P
14 DENI TOMAS PRAKOSO L
15 DEWI MAYANGSARI P
16 EVA YULIANA P
17 FANDHILATUL KHUSNA P
18 IFANA P
19 KHOIRUL AMAL L
20 LILIS KHUSNUL LATIFAH P
21 MELINDA P
22 M.HATIBUR ROHMAN L
51
23 M.RINDHON L
24 M . AYUB SYAEFULLAH L
25 OKTIYANI NASYIQOTUL P
26 RATIH TRI WIDYA ANANDA P
27 RIZKI PURNOMO P
28 SITI ALFIATUR R P
29 TRI WIDYA ASTUTIK P
30 ULVA SULASIH P
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Jatipurwo
Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal Tahun 2010/2011, mulai tanggal 20
Maret 2011 sampai tanggal 19 April 2011.
Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah SD
Negeri Jatipurwo Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal Provinsi Jawa
Tengah.
C. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
metode pengumpulan data sebagai berikut:
1. Metode Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematis
terhadap gejala yang tampak pada obyek penelitian2. Dalam menggunakan
metode observasi cara yang paling efektif adalah melengkapinya dengan
format atau blanko pengamatan sebagai instrumen (Lampiran 3). Format
2 S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), halm
158.
52
yang disusun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang
digambarkan akan terjadi3.
Metode observasi ini digunakan untuk memperoleh data tentang
situasi belajar mengajar dan untuk mengetahui aktivitas peserta didik pada
saat dilakukannya tindakan. Pengambilan data tersebut dengan lembar
observasi.
2. Metode Tes
Tes adalah merupakan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang
digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan intelegensi,
kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Tes ini
untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa dalam ranah psikomotorik
yakni gerakan dan bacaan salat sesuai dengan tujuan pembelajaran
Metode ini untuk mengetahui peningkatan hasil pembelajaran
Pendidikan Agama Islam siswa Kelas V SD Negeri Jatipurwo Kecamatan
Rowosari Kabupaten Kendal Tahun Pelajaran 2010/2011
3. Metode Dokumentasi
Dokumentasi, dari asal kata dokumen, yang artinya barang-barang
tertulis.
Metode dokumentasi digunakan untuk mengetahui dan
mendapatkan daftar nama peserta didik yang menjadi sampel penelitian
yaitu pada Classroom Action Research, dalam hal ini adalah siswa Kelas
V Sekolah Dasar Negeri Jatipurwo Kecamatan Rowosari Kabupaten
Kendal Tahun 2010/2011
D. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah jalan yang dipakai untuk mendapatkan
ilmu pengetahuan ilmiah dengan perincian terhadap obyek yang diteliti atau
cara penanganan terhadap suatu obyek ilmiah tertentu dengan jalan memilah-
3 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1998), hlm 229.
53
milah antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain sekedar untuk
memperoleh penjelasan mengenai halnya4.
Maksud utama dari analisis data adalah untuk membuat data itu dapat
dimengerti, sehingga penemuan yang dihasilkan bisa dikomunikasikan kepada
orang lain5.
Data hasil pengamatan diolah dengan analisis deskriptif untuk
menggambarkan keadaan siswa selama mengikuti proses pembelajaran
Pendidikan Agama Islam dengan metode problem solving. Dan untuk
menggambarkan perubahan perilaku Keagamaan siswa Kelas V dan
aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan peningkatan hasil nilai
Pendidikan Agama Islam . Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif
dengan melihat gejala atau tanda-tanda perubahan siswa yang ditunjukkan
sikap positif, seperti dapat melakukan ibadah dengan baik dan benar , dapat
menununjukkan sikap akhlakul karimah.
E. Metode Penyusunan Instrumen
1. Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan kelas
(PTK) atau disebut juga Classroom Action Research. Ada tiga kata yang
membentuk pengertian PTK, yaitu sebagai berikut:
a. Penelitian, yaitu kegiatan mencermati suatu objek, menggunakan
aturan metodologi tertentu untuk meningkatkan mutu dari suatu hal
yang menarik minat dan penting bagi peneliti.
b. Tindakan, yaitu suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan
tujuan tertentu, yang dalam penelitian ini berbentuk rangkaian siklus
kegiatan.
c. Kelas, yaitu sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama
menerima pelajaran yang sama dari seorang guru6.
4 Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: Raja Grafindo, 1996), hlm 59.
5 H. Mohammad Ali, Strategi Penelitian Pendidikan, (Bandung: Angkasa, 1993), hlm
166. 6 Zainal Aqib, Penelitian Tindakan Kelas, (Bandunma Widya, 2007), hlm 12.
