Post on 07-Sep-2018
1
Jemli Tolabada
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai negara dengan pertumbuhan penduduk
yang cukup besar, dengan jumlah penduduk lebih
dari 237 juta jiwa pada sensus penduduk tahun
2010, sudah menjadi suatu keharusan bagi
pemerintah Indonesia untuk semakin
meningkatkan prasarana dan sarana kesehatan
sekaligus pemerataan pelayanan tersebut ke
daerah-daerah sehingga dapat dinikmati oleh
kalangan luas. Salah satu prasarana yang paling
diperlukan adalah Rumah Sakit. Pembangunan
sebuah rumah sakit sebagai fasilitas umum
dewasa ini tidak hanya dilakukan pemerintah,
tetapi juga dilakukan oleh pihak swasta yang
berminat membangun rumah sakit karena
melihatnya sebagai suatu lahan usaha yang
menjanjikan.
Semakin meningkatnya pendirian rumah
sakit terutama di kota-kota besar merupakan salah
satu upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Sebagai salah satu penyelenggara
kegiatan pelayanan public, rumah sakit sangat
berpotensi untuk menghasilkan limbah. Menurut
World Health Organization (WHO, 2007) ;
limbah yang dihasilkan layanan kesehatan hampir
80% berupa limbah umum dan 20% berupa
limbah bahan berbahaya yang mungkin menular,
beracun atau radioaktif. Sebesar 15% dari limbah
yang dihasilkan layanan kesehatan merupakan
limbah infeksius atau limbah jaringan tubuh,
limbah benda tajam sebesar 1%, limbah kimia dan
farmasi 3%, dan limbah genotoksik dan radioaktif
sebesar 1%. Negara maju menghasilkan 0,5 kg
limbah berbahaya per tempat tidur rumah sakit per
hari, sedangkan di negara berkembang
menghasilkan 0,2 kg limbah per tempat tidur
rumah sakit per hari.
Limbah rumah sakit yang tergolong
berbahaya salah satunya yaitu Limbah Medis
Padat. Limbah medis padat adalah limbah padat
yang terdiri dari limbah infeksius, limbah
patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi,
limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah
radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan
limbah dengan kandungan logam berat yang
tinggi. Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004
Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit mengemukakan bahwa rumah sakit
sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan
masyarakat merupakan tempat berkumpulnya
orang sakit maupun orang sehat sehingga dapat
menjadi tempat penularan penyakit serta
memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan
dan gangguan kesehatan. Untuk menghindari
resiko dan gangguan kesehatan sebagaimana
dimaksud maka perlu penyelenggaraan kesehatan
lingkungan rumah sakit. Salah satunya dengan
melaksanakan pengelolaan limbah sesuai
persyaratan dan tata laksana yang telah ditetapkan
untuk melindungi masyarakat akan bahaya
pencemaran lingkungan yang bersumber dari
limbah rumah sakit.
Hasil kajian dari WHO yang dilakukan
terhadap 100 buah rumah sakit di Jawa dan Bali
pada tahun 2002 menunjukkkan bahwa rata-rata
produksi limbah sebesar 3,2 kg/tempat tidur/hari.
2
Produksi limbah berupa limbah domestik sebesar
76,8% dan berupa limbah infeksius sebesar 23,2%.
Diperkirakan secara nasional produksi limbah
(limbah padat rumah sakit) sebesar 376,089 ton/
hari. Dari gambaran tersebut dapat dibayangkan
betapa besar potensi rumah sakit untuk mencemari
lingkungan. Selain itu akibat kegiatan rumah sakit
dapat menganggu masyarakat di sekitarnya, serta
pekerja lainnya di luar rumah sakit seperti para
petugas kebersihan (dinas kebersihan dan
pemulung) sehingga perlu dilakukan pengelolaan
terhadap limbah rumah sakit (Jusuf, 2002).
Dalam Profil Data Kesehatan Indonesia
Tahun 2011 tercatat jumlah rumah sakit di
Indonesia sebanyak 1721 unit. Selanjutnya
menurut keterangan Kepala Divisi Humas dan
Informasi Persatuan Rumah Sakit Indonesia
(PERSI) ketika dihubungi Kompas.com pada 20
Juli 2012 diinformasikan bahwa pada pertengahan
Mei 2012 jumlah rumah sakit di Indonesia
meningkat mencapai 1.959 unit. Semakin
meningkatnya pendirian rumah sakit dan semakin
kompleks kegiatan pada setiap unit pelayanan/
ruangan di rumah sakit akan diikuti dengan
peningkatan jumlah limbah sehingga
memperbesar potensi bahaya yang ditimbulkan
akibat limbah.
Badan Layanan Umum (BLU) RSU Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado termasuk rumah sakit
kelas B dan rujukan yang dikelola oleh
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pihak
rumah sakit telah melaksanakan pengelolaan
limbah, akan tetapi pengelolaan limbah yang
dilakukan dirasakan belum optimal. Dari data
awal yang diambil pada bulan Oktober 2012
melalui wawancara dengan Kepala Instalasi
Sanitasi diinformasikan bahwa BLU RSU Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado masih kekurangan
tenaga pengelola limbah dan rusaknya 1 mesin
insinerator.
Dalam berita Sulut Online pada 22 Maret
2012, diinformasikan adanya pembuangan sampah
medis secara sembarangan karena ditemukan di
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST)
Sumompo yang terletak di kota Manado. Bahkan
terungkap beberapa pemulung di TPST Sumompo
sudah terkena jarum suntik bekas yang termasuk
kategori limbah medis padat . Selain itu, menurut
Laporan Wartawan Tribun Manado pada 14
September 2012, disinyalir adanya dugaan
pelanggaran penanganan sampah oleh pihak RSU
Kandou yang sedang disoroti dan akan
ditindaklanjuti oleh komisi IV DPRD Sulut.
Melihat latar belakang permasalahan serta
mengetahui besarnya bahaya dari limbah rumah
sakit khususnya limbah medis padat apabila tidak
dikelola sesuai standar prosedur yang ditetapkan,
maka penulis tertarik untuk mendapatkan
Gambaran mengenai Sistem Pengelolaan Limbah
Medis Padat di BLU RSU Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah Gambaran Sistem Pengelolaan
LimbahMedis Padat di BLU RSU Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
3
Untuk mendapatkan gambaran mengenai
Sistem Pengelolaan Limbah Medis Padat
di BLU RSU Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado mencakup aspek Masukan (input),
Proses (process), dan Keluaran (output).
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mendapatkan gambaran mengenai
aspek masukan (input), meliputi :
a) Sumber Daya Manusia ; yaitu
kuantitas dan kualifikasi tenaga
pengelola limbah medis padat
b) Keuangan/ Rencana Anggaran ;
yaitu perencanaan jumlah anggaran
untuk pengelolaan limbah yang
meliputi sumber dana, biaya
pegawai, biaya operasional, dan
biaya pengadaan peralatan
c) Metode ; yaitu perencanaan
prosedur dalam pengelolaan limbah
medis padat
d) Sarana dan Prasarana ; yaitu
perencanaan jumlah peralatan
untuk pengelolaan limbah, antara
lain kantong plastik limbah, wadah
penampung limbah, alat
pengangkut limbah, dan insinerator
e) Timbulan Limbah Medis Padat ;
yaitu jenis, sumber dan jumlah
rata-rata per hari limbah medis
padat
2. Mendapatkan gambaran mengenai
aspek proses (process), meliputi :
a) Teknik Operasional ; yaitu tahap
pemilahan, penampungan,
pengangkutan dan pembuangan
akhir limbah medis padat
b) Unit Pengelola Limbah ; yaitu
bagian rumah sakit yang
bertanggung jawab menangani
pengelolaan limbah
c) Pengaturan/ Regulasi ; yaitu
peraturan yang dibuat atau
kebijakan yang dilakukan dalam
pengelolaan limbah
d) Keuangan/ Alokasi Dana ; yaitu
jumlah alokasi dana yang terpakai
untuk pengelolaan limbah
e) Peran Serta Masyarakat ; yaitu
perilaku pasien, pengunjung, dan
masyarakat di lingkungan rumah
sakit dalam membuang limbah
3. Mendapatkan gambaran mengenai
aspek keluaran (output), meliputi :
a) Jumlah rata-rata per hari limbah
medis padat yang dimusnahkan
dengan insinerator (terkelola)
b) Jumlah rata-rata per hari limbah
medis padat yang tidak
dimusnahkan dengan insinerator
(tidak terkelola)
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi BLU
RSU Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
dalam menyusun perencanaan dan
mengambil kebijakan dalam
pelaksanaan pengelolaan limbah,
khususnya kategori Limbah Medis
Padat
2. Sebagai sumber informasi dan bahan
referensi bagi penelitian-penelitian
4
selanjutnya, khususnya di bidang
peminatan Kesehatan Lingkungan
3. Bagi peneliti sendiri, penelitian ini
memperluas wawasan dan menambah
pengetahuan tentang Sistem
Pengelolaan Limbah Medis Padat di
rumah sakit
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Badan Layanan
Umum ; Rumah Sakit Umum Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado pada bulan Februari 2013 sampai
Mei 2013.
3.3 Sumber Data
Sumber data (informan) dalam penelitian ini
terdiri dari 6 informan yang jabatan dan tugasnya
berkaitan dengan pengelolaan limbah medis padat
di BLU RSU Prof. Dr. Kandou Manado, yaitu :
1. Kepala Instalasi Sanitasi
2. Operator Insinerator
3. Pengawas pengelolaan limbah dari
Perusahaan Outsourching CV Putra
Banyumas
4. Petugas pengangkut Limbah Medis Padat
5. Perawat dari IGD (Instalasi Gawat
Darurat)
6. Pengawas pengelolaan limbah medis dari
Instalasi Sanitasi
3.4 Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah “Sistem
Pengelolaan Limbah Medis Padat” di BLU RSU
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, yang terdiri dari
elemen-elemen (komponen) penyusun sistem,
meliputi :
1. Masukan (Input) ; yaitu sumber daya manusia,
keuangan/ rencana anggaran, metode, sarana
dan prasarana, dan timbulan limbah medis
padat
2. Proses (Process) ; yaitu teknik operasional,
unit pengelola limbah pengaturan/ regulasi,
keuangan/ alokasi dana dan peran serta
masyarakat
3. Keluaran (Output) ; yaitu jumlah limbah
medis padat yang dimusnahkan dengan
insinerator (terkelola) dan jumlah limbah
medis padat yang tidak dimusnahkan dengan
insinerator (tidak terkelola)
3.5 Definisi Operasional
1.5.1 Limbah Medis Padat
Limbah medis padat adalah limbah padat yang
terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi,
limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah
sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif,
limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan
kandungan logam berat yang tinggi. (Depkes RI,
2004)
5
3.5.2 Pengelolaan Limbah
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18
tahun 2008 mengemukakan bahwa ; “Pengelolaan
sampah merupakan kegiatan yang sistematis,
menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi
pengurangan dan penanganan sampah”.
3.5.3 Sistem
Sistem dapat didefinisikan sebagai suatu kesatuan
atau tatanan yang terdiri dari kumpulan elemen-
elemen yang saling berinteraksi dan saling
bergantung dengan yang lain, dimana secara
bersama-sama bergerak untuk mencapai tujuan.
(Maidin, 2004).
3.5.4 Masukan (Input)
Masukan (input) yaitu elemen-elemen yang
dibutuhkan agar sistem pengelolaan limbah dapat
berfungsi, meliputi :
1. Sumber Daya Manusia (Man)
a) Kuantitas, yaitu jumlah tenaga yang
mengelola limbah medis padat di RSU
Prof. Dr. R. D. Kandou
b) Kualifikasi, yaitu pengelompokan tenaga
menurut pendidikan terakhir, pelatihan,
atau pengalaman kerja
2. Keuangan/ rencana anggaran (Money)
Keuangan yaitu perencanaan jumlah alokasi dana
untuk pengelolaan limbah di RSU Prof. Dr. R. D.
Kandou meliputi sumber dana, biaya pegawai,
operasional (pemilahan, penampungan,
pengangkutan, pembuangan akhir), pemeliharaan,
dan biaya pengadaan peralatan.
3. Metode (Method)
Metode yaitu perencanaan prosedur dalam hal
pemilahan, penampungan, pengangkutan, dan
pembuangan akhir dalam pengelolaan limbah
medis padat di RSU Prof. Dr. R. D. Kandou.
4. Sarana dan prasarana (Machines)
Sarana dan prasarana yaitu perencanaan jumlah
komponen yang menunjang kegiatan pengelolaan
limbah yang digunakan sebagai sarana untuk
mengolah limbah di RSU Prof. Dr. R. D Kandou
5. Timbulan Limbah Medis Padat (Materials)
Timbulan limbah medis padat yaitu jenis, sumber
dan jumlah rata-rata per hari limbah medis padat
di RSU Prof. Dr. R. D. Kandou.
3.5.5 Proses (Process)
Proses adalah elemen-elemen yang dibutuhkan
untuk mengubah masukan (input) menjadi
keluaran (output) yang direncanakan, meliputi :
1. Teknik Operasional
Teknik operasional yaitu teknik yang digunakan
dalam proses pengelolaan limbah medis padat di
RSU Prof. Dr. R. D. Kandou. Depkes RI (1997)
mengemukakan bahwa ; “Pengelolaan sampah
rumah sakit terdiri dari Pemilahan, Penampungan,
Pengangkutan dan Pembuangan Akhir”.
2. Unit Pengelola Limbah
Unit pengelola limbah yaitu bagian yang
bertanggung jawab menangani pengelolaan
limbah di RSU Prof. Dr. R. D Kandou
3. Pengaturan/ regulasi
6
Pengaturan/ regulasi yaitu peraturan yang dibuat
atau kebijakan yang dilakukan dalam pengelolaan
limbah oleh RSU Prof. Dr. R. D Kandou
4. Keuangan/ alokasi dana
Jumlah alokasi dana untuk pengelolaan limbah di
RSU Prof. Dr. R. D. Kandou meliputi sumber dana,
biaya pegawai, operasional, pemeliharaan, dan biaya
pengadaan peralatan.
5. Peran Serta Masyarakat
Peran serta masyarakat yaitu perilaku pasien,
pengunjung, dan masyarakat di lingkungan RSU
Prof. Dr. R. D. Kandou dalam membuang limbah.
3.5.6 Keluaran (Output)
Keluaran (output) adalah elemen-elemen yang
merupakan hasil dari proses
pengelolaan limbah medis padat di RSU Prof.
Dr. R. D. Kandou, meliputi :
1. Jumlah rata-rata per hari limbah medis padat
yang dimusnahkan dengan insinerator
(terkelola)
2. Jumlah rata-rata per hari limbah medis padat
yang tidak dimusnahkan dengan insinerator
(tidak terkelola)
3.7 Instrumen, Alat dan Bahan Penelitian
3.7.1 Instrumen
Instrumen utama dalam penelitian ini adalah
peneliti. Instrumen lainnya adalah pedoman
wawancara mendalam dilengkapi daftar
pertanyaan sesuai dengan tujuan penelitian yang
dibantu dengan alat perekam suara, kamera, dan
buku catatan.
3.7.2 Alat dan bahan
Alat dan bahan dalam penelitian ini, yaitu :
a. Alat tulis-menulis
b. Alat perekam suara
c. Kamera
3.8 Pengumpulan Data
3.8.1 Data Primer
Pengumpulan data primer mencakup elemen-
elemen (komponen) penyusun Sistem Pengelolaan
Limbah Medis Padat di BLU RSU Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado, meliputi Masukan (input),
Proses (process) dan Keluaran (output) yang
dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap
sumber data (informan) menggunakan pedoman
wawancara dengan daftar pertanyaan yang sama
dan berkaitan terhadap informan yang berbeda,
dilakukan pada waktu yang berbeda-beda disertai
dengan metode observasi dan dokumentasi yang
selanjutnya disebut sebagai triangulasi untuk
menguji kredibilitas data (Sugiyono, 2009)
3.8.2 Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah data
profil BLU RSU Prof. Dr. R. D. Kandou Manado,
data dari Instalasi Sanitasi dan data yang diperoleh
dari penelusuran Kepustakaan, berupa literatur
yang berhubungan dengan objek penelitian.
7
3.9 Pengolahan, Analisa, dan Penyajian Data
Bogdan & Taylor dalam Moleong (2000)
mendefinisikan metode kualitatif adalah sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Tahapan-tahapan pengolahan data dan analisis
data yang dilakukan antara lain :
1. Melakukan pengumpulan data yang
diperoleh dari wawancara mendalam.
2. Membuat transkrip hasil wawancara
mendalam, kemudian dilakukan penulisan
transkrip hasil wawancara mendalam.
3. Menyajikan ringkasan data dari hasil
transkrip dalam bentuk matriks atau tabel.
4. Analisis terhadap data dari hasil
wawancara mendalam menggunakan
metode analisis isi (content analysis)
dengan menggunakan matriks yang
berisikan data ringkasan hasil wawancara
mendalam.
5. Penyajian data dalam bentuk narasi dari
hasil wawancara mendalam
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Informan
Informan atau sumber data yang diambil adalah
yang pekerjaannya berhubungan dengan
pelaksanaan pengelolaan limbah khususnya yang
betugas dalam penanganan limbah medis padat di
BLU RSU Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, yaitu
Kepala Intalasi Sanitasi sebagai penanggung
jawab seluruh pengelolaan sanitasi, didukung oleh
informan lainnya yaitu seorang tenaga Pengawas
pengelolaan limbah dari Perusahaan outsourching
CV Putra Banyumas, seorang Tenaga pengangkut
limbah medis padat (cleaning service), seorang
Operator insinerator (cleaning service), seorang
tenaga Perawat dari IGD (Instalasi Gawat
Darurat) yang bertugas memilah limbah medis
padat dan non-medis dimulai dari dalam ruangan/
unit pelayanan, dan seorang Pengawas
pengelolaan limbah medis dari Instalasi Sanitasi.
