laporan kromatografi gas (GC)

28
PRAKTIKUM ANALISIS KUALITATIF MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS (GLC) LAPORAN disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Instrumentasi Analitik Dosen Pembimbing : Dra. Dewi Widyabudiningsih, MT Tanggal Praktikum : 04 juni 2015 Tanggal Penyerahan Laporan : 11 Juni 2015 Oleh Kelompok 5 Lutfi Arif Rachman (141411016) Mohammad Arilga Pamungkas (141411018) Muhammad Naufal Syarief (141411019)

description

praktikum instrumentasi analitik

Transcript of laporan kromatografi gas (GC)

PRAKTIKUM ANALISIS KUALITATIF MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS (GLC)

LAPORAN

disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Instrumentasi AnalitikDosen Pembimbing: Dra. Dewi Widyabudiningsih, MTTanggal Praktikum: 04 juni 2015Tanggal Penyerahan Laporan: 11 Juni 2015

OlehKelompok 5Lutfi Arif Rachman(141411016)Mohammad Arilga Pamungkas(141411018)Muhammad Naufal Syarief(141411019)

PROGRAM STUDI D3-TEKNIK KIMIADEPARTEMEN TEKNIK KIMIAPOLITEKNIK NEGERI BANDUNG2015I. TUJUAN PRAKTIKUM1. Mengoperasikan GC dengan tepat sesuai SOP. 2. Memilih program suhu yang tepat, isoterm atau terprogram. 3. Menentukan larutan standar yang tepat dan sesuai dengan cuplikan. 4. Memilih metode yang paling tepat untuk digunakan dalam analisis. 5. Melakukan pra-analisis cuplikan dengan benar, bilamana diperlukan.

II. DASAR TEORI2.1 Kromatografi Gas Gas Chromatography (GC) adalah alat yang digunakan untuk pemisahan suatu zat atau senyawa yang umumnya bersifat volatil. Senyawa volatil merupakan senyawa yang mudah menguap pada suhu kamar. Sampel yang dapat digunakan dalam GCini ada dua wujud yaitu cair dan gas. Prinsip kerja dari Gas Chromatographyyaitu sampel yang diinjeksikan ke dalam aliran fase gerak, kemudian akan dibawa oleh fase gerak yang berupa gas inert ke dalam kolom untuk dilakukan pemisahan komponen sampel berdasarkan kemampuannya interaksi diantara fase gerak dan fase diam. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas bergerak dan fase diam berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat pada zat dan penunjangnya (Khopkar 2007).Fase Diam dan Fase Gerak pada Kromatografi Gasa. Fase DiamPemilihan fasa diam juga harus disesuaikan dengan sampel yang akan dipisahkan. Untuk sampel yang bersifat polar sebaiknya digunakan fasa diam yang polar. Begitupun untuk sampel yang nonpolar, digunakan fasa diam yang nonpolar agar pemisahan dapat berlangsung lebih sempurna. Fase diam pada Kromatografi Gas biasanya berupa cairan yang disaputkan pada bahan penyangga padat yang lembab, bukan senyawa padat yang berfungsi sebagai permukaan yang menyerap (kromatografi gas-padat). Sistem gas-padat telah dipakai secara luas dalam pemurnian gas dan penghilangan asap, tetapi kurang kegunaannya dalam kromatografi. Pemakaian fase cair memungkinkan kita memilih dari sejumlah fase diam yang sangat beragam yang akan memisahkan hampir segala macam campuran.