Dari ket
tindakan kelas
sengaja dimunc
Dalam
dengan penelit
mereka secara
dihadapi guru d
Adapun
beberapa siklus
yaitu (1) peren
Dan dalam pen
modelnya adala
Ga
2. Rencana Pelaks
Rencana
berdasarkan fo
7 Suharsimi Ariku
hlm 63.
ari ketiga penelitian tersebut, dapat disimpulkan ba
kelas merupakan suatu pencermatan terhadap
imunculkan, dan terjadi dalam sebuah kelas.
alam pelaksanaannya, maka kerjasama (kolaboras
eneliti menjadi hal yang sangat penting. Mela
ecara bersama menggali dan mengkaji permasalah
guru dan atau siswa di sekolah7.
dapun model dari penelitian tindakan kelas
siklus, dimana masing-masing siklus terdiri dari e
perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan d
m penelitian ini, peneliti menggunakan dua (2) s
a adalah sebagai berikut:
Gambar 3.8 Model Penelitian Tindakan Kelas
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
encana pelaksanaan pembelajaran pada tiap
an format yang disyaratkan dalam Kurikulum T
Arikunto, dkk., Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: Bumi A
54
kan bahwa penelitian
adap kegiatan yang
laborasi) antara guru
Melalui kerjasama,
asalahan nyata yang
kelas yaitu melalui
i dari empat tahapan,
tan dan (4) refleksi.
a (2) siklus. Adapun
tiap siklus dibuat
lum Tingkat Satuan
Bumi Aksara, 2007),
55
Pendidikan (KTSP). Di dalam RPP tertuang skenario pembelajaran
Pendidikan Agama Islam dengan pemecahan masalah atau problem
solving sebagai metode pembelajaran.
3. Instrumen Pengamatan
Instrumen pengamatan disusun dengan indikator-indikator yang
bisa mengukur peningkatan hasil nilai pembelajaran Pendidikan Agama
Islam dengan menggunakan metode problem solving dan aplikasinya
dalam kehidupan sehari-hari (Lampiran 3 dan 4). Dalam hal ini terutama
untuk mengukur motivasi peserta didik dalam beribadah dan berakhlakkul
karimah melalui metode problem solving.
F. Siklus Kegiatan
Kegiatan dirancang dengan penelitian tindakan kelas. Kegiatan
diterapkan dalam upaya peningkatan hasil nilai pembelajaran Pendidikan
Agama Islam dengan menggunakan metode problem solving dan aplikasinya
dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini dirancang dalam 2 siklus, yaitu
siklus I dan siklus II. Tiap tahapan langkah disusun dalam siklus penelitian.
Setiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.
Sebelum dilaksanakannya siklus I dan siklus II, maka diawali dengan
Pra Siklus, dimana pra siklus ini bertujuan untuk mengetahui kondisi awal
kelas yang akan diteliti. Pelaksanaan pra siklus ini, peneliti mengamati peserta
didik ketika menerima materi pelajaran dengan metode ceramah.
1. Siklus I
a. Perencanaan
1) Pada siklus ini, materi yang akan disampaikan adalah tentang
pembelajaran Pendidikan Agama Islam tentang ibadah salat dan
akhlak terpuji .
2) Menyiapkan naskah soal pengetahuan salat dan akhlak terpuji
(teori dan praktik).
3) Menyiapkan naskah wawancara dan lembar pengamatan.
b. Pelaksanaan
56
Peneliti dengan didampingi guru mitra melaksanakan pembelajaran
sesuai dengan RPP yang telah disiapkan sebelumnya. Adapun langkah-
langkah pembelajaran Pendidikan Agama Islam tentang ibadah salat
dan akhlak terpuji melalui metode problem solving adalah sebagai
berikut:
1) Guru menyampaikan materi.
2) Dengan tanya jawab,guru memberikan contoh soal.
3) Guru memberikan satu atau dua soal yang harus dipecahkan oleh
siswa berdasarkan persyaratan soal sebagai problem yaitu:
a) Siswa mememiliki pengetahuan,prasyarat untuk mengerjakan
soal tersebut.
b) Siswa belum tahu algoritma/cara pemecahan soal tersebut.
c) Siswa dan berkehendak untuk menyelesaikan soal tersebut.
4) Siswa dengan dipandu guru menyelesaikan soal yang dipakai
sebagai bahan ajar.
5) Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi.
c. Pengamatan
Dilakukan dengan mengamati kegiatan pembelajaran apakah sudah
sesuai dengan rencana atau belum. Seorang observer mengamati
aktivitas-aktivitas yang dilakukan peserta didik dan mencatat dalam
lembar observasi.
d. Refleksi
1) Secara kolaboratif dengan guru mitra menganalisis hasil
pengamatan berdasarkan indikator yang telah dicapai dan
selanjutnya membuat simpulan sementara terhadap pelaksanaan
siklus I.
2) Memperhatikan kekurangan pada siklus I. Hal-hal yang dapat
meningkatkan aktivitas siswa terus dikembangkan dan jika masih
ada kekurangan atau ketidak berhasilan di siklus I, maka dapat
diperbaiki di siklus II.
2. Siklus II
57
a. Perencanaan
1) Pada siklus ini, materi yang akan disampaikan adalah kelanjutan
dari materi sebelumnya, yaitu praktik salat dan akhlak terpuji .
2) Meninjau kembali rancangan pembelajaran yang telah disiapkan
untuk siklus II. Disini peserta didik benar-benar dipersiapkan untuk
lebih terarah pada indikator pencapaian yaitu pada penekanan
pencapaian hasil nilai pembelajaran, karena untuk mengetahui
apakah ada peningkatan hasil nilai atau masih stagnan.
3) Menyiapkan naskah soal tulis dan praktik berisi tentang materi
salat dan akhlakul karimah.