Umur informan paling banyak antara 30-
45 tahun berjumlah 4 orang, informan yang
berumur lebih dari 45 tahun berjumlah 1 orang
dan informan yang berumur 24 tahun berjumlah 1
orang. Hal ini berarti cenderung memiliki
produktivitas kerja yang tinggi. Greenberg dan
Baron dalam Ninggrum (2008) mengemukakan
pendapat bahwa “produktivitas kerja meningkat
pada usia 30-an dan faktor usia merupakan faktor
yang tidak dapat diabaikan, mengingat hal
tersebut mempengaruhi kekuatan fisik dan psikis
seseorang serta pada usia tertentu seorang
karyawan akan mengalami perubahan potensi
kerja”.
Tingkat pendidikan dan masa kerja
informan bervariasi, Kepala Instalasi Sanitasi
adalah lulusan D IV Kesehatan Lingkungan
dengan masa kerja 17 tahun, Operator insinerator
adalah lulusan SMP dengan masa kerja 5 tahun,
Pengawas pengelolaan limbah dari Perusahaan
Outsourching adalah lulusan STM dengan masa
kerja 1 tahun, Tenaga pengangkut limbah medis
padat adalah lulusan SD dengan masa kerja 2
tahun, tenaga Perawat dari IGD yang bertugas
melakukan pemilahan limbah adalah lulusan DIII
Keperawatan dengan masa kerja 12 tahun dan
Pengawas pengelolaan limbah medis dari Instalasi
Sanitasi adalah D III Kesehatan Lingkungan
dengan masa kerja 3 tahun. Jawaban dari masing-
8
masing informan diberi kode I1 untuk Kepala
Instalasi Sanitasi sampai I6 untuk Pengawas
pengelolaan limbah medis dari Instalasi Sanitasi.
Jika dilihat dari tingkat pendidikan, yang
belum memenuhi standar pendidikan ada 2
informan, yaitu seorang Pengawas pengelolaan
limbah dari Perusahaan outsourching yang
berpendidikan terakhir STM dan seorang petugas
pengangkut limbah medis padat (cleaning
service) berpendidikan terakhir SD. Hal ini
belum memenuhi syarat sebab menurut Depkes RI
(2002) ; “Pengawas pengelolaan sampah rumah
sakit dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan
kualifikasi D1 ditambah latihan khusus sedangkan
proses pengangkutan sampah dilakukan oleh
tenaga sanitasi dengan kualifikasi SMP ditambah
latihan khusus”. Gilmer dalam Fraser dalam
Ningrum (2008) mengatakan ; “makin tinggi
pendidikan seseorang makin mudah seseorang
berpikir secara luas, makin tinggi daya
inisiatifnya dan makin mudah pula untuk
menemukan cara-cara yang efisien guna
menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Bila
pekerjaan tidak sesuai dengan kehendak hatinya,
mereka lebih sulit merasa puas, lebih mudah
bosan, lebih mudah sombong dan makin tinggi
tuntutannya kepada perusahaan”.
Sedangkan dalam hal pengalaman kerja
atau senioritas , Muchlas dalam Ninggrum (2008)
mengemukakan ; “sampai saat ini belum dapat
diambil kesimpulan yang meyakinkan, bahwa
pengalaman kerja yang lama akan dapat
menjamin bahwa mereka lebih produktif daripada
karyawan yang belum lama bekerja”.
5.2 Hasil Wawancara Mendalam, Observasi
dan Dokumentasi
Sistem dapat didefinisikan sebagai suatu kesatuan
atau tatanan yang terdiri dari kumpulan elemen-
elemen yang saling berinteraksi dan saling
bergantung dengan yang lain, dimana secara
bersama-sama bergerak untuk mencapai tujuan.
Sistem terdiri dari berbagai macam elemen yang
dikenal dengan nama sub sistem. Sub sistem itu
sendiri dapat pula membentuk suatu sistem baru
dan dipandang sebagai suatu sistem lagi. Sub
sistem itu sendiri banyak macamnya yang secara
sederhana dapat terbagi atas masukan (input),
proses, keluaran (output), umpan balik, dampak
dan lingkungan. (Maidin, 2004)
Sedangkan menurut G. R. Tery dalam
Hasibuan (2009) ; “sistem dapat dianggap sebagai
suatu keseluruhan yang terorganisasi yang terdiri
dari bagian-bagian yang berhubungan dengan cara
tertentu dan yang ditujukan ke arah tujuan
tertentu”. Jadi, setiap sistem mengandung
masukan, proses, output dan merupakan suatu
kesatuan yang bekerja sendiri. Akan tetapi setiap
sistem berkaitan pula dengan suatu sistem yang
lebih luas dan lebih tinggi tingkatnya maupun
dengan subsistem-subsistemnya sendiri yang
mewakili integrasi berbagai sistem dari tingkat
yang lebih rendah.
Pengelolaan sampah melalui pendekatan
sistem meliputi input, proses, dan output. Ketiga
komponen tersebut saling berhubungan satu sama
lain. Pendekatan sistem dalam pengelolaan
sampah rumah sakit ini menganalisis
permasalahan-permasalahan dalam sistem sebagai
metode untuk memecahkan masalah pengelolaan
sampah rumah sakit, karena akan terlihat faktor
9
mana yang menjadi penyebab masalah
pengelolaan sampah rumah sakit dan kemudian
dapat menentukan solusi untuk mengatasinya.
(Hapsari, 2010)
5.2.1 Masukan (Input)
Masukan (input) yaitu elemen-elemen yang
dibutuhkan agar sistem dapat berfungsi (Maidin,
2004). Input dari sistem untuk pengelolaan
sampah di rumah sakit adalah masukan dari
sebuah program perencanaan dalam pengelolaan
sampah rumah sakit, meliputi sumber daya
manusia yang menangani pengelolaan sampah
rumah sakit, keuangan yang dialokasikan untuk
pengelolaan sampah rumah sakit, metode yang
diterapkan untuk pengelolaan sampah rumah
sakit, sarana dan prasarana yang digunakan dalam
pengelolaan sampah rumah sakit, serta jumlah
sampah yang dihasilkan oleh rumah sakit.
(Hapsari, 2010)
5.2.1.1 Sumber Daya Manusia (Man)
Harold Koontz dan Cryil O’Donnel dalam Maidin
(2004) mengemukakan ; “Perencanaan adalah
fungsi seorang manajer yang berhubungan dengan
memilih tujuan-tujuan, kebijaksanaan-
kebijaksanaan, prosedur-prosedur, dan program-
program dari alternatif-alternatif yang ada”.
Menurut Terry (2010) ; “unsur-unsur manajemen
terdiri dari 6 M, singkatan dari Man (manusia),
Money (dana), Materials (sarana/ bahan baku),
Machines (peralatan/ prasarana), Method
(metode), dan Market (pasar/ masyarakat)”.
Mengingat sifat “keterbatasan dan
ketidakpastian” yang melekat, maka unsur-unsur
ini harus dapat dimanfaatkan secara efektif dan
efisien, melalui penyelenggaraan fungsi-fungsi
manajemen, terutama sekali unsur manusia
sebagai sumber daya yang utama. Man yaitu
tenaga kerja manusia, baik tenaga kerja pimpinan
maupun tenaga kerja operasional/ pelaksana
(Hasibuan, 2009). Manusia tidak dapat disamakan
dengan benda, ia mempunyai peranan, pikiran,
harapan serta gagasan. Reaksi psikisnya terhadap
keadaan sekeliling dapat menimbulkan pengaruh
yang lebih jauh dan mendalam serta sukar untuk
diperhitungkan secara seksama. Oleh karena itu
manusia perlu senantiasa diperhatikan untuk
dikembangkan ke arah yang positif sesuai dengan
martabat dan kepribadiannya sebagai manusia.
Dilihat dari sisi kuantitas, secara garis
besar tenaga yang mengelola limbah medis padat
di RSU Prof. Dr. R. D. Kandou saat ini berjumlah
6 orang. Seorang Kepala Instalasi Sanitasi sebagai
penanggung jawab seluruh pengelolaan sanitasi
dibantu seorang Pengawas pengelolaan limbah
medis dari Instalasi sanitasi dan seorang lagi
Pengawas pengelolaan limbah dari Perusahaan
outsourcing CV Putra Banyumas yang bertugas
mengawasi pengelolaan limbah medis padat yang
dilaksanakan oleh 3 orang tenaga cleanning
service ; terdiri dari 2 orang petugas pengangkut
limbah medis padat dan seorang operator
insinerator. Sedangkan pemilahan limbah medis
padat dan non-medis dilakukan oleh perawat dan
dokter dari setiap ruangan/ unit pelayanan
penghasil limbah.
Kepala Instalasi mengatakan sebelum
dilakukan perjanjian kerja, Instalasi Sanitasi telah
mengusulkan kepada perusahaan outsourching
untuk pengadaan tenaga cleaning service
sebanyak 120 orang, namun pada pelaksanaan dan
pembagian kerjanya di lapangan untuk petugas
cleaning service yang menangani limbah medis
10
padat secara langsung ternyata hanya berjumlah 3
orang ; terdiri dari 2 tenaga pengangkut dan 1
operator insinerator. Berikut kutipan jawaban dari
Kepala Instalasi Sanitasi : ( I1 : “… Seperti tender
yang baru-baru ini kan kita minta 120 orang
tenaga cleaning service (kebersihan), sebab untuk
pengelolaan limbah dilakukan oleh pihak ke-3
(perusahaan). Tenaga pemilah limbah biasa
dilakukan oleh perawat dan dokter, tenaga
pengangkut limbah dilakukan oleh 2 orang
cleaning service khusus limbah medis padat , dan
petugas insinerator 1 orang” ).
Jumlah tenaga ini tidak sebanding dengan
jumlah ruangan/ unit pelayanan penghasil limbah
medis padat yang ada di RSU Prof. Dr. R. D.
Kandou. Dari data sekunder yang diperoleh di
Instalasi Sanitasi terdapat 17 unit pelayanan/
ruangan yang menghasilkan limbah medis padat.
Kesenjangan ini dapat menjadi masalah sebab
apabila salah satu atau kedua tenaga pengangkut
ini berhalangan hadir dalam sehari saja maka
dapat menyebabkan keterlambatan dalam
pengangkutan yang mengakibatkan terjadinya
tumpukan limbah medis padat karena tidak ada
petugas yang mengangkutnya dari wadah
penampungan limbah yang tersedia di setiap
ruangan/ unit pelayanan. Padahal aktivitas medis
di rumah sakit tetap berlangsung setiap hari. Hasil
wawancara mendalam dengan Operator
insinerator dan Pengawas dari Perusahaan
outsourching juga menilai perlunya untuk
melakukan penambahan SDM khususnya tenaga
cleaning service yang bertugas menangani limbah
medis padat ini. Berikut kutipan jawaban dari
informan : ( I2 : “…Ya kalau menurut saya
sebenarnya masih kurang. Tidak tahu menurut
mereka karena saya kan selalu bisa lihat dalam
lapangan”. I3 : ....“Kalau sekarang yang saya
pelajari mau tidak mau harus ada penambahan
tenaga.” ). Candra (2007) mengemukakan bahwa
; “Di dalam kegiatan pengangkutan limbah klinis,
perlu juga dipertimbangkan distribusi lokasi
wadah penampungan sampah, jalur jalan dalam
rumah sakit, jenis dan volume serta jumlah tenaga
dan sarana yang tersedia”.
Hasil temuan penelitian dilihat dari segi
kualifikasi pendidikan SDM, yang belum
memenuhi standar pendidikan ada 3 petugas, yaitu
seorang Pengawas pengelolaan limbah dari
Perusahaan outsourching yang berpendidikan
terakhir STM dan 2 orang petugas pengangkut
limbah medis padat hanya berpendidikan SD. Hal
ini belum memenuhi syarat sebab menurut Depkes
RI (2002) ; “Pengawas pengelolaan sampah
rumah sakit dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan
kualifikasi D1 ditambah latihan khusus sedangkan
proses pengangkutan sampah dilakukan oleh
tenaga sanitasi dengan kualifikasi SMP ditambah
latihan khusus”. Pendidikan adalah segala upaya
yang direncanakan untuk mempengaruhi orang
lain baik individu, kelompok, atau masyarakat
sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan
oleh pelaku pendidikan (Adnani, 2011).
Sedangkan dari segi kualifikasi pelatihan SDM,
ternyata 2 petugas pengangkut limbah medis padat
belum pernah mendapat pelatihan khusus tentang
pengelolaan limbah medis padat dari rumah sakit.
Pengawas pengelolaan limbah medis dari Instalasi
Sanitasi juga mengatakan belum pernah mengikuti
pelatihan khusus tentang pengelolaan limbah
medis padat. Sedangkan Pengawas pengelolaan
11
limbah dari Perusahaan outsorching mengatakan
pernah mendengar adanya pelatihan namun
mengaku belum begitu paham dan kurang jelas
perinciannya. Berikut kutipan jawaban dari
informan : ( I4 : “…Belum pernah”. I3 : “….
perinciannya saya kurang tau, kurang paham,
kurang jelas perinciannya”. I6 : “…. Kalau
pelatihan khusus tentang limbah medis padat
tidak juga. Tapi setiap ada pelatihan mau dia K3,
pasien septik, nosokomial tetap limbah juga yang
dibicarakan.” ).
Program pelatihan membatasi
kesenjangan pengetahuan , sikap, dan perilaku
pegawai rumah sakit terhadap pelaksanaan
prosedur operasional standar program lingkungan.
Dengan demikian, rumah sakit harus mempunyai
perangkat prosedur untuk identifikasi,
pelaksanaan, dan evaluasi kebutuhan program
pelatihan di bidang lingkungan (Adisasmito,
2012). Program pelatihan hendaknya mencakup
latihan dasar tentang prosedur penanganan limbah
untuk semua personil, dan inservice training
untuk merevisi dan memperbaharui pengetahuan
yang diperlukan bagi pekerja yang menangani
limbah. Program latihan hendaknya ditinjau
secara periodik dan diperbaharui bilamana perlu.
Informasi pokok dalam pelatihan antara lain
bahaya limbah klinis dan yang sejenis, prosedur
yang aman untuk menangani limbah tersebut, dan
tindakan yang diperlukan dalam hal terjadinya
kecelakaan termasuk cara pelaporan kepada
supervisor. (Depkes RI, 2002)
Dalam perjanjian kerja antara BLU RSU
Prof. Dr. R. D. Kandou dengan Perusahaan
outsourching CV Putra Banyumas, perencanaan
mengenai perekrutan tenaga kerja merupakan
tanggung jawab dari pihak ke-3 sebagai penyedia
jasa pekerja/ buruh. Perusahaan Outsourcing
adalah perusahaan yang menyediakan jasa tenaga
kerja yang meliputi pekerjaan yang akan
ditempatkan pada perusahaan yang
menginginkannya. Dalam UU No.13 Tahun 2003
pasal 64 tentang Ketenenagakerjaan ditetapkan
bahwa “ Perusahaan dapat menyerahkan sebagian
pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya
melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau
penyediaan jasa pekerja/ buruh yang dibuat secara
tertulis”. Istilah outsourching juga dapat
didefiniskan pendelegasian operasi atau pekerjaan
yang bukan inti (non-core) yang semula dilakukan
secara internal kepada pihak eksternal yang
memilki spesialisasi untuk melakukan operasi
tersebut (Sharing Vision, 2006).
Hasil temuan penelitian dari perencanaan
SDM masih perlu diadakan peninjauan kembali
dengan lebih memperhatikan segi kuantitas
maupun kualifikasi SDM, terutama untuk tenaga
yang menangani limbah medis padat agar sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan.
5.2.1.2 Keuangan/ Rencana Anggaran (Money)
Money atau uang merupakan salah satu unsur
yang tidak dapat diabaikan. Uang merupakan alat
tukar dan alat pengukur nilai. Besar-kecilnya hasil
kegiatan dapat diukur dari jumlah uang yang
beredar dalam perusahaan. Oleh karena itu uang
merupakan alat (tools) yang penting untuk
mencapai tujuan karena segala sesuatu harus
diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan
berhubungan dengan berapa uang yang harus
disediakan untuk membiayai gaji tenaga kerja,
alat-alat yang dibutuhkan dan harus dibeli serta
12
berapa hasil yang akan dicapai dari suatu
organisasi. Keuangan dalam pengelolaan sampah
rumah sakit dengan penedekatan sistem yaitu
perencanaan jumlah alokasi dana untuk pengelolaan
sampah yang meliputi sumber dana, biaya pegawai,
operasional, pemeliharaan, dan biaya pengadaan
peralatan (Hapsari, 2010).
Rumah Sakit Umum (RSU) Prof. Dr. R.
D. Kandou ditetapkan sebagai instansi yang
menerapkan PPK-BLU Pada 26 Juni 2007
berdasarkan Kep.Menkes
No.756/Menkes/SK/VI/2007 dan Kep. Menteri
Keuangan No. 272/Keu.05.2007. Badan Layanan
Umum, yang selanjutnya disebut BLU, adalah
instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat
berupa penyediaan barang dan atau jasa yang
dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan
dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan
pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum,
yang selanjutnya disebut PPK-BLU, adalah pola
pengelolaan keuangan yang memberikan
fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan
praktek-praktek bisnis yang sehat untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
dalam rangka memajukan kesejahteraan umum
dan mencerdaskan kehidupan bangsa,
sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan
keuangan negara pada umumnya. Yang dimaksud
dengan praktik bisnis yang sehat adalah proses
penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan
kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam
rangka pemberian layanan yang bermutu dan
berkesinambungan. Instansi pemerintah yang
melakukan pembinaan terhadap pola pengelolaan
keuangan BLU adalah Direktorat Pembinaan
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Ditjen Perbendaharaan. Perencanaan dan
penganggaran BLU pada prinsipnya tidak berbeda
dengan perencanaan dan penganggaran pada
Kementerian/ lembaga. Penyusunan Rencana
Bisnis dan Anggaran (RBA) BLU memuat antara
lain ; kondisi kinerja BLU tahun berjalan, asumsi
makro dan mikro, target kinerja (output yang
terukur), analisis dan perkiraan biaya per output
dan agregat, perkiraan harga dan anggaran, dan
prognosa laporan keuangan.