b. Fase GerakDisebut juga sebagai gas pembawa. Fungsi utamanya adalah untuk membawa uap analit melalui system kromatografi tanpa berinteraksi dengan komponen-komponen sampel. Adapun syarat-syarat fase gerak pada kromatografi gas yaitu sebagai berikut : Tidak reaktif Murni (agar tidak mempengaruhi detector) Dapat disimpan dalam tangki tekanan tinggi. Biasanya mengandung gas helium, nitrogen, hydrogen, atau campuran argon dan metana 2.2 Komponen-komponen Penyusun Kromatografi Gasa. Gas PembawaGas pembawa harus bersifat inert, artinya gas ini tidak bereaksi dengan cuplikan ataupun fasa diamnya. Gas ini disimpan dalam gas bertekanan tinggi sehingga gas ini akan mengalir cepat dengan sendirinya. Karena aliran gas yang cepat inilah maka pemisahan dengan kromatografi gas berlangsung hanya dalam beberapa menit saja. Gas pembawa yang biasa digunakan adalah gas nitrogen.b. InjektorInjektor berada dalam oven yang temperaturnya dapat dikontrol. Suhu injektor biasanya 15-200 C di atas titik didih cuplikan.Lubang injeksi didesain untuk memasukkan sampel secara cepat dan efisien. Desain yang populer terdiri atas saluran gelas yang kecil atau tabung logam yang dilengkapi dengan septum karet pada satu ujung untuk mengakomodasi injeksi dengan semprit (syringe). Karena helium (gas pembawa) mengalir melalui tabung, sejumlah volume cairan yang diinjeksikan (biasanya antara 0,1-3,0 L) akan segera diuapkan untuk selanjutnya di bawa menuju kolom. Berbagai macam ukuran semprit saat ini tersedia di pasaran sehingga injeksi dapat berlangsung secara mudah dan akurat. Septum karet, setelah dilakukan pemasukan sampel secara berulang, dapat diganti dengan mudah. Sistem pemasukan sampel (katup untuk mengambil sampel gas) dan untuk sampel padat juga tersedia di pasaran.Pada dasarnya, ada 4 jenis injektor pada kromatografi gas, yaitu:1. Injeksi langsung (direct injection), yang mana sampel yang diinjeksikan akan diuapkan dalam injector yang panas dan 100 % sampel masuk menuju kolom.2. Injeksi terpecah (split injection), yang mana sampel yang diinjeksikan diuapkan dalam injector yang panas dan selanjutnya dilakukan pemecahan.3. Injeksi tanpa pemecahan (splitness injection), yang mana hampir semua sampel diuapkan dalam injector yang panas dan dibawa ke dalam kolom karena katup pemecah ditutup4. Injeksi langsung ke kolom (on column injection), yang mana ujung semprit dimasukkan langsung ke dalam kolom. Teknik injeksi langsung ke dalam kolom digunakan untuk senyawa-senyawa yang mudah menguap; karena kalau penyuntikannya melalui lubang suntik secara langsung dikhawatirkan akan terjadi peruraian senyawa tersebut karena suhu yang tinggi atau pirolisisc. KolomKolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di dalamnya terdapat fase diam. Oleh karena itu, kolom merupakan komponen sentral pada GC. Ada 3 jenis kolom padaGC yaitu kolom kemas (packing column) dan kolom kapiler (capillary column); dan kolom preparative (preparative column). Perbandingan kolom kemas dan kolom kapiler dtunjukkan oleh gambar berikut :

Kolom Kemas Kolom Kapiler

Kolom kemas terbuat dari gelas atau logam yang tahan karat atau dari tembaga dan aluminium. Panjang kolom jenis ini adalah 15 meter dengan diameter dalam 1-4 mm. Kolom kapiler sangat banyak dipakai karena kolom kapiler memberikanefisiensi yang tinggi (harga jumlah pelat teori yang sangat besar > 300.000 pelat). Kolom preparatif digunakan untuk menyiapkan sampel yang murni dari adanya senyawa tertentu dalam matriks yang kompleks.Fase diam yang dipakai pada kolom kapiler dapat bersifat non polar, polar, atau semi polar. Fase diam non polar yang paling banyak digunakan adalah metil polisiloksan (HP-1; DB-1; SE-30; CPSIL-5) dan fenil 5%-metilpolisiloksan 95% (HP-5; DB-5; SE-52; CPSIL-8). Fase diam semi polar adalah seperti fenil 50%-metilpolisiloksan 50% (HP-17; DB-17; CPSIL-19), sementara itu fase diam yang polar adalah seperti polietilen glikol (HP-20M; DB-WAX; CP-WAX; Carbowax-20M).d. Termostat (oven)Termostat (oven) adalah tempat penyimpanan kolom. Suhu kolom harus dikontrol. e. DetektorDetektor adalah komponen yang ditempatkan pada ujung kolom GC yang menganalisis aliran gas yang keluar dan memberikan data kepada perekam data yang menyajikan hasil kromatogram secara grafik.f. RekorderRekorder berfungsi sebagai pencetak hasil percobaan pada lembaran kertas berupa kumpulan puncak yang disebut kromatogram.