4) Mempersiapkan bantuan lebih khusus pada peserta didik yang
belum mencapai hasil maksimal ( sesuai kriteria penilaian ) dan
kesesuaian antara nilai tulis dan perilaku sehari-hari.
b. Pelaksanaan
1) Menyuruh peserta didik untuk mendiskusikan materi yang sudah
ditentukan sesuai kelompok kerja masing-masing.
2) Meminta masing-masing kelompok untuk mempresentasikan dan
mempraktikkan materi yang sudah ditentukan sesuai kelompok
kerja masing-masing.
3) Memberi pengarahan kepada peserta didik yang akan
melaksanakan diskusi kelompok.
4) Peserta didik mendiskusikan materi yang sudah ditentukan sesuai
kelompok kerja masing-masing.
5) Memberi penjelasan tambahan tentang pembelajaran salat dan
akhlakul karimah.
6) Meminta peserta didik untuk menyimpulkan hasil diskusi
kelompok.
c. Pengamatan
Pengamatan dengan menggunakan lembar observasi. Sama dengan
siklus I, dengan melihat aktivitas-aktivitas yang dilakukan peserta
didik pada saat proses pembelajaran berlangsung menggunakan
metode problem solving.
58
d. Refleksi
1) Secara kolaboratif menganalisis hasil pengamatan berdasarkan
indikator yang telah dicapai dan membuat kesimpulan dari
pelaksanaan tindakan siklus II.
2) Data siklus I merupakan refleksi siklus I. Refleksi pada siklus II
adalah hasil penelitian yang dilakukan dalam kedua siklus tersebut,
jika dari data yang diperoleh mengalami peningkatan maka
penelitian dianggap berhasil.
3)
G. Indikator Keberhasilan
Tabel 2
Indikator Keberhasilan Peserta Didik Dalam Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam (Akhlak Terpuji) Dengan Menggunakan
Metode Problem Solving
No. Indikator Aspek-aspek yang diamati
1 Keaktifan a. Aktif membaca
b. Mengamati gambar dengan seksama
c. Aktif mencatat hasil pengamatan
d. Dapat menyimpulkan hasil pembelajaran
e. Memperhatikan penjelasan dari guru
f. Aktif bertanya pada saat pembelajaran
g. Mengobrol dengan teman pada saat
pembelajaran
h. Mengantuk pada saat pembelajaran
i. Melakukan aktivitas lain di luar kegiatan
pembelajaran
j. Mengganggu teman yang sedang
berdiskusi
k. Membuat gaduh suasana kelas
2 Ketertarikan a. Ketertarikan terhadap metode problem
solving
59
b. Mempunyai keterlibatan aktivitas
selama proses pembelajaran dengan
metode problem solving
c. Mempunyai perhatian khusus selama
proses pembelajaran dengan metode
problem solving
60
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Peningkatan peningkatan hasil nilai pembelajaran bagi peserta didik yang
kurang bersemangat dalam mengikuti mata pelajaran biologi merupakan
penelitian tindakan kelas yang direncanakan pelaksanaannya melalui 2 siklus,
yaitu siklus I dan siklus II. Dalam penelitian ini, langkah yang ditempuh adalah
menetapkan aspek-aspek yang diteliti, melakukan pengamatan dan mencatat
hasilnya.
A. Kondisi Awal
Sebelum melakukan tindakan, peneliti terlebih dahulu melakukan
pengamatan terhadap peserta didik Kelas V SD Negeri Jatipurwo Kecamatan
Rowosari kabupaten Kendal. Hasil pengamatan tersebut adalah sebagai
berikut:
Dari 30 orang yang tercatat sebagai peserta didik Kelas V SD Negeri
Jatipurwo Kecamatan Rowosari kabupaten Kendal di antaranya menunjukkan
sikap yang kurang bersemangat terhadap pelajaran Pendidikan Agama Islam .
Di samping itu, peserta didik cenderung pasif selama proses pembelajaran
berlangsung.
Hal ini dikarenakan pada saat penyampaian materi pelajaran, guru
menggunakan cara konvensional atau dengan menggunakan metode ceramah.
Pelaksanaan pembelajarannya didominasi oleh guru yang berbicara secara
aktif atau berceramah, sehingga peserta didik merasa jenuh dan beberapa dari
mereka tidak memperhatikan penjelasan materi yang diberikan oleh guru
mereka. Beberapa dari mereka melakukan aktivitas-aktivitas yang lain,
misalnya mengantuk, mengobrol dengan teman sebangku, bahkan ada yang
sampai mengerjakan tugas maupun PR mata pelajaran yang lain ketika guru
sedang menjelaskan materi.
61
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut dapat disimpulkan bahwa
dalam kelas tersebut terdapat beberapa orang peserta didik yang kurang
termotivasi dalam mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Islam. Oleh karena
itu, dicarilah cara agar dapat meningkatkan peningkatan hasil nilai
pembelajaran peserta didik, sehingga hasil nilai pembelajaran meningkat dan
perilaku keagamaan semakin nyata dengan mengubah metode pembelajaran
yakni metode problem solving.
B. Data Hasil Penelitian
Untuk memperoleh data tentang peningkatan hasil nilai pembelajaran
Pendidikan Agama Islam siswa Kelas V SD Negeri Jatipurwo Kecamatan
Rowosari Kabupaten Kendal, diperoleh melalui lembar observasi tentang
aktivitas peserta didik selama proses pembelajaran dan angket tentang
peningkatan hasil nilai pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan
ketertarikan pada metode problem solving .