Pengelolalaan limbah di BLU RSU Prof.
Dr. R. D Kandou berada dalam pengawasan dari
Instalasi Sanitasi yang bekerja sama dengan pihak
ke-3 yaitu perusahaan outsourcing CV Putra
Banyumas dalam satu perjanjian pemborongan
pekerjaan yang dibuat secara tertulis dengan pihak
BLU RSU Prof. Dr. R. D. Kandou dan telah
berjalan kurang lebih 1 tahun. Dalam UU No.13
Tahun 2003 pasal 64 tentang Ketenenagakerjaan
ditetapkan bahwa “Perusahaan dapat
menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan
kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian
pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa
pekerja/ buruh yang dibuat secara tertulis.”
Perusahaan Outsourcing adalah Perusahaan yang
menyediakan jasa tenaga kerja yang meliputi
pekerjaan yang akan ditempatkan pada perusahaan
yang menginginkannya. Istilah outsourching juga
dapat didefiniskan pendelegasian operasi atau
pekerjaan yang bukan inti (non-core) yang semula
dilakukan secara internal kepada pihak eksternal
yang memilki spesialisasi untuk melakukan
operasi tersebut (Sharing Vision, 2006).
13
Hasil wawancara mendalam menunjukan
bahwa sumber dana untuk program sanitasi
khususnya pengelolaan limbah di RSU. Prof. Dr.
R.D. Kandou berasal dari APBN atau BLU.
Sedangkan dalam pelaksanaannya kebutuhan dana
yang dipakai untuk pengelolaan limbah
ditanggung oleh Perusahaan outsourching mulai
dari pengadaan peralatan sampai gaji
karyawannya. Berikut kutipan jawaban dari
informan : ( I6 : “...Ya memang keluarnya itu
APBN untuk sanitasi tapi kadang-kadang juga
kalau memang ada yang mendadak yang perlu
diambil dari BLU”. Dulunya untuk kebutuhan
dana masih ditanggung oleh RS tapi sekarang
kebutuhan dana yang dipakai untuk pengolaan
limbah semua dari pihak ke-3 mulai dari
pengadaan peralatan sampai gaji karyawannya”
).
Hasil temuan penelitian mengenai total
dan perincian anggaran dalam perencanaan jumlah
alokasi dana untuk pengelolaan sampah yang
meliputi biaya pegawai, operasional, pemeliharaan,
dan biaya pengadaan peralatan tidak jelas karena
selama dilakukan penelitian kedua belah pihak
yaitu Instalasi Sanitasi dan Perusahaan
outsourching CV Putra Banyumas sebagai
penanggung jawab pengelolaan limbah di RSU
Prof. Dr. R. D. Kandou tidak mengetahui dan
enggan memberikan data mengenai perencanaan
dan perincian anggaran kepada peneliti. Padahal
dalam persyaratan administratif tentang pola tata
kelola BLU telah ditetapkan mengenai
“transparansi”, yaitu adanya kejelasan tugas dan
kewenangan, dan ketersediaan informasi kepada
publik. Berikut kutipan jawaban dari informan :
(I6 : “.... itu kurang urusan di atas. Torang nda
mau tau itu anggaran dari mana yang penting apa
usulannya torang, dorang harus mo beking”. I3 :
“....Perencanaan anggaran dari sanitasi
tetap ada. Kita
tinggal mengajukan penawaran misalnya
kebutuhan penambahan tenaga, alat, bahan,
segala macam. Usulan dari sanitasi tetap ada
tinggal mencocokan dengan kita punya
penawaran begitu. Budgetnya mungkin ...?” )
5.2.1.3 Metode (Method)
Metode adalah cara-cara pelaksanaan kerja
dengan seefisien mungkin atas sesuatu tugas yang
diperoleh dengan memperhitungkan segi-segi
tujuan, peralatan, fasilitas, tenaga kerja, waktu,
ruang, dan biaya-biaya yang tersedia. Sedangkan
prosedur kerja adalah tata kerja yang merupakan
suatu rangkaian sehingga menunjukan urutan
tahap demi tahap serta jalan yang harus ditempuh
dalam rangka suatu penyelesaian satu bidang
tugas (Hasibuan, 2009).
Menurut Depkes RI (1997) ; “pengelolaan
limbah rumah sakit terdiri dari tahap pemilahan,
penampungan, pengangkutan dan pembuangan
akhir”. Selanjutnya ditetapkan persyaratan dan
tata laksana pengelolaan limbah medis padat
dalam Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004
Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit yang dapat dilihat dalam Tinjauan
Pustaka. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 18 tahun 2008 mengemukakan ;
“pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang
sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan
yang meliputi pengurangan dan penanganan
sampah”. Oleh karena itu diperlukan keberadaan
suatu prosedur operasional standar (Standard
14
Operational Procedure/ SOP) yang umumnya
telah menjadi suatu keharusan bagi sebuah
institusi seperti rumah sakit. Prosedur-prosedur
tersebut disusun untuk mencapai standar dan
keseragaman pelaksanaan (Adisasmito, 2012).
Hasil wawancara untuk perencanaan
metode, menunjukan telah ditetapkan metode
pemilahan limbah medis padat dan non-medis
dalam wadah penampungan limbah dimulai dari
sumbernya atau unit pelayanan penghasil sampah.
Pemilahan dibedakan dengan kantong/ wadah
warna kuning untuk limbah medis dan kantong/
wadah warna hitam untuk non-medis. Semua
limbah padat medis diangkut lalu dimusnahkan
dengan insinerator, limbah padat non-medis
dibuang ke TPS/ TPA, limbah cair melalui
instalasi pengolahan air limbah, sedangkan limbah
padat radioaktif dikirim ke BATAN (Badan
Tenaga Atom Nasional). Berikut kutipan jawaban
dari Kepala Instalasi Sanitasi : (I1 :“.... Alurnya
seperti yang terpajang pada dinding ini. Limbah
medis dan non-medis dipisahkan dari ruangan/
unit pelayanan. Untuk semua limbah padat medis
dimusnahkan dengan insinerator, limbah padat
non-medis dibuang ke TPS/ TPA, limbah cair
melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah,
sedangkan limbah padat radioaktif dikirim ke
BATAN” ).
Perencanaan metode tersebut sebenarnya
sudah dijalankan dan hampir memenuhi standar
peraturan Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004
namun dalam hasil temuan penelitian melalui
wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi
di lapangan ternyata metode tersebut belum
dilaksanakan sesuai prosedur yang direncanakan
sebab masih di temukan beberapa kekurangan
dalam teknik operasionalnya termasuk faktor
pemicu terjadinya masalah tersebut yang akan
dibahas selanjutnya pada aspek proses. Berikut
kutipan jawaban dari Pengawas dari Perusahaan
outsourching : ( I3 : “... Itu sebenarnya sudah
jalan tapi ada juga kecerobohan mungkin dari
dalam misalnya mungkin dari perawatnya atau
koasnya mungkin karena ketidakdisiplinan
sehingga kita kecolongan maka mau tidak mau
kita dari pihak limbah harus bantu, cleaning
service harus mensortir lagi karena sering kita
temukan tempat limbah medis padat sudah
bercampur dengan limbah umum karena mungkin
ulah pasien dan pengunjung” ).
5.2.1.4 Sarana dan Prasarana (Machines)
Dalam Hasibuan (2009) dikatakan ; “Machines
yaitu mesin-mesin/ alat-alat yang diperlukan atau
dipergunakan untuk mencapai tujuan”. Sedangkan
pengelolaan sampah rumah sakit dengan
pendekatan sistem dalam Hapsari (2010)
dikemukakan ; “sarana dan prasarana yaitu
perencanaan jumlah komponen yang menunjang
kegiatan pengelolaan sampah yang digunakan
sebagai sarana untuk mengolah sampah di rumah
sakit”.
Hasil wawancara mendalam dengan
beberapa informan menunjukan bahwa
perencanaan fasilitas dan peralatan untuk
pengelolaan limbah telah diserahkan oleh pihak
rumah sakit kepada pihak ke-3 yaitu Perusahaan
outsourcing CV Putra Banyumas sebagai
penyedia jasa pekerja/ buruh. Hal itu merupakan
keleluasaan penuh dari instansi dan perusahaan
yang bersangkutan sebab RSU Prof. Dr. R. D.
Kandou telah ditetapkan sebagai instansi yang
15
menerapkan PPK-BLU Pada 26 Juni 2007
berdasarkan Kep.Menkes
No.756/Menkes/SK/VI/2007 dan Kep. Menteri
Keuangan No. 272/Keu.05.2007. Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum,
yang selanjutnya disebut PPK-BLU, adalah pola
pengelolaan keuangan yang memberikan
fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan
praktek-praktek bisnis yang sehat untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
dalam rangka memajukan kesejahteraan umum
dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Yang
dimaksud dengan praktik bisnis yang sehat adalah
proses penyelenggaraan fungsi organisasi
berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik
dalam rangka pemberian layanan yang bermutu
dan berkesinambungan.
Dalam UU No.13 Tahun 2003 pasal 64
tentang Ketenenagakerjaan ditetapkan bahwa
“Perusahaan dapat menyerahkan sebagian
pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya
melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau
penyediaan jasa pekerja/ buruh yang dibuat secara
tertulis”. Perusahaan Outsourcing adalah
Perusahaan yang menyediakan jasa tenaga kerja
yang meliputi pekerjaan yang akan ditempatkan
pada perusahaan yang menginginkannya.” Istilah
outsourching juga dapat didefiniskan
pendelegasian operasi atau pekerjaan yang bukan
inti (non-core) yang semula dilakukan secara
internal kepada pihak eksternal yang memilki
spesialisasi untuk melakukan operasi tersebut
(Sharing Vision, 2006). Berikut kutipan jawaban
dari Kepala Instalasi Sanitasi dan Pengawas
perusahaan outsurching : ( I1 : “...Untuk
perencanaan fasilitas dan peralatan termasuk
pihak ke-3”. I3 : “... Kalau untuk alat-alat kerja
mereka itu sudah serahkan ke kita. Instalasi
Sanitasi hanya memberitahu kita undang-
undangnya atau prosedurnya yang dibutuhkan
oleh tenaga kerja seperti itu” ).
Namun ternyata pada awalnya sebelum
dimulai perjanjian kerja pihak rumah sakit dan
Perusahaan outsourching, masing-masing sudah
menyiapkan data perencanaaan meliputi
perencanaan tenaga, alat, dan bahan yang
dibutuhkan untuk dilakukan pencocokan
penawaran dan kesepakatan. Berikut kutipan
jawaban dari Pengawas Perusahaan outsourching :
( I3 : “... Namun pada awalnya sebelum dimulai
perjanjian kerja, pihak rumah sakit dan
Perusahaan outsourching masing-masing sudah
memiliki perencanaaan meliputi perencanaan
tenaga, alat, dan bahan yang dibutuhkan untuk
dilakukan pencocokan” ). Akan tetapi perincian
mengenai jumlah dan jenis fasilitas/ peralatan
yang tersedia belum jelas karena selama dilakukan
penelitian kedua belah pihak enggan memberikan
data perencanaan dan tidak memilki data
inventarisasi yang lengkap mengenai semua
fasilitas/ peralatan yang tersedia untuk
pengelolaan limbah di RSU Prof. Dr. R. D.
Kandou. Padahal di dalam kegiatan pengangkutan
limbah klinis, perlu juga dipertimbangkan
distribusi lokasi wadah penampungan sampah,
jalur jalan dalam rumah sakit, jenis dan volume
serta jumlah tenaga dan sarana yang tersedia
(Candra, 2007).
Berdasarkan hasil wawancara mendalam,
obesrvasi dan dokumentasi terhadap jenis sarana
dan prasarana untuk pengelolaan limbah yang
tersedia saat ini di RSU Prof. Dr. R. D. Kandou
16
antara lain insinerator, needle crusher (alat
penghancur jarum suntik), kantong plastik
(kuning/ hitam), wadah penampung sekaligus alat
pengangkut limbah (kuning, hijau, hitam, dan
biru) dan APD (Alat Pelindung Diri) berupa
hanskun, masker, boots, serta TPS rumah sakit
untuk limbah medis padat dan non-medis. Namun
dari 3 mesin insinerator yang tersedia, ternyata 1
mesin insinerator sedang mengalami kerusakan
bahkan yang 1 mesin lagi sudah rusak total sejak
lama. Selain rusaknya mesin insinerator sering
ditemukan juga masalah kerusakan roda pada alat
pengangkut limbah. Operator insinerator dan
Pengawas dari Perusahaan outsourching menilai
peralatan yang tersedia belum cukup dan perlu
dilakukan perbaikan. Berikut kutipan jawaban dari
beberapa informan : ( I2 : “...Kalau insinerator
ada 3. tapi yang aktif dan berfungsi sekarang
hanya satu mesin. 1 mesin lagi sudah rusak
bahkan 1 nya lagi yang sudah lama itu sudah
rusak total. Kalau jujurnya untuk pengadaan alat
itu belum cukup. ini saya juga terbuka lah toh.
Jujurnya”. I3 :“.... namun ada beberapa yang
sudah mulai rusak misalnya ada beberapa roda
gerobak pengangkut yang rusak namun sudah
masuk wacana untuk pengadaan penggantian.
Mengenai insinerator yang rusak, saya ketahui itu
dan sudah masuk laporan ke pihak rumah sakit
dan Instalasi sanitasi. Untuk jawaban sementara
mungkin perlu perbaikan karena beberapa alat
yang rusak itu masih bisa diperbaiki”. I6 : “....
tapi alat pengangkutannya yang sering mereka
tari-tarik itu sering rusak, selalu kalah di roda” ).
Tersedianya sarana dan prasarana dalam
penyelenggaraan kegiatan administrasi merupakan
hal yang mutlak, meskipun setiap organisasi
mungkin memilki keterbatasan dan kemampuan
dalam penyediaan sarana dan prasarana secara
maksimal. Untuk itu maka efisiensi, efektifitas,
dan produktifitas merupakan hal yang perlu
mendapat perhatian khusus dari organisasi dalam
mengatasi keterbatasan sarana dan prasarana
tersebut (Maidin, 2004). Oleh karena itu
sebaiknya Perusahaan outsourching yang
bersangkutan dan Instalasi Sanitasi segera
mengambil langkah kebijakan misalnya
melakukan upaya perbaikan atau penggantian
peralatan dan fasilitas untuk mengoptimalkan
program pengelolaan limbah di RSU Prof. Dr. R.
D. Kandou.
5.2.1.5 Timbulan Limbah Medis Padat
(Materials)
Material terdiri dari bahan setengah jadi (raw
material) dan bahan jadi. Dalam dunia usaha
untuk mencapai hasil yang lebih baik, selain
manusia yang ahli dalam bidangnya juga harus
dapat menggunakan bahan/ materi-materi sebagai
salah satu sarana. Sebab materi dan manusia tidak
dapat dipisahkan, tanpa materi tidak akan tercapai
hasil yang dikehendaki. Sampah atau limbah
merupakan material sisa yang tidak diinginkan
setelah berakhirnya suatu proses. (Wikipedia
bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas). Limbah
medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari
limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda
tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah
kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer
bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam
berat yang tinggi. (Depkes RI, 2004)
Salah satu langkah pokok pengelolaan
limbah adalah menentukan jumlah limbah yang
17
dihasilkan. Jumlah ini menentukan jumlah dan
volume sarana penampungan lokal yang harus
disediakan, pemihan insinerator dan kapasitasnya.
Bila rumah sakit memilki tempat pembuangan
sendiri, jumlah produksi dan proyeksinya perlu
dibuat untuk memperkirakan pembiayaan dan
lain-lain. Penentuan jumlah limbah dapat
menggunakan ukuran berat atau volume. (Depkes
RI, 2002). Namun hasil temuan penelitian
terhadap pengelolaan limbah medis padat di RSU
Prof. Dr. R. D. Kandou ternyata belum melakukan
penghitungan jumlah rata-rata limbah medis padat
yang dihasilkan per hari. Penghitungan jumlah
limbah medis padat pernah dilakukan oleh
Instalasi Sanitasi pada beberapa tahun yang lalu
namun penghitungan jumlah limbah medis padat
yang dihasilkan hanya dalam hitungan per bulan
dan per tahun dalam ukuran berat (Kg). Untuk
selanjutnya pihak instalasi sanitasi hanya
memperkirakan jumlah limbah medis padat yang
dihasilkan per hari. Berikut keterangan dari
beberapa informan : ( I1 : “...Kalau penghitungan
ada, tapi beberapa tahun lalu itu. Jadi kita sudah
perkirakan untuk rumah sakit ini menghasilkan
limbah rata-rata 1 kubik per hari”. I2 : “... kira-
kira 2 kubik” . I6 : “... Kalau dulu untuk limbah
medis padat per hari kira 1,5 kubik sekarang
meningkat kurang lebih 2 kubik per hari untuk
limbah medis padat ” ).
Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004
Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit, menetapkan bahwa “Penyimpanan
limbah medis padat harus sesuai iklim tropis yaitu
pada musim hujan paling lama 48 jam dan musim
kemarau paling lama 24 jam. Bagi rumah sakit
yang mempunyai insinerator di lingkungannya
harus membakar limbahnya selambat-lambatnya
24 jam”. Berdasarkan ketetapan tersebut maka
dinilai perlu untuk mengetahui jumlah timbulan
limbah yang dihasilkan rumah sakit per hari,
sehingga dalam pendekatan sistem pada aspek
keluaran (Output) dapat dihitung berapa jumlah
limbah yang terkelola dan tidak terkelola dalam
sehari atau berapa jumlah limbah yang
dimusnahkan atau yang belum dimusnahkan
dengan insinerator dalam sehari.
