Post on 24-Jan-2020
IDENTIFIKASI PROFIL AROMA DUA VARIETAS NANAS DAN HASIL SILANGANNYA MENGGUNAKAN
KROMATOGRAFI GAS-SPEKTROMETER MASSA DAN KROMATOGRAFI GAS-OLFAKTOMETRI SERTA UJI
MUTU SENSORINYA
ISAK SILAMBA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Identifikasi Profil Aroma Dua Varietas Nanas dan Hasil Silangannya Menggunakan Kromatografi Gas-Spektrometer Massa dan Kromatografi Gas-Olfaktometri Serta Uji Mutu Sensorinya adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2011
Isak Silamba NRP F251080011
Isak Silamba. F251080011. Identification of Aroma Profiles Two Pineapple Varieties and Their New Genotype Using Gas Chromatography-Mass Spectrometry and Gas Chromatography-Olfactometry and Sensory Test. Under direction of C. Hanny Wijaya and Dede Robiatul Adawiyah. 2011.
ABSTRACT
Two varieties of pineapples, Mahkota Bogor, Delika Subang and their new genotype (Pasir Kuda), were freshly extracted using liquid-liquid extraction and solid phase microextraction (SPME). The aroma compounds of the three samples were analyzed by GC-MS and GC-olfactometry using nasal impact frequency (NIF) method. A total of 14 odor-active compounds were associated with the aroma of pineapple. Methyl 2-methyl butanoate and ethyl 2-methyl butanoate with very high intensity were found to be responsible for the pineapple fruity sweet odor. Other odorants including methyl hexanoate, ethyl hexanoate, methyl octanoate, methyl 3-(methylthio) propanoate, 2,5-dimethyl-4-methoxy-3(2H)-furanone, δ-hexalactone, γ-octalactone, 2,5-dimethyl-4-hydroxy-3(2H)-furanone and δ-decalactone contribute to the overall aroma of pineapple. The main differences between the aroma of Mahkota Bogor, Pasir Kuda and Delika Subang could be attributed to the olfactory attributes (fruity, sweet, caramel, pineapple-like, coconut) which were perceived by most of the panelist in the Mahkota Bogor and Pasir Kuda but were not detected in the Delika Subang samples. This work is a prerequisite for effective selection of pineapple genotypes with optimal aroma profiles for high consumer acceptance. Keywords: Aroma, volatiles, gas chromatography-mass spectrometry, gas
chromatography-olfactometry, pineapple, solid phase microextraction
Isak Silamba. F251080011. Identifikasi Profil Aroma Dua Varietas Nanas dan Hasil Silangannya Menggunakan Kromatografi Gas-Spektrometer Massa dan Kromatografi Gas-Olfaktometri serta Uji Mutu Sensorinya
RINGKASAN
Nanas (Ananas comosus [L.] Merr.) merupakan buah tropis yang berasal dari Brazil, Bolivia dan Paraguay. Nanas juga tumbuh dibeberapa negara tropis seperti Hawaii, India, Malaysia, Filipina dan Thailand. Upaya peningkatan daya saing buah nanas telah dilakukan untuk memperoleh nanas yang unggul dan disukai konsumen. Tiga nanas unggul yang telah dikembangkan oleh Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) Institut Pertanian Bogor yakni: Delika Subang, Mahkota Bogor, dan Pasir Kuda. Pasir Kuda merupakan nanas yang dihasilkan dari hasil persilangan Delika Subang dan Mahkota Bogor.
Ketiga nanas ini memiliki prospek untuk dikembangkan sebagai komoditi ekspor. Peranan komoditas nanas pada perekonomian nasional cukup penting dan merupakan salah satu andalan ekspor. Pada tahun 2003 ekspor nanas Indonesia menduduki urutan ke-10 dunia. Namun, produksi nanas Indonesia dari tahun 1995-2000 mengalami penurunan yaitu 703.300 ton menjadi 393.299 ton. Penurunan tersebut disebabkan oleh kurangnya penyediaan bibit unggul dan teknik budidaya yang kurang tepat, sehingga menghasilkan mutu buah nanas yang rendah sehingga menyebabkan harganya jatuh.
Aroma merupakan salah satu atribut yang menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap nanas. Profil aroma nanas sangat dipengaruhi oleh komponen volatil penyusun aroma nanas. Tingginya perbedaan kandungan volatil pada buah nanas sangat dipengaruhi oleh kultivar nanas.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik profil sensori aroma nanas Mahkota Bogor, Pasir Kuda dan Delika Subang dalam kaitannya dengan kontribusi komponen volatil yang berperan sebagai komponen aroma aktif. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi para pemulia tanaman dalam pengembangan mutu buah dan sekaligus sebagai informasi pasar.
Penelitian yang dilakukan terdiri atas 2 tahap yaitu: 1) Identifikasi dan semikuantifikasi komponen volatil dengan menggunakan GC-MS, identifikasi komponen kunci yang berkontribusi terhadap aroma nanas dengan GC-O menggunakan metode NIF (nasal impact frequency), 2) Analisis sensori yang dilakukan yakni: uji hedonik, uji rangking dan analisis sensori deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa metil 2-metil butanoat, etil 2-metil butanoat, metil heksanoat, etil heksanoat, metil oktanoat, metil 3-(metiltio) propanoat, 2,5-dimetil-4-metoksi-3(2H)-furanon, δ-heksalakton, γ-oktalakton, 2,5-dimetil-4-hidroksi-3(2H)-furanon dan δ-dekalakton merupakan komponen aroma aktif yang memberikan aroma fruity, sweet, caramel, pineapple-like dan coconut.
Metil 2-metil butanoat dan etil 2-metil butanoat merupakan komponen yang memberi aroma sweet dan fruity, diduga kedua komponen ini yang membedakan sensori aroma antara Mahkota Bogor dan Pasir Kuda dengan Delika Subang.
Atribut aroma fruity, sweet, caramel, pineapple-like lebih dominan pada Mahkota Bogor diikuti Pasir Kuda tetapi aroma coconut lebih dominan pada Pasir Kuda diikuti Mahkota Bogor sedangkan pada Delika Subang keseluruhan aroma sangat lemah. Pasir Kuda sebagai hasil silangan Mahkota Bogor dan Delika Subang, secara sensori profil aromanya lebih cenderung mengikuti Mahkota Bogor dari pada Delika Subang. Hasil uji hedonik menempatkan Mahkota Bogor sebagai nanas yang paling disukai konsumen dan berturut-turut diikuti oleh Pasir Kuda dan Delika Subang.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
IDENTIFIKASI PROFIL AROMA DUA VARIETAS NANAS DAN HASIL SILANGANNYA MENGGUNAKAN
KROMATOGRAFI GAS-SPEKTROMETER MASSA DAN KROMATOGRAFI GAS-OLFAKTOMETRI SERTA UJI
MUTU SENSORINYA
ISAK SILAMBA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Budi Nurtama, M.Agr
Judul Penelitian : Identifikasi Profil Aroma Dua Varietas Nanas dan Hasil Silangannya Menggunakan Kromatografi Gas-Spektrometer Massa dan Kromatografi Gas-Olfaktometri serta Uji Mutu Sensorinya
Nama : Isak Silamba
NIM : F251080011
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr Dr. Ir. Dede Robiatul Adawiyah, M.Si
Ketua Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa Bapa
Yang Setia, yang telah memberikan kemampuan sehingga penulisan karya ilmiah
ini dapat diselesaikan. Karya ilmiah ini merupakan hasil penelitian yang
dikerjakan berdasarkan kajian di laboratorium. Karya ilmiah ini disusun dalam
rangka menyelesaikan studi pada Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Karya ilmiah ini bisa diselesaikan atas bantuan berbagai pihak, untuk itu
disampaikan penghargaan dan terima kasih kepada: Ibu Prof. Dr. Ir. C. Hanny
Wijaya, M.Agr dan Ibu Dr. Ir. Dede Robiatul Adawiyah, M.Si sebagai dosen
pembimbing atas segala arahan, petunjuk dan waktu yang telah diberikan sejak
penulisan proposal, pelaksanaan penelitian sampai penulisan karya ilmiah. Bapak
Dr. Ir. Budi Nurtama, M.Agr sebagai dosen penguji luar komisi. Bapak Anton
Sugiarto dan Bapak Bakti Kumara, S.TP, M.Si atas penyediaan flavor standar.
Bapak Dr. Ir. Bram Kusbiantoro, M.Si atas penyediaan internal standar. Tim
Panelis QDA: Andiarto Yanuardi, S.Pi, Andi Early Febrinda, S.TP, M.Si, Melina
Sari, S.TP, Sritina Paiki, S.TP, Putu Adi Palguna, S.TP, Juliana Lewikabesi, S.Pi,
Zita L. Sarungallo, S.TP, M.Si, Wiwied, S.TP, M.Si, Rudy Matitaputty, M.Si,
Hermawan Seftiono, S.TP, Fransisca Wanny, S.TP, Cicy Febriana Cecilia, S.TP
atas kesediaannya terlibat dalam pelaksanaan penelitian ini. Bapak Dr. Ir. Sobir
MS, kepala Pusat Kajian Buah Tropika IPB atas informasi yang telah diberikan.
Ibu Sri, Bapak Taufik, Bapak Sobirin atas segala tenaga dan waktu yang diberikan
selama berada di laboratorium. Desy S.TP, Nono Hartono, S.Pi, M.Si, Silvana D.
Harikedua, S.Pi, M.Si atas bantuannya dalam pelaksanaan penelitian ini. Papa dan
Mama, Kaka-kaka dan keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Bapak Pdt.
Daniel S. Koamesak, Bapak Antonius Sinaga dan Bapak Jekson Simanjuntak
Gembala dan Wakil Gembala GBI Ciomas Duta Berlian atas dukungan dan
doanya. Teman-teman Imam Musik GBI Ciomas atas kebersamaan sebagai
saudara dalam pelayanan. Teman-teman PS. IPN Angkatan 2008 atas
kebersamaannya. Rektor dan Dekan Fakultas Pertanian dan Teknologi Pertanian
Universitas Negeri Papua yang telah memberi ijin untuk melanjutkan studi.
Pemerintah Republik Indonesia (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi) yang
telah memberikan beasiswa (BPPS). Seluruh dosen dan pegawai di Program Studi
Ilmu Pangan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, yang telah
membagikan banyak hal selama kegiatan perkuliahan. Disadari sepenuhnya
bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan, tetapi kiranya dapat bermanfaat
untuk pengembangan penelitian-penelitian selanjutnya.
Bogor, Agustus 2011
Isak Silamba
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Rantepao, Tana Toraja (Sulawesi Selatan) pada
tanggal 03 Agustus 1980 dari ayah Paulus Silamba dan ibu Sara Ripa. Penulis
merupakan anak bungsu dari enam bersaudara. Setelah menyelesaikan pendidikan
sekolah menengah atas pada tahun 1998 di Rantepao, Tana Toraja, penulis
menempuh pendidikan sarjana di Program Studi Teknologi Hasil Pertanian,
Fakultas Pertanian dan Kehutanan, Universitas Hasanuddin Makassar dan lulus
pada tahun 2003. Tahun 2008 penulis mendapat kesempatan untuk mengikuti
program S2 pada program studi Ilmu Pangan di Sekolah Pasca Sarjana Institut
Pertanian Bogor. Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) diperoleh dari
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Republik Indonesia. Penulis bekerja
sebagai staf pengajar di Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Jurusan
Teknologi Pertanian, Universitas Negeri Papua sejak tahun 2005 sampai sekarang.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL…………………………………………………………... x
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………….. xi
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………….. xii
PENDAHULUAN…………………………………………………………... 1
Latar Belakang………………………………………………………. 1
Perumusan Masalah…………………………………………………. 2
Tujuan Penelitian……………………………………………………. 3
TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………. 5
Nanas ........................................................................................................ 5
Nanas Mahkota Bogor............................................................................... 8
Nanas Delika Subang ................................................................................ 9
Nanas Pasir Kuda.................................................................................. 9
Komposisi Kimia Buah Nanas................................................................ 10
Perubahan Karakteristik Fisiko-kimia Buah Nanas ................................ 10
Breeding dan Perbaikan Varietas Nanas ......................................................11
Flavor................... .......................................................................................13
Flavor Nanas......................................................................................... 14
Solid Phase Microextraction (SPME)................................................... 16
Evaluasi Sensori.................................................................................... 17
Analisis Multivariat............................................................................... 21
Kromatografi Gas-spektrometer massa (GC-MS)................................ 23
Kromatografi Gas-olfaktometri (GC-O)……………………………... 26
Hubungan Analisis Sensori dengan Analisis Instrumen……………... 27
METODOLOGI PENELITAN....................................................................... 31
Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 31
Bahan dan Alat ....................................................................................... 31
Metode Penelitian ................................................................................... 32
HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................................... 43
Komponen Volatil dalam Nanas........................................................... 43
Komponen Aroma Aktif....................................................................... 56
Profil Aroma Nanas.............................................................................. 62
Tingkat Kesukaan Konsumen terhadap Mutu Sensori Nanas ............. 66
SIMPULAN DAN SARAN............................................................................ 73
Simpulan.............................................................................................. 73
Saran.................................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 75
LAMPIRAN.................................................................................................... 89
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Karakteristik buah mahkota bogor 8
2 Jenis dan volume fiber untuk SPME 17
3 Tahapan pelaksanaan penelitian 36
4 Senyawa uji yang digunakan untuk uji rasa dan aroma dasar 37
5 Senyawa uji yang digunakan untuk uji segitiga rasa 38
6 Senyawa uji yang digunakan untuk uji segitiga aroma 38
7 Flavor reference untuk pengembangan atribut 40
8 Identifikasi komponen volatil menggunakan headspace SPME-GC-MS
50
9 Identifikasi komponen volatil menggunakan ekstraksi cair-cair (LLE) GC-MS
53
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Tiga langkah pendekatan untuk membangun hubungan yang tepat antara analisis sensori dan analisis instrumen
29
2 Nanas Mahkota Bogor, Delika Subang dan Pasir Kuda sebagai hasil silangan dari keduanya
32
3 Profil kromatogram yang diperoleh dari ekstraksi nanas Mahkota Bogor menggunakan SPME CAR/PDMS
43
4 Profil kromatogram yang diperoleh dari ekstraksi nanas Pasir Kuda menggunakan SPME CAR/PDMS
44
5 Profil kromatogram yang diperoleh dari ekstraksi nanas Delika Subang menggunakan SPME CAR/PDMS
45
6 Hasil semiquantifikasi komponen volatil nanas Mahkota Bogor yang diekstrak dengan menggunakan SPME
46
7 Hasil semiquantifikasi komponen volatil nanas Pasir Kuda yang diekstrak dengan menggunakan SPME
48
8 Hasil semiquantifikasi komponen volatil nanas Delika Subang yang diekstrak dengan menggunakan SPME
49
9 Hasil semiquantifikasi komponen volatil nanas Mahkota Bogor yang diekstrak dengan menggunakan LLE
52
10 Hasil semiquantifikasi komponen volatil nanas Pasir Kuda yang diekstrak dengan menggunakan LLE
55
11 Hasil semiquantifikasi komponen volatil nanas Delika Subang yang diekstrak dengan menggunakan LLE
55
12 Hasil GC-O komponen volatil yang dapat dideteksi oleh panelis 60
13 Hasil QDA® aroma Mahkota Bogor, Pasir Kuda dan Delika Subang
62
14 Hasil plot score aroma nanas Mahkota Bogor, Pasir Kuda dan Delika Subang
63
15 Hasil biplot (score dan x-loading) atribut aroma nanas 64
16 Nilai mutu sensori Mahkota Bogor, Pasir Kuda, Delika Subang hasil uji hedonik pada 81 panelis.Huruf yang berbeda pada histogram menunjukkan berbeda nyata (α=0,05)
67
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Formulir uji hedonik 89
2 Hasil pengukuran warna tiga jenis Nanas 91
3 Kuesioner Pre-Screening 92
4 Kuesioner uji aroma sederhana dan rasa dasar 94
5 Kuesioner uji segitiga aroma sederhana dan segitiga rasa 95
6 Lembaran uji deskriptif kuantitatif 97
7 Overlay kromatogram Mahkota Bogor, Pasir Kuda dan Delika Subang
99
8 Kromatogram nanas hasil ekstraksi cair-cair (LLE) 100
9 Hasil uji aroma sederhana dan rasa dasar 103
10 Hasil ANOVA dan DMRT uji hedonik 104
11 Uji rangking Mahkota Bogor, Pasir Kuda dan Delika Subang 110
12 Hasil seleksi panelis melalui uji segitiga aroma dan rasa 113
13 Komponen volatil Nanas yang diekstrak dengan LLE 114
14 Hasil pengujian Steven’s Power Law 118
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Nanas (Ananas comosus [L.] Merr.) merupakan buah tropis yang berasal
dari Brazil, Bolivia dan Paraguay. Nanas juga tumbuh dibeberapa negara tropis
seperti Hawaii, India, Malaysia, Filipina dan Thailand. Perbedaan varietas nanas
menyebabkan terjadinya perbedaan ukuran tanaman, bentuk daun (pinggiran daun
rata atau berduri), ukuran buah, warna dan rasa daging buah. Kultivar-kultivar
nanas dikelompokkan antara lain sebagai berikut: Cayenne, Queen, Red Spanish,
Singapore Spanish, Abacaxi dan Cabezona (Wee & Thongtham 1997). Terdapat
berbagai jenis varietas nanas tetapi hanya sedikit varietas nanas yang laku di
pasaran. Hal ini sangat erat kaitannya dengan cita rasa (flavor) nanas yang disukai
konsumen. Di Indonesia upaya peningkatan daya saing buah nanas telah
dilakukan untuk memperoleh varietas buah nanas yang unggul dan disukai
konsumen. Saat ini terdapat tiga (3) nanas unggul yang telah dikembangkan oleh
Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) Institut Pertanian Bogor yakni (1) Delika
Subang, (2) Mahkota Bogor, dan (3) Pasir Kuda. Nanas pasir kuda merupakan
nanas yang dihasilkan dari hasil kombinasi Delika Subang dan Mahkota Bogor.
Ketiga nanas ini memiliki prospek untuk dikembangkan sebagai komoditi
ekspor. Peranan komoditas nanas pada perekonomian nasional cukup penting dan
merupakan salah satu andalan ekspor. Pada tahun 2003 ekspor nanas Indonesia
menduduki urutan ke-10 dunia (Medina & Gracia 2007). Produksi nanas
Indonesia dari tahun 1995-2000 mengalami penurunan yaitu 703.300 ton menjadi
393.299 ton. Penurunan tersebut disebabkan oleh kurangnya penyediaan bibit
unggul dan teknik budidaya yang kurang tepat, sehingga menghasilkan mutu buah
nanas yang jelek sehingga menyebabkan harganya jatuh (Hadiati et al. 2003).
Aroma merupakan salah satu atribut yang menentukan tingkat penerimaan
konsumen terhadap nanas. Beberapa profil aroma berbagai jenis buah nanas yang
tidak diketahui jenis varietasnya yang berasal dari beberapa negara telah
dilaporkan oleh Elss et al. (2005). Profil aroma nanas sangat dipengaruhi oleh
komponen-komponen penyusun aroma nanas. Dalam nanas, terdapat volatil
sekitar 157 komponen yang diidentifikasi termasuk ester, lakton, aldehid, keton,
2
alkohol dan bermacam-macam kelompok lainnya (Dupaigne 1970; Flath & Forrey
1970; Flath 1986; Takeoka et al. 1989; Umano et al. 1992 dalam Paul & Chen
2003). Kandungan ester lebih dari 80% dari total volatil (Umano et al. 1992).
Ikatan bebas dan ikatan glikosidik juga ditemukan, termasuk 2-pentanol, 2-
butoksiethanol, asam heksanoik, phenol, 4-hidroksibenzaldehida, vanilin dan
syringaldehida, sebagai glikon-glikon (Flath 1986). Menurut Elss et al. (2005) dan
Gray (1953), tingginya perbedaan kandungan volatil pada buah nanas sangat
dipengaruhi oleh kultivar nanas.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui komponen volatil yang
terdapat pada tiga varietas nanas unggul yang dikembangkan oleh PKBT dengan
menggunakan kromatografi gas-spektrometer massa (GC-MS), karakterisasi
komponen aroma aktif yang berpengaruh terhadap flavor nanas dengan
menggunakan kromatografi gas-olfaktometri (GC-O) serta evaluasi sensori
terhadap flavor nanas untuk memperoleh informasi atribut-atribut sensori yang
berpengaruh terhadap mutu sensori nanas yang didasarkan pada penilaian dengan
menggunakan indera manusia sebagai alat ukur. Hasil pengujian menggunakan
instrumen dan evaluasi sensori dikorelasikan dengan menggunakan analisis
multivariat, sehingga dapat memudahkan menginterpretasikan data secara statistik
dan membantu pemahaman flavor secara mendalam (Echerverria et al. 2004;
Morita et al. 2003). Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi
para pemulia tanaman dalam pengembangan mutu buah dan sekaligus sebagai
informasi pasar.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka didapatkan beberapa hal yang
memerlukan pengkajian lebih lanjut. Hal-hal tersebut antara lain adalah:
1. Perbedaan komponen volatil nanas sangat dipengaruhi oleh perbedaan
varietas, komponen-komponen volatil ini akan menentukan flavor nanas
yang secara langsung akan mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen.
2. Varietas nanas Delika Subang, Mahkota Bogor dan Pasir Kuda,
merupakan tiga nanas unggul yang dikembangkan oleh PKBT-IPB yang
3
perlu dikaji profil aroma dan mutu sensorinya, sehingga diperoleh
informasi nanas yang mendapatkan penerimaan lebih baik oleh konsumen.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komponen volatil pada
nanas Mahkota Bogor, Pasir Kuda dan Delika Subang menggunakan GC-MS dan
mengidentifikasi komponen volatil yang berperan sebagai komponen aroma aktif
menggunakan GC-O, serta mengevaluasi pengaruh komponen volatil tersebut
terhadap nilai mutu sensori ketiga jenis nanas melalui pengujian hedonik dan
quantitative descriptive analysis (QDA). Dengan demikian diperoleh profil
aroma nanas Mahkota Bogor, Pasir Kuda dan Delika Subang dan hubungan antara
profil aroma tersebut dengan penerimaan konsumen terhadap ketiga nanas dari
segi sensori.
TINJAUAN PUSTAKA
Nanas
Nanas (Ananas comosus L. Merr) adalah tanaman herbaceous perennial
dari Liliopsidae (monocotyledonous), yang asal perbungaannya berada di tengah
untuk menghasilkan beberapa buah (sorose). Setelah buah pertama matang,
tanaman akan menghasilkan tunas baru dari kuncup ketiak, untuk menghasilkan
tunas baru yang dapat menghasilkan buah (d´Eeckenbrugge & Leal 2003).
Tanaman nanas termasuk Kingdom Plantae, Sub Kingdom Spermatophyta,
Kelas Angiospermae, Sub Kelas Monokotil, Ordo Farinosae, Famili Bromeliaceae
dan Genus Ananas. Umumnya yang dimaksud dengan nanas adalah Ananas
comosus yang rasanya manis dan segar. Tanaman nanas dibedakan dari anggota
genus yang lain berdasarkan tipe buah sinkarpus atau buah majemuk yang tidak
ditemukan pada anggota genus yang lain (Collins 1968).
Nanas merupakan salah satu buah penting dari daerah tropika yang banyak
diminati oleh masyarakat dunia. Nanas berasal dari Amerika Selatan di kawasan
lembah Sungai Parana, Paraguay. Bangsa Indian diduga melakukan seleksi dari
berbagai jenis nanas sehingga diperoleh jenis Ananas Comosus yang enak
dimakan dan sekarang dibudidayakan secara luas diseluruh dunia (PKBT 2006).
Tanaman nanas tersebar terutama di sekitar khatulistiwa yaitu antara 30º LU dan
25º LS, dengan suhu pertumbuhan berkisar antara 18.3-45 ºC. Tanaman nanas
dapat tumbuh pada daerah beriklim A (amat basah), B (basah), C ( agaka basah),
D (daerah sedang), E (daerah agak kering), dan F (daerah kering). Tanaman nanas
cocok apabila ditanam pada daerah dengan ketinggian 800-1200 dpl, tetapi
pertumbuhannya akan optimum bila ditanam pada ketinggian 100-700 dpl. Nanas
tumbuh baik pada dataran rendah hingga dataran tinggi, tidak tahan salju namun
sangat tahan terhadap kekeringan. Produksi buah akan terjadi secara maksimal
apabila ditanam pada daerah dengan curah hujan antara 650-3800 mm, tanah yang
baik untuk pertumbuhan nanas adalah tanah yang mempunyai pengairan bagus
dan kisaran pH antara 4.5-6.5 (Morton 1987).
Secara umum tanaman nanas terdiri dari batang, daun, tangkai buah, buah,
mahkota buah, tunas dasar buah, tunas tangkai, tunas batang, tunas anakan dan
6
akar. Batang nanas sangat pendek yaitu 20-25 cm dengan diameter 2.0-3.5 cm
pada dasar dan 5.5-6.5 sebelum ujung, dikelilingi oleh daun yang berbentuk roset.
Daun nanas berbentuk lanseolata dengan ditandai adanya penyempitan didekat
pangkal daun. Daun berbentuk memanjang dan sempit, panjang daun dapat
mencapai 130-150 cm, dengan daun tua lebih pendek dai daun muda yang
diatasnya. Permukaan atas daun licin dan berlilin, berwarna hijau terang atau
coklat kemerahan dan pada permukaan bawah terdapat garis-garis linier berwarna
putih keperakaran, mudah lepas dari epidermis yang berwarna hijau terang
(Collins 1968). Berdasarkan bentuk dan umur, daun nanas dibedakan menjadi
daun C yaitu daun yang paling tua, daun D biasanya paling panjang dan daun E
yaitu daun yang masih muda (Malezieux et al. 2003).
Akar nanas merupakan akar serabut, dangkal dan tersebar luas. Pada
kondisi normal, sistem perakaran menyebar antara 1-2 m dengan kedalaman
0.85 m. Berdasarkan pertumbuhannya, akar nanas dibedakan menjadi akar primer
dan sekunder. Akar primer hanya dapat ditemukan pada kecambah biji, dan
setelah itu digantikan oleh akar adventif yang muncul dari pangkal batang dan
dalam jumlah yang banyak. Pada pertumbuhan selanjutnya, akar-akar tersebut
akan bercabang membentuk akar sekunder untuk memperluas bidang penyerapan
dan membentuk sistem perakaran yang mantap (d´Eeckenbrugge & Leal 2003).
Munculnya bunga pada nanas disebut fase red heart, karena tersusun oleh
5-7 lembaran-lembaran merah. Bunga tanaman nanas bersifat majemuk terdiri
dari 50-200 kuntum bunga tunggal atau lebih. Letak bunga duduk tegak lurus
pada tangkai buah kemudian berkembang menjadi buah majemuk. Daun kelopak
dari setiap kuntum bunga yang dikenal dengan mata buah, masih jelas
meninggalkan bekas pada buah (d´Eeckenbrugge & Leal 2003). Bunga nanas
bersifat hermaprodit, mempunyai tiga kelopak, tiga mahkota, enam benang sari
dari sebuah putik dengan kepala putk bercabang tiga. Penyerbukan tanaman nanas
bersifat self incompatible atau cross pollinated dengan perantara burung dan lebah
(Collins 1968).
Buah nanas adalah buah majemuk yang terdiri dari seratus atau lebih
komponen buah dan bergabung membentuk suatu buah bertipe sinkarpus. Buah
nanas terbentuk melalui proses partenokarpi (d´Eeckenbrugge & Leal 2003).
7
Partenokarpi merupakan proses pembentukan buah tanpa melalui proses
penyerbukan dan fertilisasi, sehingga tidak menghasilkan biji. Di bagian atas buah
tumbuh dan berkembang daun-daun pendek yang tersusun seperti pilinan disebut
mahkota dan terdiri dari lebih dari 150 helai daun kecil. Kulit buah keras dan
kasar tersusun dari kelopak dan braktea yang tidak rontok. Tangkai buah
panjangnya bervariasi tergantung aksesi. Pemanenan dapat dilakukan apabila
mahkota buah sudah membuka, tangkai buah mengkerut, mata buah lebih
mendatar, besar dan berbentuk bulat, warna dasar buah menguning serta muncul
aroma nanas yang khas (Collins 1968).
Tanaman nanas dapat diperbanyak secara generatif maupun vegetatif.
Sumber bahan perbanyakan secara generatif berupa biji sangat jarang digunakan
untuk produksi. Perbanyakan secara vegetatif menggunakan tunas batang, tunas
yang muncul dari batang di bawah permukaan tanah, tunas dasar buah, tunas
mahkota, potongan batang, dan kultur jaringan. Perbanyakan secara generatif
biasanya dilakukan untuk tujuan pemuliaan, sedangkan perbanyakan vegetatif
untuk produksi. Walaupu perbanyakan dilakukan secara vegetatif, namun dapat
dimungkinkan terjadinya variasi dalam klon yang disebabkan mutasi maupun
pengaruh lingkungan yang ekstrim (Collins 1968).