Untuk mengetahui lebih jelas data hasil penelitian dapat dilihat pada
deskripsi sebagai berikut:
1. Data Observasi Siklus I dan Siklus II
Observasi dilakukan selama proses pembelajaran oleh seorang
observer dengan menggunakan lembar observasi. Lembar observasi terdiri
dari 12 indikator, yang terdiri atas 7 indikator positif dan 5 indikator
negatif. Seorang observer akan memberikan tanda check list (√) untuk
setiap peserta didik yang melakukan aktivitas belajar yang tertera pada
lembar observasi. Data hasil observasi dapat dilihat pada tabel berikut:
62
Tabel 3
Data Hasil Aktivitas Peserta Didik Selama Mengikuti Proses
Pembelajaran melalui Metode Problem Solving
pada Siklus I dan Siklus II
Siklus I
No.
Unsur yang diamati
Ya Tidak ∑ peserta
didik % ∑ peserta
didik %
1 Aktif menjawab pertanyaan guru 12 40 18 60
2 Aktif berdiskusi 9 30 21 70
3 Mengamati diskusi dengan seksama
5 16,7 25 83,3
4 Aktif mencatat hasil diskusi 7 23,3 23 76,7
5 Dapat menyimpulkan hasil diskusi 14 46,7 16 53,3
6 Memperhatikan penjelasan guru dengan seksama
12 40 18 60
7 Aktif bertanya pada saat pembelajaran
5 16,7 25 83,3
8 Mengobrol dengan teman pada saat pembelajaran
10 33,3 20 66,7
9 Mengantuk pada saat pembelajaran
7 23,3 23 76,7
10 Melakukan aktivitas lain di luar kegiatan pembelajaran
6 20 24 80
11 Mengganggu teman yang sedang melakukan permainan
4 13,3 26 86,7
12 Membuat gaduh suasana kelas 8 26,7 22 73,3
Siklus II
No.
Unsur yang diamati
Ya Tidak ∑ peserta
didik % ∑ peserta
didik %
1 Aktif menjawab pertanyaan guru
21 70 9 30
2 Aktif berdiskusi 19 63,3 11 36,7
3 Mengamati diskusi dengan seksama
16 53,3 14 46,7
4 Aktif mencatat hasil diskusi 15 50 15 50
5 Dapat menyimpulkan hasil 25 83,3 5 16,7
63
diskusi 6 Memperhatikan penjelasan guru
dengan seksama 21 70 9 30
7 Aktif bertanya pada saat pembelajaran
17 56,7 13 43,3
8 Mengobrol dengan teman pada saat pembelajaran
4 13,3 26 86,7
9 Mengantuk pada saat pembelajaran
0 0 30 100
10 Melakukan aktivitas lain di luar kegiatan pembelajaran
0 0 30 100
11 Mengganggu teman yang sedang melakukan permainan
0 0 30 100
12 Membuat gaduh suasana kelas 6 20 24 80
Tabel 4
Perbandingan Aktivitas Peserta Didik Siklus I dan Siklus II
No. Unsur yang diamati Siklus I (%) Siklus II (%)
1 Aktif menjawab pertanyaan guru 40 70
2 Aktif berdiskusi 30 36,7
3 Mengamati diskusi dengan seksama 16,7 53,3
4 Aktif mencatat hasil diskusi 23,3 50
5 Dapat menyimpulkan hasil diskusi 16,7 46,7
6 Memperhatikan penjelasan guru dengan seksama
40 70
7 Aktif bertanya pada saat pembelajaran 16,7 56,7
8 Mengobrol dengan teman pada saat pembelajaran
33,3 13,3
9 Mengantuk pada saat pembelajaran 23,3 0
10 Melakukan aktivitas lain di luar kegiatan pembelajaran
20 0
11 Mengganggu teman yang sedang melakukan permainan
13,3 0
12 Membuat gaduh suasana kelas 26,7 20
64
C. Analisis Data Siklus I dan Siklus II
1. Siklus I
Berdasarkan hasil penelitian pada pembelajaran Siklus I yang
diperoleh dari hasil observasi dan angket, dapat diketahui bahwa:
1) Melalui hasil observasi tentang keterlibatan aktif selama proses
pembelajaran menggunakan metode problem solving pada Siklus I ini,
dapat diketahui bahwa belum sepenuhnya peserta didik terlibat aktif
dalam proses pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari beberapa
indikator yang prosentasenya masih kurang, seperti aktif menjawab
pertanyaan dari guru (40), mengamati diskusi dengan seksama (16,7),
aktif mencatat hasil diskusi (23,3), aktif bertanya pada saat
pembelajaran (16,7) dan beberapa indikator negatif yang
prosentasenya masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan yang
tidak melakukan indikator-indikator negatif, misalnya mengobrol
dengan teman pada saat pembelajaran, mengantuk pada saat
pembelajaran, melakukan aktivitas-aktivitas di luar kegiatan
pembelajaran.