III. ALAT DAN BAHANALATBAHAN

Alat GC tipe HP 5890AEtanol pa 5mL

Integrator HP 3390APropanol pa 5mL

Alat suntikan (syringe) 10L , 2 buahButanol pa 5mL

Buble flowmeter , 1 buahCampuran etanol pa, propanol pa, dan butanol pa 5mL

Gelas kimia 50mL , 2 buahGas N2 , H2 dan udara tekan (GRADE HP/UHP)

IV. PROSEDUR KERJA

a. Menyalakan GC dan detektor FID

b. Menyalakan Integrator

c. Pengaturan suhu kolom terhadap RT (Retention Time) dan pemisahan campuran- Suhu Isoterm

Suhu Program

V. DATA PENGAMATANa. Suhu isotermKecepatan gas pembawa (N2): 15 mL/menitINIT TEMP : 100RATE: 0FINAL TEMP : 100

Pengaruh suhu kolomTabel 1. Data hasil analisis untuk larutan standar pada suhu isotermSenyawaJumlah PuncakRT%Area

Etanol12.06100

Propanol12.42100

Butanol22.713.240.10599.895

Campuran A40.022.202.523.240.00225.29874.7090.000

Campuran B30.042.283.220.09630.57969.414

b. Suhu programKecepatan gas pembawa (N2): 15 mL/menitINIT TEMP : 60RATE: 5FINAL TEMP :150Pengaruh suhu kolomTabel 2. Data hasil analisis untuk larutan standar pada suhu programSenyawaJumlah PuncakRT%Area

Etanol13.26100

Propanol24.195.320.01099,983

Butanol17.56100

Campuran A23.445.2131.97268.028

Campuran B23.50- -

Ket : pada saat percobaan campuran b, terjadi gangguan teknis atau listrik pada alat sehingga pembacaan kromatogram tidak berjalan sempurna dan mengalami error.