Beberapa kultivar nanas berbeda dalam ukuran tanaman, ukuran buah,
wara dan rasa daging buah, serta ada atau tidaknya duri pada daun
(d´Eeckenbrugge & Leal 2003). Kultivar-kultivar tersebut berada pada tempat
yang tersebar, sehingga mempunyai nama yang berbeda-beda. Buah nanas yang
mempunyai arti komersial adalah Smooth Cayenne, Red Spanish, Queen dan
Abacaxi.
Smooth Cayenne adalah nanas dengan bobot buah 1.8-4.5 kg, bentuk buah
silindris, mata buah dangkal, kulit buah berwarna orange, daging buah kuning,
dan mengandung sedikit serat buah (Morton 1987). Nanas Cayenne mempunyai
daun panjang, berdekatan dan berdaun halus kecuali pada ujungnya berduri.
Tanaman ini berbunga hanya satu kali dan mempunyai tinggi 1 meter (Samson
1980). Nanas Queen mempunyai daun kecil, rapat, bersifat lebih tahan dingin dan
tahan terhadap penyakit bila dibandingkan dengan Cayenne. Buah berbentuk
lonjong, kuning tua, berat buah antara 0.45-1.13 kg, mengandung serat lebih
8
sedikit dan buah lebih beraroma dari Cayenne (Morton 1987). Nanas Spanish
mempunyai bobot antara 0.9-1.8 kg, berbentuk segi empat dengan tangkai buah
ramping. Kulit buah berwarna kuning kemerahan dan mempunyai mata buah
dalam. Daging buah berwarna kuning pucat, lebih berserat, hati besar sangat
beraroma dan buah lebih keras ketika muda (Morton 1987). Abacaxi adalah nanas
dengan ciri buah sangat harum, daging buah putih atau kuning sangat pucat
dengan bobot buah 1-5 kg buah berbentuk piramida dengan tangkai buah sekitar
40 cm daun tanaman ini berduri dengan panjang 60-65 cm (Morton 1987).
Nanas Mahkota Bogor
Hasil eksplorasi yang dilakukan oleh PKBT pada tahun 2001, terdapat dua
klon nanas Queen yang berbeda secara morfologi (bentuk, ukuran, dan jumlah
anakan). Klon tersebut adalah nanas klon Queen Gati Kapas (sekarang disebut
Mahkota Bogor) dan klon Queen Kiara Bogor. Nanas Mahkota Bogor lebih
unggul dibanding dengan nanas Queen Kiara dan lebih disukai oleh konsumen
maupun petani karena ukurannya lebih besar dan produktivitasnya lebih tinggi
sehingga lebih berpotensi untuk dikembangkan. Nanas Mahkota Bogor memiliki
tinggi tanaman 96±8 cm, lebar tajuk 62±8 cm, umur panen 16±4 bulan setelah
tanam, potensi hasil 50±5 ton perhektar dan berat buah 1000±300 gram (PKBT
2009).
Saat ini nanas Mahkota Bogor tersebar luas dibeberapa lokasi tertentu saja.
Daerah yang paling banyak berada di kawasan kaki Gunung Salak seperti
Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor. Karakteristik
buah Mahkota Bogor diperlihatkan pada Tabel 2.
Tabel 1 Karakteristik buah Mahkota Bogor
Analisis Nilai/Hasil
Total padatan terlarut (obrix) Atas 14,5-16,18 Tengah 14,0-16,3 Bawah 16,0-18,0
Total asam (%) 4-5,5 pH (Acid ratio) Atas 5,0-5,2
Tengah 5,2-5,5 Bawah 5,4-5,6
Rasio PPT/TAT 27,1-30
9
Lanjutan Tabel 1
Analisis Nilai/Hasil
Kadar Vit. C (mg/100g) 8,8-10,8 Karakteristik kimia buah bermanfaat : Aktivitas enzim bromelain Kandungan Ca Oksalat
1,78-1,80 unit/g 640-650 ppm
Sumber: PKBT 2009
Nanas Delika Subang
Nanas Delika Subang merupakan nanas yang termasuk dalam kelompok
Smooth Cayenne dari jenis Cayenne (Mulyati 2008). Nanas jenis cayenne
mempunyai tinggi batang 20-50 cm, dengan tangkai buah panjangnya 6,5 cm.
panjang daun bias mencapai 100 cm (Muljoharjo 1983). Daunnya tidak berduri
kecuali ujungnya, umumnya ditanam di dataran tinggi dan biasa dikonsumsi segar
dan minuman kaleng atau produk olahan (Sunarjono 2002).
Nanas Delika Subang memiliki tinggi tanaman101±10 cm, lebar tajuk
86±10 cm, umur panen 14±2 bulan setelah tanam, potensi hasil 80±8 ton/ha, berat
buah 2000±500 gram, rasio PTT/TAT 2,67, kandungan kalsium oksalat 704 ppm
dan kandungan bromelin 1,31 unit/gram.
Nanas Pasir Kuda
Program hibridisasi nanas telah dimulai tahun 2003 di PKBT IPB Bogor.
Program hibridisasi tersebut melibatkan 12 kultivar nanas, terdiri dari enam
kultivar jenis Smooth Cayenne dan enam kultivar jenis Queen. Persilangan
menghasilkan 195 genotipe dengan berbagai kombinasi karakter yang berbeda.
Hasil seleksi dari 195 hibrida diperoleh 39 kandidat nanas varietas unggul
(Nasution 2008).
Proses persilangan dilakukan dengan mengawinkan bunga jantan dari
nanas Mahkota Bogor dan bunga betina dari nanas Delika Subang. Salah satu
nanas hasil persilangan tersebut dikembangkan dan diberi nama Nanas Pasir
Kuda. Tinggi tanaman Pasir Kuda 117 cm, panjang buah dengan mahkota 33.2
cm, panjang buah 15.2 cm, diameter buah bagian atas 9.3 cm, tengah 13.4 cm dan
bawah 11.38 cm, berat buah 1.16 kg, total padatan terlarut (ºbrix) buah pada
bagian atas 15.7, tengah 16.8 dan bawah 19.7, pH buah pada bagian atas 4.35,
10
tengah 4.34 dan bawah 4.32, total asam buah pada bagian atas 3.17, tengah 3.47
dan bawah 3.5. (PKBT
Komposisi Kimia Buah Nanas
Nanas segar setiap 100 g mengandung 85 g air, 0.4 g protein, 14 g gula, 1
g lemak dan 0.5 g serat. Kandungan nutrisi ini tergantung pada lingkungan
dimana buah nanas yang berasal dari dataran rendah lebih besar, lebih manis dan
lebih berair daripada buah yang berasal dari dataran tinggi. Sari buah nanas
mengandung 0.5-0.9% asam dan 10-17% gula. Nanas juga mengandung bromelin,
suatu enzim pencerna protein (Verheij & Coronel 1997).
Kualitas buah nanas meliputi penampakan, tekstur, flavour, nilai gizi dan
keamanan. Penampakan ini mencakup ukuran (besar, bobot, volume) bentuk
(diameter, keseragaman), intensitas dan keseragaman warna, kilap, kerusakan
eksternal dan internal. Tekstur meliputi kekerasan, kelunakan, sukulensi dan
kekenyalan. Flavour merupakan kombinasi rasa dan aroma. Standar kualitas buah
nanas untuk konsumsi segar meliputi kematangan, kekerasan, keseragaman
ukuran dan bentuknya, nisbah panjang mahkota/buah, bebas dari kerusakan,
kelayuan, memar dan keretakan (Childers & Gardner 1996).
Perubahan Karakteristik Fisiko-kimia Buah Nanas
Menurut Winarno dan Wirakartakusumah (1981) tahap-tahap fisiologis
dari pertumbuhan dan perkembangan buah adalah pembelahan sel (pre-mature),
penuaan (mature), matang (ripe) dan senescence. Tahap perkembangan buah
nanas (Wills et al. 1981; Handajani 1994) sebagai berikut:
a. Prematuration (prapenuaan) adalah tahap perkembangan sesudah
pembungaan sampai buah akan mengalami tahap penuaan. Pada tahap ini
berlansung pertumbuhan dan perkembangan sel buah.
b. Maturation (penuaan) merupakan akhir dari tahap perkembangan buah,
translokasi asimilat dari daun sudah mencapai maksimum. Tahap ini
berlangsung 6 atau 7 minggu sebelum 50% kulit berwarna kuning. Tahap
antara akhir penuaan dan awal dari kematangan disebut buah masih
mentah.
11
c. Ripening (matang) sebagai periode dimana terjadi penguraian zat-zat
organik selama penuaan sampai mencapai perkembangan sempurna dan
mutu siap dikonsumsi, pada tahap ini mutu astetik seperti flavour, tekstur
dan warna mencapai perkembangan yang maksimum.
d. Senescence merupakan periode perkembangan setelah kematangan. Tahap
ini mempunyai kecenderungan terjadinya penurunan mutu buah, dimana
buah mulai mengalami kebusukan karena zat-zat organik sudah sempurna
dikatabolisme dan jaringan sel-sel pada buah mulai mengalami kematian.
Menurut Pracahya (1985), tahapan perkembangan buah dapat berlangsung
dalam waktu 120 hari setelah pembungaan. Pembentukan buah nanas dapat
diartikan sebagai seluruh waktu yang diperlukan mulai dari pembentukan sel
jaringan pada bakal buah, perkembangan sel sampai terjadinya perubahan kimia
pada saat penyempurnaan bentuk morfologi buah. Samson (1980),
mengemukakan pembentukan bunga dimulai dari dasar ke puncak secara spiral,
bunga mekar sebanyak 5-10 buah perhari dan berlangsung dengan cepat selama
4 minggu. Waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan buah dari bakal buah
sampai buah masak adalah 5-6 bulan. Waktu ini mencakup pematangan awal,
pematangan dan diikuti pemasakan, sehingga awal pematangan dapat diartikan
sebagai waktu sebelum buah nanas menjadi tua yang biasanya memerlukan waktu
setengah dari waktu pembungaan sampai panen. Pematangan akan berlangsung
saat terjadi proses pembesaran buah yang umumnya terjadi ketika buah masih
menempel pada tanaman. Proses masaknya buah umumnya terjadi ketika
pematangan terhenti saat buah mencapai pertumbuhan dan mutu maksimum,
perubahan yang umum terjadi pada tahap ini umumnya terjadi perubahan kimia.
Tahap selanjutnya adalah perubahan kimia dari pemasakan yang mengakibatkan
buah layu sehingga disebut tahap pelayuan.
Breeding dan Perbaikan Varietas Nanas
Industri nanas dunia didominasi oleh kultivar Smooth Cayenne yang
digunakan untuk dua hal yakni dikonsumsi dalam keadaan segar dan digunakan
dalam industri pengolahan. Dominasi kultivar ini disebabkan oleh kemampuan
adaptasinya dan karakteristiknya yang baik untuk pengalengan. Ketergantungan
12
industri nanas pada satu kultivar dengan dasar genetik yang sempit telah membuat
kultivar tersebut sangat rentan terhadap hama dan penyakit. Pengembangan
kultivar-kultivar baru yang resistan merupakan strategi yang tepat untuk
memperbaiki kondisi seperti ini, sehingga pasar nanas segar dunia akan lebih
beragam dan terdapatnya banyak pilihan. Hal ini menjadi alasan dilakukannya
program breeding pada nanas (Chan et al. 2003).
Varietas nanas baru yang dikembangkan dari hasil breeding kultivar
Smooth Cayenne oleh Pineapple Research Institute of Hawaii (PRI) menghasilkan
nanas yang lebih tahan terhadap Phytophthora, mealybug wilt, nematodes, pink
disease dan internal brown spot. Hasil seleksi varietas juga memiliki keunggulan
seperti kandungan vitamin A dan C yang lebih tinggi, puncak panen yang lebih
baik dan produktifitas yang tinggi (William & Fleisch 1993).
Program pembiakan (breeding) nanas difokuskan pada pengembangan
kultivar untuk pasar buah segar. Program hibridisasi menjadi sangat penting
artinya dalam menggantikan dominasi satu jenis kultivar di pasaran. Strategi
pembiakan yang digunakan oleh banyak negara kecenderungannya pada
hibridisasi dan seleksi pada progeni hibrida (Chan et al. 2003). Delika Subang
merupakan nanas yang termasuk dalam kelompok Smooth Cayenne dari jenis
Cayenne yang memiliki ukuran lebih besar (Mulyati 2008), menjadi standar
benchmark kultivar secara luas dan dijadikan sebagai indukan utama untuk
persilangan. Persilangan dilakukan untuk memperbaiki beberapa kelemahan
kultivar ini, seperti memperbaiki kualitas buah, warna kulit dan ketahanan
terhadap jenis penyakit tertentu. Sehingga dengan demikian, teknik rekayasa
genetika untuk mendapatkan kultivar unggul memegang peranan penting di masa
depan (Chan et al. 2003).
Pada konteks program breeding buah, analisis sensori memainkan peranan
penting sebagai sebuah alat seleksi (Causse et al. 2001; Hampson et al. 2000;
Jaeger & Harker 2005; Rouseff et al. 1994). Analisis sensori memberikan,
kenyataan, metodologi yang memadai untuk penyelidikan, sebagai contoh,
seberapa perbedaan genotip tomat (Sinesio et al. 2007) atau perbedaan varietas
apel mempengaruhi flavor (Gόmez et al. 1998) atau bagaimana variasi flavor
berdasarkan modifikasi genetik (Bartoszewski et al. 2003; Causse et al. 2001),
13
atau pada derajat kematangan pemanenan (Cascales et al. 2005). Sehingga
penerapan analisis sensori pada proses breeding bukanlah suatu pekerjaan yang
mudah.
Flavor
Manusia mengonsumsi makanan untuk dua hal yakni memenuhi
kebutuhan akan nutrisi dan untuk kesenangan. Proses dalam dua hal ini
melibatkan interaksi komponen pangan dengan reseptor spesifik pada tubuh, yang
mengarahkan pada stimulasi dari sistem indera manusia yang luas. Selain
pengaruh nutrisi bahan pangan yang selama ini telah diketahui, flavor merupakan
salah satu bagian dari bahan pangan yang memiliki peranan yang sangat penting
(Taylor & Hort 2004).
Menurut Lindsay (1996), flavor adalah keseluruhan sensasi yang
berkontribusi pada persepsi yang diterima oleh indera meliputi bau, rasa,
penglihatan, perasaan dan suara pada saat mengkonsumsi makanan. Kemampuan
sel-sel khusus epitel penciuman dari rongga hidung untuk mendeteksi jumlah
volatile odorant untuk variasi hampir tidak terbatas dalam intensitas dan kualitas
bau dan rasa. Pengecap terletak di belakang lidah dan rongga mulut
memungkinkan manusia untuk merasakan rasa manis, asam, asin, dan pahit,
sensasi ini disumbangkan kepada komponen rasa citarasa. Nonspesifik atau
tanggapan saraf trigeminal juga memberikan kontribusi penting untuk memberi
persepsi melalui deteksi dari pungency, dingin, umami, atau atribut yang lezat,
serta sensasi yang diinduksi secara kimia lainnya yang dalam persepsi rasa dan
bau, sehingga makanan dapat diterima konsumen.
Menurut U.S. Society of flavor chemists dalam Heath (1978), flavor
didefinisikan sebagai suatu substansi, berupa komponen kimia tunggal atau
campuran, baik alami maupun sintetik, yang menyebabkan suatu sensasi pada
makanan dan minuman ketika dikonsumsi.
Secara sederhana “flavor” dalam kamus Webster’s didefinisikan sebagai
perasaan atau sensasi terpadu antara rasa (taste) dan bau (smell) yang ditimbulkan
oleh bahan (zat/senyawa) di dalam mulut.
14
Institut of Food Technologist’s (1989) menegaskan bahwa flavor dibentuk
atas dasar tiga komponen, yaitu:
1. Rasa (taste) yang menggambarkan perasaan indera pengecap (perasa pada
lidah) yang terdapat pada lidah dan rongga mulut belakang. Rasa ini meliputi
manis, asin, asam dan pahit.
2. Bau (odor) yang dibentuk atau ditimbulkan dari beribu-ribu macam senyawa
volatil dengan variasi yang tidak terbatas di dalam intensitas dan kualitas
serta terdeteksi oleh sel-sel khusus ephitelium yang terdapat pada rongga
hidung. Jika bau ini berkonotasi “menyenangkan” sering disebut dengan
istilah “aroma”.
3. Pandangan atau persepsi terhadap ketajaman (pungency), panas, dingin dan
sebagainya oleh tanggapan syaraf trigeminal.
Menurut Taylor dan Roberts (2004), flavor dihasilkan dari kombinasi dari
rasa (dirasakan oleh reseptor pada lidah), bau (dirasakan pada hidung) dan
irritation (dirasakan pada permukaan mucosal). Lima rasa dasar yang selalu
dideskripsikan sebagai : asin, manis, asam, pahit dan umami.
Flavor Nanas
Nanas merupakan salah satu buah tropis yang sangat populer, karena rasa
manisnya yang menarik, nanas dikonsumsi secara luas sebagai buah segar,
diproses menjadi jus, buah kaleng dan sebagai ingredien dalam beberapa
makanan. Komponen volatil dalam nanas telah dikaji lebih dari 60 tahun oleh
banyak peneliti. Sejauh ini telah ditemukan lebih dari 280 komponen dalam nanas
(Tokitomo et al. 2005).
Penelitian awal mengenai komponen volatil dalam nanas dimulai sejak
tahun 1945 (Haagen et al. 1945a;1945b). Komponen utama dan terbesar yang
berkontribusi pada nanas adalah etil dan metil esters. Pada tahun 1970, kelompok
Amerika Utara melaporkan bahwa ester aliphatik merupakan komponen utama
dari ekstrak nanas Smooth Cayenne. Juga diidentifikasi alkohol monoterpen
(linalool, α-terpineol, dan terpinen-4-ol) (Flath & Forrey 1970).
Sesquiterpenes yang diperoleh melalui ekstraksi pelarut diidentifikasi
dalam nanas (Ananas comosus Merr.) dari Côte d’Ivoire. Sesquiterpenoids yang
15
ditemukan diperoleh dari germacrene precursors (Berger et al. 1983). Beberapa
komponen-komponen penting lain yakni undecatriena, undecatraena dan etil ester
(Berger et al. 1985).
Komponen-komponen sulfur S-(+)-2-2metilbutanoat dan dimetil trisulfida
(dengan 0.006 dan 0.01 µg/L ambang aroma dalam air) dilaporkan sebagai
impact-flavour compounds dalam essens nanas segar Hawaiian yang diperoleh
dengan cara ekstraksi pelarut. Komponen-komponen volatil utama adalah metil
dan etil ester (Takeoka 1991).
Komponen-komponen volatil dalam jus yang dibuat dari potongan nanas
segar yang berasal dari kultivar yang berbeda yang berasal dari Costa Rica,
Ghana, Honduras, Côte d’Ivoire, Filipina, Réunion, Afrika Selatan dan Thailand
telah dikaji untuk dibandingkan dengan jus komersil (Elss et al. 2005). Flavor
profil buah nanas secara kualitatif terdiri dari beberapa metil ester, sebagian
karakteristik ester yang mengandung sulfur, dan berbagai hidroksi ester yang
memegang peranan pada profil flavor nanas yang khas.
Sebanyak 29 komponen aktif aroma telah diketahui dengan menggunakan
aroma extract dilution analysis (AEDA) (Tokitomo et al. 2005). Hasil dari AEDA
digabungkan dengan analisis GC-MS diperoleh etil 2-metilbutanoat
(dideskripsikan sebagai flavor “fruity”), diikuti oleh metil 2-metilbutanoat dan 3-
metilbutanoat (fruity, apple-like), δ-dekalakton (sweet, coconut like), 1-(E,Z)-3,5-
undekatrina (fresh, pineapple-like), dan komponen yang tidak diketahui (fruity,
pineapple-like) sebagai komponen-komponen aroma paling aktif.
Menurut Bauer et al. (1997), kandungan nanas yakni 2-propeni heksanoat
(alli kaproat) sebagai karakter nanas yang khas. Furaneol, etil 3-
metiltiopropionat, dan etil-2-metilbutirat sebagai penyokong character-impact
compounds (Buttery 1993). Komponen ester yang berkontribusi sebagai flavor
”apple” pada nanas. Character impact compunds yang lain yakni allil 3-
sikloheksilpropionat, belum ditemukan di alam tetapi memberikan note flavor
manis (sweet), buah (fruity) pada nanas (Bauer et al. 1997).
16
Solid Phase Microextraction (SPME)
Solid phase microextraction (SPME) adalah metode ekstraksi dimana
volume komponen yang diekstrak sangat sedikit jumlahnya dibandingkan dengan
volume sampel. Teknik ini ideal dan diaplikasikan untuk menganalisis berbagai
komponen aroma dan flavor di dalam sampel (Steffen & Pawliszyn 1996;
Pawliszyn et al. 1997; Sides et al. 2000). SPME memiliki beberapa keuntungan,
jika dibandingkan dengan metode preparasi sampel tradisional, yang meliputi,
mudah, cepat, tidak menggunakan pelarut, tingkat sensitifitas tinggi, volume
sampel sedikit, murah dan bisa dilakukan secara otomatis (Kataoka et al. 2000).
Selain itu, SPME dapat dilakukan dengan biaya yang relatif murah dengan
peralatan yang sederhana (Pawliszyn et al. 1997; Frank et al. 2004; Reinhard et
al. 2008). SPME telah banyak digunakan dalam berbagai bidang, seperti analisis
lingkungan, higienis industri, pengontrolan proses, klinis, forensik, pangan dan
obat-obatan. Pada SPME, fiber digunakan untuk mengisolasi dan
mengkonsentratkan analat ke dalam berbagai lapisan material. Setelah ekstraksi,
fiber ditransfer dengan bantuan syringe untuk tujuan analisis dengan
menggunakan instrumen sehingga akan terjadi pemisahan dan kuantifikasi analat
target.
Proses analisis terdiri dari beberapa langkah yang berbeda: pengambilan
sampel, persiapan sampel, pemisahan, kuantifikasi dan analisis data. SPME
merupakan teknik mikroekstraksi, yang artinya jumlah pelarut untuk ekstraksi
sangat kecil dibandingkan dengan volume sampel (Pawliszyn et al. 1997).
SPME telah banyak digunakan untuk analisis komponen volatil dalam
pangan, seperti produk susu, anggur, dan berbagai produk fermentasi. Fiber
dimasukkan pada bagian headspace di atas sampel (HS-SPME), sampel dapat
berbentuk cair atau padat. Volatil pada bagian headspace akan terbagi dalam
bentuk gas dan cairan tipis pada permukaan fiber. Dalam hal ini terdapat 3 bentuk
sistem : matriks sampel, headspace pada bagian atas sampel dan lapisan fiber, dan
dua sistem kesetimbangan antara sampel dan bentuk gas dan antara bentuk gas
dan lapisan fiber. Kedua sistem dalam kesetimbangan umumnya dihubungkan
oleh konsentrasi dari analat dalam bentuk gas (Kolb & Ettre 2006). Beberapa
17
jenis fiber yang sering digunakan untuk menangkap komponen volatil
diperlihatkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Jenis dan volume fibera untuk SPME
aPanjang fiber: 10 mm bPDMS=polydimethylsilicone, DVB= divinylbenzene, CW=carbowax, SF=stable flex *Fiber memiliki precoat 5µm PDMS † Pada DVB/Carboxen fiber memiliki dua lapisan; lapisan mengandung Carboxen atau DVB (Sumber: Klob & Ettre 2006).
Perbedaan kelarutan komponen volatil dalam lapisan fiber menentukan
selektifitas keseluruhan prosedur. Sebagai contoh, lapisan nonpolar polydimethyl
siloxane (PDMS) digunakan untuk menganalisa campuran sisa pelarut, toluen
yang nonpolar akan dilarutkan dengan baik pada bagian lapisan fiber sedangkan
methanol tidak akan terlarut. Sehingga dengan demikian, sensitifitas setiap
komponen yang berbeda akan sangat bervariasi, tergantung pada polaritasnya.
Evaluasi Sensori
Analisis sensori (atau evaluasi sensori) adalah disiplin ilmu yang
menerapkan prinsip-prinsip desain eksperimental dan analisis statistik yang
menggunakan indera manusia (penglihatan, penciuman, perasa, sentuhan dan
pendengaran) untuk tujuan mengevaluasi produk-produk konsumen. Memerlukan
panelis yakni manusia sebagai penilai, pada produk yang diuji dan merekam
tanggapan yang dibuat oleh mereka. Dengan menerapkan teknik statistik untuk
hasil sehingga dimungkinkan untuk membuat kesimpulan dan wawasan tentang
produk-produk yang diuji (Anonim 2010).
Lapisanb Ketebalan lapisan (µm) Volume x 10-3cm3
PDMS 7 0.028 PDMS 30 0.132 PDMS 100 0.612 Polyacrylate 85 0.520 CW/DVB 65 0.357 CW/DVB SF 70 0.418 PDMS/DVB* 65 0.378 PDMS/DVB SF* 65 0.398 PDMS/Carboxen SF* 85 0.528 DVB/Carboxen SF† Carboxen layer DVB layer
50 30
0.151 0.377
18
Evaluasi sensori merupakan analisis yang menggunakan manusia sebagai
instrumen, dengan kemungkinan terjadi penyimpangan sangat besar. Dasar-dasar
dari faktor fisiologi dan psikologi yang dapat berpengaruh terhadap penilaian
sensori harus dipahami untuk meminimalisasi penyimpangan atau penilaian yang
berubah-ubah (Meilgaard et al.1999).
Menurut Meilgaard et al. (1999) banyak variabel yang harus dikontrol
dalam melakukan evaluasi sensori, dengan maksud untuk mendapatkan perbedaan
nyata antara sampel yang akan diukur. Variabel tersebut terbagi ke dalam 3
kelompok yaitu: (1) Pengontrolan terhadap proses pengujian meliputi:
lingkungan, tempat pengujian, penggunaan booth atau meja diskusi, pencahayaan,
sistem ventilasi udara, ruang persiapan, pintu masuk dan keluar; (2) Pengontrolan
produk meliputi : penggunaan peralatan, cara penyiapan, pemberian kode dan cara
penyajian; (3) Pengontrolan terhadap panel meliputi prosedur yang digunakan
oleh panelis dalam mengevaluasi sampel.
Kegiatan evaluasi sensori memerlukan berbagai macam tahapan dengan
berbagai pertimbangan. Meilgaard et al. (1999) membagi peran dari analisis
sensori ke dalam 7 tahapan yaitu menentukan tujuan dari proyek, menentukan
tujuan dari tes yang dipilih, menyeleksi sampel yang akan diuji, mendesain suatu
tes, melaksanakan tes, menganalisis data dan menginterpretasikan serta
melaporkan data yang diterima.
Analisis sensori moderen digunakan sebagai alat yang sangat penting bagi
para peneliti mengenai flavor. Secara umum terdapat dua tipe utama analisis
sensori : afektif dan analisis. Tes sensori afektif didasarkan pada konsumen dan
penilaiannya terhadap tingkat penerimaan yang penting bagi industri pangan
karena mereka akan memberikan penjelasan mengenai flavor, tekstur, dan
penampakan yang mempengaruhi penerimaan konsumen. Teknik ini dilakukan
oleh panelis tidak terlatih sehingga cenderung penilaian setiap panelis akan
berbeda-beda. Jumlah panelis yang digunakan cukup banyak (>50). Tipe kedua
metode sensori yakni teknik analisis yang didasarkan pada panelis terlatih.
Termasuk didalamnya uji pembedaan dan uji ambang batas, merupakan alat
sensori yang penting. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi flavor dalam
19
sebuah produk dan membedakan komponen sensori antara berbagai produk
(Marsili 2007).
Uji pembedaan yang populer termasuk didalamnya uji segitiga, panelis
berusaha untuk mendeteksi satu dari tiga sampel yang berbeda dari dua sampel
lainnya dan pada uji duo-trio, panelis memilih satu dari dua sampel yang berbeda
dengan standar. Salah satu kekurangan dari uji-uji ini adalah perbedaan antara
sampel tidak ditentukan (Marsili 2007).
Analisis sensori deskriptif adalah metode analisis sensori dimana atribut
sensori suatu produk atau bahan pangan diidentifikasi, dideskripsikan dan
dikuantifikasi dengan menggunakan panelis yang dilatih khusus untuk tujuan ini.
Analisis ini dapat dilakukan untuk semua parameter sensori dan beberapa aspek
dalam flavor atau texture profiling. Panelis yang digunakan harus dipilih secara
hati-hati, dilatih dan dipertahankan kemampuannya dibawah pengawasan
supervisor yang berpengalaman (Apriyantono & Wijaya 2006).
Menurut Sensory Analysis Center (2010), analisis sensori deskriptif adalah
salah satu alat yang paling komprehensif dan informatif yang digunakan dalam
analisis sensoris. Teknik ini dapat memberikan deskripsi indrawi lengkap
mengenai produk, menentukan bagaimana perubahan bahan atau proses
mempengaruhi karakteristik produk, dan mengidentifikasi atribut kunci produk
yang meningkatkan penerimaan.
Parameter-parameter sensori yang diamati guna menggambarkan produk
dapat berupa aneka ragam terminologi baik itu tentang atribut, karakteristik,
characternotes, kalimat penjelasan atau pendiskripsi lain. Pemilihan terminologi
untuk sensori parameter boleh sekehendak hati, namun harus disetujui oleh semua
panelis selama masa pelatihan dan digunakan dengan seragam selama pengujian.