2. Siklus II
Berdasarkan hasil penelitian pada pembelajaran Siklus II yang
diperoleh dari hasil observasi adalah sebagai berikut:
Dari hasil observasi tentang aktivitas peserta didik selama proses
pembelajaran berlangsung menggunakan metode problem solving terjadi
peningkatan prosentase pada indikator aktif menjawab pertanyaan dari
guru dari 40 menjadi 70, mengamati diskusi dengan seksama dengan dari
16,7 menjadi 53,3, dan aktif mencatat hasil pengamatan dari 23,3 menjadi
50. Peserta didik yang mengobrol dan mengantuk pada saat pembelajaran
serta yang melakukan aktivitas-aktivitas di luar kegiatan pembelajaran
terjadi penurunan jumlah prosentase. Berarti jumlah peserta didik yang
melakukan indiktor-indikator negatif berkurang, hal tersebut dikarenakan
65
bahwa peserta didik sudah jelas dan paham mengenai penggunaan metode
problem solving dalam pembelajaran.
D. Pembahasan Siklus I dan Siklus II
1. Siklus I
Pada Siklus I ini, pada saat pembelajaran dengan menggunakan
metode problem solving belum terlaksana secara maksimal. Hal ini
dikarenakan mereka terlihat ragu-ragu untuk mengeluarkan pendapatnya.
Kebanyakan dari mereka tidak berani ketika diminta untuk bertanya atau
pun menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru mereka.
Selama proses pembelajaran berlangsung, ada beberapa orang
peserta didik yang mengantuk, mengobrol dengan teman sebangkunya atau
pun melakukan aktivitas-aktivitas di luar kegiatan pembelajaran, misalnya
ada yang menjahili teman yang duduk di sekitar tempat duduknya atau
melihat ke luar kelas. Bahkan ada juga yang mengerjakan tugas mata
pelajaran yang lain.
Berdasarkan hasil observasi dapat diketahui bahwa peserta didik
belum terlibat secara aktif dan masih bingung ketika berdiskusi serta
mereka belum terbiasa dengan penggunaan metode baru dalam kegiatan
pembelajarannya. Sehingga, dalam pelaksanaannya belum berjalan secara
optimal.Tetapi pada dasarnya peserta didik memiliki ketertarikan terhadap
pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan menggunakan metode
problem solving, walaupun hasilnya belum optimal dan belum sesuai
dengan harapan. Dengan menggunakan metode problem solving, peserta
didik tidak lagi mendengarkan penjelasan materi dari guru mereka
(melalui metode ceramah). Komunikasi satu arah (komunikasi antara
pendidik/ guru dengan peserta didik) bisa dihilangkan dan diganti dengan
komunikasi banyak arah (komunikasi yang terjadi bisa antara guru dengan
peserta didik, antara peserta didik dengan guru, bahkan antara peserta
didik dengan peserta didik) atau komunikasi tranaksi.
66
Diskusi pada Siklus I ini, peserta didik yang melaksanakan diskusi
kelompok pada saat proses pembelajaran tersebut berlangsung.
Berdasarkan data-data yang diperoleh, pada dasarnya peserta didik
merasa senang dan tertarik dengan pembelajaran dengan problem solving.
Namun, pada pembelajaran Siklus I ini harapan-harapan belum tecapai
secara optimal, hal ini disebabkan adanya kendala-kendala seperti peserta
didik belum terbiasa dengan proses pembelajaran dengan metode problem
solving, peserta didik belum bisa sepenuhnya ikut terlibat secara aktif
selama proses pembelajaran dengan metode problem solving karena
biasanya paserta didik hanya mendengarakan ceramah dari guru mereka.
Setelah mengamati proses pembelajaran dengan menggunakan
metode problem solving pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
siswa Kelas V SD Negeri Jatipurwo Kecamatan Rowosari Kabupaten
Kendal pada Siklus I ini, kemudian peneliti mendiskusikan dengan guru
mitra untuk pelaksanaan ke tahap berikutnya yaitu pada Siklus II.
Refleksi Siklus I
Sebelum melaksanakan Siklus II, maka dilakukan refleksi untuk
Siklus I terlebih dahulu. Kendala hasil refleksi Siklus I, serta tindak lanjut
untuk Siklus II dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 6
Data Refleksi Siklus I
No. Jenis kendala
yang dihadapi
Hasil Refleksi Tindak Lanjut/ Rencana
Siklus II
1 Keterlibatan aktif selama proses pembelajaran
- Banyak peserta didik yang tidak berani bertanya tentang materi pelajaran yang belum jelas.
- Guru memotivasi peserta didik agar berani bertanya, misalnya dengan memberi pertanyaan terlebih dulu atau memberi permasalahan. Guru memberi kesempatan kepada seluruh peserta didik agar
67
- Peserta didik
masih ragu-ragu untuk mengungkapkan pendapatnya ketika menjawab pertanyaan.
- Peserta didik masih bingung tentang tatacara diskusi.
- Peserta didik yang mengamati temannya yang diskusi terlihat acuh tak acuh, sehingga dalam menilai terlihat asal-asalan.
berani bertanya. - Guru memotivasi
peserta didik agar berani mengungkapkan pendapat atau jawabannya dengan lebih menghargai setiap pendapat peserta didik.
- Guru membimbing dan memberikan motivasi agar mereka tidak bingung dan malu lagi.
- Guru memberikan pengetahuan kepada peserta didik pada saat anak mengamati temannya yang sedang diskusi, sehingga peserta didik lebih serius dalam mengamatinya.
