Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

75
MAKALAH PENYAKIT NON INFEKSIUS PADA TRAVEL MEDICINE Oleh: Ria Fitricia (070100344) Supervisor: dr. Juliandi Harahap, MA DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN 1

Transcript of Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

Page 1: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

MAKALAH

PENYAKIT NON INFEKSIUS PADA

TRAVEL MEDICINE

Oleh:

Ria Fitricia (070100344)

Supervisor:

dr. Juliandi Harahap, MA

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012

1

Page 2: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang

memberikan rahmat dan karunia-Nya untuk menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini berisikan hasil pencarian melalui berbagai buku atau jurnal

sumber dan internet. Makalah ini kami buat berdasarkan analisis saya terhadap

penyakit non infeksius pada travel medicine. Makalah ini merupakan wujud nyata

dari kegiatan pembelajaran dalam bentuk tulisan.

Kami mengetahui bahwa masih ada kekurangan pada makalah ini. Oleh

karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca

guna perbaikan di masa yang akan datang.

Akhir kata kami ucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat

bermanfaat bagi pembaca.

Medan, 2 Maret 2012

Penulis

2

Page 3: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................i

DAFTAR ISI...............................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN...........................................................................................1

1.1. Latar Belakang.......................................................................................................1

1.2. Tujuan....................................................................................................................3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................4

2.1. Defenisi Travel Medicine......................................................................................4

2.2. Jenis Traveller.......................................................................................................5

2.3. Konsultasi Pra Perjalanan (Pre-travel)..................................................................13

2.4. Kondisi yang Terjadi Saat Perjalanan...................................................................17

2.5. Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine......................................................24

2.6. Konsultasi Pasca Perjalanan..................................................................................42

BAB 3 KESIMPULAN...............................................................................................43

3.1. Kesimpulan............................................................................................................43

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................45

3

Page 4: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dewasa ini dimana setiap generasi lebih sering melakukan perjalanan dan

pada jarak yang lebih jauh dari generasi sebelumnya, dengan peningkatan rata-rata

30 juta wisatawan per tahun dari 1995 sampai dengan hari ini, dokter di seluruh

dunia dihadapkan dengan berbagai penyakit baru. Dari perspektif pengobatan

Barat hingga masuknya berbagai infeksi menular merupakan ancaman yang

menyenangkan tetapi realistis, seperti yang ditunjukkan oleh seorang pasien

berkewarganegaraan Belanda yang kembali dari liburannya di Uganda dengan

membawa virus Marbug. Lebih dari sekedar ancaman bahwa kenyataannya sekitar

10% dari para wisatawan yang berasal dari negara-negara berkembang mengalami

demam, selama atau setelah melakukan perjalanan. Dan setiap tahunnya sekitar 4

juta wisatawan melakukan perawatan kesehatan khusus, baik di luar negeri atau

dalam negeri karena diare sistemik, demam, atau bahkan gangguan dermatalogi

(Pakasi, 2006).

Selama dekade terakhir, travel medicine telah berkembang menjadi

disiplin ilmu yang terpisah dari penyakit infeksi, meskipun transmisi agen

menular ke populasi rentan melalui perjalanan sejak berabad-abad lalu. Misalnya,

saat penjajah Spanyol menyerbu benua Amerika tengah dan selatan, dan 95%

musnah karena tertular wabah dari penduduk asli. Bahkan semua epidemi besar

yag telah membuat umat manusia menderita telah menyebar menyeluruh oleh

wisatawan. Contohnya adalah wabah yang menewaskan sepertiga dari penduduk

yang terkena bencana di seluruh Eropa antara abad ke-14 dan ke-18, dan sifilis

yang diyakini awalnya dibawa ke Eropa ooleh pelaut Spanyol, Worldby. Publikasi

medis ilmiah di bidang travel medicine mulai muncul di tahun 1950 dengan topik

utama dampak udara dan perjalanan ruang angkasa pada kondisi fisik dan

4

Page 5: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

penyakit yang sudah ada, dan laporan individu mengenai penyakit yang diamati

selama melakukan perjalanan. Pada akhir 1960-an percobaan pertama untuk

menyelidiki pencegahan antimikroba diare dilaporkan, serta laporan kasus tentang

penyakit menular yang dibawa oleh wisatawan, seperti malaria. Pada tahun 1970,

sebuah perspektif baru dari trave medicine di perkenalkan, di mana wisatawan

didefinisikan sebagai wisatawan jangka pendek (wisatawan vacational),

wisatawan jangka panjang (misalnya imigran), dan wisatawan mengunjungi

teman dan kerabat (Visit Friend and Relations), dan diantara jens wisatawan

tersebut memiliki resiko yang berbeda untuk mendapatkan suatu penyakit atau

masalah kesehatan bergantung jenis perjalanannya (Pakasi, 2006).

Kedokteran wisata atau travel medicine adalah bidang ilmu kedokteran

yang mempelajari persiapan kesehatan dan penatalaksanaan masalah kesehatan

orang yang bepergian (travellers). Bidang ilmu ini baru saja berkembang dalam

tiga dekade terakhir sebagai respons terhadap peningkatan arus perjalanan

internasional di seluruh dunia. Tahun 2003, World Tourism Organization

mencatat ada 691 juta international arrivals di seluruh bandara di dunia dan tahun

2020 diproyeksikan akan meningkat sampai 1,56 milyar (Pakasi, 2006).

Pelayanan kedokteran wisata diberikan di travel clinic yang umumnya

berada di negara-negara maju untuk memenuhi kebutuhan warga mereka yang

akan berpergian ke Negara-negara berkembang. Saat ini diperkirakan setiap tahun

ada 80 juta orang yang berpergian dari negara-negara maju ke Negara-negara

berkembang. Sejauh ini negara-negara berkembang hanya dianggap sebagai

daerah tujuan wisata yang mempunyai risiko kesehatan tertentu, bahkan dalam

buku panduannya, World Health Organization hanya menyebutkan bahwa

konsultasi pra-travel diperlukan oleh travellers yang bermaksud mengunjungi

negara berkembang. Lalu, bagaimana dengan masyarakat negara berkembang

yang akan bepergian ke luar negeri? Warga negara berkembang mungkin dapat

mengunjungi negara berkembang lainnya atau ke Negara-negara maju. Apakah

tidak ada risiko kesehatan yang mungkin menimpa warga negara berkembang,

termasuk Indonesia? Jawabannya, tentu saja ada dan sangat mungkin terjadi.

5

Page 6: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

Masalahnya, pelayanan kesehatan di negara berkembang belum mempunyai visi

ke depan, yaitu melindungi warga negara mereka yang akan bepergian. Untuk

itulah, dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan baru di bidang kedokteran

wisata atau travel medicine yang perlu dikuasai oleh para tenaga kesehatan di

Indonesia, salah satunya adalah mengenai travel clinic dan pelayanan yang

ditawarkannya (Pakasi, 2006).

1.2. Tujuan

Adapun tujuan penulisan makalah ini, antara lain :

a. Menambah wawasan penulis dan membaca tentang penyakit non infeksius

dalam kesehatan pariwisata (travel medicine).

b. Memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

6

Page 7: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi Travel Medicine

Travel medicine sudah menjadi kebutuhan yang mendesak dan penting

saat ini. Perubahan pola penyakit global dan seiring dengan kemajuan teknologi

dan transportasi menuntut para dokter untuk selalu up-to-date terutama dengan

aspek epidemiologi di dunia, yang nantinya akan sangat berguna dalam

merekomendasikan perjalanan sehat bagi para wisatawan. Sehingga kerja sama

antara bidang penyedia kesehatan, agen biro perjalanan dan wisatawan itu sendiri

akan terjadi dengan baik tanpa merugikan salah satu pihak. Oleh karena itu, agar

bisa memberikan kenyamanan dan keamanan bagi mereka yang melakukan

perjalanan khususnya perjalanan antar negara seperti diatas maka perlu

dikembangkan usaha-usaha di bidang travel medicine (Suharto, 2002).

Travel medicine adalah cabang ilmu kedokteran yang mengurusi

pencegahan dan pengelolaan kesehatan wisatawan antar Negara. Pada dasarnya

dua hal khusus yang menjadi dasar dalam travel medicine adalah promosi

kesehatan dan pencegahan penyakit. Setiap wisatawan diwajibkan mendapatkan

informasi akan potensi resiko kesehatan di daerah tujuan dan mengerti bagaimana

memproteksi diri sendiri dari resiko bahaya tersebut. Pemberian informasi tentang

metode penularan atau penyebaran penyakit dan pencegahannya seperti mencuci

tangan, menjaga kebersihan makanan dan minuman, penggunaan anti nyamuk

(repellan) bisa dilakukan untuk penyakit yang tidak bisa dicegah dengan vaksin

atau obat (Suharto, 2002).

7

Page 8: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

2.2. Jenis Traveller

1. Holidaymakers

Kelompok wisatawan jenis ini hanya berwisata sekedar untuk liburan saja.

Mereka biasanya akan mengunjungi ke daerah wisata yang familiar dan

menggunakan berbagai fasilitas umum yang terdapat di daerah wisata. Kelompok

jenis ini mempunyaii akses yang sangat mudah untuk mendapatkan fasilitas

kesehatan dan mereka mampu untuk mencari pengobatan baik di sarana kesehatan

maupun sekedar membeli obat di apotik saja (Pharm, 2002)

2. Business Traveller

Kelompok wisatawan jenis ini tidak jauh berbeda dengan jenis

sebelumnya dan selalu membutuhkan bantuan medis saat dibutuhkan. Perbedaan

utama adalah bahwa mayoritas wisatawan jenis ini hanya berpergian ke kota

daripada area wisata. Sekelompok kecil namun kadang-kadang akan melakukan

perjalanan ke daerah yang lebih terpencil dalam perjalanan bisnis mereka. Dalam

hal ini, medical kit sederhana untuk mengobati penyakit ringan akan menjadi

sangat berguna (Pharm, 2002).

Kelelahan dan jet lag dapat mempengaruhi efisiensi kerja wisatawan

tersebut. Istirahat sebelum dan sesudah perjalanan sangat penting. Orang dengan

pekerjaan yang sering melakukan perjalanan harus mempertimbangkan vaksinasi

untuk mengantisipasi agar mencapai perlindungan optimal (Pharm, 2002).

3. Backpakers & Adventure Traveller

Kelompok ini mencakup mereka yang bepergian sendiri atau dalam

kelompok kecil yang terorganisir perjalanannya, termasuk didalamnya trekkers,

pendaki gunung, pendaki, pengendara motor, canoeists, penyelam scuba, dll.

Daftar ini tak ada habisnya. Jenis wisatawan yang biasanya berpergian dengan

transportasi umum dan berjalan kaki atau tinggal di akomodasi murah dan

sederhana. Hal ini membuat wisatawan jenis ini memiliki tambahan resiko

8

Page 9: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

kesehatan yang lebih tinggi dan sangat penting untuk memiliki medical kit

sederhana (Pharm, 2002).

Wisatawan ini juga cenderung terkena infeksi dan penyakit non infeksi

parah tertentu. Oleh karena itu sangat penting bagi mereka untuk mengetahui

langkah-langkah untuk mencegah penyakit dari makanan dan air, serangga dan

hewan, kontak pribadi yang dekat dengan penduduk setempat serta pentingnya

bagi mereka melakukan vaksinasi minimal enam minggu sebelum berpergian

terutama jika daerah yang dituju merupakan suatu daerah endemik dari suatu

penyakit tertentu (Pharm, 2002)

4. Expedition Members

Ekspedisi, dengan sifatnya mirip dengan liburan petualangan jadi

semuanya di bagian atas juga penggunaan untuk kelompok ini. Namun, ekspedisi

biasanya lebih lama dalam durasi dari liburan petualangan paling, perjalanan ke

lokasi yang lebih terpencil dan memerlukan tingkat keahlian tertentu dan

kebugaran (Pharm, 2002). 