Akan tetapi bila atribut sensori yang terpilih dan definisi yang berhubungan
dengan atribut ini dapat dikaitkan dengan sifat fisik atau kimia produk, data
deskripsi yang diperoleh akan lebih mudah dalam interpretasi dan lebih berguna
dalam pembuatan keputusan (Apriyantono & Wijaya 2006).
Variasi analisis deskriptif yang paling popular sampai saat ini adalah
Flavor Profile® Method yang dikembangkan oleh Cairncross dan Sjőstrom
(1950), The Texture Profile®Method yang dikembangkan oleh General Foods
20
Research Center (Brandt et al. 1963), Quantitative Descriptive Analysis (The
QDA® Method) yang dikembangkan oleh Tragon Corporation (Stone et al. 1974),
Spectrum Descriptive Analysis sebagai pengembangan dari metode Flavor dan
Texture Profile dengan deskripsi seperti dijelaskan oleh Meilgaard et al. (1991).
Semua variasi metode ini dilakukan oleh panelis terlatih. Panelis ini dipilih
berdasarkan kemampuan sensorinya dan hasil training untuk mendeskripsikan dan
mengevaluasi perbedaan sensori antara produk yang diuji (Stone & Sidel 2004;
Abdi & Valentine 2007).
Saat ini metode QDA diterima secara luas sebagai salah satu alat yang
paling penting untuk mengkaji masalah yang berkaitan dengan flavor,
penampakan dan tekstur serta untuk usaha pengembangan produk. Pada metode
QDA panelis terpilih berkerja bersama dalam sebuah kelompok yang fokus untuk
mengidentifikasi atribut kunci dari produk dan menentukan skala yang tepat pada
produk yang dikaji. Panelis selanjutnya dilatih oleh panel leader, seorang analisis
sensori yang profesional menjadi anggota dari panelis untuk mengidentifikasi dan
memberi skor pada produk dengan benar. Selama pelatihan, panelis (jumlah
panelis selalu 8-12 orang) menentukan kata-kata yang tepat (lexicon) untuk
menggambarkan produk. Panelis terlatih menentukan istilah-istilah mengenai
atribut dan deskripsi produk yang mengandung arti bagi konsumen. Oleh karena
itu, informasi dari QDA dapat diaplikasikan dalam bentuk model prediksi
terhadap penerimaan konsumen (Marsili 2007; Heyman et al. 1993).
Dua kriteria kualifikasi untuk pemilihan panelis pada uji QDA adalah: (1)
individu yang mengkonsumsi produk dengan frekuensi rata-rata atau lebih akan
lebih sensitif dibandingkan dengan yang jarang mengkonsumsi, dan (2)
kemampuan pembedaan terhadap produk, termasuk produk yang sedang diuji
memberi hasil yang lebih terarah secara berturut-turut (Sawyer et al. 1962 dalam
Stone & Sidel 2004).
Pelatihan panelis pada metode QDA menggunakan produk dan ingredien
reference seperti pada metode deskriptif yang lain untuk menstimulasi penurunan
istilah-istilah. Panel leader bertindak hanya sebagai fasilitator, menyediakan
sampel, merekam apa yang sedang didiskusikan, dan mengarahkan dialog fokus
pada tujuan, mengingatkan bahwa semua subjek memiliki kesempatan yang sama
21
untuk berpartisipasi, dan memecahkan konflik yang mungkin terjadi (Stone &
Sidel 1998). Pelatihan ditujukan untuk mengembangkan istilah yang konsisten,
tetapi panelis bebas untuk memperkirakan skor yang akan diberikan,
menggunakan skala 15 cm yang tersedia pada metode ini. Hasil dari QDA
dianalisa secara statistik, salah satu teknik statistik yang sangat bermanfaat adalah
principal component analysis (PCA), sebuah metode analisis multivariat yang
dapat digunakan untuk memperlihatkan kelompok jenis sampel yang sama yang
didasarkan pada pengukuran atribut sensori kuantitatif. Selanjutnya hasil uji
statistik disajikan dalam bentuk berbagai jenis format grafik untuk
menginterpretasikan hasil, grafik yang umumnya digunakan sebagai representasi
data dalam bentuk spider web dengan suatu cabang dari satu titik pusat untuk tiap-
tiap atrbut (Marsili 2007; Meilgraard et al. 1999; O’Mahoney 1986 dan Randall
1989 dalam Heymann et al. 1993).
Analisis Multivariat
Analisis multivariat (MVA) adalah teknik yang sangat bermanfaat untuk
memahami bagaimana komponen-komponen kimia yang sangat banyak dalam
produk berpengaruh terhadap flavor dan aroma, MVA digunakan untuk
menangani data dalam jumlah yang banyak, sehingga keputusan yang diambil
dapat lebih objektif (Martens et al.1994).
MVA memberikan cara menentukan sejumlah besar luas puncak data
yang dihasilkan dalam analisa dengan menggunakan GC-MS pada produk pangan,
untuk membedakan informasi yang mengandung arti dan variasi data yang acak
dalam set data. Metode MVA dapat menentukan variabel bersamaan dan
kemampuan untuk mengurangi jumlah faktor (kombinasi linear dari variabel
independen) yang mengandung sejumlah informasi. Secara umum, tujuan metode
MVA adalah untuk mengurangi ukuran set data, memungkinkan (1) sampel secara
individual dapat diklasifikasi dengan set data yang didasarkan menurut derajat
kesamaan data atau (2) Sifat berkelanjutan sampel dapat diprediksi (contohnya
umur simpan produk atau skor flavor).
Secara umum MVA, dimulai dengan penerapan eksplorasi algoritma pada
kumpulan data. Pola dasar data terdapat pada set data tetapi hubungan antar
22
sampel akan sulit diketahui jika matriks data lebih dari tiga atau lebih bentuk.
Eksplorasi data analisis dapat mengungkapkan pola tersembunyi dalam data yang
kompleks dengan mengurangi informasi menjadi sebuah bentuk yang lebih mudah
dipahami. Analisis seperti ini memungkinkan dapat terlihatnya chemometric
outlier dan menunjukkan pola data atau kecenderungan dalam data. Eksplorasi
algoritma seperti principal component analysis (PCA) dan hierarchical cluster
analysis (HCA) didesain untuk mengurangi jumlah set data yang luas dan
kompleks menjadi data yang optimal dan dapat diinterpertasikan. Hal ini
ditekankan pada pengelompokan data dan memperlihatkan variabel yang paling
berpengaruh dalam menentukan pola. PCA atau HCA memperlihatkan pola yang
berkaitan dengan sampel, langkah berikutnya adalah penerapan metode klasifikasi
MVA atau metode kuantitatif yang mengukur sebagian sifat berkelanjutan dari
sampel yang penting. MVA digunakan dalam kimia flavor untuk membuat
prediksi kuantitatif pada umur simpan, skor flavor, atau sifat berkelanjutan dari
sebuah produk .
Dalam bidang pangan dan kimia flavor, MVA merupakan metode yang
paling bermanfaat dalam mengkorelasikan data sensori dan data hasil analisa.
Penerapan prosedur MVA, memungkinkan terciptanya korelasi antara data sensori
yang subjektif dan data hasil analisa dengan instrumen yang objektif. Terdapat
sebagian kecil makanan yang dikarakterisasi oleh atribut sensori yang berasal dari
satu atau dua komponen aroma yang mencirikan produk tersebut. Dalam kasus
tersebut, data sensori dan data instrumen relatif mudah dikorelasikan. Namun
untuk kebanyakan produk, kondisinya sangat berbeda dan lebih rumit, hal ini
disebabkan karena karakteristik sensori umumnya merupakan hasil dari beberapa
komponen kimia yang memengaruhi produk tersebut. Sifat organoleptik
merupakan fenomena multivariat, sehingga untuk mengkarakterisasi setiap
komponen secara realistis diperlukan metode statistik multivariat (Marsili 2007).
Berbagai jenis masalah yang berkaitan dengan masalah flavor dapat
diselesaikan dengan chemometrics dan MVA, termasuk di dalamnya: (1)
Klasifikasi sampel berdasarkan kesamaan profile flavornya (Chien & Peppard
1993), (2) Klasifikasi sampel berdasarkan mekanisme off-flavor (Majcher & Jelen
2005; Berger 1991), (3) Klasifikasi sampel ke dalam beberapa kategori: baik dan
23
buruk; sampel kontrol dan sampel komplain (Roberts & Acree 1995), (4) Prediksi
skor flavor, dan (5) Prediksi umur simpan (prediksi jumlah hari setelah produksi,
produk mulai tidak diterima berdasarkan atribut flavor dan rasa) (Larsen et al.
1992; Baek & Cadwallader 1999).
Kromatografi Gas-Spektrometer Massa (GC-MS)
Kombinasi gas chromatography (GC) untuk pemisahan dan mass
spectrometry (MS) untuk deteksi dan identifikasi komponen-komponen dalam
campuran berbagai komponen menjadi alat analisis yang digunakan dalam
penelitian dan laboratorium analisis. Penggabungan GC dan MS biasanya
dilakukan untuk mendeteksi komponen-komponen spesifik tertentu. Sistem GC-
MS terdapat dalam berbagai jenis dan ukuran tergantung pada desain untuk
memenuhi tuntutan pekerjaan (Douglas 2010; McMaster 2007).
GC merupakan alat analisis yang populer, kuat, cukup murah dan mudah
dioperasikan. Campuran yang akan dianalisa diinjeksikan ke dalam saluran gas
inert dan disebarkan pada tabung yang dilengkapi lapisan padat dengan fase cair.
Interaksi absorptif antara komponen-komponen dalam saluran gas dan lapisan fase
diam kolom menyebabkan terjadinya perbedaan pemisahan campuran komponen-
komponen, selanjutnya komponen tersebut akan dideteksi oleh detektor. Detektor
GC, identifikasinya didasarkan pada waktu retensi di dalam kolom.
Mass spectrometer mengantar material yang diinjeksikan,
mengionisasinya dalam kondisi sangat vakum, mendorong dan memfokuskan
ion-ion ini dan hasil fragmentasi melalui sebuah magnetic mass analyzer, dan
selanjutnya jumlah setiap ion pada detektor dikumpul dan diukur. Mass
spectrometer adalah alat yang sangat baik untuk mengidentifikasi dengan baik
struktur dari suatu komponen, tetapi kurang baik untuk mendeteksi struktur jika
komponen terdapat dalam bentuk campuran.
Penggabungan dua komponen menjadi sebuah bentuk sistem GC-MS
memungkinkan pemisahan campuran menjadi komponen tunggal, yang dapat
diidentifikasi, dan memberikan informasi kuantitatif dan kualitatif dari jumlah dan
struktur kimia setiap komponen. Penentuan struktur molekul sebuah komponen
didasarkan pada berat molekul dan fragmentasi spektra.
24
Sistem GC-MS terdiri dari: (1) Injektor, sebagai jalan masuknya sampel ke
dalam kromatogram, (2) Gas chromatograph, sebagai gas pembawa (carrier gas)
dan kontrol valving, (3) Oven, sebagai pengontrol suhu, (4) Tubing, sebagai
penghubung injektor dengan kolom dan keluar ke bagian spektrometer (5) Kolom
yang dibungkus dan dilapisi dengan fase diam yang memungkinkan terjadinya
pemisahan, (6) Modul yang memisahkan komponen-komponen yang disalurkan
ke sumber ionisasi mass spektrometer sehingga tidak terjadi pencampuran
kembali komponen-komponen yang telah dipisahkan, (7) Sistem mass
spektrometer yang terdiri dari sumber ionisasi, focusing lens, mass analyzer,
detektor ion, dan multistage pumping, dan (8) Sistem data/kontrol untuk
memberikan seleksi mass, kontrol lensa dan detektor, pengolahan data serta
penghubung GC dengan injektor (McMaster 2007).
Injektor dapat berbentuk sebuah septum port sederhana pada bagian atas
gas kromatograph tempat sampel diinjeksikan dengan menggunakan sebuah
graduated capillary syringe. Dalam beberapa kasus, injeksi port ini dilengkapi
dengan sebuah trigger yang dapat memulai program suhu oven dan/atau
mengirim sebuah signal pada data/sistem kontrol untuk memulai memperoleh
data. Untuk analisis yang lebih kompleks dan dilakukan secara rutin, injeksi dapat
dilalukan dengan menggunakan autosampler yang memungkinkan injeksi vial
dalam jumlah yang banyak, injeksi standar, needle washing, dan identifikasi
barcode vial. Untuk sampel mentah yang membutuhkan proses preinjeksi,
terdapat injektor split/splitless, saluran dengan permukaan geometri yang berbeda,
sistem pembersihan dan perangkap, headspace analyzers, dan sistem pemurnian
cartridge. Semua sistem ini menyediakan ekstraksi sampel, cleanup, atau periode
volatilisasi untuk memasukkan sampel yang dianalisa ke dalam kolom gas
kromatograpi.
Gas kromatograpi dilengkapi dengan oven untuk mempertahankan dan
memanaskan kolom GC. Gas pembawa yang digunakan berupa gas nitrogen,
helium, atau hidrogen, yang digunakan untuk membawa sampel yang diinjeksikan
kedalam kolom, tempat terjadinya pemisahan dan selanjutnya masuk ke bagian
interface mass spektrometer.
25
Mass spectrometer memiliki tiga bagian utama: sebuah ruang ionisasi
dengan elektron atau molekul-molekul dibebani untuk menghasilkan molekul-
molekul ion sampel. Molekul ini ditempatkan di dalam alat analisa dalam kondisi
vakum yang tinggi dimana molekul difokuskan secara elektrik kemudian dibawa
ke bagian quadrupole rods. Signal arus searah (dc) pengisian kutub apposing pada
bagiab quadrupole rods menghasilkam medan magent pada bagian ion-ion
diselaraskan. Setiap mass dipilih dari bagian ini dengan menyebarkan setiap mass
dengan sebuah signal frekuensi radio (RF). Perbedaan frekuensi dc/RF sangat
nyata, perbedaan perbandingan ion mass/charge (m/z) dapat keluar dari alat
analisis dan mencapai ion detektor. Dengan sweeping dari frekuensi tinggi ke
rendah, ion-ion yang memiliki the m/z dikeluarkan satu persatu ke detektor,
menghasilkan mass spektrum.
Pada saat memasuki detektor ion, ion-ion tersebut dibelokkan kabagian
cascade plate dimana signal digandakan dan selanjutnya dikirim ke sistem data
sebagai arus ion berbanding m/z berbanding waktu. Jumlah signal dapat diplotkan
berbanding waktu sebagi total kromatogram ion (TIC) atau ion tunggal m/z dapat
diekstrak dan diplotkan berbanding waktu sebagai kromatogram ion tunggal
(SIC). Pada titik tunggal, kekuatan aliran ion untuk setiap fragmen ion yang
terdeteksi dapat diekstrak dan diplotkan sebagai m/z jarak mass, menghasilkan
mass spektrum. Hal penting untuk selalu diingat bahwa blok data yang dihasilkan
adalah tiga dimensi: (m/z) terhadap kekuatan signal terhadap waktu. Pada
kebanyakan detektor hasilnya sederhana yakni kekuatan signal terhadap waktu.
Data hasil analisa yang paling sederhana dengan menggunakan mass
spektrometer adalah pengukuran total kekuatan arus ion (TIC) berbanding waktu.
Ini merupakan hasil dari kromatografi yang memperlihatkan kekuatan signal
untuk semua ion yang dihasilkan oleh mass spektormeter pada waktu yang
diberikan. Kromatogram yang dihasilkan sama bentuknya dengan kromatogram
UV dengan pucak-puncak yang mewakili waktu retensi dari setiap komponen
yang ada (McMaster 2007).
26
Kromatografi gas-olfaktometri (GC-O)
Kromatografi gas-olfaktometri (GC-O) adalah kumpulan teknik yang
menggunakan manusia sebagai detektor pada gas kromatogram atau sebagai
olfaktometer dengan menggunakan gas kromatogram untuk memisahkan dan
menyampaikan dosis aroma kepada manusia sebagai subjek. GC-O telah menjadi
bioassay penting yang digunakan dalam isolasi dan karakterisasi aroma dari
produk alami yang kompleks sejak tahun 1960. GC sniffing dipercaya mulai sejak
diperkenalkannya gas kromatograf oleh James dan Martin (1952). Takeuchi et al.
(1980) menggabungkan oflaktometer standar dengan gas kromatogram dan
pertama kali menamainya sebagai “gas chromatograph-olfactometer”.
Bentuk sederhana dari GC-O yakni dengan menghirup langsung aliran
dari kolom gas kromatograpi telah dilakukan lebih dari 35 tahun (Fuller et al.
1964), penggabungan aliran dari GC dengan udara lembab dengan menggunakan
laminar flow dimulai sejak tahun 1971 (Acree et al. 1976) dan penggunaan
metode pengenceran quantitatif untuk mengetahui potensi aroma (Acree et al.
1984; Ullrich & Grosch 1987) telah dilakukan pada pertengahan tahun 1980.
Selama analisa dengan GC-O, ekstrak sampel atau sampel yang didestilasi
dari bahan pangan diinjeksikan ke dalam GC yang telah dimodifikasi dengan
sebuah oflaktometer pada bagian akhir detektor. Seorang sniffer atau manusia
sebagai detektor duduk dibagian outlet oflaktometer dan merekam apa yang
dibaui dalam aliran udara. Data yang dihasilkan dari GC-O memiliki komponen
kualitatif dimana seorang sniffer mendiskripsikan persepsinya terhadap aroma
yang mereka baui. Hal ini biasanya menggunakan kata atau kelompok kata yang
juga menggunakan gambar. Hasil pelatihan sniffer selama beberapa hari atau
minggu dengan menggunakan bahan kimia dan kata-kata untuk menggambarkan
setiap bahan yang dibaui harus didokumentasikan, agar diperoleh hasil yang
konsisten (Cain 1979). Manusia dapat dilatih agar konsisten mengidentifikasi bau
jika dilakukan standarisasi berkala. Terdapat juga komponen kuantitatif yang
dapat diperoleh dari perilaku sniffer. Analisa dengan GC-O bersifat intensif
sehingga hanya menggunakan 1-2 orang panelis yang sebelumnya harus diseleksi
untuk mengetahui tingkat sensitifitasnya dan anosmia yang spesifik. Tingkat
sensifitas oflaktori seseorang dapat berubah dalam beberapa hari seiring
27
berjalannya waktu (Köster 1965; 1968). Hal ini harus diperhatikan karena proses
pembuatan serial pengenceran memerlukan waktu yang lama dalam
penyiapannya.
Data GC-O sering dinyatakan sebagai Charm atau flavor dilution response
chromatogram, spektrum kromatogram aroma, atau nilai aktivitas aroma. Baik
nilai pengenceran flavor dan nilai Charm dapat dikonversikan ke dalam nilai
spektrum aroma (OSV) dengan menggunakan hukum Steven’s:
ߖ = ߔ݇
Dimana Ψ adalah intensitas stimulan yang dirasakan, k adalah konstanta,
Φ adalah tingkatan stimulan, dan n adalah eksponen Steven’s. Eksponen
persamaan Steven’s untuk aroma kisarannya 0.3 dan 0.8 (Stevens 1958;1960), dan
menggunakan nilai tengah yang memadai dengan nilai 0.5. nilai spektrum aroma
dinormalkan dengan aroma yang paling tajam. Hasil ploting respon dengan retensi
menghasilkan spektrum kromatogram aroma. Spektrum kromatogram aroma
mewakili pola dari aroma dalam sampel yang diinjeksikan. Cara lain untuk
memperlihatkan hasil analisa GC-O adalah dengan menggunakan nilai aktivitas
aroma yang dapat juga diplotkan dalam bentuk kromatogram. Aktivitas
kromatogram aroma diwakili oleh intensitas dan pola dari komponen aktiv aroma
sebagai nilai aktivitas aroma (OAV) yakni perbandingan konsentrasi aroma
dengan ambang aroma yang dapat dideteksi dalam matriks pangan.
Hubungan Analisis Sensori dengan Analisis Instrumen
Memahami flavor pangan merupakan hal yang sangat penting dalam
mengatur strategi penelitian dan pemasaran yang efektif. Memahami flavor
melibatkan hubungan antara persepsi terhadap flavor dengan komponen-
komponen kimia volatil yang berpengaruh terhadap flavor.
Flavor pangan merupakan salah satu kunci yang menjadi parameter
penerimaan dan pemasaran. Jika hubungan antara persepsi sensori dengan
komponen-komponen volatil tercipta, peningkatan pemahaman flavor tercapai dan
diperolehnya informasi yang kuat yang menghubungkan flavor dengan teknologi
produksi (Drake 2004). Ada dua hal dasar yang diperlukan untuk melakukan
28
kajian ini yakni instrumen analisis yang lengkap dan analisis sensori deskriptif.
Diperlukan perhatian yang seksama agar diperoleh hubungan yang jelas dari
penggunaan instrumen analisis dan analisis sensori deskriptif. Sayangnya, analisis
sensori deskriptif sering diabaikan dalam kimia flavor.
Flavor adalah persepsi sensori. Penelitian kimia flavor (misalnya
instrumen analisis) tidak akan memiliki relevansi tanpa analisis sensori. Analisis
sensori deskriptif terdiri dari panelis terlatih dimana setiap individu berfungsi
serentak, merupakan analog instrumen, untuk mendokumentasi dan
mendiskripsikan atribut sensori suatu produk (Drake & Civille 2003). Seperti
halnya instrumen sensori atau panelis, yang harus dilatih secara intensif dan
dikalibrasi untuk hasil yang kuat, sensitif, dan mengandung makna. Komponen
volatil dalam produk pangan tidak dapat diekstrak dengan menggunakan satu
metode saja, tetapi memerlukan kombinasi proses ekstraksi, misalnya gabungan
headspace dan ekstraksi pelarut sebaiknya digunakan jika ingin mendapatkan
gambaran keseluruhan komponen volatil yang diinginkan. Instrumen yang
digunakan harus sensitif karena banyak komponen yang bereperan dalam flavor
terdapat dalam jumlah yang sangat kecil (ppb atau ppt). Komponen-komponen
sulfur dan adanya kandungan nitrogen memerlukan detektor khusus agar
diperoleh deteksi dan kuantifikasi yang akurat dan sensiitif. Kromatograpi gas-
oflaktometri (GC-O atau GC-sniffing) umumnya diperlukan untuk
mengidentifikasi komponen kunci yang berperan pada flavor (Singh et al. 2003;
Parliament & MCGorrin 2000; Van Ruth 2001; Grosch 1993).
Pendekatan yang paling tepat untuk menghubungkan data sensori dan data
analitik diperlihatkan pada Gambar 1. yang terdiri dari tiga langkah: (1) pemilihan
produk yang diinginkan atau flavor target dengan menggunakan analisis sensori
deskriptif, (2) instrumen untuk menganalisa kandungan volatil, dan (3) konfirmasi
volatil kunci sebagai aroma-active compounds dengan melakukan kuantifikasi,
analisis ambang batas, dan analisis sensori deskriptif (Drake et al. 2006).
Pendekatan lain yang dapat digunakan jika jumlah sampel dan volatil yang
dianalisa sangat banyak yakni: (1) evaluasi sensori dan analisis instrumen produk
tanpa analisis lanjutan atau (2) evaluasi sensori, analisis instrumen dan analisa
29
statistik. Dari dua jenis pendekatan ini, hubungan kasar antara analisis sensori dan
analisis instrumen dapat diidentifikasi.
Langkah 1.
Langkah 2.
Langkah 3.
Sumber: Drake et al. 2006
Gambar 1 Tiga langkah pendekatan untuk membangun hubungan yang tepat antara analisis sensori dan analisis instrumen
Kecermatan memilih produk dengan flavor
target
Tool yang digunakan: Analisis sensori deskriptif
Tool yang digunakan: Analisis instrumen dengan gas
kromatografi olfaktometri (GC-O)
Ekstraksi, identifikasi dan karakterisasi aroma
active components
Tool yang digunakan: Instrumental quantification
Analisis ambang batas sensori Analisis sensori deskriptif
Konfirmasi komponen volatil yang dipilih
dalam pangan
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai dari Juli 2010 sampai April 2011. Penelitian
menggunakan kromatografi gas-spektrometer massa (GC-MS) dan kromatografi
gas-olfaktometri (GC-O) dilaksanakan di Laboratorium Analisis Flavor
Sukamandi, mulai dari September 2010 sampai Februari 2011. Pengujian sensori
dilaksanakan di Laboratorium Sensori SEAFAST Center dan Departemen Ilmu
dan Teknologi Pangan, Kampus IPB Darmaga Bogor, dari Juli 2010 sampai April
2011.
Bahan dan Alat
Bahan baku nanas Delika Subang, Mahkota Bogor, dan Pasir Kuda (hasil
persilangan) diperoleh dari PKBT Institut Pertanian Bogor. Bahan untuk standar
rasa uji sensori adalah larutan sukrosa, NaCl, caffeine dan asam sitrat yang
dilarutkan dalam air mineral (AQUA). Bahan kimia sebagai aroma referensi
adalah metil 2-metilbutanoat (fruity, apple like), metil 3-metilbutanoat (fruity,
appel like), δ-oktalakton (coconut like), asam butanoat (sour), β-damaskenon
(fruity, sweet), etil butanoat (fruity), 4-metoksi-2,5-dimetil-3(2H)-furanon
(caramel like) yang diperoleh dari PT. Ogawa Indonesia dan PT. Foodex Inti
Ingredients. Internal standar yang digunaka adalah 1,4-diklorobenzen. Bahan
untuk penyiapan sampel dengan metode liquid-liquid extraction (LLE) yakni
metilen klorida (diklorometan) , sodium klorida (99%), sodium sulfat (99%) dan
internal standar. Untuk Solid phase microextraction (SPME) yakni sodium klorida
(99%).
Alat yang digunakan adalah blender, timbangan analitik, kolom vigreux,
labu pemisah, alat-alat gelas, vial 2 mL screw cap and clear Agilent Technologies
5182-0553, chromatography-mass spectrometry (GC-MS), MS: Agilent
Technologies 5975C Inert XL EI/CI MSD dengan triple-Axis Detector dan GC:
Agilent Technologies 7890 A GC System, kolom yang digunakan yaitu HP-
INNOWAX Agilent Technologies J&W Scientific USA (19091 N-136) dengan
panjang 60 m, I.D. 0,250 mm, film 0,25 µm, batas suhu 40 ºC sampai 260 ºC part
32
no: 19091N-136 S/N: U58563347 H, syringe Agilent 5 µL part # 5181-1273, fiber
yang digunakan yaitu carboxen-polydimethylsiloxane (CAR-PDMS) 57318, 85
µm, black/palin, plain 24 gauge, fiber core/assembly type: fused silica/5557318
Supelco Bellefonte PA, vial 20 mm screw cap with hole Supelco 595 Bellefonte
PA, dan hotplate. Pengukuran warna daging buah nanas digunakan Chromameter
CR 300 Minolta.
Mahkota Bogor Delika Subang Pasir Kuda
Gambar 2 Nanas Mahkota Bogor, Delika Subang dan Pasir Kuda sebagai hasil silangan dari keduanya
Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan terdiri atas 2 tahap yaitu: 1) Identifikasi dan
semikuantifikasi komponen-komponen volatil pada nanas dengan menggunakan
GC-MS, identifikasi komponen-komponen kunci yang berkontribusi terhadap
aroma nanas dengan GC-O menggunakan metode NIF (nasal impact frequency),
2) Analisis sensori yang dilakukan yakni: uji hedonik, uji rangking dan analisis
sensori deskriptif. Tahapan pelaksanaan kegiatan penelitian diperlihatkan pada
Tabel 3.
1. Analisis dengan GC-MS dan GC-O
a. Isolasi volatil dengan menggunakan liquid-liquid extraction (LLE)
Persiapan sampel untuk analisis dengan menggunakan GC-O: volatil dari
setiap varietas nanas diisolasi dengan menggunakan liquid-liquid extraction
(LLE) dengan menggunakan metilen klorida. Daging buah (200 g) dari setiap
varietas dihomogenisasi selama 1 menit di dalam 200 ml larutan NaCl (18.6%
33
w/v). Hasil homogenisasi sampel disentrifugasi pada suhu 4 ºC selama 3 menit
pada 3000 rpm untuk memperoleh supernatant. Untuk memperoleh larutan yang
jernih, supernatant disaring dengan menggunakan kertas saring. Sejumlah 250 ml
diekstraksi dua kali dengan 60 ml pelarut dalam corong pemisah. Standar
ditambahkan sebagai internal standar sebelum dilakukan ekstraksi. Ekstrak
selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan sodium sulfat. Sebelum dilakukan
analisis ekstrak dikonsentratkan menjadi 1 ml dengan destilasi pelarut pada
kolom Vigreux (panjang 20 cm, ID 1 cm). 1 µl aliquot diinjeksikan secara
manual ke dalam GC dengan menggunakan vial dan syringe.