VI. PEMBAHASANPembahasan Oleh Lutfi Arif Rachman NIM 141411016Pada Praktikum ini, dilakukan percobaan kromatografi gas (GC). Kromatografi gas adalah cara pemisahan kromatografi menggunakan gassebagai fasa penggerak. Zat yang dipisahkan dilewatkandalam kolom yang diisi dengan fasa tidak bergerakyang terdiri dari bahan terbagi halus yangcocok. Gas pembawa mengalir melalui kolom dengan kecepatantetap, memisahkan zat dalam gas atau cairan, atau dalam bentuk padat pada keadaan normal. Cara inidigunakan untuk percobaan identifikasi dan kemurnian,atau untuk penetapan kadar.Fase diam pada Kromatografi Gas biasanya berupa cairan yang disisipkan padabahan penyangga padat yang lembab, bukan senyawa padat yang berfungsi sebagai permukaan yang menyerap (kromatografi gas-padat). Sedangkan Fase gerak dapat disebut juga sebagai gas pembawa. Fungsi utamanya adalah untuk membawa uap analit melalui sistem kromatografi tanpa berinteraksi dengan komponen-komponen sampel. Gas pembawa yang biasa digunakan adalah gas nitrogen (N2).Percobaan dilakukan melalui beberapa tahap, berupa penyalaan alat dan detektor, Penyalaan integrator, dan pengaturan suhu kolom terhadap RT (Retention Time) pada pemisahan campuran.Tahap pertama, yaitu penyalaan alat dan detektor untuk memanaskan alat GC agar proses kromatografi gas dapat berlangsung lebih optimal dalam pemisahan yang dilakukan oleh fasa penggeraknya, karena fasa penggerak dapat bekerja pada suhu panas. Gas Nitrogen (N2) dialirkan dari tabung gas Nitrogen yang telah terhubung dengan alat GC, aliran nitrogen yang masuk ditandai dengan jarum pada regulator yang bergerak bergerak. Aliran gas nitrogen disesuaikan dengan proses yang akan dilakukan. Cara mengukur kecepatan aliran gas Nitrogen (N2) dengan menggunakan buble flowmeter yang dipasangkan pada injektor. Diatur agar nilai 1/t mendekati 1,5 ( pada praktikum ini didapat nilai 1,48 ) dengan Buble Beam yang mengandung gelembung. Kemudian tombol IGN FID ditekan bersamaan dengan memutar tombol gas H2 sampai terdengar letupan yang menandakan aliran gas H2 yang telah masuk. Dilakukan penyalaan integrator dan pengaturan suhu sesuai dengan prosedur.Dalam praktikum ini, larutan yang digunakan adalah etanol, propanol, butanol, campuran A dan B yang merupakan campuran dari ketiganya, larutan yang dianalisis harus memiliki fasa cair dan mudah mengalami penguapan. Analisis pertama dilakukan dengan suhu Isoterm dan yang kedua dengan suhu program, perbedaannya terdapat dari suhu awal penyuntikan dan suhu akhirnya saja. Pada suhu isotherm, suhu awal diatur 100oC dan suhu akhir diatur sebesar 100oC. Sedangkan pada suhu program, suhu awalnya di atur 60oC dan suhu akhirnya sebesar 150oC. Perbedaan dari kedua prosedur tersebut dapat diamati pada besarnya waktu retensi yang didapatkan. Masing-masing larutan disuntikkan kedalam injection port sebanyak 2L. Namun, sebelum disuntikkan kedalamnya perlu dilakukan pembilasan dengan menggunakan larutan yang akan di uji sekitar 2-4 kali. Hal tersebut bertujuan agar tidak terdapatnya zat pengotor dalam larutan pada saat dilakukan pengukuran. Penyuntikan larutan diuji secara berurutan mulai dari etanol, propanol, butanol, dan campuran keduanya. Larutan yang telah disuntikkan masuk lewat injection port kemudian akan terbawa oleh gas N2 sebagai fasa gerak dan akan melalui fasa diam yang berupa cairan yang dapat dilapiskan pada dinding bagian dalam dari kolom. Oleh karena itu, pemisahan campuran didasarkan pada perbedaan kelarutan (partisi) relatif masing-masing komponen dalam cairan fasa diam. Pemisahan tersebut juga dapat disebabkan oleh perbedaan afinitasnya terhadap fasa diam dan fasa gerak yang berada pada sistem kesetimbangan dinamis. Apabila afinitas terhadap fasa gerak lebih besar, maka waktu retensi yang diperlukan juga lebih singkat. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan titik didih dari komponen etanol,propanol, dan butanol dalam larutan. Titik didih yang tinggi memiliki waktu retensi yang cenderung lebih lama. Larutan yang terdeteksi pada kolom akan dibaca oleh detektor dan akan dikonversikan menjadi sinyal listrik kemudian akan dibaca oleh integrator. Interator akan mengkonversikan kembali sinyal tersebut menjadi energi gerak sehingga kromatogram (kurva komponen) dapat digambarkan oleh integrator diatas kertas bersama dengan data-data lain yang ditemukan.Dari hasil yang didapatkan, waktu retensi dari senyawa etanol, propanol, dan butanol digunakan untuk perbandingan waktu retensi saat mengukur sampel yang digunakan. Pada suhu isotherm, larutan baku etanol memiliki satu puncak yang berarti terdapat satu waktu retensi sebesar 2.06 dan larutan etanol yang terdeteksi murni, larutan propanol memiliki satu puncak dengan waktu retensi 2.42 dan larutan propanol yang terdeteksi murni. Sedangkan larutan butanol memiliki dua puncak yang menunjukkan adanya larutan lain yang terbawa saat menyuntikkan propanol tersebut, apabila dilihat dari waktu retensi butanol (2.71 dan 3.24 ) dapat dikatakan bahwa pada penyuntikannya masih terdepat propanol yang belum terbilas dengan sempurna. Pada campuran A waktu retensi yang didapat adalah ( 0.02 ; 2.20 ; 2.52 ; dan 3.24 ) sehingga dapat dikatakan pada campuran A yang disuntikan terdapat zat pengotor, etanol, dan propanol. Pada campuran B, waktu retensi yang didapat adalah ( 0.04 ; 2.28 ; dan 3.22 ) sehingga dapat dikatakan pada campuran B yang disuntikkan terdapat zat pengotor, propanol dan butanol.Dari hasil yang didapatkan pada suhu terprogram, larutan etanol yang disuntikkan hanya memiliki satu puncak dan memiliki waktu retensi 3.26 dan larutan tersebut murni. Larutan propanol memiliki dua puncak dengan waktu retensi 4.19 (0.01%) dan 5.32 (99.983%) yang berarti larutan yang disuntikkan tersebut masih mengandung etanol dari penyuntikkan sebelumnya. Larutan butanol yang disuntikan hanya memiliki satu puncak dengan waktu retensi yang besar yaitu 7.56 murni. Pada campuran A terdapat 2 puncak dengan waktu retensi (3.44 dan 5.21) sehingga dapat diketahui terdapat larutan etanol dan propanol pada larutan yang disuntikkan. Pada saat percobaan menggunakan larutan campuran B, terjadi gangguan listrik sekejap yang mempengaruhi alat dan membuat pembacaan kromatogramnya tidak berjalan sempurna, sehingga kandungan pada campuran B pada suhu terprogram tidak dapat ditentukan.Dari hasil pengamatan, waktu retensi yang didapatkan untuk mencapai puncak pada suhu terprogram lebih besar dibandingkan dengan waktu retensi yang didapatkan untuk mencapai puncak pada suhu isoterm. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi isoterm dapat mengelusi suatu zat lebih cepat jika dibandingkan dengan suhu terprogram. Pada suhu isoterm, puncak kromatografnya sulit untuk dideteksi karena larutan pada saat disuntikkan dapat langsung menguap sehingga waktu yang diperlukan untuk mendapatkan kromatogramnya juga relatif singkat. Sedangkan pada suhu terprogram larutan yang disuntikkan tidak langsung menguap karena suhu awal diatur agar berada dibawah titik didih setiap komponen, sehingga pada pembacaan kromatogramnya dapat terlihat lebih jelas bahwa perbedaan titik didih dari tiap komponen juga tidak terlalu berdekatan.. Hal tersbut dapat membuat waktu pemisahannya berjalan lebih lama karena suhu naik perlahan untuk mendapatkan kromatogramnya dan turun kembali secara perlahan untuk mempersiapkan pemisahan pada larutan selanjutnya. Dengan ini dapat dikatakan bahwa pemisahan dengan suhu terprogram lebih baik jika dibandingkan dengan suhu isoterm, walaupun waktu yang diperlukan untuk mengelusi larutan lebih lama pada suhu terprogram dibandingkan dengan suhu isoterm sehingga dengan suhu terprogram pemisahan dapat berjalan dengan lebih baik.