5. Long Term Traveller

Kelompok ini mencakup staf kedutaan, pekerja sukarela, misionaris,

imigran, dan sebagainya. Kelompok jenis ini berniat untuk tinggal beberapa tahun

di suatu Negara bahkan beberapa orang berniat untuk pindah secara permanen

sementara yang lainnya mungkin hanya berniat untuk mengunjungi keluarga

untuk jangka yang lama. Kadang-kadang backpackers termasuk dalam kategori

ini misalnya mereka yang mengambil satu tahun untuk mengelilingi "putaran

dunia" (Pharm, 2002).

Persiapan tidak boleh terburu-buru. Vaksinasi, pencegahan malaria (jika

diperlukan), membuat pertanyaan tentang makanan mungkin dan masalah

kebersihan air dan risiko penyakit lain yang sangat penting. Sebuah kunjungan

singkat ke tujuan yang diusulkan di muka dapat membantu mengurangi rasa takut

yang tidak diketahui (Pharm, 2002).

9

Page 10: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

Jika Anda bepergian dengan anak-anak, merencanakan untuk hamil atau

memiliki masalah kesehatan yang ada Anda harus merencanakan baik di muka

dalam konsultasi dengan dokter Anda. Sebuah sebelum gigi dan mata check up

keberangkatan adalah bijaksana (Pharm, 2002)

6. Special Needs

a. Anak-anak

Berpergian bersama anak merupakan suatu tantangan tersendiri

karena berhubungan dengan kebutuhan anak yang berbeda dengan orang

dewasa sesuai dengan kematangan pertumbuhannya untuk bayi, anak, atau

remaja. Beberapa hal harus menjadi pertimbangan dalam perjalanan

bersama anak misalnya, menghadapi suasana lingkungan baru yang

berbeda, atau bertemu dengan orang dengan berbagai adat kebiasaan yang

berbeda dari negara asalnya. Di samping itu, terdapat hal lain yang penting

adalah bertemunya anak dengan berbagai jenis mikroorganisme yang tidak

sama dengan di negeri asalnya, sehingga anak belum mempunyai

kekebalan terhadap mikroorganisme tersebut. Makanan dan gaya hidup

misalnya akan sangat mempengaruhi kesehatan anak tersebut. Oleh karena

itu, jika berpergian ke luar negeri dalam waktu lama, maka vaksinasi harus

sudah dilengkapi sebelum berangkat. Minimal empat minggu sebelum

berangkat, konsultasi dengan dokter keluarga sangat diperlukan terutama

bila anak mempunyai penyakit kronik atau penyakit kambuhan (Rezeki,

2006).

Ketentuan Umum

Secara umum, sebelum bepergian bersama anak terutama ke luar

negeri perlu dipertimbangkan hal-hal berikut (Rezeki, 2006):

- Umur: kelompok umur sangat mempengaruhi apa yang harus

dipersiapkan sebelum berangkat. Kebutuhan setiap kelompok umur

berbeda, maka harus disesuaikan dengan perkembangan anak. Ketentuan

penerbangan terdahulu tidak memperbolehkan bayi berumur kurang dari 2

10

Page 11: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

minggu naik pesawat terbang namun saat ini larangan tersebut lebih

disebabkan untuk menghindari penularan penyakit infeksi.

- Lama berpergian, menentukan persiapan yang harus dilakukan.

Terutama persiapan vaksinasi, obat-obat yang biasa diminum, kebiasaan

makanan terutama untuk bayi.

- Tujuan wisata, beberapa negara mempunyai keharusan memberikan

vaksinasi yang berbeda dengan vaksinasi di Indonesia. Misalnya vaksinasi

yellow fever dan meningitis meningokokus.

- Status imunisasi: sebelum berangkat, perlu diperhatikan vaksinasi yang

seharusnya telah diberikan sesuai umur anak. Terutama imunisasi wajib

harus dilengkapi terlebih dahulu sebelum berangkat. Untuk negara yang

karena secara epidemiologi mengharuskan pemberian vaksinasi khusus

(misalnya vaksinasi meningitis meningokokus, yellow fever), maka

sebelum berangkat sebaiknya menghubungi Dinas Kesehatan Pelabuhan

Departemen Kesehatan untuk mendapat informasi dan vaksinasi.

- Penyakit menahun, apabila anak menderita penyakit menahun, sebelum

berangkat harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter keluarga.

Persediaan obat yang biasa diminum setiap hari harus dipersiapkan untuk

jangka waktu satu bulan. Jika perlu mintalah surat pengantar untuk dokter

setempat seandainya di tempat tujuan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

- Peraturan penerbangan melarang anak di bawah lima tahun untuk

berpergian naik pesawat seorang diri. Sebaiknya memilih tujuan

langsung tanpa harus transit, untuk menghindari penundaan terbang

(cancellations). Untuk anak yang sangat aktif papan nama perlu dipasang

di dada atau gelang bernama lengkap dengan alamat dan nomer telepon

untuk mengantisipasi apabila anak terpisah dari orang tuanya.

- Hal-hal lain yang penting, misalnya pemesanan makanan bayi dapat

dilakukan pada saat memesan tiket, persediaan obat-obatan darurat selama

dalam perjalanan seperti obat anti muntah, obat diare, dan obat panas.

b. Orang Tua Lanjut Usia

11

Page 12: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

Sebuah harapan hidup lebih besar, kesehatan yang lebih baik di

usia tua dan kemakmuran meningkat telah memberikan orang tua lebih

banyak waktu dan kesempatan untuk bepergian atau mengunjungi teman

dan kerabat di luar negeri. Tapi ada beberapa masalah bahwa wisatawan

lanjut usia harus mempertimbangkan ketika merencanakan perjalanan

seumur hidup atau kapal pesiar dunia (Pharm, 2002)

Mendapatkan asuransi perjalanan yang cukup dapat menjadi

masalah, terutama bagi mereka lebih dari 75 tahun, dan terutama bagi

mereka dengan jangka panjang penyakit seperti diabetes atau penyakit

jantung. Namun, pembelian asuransi penuh sangat penting.  Membaca

tulisan kecil dari polis asuransi anda yang harus mencakup pemulangan

dalam kasus penyakit dan memastikan tidak ada hal pengecualian penting

(Pharm, 2002).

Imunisasi dan pencegahan malaria tetap menjadi penting pada usia

lanjut seperti pada orang dari segala usia lainnya - jika tidak lebih. Sistem

kekebalan tubuh yang melemah membuat infeksi lebih mungkin. Setelah

punya penyakit sebelumnya, seperti polio atau difteri, tidak selalu berarti

anda kebal. Jika anda diresepkan tablet anti malaria, pastikan lagi jika anda

berada di pengobatan lain (Pharm, 2002).

Jika anda menderita suatu penyakit berulang atau pada cek obat

teratur dengan dokter umum anda. anda mungkin menemukan check up

untuk membantu memastikan bahwa anda cocok untuk bepergian. Sebuah

surat rujukan dapat berguna jika anda perlu pengobatan sementara di luar

negeri (Pharm, 2002)

Minum obat pribadi yang memadai. Ini harus diberi label yang

jelas dan dibawa dalam tas tangan untuk memudahkan akses jika terjadi

keterlambatan atau kehilangan bagasi. Sementara di luar negeri

menyimpan obat-obatan anda di tempat yang kering sejuk. Jika anda

melintasi zona waktu, jangan lewatkan dosis terutama jika anda penderita

diabetes atau memiliki kondisi jantung (Pharm, 2002)

12

Page 13: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

Usia mempengaruhi fungsi tubuh, yang dapat meningkatkan risiko

perjalanan umumnya indra. Penurunan dapat menyebabkan kecelakaan

atau kegagalan untuk melihat atau mendengar pengumuman penting.

Keseimbangan miskin dan waktu reaksi lambat dapat meningkatkan risiko

jatuh dan mabuk laut, dan membuat berjalan petualang lebih

berbahaya. Penipisan tulang dari osteoporosis meningkatkan risiko patah

tulang melalui jatuh (Pharm, 2002).

Kapasitas paru-paru menurun berarti akan ada lebih sedikit

cadangan untuk menangani oksigen berkurang pada ketinggian atau

selama infeksi dada. Kapasitas jantung menurun membuat lebih sulit untuk

menanggung tekanan pada jantung, melalui dehidrasi, ketinggian atau

tenaga (Pharm, 2002).

Ingatlah untuk berhati-hati untuk dengan kebersihan makanan

dan air. Mengurangi asam lambung meningkatkan risiko keracunan

makanan atau infeksi melalui makanan yang terkontaminasi. Fungsi ginjal

miskin meningkatkan risiko dehidrasi yang akan menyebabkan gagal

ginjal dan membuat lebih sulit untuk ginjal untuk mengatasi kehilangan

garam melalui diare (Pharm, 2002).

Sirkulasi miskin mengarah ke penyembuhan lebih lambat dari

goresan, gigitan dan cedera sehingga lebih penting untuk menghindari

serangga dan gigitan hewan. Semua ini berarti bahwa orang tua lebih

rentan terhadap (Pharm, 2002):

- Tinggi suhu dan serangan panas.

- Deep vein thrombosis.

- Hipotermia.

- Efek dari oksigen yang rendah selama perjalanan udara dan pada

ketinggian tinggi

- Kelelahan dan kelelahan

13

Page 14: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

Hal ini sering mengatakan bahwa "usia tua tidak datang

sendirian". Usia sering membawa serta penyakit jangka panjang. Ini juga

dapat menyebabkan berbagai permasalahan yang timbul selama perjalanan

asing (Pharm, 2002).

Diuretik untuk tekanan darah tinggi dapat meningkatkan risiko

dehidrasi. Obat untuk penyakit Parkinson dan untuk tekanan darah tinggi

dapat menyebabkan pusing, pingsan, kegoyangan dan jatuh. Ada insiden

diabetes yang lebih tinggi pada orang tua yang dapat lebih sulit

dikendalikan di luar negeri. Hilangnya fungsi intelektual mungkin terkena

- menyebabkan seseorang untuk berjuang untuk mengatasi dengan

lingkungan sekitar mereka berubah. Beberapa hal penting yang perlu

dipertimbangkan jika Anda sudah berusia lanjut dan bepergian atau

mengambil orang-orang tua di luar negeri (Pharm, 2002):

- Asuransi yang baik harus diperoleh.

- Perjalanan harus direncanakan dengan hati-hati.

- Konsultasi pra-perjalanan harus dipesan di klinik perjalanan.

- Perjalanan tidak boleh terlalu ambisius dan harus ada banyak berhenti

istirahat.

- Pilih tujuan dengan barat fasilitas medis setara dan infrastruktur.

- Obat harus disimpan di dalam tas tangan, dengan banyak perlengkapan

cadangan.

- Wisatawan harus meluangkan waktu mereka untuk meringankan risiko

dan tekanan dari perjalanan.

c. Ibu Hamil dan Menyusui

14

Page 15: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

Wanita hamil biasanya dapat bepergian dengan aman melalui

udara, namun sebagian besar maskapai penerbangan membatasi perjalanan

pada akhir kehamilan. Pedoman umum untuk seorang wanita dengan

kehamilan tanpa komplikasi adalah (Pharm, 2002):

- setelah minggu 28 kehamilan, surat dari dokter atau bidan harus

dilakukan, membenarkan perkiraan tanggal pengiriman dan bahwa

kehamilan adalah normal;

- untuk kehamilan tunggal, terbang diperbolehkan sampai dengan akhir

minggu ke-36;

- untuk kehamilan ganda, terbang diperbolehkan sampai dengan akhir

minggu ke-32.