Limbah medis padat dikategorikan antara
lain limbah infeksius, limbah patologi, limbah
benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis,
limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah
kontainer bertekanan, dan limbah dengan
kandungan logam berat yang tinggi. (Depkes RI,
2004). Namun hasil temuan penelitian terhadap
pengelolaan limbah medis padat di RSU Prof. Dr.
R. D. Kandou ternyata Instalasi Sanitasi hanya
memilki data mengenai sumber atau ruangan
penghasil limbah medis padat namun belum
melakukan identifikasi jenis maupun kategori
limbah medis padat yang dihasilkan pada masing-
masing ruangan/ unit pelayanan. Dari data
sekunder yang diperoleh di Instalasi Sanitasi
terdapat 17 unit pelayanan/ ruangan yang
menghasilkan limbah medis padat yaitu IRINA
A, IRINA B, IRINA C, IRINA D, IRINA E,
IRINA F, IRINA Anggrek, Anggrek II, IRINA
Nyiur Melambai, Instalasi Rawat Jalan, ICU/
ICCU, Laboratorium, Kamar Jenazah, Estela,
IBS, gedung IRD baru, dan gedung
Hemodialisa. Berikut kutipan jawaban dari
beberapa informan : (I1 : “.....Kalau karakteristik
limbah medis padat kan kita sudah tahu misalnya
disposibel, kain-kain has, jadi kami sudah tidak
18
perlu pendataan. Perawat juga sudah melakukan
pemilahan antara limbah medis padat dan non-
medis”. I2 : “.... Tidak. Itu kan jenis limbah
medis padat bermacam-macam sudah ada di
kotak-kotak”. I6 : “....Tidak. Di setiap ruangan
kan sudah ada tenaga pengangkut untuk limbah
medis padat , jadi dia angkat satu kali terus bawa
ke insinerator” ).
Selanjutnya dalam buku Pedoman Sanitasi
Rumah Sakit (2002) dijelaskan bahwa “sampah
rumah sakit dapat digolongkan antara lain
menurut jenis dan unit pelayan/ ruangan penghasil
sampah. Namun dalam garis besarnya perlu
dibedakan menjadi sampah medis dan non-
medis”. Identifikasi limbah medis padat
berdasarkan sumber, jenis (kategori), dan
jumlahnya dinilai perlu untuk dilaksanakan sebab
dengan melakukan indentifikasi timbulan limbah
medis padat berdasarkan jenisnya maka dapat
segera diidentifikasi juga kategorinya sehingga
mempermudah dalam proses penanganannya.
Buku Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia
(2002) memberikan contoh identifikasi limbah
rumah sakit berdasarkan jenis dan ruangan/ unit
pelayanan penghasil limbah yang dapat dilihat
dalam Tabel 5.1
Tabel 5.1 Jenis Limbah Rumah Sakit Menurut
Sumbernya
No.
Sumber/ Area
Jenis Sampah
1
Kantor/administrasi Kertas
2
Unit Obstetric & ruang
perawatan obstetric
Dressing (pembalut/pakaian), sponge
(sepon/pengosok), placenta, ampul, termasuk kapsul
perak nitrat, jarum syringe (alat semprot),
masker disposable (masker yang dapat
dibuang), disposable drapes (tirai/kain yang dapat
dibuang), sanitary napkin (serbet), blood lancet
disposable (pisau bedah), disposable chateter (alat
bedah), disposable unit enema (alat suntik pada
usus), disposable diaper (popok) &
underpad (alas/bantalan), sarung tangan disposable.
3
Unit emergency &
bedah termasuk ruang
perawatan
Dressing(pembalut/pakaian),
sponge(sepon/penggosok), jaringan tubuh, termasuk
amputasi ampul bekas, maskerdisposable (masker
yang dapat dibuang), jarum syringe (alat
semprot), drapes (tirai/kain), disposable blood
lancet (pisau bedah), disposable kantong emesis,
Levin tubes (pembuluh), chateter (alat
bedah), drainase set ( alat pengaliran),
kantongcolosiomy, underpads (alas/bantalan), sarung
bedah.
4
Unit Laboratorium,
ruang mayat, Phatology
& Autopsy
Gelas terkontaminasi, termasuk pipet petri dish,
wadah specimen, slide specimen (kaca/alat sorong),
jaringan tubuh, organ, dan tulang
5
Unit Isolasi
Bahan-bahan kertas yang mengandung
buangan nasal (hidung) & sputum (dahak/ air
liur), dressing (pembalut/pakaian &
bandages (perban), masker disposable (masker yang
dapat dibuang), sisa makanan, perlengkapan makan.
6
Unit Perawatan
Ampul, jarum disposable & syringe (alat semprot),
kertas & lain-lain.
7
Unit Pelayanan
Karton, kertas bungkus, kaleng, botol, limbah dari
ruang umum & pasien, sisa makanan buangan
8
Unit Gizi/dapur
Sisa pembungkus, sisa makanan/ bahan makanan
sayuran & lain-lain
9
Halaman Rumah Sakit Sisa pembungkung daun ranting, debu.
Sumber : Depkes RI, 2002
5.2.2 Proses (Process)
Proses yaitu elemen-elemen yang dibutuhkan
untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang
telah direncanakan (Maidin, 2004). Sedangkan
proses dalam pengelolaan sampah rumah sakit
dengan pendekatan sistem adalah pelaksanaan dari
sebuah program pengelolaan sampah yang
meliputi teknik operasional, unit pengelola
sampah, pengaturan/ regulasi, keuangan/ alokasi
dana dan peran serta masyarakat. (Hapsari, 2010)
19
5.2.2.1 Teknik Operasional
Teknik operasional dalam pengelolaan sampah
rumah sakit dengan pendekatan sistem yaitu
teknik yang digunakan dalam proses pengelolaan
sampah di rumah sakit (Hapsari, 2010). Depkes RI
(1997) mengemukakan ; “pengelolaan sampah
rumah sakit terdiri dari tahap pemilahan,
penampungan, pengangkutan dan pembuangan
akhir. “
a) Pemilahan
Pemilahan limbah rumah sakit merupakan
kegiatan yang bertujuan untuk
mengidentifikasi limbah berdasarkan
jenisnya. Dalam perkembangan strategi
pengelolaan limbah, alur limbah harus
diidentifikasi dan dipilah-pilah. Dengan
melakukan pengemasan dan pemberian
label yang jelas dari berbagai jenis limbah
berdasarkan jenisnya akan mengurangi
biaya, tenaga kerja, dan pembuangan.
Pemisahan limbah berbahaya dari semua
limbah pada tempat penghasil adalah kunci
pembuangan yang baik. Dengan limbah
berada di kantong atau kontainer yang
sama untuk penyimpanan, pengangkutan
dan pembuangan akan mengurangi
kemungkinan kesalahan petugas dalam
penanganannya (Depkes RI, 2002).
Dalam pelaksanaan pengelolaan
limbah di RSU Prof. Dr. R. D. Kandou ;
proses pemilahan limbah medis padat dan
non-medis dilakukan oleh perawat/ dokter
dari masing-masing ruangan/ unit
pelayanan penghasil limbah. Pemilahan
terdiri dari 3 kategori yaitu limbah medis
padat, limbah non-medis dan limbah benda
tajam. Untuk limbah benda tajam disimpan
dalam wadah limbah khusus seperti kotak
kardus, botol, atau galon. Limbah non-
medis (limbah umum) disimpan dalam
kantong plastik warna hitam. Sedangkan
semua kategori limbah padat medis hanya
dipisahkan dalam kantong plastik warna
kuning. Hal ini belum memenuhi
persyaratan dan tata laksana yang telah
ditetapkan Depkes RI mengenai pemilahan
limbah medis padat berdasarkan
kategorinya. Dalam Kepmenkes
1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit, telah ditetapkan bahwa pemilahan
jenis limbah medis padat mulai dari
sumber yang terdiri dari limbah infeksius,
limbah patologi, limbah benda tajam,
limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah
kimiawi, limbah radioaktif, limbah
kontainer bertekanan, dan limbah dengan
kandungan logam berat yang tinggi.
Hasil temuan penelitian juga
menunjukan masih ditemukan limbah
medis padat dan limbah non-medis yang
telah bercampur dalam tempat-tempat
penampungan limbah. Dari wawancara
mendalam dengan informan menunjukan
hal ini diduga akibat perilaku pengunjung/
pasien atau masyarakat yang belum
mengetahui tentang pemilahan limbah
medis padat dan non-medis sehingga salah
dalam membuang limbah. Selanjutnya dari
keterangan informan hal ini juga mungkin
disebabkan oleh ketidakdisiplinan atau
kecerobohan dari perawat dan koas yang
20
beraktivitas dalam unit pelayanan/ ruangan
penghasil limbah. Selain itu ditemukan
juga kantong plastik hitam yang
seharusnya digunakan untuk menyimpan
limbah non-medis malah digunakan untuk
menyimpan limbah medis padat.
Pemilahan dan reduksi volume limbah
klinis dan yang sejenis merupakan
persyaratan keamanan yang penting untuk
petugas pembuang sampah, petugas
emergensi, dan masyarakat. Reduksi
keseluruhan volume limbah hendaknya
merupakan proses yang kontinyu (Depkes
RI, 2002). Oleh karena itu Instalasi
Sanitasi dan Perusahaan outsourching
yang terlibat perlu meningkatkan upaya
pengawasan dalam tahap pemilahan
limbah medis padat dan non-medis sebab
menurut Kepmenkes
1204/Menkes/SK/X/2004 ; kategori
limbah medis padat yang dihasilkan rumah
sakit memilki perbedaan metode dan
prosedur pada tahap pembuangan akhirnya
yang akan dibahas selanjutnya. (Depkes
RI, 2004)
b) Penampungan
Penampungan dilakukan bertujuan agar
limbah yang diambil dapat dilakukan
pengolahan lebih lanjut atau pembuangan
akhir (Candra, 2007). Mengenai
pewadahan limbah padat medis
berdasarkan Kepmenkes
1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit harus dibedakan menurut 5 kategori
yaitu radioaktif, sangat infeksius,
infeksius patologi/ anatomi, sitotoksis ,
dan kimia dan farmasi. Untuk warna
kantong/ kontainernya dibedakan atas 4
warna yaitu merah untuk radioaktif,
kuning untuk sangat infeksius/ infeksius
dan patologi/ anatomi, ungu untuk
sitotokis, dan coklat untuk limbah kimia
dan farmasi. Kemudian lambangnya juga
dibedakan atas 4 yaitu untuk kategori
radioaktif, sangat infeksius, infeksius
patologi/ anatomi, dan sitotoksis. Hasil
temuan penelitian dalam proses
penampungan limbah di RSU Prof. Dr. R.
D. Kandou, wadah penampungan limbah
sekaligus menjadi alat pengangkut limbah.
Wadahnya terbuat dari bahan yang kuat,
cukup ringan, tahan karat, kedap air, dan
mempunyai permukaan yang halus pada
bagian dalamnya, memilki penutup di
bagian atas dan roda pada bagian
bawahnya untuk mempermudah dalam
proses pengangkutannya. Ukuran
wadahnya dibedakan atas 2 jenis yaitu
ukuran kecil dan besar. Tempat
penampungan limbah hanya dibedakan
dalam 3 wadah, untuk limbah medis padat
tersedia wadah berwarna kuning namun
belum semua wadah penampung memilki
tulisan “untuk sampah medis” atau kode
dan label. Sedangkan untuk limbah non-
medis tersedia wadah berwarna hitam yang
bertuliskan “sampah umum”. Warnanya
juga belum sesuai ketetapan yang ada
sebab menggunakan warna kuning, hijau,
hitam, dan biru. Pewadahan yang belum
21
memenuhi syarat karena tidak diberikan
kode dan label serta warna yang bervariasi
akan membingungkan masyarakat di
lingkungan rumah sakit dan petugas
pengangkut dalam tahap pengangkutan
dan pembuangan akhirnya. Persyaratan
mengenai pewadahan limbah medis padat
dapat dilihat dalam Tabel 2.
Dari hasil observasi yang didukung
dokumentasi juga ditemukan beberapa
masalah yaitu limbah medis padat dalam
kantong plastik berwarna kuning yang
tidak dimasukan dalam wadah
penampungan limbah. Kantong plastik
hanya diletakan di lantai dalam posisi
kantong yang masih terbuka dan tidak
diikat. Kemudian masih ditemukan juga
limbah medis padat yang bersifat
infeksius berupa selang kecil berisi darah
yang langsung diletakan dalam wadah
penampungan tanpa dikemas dalam
kantong plastik berwarna kuning. Selain
itu masih ditemukan kantong plastik
kuning untuk limbah medis padat
bercampur dengan kantong plastik hitam
untuk limbah non-medis dalam 1 wadah
penampung.
Observasi juga menunjukan wadah
penampung untuk limbah medis padat
digunakan lagi untuk menampung limbah
umum begitupun sebaliknya setelah
limbah dikosongkan dan dicuci.
Selanjutnya belum semua petugas cleaning
service mencuci wadah penampung limbah
setelah dikosongkan. Padahal dalam
Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004
dituliskan bahwa ; “tempat pewadahan
limbah medis padat infeksius dan
sitotoksis yang tidak langsung kontak
dengan limbah harus segera dibersihkan
dengan larutan disinfektan apabila akan
dipergunakan kembali, sedangkan untuk
kantong plastik yang telah dipakai dan
kontak langsung dengan limbah tersebut
tidak boleh digunakan lagi”. Seharusnya
limbah padat B3/ infeksius dikemas pada
kantong plastik warna kuning dan
ditampung di TPS limbah kemudian
diangkut/ diserahkan kepada pihak ketiga
untuk dimusnahkan di insinerator.
Penghasil limbah klinis dan yang sejenis
harus menjamin keamanan dalam
memilah-milah jenis sampah, pengemasan,
pemberian label, penyimpanan,
pengangkutan, pengolahan dan
pembuangan. (Adisasmito, 2012)
c) Pengangkutan
Dalam strategi pembuangan limbah rumah
sakit hendaknya memasukan prosedur
pengangkutan limbah internal dan
eksternal bila memungkinkan.
Pengangkutan limbah internal biasanya
berasal dari titik penampungan awal ke
tempat pembuangan atau insinerator di
dalam (onsite insinerator) dengan
menggunakan kereta dorong (Depkes RI,
2002). Dalam pelaksanaannya, limbah
medis padat dari ruangan/ unit pelayanan
penghasil limbah diangkut setiap hari oleh
2 orang tenaga cleaning service ke
22
insinerator untuk dimusnahkan. Limbah
medis padat biasanya diangkut sebanyak 2
kali sehari, sekitar jam 6 pagi dan
pengangkutan kedua biasanya pada jam 2
siang tergantung dari volume limbah
medis padat yang dihasilkan. Alat
pengangkutan limbah sekaligus menjadi
wadah penampungan limbah. Alatnya
terbuat dari bahan yang kuat, cukup
ringan, tahan karat, kedap air, dan
mempunyai permukaan yang halus pada
bagian dalamnya, memilki penutup di
bagian atas dan roda pada bagian
bawahnya untuk mempermudah dalam
proses pengangkutannya.
Hasil temuan penelitian pada tahap
pengangkutan juga masih terdapat
beberapa kekurangan. Karena alat
pengangkut sekaligus menjadi wadah
penampung limbah, maka permasalahan
yang terjadi pada umumnya sama dengan
tahap penampungan yaitu masih
ditemukan kantong plastik kuning untuk
limbah medis padat bercampur dengan
kantong plastik hitam untuk limbah non-
medis dalam 1 alat pengangkut. Alat
pengangkut untuk limbah medis padat
digunakan lagi untuk mengangkut limbah
umum begitupun sebaliknya setelah
limbah dikosongkan dan dicuci. Selain itu,
masih ditemukan juga limbah medis padat
yang bersifat infeksius berupa selang kecil
berisi darah yang langsung diletakan
dalam alat pengangkutan tanpa dikemas
dalam kantong plastik warna kuning.
Padahal penghasil limbah klinis dan yang
sejenis harus menjamin keamanan dalam
memilah-milah jenis sampah, pengemasan,
pemberian label, penyimpanan,
pengangkutan, pengolahan dan
pembuangan. Selain itu limbah padat B3/
infeksius harus dikemas pada kantong
plastik warna kuning dan ditampung di
TPS limbah kemudian diangkut/
diserahkan kepada pihak ketiga untuk
dimusnahkan di insinerator. (Adisasmito,
2012).
Selanjutnya masih ditemukan
petugas cleaning service yang menumpuk
terlalu banyak limbah dalam 1 alat
pengangkut sehingga penutupnya terbuka
dan memungkinkan limbah tercecer pada
saat pengangkutan. Alat angkut
hendaknya dirancang sedemikian
sehingga efisien dapat diisi tanpa tumpah,
dan tertutup rapat sehingga tidak terlihat
dan tidak tercecer selama pengangkutan
(Depkes RI, 2002). Namun karena
kecerobohan petugas cleaning service
yang tidak menggunakan alat pengangkut
limbah sebagaimana mestinya maka hal ini
tetap dapat menimbulkan masalah.
Selanjutnya menurut Depkes RI (2004) ;
“kantong limbah sebelum dimasukkan ke
kendaraan pengangkut harus diletakkan
dalam kontainer yang kuat dan tertutup”.
Kantong limbah juga harus aman dari
jangkauan manusia maupun binatang.