GC-MS yang digunakan yakni Agilent Technologies GC system (GC
7890 dan 5975C XLEI/CI MSD) dilengkapi dengan split-splitless injektor yang
diatur pada suhu 250 ºC. Suhu detektor MS 280 ºC. Kolom polar (HP-INNOwax,
diameter dalam 0.25 mm, panjang 60 m, ketebalan 0.25 µm) digunakan dengan
mengatur program sebagai berikut: suhu dipertahankan 45 ºC selama 5 menit
kemudian dinaikkan sampai 200 ºC pada kecepatan kenaikan suhu 2 ºC/menit. 1
µL sampel diinjeksikan dengan menggunakan metode splitless. Untuk
identifikasi komponen digunakan NIST05a. L.
GC-O. Proses sniffing dilaksanakan di dalam ruangan dengan suhu 22 ºC.
GC yang digunakan GC 7890 (HP-INNOwax, diameter dalam 0.25 mm x
panjang 60 m x ketebalan 0.25 µm). Suhu injektor dan FID diatur pada suhu 250
ºC. Oven diprogram pada suhu 45 ºC selama 5 menit kemudian dinaikkan sampai
210 ºC dengan kecepatan 10 ºC per menit dan terakhir dipertahankan selama 5
menit. Setiap sniffing dilaksanakan selama 25 menit. Helium digunakan sebagai
gas pembawa dengan kecepatan 1 mL/menit. 1 µL volume ekstrak nanas
diinjeksikan dengan aliran 5 mL/menit. Kolom dihubungkan dengan FID dan
sniffing port yang dilengkapi dengan saluran dan diujungnya terdapat glass
funnel.
b. Solid phase microextraction (SPME)
Aliquot 10 ml dari supernatan yang telah dipersiapkan seperti di atas
dipipet ke dalam vial headspace kaca yang telah diisi dengan 2 g NaCl, vial
selanjutnya diletakkan di atas hotplate yang dilengkapi pengatur suhu dan
magnetik stirrer, selanjutnya bagian atas vial ditusuk dengan menggunakan
34
SPME fiber assortment kit, vial dipanaskan pada suhu 30 ºC selama 30 menit
dan tetap diaduk secara magnetik, selanjutnya fiber diinjeksikan ke dalam GC-
MS secara manual. GC-MS dan program GC-MS yang digunakan sama dengan
GC-MS dan program yang digunakan pada LLE. Perhitungan nilai LRI setiap
komponen digunakan persamaan berikut:
LRIx = {((tx – tn) / (tn+1 – tn)) + n} x 100
Keterangan:
LRIx = indeks retensi linier komponen x tx = waktu retensi komponen x (menit) tn = waktu retensi alkana standar dengan n buah atom karbon yang muncul sebelum komponen x (menit) tn+1 = waktu retensi alkana standar dengan n+1 buah atom karbon yang muncul setelah komponen x (menit) n = jumlah atom karbon alkana standar yang muncul sebelum komponen x
Perhitungan (semikuantifikasi) konsentrasi masing-masing komponen volatil
dengan menggunakan persamaan berikut:
[A] = (
) x (
) x (
) x (106 µg/g)
Keterangan:
A = konsentrasi (µg/g bahan) B = komponen interes C = volume standar internal (ml) SI = standar internal 1,4 diklorobenzena
2. Analisis sensori
a. Uji Hedonik
Uji hedonik yang digunakan adalah uji rating, pengujian dilakukan
dengan melakukan pengujian pada 81 panelis tidak terlatih untuk menguji tingkat
penerimaan warna, rasa, aroma, tekstur, aftertaste dan tingkat penerimaan secara
keseluruhan (overall) terhadap sampel. Skala yang digunakan pada uji hedonik
yakni 1 untuk sangat tidak suka dan 7 untuk sangat suka, mengikuti metode
Peryam & Pilgrim (1957) dan Meilgaard et al. (2006).
35
Data hasil uji hedonik diolah secara statistik dengan analisis sidik ragam
pada selang kepercayaan 95%, taraf signifikansi 5% menggunakan SPSS
Statistics 17.0. Bila hasil analisis sidik ragam tersebut menunjukkan nilai
berpengaruh nyata, maka akan dilanjutkan dengan uji Duncan untuk
menunjukkan nilai yang berbeda nyata pada data yang diperoleh.
b. Uji Ranking
Uji rangking dilakukan dengan melakukan pengujian pada 81 panelis tidak
terlatih untuk mengetahui urutan sampel yang paling baik menurut penilaian
panelis. Sampel terbaik dianggap sebagai ranking 1 dan seterusnya. Hasil uji
ranking diolah dengan menggunakan Friedman Analysis SPSS Statistics 17.0.
c. Uji Deskriptif
1. Rekruitmen dan Seleksi Panelis
Proses pengujian ini diawali dengan rekruitmen calon panelis. Panelis
yang diminta kesediaannya adalah mahasiswa sebanyak 22 orang. Panelis
yang potensial untuk ikut serta dalam proses pengujian diminta mengisi
kuesioner pre-screening yang berisi mengenai kebiasaan makan, kesukaan
dan ketidaksukaan ekstrim terhadap jenis makanan tertentu, pembatasan
mengkonsumsi makanan tertentu karena alasan kesehatan atau alergi,
ketersediaan waktu dan minat mereka dalam uji sensori. Data yang diperoleh
sangat membantu dalam proses penyeleksian panelis.
Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan calon panelis yang berminat
dan berpotensi untuk dilatih menjadi panelis terlatih. Calon panelis yang
bersedia diuji kepekaan dan kekonsistenan indera penciuman dan
pencicipnya dengan menggunakan uji rasa dan aroma sederhana dan uji
segitiga rasa dan aroma.
36
Tabel 3 Tahapan pelaksanaan penelitian
Tahapan Penelitian Tujuan Tools yang digunakan
Variabel yang diamati Analisa Data Hasil yang Diharapkan
Analisis komponen volatil nanas
Mengetahui kandungan volatil
dalam nanas GC-MS Kandungan volatil
ketiga nanas Semikuantifikasi Kandungan volatil utama dalam
nanas yang memiliki peranan dalam menentukan flavor nanas
Analisis character-impact aroma
compounds nanas
Mengetahui character-impact aroma compounds
dalam nanas
GC-O Character-impact aroma compounds
Semikuantifikasi
Kandungan komponen-komponen yang memberikan pengaruh pada aroma (character-impact aroma
compounds) nanas
Pengujian organoleptik nanas
Mengetahui nanas yang flavornya paling disukai
konsumen
Uji Hedonik Preferensi Konsumen (Hedonik)
ANOVA DMRT (Duncan Multiple
Range Test) Jenis nanas yang paling disukai
konsumen
Mempelajari deskripsi sensori
flavor nanas Uji Deskriptif Aroma nanas
Spider Web PCA (XL STAT) Profil sensori nanas
36
37
Uji rasa dasar dan aroma sederhana bertujuan untuk melihat
kemampuan panelis dalam mengenali dan membedakan rasa dasar dan
aroma sederhana. Senyawa uji yang diberikan untuk seleksi panelis dapat
dilihat pada Tabel 4. Uji rasa dasar dan aroma sederhana ini dilakukan
selama 3 sesi pengujian. Melalui hasil pengujian, calon panelis dinyatakan
lolos apabila mampu memberikan 100% jawaban benar untuk uji rasa dan
80% jawaban benar untuk uji aroma sederhana (Meilgaard et al. 1999).
Tabel 4 Senyawa uji yang digunakan untuk uji rasa dan aroma dasar
Deskripsi Rasa Senyawa Uji Presenstase (%) Manis Asam Asin Pahit Gurih
Larutan gula pasir Larutan asam sitrat Larutan garam Larutan kafein Larutan MSG
1.00 0.05 0.20 0.05 0.05
Deskripsi Aroma Senyawa Uji Presentase (%) Acid Note Sweet Sweaty Green Karamel
Asam asetat Benzaldehid Asam kaproat Cis-3-hexenal Furaneol
10 dalam PG 10 dalam PG 1 dalam PG 10 dalam PG 10 dalam PG
Panelis yang lolos tahap seleksi awal dengan uji rasa dan aroma
sederhana kemudian diseleksi lagi dengan uji segitiga. Uji segitiga bertujuan
untuk mengetahui kemampuan panelis dalam membedakan rasa dan aroma
yang memiliki perbedaan konsentrasi. Setiap panelis melakukan 24 set
pengujian, 12 set pengujian untuk uji segitiga rasa dan 12 lainnya untuk uji
segitiga aroma, 4 sesi pengujian dilakukan untuk uji-uji segitiga tersebut.
Tabel 5 dan Tabel 6 menunjukkan senyawa uji yang diberikan kepada
panelis untuk uji segitiga. Panelis kemudian dipersiapkan untuk mengikuti
tahap analisis selanjutnya. Hasil uji segitiga diplot dalam grafik hubungan
antara banyaknya set pengujian dan banyaknya set pengujian yang benar
dari setiap panelis untuk melihat panelis mana yang diikutsertakan dalam
pelatihan panelis. Panelis yang dipilih adalah panelis yang masuk ke dalam
daerah diterima, daerah ini dibentuk melalui batas atas dan batas bawah
mengikuti aplikasi uji sekuensial (Meilgaard et al. 1999)
38
Tabel 5 Senyawa uji yang digunakan untuk uji segitiga rasa
Deskripsi Rasa Senyawa Uji Presentase (%) Manis Larutan gula pasir 2.00
5.00 10.0
Asam
Larutan asam sitrat 0.05 0.08 0.10 0.20
Larutan garam 0.20 0.40 0.80 1.00
Pahit
Larutan kafein
0.05 0.07 0.10 0.20
Tabel 6 Senyawa uji yang digunakan untuk uji segitiga aroma
Deskripsi Aroma Senyawa Uji Konsentrasi Alil 3-sikloheksilpropionat (CAS No. 2705-87-5) Sweet, fruity
1 ppm 7 ppm
15 ppm Etil 2-metilpropanoat
Fruity 5 ppb
10 ppb 15 ppb
Metil 2-metilbutanoat Fruity, apple like
100 ppb 500 ppb 1 ppm
4-hidroksi-2,5-dimetil-3(2H)-furano (HDF) Sweet, pineapple-like,
caramel-like
10 ppm 20 ppm 30 ppm
δ-Dekalakton Sweet, coconut like
100 ppb 300 ppb 500 ppb
β-Damaskenon Fruity, woody
50 ppb 100 ppb 150 ppb
Asam butanoat Sour
3 ppm 6 ppm 9 ppm
39
Rumus Penentuan Batas Atas dan Batas Bawah Seleksi Panelis:
Batas bawah:
푑 = log훽 − log(1 − 훼) − 푛 log(1 − 푝 ) + 푛 log(1− 푝 )
log푝 − log푝 − log(1 −푝 ) + log(1 −푝 )
Batas atas:
푑 = log( 1 −훽) − log훼 − 푛 log(1 − 푝 ) + 푛 log(1 − 푝 )
log푝 − log푝 − log(1 −푝 ) + log(1 −푝 )
Keterangan:
α = probabilitas untuk menyeleksi panelis yang tidak diterima (0.05) β = probabilitas untuk menolak panelis yang diterima (0.05) p0 = nilai maksimum kemampuan tidak diterima/proporsi jawaban benar (0.33) p1 = nilai minimum kemampuan diterima/proporsi jawaban benar (0.67)
2. Pelatihan Panelis
Tahap pelatihan panelis bertujuan untuk melatih kepekaan dan
konsistensi penilaian panelis sehingga panelis dapat dikatakan sebagai
panelis terlatih. Tahap pelatihan panelis dimulai bulan Januari 2011
sampai bulan Maret 2011 (selama 3 bulan) dengan intensitas pelatihan 2
kali pertemuan dalam 1 minggu. Panelis dilatih dengan menggunakan uji
rating dan uji rangking aroma. Selain itu, dilakukan pelatihan terminologi
flavor untuk menyamakan terminologi antar panelis sehingga seluruh
panelis memiliki persepsi yang sama terhadap suatu flavor.
Pelatihan uji rating aroma, panelis dilatih untuk menilai intensitas
aroma pada standar selanjutnya dilakukan pelatihan dengan uji rangking
aroma dengan cara merangking aroma berdasarkan intensitasnya. Tahap
ini dilakukan sebanyak 3 kali pertemuan atau setelah kepekaan sensori
panelis konsisten.
Flavor reference yang digunakan untuk pengembangan atribut
digunakan untuk membantu panelis berdiskusi dengan panelis lain tentang
persepsi yang diterima, membantu menghomogenkan kriteria dari daftar
yang ada dan membantu mengidentifikasi atribut yang tidak bisa
diidentifikasi sebelumnya.
40
Tabel 7 Flavor reference untuk pengembangan atribut
Flavor reference Acuan deskripsi aroma Acuan penelitian β-Damascenone Sweet Tokitomo et al. 2005 Etil-2-metil propanoate Fruity Buttery 1993 Allil 3-sikloheksipropionat (CAS No. 2705-87-5)
Sweet, fruity Bauer et al. 1997
Asam butanoat Sour Tokitomo et al. 2005 Metil 2-metilbutanoat Fruity, apple like Tokitomo et al. 2005 4-Hidroks-2,5-dimetil-3(2H)-furanon
Sweet, pineapple-like, caramel-like
Tokitomo et al. 2005
δ-Dekalakton Coconut like Tokitomo et al. 2005
3. Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif dilakukan untuk mendapatkan data deksripsi
masing-masing buah nanas (rasa dan aroma) secara subjektif. Metode
analisis kualitatif yang digunakan adalah Focus Group.
Pengujian sensori dengan teknik Focus Group melibatkan seluruh
panelis dan seorang moderator (dalam penelitian ini peneliti bertindak
sebagai moderator). Pada uji ini, panelis melakukan pengujian bersama
dalam satu ruangan dengan kondisi yang telah diatur sedemikian rupa
sehingga dapat menghindarkan berbagai gangguan yang dapat
mempengaruhi penilaian. Panelis dengan arahan dari moderator
mendiskusikan seluruh atribut rasa dan aroma yang dikenalinya setelah
mencicip dan membaui setiap jenis nanas yang disajikan. Pengujian ini
berlangsung kurang lebih selama 1 (satu) jam.
4. Analisis Kuantitatif
Metode analisis kuantitatif yang digunakan adalah Quantitative
Descrptive Analysis (QDA®). QDA dilakukan untuk mengetahui intensitas
rasa dan aroma yang terdapat pada masing-masing buah nanas, selanjutnya
panelis memberikan penilaian terhadap atribut rasa dan aroma yang
terdapat pada masing-masing buah nanas. Penyajian nanas dilakukan
dengan cara nanas dikupas terlebih dahulu, selanjutnya diblender sehingga
diperoleh nanas dalam bentuk jus buah, masing-masing jus buah nanas
selanjutnya dimasukkan ke dalam wadah yang ditutup rapat agar tidak
terjadi kehilangan komponen volatil. Selanjutnya sampel segera diujikan
41
kepada panelis untuk mengetahui intensitas aroma masing-masing sampel
nanas. Selain itu, disediakan pula kopi untuk menetralkan indra penciuman
panelis agar tidak terjadi bias saat penilaian.
Penilaian intensitas dilakukan menggunakan unstructured scale
sepanjang 15 cm (6 inchi). Untuk memudahkan panelis dalam penilaian,
unstructured scale diberi skala 0 hingga 100. Skala 0 menunjukkan
intensitas sampel tidak terdeteksi sedangkan skala 100 menunjukkan
intensitas sampel sangat kuat. Penilaian intensitas aroma masing-masing
nanas pada uji QDA dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Formulir
kuisioner uji QDA aroma terdapat pada Lampiran 6.
Data analisis kuantitatif (QDA) ditampilkan dalam bentuk diagram
laba-laba (spider web) dengan menggunakan program excel, serta diolah
dengan bantuan analisis peubah ganda Principal Component Analysis
(PCA) menggunakan piranti lunak XL STAT untuk melihat hubungan-
hubungan komponen utama berdasarkan atribut-atribut yang diberikan
para panelis.
3. Analisis Warna
Sampel buah nanas yang telah dibelah diletakkan pada measuring
head kemudian tombol measuring head ditekan. Pengukuran dilakukan
pada 5 titik permukaan sampel. Hasil pengukuran selanjutnya dicetak
dengan berbagai sistem notasi.
43
HASIL DAN PEMBAHASAN
Komponen Volatil Nanas
Ekstrak volatil nanas yang diperoleh dengan menggunakan serat
CAR/PDMS, dari buah nanas Mahkota Bogor, Pasir Kuda dan Delika Subang
berturut-turut mengandung 27, 28 dan 33 komponen. Bentuk kromatogram dari
ketiga nanas ini diperlihatkan pada Gambar 3, 4 dan 5.
Gambar 3 Profil kromatogram yang diperoleh dari ekstraksi nanas Mahkota
Bogor menggunakan SPME CAR/PDMS
Komponen-komponen volatil yang berhasil diideteksi dari ketiga jenis
nanas ini merupakan komponen volatil yang memiliki peranan penting sebagai
pemberi aroma pada nanas, namun tidak semua komponen volatil yang berhasil
dideteksi dengan menggunakan CAR/PDMS ini berkontribusi terhadap aroma
nanas. Menurut McGorrin (2002), banyak komponen volatil dalam produk pangan
dengan konsentrasi mulai dari parts-per-million (ppm) sampai sekitar 100 ppm,
dalam kondisi tunggal konsentrasinya mulai dari parts per billion (ppb) sampai
parts per trillion (ppt), akan tetapi sebagian besar dari komponen volatil ini tidak
memberikan kontribusi terhadap aroma. Hal ini akan dibahas lebih lanjut pada
identifikasi komponen aroma aktif.
Mahkota Bogor
44
Berdasarkan gambar kromatogram dari ketiga nanas terlihat bahwa profil
kromatogram Mahkota Bogor (Gambar 3), lebih mendekati profil kromatogram
Pasir Kuda (Gambar 4) sedangkan profil kromatogram Delika Subang (Gambar
5) terlihat berbeda dengan puncak pada kromatogram Mahkota Bogor dan Pasir
Kuda. Perbedaan ini terlihat lebih jelas pada Lampiran 7.
Profil kromatogram Mahkota Bogor dan Pasir Kuda yang terlihat hampir
sama menunjukkan bahwa komposisi komponen volatil pada Mahkota Bogor
lebih mendekati komposisi komponen volatil pada Pasir kuda.
Gambar 4 Profil kromatogram yang diperoleh dari ekstraksi nanas Pasir Kuda
menggunakan SPME CAR/PDMS
Komponen-komponen volatil utama yang berhasil dideteksi dari ketiga
nanas, terdiri dari kelompok ester, ester yang mengandung sulfur, lakton, furanon
dan alkohol. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Teai et al.(2001), komponen-
komponen volatil seperti ester, lakton, furanoid dan komponen sulfur merupakan
volatil yang penting pada nanas Polynesian.
Pasir Kuda
45
Perhitungan semikuantifikasi ketiga jenis nanas ini menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan konsentrasi pada beberapa komponen volatil yang sama dari
ketiga nanas. Perhitungan semikuantifikasi dari ketiga nanas diperlihatkan pada
Gambar 6, 7 dan 8. Pada Mahkota Bogor komponen volatil yang memiliki
konsentrasi paling tinggi secara berturut-turut yakni metil heksanoat, metil
oktanoat, metil 3-(metiltio) propionat, metil butanoat, metil 2-metil butanoat, 6-
metil-5-hepten-2-on, metil propionat, metil 2-(metiltio) asetat dan metil asetat.
Pada Pasir Kuda komponen volatil yang memiliki konsentrasi paling tinggi secara
berturut-turut yakni metil heksanoat, metil 3-(metiltio) propionat, 2-
furankarboksaldehid, metil asetat, metil 2-metil butanoat, metil butanoat dan metil
propionat.
Gambar 5 Profil kromatogram yang diperoleh dari ekstraksi nanas Delika Subang menggunakan SPME CAR/PDMS
Pada Delika Subang komponen volatil yang memiliki konsentrasi paling
tinggi secara berturut-turut yakni metil heksanoat, metil 3-(metiltio) propionat,
metil 3-hidroksi heptanoat, etil asetat, metil butanoat, metil asetat, 3-butanediol
diasetat, metil 2-metil butanoat dan metil propionat.
Menurut Elss et al. (2005), perbedaan konsentrasi setiap komponen volatil
nanas sangat dipengaruhi oleh kultivar nanas. Mahkota Bogor merupakan nanas
yang termasuk dalam kelompok Queen dan Delika Subang merupakan nanas yang
termasuk dalam kelompok Smooth Cayenne. Hal inilah yang diperkirakan
Delika Subang
46
menjadi penyebab terjadinya perbedaan komponen dan konsentrasi komponen
volatil pada kedua nanas ini.
Gambar 6 Hasil semiquantifikasi komponen volatil nanas Mahkota Bogor yang
diekstrak dengan menggunakan SPME
Di sisi lain, Pasir Kuda sebagai hasil silangan dari keduanya, memiliki
komponen volatil yang lebih mendekati Mahkota Bogor tetapi secara kuantitatif
komponen volatil antara Mahkota Bogor dan Pasir Kuda berbeda. Komponen-
komponen volatil yang berhasil diidentifikasi dari ketiga nanas diperlihatkan pada
Tabel 7, komponen-komponen volatil ini telah dilaporkan oleh beberapa peneliti
sebagai komponen volatil yang terdapat di dalam nanas (Flath & Forrey, 1970;
Takeoka et al. 1991; Umano et al. 1992; Preston et al.2003; Elss et al. 2005;
Tokitomo et al. 2005).
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5(1
)Met
il as
etat
(2)E
til as
etat
(3)M
etil
prop
iona
t(4
)Met
il bu
tano
at(5
)Met
il 2-
met
il bu
tano
at(6
)Etil
2-m
etil
buta
noat
(9)M
etil
heks
anoa
t(1
1)3,
7-D
imet
il-1,
3,7-
okta
trien
(12)
3-M
etil-
2-bu
ten-
1-ol
aset
at(1
4)1,
3,5,
7,9-
Pent
aetil
sikl
open
tasil
oksa
n(1
5)M
etil
hept
anoa
t(1
6)6-
Met
il-5-
hept
en-2
-on
(17)
Met
il ok
tano
at(1
8)M
etil
2-(m
etilt
io) a
seta
t(1
9)(Z
)Met
il-4-
okte
noat
(21)
Copa
ene
(23)
Met
il 2-
met
il-3-
okso
but
anoa
t(2
4)M
etil
3-(m
etilt
io)p
ropi
onat
(25)
Met
il 5-
hidr
oksi
-2-m
etil-
3-he
ksen
oat
(27)
Met
ill de
kano
at(2
9)2,
5-D
imet
il-4-
met
oksi
-3(2
H)-
fura
non
(30)
1,2,
3-Pr
opan
etrio
l dia
seta
t(3
5)3-
Eten
il si
kllo
heks
en(3
8)γ-
Hek
sala
kton
(39)
Met
il 5-
okso
-hek
sano
at(4
0)A
sam
hek
sano
at(4
2)γ-
Okt
alak
ton
Kon
sent
rasi
(pp
t)
47
Konsentrasi setiap komponen volatil yang berhasil diekstraksi dengan
menggunakan CAR/PDMS pada masing-masing nanas secara berturut-turut, pada
Mahkota Bogor 0.037-2.96 ppt, pada Pasir Kuda 0.035-21.34 ppt dan pada
Delika Subang 0.059-7.20 ppt. Menurut Berger (2007), komponen volatil pada
buah terdiri dari ratusan komponen kimia yang berbeda yang hanya ada dalam
jumlah 10-4-10-7 dari berat buah segar.
Berdasarkan hasil identifikasi komponen volatil dari ketiga nanas, salah
satu perbedaan utama antara ketiga jenis nanas adalah etil 2-metil butanoat,
senyawa ini tidak terdeteksi pada Delika Subang sedangkan pada Mahkota Bogor
dan Pasir Kuda senyawa ini berhasil dideteksi, hal ini akan menyebabkan persepsi
aroma yang berbeda pada Delika Subang.
Komponen volatil dari ketiga nanas yang berada dalam konsentrasi yang
paling tinggi adalah metil heksanoat, secara berturut-turut pada Mahkota Bogor,
Pasir Kuda dan Delika Subang komponen ini memiliki konsentrasi secara
berturut-turut 2.96 ppt, 21.34 ppt dan 7.20 ppt. Metil heksanoat merupakan
komponen volatil yang memberikan aroma fruit, fresh, sweet dan nanas (MacLeod
& Pieris 1981; Burdock 2010).
2,5-Dimetil-4-hidroksi-3(2H)-furanon merupakan salah satu komponen
volatil kunci pada aroma nanas segar yang memberikan aroma sweet, pineapple-
like, caramel-like (Tokitomo 2005), berdasarkan hasil ekstraksi dengan
menggunakan CAR/PDMS, komponen ini hanya ditemukan pada Pasir Kuda
sedangkan pada Mahkota Bogor dan Pasir Kuda komponen ini tidak ditemukan.
Namun, pada ekstraksi dengan menggunakan liquid-liquid extraction (LLE),
komponen volatil ini ditemukan pada ketiga nanas. Kondisi ini kemungkinan
besar disebabkan karena 2,5-dimetil-4-hidroksi-3(2H)-furanon merupakan
komponen volatil yang memiliki berat molekul cukup tinggi sehingga
menyebabkan komponen ini kurang volatil.
Menurut Burdock (2010) 2,5-dimetil-4-hidroksi-3(2H)-furanon memiliki
berat molekul 128.13, dengan berat molekul sebesar ini kemungkinan menjadi
penyebab komponen volatil ini sulit untuk menguap pada kondisi ekstraksi
dengan menggunakan SPME, sehingga komponen volatil ini tidak berhasil
dideteksi pada Mahkota Bogor dan Pasir Kuda.
48
Gambar 7 Hasil semiquantifikasi komponen volatil nanas Pasir Kuda yang diekstrak dengan menggunakan SPME
Menurut West & Lesellier (2010), volatilitas suatu komponen salah
satunya sangat dipengaruhi oleh berat molekul komponen tersebut, selain itu
volatilitas juga sangat dipengaruhi oleh interaksi komponen-komponen terlarut
yang ada, yang dipengaruhi oleh kondisi fisiko-kimianya.
Asam heksanoat merupakan komponen volatil yang hanya terdapat pada
Mahkota Bogor sedangkan pada Pasir Kuda dan Delika Subang komponen volatil
ini tidak ditemukan, baik dengan menggunakan metode SPME dan LLE. Asam
heksanoat merupakan komponen volatil yang memberikan aroma sweaty, rancid,
sour, sharp, pugent, cheesy dan fatty (Burdock 2010). Berdasarkan hasil ekstraksi
dengan menggunakan serat CAR/PDMS kemungkinan akan terdapat perbedaan
persepsi aroma yang dibaui pada Mahkota Bogor, Pasir Kuda dan Delika Subang.
0
5
10
15
20
25
(1)M
etil
aset
at(3
)Met
il pr
opio
nat
(4)M
etil
buta
noat
(5)M
etil
2-m
etil
buta
noat
(6)E
til 2
-met
il bu
tano
at(8
)2-M
etil-
1-bu
tano
l ase
tat
(9)M
etil
heks
anoa
t(1
0)M
etil
5-he
ksen
oat
(11)
3,7-
Dim
etil-
1,3,
7-ok
tatri
en(1
2)3-
Met
il-2-
bute
n-1-
ol as
etat
(13)
(Z)-M
etil
3-he
ksen
oat
(14)
1,3,
5,7,
9-Pe
ntae
tilsi
klop
enta
silo
ksan
(15)
Met
il he
ptan
oat
(17)
Met
il ok
tano
at(1
9)(Z
)Met
il-4-
okte
noat
(22)
Dim
etil
prop
aned
ioat
(23)
Met
il 2-
met
il-3-
okso
-but
anoa
t(2
4)M
etil
3-(m
etilt
io)p
ropi
onat
(27)
Met
il de
kano
at(2
9)2,
5-D
imet
il-4-
met
oksi
-3(2
H)-f
uran
on(3
1)A
llil m
etil
sulfi
d(3
5)3-
Eten
il si
kloh
ekse
n(3
7)D
imet
ill 2
hidr
oksi
-2-m
etil
buta
nedi
oat
(38)
γ-H
eksa
lakt
on(3
9)M
etil
5-ok
so-h
eksa
noat
(42)
γ-O
ktal
akto
n(4
3)2,
5-D
imet
il-4-
hidr
oksi
-3(2
H)-f
uran
on(4
4)5-
(hid
roks
imet
il)-2
-fura
nkar
boks
alde
hid
Kon
sent
rasi
(pp
t)
49
Gambar 8 Hasil semiquantifikasi komponen volatil nanas Delika Subang yang diekstrak dengan menggunakan SPME
Hasil analisis terhadap ekstrak volatil nanas yang diperoleh dengan
menggunakan metode ekstraksi cair-cair yang disajikan dalam bentuk
kromatogram pada Lampiran 8, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
komponen volatil antara Mahkota Bogor, Pasir Kuda dan Delika Subang yang
terdeteksi. Hasil semikuantifikasi yang diperlihatkan pada Gambar 9, 10 dan 11
menunjukkan bahwa komponen volatil dengan konsentrasi yang paling tinggi
secara berturut-turut pada Mahkota Bogor adalah metil 3-(metiltio) propanoat,
2,5-dimetil-4-hidroksi-3(2H)-furanon, metil 2-metil butanoat dan metil heksanoat.