- Setiap kasus kehamilan rumit memerlukan izin medis.

Perjalanan umumnya tidak dikontraindikasikan selama kehamilan

sampai dekat dengan perkiraan tanggal kelahiran, asalkan kehamilan dan

kesehatan wanita yang baik. Hal ini paling aman untuk ibu hamil untuk

melakukan perjalanan selama trimester kedua. Pihak transportasi udara

memaksakan beberapa pembatasan perjalanan pada akhir kehamilan dan

pada periode neonatal. Dianjurkan bagi wisatawan untuk memeriksa

semua larangan langsung dengan perusahaan penerbangan yang relevan

(Pharm, 2002).

Wanita hamil berisiko komplikasi serius jika mereka kontrak

malaria atau hepatitis E, perjalanan virus ke daerah endemis untuk

penyakit ini harus dihindari selama kehamilan jika keadaan

memungkinkan. Obat jenis apa pun selama kehamilan harus diambil hanya

sesuai dengan saran medis. Perjalanan ke ketinggian lebih dari 3000 m

atau ke daerah terpencil tidak dianjurkan selama kehamilan (Pharm, 2002).

d. Disabled Traveller

Perjalanan bagi penyandang cacat sekarang biasa terjadi dan tidak

ada alasan hal ini akan menimbulkan masalah yang serius terutama

15

Page 16: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

persiapan yang dilakukan dibuat dengan baik. Semakin banyak anda tahu

tentang suatu tempat, semakin kecil kemungkinan anda mengalami

masalah atau hambatan, jadi sebelum Anda melakukan perjalanan,

melakukan pekerjaan rumah anda (Pharm, 2002).

Beradaptasi dengan situasi yang tidak terduga adalah bagian dari

tantangan untuk bepergian tapi muka pengetahuan tentang fasilitas yang

tersedia, selama perjalanan dan di tempat tujuan anda, bisa sangat

penting. Beberapa organisasi dan perusahaan tur mengatur perjalanan bagi

penyandang cacat ketika masalah mobilitas, misalnya, diperhitungkan

(Pharm, 2002) 

Panduan Liburan Penyandang Cacat telah secara khusus diciptakan

untuk membawa pilihan peluang untuk liburan mereka yang hidup dengan

kebutuhan khusus dan kesulitan mobilitas (Pharm, 2002)

2.3. Konsultasi Pra-Perjalanan (Pre-Travel)

Informasi yang aktual dan akurat sangat penting dalam kedokteran wisata

sehingga rekomendasi yang diberikan bukan didasarkan pada opini tetapi

evidence-based. Nasihat perjalanan diberikan dalam bentuk konsultasi dan

edukasi mengenai risiko kesehatan yang mungkin dapat dialami wisatawan

selama berpergian, baik sewaktu di perjalanan maupun setelah tiba di tempat

tujuan. Pengetahuan yang penting dikuasai oleh tenaga kesehatan sehubungan

dengan hal ini antara lain medical geography, distribusi dan epidemiologi

penyakit infeksi, serta kondisi-kondisi tertentu dalam perjalanan, misalnya

problem ketinggian (high altitude), jet lag, mabuk perjalanan, temperatur tinggi

dan sebagainya. Risiko khusus, seperti bencana alam, terorisme dan konflik

senjata juga perlu diperhatikan mengingat akhir-akhir ini banyak insiden terjadi di

daerah wisata dengan turis asing sebagai korban (runtuhnya gedung World Trade

Center di New York, tsunami di Pattaya, bom Bali I-II, dan lain-lain). Topik

edukasi yang dapat diberikan dalam konsultasi pra-perjalanan antara lain adalah:

16

Page 17: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

pencegahan penyakit (diare, malaria, penyakit menular seksual, dll.), penyakit

karena kondisi lingkungan (panas, dingin, ketinggian), jet lag dan mabuk

perjalanan, travel medical kits, dan sebagainya (Pakasi, 2006).

Konsultasi pra-perjalanan yang terorganisasi dengan baik dan dijalankan

dengan baik dapat mendukung konsisten, tepat, dan efisien pra-perjalanan

persiapan kesehatan dengan 3 elemen penting berikut: penilaian resiko,

komunikasi resiko, dan manajemen resiko (Acosta, 2012).

Penilaian Resiko

Pra-perjalanan kesehatan penilaian risiko melibatkan pengumpulan

informasi terkait tentang rencana perjalanan (where, when, dan what) dan

wisatawan (who, why, dan how) untuk menyoroti potensi bahaya perjalanan, dan

waspada terhadap kontraindikasi suatu perjalanan dan tindakan pencegahan

seperti vaksinasi atau obat yang dapat diindikasikan. Sebuah kuesioner yang

dirancang untuk mengumpulkan dan mengatur data jadwal dan wisatawan adalah

alat penting untuk membantu mendukung proses penilaian risiko (Acosta, 2012).

Informasi yang paling penting untuk dikumpulkan adalah sebagai berikut

(Acosta, 2012):

Jadwal Data

o Negara dan wilayah yang akan dikunjungi, dalam rangka perjalanan

o Kunjungan ke daerah perkotaan dibandingkan di pedesaan

o Tanggal dan panjang perjalanan di daerah masing-masing

o Tujuan perjalanan (seperti bisnis, berlibur, mengunjungi teman dan

kerabat)

o Jenis transportasi

o Kegiatan yang direncanakan dan akan dilakukan (seperti hiking, scuba

diving, berkemah, dll)

o Jenis akomodasi di daerah masing-masing (seperti ber-AC, tenda)

17

Page 18: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

Demografi dan kesehatan / riwayat medis wisatawan

o Usia, jenis kelamin

o Riwayat vaksinasi, termasuk tanggal, berapa banyak dosis yang diterima

dalam serangkaian dijadwalkan.

o Riwayat medis dan psikiatris (masa lalu dan saat ini), termasuk kondisi

atau obat yang menekan sistem kekebalan tubuh

o Obat-obatan (saat ini atau yang diambil dalam 3 bulan terakhir)

o Alergi (khususnya untuk telur, lateks, ragi, merkuri, atau thimerosal)

o Kehamilan dan menyusui (status saat ini dan rencana)

o Setiap rencana operasi atau perawatan medis lainnya selama perjalanan

(wisata medis)

Contoh penggunaan data jadwal dan wisatawan mencakup menentukan

apakah akan ada risiko penyakit demam kuning atau persyaratan negara untuk

bukti vaksinasi demam kuning didasarkan pada tujuan yang direncanakan, dan

jika ada kontraindikasi (seperti alergi telur) atau tindakan pencegahan (seperti usia

> 60 tahun) untuk para traveler yang menerima vaksin. Risiko malaria adalah

contoh lain. Hal ini penting untuk menilai apakah wisatawan tersebut akan pergi

ke daerah endemik malaria, dan apa langkah yang tepat adalah untuk membantu

mencegah malaria berdasarkan rincian itinerary perjalanan, kegiatan, dan riwayat

kesehatan (Acosta, 2012).

Selama penilaian risiko, penyedia harus tetap waspada terhadap faktor-

faktor lain tentang "who" akan berpergian. Faktor-faktor tersebut termasuk

pengalaman perjalanan sebelumnya, persepsi risiko, latar belakang budaya,

kelompok sebaya, dan hambatan mungkin untuk perawatan, seperti masalah

ekonomi, sikap tentang keamanan vaksin, dan keterbatasan bahasa. Faktor-faktor

ini dapat mempengaruhi kemampuan wisatawan dan kemauan untuk menerima

dan mematuhi rekomendasi (Acosta, 2012).

Wisatawan tertentu dianggap sebagai risiko tinggi, seperti kesehatan

mereka yang sudah ada sebelumnya dan kondisi medis dapat secara unik

18

Page 19: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

dipengaruhi oleh kegiatan perjalanan dan saling terkait. Dalam beberapa kasus,

pengurangan risiko tindakan mungkin lebih rumit karena meningkatnya tindakan

pencegahan dan kontraindikasi. Hal ini penting untuk mengantisipasi kebutuhan

khusus berisiko tinggi wisatwan berikut (Acosta, 2012):

- Orang dengan sistem kekebalan yang lemah

- Wanita yang sedang hamil atau menyusui

- Orang dengan masalah medis tertentu yang sudah ada sebelumnya seperti

diabetes, dan kondisi paru dan jantung tertentu

- Orang mengunjungi teman dan kerabat (VFRs). 

- Keluarga dengan anak yang berumur muda

- Orang yang melakukan perjalanan untuk mengadopsi anak di luar negeri

- Para wisatawan lebih tua (usia > 60 tahun)

Pentingnya penilaian risiko dapat diilustrasikan dengan 3 wisatawan pergi

ke negara yang sama: satu untuk perjalanan selama seminggu, perkotaan berbasis

bisnis; berikutnya pada pencari petualangan, backpackers ke daerah pedesaan

selama beberapa bulan; dan ketiga wisatawan hamil. Rekomendasi dan persiapan

untuk masing-masing wisatawan akan bervariasi berdasarkan kebutuhan mereka

dan rincian jadwal (Acosta, 2012).

Komunikasi Resiko

Komunikasi resiko adalah bagian integral dari proses konsultasi pra-

perjalanan dan berhubungan langsung dengan "who" akan

berpergian. Komunikasi risiko meliputi penyajian informasi yang dapat dipercaya,

berbasis bukti dalam konteks yang tepat untuk perjalanan individu. Informasi

yang dikumpulkan selama wawancara penilaian risiko, termasuk pengetahuan

dasar wisatawan dan keyakinan tentang risiko, atau pemahaman dan pendapat

tentang langkah-langkah pengurangan risiko, yang penting bagi diskusi

membimbing. Untuk komunikasi risiko menjadi efektif, harus dialokasikan waktu

yang cukup untuk diskuai hal ini (Acosta, 2012).

19

Page 20: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

Memberikan wisatawan informasi baik lisan maupun tertulis membantu

untuk membimbing dan memfokuskan diskusi dan memperkuat penting traveler-

specific issues. Contoh meliputi laporan informasi vaksin, pamflet informasi

penyakit, dan peta risiko malaria. Hati-hati dalam melakukan penilaian resiko

serta komunikasi resiko, agar manajemen resiko dapat terbentuk perencanaan

(vaksinasi, obat, dan ditargetkan menghindari risiko pendidikan) (Acosta, 2012).

Manajemen Resiko

Elemen-elemen penting dari manajemen risiko adalah sebagai berikut

(Acosta, 2012):

- Vaksin: seleksi, administrasi, dan dokumentasi vaksinasi.

- Diperlukan pertimbangan, rekomendasi, dan vaksinasi rutin.