Selain itu jalur pengangkutan limbah
setiap hari juga merupakan jalur kendaraan
yang sering digunakan oleh pasien,
pengunjung atau masyarakat yang
23
memakai jasa rumah sakit sebagai sarana
pelayanan kesehatan. Padahal dalam
kegiatan pengangkutan limbah klinis, perlu
juga dipertimbangkan distribusi lokasi
wadah penampungan sampah, jalur jalan
dalam rumah sakit, jenis dan volume serta
jumlah tenaga dan sarana yang tersedia
(Candra, 2007). Masalah yang terakhir
yaitu belum semua petugas cleaning
service mencuci wadah penampung limbah
setelah dikosongkan. Padahal dalam
Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004
dituliskan bahwa “tempat pewadahan
limbah medis padat infeksius dan
sitotoksis yang tidak langsung kontak
dengan limbah harus segera dibersihkan
dengan larutan disinfektan apabila akan
dipergunakan kembali, sedangkan untuk
kantong plastik yang telah dipakai dan
kontak langsung dengan limbah tersebut
tidak boleh digunakan lagi”.
d) Pembuangan Akhir
Kegiatan pembuangan akhir merupakan
tahap akhir yang penting didalam proses
pengolahan limbah medis padat. Setiap
rumah sakit sebaiknya memiliki unit
pemusnahan limbah tersendiri, khususnya
limbah medis padat dengan kapasitas
minimalnya dapat menampung sejumlah
limbah medis padat yang dihasilkan rumah
sakit dalam waktu tertentu. Pembuangan
dan pemusnahan limbah rumah sakit dapat
dilakukan dengan memanfaatkan proses
autoclaving, incinerator, ataupun dengan
sanitary landfill. Metode yang digunakan
untuk mengolah dan membuang sampah
medis tergantung pada faktor-faktor
khusus yang sesuai dengan institusi,
peraturan yang berlaku dan aspek
lingkungan yang berpengaruh terhadap
masyarakat. Khusus untuk limbah medis,
seperti plasenta atau sisa potongan anggota
tubuh dari ruang operasi atau otopsi yang
mudah membusuk, perlu segera dikubur.
(Chandra, 2007).
Hasil temuan penelitian
menunjukan RSU Prof. Dr. R. D. Kandou
memanfaatkan insinerator dalam tahap
pembuangan akhir untuk limbah medis
padat. Pemusnahan limbah dengan
insinerator biasanya dilakukan 2-3 kali
setiap hari. Pembakaran pertama biasanya
dilakukan sekitar jam 8 pagi dan
pembakaran kedua dilakukan jam 2 siang.
Namun dari hasil wawancara mendalam
yang didukung observasi dan dokumentasi
dari 3 mesin insinerator yang tersedia
ternyata hanya 1 mesin yang masih
berfungsi dan aktif, 1 mesin sedang
mengalami kerusakan, sedangkan 1 mesin
lagi sudah rusak total sejak lama. Hal ini
menimbulkan masalah yaitu limbah medis
padat yang dihasilkan RSU Prof. Dr. R.
D. Kandou tidak dapat dimusnahkan
dengan mesin insinerator yang aktif dalam
sehari sehingga masih meninggalkan sisa
limbah. Sisa limbah medis padat yang ada
biasanya disimpan dalam TPS khusus
untuk dilakukan pembakaran lanjut pada
besok hari atau di hari-hari yang tidak
24
sibuk misalnya pada hari Minggu. Bahkan
menurut keterangan informan, petugas
pembakar harus bekerja ekstra sampai
lembur untuk memusnahkan sisa limbah
medis padat. Sementara dalam Kepmenkes
1204/Menkes/SK/X/2004 telah ditetapkan
bahwa “bagi rumah sakit yang mempunyai
insinerator di lingkungannya harus
membakar limbahnya selambat-lambatnya
24 jam”.
Mesin insinerator yang masih aktif
dan berfungsi memilki suhu pembakaran
maksimum di atas 1000 derajat Celcius,
namun kapasitas insinerator belum dapat
dipastikan sebab jawaban dari semua
informan bervariasi antara 2, 1 dan ½ m3
yang diperkiraan sanggup menampung 300
Kg limbah medis padat . Dalam Buku
Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di
Indonesia (2002) dikatakan ; “ukuran
insinerator harus disesuaikan dengan
kebutuhan, tergantung dari jumlah limbah
setiap harinya”. Oleh karena itu diperlukan
penghitungan dan pemantauan jumlah
rata-rata timbulan limbah medis padat per
harinya sehingga dapat diproyeksikan
kapasitas insinerator yang akan digunakan
dan dapat diketahui bilamana perlu
dilakukan penambahan mesin insinerator
atau segera melakukan upaya
penanggulangan apabila terjadi
peningkatan produksi limbah.
Selain itu berdasarkan hasil
wawancara mendalam ternyata RSU. Prof.
Dr. R. D. Kandou belum menerapkan
metode sterilisasi baik sterilisasi dengan
panas maupun dengan bahan kimia
terhadap kategori limbah medis padat yang
akan dimanfaatkan kembali sebab Kepala
Instalasi Sanitasi mengatakan semua
kategori limbah padat medis yang
dihasilkan langsung dibawa ke insinerator
untuk dimusnahkan tidak ada yang
dimanfaatkan kembali oleh pihak rumah
sakit. Tujuan dilakukan sterlisasi adalah
untuk membunuh bakteri vegetatif dan
mikroorganisme lain yang bisa
membahayakan penjamah sampah,
sehingga limbah infeksius aman untuk
dibuang ke landfil. (Candra, 2007). Semua
kategori limbah padat medis yang
dihasilkan RSU Prof. Dr. R. D. Kandou
langsung dibawa ke insinerator untuk
dimusnahkan. Padahal dalam Kepmenkes
1204/Menkes/SK/X/2004 dijelaskan
adanya perbedaan metode dalam
penanganan akhir terhadap masing-masing
kategori limbah medis padat. Misalnya
untuk limbah yang sangat infeksius seperti
biakan dan persediaan agen infeksius dari
laboratorium harus disterilisasi dengan
pengolahan panas dan basah seperti dalam
autoclave sedini mungkin. Untuk limbah
infeksius yang lain cukup dengan cara
disinfeksi. Sedangkan untuk limbah padat
bahan kimia berbahaya seperti tabung,
kaleng aerosol, dan kontainer yang sudah
rusak cara pembuangannya tidak
diperbolehkan dengan pembakaran atau
insinerasi karena dapat meledak. Oleh
karena itu cara pembuangannya harus
dikonsultasikan terlebih dahulu kepada
25
instansi yang berwenang (Depkes RI,
2004).
Selanjutnya A. Sutowo Latief
dalam Jurnal TEKNIS Vol. 5 No.1 April
2010 : 20 - 24 mengemukakan bahwa
“Keunggulan teknik insinerasi yaitu dapat
memusnahkan limbah padat dengan cepat
dan tidak memerlukan lahan yang luas.
Sebaliknya teknologi ini membutuhkan
investasi yang besar, operasi dan
pemeliharaan yang tinggi, hilangnya
kesempatan kerja, dan tidak ramah
lingkungan. Selain itu insinerator
merupakan sumber polusi dioxin dan
logam berat, seperti merkuri dan kadmium,
arsen dan kromium di udara”.
Masalah yang terakhir yaitu
kantong plastik untuk limbah medis padat
yang seharusnya langsung dibakar karena
tidak boleh digunakan lagi hanya dibiarkan
begitu saja di area TPS untuk limbah
umum. Bahkan kantong plastik hitam dan
kuning untuk limbah medis padat dan non-
medis masih ditemukan bercampur dalam
TPS khusus untuk limbah medis padat dan
TPS untuk limbah umum. Adisasmito
(2012) megemukakan bahwa ; “pemisahan
limbah sesuai sifat dan jenisnya (kategori)
adalah langkah awal prosedur pembuangan
yang benar”. Oleh karena itu Instalasi
Sanitasi dan Perusahaan Outsourching
yang bersangkutan perlu melakukan
pengawasan secara menyeluruh terhadap
teknik opersional pengelolaan limbah
dimulai dari pemilahan, penampungan,
dan pembuangan akhir.
5.2.2.2 Unit Pengelola Limbah
Unit pengelola sampah dalam pendekatan sistem
yaitu bagian rumah sakit yang bertanggung jawab
menangani pengelolaan sampah di rumah sakit
(Hapsari, 2010). Staf yang diberi tanggungjawab
untuk pelaksanaan ini harus dinyatakan dengan
jelas. Di samping itu institusi/ unit kontraktor
yang bekerja sama dengan intitusi hendaknya
dinyatakan secara jelas, misalnya perusahaan
badan pengelola limbah atau Dinas Kebersihan
setempat. Kerjasama dengan asosiasi profesional
dan pengusaha barangkali akan menjamin
keberhasilan pengelolaan limbah. (Depkes RI,
2002). Hasil temuan penelitian ; pengelolalaan
limbah di BLU RSU Prof. Dr. R. D Kandou
berada dibawah pengawasan dari Instalasi
Sanitasi. Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah,
Instalasi Sanitasi bekerja sama dengan pihak ke-3
yaitu Perusahaan outsourching CV. Putra
Banyumas dalam perjanjian pemborongan
pekerjaan yang dibuat secara tertulis dengan pihak
BLU RSU Prof. Dr. R. D. Kandou yang telah
berjalan kurang lebih 1 tahun.
Dalam UU No.13 Tahun 2003 pasal 64
tentang Ketenenagakerjaan ditetapkan bahwa
“Perusahaan dapat menyerahkan sebagian
pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya
melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau
penyediaan jasa pekerja/ buruh yang dibuat secara
tertulis.” Perusahaan Outsourcing adalah
perusahaan yang menyediakan jasa tenaga kerja
yang meliputi pekerjaan yang akan ditempatkan
pada perusahaan yang menginginkannya. Istilah
outsourching juga dapat didefiniskan
pendelegasian operasi atau pekerjaan yang bukan
26
inti (non-core) yang semula dilakukan secara
internal kepada pihak eksternal yang memilki
spesialisasi untuk melakukan operasi tersebut
(Sharing Vision, 2006). Berikut kutipan jawaban
dari beberapa informan : ( I2 : “... kita dipantau
oleh sanitasi”. I3 : “... Kalau dari rumah sakit
pengawasan kita dari Instalasi Sanitasi”. I6 : “...
Instalasi Sanitasi bekerja sama dengan
perusahaan tender CV Putera Banyumas” ).
Adapun tenaga-tenaga yang terlibat dalam
Unit Pengelola Limbah khususnya yang menangani
limbah medis padat di RSU Prof. Dr. R. D. Kandou
saat ini secara garis besar terdiri dari seorang
Kepala Instalasi Sanitasi sebagai penanggung
jawab seluruh pengelolaan sanitasi dibantu
seorang Pengawas pengelolaan limbah medis dari
Instalasi Sanitasi dan seorang lagi Pengawas
pengelolaan limbah dari Perusahaan outsourcing
CV Putra Banyumas yang bertugas mengawasi
penanganan limbah medis padat yang
dilaksanakan oleh 3 orang tenaga cleanning
service ; terdiri dari 2 orang tenaga pengangkut
limbah medis padat dan seorang operator
insinerator. Sedangkan tenaga pemilah limbah
medis padat dan non-medis dilakukan oleh
perawat/ dokter dari setiap ruangan/ unit
pelayanan penghasil limbah medis padat. Hasil
temuan penelitian yang telah dibahas sebelumnya
pada aspek Input , untuk perencanaan SDM masih
perlu diadakan peninjauan kembali dengan lebih
memperhatikan segi kuantitas maupun kualifikasi
SDM, terutama untuk tenaga pengelola limbah
medis padat agar sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan.
Selain itu dari observasi yang didukung
dokumentasi belum semua tenaga cleaning service
yang tergabung dalam Unit Pengelola Limbah
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) selama
bekerja. Padahal dalam Kepmenkes
1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit telah
ditetapkan bahwa “petugas yang menangani
limbah, harus menggunakan alat pelindung diri
(APD) yang terdiri : Topi/ helm, Masker,
Pelindung mata, Pakaian panjang (coverall),
Apron untuk industry, Pelindung kaki/ sepatu
boot, Sarung tangan khusus (disposable gloves
atau heavy duty gloves”). Selain itu adanya UU
No. 23/ 1992 tentang Kesehatan yang menyatakan
bahwa ; “tempat kerja wajib menyelenggarakan
upaya kesehatan kerja apabila tempat kerja
tersebut memilki risiko bahaya kesehatan, yaitu
mudah terjangkitnya penyakit atau mempunyai
paling sedikit sepuluh orang karyawan, menuntut
rumah sakit sebagai industri jasa termasuk dalam
kategori tersebut sehingga wajib menerapkan
upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah
Sakit (K3RS)”. Hal ini sekarang dianggap
mendesak karena makin meningkatnya
pendayagunaan obat atau alat dengan risiko
bahaya kesehatan tertentu untuk tindakan
diagnosis, terapi maupun rehabilitasi di sarana
kesehatan. Salah satu risiko bahaya dalam
kegiatan rumah sakit dalam aspek kesehatan kerja
adalah limbah medis (Adisasmito, 2012).
Pelayanan keselamatan kerja yang dikemukakan
dalam Jurnal K3 tahun 2011 mencakup ;
“pembinaan dan pengawasan keselamatan/
keamanan sarana prasarana dan peralatan
kesehatan di Rumah sakit, pembinaan dan
pengawasan perlengkapan keselamatan kerja di
Rumah sakit, pengelolaan dan pemeliharaan serta
27
sertifikasi sarana prasarana dan pemeliharaan
peralatan rumah sakit
dan pengadaan peralatan Rumah sakit”. Setiap
institusi rumah sakit hendaknya menunjuk 1 orang
pejabat yang bertanggung jawab atas terjaminnya
sistem pembuangan limbah yang efisien dan
memenuhi persyaratan kesehatan dan keselamatan
kerja (Depkes RI, 2002).
5.2.2.3 Pengaturan/ Regulasi
Pengaturan/ regulasi dalam pengelolaan sampah
rumah sakit dengan pendekatan sistem yaitu
peraturan yang dibuat atau kebijakan yang
dilakukan dalam pengelolaan sampah oleh pihak
rumah sakit (Hapsari, 2010). Kebijakan
lingkungan adalah penggerak pelaksanaan dan
perbaikan sistem manajemen lingkungan sehingga
kebijakan lingkungan dapat memelihara dan
secara potensial memperbaiki kinerja lingkungan.
Oleh karena itu kebijakan seharusnya
mencerminkan komitmen manajemen puncak
untuk taat pada peraturan dan perundang-
undangan pengelolaan rumah sakit dan berupaya
melakukan perbaikan kualitas lingkungannya
secara berkelanjutan. Menurut PerMenKes No.
986/ 1992, salah satu lingkup program sanitasi
rumah sakit yaitu pengelolaan sampah/ limbah.
Lingkup program sanitasi rumah sakit adalah
pengendalian berbagai faktor lingkungan fisik,
biologi, kimiawi, dan bidang sosial psikologi di
rumah sakit yang dapat menimbulkan dampak
negatif pada kesehatan jasmani, rohani, dan
kesejahteraan sosial petugas, pengunjung dan
masyarakat sekitar rumah sakit. Oleh karena itu
diperlukan keberadaan suatu prosedur operasional
standar (Standard Operational Procedure/ SOP)
yang pada umumnya telah menjadi suatu
keharusan bagi sebuah institusi seperti rumah
sakit. Prosedur-prosedur tersebut disusun untuk
mencapai standar dan keseragaman pelaksanaan.
(Adisasmito, 2012)
Hasil temuan penelitian jika dilihat dari
sisi kebijakan/ regulasi, yang digunakan sebagai
pedoman dalam pengelolaan limbah yaitu ;
Prosedur Tetap (SOP) yang telah disahkan oleh
Direktur RSU Prof. Dr. R. D. Kandou pada bulan
Januari tahun 2008 tentang Pengelolaan Limbah
Rumah Sakit, Kepmenkes
1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit dan Buku
Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia tahun
2002. Berikut kutipan jawaban dari Kepala
Instalasi Sanitasi : ( I1 : “... Ini Kepmenkes
1204/Menkes/SK/X/2004, tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit dan Buku
Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia. Ada
protap waktu sebelum kami akreditasi sudah ada
yang disahkan oleh direktur” ).
Namun dari hasil wawancara mendalam
ternyata beberapa petugas yang terlibat dalam
pengelolaan limbah medis padat mengatakan
belum mengetahui dengan pasti pedoman yang
digunakan. Selama ini mereka hanya menerima
petunjuk, penyuluhan dan sosialisasi dari rumah
sakit tapi belum mengetahui perinciannya dengan
pasti. Pengawas pengelolaan limbah dari
Perusahaan outsourching, Operator insinerator
dan Petugas pengangkut limbah medis padat
mengatakan tidak memilki atau belum diberikan
buku pedoman. Sangat diharapkan bahwa semua
institusi yang menghasilkan limbah klinis dan
yang sejenis memilki kebijaksanaan pengelolaan
28
limbah secara menyeluruh dan tertulis yang selalu
siap dan bisa diketahui oleh semua pekerja di
setiap tingkat. (Depkes RI, 2002). Berikut
keterangan dari beberapa informan : ( I2 : “...
Kita cuma diberikan petunjuk saja tapi tidak
diberikan buku pedoman”. I3 : “... Secara global
saya mengetahui mengenai pedoman itu tapi
perinciannya yang saya tidak tau”. I4 :“... Saya
belum pernah membaca buku pedoman Sanitasi
Rumah Sakit atau membaca Kepmenkes tapi
penyuluhan/ sosialisasi pernah dilakukan oleh
rumah sakit” ).
Hasil temuan penelitian menunjukan
bahwa RSU Prof. Dr. R. D. Kandou telah memilki
perencanaan metode yang sebenarnya sudah
dijalankan dan hampir memenuhi standar
Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004 namun dari
wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi
di lapangan ternyata metode tersebut belum
dilaksanakan sesuai prosedur yang direncanakan
sebab masih di temukan beberapa kekurangan
dalam teknik operasionalnya terutama pada tahap
pemilahan limbah. Hasil observasi menunjukan
masih ditemukan limbah medis padat dan limbah
non-medis yang telah bercampur dalam tempat-
tempat penampungan limbah. Hal ini diduga
akibat perilaku masyarakat dan kecerobohan
perawat/ koas di lingkungan rumah sakit yang
belum mengetahui atau kurang memperhatikan
tentang pemilahan limbah medis padat dan non-
medis sehingga salah dalam membuang limbah.