2 Tanggapan peserta didik
Peserta didik merasa tidak bebas jika guru yang memilih peserta didik sebagai anggota kelompok diskusi
Guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk membentuk kelompok diskusi (kemauan peserta didik sendiri).
3 Motivasi peserta didik untuk mengikuti pembelajaran dengan metode problem solving
Motivasi untuk mengikuti pembelajaran belum optimal. Masih ada beberapa orang peserta didik yang mengobrol, mengantuk, dsb.
Guru meningkatkan pelaksanaan pembelajaran dengan metode problem solving, melakukan pendekatan kepada peserta didik yang belum termotivasi untuk mengikuti pembelajaran.
2. Siklus II
68
Pada Siklus II ini adanya peningkatan peningkatan hasil nilai
pembelajaran pada peserta didik sudah terlihat. Hal itu bisa diketahui dari
aktivitas peserta didik selama proses pembelajaran yang meningkat,
ketertarikan peserta didik terhadap pembelajaran Pendidikan Agama Islam
melalui metode problem solving pun meningkat. Hal tersebut dapat dilihat
pada tabel hasil observasi kegiatan peserta didik pada saat proses
pembelajaran berlangsung dan dari tabel hasil angket yang diperoleh
setelah proses pembelajaran selesai. Pelaksanaan proses problem solving
dalam kelas sudah telihat lebih baik, peserta didik merasa senang dan
tertarik dengan pembelajaran dengan metode problem solving.
Dari hasil observasi aktivitas peserta didik selama proses
pembelajaran berlangsung, dapat diketahui bahwa jumlah peserta didik
yang melakukan indikator-indikator negatif, misalnya mengobrol dengan
teman pada saat pembelajaran, mengantuk selama proses pembelajaran
sudah berkurang bahkan tidak ada yang melakukan hal-hal tesebut. Dari
hasil tersebut dapat diperoleh gambaran bahwa peserta didik merasa lebih
senang dengan pembelajaran dengan metode problem solving. Dengan
adanya rasa senang selama proses pembelajaran ini, maka dengan
sendirinya peserta didik lebih termotivasi untuk mengikuti proses
pembelajaran. Selain itu, dengan metode problem solving dapat
memberikan suasana kelas yang menyenangkan dan ini merupakan salah
satu bentuk motivator, sehingga peserta didik lebih antusias dalam
mengikuti pembelajaran.
Hasil pengamatan pada pembelajaran Siklus II menunjukkan
bahwa aktivitas peserta didik selama proses pembelajaran sudah optimal,
tanggapan peserta didik mengenai pembelajaran dengan metode problem
solving sangat baik, peserta didik merasa senang dengan diterapkannya
proses pembelajaran tersebut.
69
Tabel 7
Perbandingan Proses Pembelajaran Siklus I dan Siklus II
No. Siklus I Siklus II
1 Keterlibatan aktif siswa
Peserta didik belum sepenuhnya ikut terlibat aktif dalam proses pembelajaran, terlihat dari sedikitnya peserta didik yang berani bertanya dan mengungkapkan pendapat/ jawabannya, serta peserta didik belum bisa mengamati diskusi dengan baik.
Keterlibatan aktif peserta didik dalam proses pembelajaran sudah optimal dengan adanya motivasi dan bimbingan dari guru, siswa menjadi berani bertanya dan mengungkapkan pendapatnya serta mampu mengamati temannya yang sedang diskusi dengan baik.
2 Tanggapan siswa Peserta didik merasa tidak bebas jika guru yang memilih peserta didik untuk menunjuk anggota kelompok diskusi.
Guru memberi kesempatan kepada peserta didik yang akan berdiskusi (ditentukan oleh peserta didik)
3 Peningkatan hasil nilai pembelajaran peserta didik untuk mengikuti pembelajaran dengan metode problem solving
Motivasi untuk mengikuti pembelajaran belum optimal , masih ada beberapa peserta didik yang mengobrol, mengantuk pada saat pembelajaran, dsb. Serta pelaksanaan diskusi yang belum optimal.
Motivasi untuk mengikuti proses pembelajaran sudah optimal, dapat dilihat dari berkurangnya jumlah peserta didik yang mengobrol dan mengantuk pada saat pembelajaran serta pelaksanaan diskusi yang semakin baik.
4 Pelaksaan diskusi
Dalam pelaksanaan diskusi, peserta didik masih bingung dan malu-malu ketika menyampaikan isi dari materi pelajaran.
Dalam pelaksanaan diskusi, peserta didik sudah berani untuk menyampaikan materi pelajaran dan melaksanakan diskusi kelompok dengan baik
Adapun data setiap peserta didik dalam mengikuti pembelajaran
dengan problem solving terdapat pada pada lampiran 7.
70
E. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian yang peneliti lakukan
adalah sebagai berikut:
1. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan di SD Negeri Jatipurwa
Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal mencoba menggunakan metode
problem solving dalam rangka untuk meningkatkan peningkatan hasil nilai
pembelajaran peserta didik dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam
merupakan keterbatasan penelitian, diantaranya cara memperoleh data dari
penelitian tersebut, peneliti mengamati dan meminta data dari guru mata
pelajaran.
2. Penelitian dilaksanakan di SD Negeri Jatipurwa Kecamatan Rowosari
Kabupaten Kendal adalah penelitian yang dilaksanakan di kelas V dengan
menggunakan metode problem solving dalam pembelajaran Pendidikan
Agama Islam yang jumlahnya 30 peserta .
3. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) oleh peneliti di SD Negeri Jatipurwa
Kecamatan Rowosari Kabupaten Kenda tidak lepas dari sumber-sumber
pustaka sebagai landasan teori dari penelitian ini. Dengan segala
keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti, maka referensi, daftar pustaka
atau hasil-hasil penelitian yang relefan dengan penelitian kurang maksimal
dalam mencari sumber tersebut, sehingga menjadi sebuah kekurangan dan
keterbatasan dalam penelitian ini.
4. Penelitian ini hanya bertujuan untuk mengetahui peningkatan peningkatan
hasil nilai pembelajaran peserta didik dalam pembelajaran Pendidikan
Agama Islam dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari Kelas V di SD
Negeri Jatipurwa Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal.
Keterbatasan-keterbatasan yang peneliti hadapi diatas tentunya sedikit
banyak berpengaruh terhadap penelitian yang dilakukan. Namun demikian,
banyak hambatan dan tantangan yang harus dihadapi, peneliti bersyukur
bahwa penelitian ini telah berhasil dengan lancar dan sukses.
73
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diketahui bahwa
peningkatan hasil nilai belajar Pendidikan Agama Islam melalui metode
problem solving di kelas V SD Negeri Jatipurwo Kecamatan Rowosari
Kabupaten Kendal, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Peningkatan hasil nilai belajar Pendidikan Agama Islam sebelum
menggunakan metode problem solving, peserta didik terlihat kurang
bersemangat dalam mengikuti proses pembelajaran, cenderung pasif, ada
yang mengantuk dan mengobrol saat pembelajaran berlangsung.
2. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam melalui metode problem solving
sebagai metode pembelajaran merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan hasil nilai belajar peserta didik yaitu dengan cara
melibatkan secara langsung peserta didik ke dalam pemecahan masalah
dengan berdiskusi dlsb, sehingga seolah-olah peserta didik berada dalam
keadaan dimana konsep itu terjadi. Walaupun pada awal pelaksanaan
peserta didik terlihat canggung karena belum mengetahui hakekat dan
tatacara pemecahan masalah dan diskusi tetapi pada akhirnya peserta didik
dapat melakssanakan diskusi dengan baik dan lancar.
3. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan oleh peneliti di SD
Negeri Jatipurwo Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal melalui metode
problem solving sebagai metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam
dalam rangka peningkatan hasil nilai belajar peserta didik yang
dilaksanakan oleh peneliti dilakukan melalui tahapan-tahapan yang disebut
siklus yaitu untuk mengetahui peningkatan hasil nilai belajar dengan
menggunakan metode problem solving dalam pembelajaran Pendidikan
Agama Islam dalam penelitian ini membawa dampak positif terhadap
peningkatan hasil nilai belajar semula yang rendah menjadi meningkat dan
74
di buktikan dengan perilaku keagamaan dalam kehidupan sehari-hari
berupa ibadah dan akhlakul karimah.
B. Saran
Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan, ternyata banyak hal yang
terjadi dalam pembelajaran di sekolah. Apa yang kita ketahui dan kita pahami
dalam teori, belum tentu sama dengan keadaan sebenarnya di lapangan. Maka
dengan segala rendah hati dari sifat yang bijak, peneliti memberikan masukan
sebagai berikut:
1. Mengingat pembelajaran dengan metode problem solving dapat
meningkatkan hasil nilai belajar dan di buktikan dengan perilaku
keagamaan dalam kehidupan sehari-hari berupa ibadah dan akhlakul
karimah peserta didik, maka metode problem solving ini dapat dijadikan
salah satu alternatif metode belajar mengajar.
2. Perlu diupayakan sistem kontrol yang baik oleh guru saat peserta didik
memecahkan masalah dengan berdiskusi dan ketika mengamati temannya
yang sedang berdiskusi, sehingga peserta didik benar-benar memanfaatkan
waktu untuk memahami materi yang disampaikan melalui metode problem
solving.
3. Guru atau pendidik hendaknya dapat menggunakan metode yang
bervariasi dalam proses pembelajaran sehingga siswa akan lebih tertarik
dan termotivasi untuk mengikuti pelajaran dan meningkat hasil nilai
belajar yang di buktikan dengan perilaku keagamaan dalam kehidupan
sehari-hari berupa ibadah dan akhlakul karimah.
C. Penutup
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya
dengan rahmat-Nya lah peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Dengan segala kekuatan dan kemampuan, peneliti curahkan untuk
dapat menyusun skripsi ini, namun karena keterbatasan kemampuan dan
pengetahuan penulis, yang sudah barang tentu mempengaruhi dalam penulisan
skripsi ini, sehingga penulis sadari betul bahwa skripsi ini masih sangat jauh
75
dari kesempurnaan dan masih banyak kesalahan dan kekeliruan. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna
sebagai bekal dalam melangkah lebih jauh.
Harapan penulis, semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat,
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Abi Abdullah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari, Indonesia :
Maktabah Dahlan, t.th.
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Jakarta : Rineka Cipta, 2001.
Ahmad Amin, Etika Ilmu Ahklak, Jakarta : Bulan Bintang, 2002.
Ahmad Amin, Etika Ilmu Akhlak, Bandung : Al Ma`arif, 2004.