- Diskusikan indikasi vaksin, kontraindikasi, tindakan pencegahan, dosis

dan waktu

- Tawarkan dan diskusikan informasi vaksin sebelum vaksin diberikan

- Pengobatan: Rekomendasi dan resep yang sesuai menurut risiko, seperti

kemoprofilaksis antimalaria, pertolongan pertama diare, dan obat untuk

penyakit ketinggian

- Pendidikan: Malaria pencegahan dan kepatuhan terhadap kemoprofilaksis

(jika ditunjukkan dengan penilaian risiko)

- Risiko dan pencegahan penyakit insect borne lain

- Manajemen diri diare

- Menghindari gigitan hewan dan pencegahan rabies

- Mengurangi efek negatif dari risiko selama perjalanan

- Resiko dari aktivitas yang spesifik (seperti keselamatan di jalan, diving,

arung jeram, dan perjalanan jalan pedesaan)

- Resiko prilaku pribadi (seperti penyakit menular seksual dan penggunaan

narkoba ilegal)

20

Page 21: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

- Pedoman umum: Gejala yang mungkin memerlukan perhatian medis

selama atau setelah perjalanan (seperti demam, gejala gastrointestinal, atau

gejala dermatologi)

- Mempersiapkan sebuah medical health kit

- Mengakses perawatan medis di luar negeri dan mendapatkan asuransi

kesehatan / evakuasi

2.4. Kondisi yang Terjadi Saat Perjalanan

1. Altitude Illness

Aklimatisasi yang tidak memadai dapat menyebabkan penyakit ketinggian

dalam setiap wisatawan akan 8.000 ft (2.500 m) atau lebih tinggi. Kerentanan dan

ketahanan terhadap penyakit ketinggian adalah sifat-sifat genetik, dan tidak ada

tes skrining yang tersedia untuk memprediksi risiko. Risiko tidak dipengaruhi

oleh pelatihan atau kebugaran fisik. Anak-anak sama-sama rentan sebagai orang

dewasa, orang berusia > 50 tahun memiliki risiko sedikit lebih rendah. Bagaimana

seorang musafir telah menanggapi ketinggian tinggi sebelumnya adalah panduan

paling dapat diandalkan untuk perjalanan masa depan, tetapi tidak

sempurna. Namun, mengingat kerentanan dasar tertentu, risiko sebagian besar

dipengaruhi oleh tingkat pendakian dan tenaga. Menetapkan jadwal yang akan

menghindari terjadinya penyakit ketinggian sulit karena variasi kerentanan

individu, serta dalam memulai poin dan medan (Hackett, 2012).

Tips untuk aklimatisasi antara lain (Hackett, 2012):

Mendaki secara bertahap, jika memungkinkan. Cobalah untuk tidak pergi

langsung dari ketinggian rendah ke lebih dari 9.000 ft (2.750 m) tidur

ketinggian dalam 1 hari.Setelah di atas 9.000 ft (2.750 m), pindah tidur

ketinggian tidak lebih tinggi dari 1.600 kaki (500 m) per hari, dan

merencanakan satu hari ekstra untuk aklimatisasi setiap 3.300 ft (1.000 m).

Pertimbangkan untuk menggunakan acetazolamide untuk aklimatisasi

kecepatan, jika pendakian tiba-tiba tidak dapat dihindari.

21

Page 22: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

Hindari alkohol selama 48 jam pertama.

Berpartisipasi dalam olahraga ringan saja untuk 48 jam pertama.

Memiliki paparan tinggi ketinggian lebih dari 9.000 ft (2.750 m) untuk 2

malam atau lebih, dalam waktu 30 hari sebelum perjalanan, berguna.

Tabel 1. Kategori risiko untuk penyakit akut gunung (Hackett, 2012)

RISIKO

KATEGORI

URAIAN Profilaksis

REKOMENDASI

Murah Orang-orang tanpa riwayat penyakit

ketinggian dan naik menjadi kurang dari 9.100

ft (m 2.800)

Orang yang memakai lebih dari 2 hari untuk

tiba di 8,200-9,800 ft (2.500-3.000 m), dengan

peningkatan berikutnya dalam tidur elevasi

kurang dari 1.600 kaki (500 m) per hari, dan

satu hari ekstra untuk aklimatisasi setiap 3.200 ft

(1.000 m)

Profilaksis

acetazolamide

umumnya tidak

ditunjukkan.

Moderat Orang dengan riwayat AMS dan naik ke

8,200-9,100 ft (2,500-2,800 m) dalam 1 hari

Tidak ada riwayat dari AMS dan naik ke lebih

dari 9.100 ft (m 2.800) dalam 1 hari

Semua orang naik lebih dari 1.600 kaki (500

m) per hari (peningkatan elevasi tidur) di

ketinggian di atas 9.800 ft (3.000 m), tetapi

dengan satu hari ekstra untuk aklimatisasi

setiap 3.200 ft (1.000 m)

Profilaksis

acetazolamide akan

bermanfaat dan

harus

dipertimbangkan.

Tinggi Sejarah AMS dan naik ke lebih dari 9.100 ft

(m 2.800) dalam 1 hari

Semua orang dengan riwayat HAPE atau

HACE

Profilaksis

acetazolamide

sangat dianjurkan.

22

Page 23: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

RISIKO

KATEGORI

URAIAN Profilaksis

REKOMENDASI

Semua orang naik ke lebih dari 11.400 kaki

(3.500 m) dalam 1 hari

Semua orang naik lebih dari 1.600 kaki (500

m) per hari (peningkatan elevasi tidur) di atas

9.800 ft (3.000 m), tanpa hari ekstra untuk

aklimatisasi

Sangat cepat ascents (seperti kurang dari 7-

hari pendakian Gunung Kilimanjaro)

Pencegahan

Titik utama dari menginstruksikan wisatawan tentang penyakit ketinggian

tidak untuk menghilangkan kemungkinan, tapi untuk mencegah kematian atau

evakuasi karena penyakit ketinggian. Sejak timbulnya gejala dan perjalanan

klinis cukup lambat dan dapat diprediksi, tidak ada alasan bagi seseorang untuk

meninggal karena penyakit ketinggian, kecuali terjebak oleh cuaca atau

geografi dalam situasi di mana keturunan tidak mungkin. Tiga aturan dapat

mencegah kematian atau konsekuensi serius dari penyakit ketinggian (Hackett,

2012):

Mengetahui gejala dini penyakit ketinggian, dan bersedia untuk mengakui

ketika mereka hadir.

Jangan pernah naik untuk tidur pada ketinggian yang lebih tinggi ketika

mengalami gejala penyakit ketinggian, tidak peduli seberapa kecil mereka

tampaknya.

Turun jika gejala-gejala menjadi lebih buruk saat beristirahat pada

ketinggian yang sama.

Untuk trekking kelompok dan ekspedisi akan ke remote tinggi ketinggian daerah,

di mana keturunan ke ketinggian yang lebih rendah bisa menjadi masalah,

23

Page 24: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

kantong bertekanan (seperti tas Gamow) dapat bermanfaat. Sebuah pompa kaki

menghasilkan tekanan yang meningkat dari 2 lb / dalam 2, meniru keturunan dari

5,000-6,000 ft (1,500-1,800 m) tergantung pada ketinggian awal. Berat total

dikemas tas dan pompa sekitar 14 lb (6,5 kg) (Hackett, 2012).

2. Jet Lag

Jet lag sering dihubungkan dengan gejala sehabis melakukan perjalanan

dengan penerbangan jauh. Meskipun demikian, apabila gejala ini timbul tidak

sehabis melakukan penerbangan jauh, perlu dipertimbangkan penyebab lain,

antara lain akibat radiasi elektromagnetik. Ada kemungkinan sehabis

menggunakan peralatan elektronik, memasak menggunakan microwave oven,

berkomunikasi menggunakan telepon seluler jangka lama.

Jet lag merupakan rasa tidak nyaman pada waktu melakukan perjalanan

udara yang lama dan dirasakan sebagai suatu kelelahan yang sangat, disorientasi,

konsentrasi menurun, sukar tidur (insomnia), dan kegelisahan. Gejala lain yang

mungkin timbul antara lain tidak nafsu makan (anorexia), kelemahan, sakit

kepala, pusing, pandangan kabur. Gangguan ini merupakan gambaran dari

penerbangan jarak jauh yang melewati zona waktu, menyebabkan ritme ak-tivitas

sehari-hari menjadi kacau (Yanni, 2012)

Faktor-faktor yang memengaruhi timbulnya jet lag dapat merupakan faktor

yang bersifat individual, faktor-faktor umum serta spesifik. Faktor individual,

termasuk antara lain usia, kondisi umum kesehatan, toleransi terhadap perubahan,

kesiapan melakukan perjalanan jauh serta kondisi mental-emosional. Faktor-

faktor umum, antara lain bising, getaran, kelembapan udara serta posisi duduk

yang sama secara terus-menerus, dapat memengaruhi timbulnya jet lag (Yanni,

2012).

Sedangkan faktor-faktor yang spesifik adalah durasi penerbangan, saat

kedatangan dan perubahan iklim maupun budaya di tempat tujuan, dapat

mempengaruhi jet lag. Problem ini akan semakin berat jika terdapat stres sebelum

24

Page 25: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

melakukan perjalanan, terburu-buru di saat keberangkatan, kurang tidur selama

perjalanan, kebanyakan minuman beralkohol serta merokok (Yanni, 2012).

Berikut ini beberapa langkah-langkah umum yang dapat anda lakukan

sebelum dan saat penerbangan untuk mencegah terjadinya jet lag, antara lain

(Yanni, 2012):

1. Menyesuaikan Jam Makan

Santap sarapan, makan siang dan makan malam menurut waktu daerah

yang akan anda tuju. Mungkin akan terasa kurang nyaman saat harus menukar

makan malam dengan sarapan. Tapi menyesuaikan jam makan beberapa hari

sebelum penerbangan akan memudahkan anda beradaptasi dengan tempat

tujuan. Misalkan, jika anda berencana pergi ke Amerika Serikat (beda waktu

12 jam), maka sebaiknya anda membiasakan untuk sarapan di malam hari,

begitupun sebaliknya.

2. Konsumsi Makanan yang Tepat

Beberapa ahli gizi merekomendasikan konsumsi makanan berprotein

tinggi, rendah karbohidrat, rendah kalori serta mengandung sedikit sodium

dan lemak. Makan sedikit karbohidrat dan kalori mencegah badan lesu,

sementara protein bisa menambah energi.

3. Perbanyak Istirahat

Sebaiknya anda tidak keluar malam sehari sebelum penerbangan. Jika

terpaksa harus keluar malam, usahakan tidak terlalu banyak minum minuman

beralkohol. Kurangi juga konsumsi kopi atau minuman berkafein. Kurang

tidur sebelum terbang bisa meningkatkan gejala jet lag. Pastikan anda cukup

tidur dan istirahat.

4. Minum Banyak Air Putih

Cukup minum air putih bisa mencegah anda mengalami dehidrasi

selama di pesawat.

25

Page 26: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

5. Lakukan Peregangan

Selama perjalanan, sempatkan diri anda bangun dari kursi untuk

meregangkan otot kaki, tangan, punggung dan leher. Peregangan juga

membuat tubuh lebih rileks.

6. Nikmati Perjalanan

Sebagian besar kasus jet lag terjadi karena penderita terlampau tegang

saat pesawat akan mendarat. Sangat penting untuk merilekskan pikiran anda

sebelum mendarat. Anggap saja anda sedang duduk di sofa ruang TV yang

nyaman. anda bisa mengalihkan ketegangan dengan menonton TV, membaca

buku atau berbincang dengan orang di sebelah anda.

3. Motion Sickness

Motion sickness merupakan suatu gangguan yang terjadi pada telinga

bagian dalam (labirin) yang mengatur keseimbangan, dan disebabkan karena

gerakan yang berulang, seperti gerak ombak di laut, pergerakan mobil, perubahan

turbulensi udara di pesawat, dll. Gerakan dirasakan oleh otak melalui 3 jalur pada

sistem saraf, yang akan mengirim signal dari telinga bagian dalam (perasaan

terhadap gerakan, percepatan, gravitasi), dari mata (penglihatan), dan jaringan

lebih dalam pada permukaan tubuh manusia (yang disebut proprioceptors). Ketika

tubuh digerakkan dengan sengaja, misalnya kita jalan, input dari ketiga jalur tadi

akan dikoordinasikan oleh otak. Ketika terjadi gerakan yang tidak disengaja,

seperti ketika mengendarai mobil, kadang otak tidak bisa mengkordinasikan

ketiga input tadi dengan baik. Adanya konflik dalam koordinasi 3 input tadi

diduga menyebabkan orang merasa mabuk jalan atau motion sickness, dengan

gejala mual, pusing, sampai muntah. Konflik input dalam otak ini diduga

melibatkan level neurotransmiter yaitu histamin, asetilkolin, dan

norepinefrin. Karena itu, obat yang bekerja melawan motion sickness adalah obat

26

Page 27: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

yang mempengaruhi atau menormalkan lagi level neurotransmiter ini di otak

(Caroll, 2012).