Faktor pemicu ini akan dibahas selanjutnya pada
sisi Peran Serta Masyarakat.
Masalah bercampurnya limbah medis
padat dan non-medis (limbah umum) dalam
wadah penampungan limbah di unit pelayanan/
ruangan penghasil limbah mengakibatkan beban
kerja 2 tenaga pengangkut limbah medis padat
semakin bertambah. Cleaning service yang
sebenarnya hanya bertugas mengangkut limbah
sekarang harus ikut membantu untuk mensortir
kembali limbah medis padat dan non-medis yang
telah bercampur dalam wadah penampungan.
Berikut kutipan jawaban dari Pengawas
Perusahaan outsourching : ( I3 : “... Itu
sebenarnya sudah jalan tapi ada juga
kecerobohan mungkin dari dalam misalnya
mungkin dari perawatnya atau koasnya mungkin
karena ketidakdisiplinan sehingga kita
kecolongan maka mau tidak mau kita dari pihak
limbah harus bantu, cleaning service harus
mensortir lagi karena sering kita temukan tempat
limbah medis padat sudah bercampur dengan
limbah umum karena mungkin ulah pasien dan
pengunjung” ). Melihat permasalahan itu,
sebaiknya Instalasi Sanitasi dan Perusahaan
outsourching yang terlibat lebih meningkatkan
pengawasan dalam teknik operasional terutama
pada tahap pemilahan limbah dimulai dari
sumber/ unit pelayanan penghasil limbah.
Disamping itu dinilai perlu untuk dilakukan upaya
penyuluhan dan sosialisasi mengenai prosedur
pemilahan limbah yang benar serta bahaya yang
dapat ditimbulkan dari limbah medis padat
apabila tidak ditangani dengan tepat kepada
petugas, pengunjung, atau masyarakat di
lingkungan rumah sakit.
5.2.2.4 Keuangan/ Alokasi Dana
Money atau uang merupakan salah satu unsur
yang tidak dapat diabaikan. Uang merupakan alat
29
tukar dan alat pengukur nilai. Besar-kecilnya hasil
kegiatan dapat diukur dari jumlah uang yang
beredar dalam perusahaan. Oleh karena itu uang
merupakan alat (tools) yang penting untuk
mencapai tujuan karena segala sesuatu harus
diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan
berhubungan dengan berapa uang yang harus
disediakan untuk membiayai gaji tenaga kerja,
alat-alat yang dibutuhkan dan harus dibeli serta
berapa hasil yang akan dicapai dari suatu
organisasi. Keuangan dalam pengelolaan sampah
rumah sakit dengan pendekatan sistem yaitu jumlah
alokasi dana yang terpakai untuk pengelolaan
sampah yang meliputi sumber dana, biaya pegawai,
operasional, pemeliharaan, dan biaya pengadaan
peralatan (Hapsari, 2010).
Rumah Sakit Umum (RSU) Prof. Dr. R.
D. Kandou ditetapkan sebagai instansi yang
menerapkan PPK-BLU Pada 26 Juni 2007
berdasarkan Kep.Menkes
No.756/Menkes/SK/VI/2007 dan Kep. Menteri
Keuangan No. 272/Keu.05.2007. Badan Layanan
Umum, yang selanjutnya disebut BLU, adalah
instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat
berupa penyediaan barang dan atau jasa yang
dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan
dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan
pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum,
yang selanjutnya disebut PPK-BLU, adalah pola
pengelolaan keuangan yang memberikan
fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan
praktek-praktek bisnis yang sehat untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
dalam rangka memajukan kesejahteraan umum
dan mencerdaskan kehidupan bangsa,
sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan
keuangan negara pada umumnya. Yang dimaksud
dengan praktik bisnis yang sehat adalah proses
penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan
kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam
rangka pemberian layanan yang bermutu dan
berkesinambungan. Instansi pemerintah yang
melakukan pembinaan terhadap pola pengelolaan
keuangan BLU adalah Direktorat Pembinaan
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Ditjen Perbendaharaan. Perencanaan dan
penganggaran BLU pada prinsipnya tidak berbeda
dengan perencanaan dan penganggaran pada
kementerian/ lembaga. Penyusunan Rencana
Bisnis dan Anggaran (RBA) BLU memuat antara
lain ; kondisi kinerja BLU tahun berjalan, asumsi
makro dan mikro, target kinerja (output yang
terukur), analisis dan perkiraan biaya per output
dan agregat, perkiraan harga dan anggaran, dan
prognosa laporan keuangan.
Pengelolalaan limbah di BLU RSU Prof.
Dr. R. D Kandou berada dalam pengawasan dari
Instalasi Sanitasi yang bekerja sama dengan pihak
ke-3 yaitu Perusahaan outsourcing CV Putra
Banyumas dalam satu perjanjian pemborongan
pekerjaan yang dibuat secara tertulis dengan pihak
BLU RSU Prof. Dr. R. D. Kandou yang telah
berjalan kurang lebih 1 tahun. Dalam UU No.13
Tahun 2003 pasal 64 tentang Ketenenagakerjaan
ditetapkan bahwa “Perusahaan dapat
menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan
kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian
pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa
pekerja/ buruh yang dibuat secara tertulis.”
Perusahaan Outsourcing adalah perusahaan yang
30
menyediakan jasa tenaga kerja yang meliputi
pekerjaan yang akan ditempatkan pada perusahaan
yang menginginkannya. Istilah outsourching juga
dapat didefiniskan pendelegasian operasi atau
pekerjaan yang bukan inti (non-core) yang semula
dilakukan secara internal kepada pihak eksternal
yang memilki spesialisasi untuk melakukan
operasi tersebut (Sharing Vision, 2006).
Hasil wawancara mendalam menunjukan
bahwa sumber dana untuk program sanitasi
khususnya pengelolaan limbah di RSU. Prof. Dr.
R.D. Kandou berasal dari APBN atau BLU. Hasil
temuan penelitian dari segi keuangan/ alokasi
dana, total dan perincian anggaran yang terpakai
untuk pengelolaan limbah tidak jelas karena
selama dilakukan penelitian kedua belah pihak
yaitu Instalasi Sanitasi dan perusahaan
outsourching CV Putra Banyumas sebagai
penanggung jawab pengelolaan limbah di RSU
Prof. Dr. R. D. Kandou tidak mengetahui dan
enggan memberikan data mengenai total dan
perincian alokasi dana yang terpakai untuk
pengelolaan limbah kepada peneliti. Padahal
dalam persyaratan administratif tentang pola tata
kelola BLU telah ditetapkan mengenai
“transparansi”, yaitu adanya kejelasan tugas dan
kewenangan, dan ketersediaan informasi kepada
publik. Berikut kutipan jawaban dari beberapa
informan : ( I6 : “... itu kurang urusan di atas.
Torang nda mau tau itu anggaran dari mana yang
penting apa usulannya torang, dorang harus mo
beking. Total anggaraan dari kesepakatan tender
antara direktur dengan pihak perusahaan. Jika
ada yang menang tender pihak intsalasi sanitasi
hanya diberi tahu yang mana total anggaran dari
mereka sekian tapi untuk perinciannya kita tidak
tau”. I3 : “... Itu ada kedua bela pihak jelas harus
tau” ).
Dengan mengetahui selisih dari total
perencanaan anggaran dan total alokasi dana yang
terpakai maka dapat diketahui apakah dana/
anggaran yang tersedia benar-benar telah
dimaksimalkan untuk pengelolaan limbah dengan
memperhatikan hal-hal seperti biaya pegawai,
operasional, pemeliharaan, dan biaya pengadaan
peralatan. Sehingga dapat disimpulkan cukup
tidaknya anggaran dana yang disediakan.
5.2.2.5 Peran Serta Masyarakat
Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah
rumah sakit dengan pendekatan sistem yaitu
perilaku pasien, pengunjung, dan masyarakat di
lingkungan rumah sakit dalam membuang sampah
(Hapsari, 2010). Status kesehatan dapat terbentuk
antara lain dengan mengacu pada teori H. L Blum
; “faktor lingkungan mempunyai andil yang paling
besar terhadap status kesehatan dari sekelompok
penduduk, kemudian diikuti dengan faktor
perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan”.
Perilaku menurut Suryani dalam Adnani (2011)
adalah “aksi dari individu terhadap reaksi dari
hubungan dengan lingkungannya. Dengan kata
lain, perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu
rangsangan yang diperlukan untuk menimbulkan
reaksi. Jadi, suatu rangsangan tertentu akan
menghasilkan reaksi berupa perilaku tertentu”.
Hasil wawancara mendalam dengan
informan menunjukan masih kurangnya peran
serta masyarakat dalam membuang limbah
terutama pasien, pengunjung, bahkan petugas
(koas dan perawat) yang beraktivitas dalam unit
pelayanan/ ruangan penghasil limbah. Berikut
31
kutipan jawaban dari Operator insinerator dan
Pengawas dari Perusahaan outsourching : ( I2 :
“… Kita diberikan arahan untuk memisahkan
limbah medis padat dan non-medis. Tapi kadang-
kadang masih ada juga limbah medis padat yang
ditemukan di tempat limbah umum. Saya tidak
tahu siapa yang membuang itu...?”. I3 : “… tapi
ada juga kecerobohan mungkin dari dalam
sehingga kita kecolongan. Ada kalanya dari koas
juga sendiri yang mengikuti pendidikan dan
praktek pelatihan disini mereka nda perhatikan
tong sampahnya mana yang medis dan non-medis
sampe salah buang. Karena mungkin ulah pasien
dan pengunjung juga. Apalagi pasien atau
pengunjung yang datang dari kampung, mereka
tidak tau kalau ada pemisahan. Nah itu jadi tugas
kita untuk menyortir lagi.” ).
Perilaku menurut Lawrence Green dalam
Adnani (2011) dipengaruhi oleh 3 faktor ; yang
pertama adalah “ faktor predisposisi (predisposing
factor); mencakup pengetahuan dan sikap
masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan
kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kesehatan, tingkat pendidikan,
tingkat sosial, dan lain-lain”. Hasil temuan
penelitian menunjukan menunjukan masih
ditemukan limbah medis padat dan limbah non-
medis yang telah bercampur dalam tempat-tempat
penampungan limbah. Hal ini diduga akibat
perilaku pengunjung/ pasien atau masyarakat yang
belum mengetahui tentang pemilahan limbah
medis padat dan non-medis bahkan kecerobohan
perawat/ koas yang kurang memperhatikan
pewadahan sehingga salah dalam membuang
limbah. Penelitian Sudiharti, Solikhah 2012 yang
diangkat dalam Jurnal Kesehatan Masyarakat
Universitas Ahmad Dahlan Vol. 6 No. 1, Januari
2012 : 1 – 74 menyimpulkan bahwa ; “Ada
hubungan antara tingkat pengetahuan dengan
perilaku perawat dalam pembuangan sampah
medis di rumah sakit PKU Muhammadiyah
Yogyakarta dan ada hubungan antara sikap
dengan perilaku perawat dalam pembuangan
sampah medis di rumah sakit PKU
Muhammadiyah Yogyakarta”.
Yang kedua adalah “faktor pendukung
(enabling factors); mencakup fasilitas (sarana dan
parasarana) misalnya tempat pembuangan
sampah”. Tempat penampungan limbah hanya
dibedakan dalam 3 wadah, untuk limbah medis
padat tersedia wadah berwarna kuning namun
tidak memilki tulisan “untuk limbah medis padat
” atau kode dan label. Sedangkan untuk limbah
non-medis tersedia wadah berwarna hitam
bertuliskan “sampah umum”. Warnanya juga
belum sesuai ketetapan yang ada sebab
menggunakan warna kuning, hijau, hitam, dan
biru. Pewadahan yang belum memenuhi syarat
Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004 karena
tidak diberikan kode dan label serta warna yang
bervariasi akan membingungkan masyarakat di
lingkungan rumah sakit dan petugas pengangkut
dalam tahap pengangkutan dan pembuangan
akhirnya. Persyaratan mengenai pewadahan
limbah padat medis dapat dilihat dalam Tabel 2.2.
Penyediaan sarana dan prasarana yang belum
memenuhi syarat dipicu rendahnya pengetahuan
masyarakat terhadap cara penanganan limbah
medis padat dapat mengakibatkan kurang
optimalnya program pengelolaan limbah.
Yang ketiga adalah “faktor memperkuat
(reinforcing factors) ; diantaranya meliputi sikap
32
dan perilaku petugas termasuk petugas
kesehatan”. Sesuai dengan teori L. Green dalam
penelitian Heryani Yunita Dewi yang dimuat dalam
Jurnal Kesehatan Masyarakat FKM UNDIP Semarang
menyatakan bahwa “pengetahuan merupakan faktor
yang menjadi dasar atau motivasi untuk melakuan
tindakan dimana pengetahuan terhadap upaya
kesehatan yang baik merupakan salah satu modal
untuk perilaku sehat. Tingkat pengetahuan seseorang
akan sesuatu sangat penting serta merupakan dasar dari
sikap dan tindakan dalam menerima atau menolak
sesuatu yang baru”. Dalam hasil temuan penelitian
masih ditemukan juga kantong plastik hitam yang
seharusnya digunakan untuk menyimpan limbah
non-medis malah digunakan untuk menyimpan
limbah medis padat. Dari keterangan informan hal
ini juga mungkin disebabkan oleh
ketidakdisiplinan atau kecerobohan dari petugas
(perawat dan koas) yang beraktivitas dalam unit
pelayanan/ ruangan penghasil limbah. Para tokoh
perilaku kesehatan tersebut perlu memberikan
contoh yang baik, sehingga pendidikan kesehatan
yang bisa dilakukan adalah pelatihan-pelatihan
bagi petugas kesehatan sendiri agar sikap dan
perilakunya menjadi teladan bagi masyarakat di
lingkungan rumah sakit. Dalam buku yang
berjudul Sari dan Aplikasi Ilmu Perilaku
Kesehatan (Ngatimin, 2005) dibahas mengenai
domain perilaku beserta tingkatanya yang terdiri
dari pengetahuan (Cognitive Domain), sikap
(Affective Domain), dan perbuatan (Psychomotor
Domain). Memanfaatkan domain ini pada proses
perubahan perilaku, hendaknya disadari bahwa
perubahan pengetahuan ke sikap dan seterusnya
ke perbuatan, bukan merupakan garis lurus.
Terdapat beberapa catatan bahwa perubahan dari
perubahan ke sikap, sangat dipengaruhi oleh
persepsi yang bersangkutan tentang masalah dan
perubahan dimaksud. Begitupun bila sikap telah
berubah, keadaan itu merupakan predisposisi
untuk perubahan perilaku.
Melihat permasalahan itu, sebaiknya
rumah sakit dan Perusahaan outsourching yang
terlibat lebih meningkatkan pengawasan dalam
teknik operasional terutama pada tahap pemilahan
limbah. Disamping itu perlu dilakukan upaya
penyuluhan kesehatan dan sosialisasi mengenai
prosedur pemilahan limbah yang benar serta
bahaya yang dapat ditimbulkan dari limbah medis
padat apabila tidak ditangani dengan tepat kepada
petugas, pengunjung, atau masyarakat di
lingkungan rumah sakit. Penyuluhan kesehatan
adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan
seseorang melalui tehnik praktek belajar atau
instruksi dengan tujuan mengubah atau
mempengaruhi perilaku manusia secara individu,
kelompok maupun masyarakat untuk dapat lebih
mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat
(Depkes, 2002). Sedangkan sosialisasi menurut
Charlotte Buhler adalah ; “proses yang membantu
individu-individu belajar dan menyesuaikan diri
terhadap bagaimana cara hidup dan bagaimana
cara berpikir kelompoknya, agar ia dapat berperan
dan berfungsi dalam kelompoknya”.
1.2.3 Keluaran (Output)
Keluaran (output), yaitu elemen/ bagian yang
merupakan hasil dari proses dalam sistem
(Maidin, 2004). Sedangkan dalam Hapsari (2010)
dikemukakan ; “Keluaran dari pengelolaan
sampah rumah sakit dengan pendekatan sistem
33
adalah hasil dari sebuah program dalam
pengelolaan sampah di rumah sakit mencakup
jumlah limbah medis padat per hari yang
dimusnahkan dengan insinerator (terkelola) dan
yang tidak dimusnahkan dengan insinerator (tidak
terkelola)”. Salah satu langkah pokok pengelolaan
limbah adalah menentukan jumlah limbah yang
dihasilkan. Jumlah ini menentukan jumlah dan
volume sarana penampungan lokal yang harus
disediakan, pemihan insinerator dan kapasitasnya.
Bila rumah sakit memilki tempat pembuangan
sendiri, jumlah produksi dan proyeksinya perlu
dibuat untuk memperkirakan pembiayaan dan
lain-lain. Penentuan jumlah limbah dapat
menggunakan ukuran berat atau volume. (Depkes
RI, 2002)
Namun dalam hasil temuan penelitian
terhadap pengelolaan limbah medis padat di RSU
Prof. Dr. R. D. Kandou ternyata Instalasi Sanitasi
hanya memilki data mengenai sumber atau
ruangan penghasil limbah medis padat namun
belum melakukan penghitungan jumlah rata-rata
per hari timbulan limbah medis padat.
Penghitungan jumlah limbah medis padat pernah
dilakukan oleh Instalasi Sanitasi pada beberapa
tahun yang lalu. Penghitungannya dalam ukuran
berat (Kg) namun hanya dalam hitungan per bulan
dan per tahun. Untuk selanjutnya pihak Instalasi
Sanitasi hanya memperkirakan jumlah limbah
medis padat yang dihasilkan dalam sehari.
Keterangan dari para informan mengenai jumlah
timbulan limbah medis padat per hari juga
bervariasi antara 2, 1, dan ½ m3 sehingga tidak
bisa dipastikan berapa jumlah yang sebenarnya.
Hal ini menyebabkan pada aspek outputnya tidak
dapat dipastikan juga berapa jumlah limbah medis
padat (rata-rata per hari) yang telah dimusnahkan
dengan insinerator (terkelola) dan yang tidak
dimusnahkan dengan insinerator (tidak terkelola).