Pada Pasir Kuda adalah metil 3-(metiltio) propanoat, 2,5-dimetil-4-metoksi-
3(2H)-furanon, 2,5-dimetil-4-hidroksi-3(2H)-furanon, metil heksanoat, γ-
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
(1)M
etil
aset
at(2
)Etil
aset
at(3
)Met
il pr
opio
nat
(4)M
etil
buta
noat
(5)M
etil
2-m
etil
buta
noat
(7)M
etil
pent
anoa
t(8
)2-M
etil-
1-bu
tano
l ase
tat
(9)M
etil
heks
anoa
t(1
0)M
etil
5-he
ksen
oat
(13)
(Z)-M
etil-
3-he
ksen
oat
(14)
1,3,
5,7,
9-Pe
ntae
tilsi
lklo
pent
asilo
ksan
(15)
Met
il he
ptan
oat
(17)
Met
il ok
tano
at(1
8)M
etil
2-(m
etilt
io) a
seta
t(1
9)(Z
)-Met
il-4-
okte
noat
(20)
2,3-
Buta
nedi
oldi
aset
at(2
2)D
imet
il pr
opan
edio
at(2
3)M
etil
2-m
etil-
3-ok
so b
utan
oat
(24)
Met
il 3-
(met
iltio
)pro
pion
at(2
5)M
etil
5-hi
drok
si-2
-met
il-3-
heks
enoa
t(2
6)Et
il 3-
(met
iltio
) pro
pano
at(2
8)2,
2-D
imet
il-1,
3-pr
opan
edio
l dia
seta
t(2
9)2,
5-D
imet
il-4-
met
oksi
-3(2
H)-f
uran
on(3
1)A
llil m
etil
sulfi
d(3
2)1,
2,5-
Dim
etok
si-1
,2,4
-tria
zole
(33)
Met
il 3-
hidr
oksi
hep
tano
at(3
4)M
etil
3-hi
drok
si d
ekan
oat
(35)
3-Et
enil
sikl
ohek
sen
(36)
Met
il 3-
(met
iltio
)-(E
)-2-p
rope
noat
(37)
Dim
etil
2 hi
drok
si-2
-met
il bu
tane
dioa
t(3
8)γ-
Hek
sala
kton
(39)
Met
il 5-
okso
-hek
sano
at(4
1)M
etil
5-(a
setil
oksi)
-okt
anoa
t
Kon
sent
rasi
(ppt
)
50
heksalakton dan metil heksanoat. Pada Delika Subang adalah metil 3-(metiltio)
propanoat dan 2,5-dimetil-4-hidroksi-3(2H)-furanon.
Tabel 8 Identifikasi komponen volatil menggunakan headspace SPME-GC-MS
No Komponen-komponen volatil LRI LRI (Ref)
Mahkota Bogor
Pasir Kuda
Delika Subang
1 Metil asetat + + + 2 Etil asetat 900 898a + - + 3 Metil propionate 919 824b + + + 4 Metil butanoat 998 943b + + +
5 Metil 2-metil butanoat 1021 1014a 1011c
1022 + + +
6 Etil 2-metil butanoat 1063 1048a 1037b + + -
7 Metil pentanoat 1095 1095q - - + 8 2-Metil-1-butanol asetat 1128 1128d - + + 9 Metil heksanoat 1195 1172b + + + 10 Metil 5-heksanoat 1245 - + - 11 3,7-Dimetil-1,3,7-oktatriena 1258 1257e + + + 12 3-Metil-2-buten-1-ol asetat 1266 1266f + + - 13 (Z)-Metil 3-heksenoat 1271 1253g - + + 14 1,3,5,7,9-
Pentaetilsiklopentasiloksan 1292 + - +
15 Metil heptanoat 1297 1299q + + + 16 6-Metil-5-hepten-2-on 1357 1336r + - - 17 Metil oktanoat 1401 1412b + + + 18 Metil 2-(metiltio) asetat 1440 1414s + + 19 (Z)-Metil-4-oktenoat 1450 1120t + + + 20 2,3-Butanedioldiasetat 1498 1495h - - + 21 Copaene 1524 1522i + - - 22 Dimetil propanedioat 1532 1523j - + + 23 Metil 2-metil-3-okso butanoat 1545 + + + 24 Metil 3-(metiltio)propionate 1558 1548k + + +
25 Metil 5-hidroksi-2-metil-3-heksenoat 1574 + - +
26 Etil 3-(metiltio) propanoat 1598 1581k - - + 27 Metil dekanoat 1608 1591r + + -
28 2,2-Dimetil-1,3-propanediol diasetat 1622 - - +
29 2,5-Dimetil-4-methoksi-3(2H)-furanon 1631 1578l + + +
30 1,2,3-Propanetriol diasetat 1657 + - + 31 Allil metil sulfide 1664 - + + 32 1,2,5-Dimetoksi-1,2,4-triazol 1668 - - + 33 Metil 3-hidroksi dekanoat 1677 - - + 34 Metil 3-hidroksi heptanoat 1702 - - + 35 3-Ethenyl sikloheksen 1707 + + +
51
Lanjutan Tabel 8
No Komponen-komponen volatil LRI LRI (Ref)
Mahkota Bogor
Pasir Kuda
Delika Subang
36 Metil 3-(metiltio)-(E)-2-propenoat 1734 1647m - - +
37 Dimetil 2 hidroksi-2-metil butanedioat 1752 - + +
38 γ-Heksalakton 1769 1760n + + + 39 Metil 5-okso-heksanoat 1791 + + + 40 Asam heksanoat 1873 1873v + - - 41 Metil 5-(asetiloksi)-oktanoat 1934 - - + 42 γ-Oktalakton 1982 1983j + + -
43 2,5-Dimetil-4-hidroksi-3(2H)-furanon 2063 2022a
2060o - + -
44 5-(hidroksimetil)-2-furankarboksaldehid 2195 2395p - + -
Keterangan: + = ada, - = tidak ada LRI experimen menggunakan kolom HP-INNOWAX LRI reference: Flath & Forrey (1970) aKolom FFAP, Chin et al.(2007) bKolom Supelcowax-10, Wijaya et al.(2005) cKolom HP-INNOWAX, Scheiding et al.(2007) Kolom DB-FFAP, Hashizume et al. (2007)d Kolom HP-INNOWAX, Rao et al. (1999) eKolom BP-20, Hayata et al.(2002) fKolom HPWAX, Umano et al.(1992) gKolom DBWAX, Aubert & Pitrat (2006) hKolom DBWAX Etr, Flamini et al. (2004) iKolom HPWAX, Vinogradov (2004) jKolom Carbowax 20M, Teai et al. (2001) kKolom Carbowax 20M, Pickenhagen et al.(1981) lKolom FFAP, Frank et al.(2004) nKolom BP21-Polyetilene glycol terephthalic acid-treated, Wang et al.(2005) oKolom StabilWAX, Pontes et al. (2007) pKolom BP-20, Peng CT (2000) qKolom HP-WAX, Berger et al. (1989) rKolom C20M, Wyllie & Leach (1990) sKolom BP-20, Fernando & Grün (2001) tKolom DB-5MS, Bianchi et al. (2007) uKolom Supelcowax-10, Nogueira et al. (2005) vKolom Stabilwax DA. Komponen volatil pada nanas yang terekstrak dengan menggunakan
metode ekstraksi cair-cair diperlihatkan pada Tabel 8. Metil 3-(metiltio) propanoat
merupakan salah satu komponen volatil yang terdapat pada Mahkota Bogor, Pasir
Kuda dan Delika Subang. Komponen volatil ini merupakan komponen volatil
yang terdapat pada ketiga nanas dalam konsentrasi tertinggi. Perbedaan utama
profil volatil dari ketiga nanas adalah terdapatnya 2-heksanol pada nanas Delika
Subang tetapi tidak pada Mahkota Bogor dan Pasir Kuda. Menurut Pino (1982), 2-
heksanol merupakan komponen volatil yang terdapat juga pada jeruk yang
memberikan efek negatif terhadap aroma jeruk.
52
Gambar 9 Hasil semiquantifikasi komponen volatil nanas Mahkota Bogor yang
diekstrak dengan menggunakan LLE
Salah satu perbedaan utama hasil ekstraksi komponen volatil dengan
menggunakan SPME dan LLE adalah pada ekstraksi dengan menggunakan SPME
terdapat empat komponen volatil yang terdeteksi pada waktu retensi awal, namun
komponen-komponen volatil ini tidak terdeteksi pada LLE. Komponen-komponen
volatil tersebut adalah metil asetat, etil asetat, metil propionat dan metil butanoat.
Senyawa volatil ini muncul dimenit-menit awal pada saat sampel
diinjekkan ke dalam GC-MS, sehingga dapat dipastikan bahwa komponen volatil
ini tergolong dalam komponen volatil yang memiliki berat molekul sangat rendah
sehingga sangat mudah mengalami penguapan. Komponen-komponen volatil ini
tidak berhasil diekstrak dengan menggunakan LLE karena kemungkinan
komponen-komponen ini mengalami penguapan selama proses preparasi sampel
dengan menggunakan LLE.
Menurut Uenojo & Pastore (2006), etil asetat merupakan salah satu
komponen volatil yang memberikan aroma fruity, peach, pineapple dan banana.
Komponen ini hanya dideteksi pada Mahkota Bogor dan Delika Subang, sehingga
keberadaan komponen volatil ini pada nanas Mahkota Bogor dan Delika Subang
kemungkinan juga berkontribusi pada aroma nanas.
0
1
2
3
4
5
Kon
sent
rasi
(ppm
)
53
Tabel 9 Identifikasi komponen volatil menggunakan ekstraksi cair-cair (LLE) GC-MS
No Komponen Waktu Retensi LRI Mahkota
Bogor Pasir Kuda
Delika Subang Deskripsi Threshold
1 Metil 2-metil butanoat 12.078 1049 + + - Apple*¥, Fruity§¥, sweet§ 2 ppb‡
2 Etil 2-metil butanoat 12.822 1087 + + - Fruity†§¥, sweet†§, apple†, pungent†, Bubblegum§ 0.15 ppb‡
3 Metil heksanoat 15.130 1214 + + + Fruit*, fresh*, sweet*, Pineapple**, sweet§, candy§ 10-87 ppb#
4 Etil heksanoat 15.839 1259 + + - Apple peel*, fruit*, Fruity pineapple-banana note#, sweet§, fruity§ 0.3-5 ppb#
5 Metil 2-hidroksi-2-metil-butanoat 16.764 1318 + + - Coconut§
6 2-Heksanol 17.132 1344 - - + Herbaceous§, pungent, terpenic, reminiscent of cauliflower‡, sour§
7 Metil-2-(metiltio) asetat 18.694 1458 + - - Cooked potato, roasted nut*
8 Metil oktanoat 19.118 1490 + + + Orange*, winy#, fruity#, sweet§, green§, sour§
200-870 ppb#
9 Dimetil propanedioat 19.761 1541 - - + Umami§
10 Metil 3-(metiltio) propanoat 20.103 1569 + + + Sweet#§, onion-like#, sweet pineapple#, caramel§ 180 ppb#
11 Etil 3-(metiltio) propanoat 20.586 1608 + - -
12 2,5-Dimetil-4-methoksi-3(2H)-furanon 20.964 1640 + + + Caramel*, sweet*§, mildew*, nuty§¥ -
13 Metil 3-hidroksi-heptanoat 21.535 1687 + + + Burn§, sweet§
14 Butyrolacton 21.822 1710 + + + Sour§
15 γ-Heksalakton 22.708 1780 + + + Sweet, herbaceous, warm, coumarin-caramel# 1.6ppm#
16 Metil 5-okso-heksanoat 22.991 1801 - + + Sweet§
53
54
Lanjutan Tabel 9
No Komponen Waktu Retensi LRI Mahkota
Bogor Pasir Kuda
Delika Subang Deskripsi Threshold
17 Metil 3-asetoksi-3-hidroksi-2-metilpropionat 23.300 1823 + - +
18 Metil 5-okso-pentanoat 23.904 1870 - + +
19 δ-Heksalakton 24.118 1881 - - + Sweet#, herbaceous#, warm#, sweet§ 1.6 ppm#
20 Asam heksanoat 24.154 1883 + - - Sweaty#, rancid#, sour#§, sharp#, pugent#, cheesy#, fatty #, 93-10 ppm#
21 δ-Lakton 24.213 1887 - + - Sweet, nut-like, creamy odor# -
22 Metil 3-hidroksi butanoat 25.118 1943 - + +
23 γ-Oktalakton 26.923 2034 + + + Coconut*, sweet #§ 7 ppb#
24 Metil 6-heptenoat 26.632 2022 + + -
25 δ-Oktalakton 27.031 2038 + + + Sweet#§, fatty#, coconut#, tropical#, dairy odor#, fuity§, pineapple-like§ 400 ppb‡
26 2,5-Dimetil-4-hidroksi-3(2H)-furanon 27.916 2074 + + + Sweet#§¥, fruity#, strawberry#, hot sugar#, fruity caramel#§ or “burnt pineapple”#, caramel-like§¥, caramel-like¥
0.03-60 ppb#
27 δ-Dekalakton 32.731 2255 + + + Coconut#, creamy#, fatty#, sweet§ 100 ppb#
Keterangan: + = ada, - = tidak ada *http://www.flavornet.org, † Beaulieu & Lea (2003), **MacLeod & Pieris (1981), #Burdock GA (2010), ¥Tokitomo et al.(2005), §Sniffer, ‡Rychlik et al. (1998)
54
55
Gambar 10 Hasil semiquantifikasi komponen volatil nanas Pasir Kuda yang
diekstrak dengan menggunakan LLE
Gambar 11 Hasil semiquantifikasi komponen volatil nanas Delika Subang yang
diekstrak dengan menggunakan LLE.
0
1
2
3
4
5
6
7
Kon
sent
rasi
(pp
m)
0
1
2
3
4
5
6
Kon
sent
rasi
(pp
m)
56
Komponen Aroma Aktif dalam Nanas
Komponen aroma yang memberikan flavor pada produk pangan
merupakan campuran yang diperoleh dari berbagai komponen-komponen volatil
alami dalam bahan pangan. Namun, sebagian besar komponen volatil yang
diekstrak dari bahan alami tidak memberikan kontribusi pada aroma (McGorrin
2002). Hal ini telah lama menjadi perhatian para peneliti untuk mengidentifikasi
komponen kimia murni yang berperan pada karakter flavor yang unik dari buah,
sayuran, daging, keju dan bumbu. Komponen-komponen kimia ini disebut sebagai
character-impact compounds (Chang 1989).
Character-impact compound untuk beberapa flavor atau aroma
merupakan komponen kimia yang unik dan yang mencirikan indentitas
sensorinya. Sering character-impact compound tercipta sebagai hasil sinergi dari
beberapa campuran beberapa komponen kimia aroma. Komponen-komponen
volatil dalam bahan pangan berada dalam jumlah yang sangat banyak tetapi pada
umumnya komponen volatil ini tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada
flavor (Maarse 1991; Grosch 1998). Sebagai contoh, hasil penelitian yang
dilakukan oleh Umano et al.(1992), berhasil diidentifikasi 127 komponen volatil
pada nanas matang sedangkan hasil penelitian Tokitomo et al.(2005) melaporkan
bahwa lebih dari 280 volatil ditemukan pada nanas akan tetapi hanya 5 komponen
volatil yang menjadi kunci yang merupakan penentu aroma nanas segar.
Flavor buah segar ditentukan oleh rasa dan aroma (odor-active
compounds). Kontribusi odor-active compounds terhadap flavor buah mendapat
perhatian lebih karena komponen ini penting bagi karakteristik flavor buah
(Baldwin 1993, 2002). Komponen volatil pada buah terdiri dari ratusan komponen
kimia yang berbeda yang hanya ada dalam jumlah 10-4-10-7 dari berat buah segar
(Berger 2007). Sekalipun komponen volatil ini diproduksi dalam jumlah yang
sangat kecil namun komponen ini dapat dideteksi oleh olfaktori manusia.
Pada penelitian ini digunakan metode ekstraksi cair-cair untuk
mengekstrak komponen volatil. Selanjutnya komponen volatil yang berperan
sebagai komponen aroma aktif diidentifikasi menggunakan GC-O dengan lima
panelis sebagai pendeteksi. Metode GC-O yang digunakan untuk mengidentifikasi
komponen aroma aktif adalah nasal impact frequency (NIF). Suatu aroma
57
diklasifikasikan sebagai komponen aroma aktif jika komponen tersebut berhasil
dideteksi oleh tiga panelis pada waktu retensi yang sama, akan tetapi jika suatu
komponen aroma hanya dideteksi oleh satu atau dua panelis maka komponen
tersebut dikategorikan bukan sebagai komponen aroma aktif (Wijaya et al, 2005).
Jumlah panelis yang dilibatkan dalam identifikasi komponen aroma aktif pada
penelitian ini adalah sebanyak 5 orang, 3 pria dan 2 wanita, panelis yang
dilibatkan merupakan panelis yang telah sering terlibat dalam uji sensori dan 3
orang dari panelis merupakan panelis yang telah sering melakukan uji komponen
aroma aktif.
Hasil GC-O dengan metode NIF diperoleh 14 komponen aroma aktif dari
tiga jenis nanas yang berbeda seperti diperlihatkan pada Gambar 12. Komponen
aroma aktif yang berhasil dideteksi pada setiap nanas secara berturut-turut pada
Mahkota Bogor berhasil dideteksi 6 komponen, Pasir Kuda berhasil dideteksi 6
komponen dan pada Delika Subang berhasil dideteksi 8 komponen. Komponen
aroma aktif yang berhasil dideteksi pada Mahkota Bogor yakni metil 2-metil
butanoat, etil 2-metil butanoat, metil 3-(metiltio) propanoat, 2,5-dimetil-4-
metoksi-3(2H) furanon, γ-heksalakton dan 2,5-dimetil-4-hidroksi-3(2H)-furanon.
Komponen aroma aktif yang berhasil dideteksi pada Pasir Kuda yakni metil 2-
metil butanoat, etil 2-metil butanoat, etil heksanoat, metil oktanoat, δ-dekalakton
dan 2,5-dimetil-4-hidroksi-3(2H)-furanon. Komponen aroma aktif yang berhasil
dideteksi pada Delika Subang yakni metil heksanoat, metil oktanoat, metil 3-
(metiltio) propanoat, metil-3-hidroksi-heptanoat, δ-heksalakton, γ-oktalakton, δ-
oktalakton dan 2,5-dimetil-4-hidroksi-3(2H)-furanon.
Komponen-komponen aroma aktif ini telah dilaporkan oleh beberapa
peneliti sebelumnya sebagai komponen volatil utama yang berperan sebagai
komponen aroma aktif yang memberikan aroma pada nanas (Takeoka et al. 1991;
Preston et al. 2003; Elss et al. 2005; Tokitomo et al. 2005).
Beberapa komponen aroma aktif dari ketiga jenis nanas ini yang sama
antara lain: metil 2-metil butanoat dan etil 2-metil butanoat yang terdapat pada
Mahkota Bogor dan Pasir Kuda, metil 3-(metiltio) propanoat yang terdapat pada
Mahkota Bogor dan Delika Subang, 2,5-dimetil-4-hidroksi-3(2H)-furanon
terdapat pada ketiga nanas dan metil oktanoat yang terdapat pada Pasir Kuda dan
58
Delika Subang. Komponen-komponen aroma yang terdapat pada ketiga nanas di
atas memberikan aroma spesifik pada nanas, metil 2-metil butanoat dideskripsikan
sebagai aroma fruity dan apple-like, etil 2-metil butanoat dideskripsikan sebagai
aroma fruity, sweet, apple, metil 3-(metiltio) propanoat dideskripsikan sebagai
aroma sweet, sweet pineapple, dan caramel, 2,5-dimetil-4-hidroksi-3(2H)-furanon
dideskripsikan sebagai aroma sweet, pineapple-like, caramel-like, etil heksanoat
dideskripsikan sebagai sweet, fruity, apple peel, pineapple, metil oktanoat
dideskripsikan sebagai aroma orange, winy, fruity, sweet, green, sour.
Berdasarkan perbandingan komponen aroma aktif di atas maka dapat
diperkirakan bahwa aroma fruity, sweet, pineapple-like, apple dan caramel lebih
dominan pada Mahkota Bogor selanjutnya pada Pasir Kuda dan terakhir pada
Delika Subang.
Hasil semikuantifikasi komponen aroma aktif dari ketiga jenis nanas
menunjukkan bahwa pada umumnya komponen-komponen volatil yang berperan
terhadap aroma nanas berada di atas konsentrasi ambang batas deteksi.
Konsentrasi masing-masing komponen aroma aktif yang berhasil diidentifikasi
dari ketiga nanas secara berturut-turut yakni pada Mahkota Bogor 0.15-2.88 ppm
yang diperlihatkan pada Gambar 9, pada Pasir Kuda 0.13-3.22 ppm yang
diperlihatkan pada Gambar 10 dan pada Delika Subang 0.10-2.59 ppm yang
diperlihatkan pada Gambar 11. Konsentrasi setiap komponen volatil ini berada di
atas konsentrasi ambang batas deteksi (detection/absolute threshold), sehingga
pada saat pengujian dengan menggunakan GC-O, komponen-komponen ini akan
sangat mudah dideteksi. Menurut Deibler & Delwiche (2004), untuk
mengidentifikasi komponen yang berperan pada flavor maka konsentrasi ambang
batas deteksi (threshold) sangat penting peranannya karena hanya komponen
yang berada di atas konsentrasi ambang batas deteksi yang mampu dibaui dan
untuk menentukan komponen yang berperan pada flavor tersebut maka digunakan
manusia sebagai detektor. Ambang batas beberapa komponen yang berhasil
dideteksi disajikan pada Tabel 9.
Pada hasil GC-O diketahui bahwa salah satu komponen aroma aktif adalah
2,5-dimetil-4-metoksi-3(2H) furanon. Menurut Pickenhagen et al. (1981),
komponen ini merupakan komponen yang memberikan aroma karamel. Namun,
59
2,5-dimetil-4-metoksi-3(2H) furanon hanya berhasil dideteksi sebagai komponen
aroma aktif pada Mahkota Bogor dan Pasir Kuda sedangkan pada Delika Subang
komponen ini tidak terdeteksi sebagai komponen aroma aktif yang kuat.
Hasil semikuantifikasi menunjukkan bahwa konsentrasi 2,5-dimetil-4-
metoksi-3(2H) furanon pada Mahkota Bogor yakni 1.06 ppm dan pada Pasir Kuda
yakni 5 ppm sedangkan pada Delika Subang 0.63 ppm. Hal ini mungkin yang
menjadi penyebab 2,5-dimetil-4-metoksi-3(2H) furanon tidak menjadi komponen
aroma aktif pada Delika Subang karena konsentrasinya berada dibawah
konsentrasi ambang batas deteksi. Selain ditemukan sebagai komponen aroma
aktif pada nanas, 2,5-dimetil-4-metoksi-3(2H) furanon juga dilaporkan oleh
Larsen et al. (1992) sebagai komponen aroma aktif yang penting pada stroberi.
Komponen aroma aktif lain yang terdapat pada ketiga nanas yakni 2,5-
dimetil-4-hidroksi-3(2H)-furanon (FuraneolTM), konsentrasi komponen ini
termasuk tinggi dan berhasil dideteksi sebagai komponen aroma aktif ketiga
nanas. Konsentrasi 2,5-dimetil-4-hidroksi-3(2H)-furanon pada masing-masing
nanas adalah sebagai berikut, Mahkota Bogor 2.88 ppm, Pasir Kuda 3.22 ppm
dan Delika Subang 2.53 ppm. Menurut Burdock (2010), threshold 2,5-dimetil-4-
hidroksi-3(2H)-furanon adalah 0.03-60 ppb, sehingga dengan demikian
konsentrasi 2,5-dimetil-4-hidroksi-3(2H)-furanon pada masing-masing nanas
berada di atas threshold. Hal inilah yang menyebabkan 2,5-dimetil-4-hidroksi-
3(2H)-furanon dapat dideteksi sebagai komponen aroma aktif yang memberikan
aroma sweet, pineapple-like, caramel-like pada nanas (Tokitomo et al. 2005).
Selain berhasil ditenggarai sebagai aroma aktif pada nanas, senyawa 2,5-dimetil-
4-hidroksi-3(2H)-furanon juga dilaporkan sebagai salah satu komponen aroma
aktif pada salak, tomat, stroberi dan kopi (Larsen et al. 1992; Kumazawa &
Masuda 2003; Mayer et al. 2004; Wijaya et al. 2005; Parker et al. 2010).
Perbedaan konsentrasi 2,5-dimetil-4-hidroksi-3(2H)-furanon dalam suatu
campuran akan memberikan persepsi aroma yang berbeda. Pada konsentrasi
rendah akan memberikan aroma nanas namun pada konsentrasi tinggi akan
memberikan aroma karamel (Bauer et al. 1997).
60
Gambar 12 Hasil GC-O komponen aroma aktif pada Mahkota Bogor ( ), Pasir Kuda ( ) dan Delika Subang ( ) yang dapat
dideteksi oleh panelis sebagai komponen aroma aktif ( )
0
1
2
3
4
5
Pane
lis
Fruity
Sweet
Candy
Green
Sour
Caramel
Burn
Herbaceous
Pineapple
Coconut
60
61
Komponen volatil lain yang memberikan kontribusi yang sangat dominan
pada nanas berdasarkan hasil GC-O adalah metil-2-metil butanoat dan etil-2-
metil butanoat, berdasarkan hasil penilaian sniffer metil-2-metil butanoat
memberikan aroma fruity dan sweet, etil-2-metil butanoat memberikan aroma
fruity dan aroma seperti permen karet rasa buah (bubblegum). Menurut Tokitomo
et al. (2005) dan Burdock (2010) metil-2-metil butanoat memberikan kesan aroma
apel dan fruity. Etil-2-metil butanoat memberikan kesan aroma sweet dan fruity.
Kedua volatil ini dideteksi memberikan aroma yang sangat kuat pada Mahkota
Bogor dan Pasir Kuda, namun komponen ini tidak berhasil dideteksi pada Delika
Subang. Berdasarkan hasil GC-MS menunjukkan bahwa metil-2-metil butanoat
dan etil-2-metil butanoat tidak terdapat pada Delika Subang.
Hasil semikuantifikasi konsentrasi metil 2-metil butanoat dan etil 2-metil
butanoat pada Mahkota Bogor adalah 1.70 ppm dan 0.15 ppm sedangkan pada
Pasir Kuda 1.77 ppm dan 0.21 ppm. Hasil semikuantifikasi tersebut menunjukkan
bahwa konsentrasi kedua komponen ini pada Mahkota Bogor dan Pasir Kuda
berada di atas threshold. Rychlik et al. (1998) melaporkan bahwa threshold metil
2-metil butanoat yakni 2 ppb dan etil 2-metil butanoat yakni 0.15 ppb.
Satu lagi komponen aroma aktif pada nanas adalah etil 2-metil butanoat,
merupakan komponen volatil yang memberikan aroma apple-like, fruity dan kesan
buah masak (ripeness) (Paillar 1990). Selain pada nanas, etil 2-metil butanoat juga
dilaporkan oleh Berger (1991) dan Robert & Acree (1995), sebagai volatil yang
memberikan karakteristik terbentuknya aroma pada apel.
Komponen volatil pada nanas, akan bervariasi dipengaruhi oleh varietas
nanas (Gray, 1953). Secara umum, Mahkota Bogor dan Pasir Kuda memiliki
kemiripan komponen volatil yang lebih dekat dibandingkan Delika Subang.
Berdasarkan hasil GC-O, metil 2-metil butanoat dan etil 2-metil butanoat
merupakan dua komponen volatil yang sangat berperan pada Mahkota Bogor dan
Pasir Kuda, sedangkan pada Delika Subang kedua volatil ini tidak terbaui oleh
panelis. Metil 2-metil butanoat dan etil 2-metil butanoat merupakan dua
komponen dari beberapa komponen volatil yang sangat penting menentukan
aroma nanas segar (Takeoka et al. 1989).
62
Profil Sensori Aroma Nanas
Hasil uji deskripsi dengan menggunakan QDA terhadap aroma nanas
menunjukkan bahwa karakteristik aroma nanas Mahkota Bogor memiliki
intensitas aroma sweet, fruity, fresh pineapple-like dan sweet, candy yang lebih
kuat dibandingkan dengan Pasir Kuda dan Delika Subang, sedangkan aroma sour
dan coconut-like pada Pasir Kuda intensitasnya terdeteksi lebih tinggi
dibandingkan pada Mahkota Bogor.
Gambar 13 Hasil QDA aroma Mahkota Bogor ( ), Pasir Kuda ( ) dan
Delika Subang ( )
Pada Gambar 13 diperlihatkan Mahkota Bogor dan Pasir Kuda memiliki
profil aroma yang hampir sama tetapi intensitas aroma yang terdeteksi paling
tinggi terdapat pada Mahkota Bogor. Pola hasil QDA yang berbeda diperlihatkan
pada Delika Subang, hampir seluruh atribut aroma terdeteksi sangat lemah.
Perbedaan pola dan intensitas aroma dari ketiga nanas pada Gambar 13 sangat
dipengaruhi oleh perbedaan varietas nanas, Mahkota Bogor sebagai nanas dengan
intensitas aroma yang dideteksi lebih tinggi merupakan nanas dari kelompok
Queen sedangkan Delika Subang merupakan nanas dari kelompok Smooth
Cayenne. Di sisi lain, Pasir Kuda sebagai hasil silangan dari keduanya lebih
cenderung mengikuti pola aroma Mahkota Bogor.