Anak yang menderita mabuk perjalanan, merupakan hal yang harus

mendapat perhatian dari orang tua. Perasaan mual akibat goncangan kendaraan

dapat dikurangi dengan duduk di mobil bagian depan, dekat jendela sehingga anak

dapat melihat keluar dengan bebas, dan hindari makanan yang mengenyangkan

sebelum berangkat. Kaca mata hitam dapat mengurangi rasa mual dan bepergian

pada malam hari dapat lebih menyenangkan untuk anak yang sangat sensitif

tersebut. Obat anti mabuk hanya diperbolehkan diberikan pada anak berumur

lebih dari 2 tahun dan diberikan satu jam sebelum berangkat (Rezeki, 2006)

Beberapa langkah dibawah ini dapat mencegah atau meminimalkan

terjadinya motion sickness, antara lain (Caroll, 2012):

1. Naiklah kendaraan di bagian di mana mata Anda akan melihat gerakan

yang sama dengan yang dirasakan oleh tubuh (jadi jangan duduk

menghadap ke belakang misalnya, atau di samping, yang tidak searah

dengan gerakan mobil). Kalau di mobil atau bus, duduklah di depan dan

lihat pemandangan. Kalau di kapal, pergilah ke dek dan melihat gerakan

horizon. Kalau di pesawat, duduklah dekat jendela dan melihat keluar.

Juga duduklah di bagian dekat sayap, di mana gerakan terasa paling

minimal.

2. Jangan membaca di perjalanan.

3. Jangan melihat atau bicara dengan orang lain yang juga gampang mabuk

jalan.

4. Hindari bau-bauan yang kuat, makanan yang berbumbu tajam, terutama

sebelum dan selama perjalanan.

5. Gunakan obat anti mabuk minimal 30-60 menit sebelum melakukan

perjalanan atau seperti yang direkomendasikan oleh dokter.

6. Beradaptasi dengan kondisi ini.

2.5. Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

27

Page 28: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

1. Sunburn

Setiap orang menyukai cuaca yang cerah. Sinar matahari merupakan

sumber cahaya yang natural dan energik. Hal ini sangat baik bagi kesehatan,

bersifat dapat menyembuhkan dan memberi perasaan yang baik. Meskipun

berjemur di bawah sinar matahari sangat menyenangkan, perlu di ingat bahwa

paparan sinar matahari yang berlebihan dapat mengakibatkan bahaya kesehatan

yang dikarenakan efek berbahaya dari radiasi sinar ultraviolet pada kulit (Pharm,

2002).

Matahari memancarkan dua jenis sinar ultraviolet, yaitu (1) UVA, dimana

sinar ultraviolet jenis ini dapat menembus ke dalam kulit dan dapat memicu reaksi

alergi serta dapat menyebabkan penuaan dini serta kerutan dan (2) UVB, dimana

jenis sinar ultraviolet ini dapat mempengaruhi lapisan atas kulit dan memicu

produksi melanin yang menyebabkan tanning. Terlalu banyak terpapar sinar UVB

dapat menyebabkan terbakar, freckling, dan penebalan kulit serta dalam jangka

waktu yang lama dapat menyebabkan kanker kulit (Pharm, 2002).

Sunburn dapat dicegah. Meskipun pada beberapa kelompok orang seperti

orang kulit putih, orang dengan kondisi medis tertentu (seperti albinisme, kanker

kulit), orang yang menggunakan obat-obatan tertentu seperti tetrasiklin atau

diuretik, orang dengan kondisi kulit tertentu (kulit sensitif), orang lanjut usia, serta

bayi dan anak dapat dilakukan kewaspadaan terhadap terjadinya sunburn ini.

Beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain (Pharm, 2002):

1. Setiap orang harus menghindari sinar matahari pada tengah hari, biasanya

sejak pukul 2 siang atau pukul 3 siang di daerah tropis.

2. Menggunakan topi bertepi lebar, baju lengan panjang dan kaca mata

hitam. Bagi anak-anak harus memakai baju lengan panjang, topi dan high-

factor waterproof sunscreen. Sementara pada bayi dibawah 9 bulan harus

dihindari kontak sinar matahari secara langsung.

3. Jangan pernah berada di bawah sinar matahari untuk mengeringkan badan

setelah berenang, karena kulit dapat terbakar dalam hitungan menit.

28

Page 29: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

4. Pendaki ketinggian tinggi harus menggunakan topi dengan penutup leher

dan kacamata hitam dengan penutup hidung.

5. Gunakan kain yang terbuat dari bahan cotton. Hindari menggunakan bahan

tenun longgar karena dapat memungkinkan terjadinya penetrasi sinar

matahari.

2. Problems with Heat and Cold

Problems with Heat

Heat Stroke adalah suatu kondisi serius yang disebabkan kegagalan

termostat alami tubuh yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk

mendinginkan diri ke bawah dengan cara normal. Biasanya terjadi sebagai

akibat dari paparan lingkungan sangat panas. Onset bisa tiba-tiba, sehingga

tidak sadar dalam hitungan menit. Bantuan medis harus dicari segera

mungkin (Pharm, 2002)

Tanda-tanda utama dari stroke panas adalah:

- Sakit kepala, pusing, kebingungan & kegelisahan

- Panas, memerah, kulit kering karena kegagalan mekanisme berkeringat

- Denyut nadi meningkat

- Suhu tubuh di atas 40C

- Level respon mengalami kemunduran

Ketika terjadi heat stroke prioritas utama adalah untuk mendinginkan

pasien secepat mungkin tetapi jangan pernah dengan menggunakan es atau air

yang sangat dingin karena dapat mengakibatkan termal shock yang dapat

menyebabkan kematian (Pharm, 2002).

Pindahkan pasien dari sumber panas dan dikompres dengan air biasa,

basah dan menjaga mereka tetap berventilasi baik. Pastikan kain kompresan

tetap basah. Pantau secara ketat untuk tanda-tanda gagal napas-jantung dan

bersiaplah untuk resusitasi jika diperlukan. Bila suhu turun di bawah 38C

kompres dapat dihentikan tetapi jika suhu mereka mulai bangkit kembali,

lakukan pengkompresan ulang dan terus seperti sebelumnya (Pharm, 2002).

29

Page 30: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

Problems with Cold

1. Hipotermia

Hipotermia dapat didefinisikan, secara umum, memiliki suhu inti

tubuh di bawah 95 ° F (35 ° C). Ketika orang dihadapkan dengan

lingkungan di mana mereka tidak dapat tetap hangat, mereka pertama

merasa dingin, kemudian mulai menggigil, dan akhirnya berhenti

menggigil sebagai cadangan metabolisme mereka telah habis. Pada saat

itu, suhu tubuh terus menurun, tergantung pada suhu lingkungan. Sebagai

suhu inti turun, neurologis fungsi menurun sampai hampir semua orang

hipotermia dengan suhu inti 86 ° F (30 ° C) atau lebih rendah koma. Inti

catatan suhu tubuh rendah pada orang dewasa yang selamat adalah 56 ° F

(13 ° C). Wisatawan menuju ke iklim dingin harus didorong untuk

mengajukan pertanyaan dan pakaian penelitian yang sesuai dan peralatan

(Backer, 2012).

Wisatawan yang akan aterlibat dalam kegiatan rekreasi atau

bekerja di sekitar air dingin akan menghadapi semacam resiko yang

berbeda. Hipotermia dapat membuat seseorang tidak dapat berenang atau

tetap mengambang dalam waktu 30-60 menit. Dalam kasus ini, perangkat

flotasi pribadi sangat penting seperti pengetahuan tentang penyelamatan

diri dan meluruskan perahu yang terbalik (Backer, 2012).

Kondisi medis lain yang terkait dengan dingin mempengaruhi

terutama kulit dan ekstremitas. Ini dapat dibagi menjadi nonfreezing luka

dingin dan cedera pembekuan (radang dingin) (Backer, 2012).

2. Nonfreezing Cedera Dingin

Luka-luka dingin nonfreezing adalah parit kaki, pernio (kaligata),

dan urtikaria dingin. Palung kaki (kaki perendaman) disebabkan oleh

perendaman berkepanjangan kaki dalam air dingin (32 ° F-59 ° F, 0 ° C-15

° C ). Kerusakan itu terutama untuk saraf dan pembuluh darah, dan

hasilnya adalah rasa sakit yang diperparah oleh panas dan posisi

tergantung dari dahan. Kasus yang berat dapat mengambil bulan untuk

30

Page 31: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

menyelesaikan. Berbeda dengan pengobatan untuk radang dingin, kaki

perendaman tidak boleh cepat hangat, yang dapat membuat kerusakan jauh

lebih buruk (Backer, 2012).

Pernio adalah lokal, lesi inflamasi yang terjadi terutama pada

tangan orang yang rentan. Mereka dapat terjadi dengan paparan cuaca

hanya cukup dingin. Para kebiruan merah lesi yang diduga disebabkan

oleh vasokonstriksi yang lama, dingin-induksi. Seperti kejang kaki,

penghangatan cepat harus dihindari, karena membuat rasa sakit lebih

buruk. Nifedipin dapat menjadi pengobatan yang efektif (Backer, 2012).

Urtikaria dingin melibatkan pembentukan bercak lokal atau

umum dan gatal-gatal setelah terpapar dingin. Ini bukan temperatur

absolut yang menginduksi bentuk urtikaria tetapi laju perubahan suhu di

kulit (Backer, 2012).

3. Pembekuan Dingin Cedera

Kategori radang dingin

Radang dingin adalah istilah yang digunakan untuk

menggambarkan kerusakan jaringan dari pembekuan langsung pada

kulit. Peralatan modern dan pakaian mengalami penurunan risiko radang

dingin yang dihasilkan dari wisata petualangan, dan radang dingin terjadi

terutama selama kecelakaan, cuaca yang tak terduga parah, atau sebagai

akibat dari perencanaan yang buruk (Backer, 2012).

Setelah cedera radang dingin telah terjadi, sedikit yang bisa

dilakukan untuk membalikkan perubahan. Oleh karena itu, dengan hati-

hati untuk mencegah radang dingin sangat penting. Radang dingin

biasanya dinilai seperti luka bakar. Tingkat pertama melibatkan memerah

radang dingin pada kulit tanpa kerusakan lebih dalam. Prognosis untuk

penyembuhan total hampir 100%. Tingkat dua radang dingin melibatkan

pembentukan melepuh. Lepuh berisi cairan yang jelas memiliki prognosis

yang lebih baik daripada darah-biruan lecet. Tingkat tiga radang dingin

mewakili penuh ketebalan luka pada kulit, dan mungkin jaringan di

bawahnya. Tidak ada bentuk melepuh, kulit gelap dari waktu ke waktu dan

31

Page 32: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

dapat berubah menjadi hitam, dan jika jaringan sudah benar-benar

devascularized, amputasi akan diperlukan (Backer, 2012).