Ahmad Mustafa Al Maraghi, Tafsir Al Maraghi, Semarang : C.V. Toha Putra,
1996.
Atang Abdul Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam,Bandung :
Remaja Rosdakarya, 2002.
Baihaqi, Fiqh Ibadah, Bandung : M2S, 2006.
Barmawie Umarie, Materi Akhlak, Surabaya : Bina Ilmu, 2003.
Barmawi Umarie, Materi Akhlak, Yogyakarta : Ramadhani, 2002.
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002.
Dedi Supriadi, Kreatvitas dan Kebudayaan, Jakarta : Dwi Rama, 1998.
Ehssiti Julaekah, Helping your Children doing their Home Work, Jakarta :
Curiodita, 2004.
Fadjar Shodiq, Penalaran Pemecahan Masalah dan Komunikasi dalam
Pendidikan Matematika, Yogyakarta : Diknas PPPG Matematika, 2004.
Fadjar Shodiq, Penalaran ,Pemecahan Masalah, Jakarta : Bumi Aksara, 1999.
H. Mohammad Ali, Strategi Penelitian Pendidikan, Bandung: Angkasa, 1993.
Humaidi Tatapangarsa, Pengantar Kuliah Akhlak, Surabaya : P.T. Bina Ilmu,
2001.
Imam Musbikin, Kudidik Anakku dengan Bahagia, Yogyakarta : Mitra Pustaka,
2003.
Jalaluddin, Psikologi atau Ilmu Jiwa Agama, Jakarta : Raja Grafindo Persada,
2006.
Jalaludin Rahmad, Psikologi Komunikasi, Bandung : Remaja Rosdakarya, 1996.
KH. Makmun Zubair, Simbiosis Negara dan Agama, Lirboyo Kediri : Purna
Siswa Aliyah Pon.Pes. Hidayatul Mubtadi`in, 2007.
ii
Khurshid Ahmad, Principles Of Islamic Education, Lahore : Islamic Publication
Limited, 1959.
M. Arifin, Hubungan Timbal Balik pendidikan Agama di lingkungan Sekolah dan
keluarga, Jakarta : Bulan Bintang, 1976.
M. Athiyah Al Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan
Bintang, 2003.
M. Quraish Shihab, Membumikan Al Quran, Bandung Mizan, 2007.
Miqdad Yaljen, Potret Rumah Tangga Islami, Surakarta : Pustaka Mantiq, 1990.
Muhammad Abdul Hamid Al-Ghazali, Ihya` Ulumuddin, Juz III, Cairo : Darul
Fikri, t.th.
Muhammad Al Mighwar, Psikologi Remaja Petunjuk Bagi Guru dan Orang Tua,
Bandung : Pustaka Setia, 2006.
Muhammad Amin Suma, Tafsir Ahkam, Jilid I, Jakarta : Logos, 2001.
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh, Semarang : Pustaka
Rizki Putra, 2001.
Muhammad Zain Yusuf, Akhlak Tasawuf, Semarang : IAIN, 2001.
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2009.
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 1999.
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta :
Rineka Cipta, 2003.
Mustaqim dan Abdul Wahib, Psikologi Pendidikan, Jakarta : Rineka Cipta, 1991.
Nana Sudjana, Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar,
Bandung : PT Sinar Baru Algesindo, 1997.
Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung : Sinar Baru,
2000.
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung : Rosdakarya, 2000.
Pujowiyatno, Kamus Indonesia - Inggris,Jakarta : Gramedia, 2001.
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2000.
Sir Godfrey Thomson, A Modern Philosophy of Education, London : George
Allen Unwin Ltd, t.th.
Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta: Raja Grafindo, 1996.
iii
Suharsimi Arikunto, dkk., Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Aksara,
2007.
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:
Rineka Cipta, 1998.
Suharsimi, Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Bina
Aksara, Jakarta, 1989.
Sumadi Suryabrataa, Psikologi Pendidikan, Jakarta : P.T. Rajawali Press, 2002.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta :
Rineka Cipta, 2006.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta :
Rineka Cipta, 2002.
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, Jakarta : P.T. Rineka Cipta, 2002.
Syeikh Mustafa Al Ghulayaini, Idhatun Nasyi`in, Beirut : Mansyuriah, 1949.
Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, Landasan kerja Pemimpin Pendidikan,
Jakarta : Rineka Cipta, 2002.
Zainal Aqib, Penelitian Tindakan Kelas, Bandung: Yrama Widya, 2007.Zakiah
Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta : Bulan Bintang, 2001.
Zakiah Darajat, Kesehatan Mental, Jakarta : Gunung Agung, 2002.
RIWAYAT PENDIDIKAN PENULIS
Nama : ATIQOH
NIM : 093111456
Tempat Tanggal Lahir : Kendal, 24 April 1962
Alamat : Rt 01 Rw 02 Rowosari Kendal
Pendidikan :
1. MIM Tanjunganom lulus tahun 1973
2. SMP Muhammadiyah lulus tahun 1976
3. PGAN Muhammadiyah lulus tahun 1980
4. D2 IAIN Walisongo Semarang lulus tahun 1996
5. S1 IAIN Walisongo Semarang lulus tahun 2011
Semarang, 25 Agustus 2011
ATIQOH
NIM. 093111456