Mohammad Arilga Pamungkas-NIM 141411018

1. Pada percobaan ini dilakukan percobaan Kromatografi Gas Analisa Kualitatif. Pemisahan pada kromatografi gas didasarkan pada perbedaan kecepatan migrasi komponen-komponen suatu cuplikan di dalam kolom. Perbedaan migrasi ini terjadi karena perbedaan interaksi komponen-komponen tersebut dengan fasa diam dan fasa gerak. Fasa diamnya berupa cairan yang melekat pada zat pendukung (adsorben), sedangkan fasa geraknya berupa gas. Karena gas ini berfungsi membawa komponen-komponen sepanjang kolom hingga mencapai detektor, maka fasa gerak disebut juga sebagai gas pembawa (carrier gas).2. Pada perobaan ini gas pembawa yang digunakan adalah N2, syarat gas pembawa adalah Tidak reaktif Murni atau kering Dapat disimpan dalam tangki bertekanan tinggi 3. Tujuan utama kromatografi gas kualitatif adalah memisahkan komponen-komponen yang terdapat dalam suatu campuran. Dengan demikian, jumlah puncak yang terdapat dalam kromatogram menunjukkan jumlah komponen yang terdapat dalam suatu campuran.4. Analisa Kualitatif dilakukan dengan cara membandingkan waktu retensi analit dengan waktu retensi standar. Untuk mendapatkan waktu retensi standar dapat dilakukan dengan percobaan kromatografi gas untuk senyawa yang telah diketahui. Adapun senyawa yang digunakan sebagai standar adalah etanol, propanol dan butanol. Pada analisa kualitatif digunakan 2 metode, yaitu metode Isoterm dan Suhu Terprogram. Perbedaannya metode isotherm dengan Suhu Terprogram adalah apabila Isoterm digunakan Suhu yang tetap sedangkan Suhu Terprogram memiliki suhu awal dan suhu akhir pemanasan. Puncak pada suhu terprogram lebih baik karena terlihat perbedaan jarak antar puncak.5. Pada metode Isoterm didapatkan hasil :Tabel 1. Data hasil analisis untuk larutan standar pada suhu isotermSenyawaJumlah PuncakRT%Area

Etanol12.06100

Propanol12.42100

Butanol22.713.240.10599.895

Campuran A40.022.202.523.240.00225.29874.7090.000

Campuran B30.042.283.220.09630.57969.414

Dari hasil di atas dapat disimpulkan, campuran A terdapat 4 puncak, berarti ada 4 komponen. Waktu retensi yang didapatkan di bandingkan dengan sampel sehingga pada campuran A mengandung Ethanol dan Propanol. 2 komponen lagi adalah pengotor. Sedangkan campuran B memiliki 3 puncak, dari perbandingan waktu retensi dengan standar sehingga campuran B mengandung Propanol dan Butanol. Dan ada sedikit pengotor, hal ini disebabkan oleh pembilasan yang kurang baik.