Manajemen radang dingin

Kulit frostbite adalah mati rasa dan muncul keputihan atau

lilin. Metode yang berlaku umum untuk mengobati digit beku atau anggota

tubuh adalah melalui rewarming cepat dalam air dipanaskan sampai 104 °

F-108 ° F (40 ° C-42 ° C). Daerah beku harus benar-benar tenggelam

dalam air hangat. Termometer A dibutuhkan untuk menjaga air pada suhu

yang benar. Rewarming dapat dikaitkan dengan nyeri parah, dan analgesik

dapat diberikan jika diperlukan. Setelah daerah ini hangat, harus dijaga

terhadap pembekuan lagi. Hal ini dianggap lebih baik untuk menjaga digit

beku sedikit lebih lama, dan cepat hangat mereka, daripada membiarkan

mereka mencair perlahan-lahan atau mencair dan membekukan

ulang. Sebuah siklus freeze-thaw refreeze-sangat buruk untuk jaringan dan

menyebabkan lebih langsung dengan kebutuhan untuk amputasi (Backer,

2012).

Setelah daerah ini hangat, dapat diperiksa. Jika lepuh yang hadir,

perhatikan apakah mereka memperpanjang ke akhir angka. Lecet

proksimal biasanya berarti bahwa jaringan distal melepuh telah menderita

penuh ketebalan kerusakan. Pengobatan terdiri dari menghindari trauma

mekanis lebih lanjut ke daerah tersebut dan mencegah infeksi.Perawatan

lapangan yang wajar terdiri dari mencuci daerah secara menyeluruh

dengan disinfektan seperti povidone-iodine, menempatkan kain antara jari

kaki atau jari untuk mencegah maserasi, menggunakan fluffs (spons kasa

diperluas) untuk padding, dan menutupi dengan perban kasa rol. Ini aman

dan dapat dibiarkan selama sampai 3 hari pada suatu waktu. Dengan

meninggalkan pembalutnya lebih lama, pelancong dapat melestarikan apa

mungkin persediaan terbatas perban. Antibiotik profilaksis tidak

diperlukan dalam kebanyakan situasi (Backer, 2012).

Setelah pasien telah mencapai lingkungan medis definitif, tidak

boleh ada terburu-buru untuk melakukan operasi. Waktu biasanya dari

32

Page 33: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

cedera untuk operasi adalah 4-5 minggu.Pada saat itu jaringan mati telah

mulai memisahkan dari jaringan layak, dan ahli bedah dapat

merencanakan operasi yang dapat memaksimalkan digit yang tersisa

(Backer, 2012).

3. Injuries and Safety

Tabel 2. Direkomendasikan strategi untuk mengurangi cedera saat bepergian secara internasional (Sleet, 2012).

MEKANISME ATAU JENIS

CEDERA

PENCEGAHAN STRATEGI

Jalan Lalu Lintas Gangguan

Sabuk pengaman dan

kursi keselamatan

anak

Selalu gunakan sabuk pengaman dan kursi keselamatan

anak. Sewa kendaraan dengan sabuk pengaman, bila mungkin,

naik di taksi dengan sabuk pengaman dan duduk di kursi

belakang; membawa kursi keselamatan anak dan kursi booster

dari rumah untuk anak-anak untuk naik benar terkendali.

Mengemudi bahaya Bila mungkin, hindari berkendara di negara berpenghasilan

rendah di malam hari, selalu memperhatikan sisi yang benar dari

jalan ketika mengemudi di negara-negara yang mendorong di

sebelah kiri.

Khusus negara

mengemudi bahaya

Periksa Asosiasi untuk website Perjalanan Jalan Internasional

untuk mengemudi bahaya atau risiko dengan negara

( www.asirt.org  ).

33

Page 34: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

MEKANISME ATAU JENIS

CEDERA

PENCEGAHAN STRATEGI

Sepeda Motor, sepeda

motor, dan sepeda

Selalu memakai helm (membawa helm dari rumah, jika

diperlukan). Bila mungkin, hindari mengemudi atau

mengendarai sepeda motor atau sepeda motor, terutama taksi

sepeda motor. Bepergian ke luar negeri adalah waktu yang buruk

untuk belajar mengendarai sepeda motor.

Alkohol-gangguan

mengemudi

Alkohol meningkatkan risiko semua penyebab cedera. Jangan

mengemudi, berenang, atau pilot perahu setelah minum, dan

menghindari naik dengan seseorang yang telah minum.

Telepon seluler Jangan menggunakan telepon seluler atau teks saat

mengemudi. Sampai saat ini, setidaknya 32 negara telah

membuat hukum yang melarang penggunaan telepon seluler saat

mengemudi, dan Portugal telah menggunakan segala jenis

telepon, termasuk hands-free, ilegal saat mengemudi.

Taksi atau driver

disewa

Naik hanya dalam taksi ditandai dan mencoba naik pada mereka

yang memiliki sabuk pengaman. Hire driver akrab dengan

daerah tersebut.

Bus perjalanan Hindari mengendarai penuh sesak, bus kelebihan berat badan,

atau top-berat atau minivan.

Pejalan kaki Jadilah waspada saat melintasi jalan-jalan, terutama di negara di

mana pengendara mengemudi di sisi kiri jalan. Berjalanlah

dengan teman atau seseorang dari negara tuan rumah.

Lain Tips

Pesawat perjalanan Hindari penggunaan lokal, pesawat terjadwal. Jika

memungkinkan, terbang di pesawat yang lebih besar (lebih dari

34

Page 35: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

MEKANISME ATAU JENIS

CEDERA

PENCEGAHAN STRATEGI

30 kursi), dalam cuaca baik, dan selama siang hari.

Tenggelam Hindari berenang sendiri atau di perairan asing. Kenakan jaket

sambil berperahu atau selama kegiatan rekreasi air.

Kekerasan

Khusus negara Departemen Luar Negeri memberikan informasi berguna bagi

keselamatan wisatawan internasional. Bacalah lembar informasi

konsuler, peringatan perjalanan, dan pengumuman publik untuk

negara tertentu risiko keamanan pribadi dan tips keselamatan

( www.travel.state.gov  ).

Penyerangan Ketika di negara berpenghasilan rendah atau tinggi-kemiskinan

daerah, menghindari perjalanan pada malam hari di lingkungan

yang asing. Gunakan alkohol, dan tidak melakukan perjalanan

sendirian. Jika dihadapkan, memberikan semua barang berharga,

dan tidak melawan penyerang.

4. Animal-Associated Hazards

a. Ular

Ular berbisa adalah bahaya di banyak lokasi, meskipun kematian akibat

gigitan ular jarang terjadi. Gigitan ular biasanya terjadi di daerah di mana

populasi manusia hidup berdampingan dengan padat populasi ular padat,

seperti Asia Tenggara, sub-Sahara Afrika, dan daerah tropis di benua Amerika

(Marano, 2012).

35

Page 36: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

Pencegahan

Akal sehat adalah tindakan pencegahan terbaik. Kebanyakan gigitan ular

adalah hasil langsung dari mengejutkan, penanganan, atau ular

melecehkan. Oleh karena itu, semua ular sebaiknya ditinggalkan

saja. Wisatawan harus menyadari lingkungan mereka, terutama pada malam

hari dan selama cuaca hangat ketika ular cenderung lebih aktif. Untuk tindakan

pencegahan ekstra, ketika praktis, wisatawan harus mengenakan berat, ankle

boots tinggi atau lebih tinggi dan celana panjang ketika berjalan di luar rumah

di daerah mungkin dihuni oleh ular berbisa (Marano, 2012).

b. Arthropoda dan Serangga

Gigitan dan sengatan dari laba-laba dan kalajengking dapat menyakitkan

dan dapat menyebabkan penyakit dan kematian, terutama pada bayi dan anak-

anak. Serangga lainnya dan arthropoda, seperti nyamuk dan kutu, dapat

menularkan penyakit menular. Gigitan dan sengatan dapat terjadi tanpa

kesadaran perjalanan dari gigitan, terutama ketika berkemah atau tinggal di

akomodasi pedesaan (Marano, 2012).

Telah ada kebangkitan baru dalam infestasi bug tempat tidur seluruh

dunia, terutama di negara maju, diduga terkait dengan peningkatan perjalanan

internasional dan resistensi insektisida. Bed bug infestasi telah semakin

dilaporkan dalam hotel. Bed bugs mungkin diangkut dalam bagasi dan pakaian

(Marano, 2012).

Pencegahan

Gigitan serangga dapat dihindari dengan menggunakan penolak dan

insektisida, mengenakan baju lengan panjang dan celana saat hiking pakaian,

tidur di bawah kelambu, dan gemetar dan sepatu sebelum menempatkan

mereka pada. Paparan tidur bug dapat dihindari dengan memeriksa tempat dari

hotel atau lokasi lainnya tidur asing untuk tempat tidur di kasur, mata air

kotak, tempat tidur, dan furnitur. Jauhkan koper tertutup ketika mereka tidak

digunakan dan mencoba untuk menjaga mereka dari lantai ketika bepergian

(Marano, 2012).

36

Page 37: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

c. Hewan Laut

Luka berbisa dari ikan laut dan invertebrata meningkat dengan popularitas

surfing, scuba diving, dan snorkling. Spesies yang paling bertanggung jawab

untuk cedera manusia hidup di perairan pantai tropis, termasuk ikan pari,

ubur-ubur laut, stonefish, bulu babi, dan scorpionfish (Marano, 2012).

Pencegahan

Wisatawan harus disarankan untuk menggunakan sepatu pelindung dan

memelihara kewaspadaan saat melakukan kegiatan rekreasi air. Dalam kasus

cedera, mengidentifikasi spesies yang terlibat dapat membantu menentukan

perawatan terbaik (Marano, 2012).

5. Scuba Diving

Gangguan yang terjadi selama scuba diving antara lain (Nord, 2012):

a. Barotrauma

Telinga dan sinus

Telinga barotrauma adalah cedera yang paling umum pada penyelam. Pada

keturunan, gagal untuk menyamakan perubahan tekanan dalam ruang

telinga tengah menciptakan gradien tekanan di gendang telinga. Perubahan

tekanan harus dikontrol melalui teknik pemerataan yang tepat untuk

menghindari perdarahan atau akumulasi cairan di telinga tengah, dan

peregangan atau pecah gendang telinga dan selaput yang menutupi jendela

dari telinga bagian dalam. Gejala barotrauma adalah sebagai berikut:

- Sakit

- tinnitus (telinga berdenging)

- vertigo (pusing atau sensasi berputar)

- sensasi kenyang

- efusi (cairan akumulasi dalam telinga)

- penurunan pendengaran

37

Page 38: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

Sinus paranasal, karena lorong-lorong yang relatif sempit yang

menghubungkan mereka, sangat rentan terhadap barotrauma, umumnya

pada keturunan. Dengan perubahan kecil dalam tekanan (kedalaman), gejala

ini biasanya ringan dan subakut tetapi dapat diperburuk dengan menyelam

lanjutan. Perubahan tekanan yang lebih besar, terutama dengan upaya kuat

pada equilibrium (Valsava manuver), bisa lebih merugikan. Faktor risiko

tambahan untuk telinga dan sinus barotrauma meliputi:

- penutup telinga

- obat

- telinga atau bedah sinus

- hidung cacat

- penyakit

Seorang penyelam yang mungkin telah menderita telinga atau sinus

barotrauma harus menghentikan menyelam dan mencari perhatian medis.

Paru

Seorang penyelam scuba harus mengurangi risiko masalah kelebihan

tekanan paru-paru dengan bernapas normal dan naik perlahan saat bernapas

gas terkompresi. Over inflation dari paru-paru bisa terjadi jika seorang

penyelam scuba naik ke permukaan tanpa menghembuskan napas, yang

mungkin terjadi, misalnya, ketika seorang pemula penyelam panik. Selama

pendakian, gas terkompresi terperangkap di paru-paru meningkat dalam

volume sampai ekspansi melebihi batas elastis dari jaringan paru-paru,

menyebabkan kerusakan dan memungkinkan gelembung gas untuk

melarikan diri ke 1 atau lebih dari 3 lokasi yang mungkin:

- Gas yang memasuki rongga pleura dapat menyebabkan kolaps paru

atau pneumotoraks.