0
10
20
30
40
50
60Sweet
Fruity
Fresh, Pineapple-like
Coconut-likeSweet, Candy
Sour
Caramel
63
Aroma nanas yang berhasil dideteksi sangat ditentukan oleh komponen-
komponen volatil. Metil 2-metil butanoat (sweet, fruity), etil 2-metil butanoat
(sweet, fruity, apple-like), 2,5-dimetil-4-hidroksi-3(2H)-furanon (caramel,
pineapple-like) dan komponen-komponen dari senyawa lakton (coconut-like)
Komponen-komponen ini merupakan senyawa yang termasuk sebagi komponen
aroma aktif sehingga pada hasil QDA komponen-komponen ini juga menjadi
penentu profil sensori aroma nanas.
Untuk mengetahui atribut aroma yang berhubungan erat dengan jenis
nanas digunakan PCA (Principal Component Analysis) menggunakan software
XL-Stat. Hasil pengolahan data dengan menggunakan PCA menunjukkan bahwa
dengan menggunakan F1 dan F2 dapat menjelaskan keragaman komponen utama
(PC) sebesar 100% yang masing-masing 95.14% oleh F1 dan 4.86% oleh F2.
Gambar 14 Hasil plot score aroma nanas Mahkota Bogor, Pasir Kuda dan Delika Subang
Hasil score dari ketiga nanas yang diperlihatkan pada Gambar 14
menunjukkan bahwa nanas Mahkota Bogor dan Pasir Kuda memiliki kedekatan
yang sangat kuat karena keduanya berada pada nilai positif, sedangkan Delika
Mahkota Bogor
Pasir Kuda
Delika Subang
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4
--ax
is F
2 (4
,86
%) -
->
-- axis F1 (95,14 %) -->
Observations (axes F1 and F2: 100,00 %)
64
Subang berbeda dengan Mahkota Bogor dan Pasir Kuda karena memiliki nilai
negatif. Hal ini dijelaskan oleh F1 sebesar 95.4%.
Gambar 15 Hasil biplot (score dan x-loading) atribut aroma nanas
Berdasarkan hasil biplot (score dan X-loading) yang diperlihatkan pada
Gambar 15, dapat diinterpretasikan bahwa atribut pineapple-like, sweet, sweet
candy dan fruity lebih mencirikan aroma yang dominan pada Mahkota Bogor
dan coconut-like, sour dan caramel lebih mencirikan aroma yang dominan pada
Pasir Kuda tetapi secara keseluruhan atribut aroma sour, coconut-like, caramel,
fruity, sweet, fresh, pineapple-like dan sweet candy dapat menjadi aroma yang
mencirikan Mahkota Bogor dan Pasir Kuda karena atribut aroma tersebut lebih
dekat dengan Mahkota Bogor dan Pasir Kuda tetapi perbedaan masing-masing
atribut aroma tersebut pada Mahkota Bogor dan Pasir Kuda adalah tingkat
intensitas setiap aroma. Di sisi lain, Delika Subang sebagai salah satu nanas yang
diujikan memperlihatkan hampir tidak ada aroma yang mencirikan aroma Delika
Subang, hal ini mungkin disebabkan senyawa aroma aktif, pada Delika Subang
Mahkota Bogor
Pasir Kuda
Delika Subang SweetFruity
Fresh, Pineapple-like
Coconut-like
Sweet, Candy
Sour
Caramel
-2.5
-2
-1.5
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
2.5
-2.5 -2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5
--ax
is F
2 (4
,86
%) -
->
-- axis F1 (95,14 %) -->
Biplot (axes F1 and F2: 100,00 %)
65
memiliki intensitas yang sangat rendah, sehingga dengan demikian sangat sulit
untuk dideteksi oleh panelis pada saat dilakukan pengujian.
Hasil uji sensori deskriptif yang dilakukan oleh panelis pada tiga jenis
nanas menghasilkan aroma sweet, fruity, pineapple-like dan caramel sebagai
aroma yang dominan. Hasil ini sesuai dengan hasil GC-MS dan GC-O, dimana
metil 2-metil butanoat dan etil 2-metil butanoat merupakan komponen yang
memberikan aroma sweet dan fruity. 2,5-dimetil-4-hidroksi-3(2H)-furanon
memberikan aroma caramel dan pineapple-like.
Berdasarkan hasil semikuantifikasi dari ekstraksi dengan menggunakan
SPME, terdapat dua komponen volatil yang berbeda dari ketiga nanas. Komponen
tersebut adalah metil heksanoat dan metil 3-(metiltio) propionat, pada Pasir Kuda
dan Delika Subang kedua komponen ini memiliki konsentrasi yang tinggi
sedangkan pada Mahkota Bogor konsentrasi kedua komponen ini lebih rendah.
Tingginya konsentrasi kedua komponen ini pada Pasir Kuda dan Delika Subang,
diperkirakan akan menyebabkan terjadinya penekanan terhadap komponen lain
sehingga menyebabkan aroma volatil yang lain tidak muncul sehinga tidak dapat
dibaui pada saat dilakukan pengujian. Fenomena ini sangat nyata terjadi pada
Delika Subang sehingga berdasarkan hasil QDA pada Gambar 13, aroma Delika
Subang yang berhasil dideteksi panelis intensitasnya sangat rendah dibandingkan
Mahkota Bogor dan Pasir Kuda. Menurut Cometto-Muniz et al. (2003), Gregson
(1986), Lawless (1997) dan Patterson et al. (1993), suatu campuran aroma yang
berada dalam konsentrasi tinggi akan bersifat menekan terhadap aroma yang lain.
Tingkat Kesukaan Konsumen terhadap Mutu Sensori Nanas
Kualitas organoleptik buah memainkan peranan penting dalam kepuasan
konsumen dan juga mempengaruhi pilihan mereka pada saat membeli dan tingkat
kepuasan yang dirasakan saat mengonsumsi produk buah. Karakteristik sensori
merupakan alasan utama konsumen membeli buah jenis tertentu. Karakteristik ini
(penampakan, aroma, rasa dan tekstur) secara berbeda berkontribusi pada
penerimaan berbagai buah. Hampir semua produk tanaman dan khususnya buah,
flavor merupakan faktor kunci penerimaannya (Durán & Costell 1999; Harker,
2001; Wismer et al. 2005).
66
Saat ini, telah diketahui secara luas bahwa buah yang sukses di pasaran
tidak hanya tergantung pada tidak adanya cacat tetapi juga pada pemenuhan
persyaratan yang ditentukan oleh konsumen dan lebih jauh lagi pada tingkat
kepuasan yang diperoleh pada saat mengonsumsi buah (Hampson et al. 2000;
Wismer et al. 2005). Sampai saat ini, setiap perbaikan genetik telah
mengikutsertakan teknik sensori dan uji tingkat kesukaan konsumen sebagai
metode untuk mengidentifikasi produk buah yang lebih menjanjikan
kesuksesannya di pasar buah di masa yang akan datang (Harker et al. 2003;
Jaeger & Harker 2005).
Uji hedonik pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat
penerimaan konsumen terhadap mutu sensori tiga varietas nanas yang diujikan,
yang meliputi atribut warna, aroma, rasa, tekstur (juiciness), aftertaste, dan
penerimaan secara keseluruhan. Uji hedonik diikuti oleh 81 panelis dengan jenis
pekerjaan, usia, tingkat pendidikan dan jenis kelamin yang berbeda-beda.
Berdasarkan jenis pekerjaan, panelis yang mengikuti uji hedonik memiliki
pekerjaan sebagai pegawai, laboran, mahasiswa dan pelajar. Berdasarkan tingkat
usia, uji hedonik diikuti oleh panelis dengan usia mulai dari 16 sampai 50 tahun.
Berdasarkan tingkat pendidikan, panelis yang mengikuti uji hedonik memiliki
pendidikan mulai dari tingkat SMU, D3, S1, S2 dan S3. Berdasarkan jenis
kelamin, uji hedonik diikuti oleh 48 panelis wanita dan 33 panelis pria. Pada uji
hedonik ini, dipilih panelis dengan berbagai jenis pekerjaan, usia, tingkat
pendidikan dan jenis kelamin yang berbeda dengan tujuan agar diperoleh
gambaran tingkat penerimaan konsumen yang lebih objektif, untuk mewakili
konsumen secara luas.
Hasil uji hedonik terhadap nanas yang diperlihatkan pada Gambar 16,
yang meliputi atribut warna, aroma, rasa, tekstur (juiciness), aftertaste dan
penerimaan secara keseluruhan panelis terhadap tiga nanas, disajikan dengan
menggunakan nilai rata-rata, memperlihatkan perbedaan penerimaan panelis pada
seluruh atribut sensori yang diujikan. Hasil analisis varians dan uji lanjut Duncan
Multiple Range Test (DMRT) pada tingkat kepercayaan 95% dengan taraf
signifikansi 5% yang diperlihatkan pada Lampiran 10, menunjukkan adanya
perbedaan nyata penerimaan konsumen terhadap atribut sensori yang diujikan dan
67
hasil ini didukung pula oleh hasil uji ranking yang dilakukan terhadap ketiga
nanas yang disajikan pada Lampiran 11. Mahkota Bogor mendapatkan penilaian
sebagai nanas pada urutan pertama, selanjutnya Pasir Kuda dan Delika Subang.
Bau atau aroma merupakan sifat sensori yang paling sulit untuk
diklasifikasikan dan dijelaskan karena ragamnya yang begitu besar. Tanggapan
terhadap sifat sensori bau atau aroma biasanya diasosiasikan dengan bau
produk/senyawa tertentu yang sudah umum dikenal seperti bau vanili, mentega,
asam butirat dan sebagainya. Sensitivitas terhadap bau tidak bersifat konstan dan
akan berkurang jika terpapar secara terus menerus atau teradaptasi (Kemp et al.
2009; Setyaningsih et al. 2010). Berdasarkan hasil uji hedonik terhadap atribut
aroma nanas, Mahkota Bogor mendapatkan penilaian tertinggi dengan kategori
suka (6.2), diikuti secara berurutan oleh Pasir Kuda dengan kategori agak suka
(5.1) dan Delika Subang dengan kategori agak tidak suka sampai netral (3.6).
Gambar 16 Nilai mutu sensori Mahkota Bogor ( ), Pasir Kuda ( ), Delika
Subang ( ) hasil uji hedonik pada 81 panelis.Huruf yang berbeda pada histogram menunjukkan berbeda nyata (α=0,05)
Perbedaan tingkat kesukaan panelis terhadap aroma tiga varietas nanas
nampaknya terkait dengan perbedaan komponen dan konsentrasi setiap komponen
volatil dalam nanas utamanya komponen volatil yang berperan sebagai komponen
aroma aktif. Baldwin et al. (2000) menyatakan bahwa, peranan sebuah komponen
a a a aa
a
bb
b b b b
c
c
c c c c
1
2
3
4
5
6
7
Warna Aroma Rasa Tekstur Aftertaste Keseluruhan
Atribut
68
pada aroma sangat ditentukan oleh threshold (ambang batas konsentrasi terendah
setiap komponen yang dapat dideteksi oleh indra penciuman) dan konsentrasinya
di dalam buah. Berdasarkan hasil GC-O terlihat bahwa metil 2-metil butanoat, etil
2-metil butanoat, 2,5-dimetil-4-metoksi-3(2H)-furanon dan 2,5-dimetil-4-
hidroksi-3(2(H)-furanon merupakan komponen yang sangat nyata mempengaruhi
aroma Mahkota Bogor diikuti Pasir Kuda dan Delika Subang. Komponen-
komponen ini juga diperkirakan menjadi penyebab sehingga aroma Mahkota
Bogor mendapatkan penerimaan lebih baik dibandingkan Pasir Kuda dan Delika
Subang.
Pada atribut warna, Mahkota Bogor mendapatkan penilaian tertinggi
dengan kategori suka (6.3), diikuti oleh Pasir Kuda dengan kategori agak suka
(5.2) dan Delika Subang mendapatkan penilaian terendah dengan kategori agak
tidak suka (2.9). Mahkota Bogor mendapatkan penilaian lebih tinggi
dibandingkan Pasir Kuda dan Delika Subang, hal ini disebabkan karena warna
daging buah Mahkota Bogor lebih menarik dengan warna kuning yang lebih
tajam, sedangkan Delika Subang memiliki warna daging buah yang berwarna
kuning. Warna daging buah Pasir Kuda berada diantara warna daging buah
Mahkota Bogor dan Delika Subang. Hasil analisis warna yang dilakukan terhadap
daging buah ketiga nanas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat
intensitas warna ketiga jenis nanas. Nilai L, a dan b setiap nanas berturut-turut
adalah sebagai berikut Mahkota Bogor L(68.64) a(2.22) b(59.57), Pasir Kuda
L(74.11) a(1.03) b(53.98), Delika Subang L(80.34) a(-1.86) b(35.61). Nilai
L(lightness) menunjukkan tingkat kecerahan, nilai a sebagai parameter intensitas
warna merah dan hijau (+a = merah,-a = hijau) dan niali b sebagai parameter
intensitas warna kuning dan biru (+b = kuning, -b = biru) (Lawless & Heyman
1998). Berdasarkan nilai L, a dan b di atas maka dapat diketahui bahwa warna
daging Mahkota Bogor memiliki warna kuning kecoklatan yang lebih kuat
dibandingkan dua jenis nanas lainnya. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Bartolomé et al. (1995), menyatakan bahwa perbedaan warna
daging buah nanas sangat dipengaruhi oleh perbedaan kultivar nanas.
Penilaian kualitas sensori produk bisa dilakukan salah satunya dengan
melihat warna. Sifat atau mutu komoditas dapat dinilai dari warnanya. Karena
69
sifatnya yang mudah dikenali, warna seringkali mempengaruhi respon dan
persepsi panelis, warna kuning-oranye identik dengan rasa asam-manis
(Setyaningsih et al. 2010). Menurut Oey et al. (2008), warna merupakan salah
satu karakteristik kualitas buah yang penting, yang dapat mempengaruhi persepsi
sensori dan penerimaan konsumen.
Rasa merupakan hasil interaksi antara indra pencicip manusia dengan
komponen-komponen dalam makanan. Kemampuan lidah mendeteksi setiap rasa
disebabkan karena pada permukaan lidah terdapat lapisan yang selalu basah, di
mana terdapat sel-sel yang peka, sel-sel ini mengelompok membentuk papila.
Masing-masing papila peka terhadap rasa tertentu. Telah diterima secara luas
bahwa terdapat lima kategori kualitas rasa utama: manis, asam, asin, pahit dan
umami (gurih) (Russell et al. 2004).
Hasil uji hedonik terhadap rasa nanas menunjukkan bahwa Mahkota
Bogor mendapatkan penilaian tertinggi dengan kategori suka (6.0), diikuti oleh
Pasir Kuda dengan kategori agak suka (5.2) dan Delika Subang dengan kategori
netral sampai agak suka (4.5). Menurut Verheij dan Coronel (1997), sari buah
nanas mengandung 0.5-0.9% asam dan 10-17% gula. Asam organik utama dalam
nanas yakni asam malat dan asam sitrat, selain itu terdapat juga asam askorbat
(Chan et al. 1973; Teisson & Combres 1979). Kandungan gula utama pada nanas
matang yakni sukrosa, glukosa dan fruktosa (Gawler 1962), kandungan gula
dalam buah akan meningkat sampai tercapainya tahap senescence (Kelly, 1911).
Perbedaan konsentrasi kedua rasa ini dalam buah nanas akan memberikan
persepsi yang berbeda terhadap rasa nanas. Selain itu, rasa juga dapat diperkuat
oleh aroma pada konsentrasi suprathreshold, misalnya aroma stroberi dapat
meningkatkan persepsi rasa manis buah stroberi (Frank & Byram 1988). Sobir dan
Duri (2008), melaporkan bahwa Mahkota Bogor memiliki ºBrix 15.8 dan total
asam 0.448% sedangkan Delika Subang memliki ºBrix 15.0 dan total asam
0.888%, sedangkan penelitian yang dilakukan Bartolomé et al. (1995),
melaporkan bahwa Smooth Cayenne yang merupakan kelompok Delika Subang
memiliki ºBrix 12.48 dan total asam 0.93%.
Derajat brix dapat mengindikasikan persentase padatan terlarut dan
memiliki korelasi yang linear dengan total kandungan gula dalam larutan buah,
70
oleh karena itu total kandungan gula dapat dihitung dari derajat brix. Kandungan
gula merupakan salah satu faktor yang memainkan peranan penting dalam
penentuan karakteristik flavor dan penilaian kualitas nanas (Py et al. 1987).
Derajat brix dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk varietas, tempat
tumbuh, waktu tumbuh dan tingkat kematangan buah (Ma et al. 1992; Ekşi &
Türkkmen 2011). Beberapa penelitian terhadap kualitas buah, menemukan bahwa
terdapat hubungan antara tingkatan derajat brix dan/atau derajat brix/total asam
dengan tingkat penerimaan konsumen terhadap buah (Vangdal 1985; Fellers
1991; Mitchell et al. 1991) dan menurut Smith (1988), eating quality nanas dapat
diprediksi dengan menggunakan beberapa parameter seperti: % total padatan
terlarut, total asam tertitrasi dan total padatan terlarut/asam (Brix/rasio asam).
Total asam dapat dijadikan acuan untuk menentukan rasa asam dan derajat brix
dapat dijadikan acuan untuk menentukan rasa manis buah (Harker et al. 2002;
Yoon et al. 2005; 2006). Formula untuk menghitung % gula yakni, gula (%) =
TPT (% refractive index) – 0.192 (ml 1 M NaOH untuk menetralkan 100 ml juice)
(Paull & Chen 2002).
Perbandingan kedua parameter, derajat brix dan total asam memberikan
pengaruh nyata terhadap penilaian panelis terhadap atribut rasa nanas, sehingga
Mahkota Bogor mendapatkan penerimaan tertinggi dan Delika Subang
mendapatkan penerimaan terendah. Di sisi lain, Pasir Kuda sebagai hasil
persilangan Mahkota Bogor dan Delika Subang, mendapatkan tingkat penerimaan
diantara Mahkota Bogor dan Delika Subang. Fenomena ini menunjukkan bahwa
proses persilangan kedua jenis nanas ini memberikan pengaruh pada rasa nanas
hasil silangan.
Atribut sensori rasa manis dan asam, sangat penting artinya bagi
konsumen dalam menentukan pilihan buah yang dikehendaki (Daillant-Spinnler et
al. 1996; Jaeger et al. 1998). Sehingga, hal ini mendorong konsumen di negara
maju lebih mempertimbangkan kualitas buah lebih penting dari harga (Market
Review 1996), dan kecenderungan pangan saat ini, menempatkan peningkatan
penggunaan rasa manis buah sebagai flavor utama (Fischer 1999). Hal inilah yang
mendorong pengukuran derajat brix dan total asam, termasuk dalam penilaian
kualitas pascapanen buah (Smith 1985; Fellars 1991; Mitcham 1997).
71
Tekstur berair (juiciness) merupakan suatu fenomena yang sangat
kompleks dan melibatkan berbagai persepsi (Szcesniak & Ilker 1988). Untuk
kebanyakan buah juiciness merupakan atribut tekstur yang utama. Pada saat
mengonsumsi buah, konsumen sangat mengharapkan memperoleh sensasi
juiciness seperti sensasi renyah atau keras pada buah apel, sensasi tekstur halus
atau melting dalam buah persik (Harker et al. 2003).
Hasil uji hedonik terhadap atribut tekstur (juiciness) nanas menunjukkan
bahwa Mahkota Bogor mendapatkan penerimaan tertinggi dengan kategori suka
(6.0), diikuti oleh Pasir Kuda dengan kategori agak suka sampai suka (5.3) dan
Delika Subang dengan kategori netral sampai agak suka (4.6). Mahkota Bogor
dipilih sebagai nanas dengan tekstur paling disukai, hal ini karena daging buah
Mahkota Bogor lebih kurang berair jika dibandingkan dengan Pasir Kuda dan
Delika Subang. Menurut Harker et al. (2003), sensasi juiciness pada buah
disebabkan oleh dua hal, yakni pelepasan air dari buah dan stimulasi produksi air
liur pada saat mengunyah buah. Hasil penelitian Sobir dan Duri (2008),
melaporkan kadar air Pasir Kuda 83.3% dan Delika Subang 85.7%, sehingga dari
hasil ini dapat diperkirakan bahwa Delika Subang akan memberikan jumlah air
yang lebih tinggi dibandingkan Mahkota Bogor, saat dikunyah. Kondisi ini secara
organoleptik lebih tidak disukai panelis sehingga panelis memberikan penilaian
terendah terhadap juiciness Delika Subang.
Pada pengujian atribut aftertaste, produk nanas yang tidak atau lebih
sedikit berkontribusi terhadap timbulnya aftertaste, dipilih sebagai nanas yang
lebih disukai. Hasil uji hedonik terhadap atribut aftertaste, menunjukkan bahwa
Mahkota Bogor mendapatkan penerimaan tertinggi dari panelis dengan kategori
agak suka sampai suka (5.7), diikuti secara berurutan oleh Pasir Kuda dengan
kategori agak suka (5.3) dan Delika Subang dengan kategori netral sampai agak
suka (4.5).
Aftertaste yang timbul pada saat mengonsumsi nanas disebabkan oleh aksi
dari berbagai asam, enzim bromelain dan kristal kalsium oksalat yang
menyebabkan iritasi di dalam rongga mulut dan esophagus (Anonim 2011) dan
penyebab utama timbulnya iritasi adalah kalsium oksalat (Polunin 2011). Kalsium
oksalat hampir terdapat dalam semua jenis tumbuhan mulai dari tumbuhan
72
tingkat rendah sampai tingkat tinggi (Fraceschi & Nakata 2005). Menurut
Bostwick Laboratories (2011) dan University of Pittsburgh Medical Center
(2011), nanas termasuk dalam tumbuhan dengan kandungan kalsium oksalat
rendah, sehingga dapat dikonsumsi setiap hari. Mahkota Bogor memilki
kandungan kalsium oksalat (640 ppm) dan enzim bromelain (1.78 unit/gram),
sedangkan Delika Subang memiliki kandungan kalsium oksalat (704 ppm) dan
enzim bromelain (1.31 unit/gram) (PKBT 2009). Perbedaan kandungan kalsium
oksalat inilah yang diperkirakan mempengaruhi tingkat penerimaan panelis
terhadap aftertaste nanas, Mahkota Bogor dengan kandungan kalsium oksalat
rendah mendapat penerimaan tertinggi, sedangkan Delika Subang dengan
kandungan kalsium oksalat lebih tinggi mendapat penerimaan terendah.
Berdasarkan hasil uji hedonik pada atribut penerimaan secara keseluruhan,
Mahkota Bogor mendapatkan penilaian tertinggi dengan kategori suka (6.1),
diikuti Pasir Kuda dengan kategori agak suka (5.3) dan Delika Subang dengan
kategori netral (4.3). Fenomena ini menunjukkan bahwa nanas Mahkota Bogor
adalah nanas yang lebih disukai konsumen dan nanas Delika Subang adalah nanas
yang kurang disukai konsumen. Sementara tingkat kesukaan konsumen terhadap
Pasir Kuda sebagai nanas hasil silangan Mahkota Bogor dengan Delika Subang,
berada di antara Mahkota Bogor dan Delika Subang. Hasil ini didukung pula oleh
hasil uji rangking (Lampiran 9). Mahkota Bogor menempati rangking tertinggi
dan secara berurutan diikuti oleh Pasir Kuda dan Delika Subang. Menurut Kemp
et al. (2009), uji rangking dilakukan untuk menentukan apakah ada perbedaan
antara tiga atau lebih sampel dalam kaitannya dengan atribut tertentu, misalnya
tingkat kemanisan, kekerasan dan intensitas aroma.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Komponen aroma aktif pada Mahkota Bogor terdiri dari metil 2-metil
butanoat (fruity, sweet), etil 2-metil butanoat (fruity, sweet), metil 3-(metiltio)
propanoat (sweet, pineapple-like), 2,5-dimetil-4-metoksi-3(2H)-furanon (caramel,
sweet), γ-heksalakton (sweet) dan 2,5-dimetil-4-hidroksi-3(2H)-furanon (sweet,
fruity, caramel, pineapple). Komponen aroma aktif Delika Subang terdiri dari
metil heksanoat (sweet, fresh, pineapple), metil oktanoat (sweet, green,sour),
metil 3-(metiltio) propanoat (sweet, pineapple-like), metil 3-hidroksi heptanoat
(sweet, burn), δ-heksalakton (sweet, herbaceous), γ-oktalakton (sweet, coconut),
δ-oktalakton (sweet, fatty, fruity, pineapple-like) dan 2,5-dimetil-4-hidroksi-
3(2H)-furanon (sweet, fruity, caramel, pineapple). Komponen aroma aktif Pasir
Kuda terdiri dari metil 2-metil butanoat (fruity, sweet), etil 2-metil butanoat
(fruity, sweet), etil heksanoat (sweet, fruity pineapple-banana note), metil
oktanoat (fruity, sweet, green), 2,5-dimetil-4-metoksi-3(2H)-furanon (sweet,
caramel), 2,5-dimetil-4-hidroksi-3(2H)-furanon (sweet, fruity, caramel,
pineapple) dan δ-dekalakton (sweet, coconut, creamy).
Metil 2-metil butanoat, etil 2-metil butanoat diduga merupakan dua
komponen aroma aktif yang membedakan sensori aroma antara Mahkota Bogor,
Pasir Kuda dan Delika Subang. Kedua komponen ini memberikan aroma sweet
dan fruity yang sangat kuat pada Mahkota Bogor dan Pasir Kuda sedangkan pada
Delika Subang kedua komponen ini tidak berhasil dideteksi.
Atribut aroma sweet, fruity, pineapple-like, caramel lebih dominan pada
Mahkota Bogor dan diikuti oleh Pasir Kuda sedangkan atribut aroma coconut-
like dan sour lebih dominan pada Delika Subang diikuti oleh Mahkota Bogor
sedangkan pada Delika Subang keseluruhan atribut aroma, intensitasnya sangat
lemah. Perbedaan profil aroma ini sangat erat kaitannya dengan penerimaan
konsumen terhadap Mahkota Bogor, Pasir Kuda dan Delika Subang, sehingga
dari ketiga nanas, Mahkota Bogor mendapatkan penerimaan tertinggi berturut-
turut diikuti Pasir Kuda dan Delika Subang. Profil aroma Pasir Kuda sebagai hasil
74
silangan Mahkota Bogor dan Delika Subang, secara sensori lebih cenderung
mengikuti Mahkota Bogor dari pada Delika Subang.
SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh mutu
sensori lain selain aroma yang paling berpengaruh pada penerimaan nanas secara
keseluruhan oleh konsumen.
75
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim] 2010. Flavor. http://en.wikipedia.org/wiki/Flavor (3 Maret 2010).
[Anonim] 2010. Sensory analysis http://en.wikipedia.org/wiki/Sensory_analysis (3 Maret 2010)
[Anonim]. 2011. Acids in pineapple juice. http://www.livestrong.com/article/307723-acids-in-pineapple-juice/#ixzz1F27xKsd9 (26 Februari 2011)
Abdi H, Valentine D. 2007. Some new and easy ways to describe, compare, and evaluate products and assessors. Di dalam: SPISE2007 “New trends in sensory evaluation of food and non-food products”. Ho Chi Minh. Vietnam.
Acree TE, Butts RM, Nelson RR. 1976. Sniffer to determine the odor of gas
chromatographic effluents. Anal. Chem. 48(12):1821-2. Acree TE, Barnard J, Cunningham DG. 1984. A procedure for the sensory
analysis of gas chromatographic effluents. Food Chem 14(4):273-86. Agrawal K, Lucas P, Prinz J, Bruce I. 1997. Mechanical properties of food
responsible for resisting their breakdown in the human touch. Archives of Oral Biology 42:1-9.
Apriyantono A, Wijaya CH. 2006. Metode pengujian organoleptik III: Deskriptif test. Pengujian organoleptik bahan pangan dan produk pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB bekerjasama dengan Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology Center IPB.
Aubert C, Pitrat M. 2006. Volatile compounds in the skin and pulp of Queen Anne's pocket melon. J. Agric. Food Chem. 54:8177-8182.
Baek HH, Cadwallader KR. 1999. Contribution of free and glycosidically bound volatile compounds to the aroma of muscadine grape juice, J. Food Sci. 64: 441.
Baldwin EA. 1993. Citrus fruit. In Seymour GB, Taylor JE, Tucker GA (editor), The Biochemistry of Fruit Ripening. New York: Chapman and Hall, hlm. 107-49.
Baldwin EA. 2002. Fruit flavour, volatile metabolism and consumer perception. In Knee M (editor), Fruit Quality and Its Biological Basis. Boca Raton, FL: Sheffi eld Academic Press and CRC Press, hlm. 89-106.
Baldwin ES, Scott JW, Shewmarker CK, Schuch W. 2000. Flavor trivia and tomato aroma: Biochemistry and possible mechanisms for control important aroma components. HortScience 35:1013-22.