Berikut kutipan jawaban dari beberapa informan :
( I1 : “... Kalau penghitungan ada, tapi beberapa
tahun lalu itu. Jadi kita sudah perkirakan untuk
rumah sakit ini menghasilkan limbah rata-rata 1
kubik per hari”. I2 : “… kira-kira 2 kubik”. I6
:“... Kalau dulu untuk limbah medis padat per
hari kira 1,5 kubik sekarang meningkat kurang
lebih 2 kubik per hari” ).
Selain itu pihak-pihak yang terlibat juga
belum melakukan identifikasi jenis limbah medis
padat yang dihasilkan pada masing-masing
ruangan/ unit pelayanan, sehingga tidak dapat
dipastikan juga kategori dan jenis limbah medis
padat yang terkelola dan tidak terkelola atau yang
dimusnahkan dan yang belum dimusnahkan
dengan insinerator (per hari). Berikut kutipan
jawaban dari beberapa informan : (I1 : “... Kalau
karakteristik limbah medis padat kan kita sudah
tahu misalnya disposibel, kain-kain has, jadi kami
sudah tidak perlu pendataan. Perawat juga sudah
melakukan pemilahan antara limbah medis padat
dan non-medis”. I2 : “... Tidak. Itu kan jenis
limbah medis padat bermacam-macam sudah ada
di kotak-kotak”. I6 : “... Tidak. Di setiap ruangan
kan sudah ada tenaga pengangkut untuk limbah
medis padat , jadi dia angkat satu kali terus bawa
ke insinerator” ).
Dalam Kepmenkes
1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, dituliskan
bahwa “penyimpanan limbah medis padat harus
sesuai iklim tropis yaitu pada musim hujan paling
lama 48 jam dan musim kemarau paling lama 24
34
jam. Bagi rumah sakit yang mempunyai
insinerator di lingkungannya harus membakar
limbahnya selambat-lambatnya 24 jam”. Namun
hasil temuan penelitian ternyata limbah medis
padat yang dihasilkan RSU Prof. Dr. R. D.
Kandou biasanya tidak sanggup dimusnahkan
dengan insinerator yang masih aktif dalam sehari.
Hal ini disebabkan karena volume limbah yang
banyak dan waktu yang terbatas serta dipicu lagi
dengan rusaknya 1 mesin insinerator. Berikut
kutipan jawaban dari beberapa informan : (I1 :
“... Kadang-kadang masih meninggalkan sisa
limbah”. I2 : “... Biasanya ada sisa limbah yang
tidak sempat dibakar”. I3 : “... Ada sisa limbah
yang tidak sempat dimusnahkan”. I5 : “... Kadang
ada sisa tapi tetap mereka berusaha membakar”.
I6 : “... Biasanya tidak memungkinkan untuk
pemusnahan limbah medis padat dalam sehari”
).
Berdasarkan hal tersebut maka dinilai
penting untuk mengetahui jumlah rata-rata per
hari timbulan limbah medis padat yang dihasilkan
rumah sakit, agar dalam pengelolaan limbah
dengan pendekatan sistem pada aspek keluaran
(output) dapat dihitung berapa jumlah limbah
medis padat yang dimusnahkan atau yang belum
dimusnahkan dengan insinerator dalam sehari
atau berapa jumlah limbah medis padat yang
terkelola dan tidak terkelola dalam sehari. Sebab
dalam penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran
(RBA) BLU juga memuat antara lain ; kondisi
kinerja BLU tahun berjalan, asumsi makro dan
mikro, target kinerja (output yang terukur),
analisis dan perkiraan biaya per output dan
agregat, perkiraan harga dan anggaran, dan
prognosa laporan keuangan.
Sebagai perbandingan dalam penelitian
Hapsari (2010) di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
berdasarkan data sekunder tentang jumlah rata-
rata sampah medis yang terkelola per hari pada
bulan November 2009, maka dapat dihitung ;
“Jumlah sampah medis yang terkelola rata-rata
adalah sebanyak 91,214 % (219,2714 Kg/ hari)
yang terdiri dari sampah medis yang diinsenerasi
sebanyak 70,341 % (169,2714 Kg), sampah medis
yang dibakar biasa 20,778 % (50 Kg), dan
ampulvial yang di-reuse dengan disterilisasi
terlebih dahulu sebanyak 0,096 % (0,2300 Kg).
Sedangkan 8,786 % (21,1429 Kg). Sisanya adalah
sampah medis yang tidak tertangani, berupa botol
infus yang dikumpulkan oleh pihak tertentu untuk
dijual”.
Dengan melakukan identifikasi timbulan
limbah medis padat yang terkelola dan belum
terkelola berdasarkan sumber, jumlah dan
jenisnya maka dapat disimpulkan sejauh mana
capaian target kinerja atau berhasil tidaknya
rumah sakit dalam pengelolaan limbah khususnya
untuk penanganan limbah medis padat. Sehingga
pada perencanaan ke depan pihak-pihak yang
berwewenang atau para manajer yang
bersangkutan dapat mengkaji dan menentukan
kebijakan untuk penanganan yang lebih tepat
dalam memecahkan masalah program pengelolaan
limbah yang dihadapi.
35
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Masukan (Input)
a) Sumber Daya Manusia (Man)
Tenaga yang mengelola limbah medis
padat di BLU. RSU. Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado, terdiri dari :
- Kepala Instalasi Sanitasi sebagai
penanggung jawab seluruh pengelolaan
sanitasi (D IV Kesehatan Lingkungan)
- Seorang Pengawas pengelolaan limbah
medis dari Instalasi Sanitasi (D III
Kesehatan Lingkungan)
- Seorang Pengawas pengelolaan limbah
dari Perusahaan outsourcing CV Putra
Banyumas (STM)
- Dua orang petugas pengangkut limbah
medis padat (SD)
- Seorang operator insinerator (SMP)
b) Keuangan (Monney)
Instalasi Sanitasi dan Perusahaan
outsorching CV Putra Banyumas telah
menyusun perencanaan anggaran sebelum
dimulai perjanjian kerja. Sumber dana
untuk program-porgram sanitasi
khususnya pengelolaan limbah berasal
dari APBN atau BLU. Total dan perincian
dalam perencanaan anggaran tidak jelas
dikarenakan kedua pihak yang terkait
tidak mengetahui dan enggan
memberikan data kepada peneliti.
c) Metode (Method)
Instalasi Sanitasi dan Perusahaan
outsourching CV Putra Banyumas telah
melakukan perencanaaan dan berupaya
menerapkan metode pengelolaan Limbah
Medis Padat menurut prosedur dalam
pedoman-pedoman yang digunakan
namun masih menghadapi beberapa
kendala teknis dan operasional di lapangan.
d) Sarana dan Prasarana (Machines)
Instalasi Sanitasi dan Perusahaan
outsourching CV Putra Banyumas telah
melakukan perencanaaan sarana dan
prasarana namun perinciannya belum
jelas dikarenakan kedua pihak yang
terkait enggan memberikan data
mengenai perencanaan sarana dan
prasarana serta belum memilki data
inventarisasi yang lengkap mengenai
jumlah dan jenis seluruh fasilitas/
peralatan yang tersedia untuk pengelolaan
limbah.
e) Timbulan Limbah Medis Padat (Materials)
36
Instalasi Sanitasi hanya mengidentifikasi
timbulan limbah medis padat
berdasarkan sumber (unit pelayanan)
penghasil limbah namun belum
melakukan penghitungan jumlah rata-rata
per hari limbah medis padat serta belum
mengidentifikasi jenis (kategori) limbah
medis padat yang dihasilkan.
2. Proses (Process)
a) Teknik Operasional
Teknik operasional belum sepenuhnya
sesuai dengan standar prosedur dalam
pedoman-pedoman yang digunakan
dikarenakan masih ditemukan beberapa
kendala teknis dan operasional dimulai
dari tahap pemilahan, penampungan,
pengangkutan dan pembuangan akhir
limbah medis padat.
b) Unit Pengelola Limbah
Pengelolalaan limbah di BLU RSU Prof.
Dr. R. D Kandou berada dibawah
pengawasan dari Instalasi Sanitasi. Dalam
pelaksanaannya Instalasi Sanitasi bekerja
sama Perusahaan outsourching CV. Putra
Banyumas dalam suatu perjanjian
pemborongan pekerjaan atau penyedia
jasa pekerja/ buruh yang dibuat secara
tertulis.
c) Pengaturan/ Regulasi
Pengaturan/ regulasi yang digunakan
sebagai pedoman dalam pengelolaan
limbah terdiri dari Prosedur Tetap (SOP)
tentang Pengelolaan Limbah Rumah Sakit
yang telah disahkan oleh Direktur RSU
Prof. Dr. R. D. Kandou pada bulan
Januari tahun 2008, Buku Pedoman
Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia tahun
2002 dan Kepmenkes
1204/Menkes/SK/X/2004 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit. Namun beberapa petugas
yang terlibat dalam pengelolaan limbah
medis padat hanya menerima petunjuk,
penyuluhan dan sosialisasi dari rumah
sakit namun belum mengetahui
perinciannya dengan pasti karena belum
memilki buku pedoman.
d) Keuangan/ Alokasi Dana
Selisih dari total perencanaan anggaran
dan jumlah alokasi dana yang terpakai
untuk pengelolaan limbah tidak jelas
dikarenakan kedua pihak yang
bersangkutan tidak mengetahui dan
enggan memberikan data kepada peneliti.
e) Peran Serta Masyarakat
Peran serta masyarakat dalam mendukung
pelaksanaan pengelolaan limbah masih
rendah dikarenakan masih ditemukannya
limbah medis padat yang bercampur
dengan limbah non-medis dalam wadah
penampungan limbah akibat masih
adanya kecerobohan petugas dan
rendahnya pengetahuan masyarakat di
lingkungan rumah sakit mengenai
prosedur pemilahan limbah yang benar
serta bahaya yang dapat ditimbulkan dari
limbah medis padat apablila tidak
dikelola dengan tepat.
3. Keluaran (Output)
37
Semua kategori limbah medis padat yang
dihasilkan langsung dibawa ke insinerator
untuk dimusnahkan. Namun limbah medis
padat yang dihasilkan dalam sehari biasanya
tidak sanggup dimusnahkan dengan mesin
insinerator yang aktif sehingga masih
meninggalkan sisa limbah. Hasil dari
program pengelolaan limbah medis padat
belum dapat dipastikan berapa jumlah rata-
rata per hari limbah medis padat yang telah
dimusnahkan dengan insinerator (terkelola)
dan yang belum dimusnahkan dengan
insinerator (tidak terkelola) dikarenakan
kedua belah pihak yang terlibat belum
melakukan penghitungan jumlah rata-rata per
hari timbulan limbah medis padat.
1.2 Saran
1. Instalasi Sanitasi dan Perusahaan
outsourching yang terkait perlu meninjau
kembali perencanaan Sumber Daya
Manusia baik dari segi kuantitas dengan
memperhatikan rasio tenaga pengelola
limbah medis padat dengan jumlah
ruangan/ unit pelayanan penghasil limbah
medis padat maupun kualifikasi
pendidikan dan pelatihan tenaga
pengelola limbah rumah sakit agar sesuai
dengan standar yang ditetapkan dalam
pedoman-pedoman atau pengaturan/
regulasi yang digunakan.
2. Instalasi Sanitasi dan Perusahaan
outsourching yang terkait perlu
memberikan transparansi atau
ketersediaan informasi kepada publik
khususnya mengenai perencanaaan
anggaran dan alokasi dana yang terpakai
untuk pengelolaan limbah, sesuai dengan
persyaratan administratif dalam pola tata
kelola Badan Layanan Umum.
3. Instalasi Sanitasi dan Perusahaan
outsourching yang terkait perlu
melakukan penghitungan dan identifikasi
timbulan limbah medis padat
berdasarkan jumlah (berat) rata-rata per
hari dan jenis maupun kategori limbah
medis padat yang dihasilkan dari setiap
ruangan/ unit pelayanan agar
mempermudah dalam proses penanganan
selanjutnya.
4. Instalasi Sanitasi dan Perusahaan
outsourching yang terkait perlu
melakukan pendataan yang lengkap
(inventarisasi) mengenai jenis, jumlah
dan kondisi fasilitas/ peralatan yang
tersedia sehingga dapat diketahui
bilamana dibutuhkan perbaikan,
penggantian atau penambahan sarana dan
prasarana untuk pengelolaan limbah.
5. Instalasi Sanitasi dan Perusahaan
outsourching yang terkait perlu
meningkatkan pengawasan di lapangan
dalam penerapan metode dan prosedur
pengelolaan limbah medis padat agar
memenuhi standar dan sesuai persyaratan
berdasarkan pedoman-pedoman atau
pengaturan/ regulasi yang telah
direncanakan.
6. Instalasi Sanitasi dan Perusahaan
outsourching yang terkait perlu
meningkatkan upaya pengawasan secara
menyeluruh terhadap teknik operasional
38
dimulai dari tahap pemilahan,
penampungan, pengangkutan, dan
pembuangan akhir limbah medis padat
agar benar-benar sesuai dengan metode
dan standar prosedur dalam pedoman-
pedoman atau pengaturan/ regulasi yang
telah tetapkan guna memaksimalkan
pelaksanaan pengelolaan limbah medis
padat.
7. Instalasi Sanitasi dan Perusahaan
outsourching yang terkait perlu
melaksanakan upaya penyuluhan dan
sosialisasi kepada masyarakat di
lingkungan rumah sakit baik petugas,
pasien dan pengunjung mengenai
prosedur pemilahan limbah yang benar
serta bahaya yang dapat ditimbulkan dari
limbah medis padat apabila tidak
dikelola sesuai standar kesehatan.
Misalnya melalui pengumuman lisan
lewat alat pengeras suara atau
pengumuman tertulis dalam bentuk
slogan dan poster yang dipajang di sekitar
tempat pewadahan pada setiap ruangan/
unit pelayanan penghasil limbah medis
padat.
8. Instalasi Sanitasi dan Perusahaan
outsourching yang terkait perlu
melakukan pemantauan rutin melalui
pendataan secara periodik terhadap
keluaran atau hasil dari program
pengelolaan limbah medis padat, yaitu
jumlah rata-rata per hari limbah medis
padat yang telah dimusnahkan dan yang
belum dimusnahkan di insinerator
(terkelola dan tidak terkelola) sebagai
indikator keberhasilan program, dengan
cara melakukan penimbangan atau
pengukuran dalam ukuran berat / volume,
sebelum dilakukan pembakaran atau
pemusnahan limbah medis padat.
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmito, W. 2012. Audit Lingkungan Rumah
Sakit . Penerbit RajaGrafindo
Persada, Jakarta
Adnani, H. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Penerbit
Nuha Medika Yogyakarta:
2011
Latief, A. S. 2010. Manfaat dan Dampak
Penggunaan Insinerator terhadap Lingkungan.
Jurnal TEKNIS Vol. 5 No.1 April 2010 : 20 – 24
(online)
http://www.polines.ac.id/teknis/upload/jur
nal/jurnal_teknis_1336471916.p df Diakses
15 Juli 2013
Azwar, A. Pengantar Administrasi Kesehatan.
Bumi Aksara. Jakarta. 1986
Badan Layanan Umum. (online)
http://www.wikiapbn.org/artikel/Badan_La
yanan_Umum Diakses 3 Mei 2013
39
Bungin, B. 2004. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Jakarta : RajaGrafindo
Persada
Chandra, B. Pengantar Kesehatan Lingkungan.
EGC. Jakarta: 2007.
Direktorat Jenderal PPM dan PL Departemen
Kesehatan RI. Pedoman Pelaksanaan
Sanitasi Lingkungan dalam Pengendalian
Vektor. Jakarta;
2001.
Direktorat Jenderal PPM & PL dan Direktorat
Jenderal Pelayanan Medik
Departemen Kesehatan RI. Pedoman
Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia.
Jakarta; 2002.
Depkes RI, 1997. Pedoman Sanitasi Rumah Sakit
di Indonesia, Dirjen PPM dan
PL, Jakarta
Direktorat Jenderal PPM dan PL Departemen
Kesehatan RI. Kepmenkes RI
Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang
Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit. Jakarta; 2004.
Hasibuan, M. S. P. 2009. Manajemen Dasar,
Pengertian, dan Masalah.
Jakarta: Bumi Aksara
Hapsari, R. 2010. Analisis Pengelolaan Sampah
dengan Pendekatan Sistem
di RSUD DR. Woewardi Surakarta. Tesis,
Program Pascasarjana.
Semarang: Universitas Diponegoro (online)
http://eprints.undip.ac.id/23847/1/RIZA_H
APSARI.pdf. Diakses 17
Februari 2013
Herujito, Y. M. 2001. Dasar-Dasar Manajemen.
Jakarta: Grasindo
Heryani, Y. D. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan
Sikap dengan Praktik Petugas Kebersihan Pengelola
Sampah Medis Di RSUD dr. M. Ashari Pemalang. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT,
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 995
- 1004 (Online) ejournal-
s1.undip.ac.id/index.php/jkm/article/.../140
7 Diakses 7 Juli 2013
Jurnal Keselamatan dan Kesehatan Kerja, 2011.