- Gas memasuki ruang di sekitar jantung, trakea, dan kerongkongan

(mediastinum) menyebabkan emfisema mediastinum dan sering

trek di bawah kulit (subkutan emphysema) atau ke jaringan di

sekitar laring, kadang mempercepat perubahan karakteristik suara.

38

Page 39: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

- Gas pecah dinding alveolar dapat memasuki kapiler paru dan lulus

melalui vena paru ke sisi kiri jantung, di mana ia didistribusikan

menurut aliran darah relatif, yang mengakibatkan arterial gas

emboli (AGE).

Sementara mediastinum atau subkutan emphysema biasanya sembuh

secara spontan, pneumotoraks umumnya membutuhkan pengobatan

khusus untuk menghilangkan udara dan reinflate paru-paru. AGE adalah

keadaan darurat medis, membutuhkan intervensi yang tepat, yang

mencakup perawatan recompression dengan oksigen hiperbarik.

Cedera overinflation paru dari scuba diving dapat berkisar dari yang

dramatis dan kehidupan mengancam untuk gejala ringan dari nyeri dada

dan dispnea. Meskipun barotrauma paru relatif jarang di penyelam,

evaluasi medis yang segera diperlukan, dan bukti untuk kondisi ini harus

selalu dipertimbangkan dengan adanya gejala pernapasan atau neurologis

setelah menyelam.

b. Penyakit dekompresi

Dekompresi penyakit adalah istilah inklusif yang menggambarkan luka

dysbaric dan penyakit dekompresi. Karena 2 penyakit dianggap sebagai

akibat dari penyebab yang berbeda, mereka dijelaskan di sini secara

terpisah. Namun, dari sudut pandang klinis dan praktis, membedakan

antara mereka di lapangan mungkin mustahil dan tidak perlu, karena

pengobatan awal adalah sama untuk keduanya. Penyakit dekompresi dapat

terjadi bahkan pada penyelam yang telah hati-hati mengikuti tabel

dekompresi standar dan prinsip-prinsip menyelam yang aman. Cedera

permanen yang serius dapat berakibat baik dari AGE atau DCS.

Arteri Gas Embolism

Gas memasuki darah melalui pembuluh arteri paru pecah dapat

mendistribusikan gelembung ke dalam jaringan tubuh, termasuk jantung

dan otak, dimana mereka mengganggu sirkulasi. AGE dapat menyebabkan

39

Page 40: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

gejala neurologis minimal, gejala dramatis yang membutuhkan perhatian

segera, atau kematian. Tanda-tanda umum dan gejala sebagai berikut:

- mati rasa

- kelemahan

- kesemutan

- pusing

- penglihatan kabur

- nyeri dada

- kepribadian perubahan

- kelumpuhan atau kejang

- kehilangan kesadaran

Secara umum, setiap penyelam scuba yang permukaan tidak sadar atau

kehilangan kesadaran dalam waktu 10 menit setelah muncul ke permukaan

harus diasumsikan memiliki AGE. Intervensi dengan dukungan hidup

dasar ditunjukkan, termasuk pemberian oksigen 100%, diikuti oleh

evakuasi cepat ke fasilitas pengobatan oksigen hiperbarik.

Penyakit dekompresi

Menghirup udara di bawah tekanan menyebabkan kelebihan gas inert

(biasanya nitrogen) untuk larut dalam jaringan tubuh. Jumlah terlarut

sebanding dan meningkat dengan kedalaman dan waktu. Sebagai

penyelam naik ke permukaan, gas terlarut kelebihan harus dibersihkan

melalui respirasi melalui aliran darah. Tergantung pada jumlah terlarut dan

tingkat pendakian, gas beberapa dapat supersaturate jaringan, di mana ia

memisahkan dari solusi untuk bentuk gelembung, mengganggu aliran

darah dan oksigenasi jaringan dan menyebabkan tanda-tanda berikut dan

gejala DCS:

- sendi sakit atau nyeri

- mati rasa atau kesemutan

- bintik atau marbling kulit

- batuk kejang atau sesak napas

- gatal

40

Page 41: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

- tidak biasa kelelahan

- pusing

- kelemahan

- perubahan kepribadian

- hilangnya fungsi usus atau kandung kemih

- mengejutkan, kehilangan koordinasi, atau tremor

- kelumpuhan

- runtuh atau tidak sadarkan diri

Pencegahan Gangguan Diving

Penyelam rekreasi harus menyelam konservatif dan baik dalam no-

dekompresi batas tabel menyelam atau komputer. Faktor risiko untuk DCI

terutama menyelam kedalaman, waktu penyelaman, dan tingkat

pendakian. Faktor tambahan seperti penyelaman berulang, olahraga berat,

menyelam sampai kedalaman lebih dari 60 kaki (18,3 m), paparan

ketinggian segera setelah menyelam, dan variabel fisiologis tertentu juga

meningkatkan risiko. Penyelam harus berhati-hati untuk tetap terhidrasi

dan beristirahat dan menyelam dalam batas-batas dari pelatihan

mereka. Menyelam adalah keterampilan yang membutuhkan pelatihan dan

sertifikasi dan harus dilakukan dengan pendamping (Nord, 2012).

Pengobatan Gangguan Diving

Pengobatan definitif DCI dimulai dengan pengenalan awal gejala,

diikuti oleh recompression dengan oksigen hiperbarik. Sebuah konsentrasi

tinggi (100%) dari oksigen tambahan dianjurkan. Permukaan-tingkat

oksigen diberikan untuk pertolongan pertama bisa menghilangkan tanda-

tanda dan gejala penyakit dekompresi dan harus diberikan sesegera

mungkin. Penyelam sering dehidrasi, baik karena penyebab insidental,

perendaman, atau DCI sendiri, yang dapat menyebabkan kebocoran

kapiler. Administrasi isotonik glukosa bebas cairan intravena

direkomendasikan dalam banyak kasus. Cairan rehidrasi oral juga

mungkin membantu, asalkan mereka dapat dengan aman diberikan

(misalnya, jika penyelam sadar). Pengobatan definitif DCI adalah

41

Page 42: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

recompression dan administrasi oksigen dalam ruang hiperbarik (Nord,

2012).

6. Deep Vein Thrombosis (DVT)

Tromboemboli vena (VTE) terdiri dari 2 kondisi terkait: 1) trombosis vena

dalam (DVT) dan 2) pulmonary embolism (PE). DVT terjadi ketika pembuluh

darah yang sebagian atau seluruhnya diblokir oleh gumpalan darah, paling sering

di kaki. Bekuan bisa pecah dan perjalanan ke pembuluh di paru-paru,

menyebabkan mengancam jiwa PE (Barbeau, 2012).

VTE berhubungan dengan perjalanan udara pertama kali dijelaskan pada

awal 1950-an.Penelitian sebelumnya telah menunjukkan 2 - untuk 4-kali lipat

peningkatan risiko VTE setelah perjalanan udara. Pada tahun 2001, Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO) mengatur Penelitian WHO ke Bahaya Global Perjalanan

(WRIGHT) Project, sebuah studi penelitian besar kolaboratif untuk

mengkonfirmasi hubungan antara VTE dan perjalanan udara. Hasil dari tahap I

dari Proyek WRIGHT diterbitkan pada bulan Juni 2007 dan dibahas di bawah

ini. Beberapa epidemiologi dan studi patofisiologis dilakukan selama tahap I

untuk menentukan besarnya risiko VTE karena perjalanan udara, efek dari faktor-

faktor lain pada asosiasi, dan mekanisme yang perjalanan udara menyebabkan

VTE. Studi ke efek pencegahan terhadap risiko VTE selama perjalanan

ditangguhkan untuk tahap II dari proyek (Barbeau, 2012).

Risiko Untuk Travelers

Beberapa faktor telah dikaitkan dengan peningkatan risiko terkena VTE.

Efek gabungan telah diamati antara faktor-faktor risiko yang dibuat dan berbagai

bentuk perjalanan.Sebuah berdasarkan populasi studi kasus-kontrol orang dewasa

menerima perawatan VTE pertama mereka (dilakukan sebagai bagian dari Proyek

WRIGHT) menemukan bahwa perjalanan jarak jauh lebih lama dari 4 jam

meningkatkan risiko VTE 2 kali lipat dibandingkan dengan tidak

42

Page 43: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

bepergian. Efeknya terbesar di minggu pertama setelah perjalanan tetapi tetap

meningkat selama 2 bulan (Barbeau, 2012).

Perjalanan dengan udara meningkatkan risiko pada tingkat yang sama

seperti perjalanan dengan bus, kereta api, atau mobil, menunjukkan bahwa

peningkatan risiko dari perjalanan udara terutama disebabkan perpanjangan

imobilitas. Efek sinergis yang dicatat dengan faktor V Leiden mutasi, wanita yang

menggunakan kontrasepsi oral, indeks massa tubuh (BMI) lebih dari 30 kg /

m 2, dan tinggi lebih dari 1,9 m (sekitar 6 ft 3 in). Beberapa dari efek ini adalah

terbesar setelah perjalanan udara dibandingkan dengan bentuk-bentuk

perjalanan. Selanjutnya, orang yang lebih pendek dari 1,6 m (sekitar 5 kaki, 3 in)

memiliki peningkatan risiko VTE setelah perjalanan udara

berkepanjangan. Temuan ini menunjukkan bahwa faktor-faktor tambahan yang

terkait dengan perjalanan udara mungkin terlibat dalam peningkatan risiko untuk

VTE. Faktor risiko terkena VTE meliputi (Barbeau, 2012):

- Terbaru utama operasi 

- Paralisis cedera tulang belakang

- Beberapa trauma

- Keganasan

- Congestive Heart Failure

- Terapi penggantian hormon, kontrasepsi oral

- Sebelumnya tromboemboli vena

- Kondisi hypercoagulable turunan

- Kondisi acquired hypercoagulable

- Kehamilan

- Usia > 40 tahun

- Kegemukan

- Imobilitas

- Laki-laki

Pencegahan Tindakan Untuk Travelers

Meskipun hasilnya tidak tersedia untuk tahap II dari Proyek WRIGHT,

beberapa percobaan terkontrol acak telah dilakukan untuk menilai efek dari

43

Page 44: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

tindakan profilaksis terhadap risiko VTE setelah perjalanan udara. Semua studi

meneliti risiko DVT tanpa gejala pada wisatawan membuat penerbangan ≥ 7

jam. Semua wisatawan didorong untuk melakukan latihan teratur dan minum

minuman alkohol selama penerbangan. DVT didiagnosa dengan ultrasound vena

dari 90 menit sampai 48 jam setelah penerbangan. Intervensi yang diteliti

termasuk stoking kompresi, aspirin, Heparin Molekular berat badan, dan berbagai

ekstrak alami dengan sifat antikoagulan. Kompresi stoking (10-20 mmHg dan 20-

30 mmHg) telah terbukti secara signifikan mengurangi risiko DVT tanpa gejala,

namun 4 wisatawan mengenakan stoking kompresi dalam sebuah studi

mengembangkan tromboflebitis superfisial. DVT bergejala dan PE tidak diamati

dalam salah satu wisatawan yang terdaftar dalam studi (Barbeau, 2012).