76
Bartolomé AP, Rupérez P, Fúster C. 1995. Pineapple fruit: morphological characteristics, chemical composition and sensory analysis of Red Spanish and Smooth Cayenne cultivars. Food chemistry 53:75-79.
Bartoszewski G, Niedziela A, Szwacka M, Nienirowicz-Szczytt K. 2003. Modifi cation of tomato taste in transgenic plants carrying a thaumatin gene from Thaumatococcus daniellii Benth. Plant Breed 122:347-51.
Bauer K, Garbe D, Surburg H. 1997. Common Fragrance and Flavor Materials, 3rd ed. Wiley-VCH, Weinheim. Germany.
Beaulieu JC, Lea JM. 2003. Aroma volatile differences in commercial orange-fleshed Cantaloupes, the inbred parental lines and stored fresh-cuts. Proc. XXVI IHC – Issues and Advances in Postharvest Hort. Ed. R.K. Prange Acta Hort., ISHS. 628:809-815.
Berger RC. 1991. Fruits I, Di dalam: Maarse H (editor). Volatile Compounds in Foods and Beverages. New York:Marcel Dekker. hlm. 283
Berger RG. 2007. Flavours and Fragrances-Chemistry, Bioprocessing and Sustainability. Berlin: Springer-Verlag.
Berger RG, Drawert F, Kollmannsberger H, Nitz S, Schraufstetter B. 1985. J Agric Food Chem 33:232. Di dalam: Berger RG. (editor). Flavours and fragrances: chemistry, bioprocessing and sustainability. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Germany. hlm 196-197.
Berger RG, Drawert F, Kollmannsberger H. 1989. The flavour of cape gooseberry (Physalis peruviana L.). Z Lebensm Unters Forsch. 188:122-126.
Berger RG, Drawert F, Nitz S.1983. Sesquiterpene hydrocarbons in pineapple fruit. J. Agric Food Chem 31:1237.
Bianchi F, Careri M, Mangia A, Musci M. 2007. Retention indices in the analysis of food aroma volatile compounds in temperature-programmed gas chromatography: database creation and evaluation of precision and robustness. J. Sep. Sci. 30:563-572.
[Bostwick Laboratories]. 2011. Oxalate & Calisum in your diet. Patient information series. https://www.bostwicklaboratories.com/GLOBAL/files/patient-resources/kidneys/Oxalate-Calcium.pdf (26 Februari 2011)
Buttery RG. 1993. Quantitative and sensory aspects of flavor of tomato and other vegetable and fruits. Di dalam: Acree TE, Teranishi R, (editor). Flavor science : Sensible principles and techniques.ACS Books. American Chemical Society. Washington DC. hlm 259.
Burdock GA. 2010. Fenaroli’s handbook of flavor ingredients. 6th edition. CRC Press. Taylor & Francis Group.
77
Brandt MA, Skinner EZ, Coleman JA. 1963. Texture profile method. J. of Food Science, 28(4):404–410.
Cain WS. 1979. To know with the nose: Keys to odor identification. Science 203:467-470. Di dalam: Friedrich JE, Acree TE. Gas Chromatography Olfactometry (GC/O) of Dairy Products. Department of Food Science & Technology, Cornell University, New York State Agricultural Experiment Station, Geneva, New York 14456.
Cairncross SE, Sjöstrom LB. 1950. Flavor profiles-a new approach to flavor problems. Food Technology, 4:308–311.
Cascales AI, Costell E, Romojaro F. 2005. Effects of the degree of maturity on the chemical composition, physical characteristics and sensory attributes of the peach ( Prunus persica ) cv. Caterin. Food Sci Technol Int 11:345-52 .
Causse M, Saliba-Colombani V, Lesscheave I, Buret M. 2001. Genetic analysis of organoleptic quality in fresh market tomato. 2. Mapping QTLs for sensory attributes . Theor Appl Genet 102:273-83 .
Chan HT, Chenchin E, Vonnahme P. 1973. Nonvolatile acids in pineapple juice. J. Agriculture and Food Chemistry 21:208-210..
Chan YK. d’Eeckenbrugge GC, Sanewski GM. 2003. Breeding and variety improvement. Di dalam : Bartholomew DP, Paull RE, Rohrbach KG, editor. Pineapple Botany, Production and Uses. University of Hawaii at Manoa Honolulu USA. CABI Publishing. USA.
Chang SS. 1989. Food flavors. Food Technol. 43(12):99.
Chien M, Peppard T. 1993. Use of statistical methods to better understand gas chromatographic data obtained from complex flavor systems. Di dalam: Ho CT, Manley CH, editor. Flavor Measurement. New York:Marcel Dekker. hlm 1.
Collins JL. 1968. The Pineapple Botany, Cultivation and Utilization. London: Leonard Hill Book. hlm 294.
Commetto-Muniz J, Cain W, Abraham M, Kumarsingh R. 1998. Trigeminal and olfactory chemosensory impact of selected terpenes. Pharmacology Biochemistry and Behavior 60: 765-770.
d´Eeckenbrugge GC, Leal F. 2003. Morphology, anatomy and taxonomy. Di dalam :. Bartholomew DP, Paull RE, Rohrbach KG (editor). The Pineapple. USA: CABI Publishing Honolulu.
Daillant-Spinnler B, MacFie HJH, Beyts PK, Hedderley D. 1996. Relationships between perceived sensory properties and major preference directions of 12 varieties of apples from the southern hemisphere. Food Qual. Preference 7:113–126.
78
Deibler KD, Delwiche J. 2004. Handbook of Flavor Characterization. New York: Marcel Dekker.
Douglas Frederic. 2010. GC/MS Analysis. Scientific Testimony an Online Journal. http://www.scientific.org/tutorials/articles/gcms.html (3 April 2010)
Drake MA, Cadwallader KR, Carunchia-Whetstine ME. 2006. Establishing links between sensory and instrumental analysis of dairy flavors. Flavor Chemistry of Dairy Products. Cadwallader KR, Drake MA, McGorrin R (editor). Washington DC:ACS Publishing.
Drake MA, Civille GV. 2003. Flavor Lexicons. Compr. Rev. Food Sci. 2(1): 33–40.
Drake MA. 2004. Defining dairy flavors. J. Dairy Sci. 87: 777–784.
Dupaigne P. 1970. The aroma of pineapples. Fruits. 25:793-805.
Durán, L., Costell, E. 1999. Review Perception of taste. Physiochemical and psychophysical aspects. Food Sci. Tech. Int. 5:299–309.
Echerverria G, Lara I, Fuentes T, Lopez MI, Graell J, Puy J. 2004. Assessment of relationship between sensory and instrumental quality of controlled atmosphere-stored Fuji Apples by multivariate analysis. J Food Sci 69 (9): S368-374.
Ekşi A, Türkkmen İ. 2011. Brix degree and sorbitol/xylitol level of authentic pomegranate (Punica granatum) juice (Short communication). Food chemistry, xxx, xxx-xxx (article in press). (diakses 16 Februari 2011).
Elss S, Preston C, Hertzig C, Heckel F, Richling E, Schreier P. 2005. Aroma profiles of pineapple fruit (Ananas comusus [L] Merr) and pineapple products. J. Lebensmittel-Wissenschaft und -Technologie 38:263-274.
[Farlex] 2011. http://www.thefreedictionary.com/aftertaste (16 Februari 2011)
Fellars PJ. 1991. The relationship between the ratio of degrees Brix to percent acid and sensory flavor in grapefruit juice. Food Technology 45(7):68–75.
Fernando LN, Grün IU. 2001. Headspace-SPME analysis of volatiles of the ridge gourd (Luffa acutangula) and bitter gourd (Momordica charantia) flowers. Flavour Fragr. J. 16:289-293.
Fischer L. 1999. Flavour trends. Food Product Design Magazine. www.foodproductdesign.com. (16 Februari 2011).
Flamini G, Luigi Cioni P, Morelli I. 2004. Essential oils of Galeopsis pubescens and G. tetrahit from Tuscany (Italy). Flavour Fragr. J. 19:327-329.
Flath RA, Forrey RR. 1970. Volatile components of Smooth Cayenne pineapple. J. Agricultural and Food Chemistry 18:306-309.
79
Flath RA. 1986. Pineapple. Di dalam: Nagy S, Shaw PE. (editor). Tropical and subtropical fruits composition, properties and uses. AVI Publishing Westport Connecticut. hlm 157-183.
Franceschi VR, Nakata PA. 2005. Calcium oxalate in plants: Formation and function [abstrak]. Annual review of plant biology 56:41-71. http://www.annualreviews.org/doi/abs/10.1146/annurev.arplant.56.032604.144106?journalCode=arplant (26 Februari 2011)
Frank DC, Caroline MO, John P. 2004. Solid phase microextraction (SPME) combined with gas-chromatography and olfactometry-mass spectrometry for characterization of cheese aroma compounds. Lebensm.-Wiss. u.-Technol, 37:139-154.
Frank R, Byram J. 1988. Taste-smell interactions are tastant and odorant dependent. Chemical Senses 13:445-455.
Fuller GH, Steltenkamp GA, Tisserand GA. 1964. The Gas Chromatography with Human Sensor: Perfumer Model. Annals. N.Y. Acad. Sci 116:711-724.
Gawler JH. 1962. Constituents of canned Malayan pineapple juices. I. Amino acids, non-volatile acids, sugars, volatile carbonyl compounds and volatile acids. J. of the science of food and agriculture 13:57-61.
Gillespie P, Walker R. 2001. Molecular basis of mechanosensory transduction. Nature, 413:194-202.
Gómez C, Fiorenza F, Izquierdo L, Costell E. 1998. Perception of mealiness in apples: A comparison of consumers and trained assessors. Z Lebensm Unters Forsch A 207 : 304-10.
Gray RA. 1953. The volatile flavor constituents of pineapple. Research report No.33, Pineapple research institute, private document, 24. Di dalam: Bartholomew DP, Paull RE, Rohrbach KG (editor), Pineapple, Botany, production and uses. University of Hawaii at Manoa Honolulu USA.
Gregson R. 1986. Qualitative and aqualitative intensity components of odor mixtures. Chemical senses 11: 455-470.
Grosch W. 1993. Detection of potent odorants in foods by aroma extract dilution analysis. Trends Food Sci. Technol. 4: 68–73.
Grosch W. 1998. Flavor of coffee : a review, Nahrung. 43:344.
Haagen-Smit AJ, Kirchner JG, Deasy CL, Prater AN.1945a. J Am Chem Soc 67:1646. Di dalam: Berger RG (editor). Flavours and fragrances: Chemistry, bioprocessing and sustainability. Germany; Springer-Verlag Berlin Heidelberg.
Haagen-Smit AJ, Kirchner JG, Deasy CL, Prater AN. 1945b. J Am Chem Soc 67:1651. Di dalam: Berger RG (editor). Flavours and fragrances:
80
Chemistry, bioprocessing and sustainability. Germany:Springer-Verlag Berlin Heidelberg.
Hadiati S, Murdaningsih HK, Baihaki A, Rostini N. 2003. Parameter genetik karakter komponen buah pada beberapa akses nenas. Zuriat 14(2):53-58.
Hampson CR, Quamme HA, Hall JW, MacDonald RA, King MC, Cliff MA. 2000. Sensory evaluation as a selection tool in apple breeding. Euphytica 111:79-90.
Harker FR, Lau K, Gunson FA. 2003. Juiciness of fresh fruit: a time-intensity study. Postharvest biology and technology 29: 55-60.
Harker FR, Marsh KB, Young H, Murray SH, Gunson FA, Walker SB. 2002. Sensory interpretation of instrumental measurements 2: sweet and acid taste of apple fruit. Postharvest biology and technology 24:241-250.
Harker R. 2001. Consumer response to apples. Di dalam: Proceedings of the Washington tree fruit postharvest conference. WSU-TFREC Postharvest information network.
Hashizume M, Gordon MH, Mottram DS. 2007. Light-induced off-flavor development in cloudy apple juice. J. Agric. Food Chem. 55(22): 9177-9182.
Hayata Y, Sakamoto T, Kozuka H, Sakamoto K, Osajima Y. 2002. Analysis of aromatic volatile compounds in 'Miyabi' melon (Cucumis melo L.) using the Porapak Q column. J. Jpn. Soc. Hortic. Sci. 71( 4):517-525
Heath HB. 1978. Flavor Technology. The AVI Publishing Company. New York.
Heymann H, Holt DL, Cliff MA. 1993. Measurement of flavor by sensory descriptive techniques. Di dalam: Ho CT, Manley CH (editor), Flavor Measurement . New York: Marcel Dekker, hlm. 113-31.
Honkanen E, Hirvi T. 1990. The flavour of berries. Di dalam: Morton ID, Macleod AJ (editor.), Food Flavours. Amsterdam: Elsevier Scientific Publications. hlm 93-125.
Horwath CC, Govan C. H, Campbell AJ, Busby W, Scott, V. 1995. Factors influencing milk and milk product consumption in young and elderly women with low calcium intakes. Nutrition Research 15:1735–1745.
Hyde R, Witherly S.1993. Dynamic contrast: a sensory contribution to palatability. Appetite 21:1-16.
Jaeger SR, Harker FR. 2005. Consumer evaluation of novel kiwifruit: Willingness-to-pay. J. Sci Food Agric 85:2519-26.
Jaeger SR, Andani Z, Wakeling IN, MacFie HJH, 1998. Consumer preferences for fresh and aged apples: a cross-cultural comparison. Food Qual. Preference 9:355–366.
81
James AT, Martin AP. 1952. Gas-liquid partition chromatography: the separation and micro-estimation of volatile fatty acids from formic acid to dodecanoic acid. J. Biochem. 50:679.
Kataoka H, Lord HL, Pawliszyn J. 2000. Applications of solid-phase microextraction in food analysis. J. Chromatogr A. 880:35-62.
Kelly WP. 1911. A study of the composition of Hawaiian pineapple. J. Industrial Engineering Chemistry 3:403-405.
Kemp SE, T. Hollowood, J. Hort. 2009. Sensory evaluation a practical handbook. Wiley-Blackwell. A John Wiley & Sons, Ltd., Publication.
Klob B, Ettre L.2006. Static head-gas chromatography theory and practice, second edition. John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey.
Koster E. 1969. Intensity of mixture of odorous substances. Di dalam: C. Pfaffmann (editor). Olfaction and taste, vol 3. Rockefeller University Press, New York. hlm 142-149.
Köster EP. 1965. Olfactory sensitivity and the menstrual cycle. Int Rhin. 1:57.
Köster EP. 1968. Olfactory sensitivity and ovulatory cycle duration. Olfactologia 1:43.
Kumazawa K, Masuda H. 2003. Investigation of the change in the flavor of a coffee drink during heat processing. J. agricultural and food chemistry. 51:2674-2678.
Laing D, Panhuber H, Willcox M, Pitmann E. 1984. Quality and intensity of binary odor mixtures. Physiology & Behavior 33:309-319.
Laing D, Willcox M. 1983. Perception of components in binary odor mixtures. Chemical senses 7:249-264.
Larsen L, Poll L, Olsen CE. 1992. Evaluation of the aroma composition of some strawberry (Fragaria ananassa Duch) cultivars by use of odor threshold values, Z. Lebensm. Unters. Forsc. 195: 536-539.
Lawless H. 1997. Olfactory psychophysics. Di dalam: G.K. Beauchamp L. Barthoshuk (editor) Tasting and Smelling. Academic Press, London. hlm 125-174.
Lawless HT, Heymann H. 1998. Sensory evaluation of food: Principles and practice. Kluwer Academic, New York.
Lindsay RC. 1996. Flavors. Di dalam: Fennema OR (editor). Food chemistry 3rd. New York:Marcel Dekker, Inc. hlm. 723-765.
Ma ZH, Li D, Ning XB. 1992. Study on brix degree, total sugar content and their relationship in the juice of sweet sorghum stem. J. Shenyang Agricultural University 23(3): 187–91.
82
Maarse H. 1991. Introduction. Di dalam: Volatile compounds in food and beverages. Maarse H.(editor), Marcel Dekker, New York.
MacLeod, AJ, Pieris, NM. 1981. Volatile flavor components of soursop (Annona muricata). J. Agricultural and Food Chemistry 29:488−490.
Majcher MA, Jelen HJ. 2005. Identification of potent odorants formed during the preparation of extruded potato snacks. J. Agric. Food Chem. 53: 6432.
Malezieux E, Cote F, Bartholomew P. 2003. Crop Environment, Plant Growth and Physiology. Di dalam: Bartholomew DP, Paull RE, Rohrbach KG (editor). The Pineapple. USA: CABI Publishing Honolulu.
Market Review, 1996. UK fruit and vegetable market review 1995–1996. Fresh fruit and vegetable information bureau, London.
Martens M, Risvik E, Martens H. 1994. Matching sensory and instrumental analyses. Di dalam: Piggott JR, Paterson A. Understanding natural flavors. Blackie academic and professional, an imprint of Chapman & Hall, UK.
Maruniak JA. 1988. The sense of smell in sensory analysis of foods, 2nd Ed., J.R. Piggott (editor), London: Elsevier. hlm 25.
Matjik AA, Sumertajaya M. 2000. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB Press, Bogor.
Mayer F, Takeoka G, Buttery R, Whitehand L. 2004. Differences in the aroma of selected fresh tomato cultivars. Di dalam: Deibler KD, Delwiche J. (editor). Handbook of flavor characterization, sensory analysis, chemistry and physiology. Marcel Dekker, New York.
Marsili R. 2007. Sensory-directed flavor analysis. CRC Press, Taylor & Francis Group. LLC.
McGorrin RJ. 2002. Character impact compounds: flavors and off fl avors in foods. In Marsili R (ed.), Flavor, Fragrance, and Odor Analysis. New York: Marcel Dekker, hlm. 375-413.
McMaster Marvin C. 2007. GC/MS: a practical user’s guide. – 2nd. Wiley Interscience. John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey.
Medina JDLC, Gracia HS. 2007. Pineapple. Di dalam: Danielo Meija (editor). Pineapple Post-Harvest Operation. Institut Teknologi de Veracruz.
[Merriam-Wabster] 2011. http://www.merriam-webster.com/dictionary/aftertaste (16 Februari 2011)
Meilgaard M, Civille G, Carr B. 1991. Sensory Evaluation Techniques. CRC Press, Boca Raton.
Meilgaard MC, Civille GV, Carr BT. 1999. Sensory evaluation techniques. 3rd Ed. Washington. CRC Press. CLL.
83
Meilgaard MC, Civille GV, Carr BT. 2006. Sensory evaluation techniques. Fourth edition. Crc Press. Taylor & Francis Group.
Mitcham EJ. 1997. Proceedings of the seventh international controlled atmosphere research conference, volume 2, Apples and Pears. Postharvest Horticulture Series No. 16. University of California, Davis. hlm 308.
Mitchell FG, Mayer G, Biasi W. 1991. Effect of harvest maturity on storage performance of ‘Hayward’ kiwifruit. Acta Hortic 297:617–625.
Morita K, Kubota K, Aishima T. 2003. Comparison of Aroma Characteristics of 16 Fish Species by Sensory Evaluation and GC Analysis. J. Sci Food Agric 83 (4):289-297.
Morton J. 1987. Pineapple (Ananas comosus). Di dalam: Julia F (editor). Fruits of Warm Climates. Miami, FL.
Muljoharjo, M. 1983. Nenas dan Teknik Pengolahannya. Jurusan Pengolahan Hasil Pertanian. Fateta. UGM.
Mulyati E. 2008. Simulasi uji buss (Baru, Unik, Seragam, Stabil) tiga varietas nenas (Ananas comosus L. Merr). Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nasution MA. 2008. Analisis parameter genetic dan pengembangan criteria seleksi bagi pemuliaan nenas (Ananas comosus (L.) Merr.) di Indonesia [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Nogueira MCL, Lubachevsky G, Rankin SA. 2005. A study of the volatile composition of Minas cheese. Lebensm. Wiss. Technol. 38:555-563.
Oey I, Lille M, Loey AV, Hendrickx M. 2008. Effect of high-pressure processing on colour, texture and flavour of fruit and vegetable-based food products: a review. Trends in food science & technology 19:320-328.
O’Mahony M. 1986. Sensory Evaluation of Food: Statistical Methods and Proce dures. Marcel Dekker, New York, NY.
Paillard NM. 1990. The flavor of apples, pears and quinces. Di dalam: Morton ID, MacLeod AJ (editor), Food Flavours Part C: The Flavour of Fruit . Amsterdam: Elsevier, hlm 1-41.
Pantastico Er B. 1975. Pineapple. Di dalam: Postharvest, handling and utilization of tropical and subtropical fruits and vegetables, Er. B. Pantastico(editor). AVI, Westport Connecticut 65-56: 490-2.
Parker JK, Tsormpatsidis E, Elmore JS, Wagstaffe A, Mottram DS. 2010. Solid-phase extraction as a routine method for comparing key aroma compounds in fruits. Di dalam: Blank, I., Wüst, M. and Yeretzian, C. (editor) Expression of multidisciplinary flavour science: proceedings of the 12th Weurman symposium. Zürcher Hochschule für Angewandte Wissenschaften, Wädenswil, Switzerland, hlm. 521-524.
84
Parliament TH, McGorrin RJ. 2000. Critical flavor compounds in dairy products. Di dalam: Risch SJ, Ho CT (editor). Flavor Chemistry: Industrial and Academic Research. Symposium series Nr 756.. American Chemical Society: Washington D.C. hlm. 44–71.
Patterson M, Stevens J, Cain W, Cometto-Muniz J. 1993. Detection thresholds for an olfactory mixture and its three constituent compounds. Chemical senses 18:723-734.
Paull RE, Chen CC. 2002. Postharvest physiology, handling and storage of pineapple. Di dalam: Bartholomew DP, Paull RE, Rohrbach KG (editor), Pineapple, botany, production and uses. University of Hawaii at Manoa Honolulu USA.
Pawliszyn P, Pawliszyn B, Pawliszyn M. 1997. Solid phase microextraction. The chemical educator, Springer-verlag, 2, 4, New York.
Peng CT. 2000. Prediction of retention indices. V. Influence of electronic effects and column polarity on retention index. J. Chromatogr. A. 903:117-143.
Peryam DR, Pilgrim FJ. 1957. Hedonic scale method of measuring food preference. Food Technology. hlm 9-14.
Petro-Turza M. 1987. Flavor of tomato and tomato products. Food Rev Int 2:309–51.
Pickenhagen W, Velluz A, Passerat JP, Ohloff G. 1981. Estimation of 4-hydroxy-2,5-dimethyl-3(2H)-furanone (FURANEOL) in cultivated and wild strawberries, pineapples and mangoes. J. Sci. Food Agric. 32:1132-1134.
Pino J. 1982. Correlation between sensory and gas-chromatographic measurements on orange volatiles. Acta Alimentaria 11(1):1-9.
[PKBT]. 2006. Database Buah-buahan Tropika. Bogor: PKBT LPPM Institut Pertanian Bogor.
[PKBT]. 2009. Pengembangan Buah Unggulan (Profil produk). Pusat kajian buah tropika (PKBT) LPPM Institut Pertanian Bogor.
Polunin IBA. 2011. Pineapple dermatosis [abstrak]. http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1365-2133.1951.tb13682.x/abstract (26 Februari 2011)
Pontes M, Marques JC, Camara JS. 2007. Screening of volatile composition from Portuguese multifloral honeys using headspace solid-phase microextraction-gas chromatography-quadrupole mass spectrometry, Talanta, 74:91-103.
Pracahya. 1985. Bertanam Nenas. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Preston C, Richling E, Elss S, Appel M, Heckel F, Hartlieb A, Schreier P. 2003. On-line gas chromatography combustion/pyrolysis isotope ratio mass
85
spectrometry (HRGC-C/P-IRMS) of pineapple (Ananas comosus L. Merr.) volatiles. J. Agric Food Chem 51:8027.
Py C, Lacoeuilhe JJ, Teisson C. 1987. The Pineapple: Cultivation and Uses. Editions G.P. Maisonneuve & Larose, Paris, France.
Rao BRR, Bhattacharya AK, Mallavarapu GR, Ramesh S. 1999. Volatile constituents of different parts of cornmint (Mentha arvensis L.). Flavour Fragr. J 14:262-264.
Reinhard H, Fritz S, Otmar Z. 2008. Citrus juice classification by SPME-GC-MS and electronic nose measurements. LWT-Food science and technology 41:1906-1912.
Rychlik M, Schieberle P, Grosch W. 1998 . Compilation of Odor Thresholds, Odor Qualities and Retention Indices of Key Food Odorants . Garching, Germany : Deutsche Forschungsanstalt fuer Lebensmittelchemie. Di dalam: Hui YH (editor) 2010. Handbook of fruit and vegetable flavors. John wiley & Sons, Inc. Hoboken, New Jersey.
Roberts DD, Acree TE.1995. Developments in the isolation and characterization of β-damascenone precursors from apples. Di dalam: Rouseff RL, Leahy MM, (editor). Fruit Flavors: Biogenesis, Characterization, and Authentication. ACS Symposium Series 596, American Chemical Society:Washington, DC. hlm 190.
Rouseff R, Gemitter F, Grosser J. 1994 . Citrus breeding and flavour . In Piggott JR, Paterson A (editor.), Understanding Natural Flavours. London: Blackie Academic & Professional, Chapman & Hall, hlm. 113-27 .
Russell SJ, Keast J, Pamela HD, Breslin PAS. 2004. Flavor interactions at the sensory level. Di dalam: Flavor Perception (editor) Taylor AJ, Roberts DD. Blackwell Publishing Ltd. hlm 228-255.
Samson JA. 1980. Pineapple. Tropical Agriculture Series. Tropical Fruits. New York. hlm 250.
Scheidig C, Czerny M, Schieberle P. Changes in key odorants of raw coffee beans during storage under defined conditions. J. Agric. Food Chem. 55:5768-5775.
Schwab W, Davidovich-Rikanati R, Lewinsohn E. 2008. Biosynthesis of plant-derived flavor compounds. Plant J 54(4):712–32.
Sensory Analysis Center. Descriptive sensory analysis. http://www.sensoryanalysis.com/descriptive_services.html (3 Maret 2010)
Setyaningsih D, Apriyantono A, Puspita SM. 2010. Analisis sensori untuk industri pangan dan agro. IPB Press. Kampus IPB Taman Kencana Bogor.
86
Sides A, Robards K, Helliwell S. 2000. Developments in extraction techniques and their application to analysis of volatiles in foods. Trends Analyt Chem 19 (5): 322-9.
Simon PW. 1997. Plant pigments for color and nutrition. HortScience 32 (1):12.
Sinesio F, Moneta E, Peparajo M. 2007. Sensory characteristics of traditional field grown tomato genotypes in Southern Italy. J. Food Qual 30: 878-95.
Singh T, Drake MA, Cadwallader KR. 2003. Flavor of Cheddar cheese: a chemical and sensory perspective. Compr. Rev. Food Sci. 2:139-162.
Smith LG. 1988. Indices of physiological maturity and eating quality in Smooth Cayenne pineapples. II. Indices of eating quality. Queensland J. Agric. Anim. Sci. 45(2): 219-28.
Smith SM. 1985. Measurement of the quality of apples: recommendations of an EEC working group. Commission of the European Communities, Brussels.
Sobir, Duri T. 2008. Karakterisasi sifat fisik dan kimia serta perubahannya selama penyimpanan dari empat jenis nenas komersial. Enviagro 2:15-18.
Steffen A, Pawliszyn J. 1996. Analysis of fl avor volatiles using headspace solid - phase microextraction. J. Agric Food Chem 44:2187-93.
Stevens SS. 1958. Measurement and man. Science. 127: 383-389.
Stevens SS. 1960. The psychophysics of sensory function. Am. Sci. 48: 226-253.
Stevens SS. 1970. Neural Events and the psychophysical law. Science 170.
Stone H, Sidel JL. 2004. Sensory Evaluation Practices Third Edition. New York. Academic Press.
Stone H, Sidel J, Oliver S, Woolsey A, Singleton RC. 1974. Sensory evaluation of quantitative descriptive analysis. Food Technology, 28(1), 24, 26, 28, 29,32, 34.
Sunarjono H. 2002. Berkebun 21 jenis tanaman buah. Penebar Swadaya. Jakarta.
Szcesniak A, Ilker R. 1988. The meaning of textural characteristics-juiciness in plant foods. J. Texture Studies 19: 61-78.
Szcesniak A. 2002. Texture is a sensory property. Food quality and preference 13: 215-225.
Takeoka G, Buttery RG, Flath RA, Teranishi R, Wheeler EL, Wieczorek RL, Guentert M. 1989. Volatile constituents of pineapple (Anana comosus [L] Merr.). ACS Symp. Ser. 388: 223-237.
Takeoka G, Buttery RG, Teranishi R, Flath RA, Guntert M. 1991. Identification of additional pineapple volatiles. J. Agric. Food Chem. 39:1848-1851.
87
Takeuchi T, Nagata Y, Nakayama N, Shigeta Y.1980. Determination of odor components by gas chromatography-oflactometer. Akushu no Kenkyu 9(44):20-27. Di dalam: Tang HC, Manley CH (editor). 1993. Flavor measurement. Marcel Dekker. USA.
Taylor JA, Robert J, 2004. Measuring proximal stimuli involved in flavour perception. Di dalam: Taylor JA, Roberts DD (editor). Flavor perception. Blackwell Publishing Ltd.