Prinsip Kebijakan Pelaksanaan dan Program
K3RS Bagian 2 (online)
http://jurnalk3.com/prinsip-kebijakan-
pelaksanaan-dan-program-k3rs-bagian-2-
2.html Diakses 9 Juli 2013
Jusuf, Pengumpulan dan Pengolahan Sampah
Rumah Sakit, Jakarta: 2002
Maidin, A. Diktat Kuliah Pengantar Administrasi
dan Kebijakan Kesehatan
(AKK), FKM UNHAS, Makasar : 2004
Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Permenkes RI Nomor
340/MENKES/PER/III/2010 tentang
Klasifikasi Rumah Sakit
Meryana, E. 2012. Industri Rumah Sakit Harus
Berbenah. (online),
http://health.kompas.com/read/2012/07/20/
14131214/Industri.Rumah.Sakit.Harus.Berb
enah Diakses 20 Februari 2013
Moleong, L. 2000. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: Rosda Karya
Ngatimin, H. M. R. Sari dan Aplikasi Ilmu
Perilaku Kesehatan. Penerbit Yayasan PK-
3 Makasar: 2005
Ningrum, S. F. 2008. Analisis Hubungan Fungsi
Manajemen Tenaga Pelaksana Gizi
Dengan Tingkat Keberhasilan Program
Pemberian Makanan
Tambahan Pada Balita Gizi Buruk di
Puskesmas Kabupaten Tegal
Tahun 2006 (online)
http://eprints.undip.ac.id/18774/1/Setya
Fatma
Ningrum.pdf. Diakses 29 April 2013
Pengertian 5M dalam Manajemen. (online)
http://www.indonesian
40
publichealth.com/2012/02/pengertian-5-m-
dalam-manajemen.html. Diakses 5 Mei
2013
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif Badan
Tenaga Nuklir Nasional, Jurnal Teknologi
Pengelolaan Limbah Volume 13 Nomor 2
Desember 2010
(online)http://www.batan.go.id/ptlr/08id/fil
es/u1/jurnal/13no02/Jurnal%20vol%2013%
202%202010.pdf Diakses 7 Juli 2013
Rimawan, R. 2012. Dugaan Pelanggaran, Komisi
IV Akan Sambangi RSU
Kandou (online)
http://manado.tribunnews.com/2012/09/14/
dugaan-
pelanggaran-komisi-iv-akan-sambangi-
rsup-kandou. Diakses 20 Februari
2013
Limbah (online)
http://id.wikipedia.org/wiki/Limbah
Diakses 5 Mei 2013
Sensus Penduduk Indonesia 2010. (online)
http://id.wikipedia.org/wiki/Sensus_Pendud
uk_Indonesia_2010 Diakses 18 Februari
2013
Sharing Vision (2006). Why Outsource. The Art
of Partnership : Outsourching
Partnership & SLA LPPM ITB
(online) http://cio-
indo.blogspot.com/2012/07/outsourcing-
pengertian-macam-dan.html Di akses 27
April 2013
Sudiharti, S 2012. Hubungan Pengetahuan dan
Sikap dengan Perilaku Perawat dalam
Pembuangan Sampah Medis di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Yogyakarta. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad
Dahlan Vol. 6 No. 1, Januari 2012 : 1 – 74
(online)
journal.uad.ac.id/index.php/KesMas/article
/.../631 Diakses 13 Juli 2013
Sugiyono, 2009. Memahami Penelitian Kualitatif.
Bandung: Alfabeta
Terry, G. R. 2010. Asas-Asas Manajemen.
Diterjemahkan oleh Winardi.
Bandung: Alumni
Tim / Sulut Online. 2012. Rondonuwu : Sanksi
Pidana Bagi Rumah Sakit Yang Buang
Sampah Medis Sembarangan. (online)
http://sulutonline.com/berita/721-
rondonuwu-sanksi-pidana-bagi rumah-
sakit-yang-buang-sampah-medis-
sembarangan.html Diakses 20 Februari
2013
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13
Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan (online) Diakses 1 Mei
2013
www.hukumonline.com/pusatdata/downloa
d/fl51927/parent/13146
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18
Tahun 2008 Tentang Pengelolaan
Limbah (online)
http://www.menlh.go.id/DATA/UU18-
2008.pdf Diakses 21 Februari 2013
World Health Organization. Wastes. From Health-
Care Activities. (online)
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/
fs253/en/ Diakses 20 Februari 2013
41
L A M P I R A N
Lampiran 1.
I. Data Umum
1. Tanggal Wawancara
:
2. Pewawancara
:
3. Nama Informan
:
4. Jabatan
:
5. Umur
:
6. Pendidikan Formal Terakhir
:
7. Masa kerja selama memegang jabatan
:
II. Daftar Pertanyaan Wawancara
4.4.1 Masukan (Input)
1.3.1.1 Sumber Daya Manusia (Man)
a) Bagaimana perencanaan SDM (jumlah/
pendidikan terakhir/ pelatihan) terhadap
tenaga yang termasuk dalam Unit
Pengelola Limbah? Apakah ada data
mengenai perencanaan dalam laporan
bulanan/ tahunan, atau arsip-arsip rumah
sakit?
b) Bagaimana pembagian tugas dalam
penanganan limbah medis padat?
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM
“GAMBARAN SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS PADAT DI
BLU RSU PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO”
42
c) Apakah ada koordinator/ pengawas untuk
pengelolaan limbah di rumah sakit ini ?
(jumlah/ pendidikan terakhir)
d) Apa saja tugas dari koordinator/ pengawas
untuk pengelolaan limbah?
e) Pernahkah diadakan pelatihan tentang
pengelolaan limbah di rumah sakit ini ?
Jika ya, siapa yang menerima dan
memberikan pelatihan itu?
a) Pelatihan tentang apa saja yang pernah
diterima petugas pengelola limbah?
Apakah ada pelatihan khusus tentang
penanganan limbah medis padat?
1.3.1.2 Keuangan/ Rencana Anggaran (Money)
a) Apakah ada perencanaan anggaran/ dana
khusus untuk pengelolaan limbah di
rumah sakit ini? Bagaimana? Apakah ada
data mengenai perencanaan dalam laporan
bulanan/ tahunan, atau arsip-arsip rumah
sakit?
b) Sumber dananya berasal dari mana ?
1.3.1.3 Metode (Method)
a) Bagaimana perencanaan alur/ prosedur
pengelolaan limbah di rumah sakit ini?
b) Apakah dalam pelaksanaan penanganan
limbah di rumah sakit ini dapat dikatakan
sudah sesuai dengan perencanaan alur/
prosedur yang telah ditetapkan ?
1.3.1.4 Sarana dan Parasarana (Machines)
a) Apakah dilakukan perencanaan terhadap
jenis fasilitas dan peralatan yang tersedia
untuk pengelolaan limbah di rumah sakit
ini? Bagaimana? Apakah ada data
mengenai perencanaan dalam laporan
bulanan/ tahunan, atau arsip-arsip rumah
sakit?
b) Fasilitas dan peralatan apa saja yang
disediakan rumah sakit dalam membantu
melancarkan proses pengelolaan limbah?
c) Apakah kondisi berbagai fasilitas dan
peralatan yang disediakan dapat dikatakan
baik dan berfungsi sebagaimana mestinya?
d) Apakah penyediaan berbagai fasilitas dan
peralatan yang disediakan dapat dikatakan
mencukupi sesuai dengan kebutuhan?
4.3.1.5 Timbulan limbah medis padat (Materials)
a) Apakah dilakukan identifikasi mengenai
sumber dan jenis limbah medis padat yang
dihasilkan pada masing-masing unit
pelayanan/ ruangan di rumah sakit ini?
Apakah ada data mengenai timbulan
limbah misalnya dalam laporan bulanan,
tahunan atau arsip-arsip?
b) Apakah dilakukan penghitungan berapa
jumlah (berat/ volume) rata-rata timbulan
limbah medis padat per hari di rumah
sakit ini, misalnya dalam laporan bulanan/
tahunan atau arsip-arsip rumah sakit?
4.4.2 Proses (Process)
1.3.2.1 Teknik Operasional
4.3.2.1.1 Pemilahan :
a) Apakah dilakukan pemisahan (pemilahan)
limbah medis padat dan non-medis
dimulai dari unit pelayanan/ ruangan
penghasil limbah?
b) Siapa yang bertugas melakukan pemisahan
limbah medis padat dan non-medis?
43
c) Apakah pemisahan limbah medis padat
disesuaikan dengan label dan warna
kantong/ wadah penampung limbah?
d) Apakah rumah sakit ini telah
melaksanakan upaya minimisasi limbah
dengan cara mengurangi bahan (reduce),
menggunakan kembali limbah (reuse) dan
daur ulang limbah (recycle)?
e) Apakah jenis limbah medis padat yang
akan dimanfaatkan kembali telah melalui
proses sterilisasi (sterilisasi dengan panas/
bahan kimia)?
f) Apakah dilakukan pemisahan limbah
medis padat yang akan dimanfaatkan
kembali dan limbah yang tidak
dimanfaatkan kembali?
4.3.2.1.2 Penampungan :
a) Apakah wadah penampungan limbah
cukup tersedia di setiap unit pelayanan/
ruangan?
b) Apakah wadah penampung limbah terbuat
dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan
karat, kedap air, dan mempunyai
permukaan yang halus pada bagian
dalamnya?
c) Apakah tersedia wadah penampung khusus
untuk jenis limbah benda tajam?
Bagaimana?
d) Apakah limbah infeksius dan sitotoksik
dibungkus dengan kantong plastik sebelum
di simpan ke wadah penampungan limbah?
e) Apakah wadah penampungan limbah
untuk limbah infeksius dan sitotoksis
selalu dicuci / desinfeksi setelah
dikosongkan?
f) Jika ya, bagaimana pelaksanaannya?
4.3.2.1.4 Pengangkutan :
a) Berapa jumlah tenaga pengangkut untuk
limbah medis padat pada setiap unit
pelayanan/ ruangan di rumah sakit ini?
b) Berapa kali dilakukan pengangkutan
limbah medis padat dari setiap unit
pelayanan/ ruangan di rumah sakit ini?
c) Jam berapa dilakukan pengangkutan
limbah medis padat?
d) Apakah kantong limbah medis padat
diletakan dalam kontainer yang kuat dan
tertutup sebelum di masukan ke kendaraan
pengangkut?
e) Apakah kontainer dan kendaraan
pengangkut limbah dapat dikatakan
mencukupi dalam proses pengelolaan
limbah?
f) Apakah kontainer dan kendaraan
pengangkut limbah selalu dicuci/
didesinfeksi setelah digunakan?
4.3.2.1.5 Pembuangan Akhir :
a) Apakah ada kategori limbah medis padat
dari rumah sakit ini yang dibuang ke
landfill atau TPA?
b) Kemanakah limbah benda tajam (jarum,
pipet, pecahan kaca dan pisau bedah)
dibuang?
c) Kemanakah limbah infeksius (yang
dihasilkan oleh laboratorium, kamar
isolasi, dan kamar perawatan) dibuang?
d) Kemanakah limbah patologi dan anatomi
(darah, anggota badan hasil amputasi,
cairan tubuh, dan plasenta) dibuang?
44
e) Kemanakah limbah sitotoksik (bahan yang
terkontaminasi dengan obat sitotoksik)
dibuang?
f) Kemanakah limbah farmasi (obat-obatan/
bahan kadaluarsa, obat-obat yang
terkontaminasi) dibuang?
g) Kemanakah limbah kimia (penggunaan
kimia dalam tindakan medis, veterinary,
laboratorium, proses sterilisasi, dan riset)
dibuang?
h) Kemanakah limbah radioaktif ( kedokteran
nuklir, radioimmunoassay, dan
bakteriologis, dapat berbentuk padat, cair,
dan gas) dibuang?
i) Apakah semua kategori limbah medis
padat dimusnahkan dengan insinerator?
j) Apakah limbah medis padat di rumah
sakit ini dimusnahkan dengan insinerator
setiap hari?
k) Jika ya, berapa kali dalam sehari dilakukan
pemusnahan limbah medis padat dengan
insinerator? Jam berapa?
l) Berapa jumlah mesin insenerator yang
tersedia di rumah sakit ini?
m) Berapa kapasitas (volume) insinerator
yang tersedia di rumah sakit ini ?
n) Berapa derajat suhu pembakaran
maksimum pada insinerator yg tersedia di
rumah sakit ini?
o) Apakah alat insinerator masih berfungsi
dengan baik/ tidak rusak?
1.3.2.2 Unit Pengelola Limbah
a) Bagian/ unit apa yang bertanggung jawab
mengelola limbah di rumah sakit ini?
b) Apakah petugas pengelola limbah
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
? Jika ya, apa saja APD yang digunakan?
c) Apakah jumlah tenaga pengelola limbah
medis padat yang ada dapat dikatakan
mencukupi dalam proses pengelolaan
limbah medis padat?
1.3.2.3 Pengaturan/ Regulasi
a) Apa saja pedoman yang digunakan oleh
rumah sakit ini dalam proses pengelolaan
limbah?
b) Apakah ada prosedur tetap (Protap) tentang
pengelolaan limbah rumah sakit yang telah
disahkan oleh Direktur RSU Prof. Dr. R. D.
Kandou?
4.3.2.4 Keuangan / Alokasi Dana
a) Apakah dilakukan pendataan mengenai
jumlah alokasi dana dan perinciannya yang
terpakai dalam proses pengelolaan limbah,
misalnya dalam laporan bulanan/ tahunan
atau arsip-arsip rumah sakit?
b) Apakah alokasi dana yang tersedia dari
perencanaan anggaran dapat dikatakan
sudah mencukupi untuk proses
pengelolaan limbah?
1.4.3 Keluaran (Output)
a) Apakah semua limbah medis padat yang
dihasilkan dalam sehari dapat
dimusnahkan dengan insinerator ataukah
masih meninggalkan sisa limbah?
45
b) Apakah setelah dilakukan pembakaran 2
kali per hari masih meninggalkan sisa
limbah medis padat?
c) Tindakan apa yang dilakukan terhadap sisa
limbah medis padat yang belum
dimusnahkan?
Lampiran 2.
Struktur Organisasi Instalasi Sanitasi BLU
RSU Prof.
Dr. R. D.
Kandou
Manado
Lampiran 3.
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Jemli Tolabada
NRI : 040112052
Bidang Minat : Kesehatan
Lingkungan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi
yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil
karya saya sendiri, dan bukan merupakan tulisan
atau pikiran orang lain.
DIREKTUR UTAMA
Dr. Djolly M. Rumopa, Sp.OG
DIREKTUR KEUANGAN &
ADMINISTRASI UMUM
Agustinus Pasali, SE. MM
KEPALA INSTALASI
SANITASI
Netty M. Aseng. SST
WAKIL KEPALA INSTALASI
SANITASI
Wens F. Kamalaheng, AMKL
Ka. Tata Usaha
Zaenab Kadir, AMKL
Koord. IPAL
Narlina Pakiding, AMKL
Koord. Adm. Umum
Grace Paulus, S.ST
Koord. Penyehatan
Lingkungan
Telly R. Paat, AMKL
Koord. Adm. Logisik
Linda Schalwyk
Koord. Pengelolaan
Air Bersih
Desman Tompodung
Koord. Pengelolaan
Sampah
Martha Damopolii
Pelaksana Lapangan
Muh. Nur. Dawali, AMKL Jefri Karepouan Rizky Kuntag Rendy Runtuwarouw, AMKL
Frans A. Rumimpunu Musa Tiwa Max Sipir Joseph Lengkong
Vendi Tonda Nelson Too Stehen Barakamin Maikel Rarung
Maksi Horman Joseph Mewe Stevano Laala
46
Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat
dibuktikan skripsi saya ini sebagai hasil ciplakan,
maka saya bersedia menerima sanksi atas
perbuatan tersebut.
Manado, Mei 2013
Yang Membuat Pernyataan
Jemli Tolabada
Lampiran 4.
RIWAYAT HIDUP
Nama : Jemli Tolabada
Tempat/ Tanggal Lahir : Beteleme, 13 April
1986
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 27 Tahun
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Politeknik Indah
blok BB. 8 Kairagi II,
Kecamatan
Mapanget, Manado
Riwayat Pendidikan
1. SDN II Beteleme :
Lulus
Tahun 1998
2. SLTP Negeri 1 Lembo :
Lulus
Tahun 2001
3. SMA Katolik Karitas Tomohon :
Lulus
Tahun 2004
4. Kuliah di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Bidang Minat Kesehatan Lingkungan
Universitas Sam Ratulangi Manado melalui
program Sumikolah masuk pada bulan
Agustus 2004
Lampiran 5.
DOKUMENTASI PENELITIAN
1. Tempat penampungan limbah pada unit
pelayanan/ ruangan
47
2. Alat pengangkutan limbah ukuran kecil
3. Alat pengangkutan limbah ukuran besar
4. Kantong plastik untuk limbah medis padat
hanya diletakan di luar tempat
penampungan limbah dalam keadaan tidak
terikat
5. Limbah medis padat hanya langsung
diletakan di tempat penampungan/ alat
pengangkut dan tidak dikemas dalam
kantong plastik kuning
6. Limbah medis padat dan non-medis yang
bercampur dan ditumpuk dalam 1 alat
pengangkut sehingga memungkinkan
limbah tercecer
7. Limbah medis padat yang seharusnya
aman dari jangkuan manusia dan binatang
hanya diletakan begitu saja di area TPS
untuk limbah umum (non-medis)
48
8. Kantong plastik untuk limbah medis padat
yang seharusnya langsung dibakar karena
tidak boleh digunakan lagi hanya
dibiarkan begitu saja di area TPS untuk
limbah umum (non-medis)
9. Kantong plastik hitam dan kuning untuk
limbah medis padat dan non-medis
ditemukan bercampur dalam TPS untuk
limbah umum (non-medis)
10. Petugas pengangkut limbah tidak
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
saat bekerja
11. Jalur pengangkutan limbah setiap hari
yang melalui jalur kendaraan
12. Pembakaran limbah medis padat dengan
insinerator yang masih aktif
13. Alat penghancur jarum suntik (Needle
Crusher)
14. Jarum suntik yang telah dihancurkan
dengan Needle Crusher
49
15. Insinerator yang sedang mengalami
kerusakan dan tidak aktif
16. Insinerator yang rusak total sejak lama,
diletakan di area TPS untuk limbah umum
(non-medis)
17. Tempat Penampungan Sementara (TPS)
untuk limbah medis padat
18. Kantong plastik hitam yang seharusnya
digunakan untuk mengemas limbah umum
(non-medis) ditemukan berada dalam TPS
untuk limbah medis padat
50