Studi LONFLIT3 adalah uji coba secara acak dilakukan untuk

membandingkan efek dari aspirin dan heparin rendah molekul-berat (enoxaparin)

versus tidak ada perawatan dalam pencegahan VTE pada 300 pasien berisiko

tinggi (seperti DVT sebelumnya, gangguan koagulasi, obesitas berat ,

keterbatasan mobilitas karena masalah tulang atau sendi, penyakit neoplastik

dalam 2 tahun sebelumnya, atau varises besar). Aspirin (400 mg sehari selama 3

hari, dimulai 12 jam sebelum perjalanan udara) tidak mengurangi frekuensi DVT

dibandingkan dengan kontrol (4,8% pada orang bukan pada profilaksis; 3,6%

pada orang yang memakai aspirin). Tidak ada DVT dan satu trombosis dangkal

diidentifikasi pada orang yang menggunakan enoxaparin profilaksis (1 dosis pada

1.000 IU per 10 kg berat badan disuntikkan 2-4 jam sebelum

penerbangan).Meskipun hasil ini mendorong untuk penggunaan rendah dengan

berat molekul heparin untuk mencegah VTE pada pasien berisiko tinggi, ukuran

studi dan jumlah pasien dengan DVT kecil.Belum ada data yang meyakinkan

menunjukkan bahwa intervensi farmakologis mengurangi risiko VTE yang

signifikan dalam risiko rendah wisatawan (Barbeau, 2012).

American College of Chest Physicians (ACCP) menerbitkan edisi

kedelapan antitrombotik dan Terapi trombolitik Bukti Berbasis Pedoman Praktek

Klinis dalam suplemen 2008 Juni ke DADA jurnal. Rekomendasi untuk perjalanan

jarak jauh terkait VTE adalah sebagai berikut (Barbeau, 2012) :

44

Page 45: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

Untuk wisatawan yang mengambil penerbangan> 8 jam, langkah-langkah

umum berikut ini dianjurkan: menghindari pakaian konstriktif sekitar

ekstremitas bawah atau pinggang, pemeliharaan hidrasi yang cukup, dan

kontraksi otot betis sering (ACCP kelas 1C: rekomendasi yang kuat,

berkualitas rendah bukti ).

Untuk jarak jauh wisatawan dengan faktor risiko tambahan untuk VTE,

langkah-langkah umum yang tercantum di atas direkomendasikan. Jika

tromboprofilaksis aktif dipertimbangkan karena risiko tinggi dirasakan

VTE, penggunaan benar dipasang, di bawah lutut lulus stoking kompresi,

menyediakan 15-30 mm Hg tekanan di pergelangan kaki (ACCP kelas 2C:

rekomendasi sederhana, rendah kualitas bukti ) atau dosis profilaksis

tunggal rendah berat molekul heparin, disuntikkan sebelum keberangkatan

(ACCP kelas 2C: rekomendasi sederhana, rendah kualitas bukti) yang

disarankan.

Untuk jarak jauh wisatawan, penggunaan aspirin untuk mencegah VTE

tidak dianjurkan (ACCP kelas 1B: rekomendasi kuat, sedang berkualitas

bukti).

2.6. Konsultasi Pasca Perjalanan

Pelayanan kedokteran wisata atau travel medicine yang ideal merupakan

suatu kesinambungan sejak sebelum berangkat sampai setelah pulang dari

perjalanan. Sebanyak 1-5% orang yang bepergian dari negara-negara maju ke

negara berkembang dilaporkan mengalami penyakit yang cukup serius selama

perjalanan; 0,01-0,1% orang membutuhkan evakuasi medik, dan 1 dari antara

100.000 orang telah meninggal. Orang-orang yang mengalami sakit berat

umumnya mereka yang mengunjungi kenalan atau sanak saudara dan tinggal di

rumah mereka sehingga risiko terpapar patogen lebih besar daripada turis biasa.

Pelayanan konsultasi pasca-perjalanan membutuhkan lebih banyak keahlian dan

sumber daya (dokter spesialis, laboratorium dan penunjang diagnostik lainnya).

Hal ini dapat disiasati dengan membangun kerja sama antara beberapa provider

45

Page 46: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

kesehatan, misalnya rumah sakit, laboratorium 24 jam, dan lain sebagainya

(Pakasi, 2006).

46

Page 47: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

BAB 3

KESIMPULAN

Dokter umum atau dokter keluarga berada pada posisi yang unik untuk

mengenali adanya faktor-faktor pengganggu pada riwayat medik seorang traveller

yang mungkin perlu diantisipasi sebelum bepergian. Namun yang terpenting,

dokter harus sadar bahwa perjalanan yang sehat tidak semata-mata memberikan

imunisasi dan obat, tetapi juga edukasi klien yang merupakan elemen terpenting

proteksi diri. Sebagian dari konsultasi harus didedikasikan untuk edukasi atau

menunjukkan sumber-sumber informasi kepada traveller, seperti brosur-brosur,

buku-buku, pelayanan telepon dan komputer, dan bahan edukasi lainnya. Untuk

mengetahui lebih lanjut tentang cara-cara menyelenggarakan travel clinic, seorang

tenaga kesehatan dapat memperolehnya secara formal dengan mengikuti

pendidikan pascasarjana. Setelah itu, ia dapat mengikuti sertifikasi internasional

yang diselenggarakan oleh ISTM setiap dua tahun sekali (berikutnya tahun 2007).

Informasi tentang pendidikan lanjutan dan sertifikasi dapat dilihat di website

ISTM (http://www.istm.org). Namun pendidikan di negara-negara maju tersebut

didasarkan pada kebutuhan mereka sendiri dan belum tentu relevan dengan

kebutuhan di Indonesia. Oleh karena itu, tenaga kesehatan di Indonesia sangat

dianjurkan mengikuti simposium atau kursus-kursus yang diselenggarakan oleh

Perhimpunan Kesehatan Wisata Indonesia (PKWI).

Wisata bersama anak akan memberikan kenangan tersendiri, namun perlu

persiapan yang memadai sesuai dengan tingkat perkembangan anak, baik sebelum

bepergian maupun setelah sampai di tempat tujuan. Persiapan 4-6 minggu

sebelum berangkat diperlukan terutama untuk melengkapi vaksinasi dan

mempersiapkan kondisi anak termasuk obat-obatan yang diminum rutin pada anak

yang menderita penyakit kronis atau obat-obatan emergensi.

47

Page 48: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

Informasi yang aktual dan akurat sangat penting dalam kedokteran wisata

sehingga rekomendasi yang diberikan bukan didasarkan pada opini tetapi

evidence-based. Nasihat perjalanan diberikan dalam bentuk konsultasi dan

edukasi mengenai risiko kesehatan yang mungkin dapat dialami klien selama

bepergian, baik sewaktu di perjalanan maupun setelah tiba di tempat tujuan.

Pengetahuan yang penting dikuasai oleh tenaga kesehatan sehubungan dengan hal

ini antara lain medical geography, distribusi dan epidemiologi penyakit infeksi,

serta kondisi-kondisi tertentu dalam perjalanan, misalnya problem ketinggian

(high altitude), jet lag, mabuk perjalanan, temperatur tinggi dan sebagainya.

Risiko khusus, seperti bencana alam, terorisme dan konflik senjata juga perlu

diperhatikan mengingat akhir-akhir ini banyak insiden terjadi di daerah wisata

dengan turis asing sebagai korban (runtuhnya gedung World Trade Center di New

York, tsunami di Pattaya, bom Bali I-II, dan lain-lain). Topik edukasi yang dapat

diberikan dalam konsultasi pra-perjalanan antara lain adalah: pencegahan penyakit

(diare, malaria, penyakit menular seksual, dll.), penyakit karena kondisi

lingkungan (panas, dingin, ketinggian), jet lag dan mabuk perjalanan, travel

medical kits, dan sebagainya.

Pelayanan kedokteran wisata atau trave medicine yang ideal merupakan

suatu kesinambungan sejak sebelum berangkat sampai setelah pulang dari

perjalanan. Sebanyak 1-5% orang yang bepergian dari negara-negara maju ke

negara berkembang dilaporkan mengalami penyakit yang cukup serius selama

perjalanan; 0,01-0,1% orang membutuhkan evakuasi medik, dan 1 dari antara

100.000 orang telah meninggal. Orang-orang yang mengalami sakit berat

umumnya mereka yang mengunjungi kenalan atau sanak saudara dan tinggal di

rumah mereka sehingga risiko terpapar patogen lebih besar daripada turis biasa.

Pelayanan konsultasi pasca-perjalanan membutuhkan lebih banyak keahlian dan

sumber daya (dokter spesialis, laboratorium dan penunjang diagnostik lainnya).

Hal ini dapat disiasati dengan membangun kerja sama antara beberapa provider

kesehatan, misalnya rumah sakit, laboratorium 24 jam, dan lain sebagainya.

48

Page 49: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

DAFTAR PUSTAKA

1. Pakasi, Levina S. 2006. Pelayanan Kedokteran Wisata: Suatu Peluang.

Available from:

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_152_Kesehatanwisatarev.pdf

[Accessed on 28 Februari 2012]

2. Suharto. 2002. Segi Praktis Travel Medicine dan Penyakit Infeksi yang

Sering Dijumpai pada Traveler Edisi1. Surabaya: Airlangga University

Press.

3. Pharm, Peter. 2002. The Doctor Travel. Available from:

http://www.traveldoctor.co.uk/types.htm [Accessed on 28 Februari 2012]

4. Rezeki, Sri. 2006. Kesehatan Wisata pada Anak. Available from:

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_152_Kesehatanwisatarev.pdf

[Accessed on 28 Februari 2012]

5. Acosta, Rebecca W. 2012. The Pre-Travel Cosultation. Available from:

http://wwwnc.cdc.gov/travel/yellowbook/2012/chapter-2-the-pre-travel-

consultation/the-pre-travel-consultation.htm [Accessed on 29 Februari

2012]

6. Hackett, Peter H. 2012. Altitude Illness. Available from:

http://wwwnc.cdc.gov/travel/yellowbook/2012/chapter-2-the-pre-travel-

consultation/altitude-illness.htm [Accessed on 29 Februari 2012]

7. Yanni, Emad A. 2012. Jet Lag. Available from:

http://wwwnc.cdc.gov/travel/yellowbook/2012/chapter-2-the-pre-travel-

consultation/jet-lag.htm [ Accessed on 29 Februari 2012]

8. Caroll, Dale. 2012. Motion Sickness. Available from:

http://wwwnc.cdc.gov/travel/yellowbook/2012/chapter-2-the-pre-travel-

consultation/motion-sickness.htm [Accessed on 29 Februari 2012]

9. Backer, Howard D. 2012. Problems with Heat and Cold. Available from:

http://wwwnc.cdc.gov/travel/yellowbook/2012/chapter-2-the-pre-travel-

49

Page 50: Penyakit Non Infeksius pada Travel Medicine

consultation/problems-with-heat-and-cold.htm [Accessed on 29 Februari

2012]

10. Sleet, David A. 2012. Injuries and Safety. Availabel from:

http://wwwnc.cdc.gov/travel/yellowbook/2012/chapter-2-the-pre-travel-

consultation/injuries-and-safety.htm [Accessed on 29 Februari 2012]

11. Marano, Nina. 2012. Animal-Associated Hazards. Available from:

http://wwwnc.cdc.gov/travel/yellowbook/2012/chapter-2-the-pre-travel-

consultation/animal-associated-hazards.htm [Accessed on 29 Februari

2012]

12. Nord, Daniel A. 2012. Scuba Diving. Available from:

http://wwwnc.cdc.gov/travel/yellowbook/2012/chapter-2-the-pre-travel-

consultation/scuba-diving.htm [Accessed on 29 Februari 2012]

13. Barbeau, Deborah N. 2012. Deep Vein Thrombosis. Available from:

http://wwwnc.cdc.gov/travel/yellowbook/2012/chapter-2-the-pre-travel-

consultation/deep-vein-thrombosis-and-pulmonary-embolism.htm

[Accessed on 29 Februari 2012]

50