Teai T, Claude-Lafontaine A, Schippa C, Cozzolino F. 2001. Volatile compounds in fresh pulp of pineapple (Ananas comosus [L.] Merr.) from French Polynesia. J. Essent. Oil Res., 13:314-318.
Tession C. Combres JC. 1979. Le brunissement interne de l’ananas. IV. Approche biochimiqe du phénoméne. Fruits 34:315-339. Di dalam: Bartholomew DP, Paull RE, Rohrbach KG. Pineapple: Botany, production and uses. University of Hawaii at Manoa Honolulu USA. CABI Publishing.
Tokitomo Y, Steinhaus M, Büttner A, Schieberle P. 2005. Odor-active constituents in fresh pineapple (Ananas comosus [L.] Merr.) by quantitative and sensory evaluation. Biosci Biotechnol Biochem 69 (7):1323-1330.
Uenojo M, Pastore GM. 2006. Isolamento e seleção de microrganismos pectinolíticos a partir de resíduos provenientes de agroindústrias para produção de aromas frutais. Ciênc. Tecnol. Aliment., 26: 509-515. Di dalam: Hui YH (editor) 2010. Handbook of fruit and vegetable flavors. John wiley & Sons, Inc. Hoboken, New Jersey.
Ullrich F, Grosch W. 1987. Identification of the most intense volatile flavor compounds formed during autoxidation of linoleic acid. Z. Lebensm. Unters. Forsch. 184(4):277-82.
Umano K, Hagi Y, Nakahara K, Shoji A, Shibamoto T. 1992. Volatile constituents of green and ripened pineapple (Ananas comosus [L.] Merr.). J. Agric. Food Chem. 40: 599-603.
[University of Pittsburgh]. 2011. Low oxalate diet. Information for Patients. http://www.pkdiet.com/pdf/LowOxalateDiet.pdf (26 Februari 2011)
Van Ruth S. 2001. Methods for gas chromatography-olfactometry: a review. Biomol. Eng. 17: 121–128.
Vangdal E. 1985. Quality criteria for fruit for fresh consumption. Acta Agric. Scand. 35:41–47.
Verheij EWM, Coronel RE. 1997. Sumber daya nabati asia tenggara 2; Buah-buahan yang dapat dimakan (Terjemahan). Gramedia Pustaka Utama, Prosea Indonesia, European Commission. Jakarta.
Vinogradov BA. 2004. Production, composition, properties and application of essential oils. http://viness.narod.ru.
88
Wang Y, Finn C, Qian MC. 2005. Impact of Growing Environment on Chickasaw Blackberry (Rubus L.) Aroma Evaluated by Gas Chromatography Olfactometry Dilution Analysis, J. Agric. Food Chem. 53:3563-3571.
Wee YC, Thongtham MLC. 1997. Ananas comocus (L). Merr. Di dalam: Verheij EWM, Coronel RE (editor). Buah-buahan yang dapat dimakan. Prosea. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
West C, Lesellier E. 2010. Characterization of stationary phases in supercritical fluid chromatography with the solvation parameter model. Di dalam: Grushka E, Grinberg N. (editor). Advances in chromatography volume 48, Crc Press.
Wijaya CH, Ulrich D, Lestari R, Schippel K, Ebert G. 2005. Identification of potent odorants in different cultivars of snake fruit [Salacca zalacca(Gaert.) Voss] using gas chromatography-olfactometry. J. Agric. Food Chem. 53:1637-1641.
Williams DDF, Fleisch H. 1993. Historical review of pineapple breeding in Hawaii. Acta Horticulturae 334, 67-76.
Winarno FG, Wirakartakusumah MA. 1981. Fisiologi lepas panen. Sastra Hudaya. Jakarta.
Wismer WV, Harker FR, Gunson FA, Rossiter KL, Lau K, Seal AG, Lowe RG, Beatson R. 2005. Identifying flavour targets for fruit breeding: A kiwifruit example. Euphytica 141:93-104.
Wyllie SG, Leach DN. 1990. Aroma volatiles of cucumis melo cv. golden crispy. J. Agric. Food Chem. 38 (11):2042–2044.
Yoon KY, Woodams EE, Hang YD. 2005. Relationship of acid phosphatase acivity and brix/acid ratio in apples. Lebensm.-Wiss.u.-Technol. 38:181-183.
Yoon KY, Woodams EE, Hang YD. 2006. Relationship of acid phosphatase acivity and brix/acid ratio in cherries. Lebensm.-Wiss.u.-Technol. 39:316-320.
88
LAMPIRAN
89
Lampiran 1. Formulir uji hedonik
UJI HEDONIK Tanggal :
Nama : No HP : Instruksi :
1. Nyatakan penilaian anda dan beri tanda √ pada pernyataan yang sesuai dengan penilaian anda
2. Jangan membandingkan antar sampel 3. Untuk penilaian terhadap aroma (bau), bauilah aroma sampel nenas.
Beristirahatlah selama 30 detik sebelum membaui sampel berikutnya.
Penilaian WARNA AROMA 461 983 658 461 983 658
Sangat suka Suka Agak suka Netral Agak tidak suka Tidak suka Sangat tidak suka Penilaian RASA TEKSTUR (JUICINESS)
461 983 658 461 983 658 Sangat suka Suka Agak suka Netral Agak tidak suka Tidak suka Sangat tidak suka
Penilaian AFTER TASTE OVERALL 461 983 658 461 983 658
Sangat suka Suka Agak suka Netral Agak tidak suka Tidak suka Sangat tidak suka
90
Lanjutan Lampiran 1.
Urutkan sampel berdasarkan tingkat kesukaan saudara, mulai dari sampel yang paling anda sukai :
1. Kode : 2. Kode : 3. Kode :
KOMENTAR :
Terima Kasih Atas Partisipasinya
αΩ
91
Lampiran 2. Hasil pengukuran warna tiga jenis nanas
Mahkota Bogor L a b
68.40 2.46 60.34 69.25 1.84 58.57 68.27 2.37 59.79
Rataan 68.64 2.22 59.5667 SD 0.53 0.34 0.91 Pasir Kuda
L a b 73.68 1.59 56.58 75.54 1.31 52.91 73.10 0.18 52.46
Rataan 74.11 1.03 53.98 SD 1.27 0.75 2.26 Delika Subang
L a b 80.46 -1.73 35.52 79.20 -1.57 38.06 81.37 -2.29 33.24
Rataan 80.34 -1.86 35.61 SD 1.09 0.38 2.41
92
Lampiran 3. Kuesioner Pre-Screening
Nama : Tanggal : Alamat : HP : WAKTU : a. Dari hari Senin – Jumat, kapan anda tidak datang ke kampus dan tidak dapat
melakukan pengujian sensori ? (eskternal) …………………………………………………………………………………………………………………………………
b. Diantara jadwal kuliah, kapan anda bisa melakukan pengujian (internal) ? …………………………………………………………………………………………………………………………………
KESEHATAN : i. Riwayat Kesehatan :
Diabetes Hipoglikemia Alergi makanan, sebutkan…………………………………………… Hipertensi Gangguan rongga mulut dan gigi Gangguan saluran pernafasan
ii. Apakah anda mengkonsumsi obat-obatan tertentu yang mempengaruhi kepekaan pencicipan dan penciuman ?
…………………………………………………………………………………………………………………………………………
FOOD HABITS :
1. Apakah anda sedang melakukan diet atau pembatasan makanan tertentu ? …………………………………………………………………………………………………………………………………
2. Makanan apa yang menjadi favorit anda ? …………………………………………………………………………………………………………………………………
3. Makanan apa yang sangat tidak anda sukai ? …………………………………………………………………………………………………………………………………
4. Apakah ada makanan tertentu yang tidak anda makan ? …………………………………………………………………………………………………………………………………
93
5. Apakah anda sarapan setiap pagi ? Jam berapa ? …………………………………………………………………………………………………………………………………
6. Berikan penilaian menurut anda sendiri mengenai kemampuan dalam mengenal, mengidentifikasi dan membedakan rasa dan aroma/bau produk ?
Penilaian Penciuman Pencicipan Baik sekali Rata-rata Jelek QUIZ : 1. Mengapa orang sering menambahkan kaldu ke dalam sup ?
……………………………………………………………………………………………………………………………
2. Jelaskan perbedaan flavor dan aroma ? ……………………………………………………………………………………………………………………………
3. Jelaskan perbedaan flavor dan tekstur ? ……………………………………………………………………………………………………………………………
4. Sebutkan satu atau dua kata untuk mendeskripsikan rasa dari nenas ? ……………………………………………………………………………………
KEMAMPUAN MENSKALA
94
Lampiran 4. Kuesioner uji aroma sederhana dan rasa dasar
Uji Aroma Sederhana
Nama/No HP : Tanggal pengujian : Instruksi : Di depan anda disajikan 5 contoh larutan yang diberi kode berbeda, anda diminta untuk memberi respon pada setiap contoh larutan dengan AROMA yang berhasil anda identifikasi pada kolom dibawah ini, dengan cara : Tulislah kode sampel pada kotak yang disediakan Bukalah botol yang berisi contoh larutan, lewatkan di dekat hidung anda
selama 3 detik. Tuliskan respon berdasarkan aroma yang berhasil anda identifikasi Tututp kembali botol dan istirahatlah selama 30 detik sebelum membaui
contoh yang lain Anda dapat juga membaui kopi sebelum membaui contoh lain
Kode Deskripsi
Terima kasih atas partisipasinya
-αΩ-
Uji Rasa Sederhana
Nama/No HP : Tanggal pengujian : Instruksi : Di depan anda disajikan 5 contoh larutan yang diberi kode berbeda, anda diminta untuk memberi respon pada setiap contoh larutan dengan RASA yang berhasil anda identifikasi pada kolom dibawah ini, dengan cara :
Tulislah kode sampel pada kotak yang disediakan Cicipilah satu sendok contoh selama 3 detik lalu telan Tuliskan respon berdasarkan rasa yang berhasil anda identifikasi Istirahatlah selama 30 detik sebelum mencicipi contoh yang lain. Kode Deskripsi
Terima kasih atas partisipasinya
-αΩ-
95
Lampiran 5. Kuesioner uji segitiga aroma sederhana dan segitiga rasa
UJI SEGITIGA AROMA
Nama/No HP :
Tanggal pengujian :
Instruksi :
Di depan anda disajikan 3 set larutan AROMA, setiap set terdiri dari 3 contoh
yang diberi kode berbeda, 2 diantara 3 larutan tersebut adalah contoh yang sama,
saat ini anda diminta untuk menentukan 1 contoh larutan yang berbeda dari 3
larutan tersebut. Beri tanda silang pada contoh yang anda anggap beda. Jika anda
tidak menemukan contoh yang berbeda, anda diminta untuk menebak.
Cara pengujian :
Tulislah kode sampel dari kiri ke kanan pada setiap set larutan uji pada
kotak yang disediakan
Bukalah botol yang berisi contoh larutan, lewatkan di dekat hidung anda
selama 3 detik
Anda dapat juga membaui kopi sebelum membaui contoh yang lain
Tentukan contoh yang berbeda diantara 3 contoh yang anda coba
1 2
3
Terima kasih atas partisipasinya
-αΩ-
96
Lanjutan Lampiran 5.
UJI SEGITIGA RASA
Nama/No HP :
Tanggal pengujian :
Instruksi :
Di depan anda disajikan 5 set larutan RASA, setiap set terdiri dari 3 contoh yang
diberi kode berbeda, 2 diantara 3 larutan tersebut adalah contoh yang sama, saat
ini anda diminta untuk menentukan 1 contoh larutan yang berbeda dari 3 larutan
tersebut. Beri tanda silang pada contoh yang anda anggap beda. Jika anda tidak
menemukan contoh yang berbeda, anda diminta untuk menebak.
Cara pengujian :
Tulislah kode sampel dari kiri ke kanan pada setiap set larutan uji pada
kotak yang disediakan
Cicipilah satu sendok larutan contoh selama 3 detik lalu telan
Minumlah seteguk air putih sebagai penetral
Istirahatlah selama 30 detik sebelum mencicipi contoh yang lain
Tentukan contoh yang berbeda diantara 3 contoh yang anda coba
1 2 3
4 5
Terima kasih atas partisipasinya -αΩ-
97
Lampiran 6. Lembaran uji deskriptif kuantitatif
UJI DESKRIPSI KUANTITATIF (QDA®) AROMA STANDAR
Nama panelis : Tanggal pengujian : Instruksi : Di hadapan anda disajikan 1 (satu) sampel nenas yang akan dinilai intensitas aromanya. Cara Pengujian : 1. Buka tutup botol flavor standar dan baui masing-masing standar flavor. 2. Bandingkan dengan sampel nenas, berikan tanda X pada skala garis bawah
ini berdasarkan penilaian yang dapat anda deteksi. 3. Istirahatlah selama 30 detik, bauilah kopi dan diri anda sendiri sebelum
membaui flavor standar berikutnya, lakukan hal yang sama. Sweet (β-Damascenone) 430 Lemah Kuat 134 Lemah Kuat 758 Lemah Kuat Fruity (Etil 2-metil propanoate)
430
Lemah Kuat 134 Lemah Kuat 758 Lemah Kuat Fruity, pineapple-like (Ally 3-cyclohexypropionate) 430
Lemah Kuat 134
Lemah Kuat
98
758
Lemah Kuat
Coconut-like (D-Decalactone) 430 Lemah Kuat 134
Lemah Kuat 758
Lemah Kuat
Sweet, Fruity, Candy (Metil 2-metilbutanoat) 430 Lemah Kuat 134 Lemah Kuat 758
Lemah Kuat
Asam (Butanoic acid)
430 Lemah Kuat 134
Lemah Kuat 758
Lemah Kuat
Caramel (HDF) 430 Lemah Kuat 134 Lemah Kuat 758
Lemah Kuat
99
Lampiran 7. Overlay kromatogram Mahkota Bogor, Pasir Kuda dan Delika Subang
Keterangan: Warna biru = Delika Subang
Warna merah = Mahkota Bogor
Warna hitam = Pasir Kuda
100
Lampiran 8. Kromatogram nanas hasil ekstraksi cair-cair (LLE)
Mahkota Bogor
Pasir Kuda
101
Lanjutan Lampiran 8
Delika Subang
Kromatogram Mahkota Bogor dan Pasir Kuda pada posisi yang berlawanan
Keterangan: Atas = Kromatogram Pasir Kuda
Bawah = Kromatogram Mahkota Bogor
102
Lanjutan Lampiran 8.
Kromatogram Mahkota Bogor dan Delika Subang pada posisi yang berlawanan
Keterangan: Atas = Kromatogram Delika Subang
Bawah = Kromatogram Mahkota Bogor
Kromatogram Pasir Kuda dan Delika Subang pada posisi yang berlawanan
Keterangan: Atas = Kromatogram Delika Subang
Bawah = Kromatogram Pasir Kuda
103
Lampiran 9. Hasil uji aroma sederhana dan rasa dasar
NO KODE Uji Aroma Sederhana Uji Rasa Sederhana Keterangan
I II I II 1 CY 80 100 100 100 2 PM 100 100 100 100 3 MS 100 80 80 100 4 AA 100 80 80 100 5 HS 100 60 80 100 6 IM 100 80 80 80 7 FWH 100 80 80 100 8 SP 80 80 100 100 9 ZLS 100 60 100 100 10 WW 100 100 100 100 11 PS 80 80 100 100 12 PA 80 80 80 100 13 MS 80 100 80 100 14 AEF 80 80 80 100 15 JL 80 80 100 80 16 MKR 100 100 100 100 17 RI 80 80 80 100 18 NH 20 40 100 100 Gagal 19 AH 20 60 60 80 Gagal 20 DS 100 - 80 - 21 AN 80 80 100 60 22 AT 100 100 80 100
104
Lampiran 10. Hasil ANOVA dan DMRT uji hedonik
WARNA
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Tingkat Kesukaan
Source Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Model 6207.712a 83 74.792 55.844 .000 Panelis 112.576 80 1.407 1.051 .391 Sampel 481.045 2 240.523 179.588 .000 Error 214.288 160 1.339
Total 6422.000 243
a. R Squared = .967 (Adjusted R Squared = .949)
Tingkat Kesukaan
Sampel N
Subset 1 2 3
Duncana,,b Delika Subang 81 2.91
Pasir Kuda 81 5.22
Mahkota Bogor 81 6.28
Sig. 1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1.339. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 81.000. b. Alpha = 0.05.
105
Lanjutan Lampiran 10. AROMA
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Tingkat Kesukaan
Source Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Model 6354.342a 83 76.558 55.513 .000 Panelis 169.613 80 2.120 1.537 .011 Sampel 268.675 2 134.337 97.408 .000 Error 220.658 160 1.379
Total 6575.000 243
a. R Squared = .966 (Adjusted R Squared = .949)
Tingkat Kesukaan
Sampel N
Subset 1 2 3
Duncana,,b Delika Subang 81 3.59
Pasir Kuda 81 5.05
Mahkota Bogor 81 6.16
Sig. 1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1.379. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 81.000. b. Alpha = 0.05.
106
Lanjutan Lampiran 10. RASA
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Tingkat Kesukaan
Source Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
Model 7035.506a 83 84.765 45.743 .000 Panelis 222.000 80 2.775 1.498 .016 Sampel 92.173 2 46.086 24.870 .000 Error 296.494 160 1.853
Total 7332.000 243
a. R Squared = .960 (Adjusted R Squared = .939)
Tingkat Kesukaan
Sampel N
Subset 1 2 3
Duncana,,b Delika Subang 81 4.53
Pasir Kuda 81 5.21
Mahkota Bogor
81 6.04
Sig. 1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1.853. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 81.000. b. Alpha = 0.05.
107
Lanjutan Lampiran 10. Tekstur (Juiciness)
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Tingkat Kesukaan
Source Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
Model 7191.934a 83 86.650 52.107 .000 Panelis 175.317 80 2.191 1.318 .072 Sampel 83.267 2 41.634 25.037 .000 Error 266.066 160 1.663
Total 7458.000 243
a. R Squared = .964 (Adjusted R Squared = .946)
Tingkat Kesukaan
Sampel N
Subset 1 2 3
Duncana,,b Delika Subang 81 4.60
Pasir Kuda 81 5.38
Mahkota Bogor 81 6.04
Sig. 1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1.663. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 81.000. b. Alpha = 0.05.
108
Lanjutan Lampiran 10. Aftertaste
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Skor
Source Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
Model 6784.280a 83 81.738 59.522 .000 Panelis 232.082 80 2.901 2.113 .000 Sampel 60.280 2 30.140 21.948 .000 Error 219.720 160 1.373
Total 7004.000 243
a. R Squared = .969 (Adjusted R Squared = .952)
Tingkat Kesukaan
Sampel N
Subset 1 2 3
Duncana,,b Delika Subang 81 4.52
Pasir Kuda 81 5.26
Mahkota Bogor
81 5.73
Sig. 1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1.373. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 81.000. b. Alpha = 0.05.
109
Lanjutan Lampiran 10. Keseluruhan
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Tingkat Kesukaan
Source Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Model 6878.329a 83 82.871 57.732 .000 Panelis 132.774 80 1.660 1.156 .219 Sampel 128.996 2 64.498 44.932 .000 Error 229.671 160 1.435
Total 7108.000 243
a. R Squared = .968 (Adjusted R Squared = .951)
Tingkat Kesukaan
Sampel N
Subset 1 2 3
Duncana,,b Delika Subang 81 4.28
Pasir Kuda 81 5.31
Mahkota Bogor 81 6.06
Sig. 1.000 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1.435. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 81.000. b. Alpha = 0.05.
110
Lampiran 11. Uji rangking Mahkota Bogor, Pasir Kuda dan Delika Subang Friedman Test
Ranks Mean Rank
Mahkota Bogor 1.38 Delika Subang 2.78 Pasir Kuda 1.84
Test Statisticsa
N 81 Chi-Square 81.951 Df 2 Asymp. Sig. .000 a. Friedman Test Uji Lanjut Uji Rangking Hasil Uji Rangking Ketiga Nanas
No Mahkota Bogor Delika Subang Pasir Kuda 1 1 3 2 2 1 3 2 3 3 2 1 4 1 3 2 5 1 3 2 6 1 3 2 7 1 3 2 8 2 3 1 9 1 3 2
10 2 3 1 11 3 2 1 12 1 3 2 13 3 2 1 14 1 3 2 15 2 3 1 16 2 3 1 17 2 3 1
111
18 2 3 1 19 3 2 1 20 1 3 2 21 1 2 3 22 1 3 2 23 1 3 2 24 1 3 2 25 3 2 1 26 1 3 2 27 1 3 2 28 1 3 2 29 3 2 1 30 2 3 1 31 1 3 2 32 2 3 1 33 2 3 1 34 2 3 1 35 1 3 2 36 1 2 3 37 1 3 2 38 1 3 2 39 1 3 2 40 2 3 1 41 1 3 2 42 1 3 2 43 1 3 2 44 1 3 2 45 2 3 1 46 1 3 2 47 1 3 2 48 1 3 2 49 1 3 2 50 1 3 2 51 1 3 2 52 2 3 1 53 1 3 2 54 1 3 2 55 1 3 2 56 1 2 3 57 1 2 3 58 1 3 2 59 1 3 2 60 1 2 3
112
61 3 2 1 62 1 3 2 63 1 3 2 64 1 3 2 65 1 3 2 66 1 3 2 67 1 3 2 68 1 3 2 69 1 2 3 70 1 3 2 71 2 3 1 72 1 2 3 73 1 2 3 74 2 1 3 75 1 3 2 76 1 3 2 77 1 2 3 78 2 3 1 79 1 3 2 80 1 3 2 81 2 3 1
Jumlah 112 225 149 Rataan 1.38 2.78 1.84
LSD = Zα/2 ඥ௧(௧ାଵ)
= t α/2,~ඥܾݐ)ݐ + 1)/6
LSD = 1.96 ඥ81(3)(4)/6
= 24.95
Mahkota Bogor – Pasir Kuda =37
Mahkota Bogor – Delika Subang = 113
Delika Subang – Pasir Kuda = 76
113
Lampiran 12. Hasil seleksi panelis melalui uji segitiga aroma dan rasa
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
0 2 4 6 8 10 12 14
Jaw
aban
Ben
ar
Pengujian
Hasil Uji Segitiga Aroma
D1
D0
PS
AEF
AA
MS
HS
FWH
PAP
SP
RM
WW
JL
ZLS
CC
MKR
114
Lanjutan Lampiran 12.
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
0 2 4 6 8 10 12 14
Jaw
aban
Ben
ar
Pengujian
Hasil Uji Segitiga Rasa
D0
D1
PS
AEF
AA
MS
HS
FWH
PAP
SP
RM
WW
JL
ZLS
CC
MKR
114
115
Lampiran 13. Komponen volatil nenas yang diekstrak dengan LLE
Mahkota Bogor
No Retention Time LRI Komponen µg/g SD
1 12.086 1049 Metil 2-metil butanoat 1.70322 0.345617 2 12.822 1087 Etil 2-metil butanoat 0.15285 0.029111 3 15.121 1214 Metil heksanoat 1.40112 0.177224 4 15.839 1259 Etil heksanoat 0.07506 0.009146 5 16.75 1318 Metil 2-hidroksi-2-metil-butanoat 0.35515 0.047297 6 18.694 1458 Metil 2-(metiltio) asetat 0.11367 0.056 7 19.118 1490 Metil oktanoat 0.21742 0.1045 8 20.103 1569 Metil 3-(metiltio) propanoat 3.64968 0.5008 9 20.586 1608 Etil 3-(metiltio) propanoat 0.35993 0.04
10 20.983 1641 2,5-Dimetil-4-metoksi-3(2H)-furanon 1.05576 0.316237 11 21.535 1687 Metil 3-hidroksi-heptanoat 0.13535 0.053 12 21.822 1710 Butirolakton 0.8577 0.185765 13 22.713 1780 γ-Heksalakton 1.03727 0.122006
14 23.301 1823 Metil 3-asetoksi-3-hidroksi-2-metilpropionat 0.23228 0.111438
15 24.154 1883 Asam heksanoat 0.9917 0.035 16 25.93 1991 γ-Oktalakton 0.34935 0.196619 17 26.632 2022 Metil 6-heptenoat 0.09633 0.045 18 27.031 2038 δ-Oktalakton 0.31526 0.096954 19 27.808 2070 2,5-Dimetil-4-hidroksi-3(2H)-furanon 2.88232 0.43058 20 31.171 2205 δ-Dekalakton 0.57898 0.07
116
Lanjutan Lampiran 13.
Pasir Kuda No Retention
Time LRI Komponen µg/g SD
1 12.086 1049 Metil 2-metil butanoat 1.773082 0.075282 2 12.824 1087 Etil 2-metil butanoat 0.209037 0.014274 3 15.126 1214 Metil heksanoat 3.03914 0.858661 4 15.848 1259 Etil heksanoat 0.340581 0.018008 5 16.826 1323 Metil 2-hidroksi-2-metil-butanoat 0.422304 0.035371 6 19.118 1490 Metil oktanoat 0.134267 0.04741 8 20.103 1569 Metil 3-(metiltio) propanoat 5.558382 0.660808 9 20.983 1641 2,5-Dimetil-4-metoksi-3(2H)-furanon 5.006975 0.241224
10 21.535 1687 Metil 3-hidroksi-heptanoat 0.301234 0.099205 11 21.921 1718 Butirolakton 1.150926 0.285244 12 22.793 1786 γ-Heksalakton 2.096505 0.574155 13 22.989 1801 Metil 5-okso-heksanoat 1.226258 0.017236
14 23.379 1829 Metil 3-asetoksi-3-hidroksi-2-metilpropionat 0.373025 0.130989
15 23.969 1870 Metil 5-okso-pentanoat 0.597795 0.320577 16 24.213 1887 δ-Lakton 1.169699 0.261754 17 25.133 1944 Metil 3-hidroksi butanoat 0.121407 0.058386 18 26.027 1997 γ-Oktalakton 0.27055 0.104765 19 26.533 2018 Metil 6-heptenoat 0.230408 0 20 27.031 2038 δ-Oktalakton 0.559067 0.149157 21 27.916 2074 2,5-Dimetil-4-hidroksi-3(2H)-furanon 3.22358 0.128212 22 32.731 2255 δ-Dekalakton 0.145626 0.011243
117
Lanjutan Lampiran 13.
Delika Subang No Retention
Time LRI Komponen µg/g SD
1 15.13 1214 Metil heksanoat 1.378444 0.161471 2 16.764 1319 Metil 2-hidroksi-2-metil-butanoat 0.119357 0.02334 3 17.132 1344 2-Heksanol 0.060473 0.003757 4 19.118 1490 Metil oktanoat 0.160328 0.020318 5 19.761 1541 Dimetil propanedioat 0.543967 0.402893 6 20.103 1569 Metil 3-(metiltio) propanoat 4.248641 0.675518 7 20.964 1640 2,5 Dimetil-4-metoksi-3(2H)-furanon 0.626937 0.327846 8 21.537 1687 Metil 3-hidroksi-pentanoat 1.094861 0.068947 9 21.839 1711 Butirolakton 1.688711 0.414932
10 22.708 1779 γ-Heksalakton 0.804897 0.189415 11 22.991 1801 Metil 5-okso-heksanoat 1.143437 0.053911
12 23.3 1823 Metil 3-asetoksi-3-hidroksi-2-metilpropionat 0.306785 0.036937
13 23.904 1866 Metil 5-okso-pentanoat 0.484648 0.062925 14 24.118 1881 δ-Heksalakton 0.926839 0.258156 15 25.118 1943 Metil 3-hidroksi butanoat 0.354519 0.125112 16 26.923 2034 γ-Oktalakton 0.126281 0.027058 17 27.031 2038 δ-Oktalakton 0.567091 0.044426 18 27.916 2074 2,5-Dimetil-4-hidroksi-3(2H)-furanon 2.529451 0.271827 19 34.607 2315 δ-Dekalakton 0.101637 0.020849
118
Lampiran 14. Hasil pengujian Steven’s Power Law
Hubungan antara Konsentrasi Aroma dan Intensitas Aroma
y = 1.166x - 0.651R² = 0.987
00.20.40.60.8
11.21.41.61.8
2
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Log
C
Log R
β-Damascenone
y = 1.489x + 0.213R² = 0.968
0
0.5
1
1.5
2
2.5
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4
Log
C
Log R
Ethyl 2-methyl propanoate
119
Lanjutan Lampiran 14.
y = 0.996x + 0.751R² = 0.994
0
0.5
1
1.5
2
2.5
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4
Log
C
Log R
Allyl 3-cyclohexypropionate
y = 0.774x - 0.238R² = 0.998
00.20.40.60.8
11.21.41.61.8
2
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
Log
C
Log R
D-Decalactone
120
Lanjutan Lampiran 14.
y = 0.684x - 0.122R² = 0.999
0
0.5
1
1.5
2
2.5
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Log
C
Log R
Methyl 2-methylbutanoate
y = 1.239x + 0.738R² = 0.999
0
0.5
1
1.5
2
2.5
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Log
C
Log R
Butanoic Acid
121
Lanjutan Lampiran 14.
y = 0.277x + 1.947R² = 0.983
0
0.5
1
1.5
2
2.5
-3 -2.5 -2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5
Log
C
Log R
2,5-Dimethyl-4-hydroxy-3(2H) furanone