6. Pada metoden Suhu Terprogram didapat :Tabel 2. Data hasil analisis untuk larutan standar pada suhu programSenyawaJumlah PuncakRT%Area

Etanol13.26100

Propanol24.195.320.01099,983

Butanol17.56100

Campuran A23.445.2131.97268.028

Campuran B23.50- -

Campuran mengandung Ethanol dan Propanol. Pada pengukuran standar propanol diperoleh 2 puncak, hal tersebut dikarenakan adanya pengotor yang disebabkan kurang baiknya teknik pembilasan. Pada pengukuran Campuran B terjadi gangguan listrik pada alat sehingga pembacaan kromatogram tidak berjalan sempurna dan mengalami error.Oleh Muhammad Naufal Syarief NIM 141411019

Kromatografi gas adalah proses pemisahan campuran menjadi komponen-komponennya dengan menggunakan gas sebagai fase gerak yang melewati suatu fase serapan ( sorben) yang diam. Dalam kromatografi gas, fase bergeraknya adalah gas dan zat terlarutnya terpisah sebagai uap, pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas bergerak dan fase diam, berupa cairan dengan titik didih tinggi ( tidak mudah menguap ) yang terikat pada zat padat penunjangnya.Pada praktikum ini, dilakukan analisis kualitatif menggunakan alat instrumen kromatografi gas (GC). Pada percobaan ini yang digunakan adalah kolom krom kapiler injectiom A. kolom kapiler ini diposisikan me;ingkar sehingga dapat masuk kedalam oven. Gas pembawa yang digunakan adalah Nitrogen (N2), sedangkan Hidrogen dan oksigen berperan sebagai gas pembakar. Analisa kualitatif dilakukan dengan cara membandingkan waktu retensi analit dengan waktu retensi standar. Untuk mendapatkan waktu retensi standar dapat dilakukan dengan percobaan kromatografi gas untuk senyawa yang telah diketahui. Adapun senyawa yang digunakan yaitu etanol, propanol, butanol, campuran A, dan campuran B.Pada tahap pertama dilakukan penentuan RT dan pemisahannya dengan metode suhu isothermal, injector diset lada suhu 150 C, detektor pada suhu 150 C dan kolom suhu mencapai 100 C. Hal ini bertujuan agar semua komponen berubah menjadi gas dan keluar meninggalkan kolom. Selanjutnya dilakukan analisis dengan keadaan standard dengan cara menyuntikan sebanyak 2 l dari setiap larutan kedalam kromatografi. Sebelum dilakukan penyuntikan, injeksi atau suntikan perlu dibilas dengan larutan yang akan dilakukan penyuntikan sebanyak 5 kali. Hasil dari penentuan RT dengan metode operasi didapatkan nilai RT tiap senyawa yaitu, Etanol 2.06; Propanol 2.42; Butanol 3.24; Campuran A (0.02, 2.20,2.52, 3.24); Campuran B ( 0.04,2.28 3.22). Pada penentuan RT dengan metode suhu progam diketahui saat penentuan RT senyawa butanol terdapat pengotor berupa senyawa propanol, hal ini terjadi karena pada saat pembilasan suntikan masih terdapat propanol dari penentuan senyawa sebelumnya akibat kurang nersih dalam pembilasan suntikan. Kemudian pada campuran A diketahui campuran A mengandung 3 senyawa yaitu etanol, propanol dan butanol, hal ini disimpulan dari nilai RT ketiga senyawa dalam Campuran A dibandingkan dengan nilai RT standar yang didapat. Sedangkan pada campuran B diketahui Campuran B mengandung 2 senyawa yaitu propanol dan butanol karena nilai RT yang didapat mendekati nilai RT dari standar tersebut.Pada tahap kedua dilakukan penentuan RT menggunakan suhu pemprogaman dengan mengatur suhu kolom sebagai berikut INIT TEMP : 60, RATE : 5, FINAL TEMP : 150. Pada metode suhu pemograman ini hasil yang didapat lebih jelas sesuai dengan teori titik didih larutan. Langkah yang dilakukan sama dengan sebelumnya yaitu dengan menyuntikan larutan kedalam kromatografi. Dari hasil percobaan inididapat RT masing-masing larutan senyawa etanol 3.26; propanol 5.32; butanol 7.56; Campuran A ( 3.44 dan 5.21); campuran B tidak ada. Pada penentuan nilai RT diketahui saat penentuan propanol terdapat pengotor berupa etanol, hal ini terjadi kurang bersih dalam pembilasan suntikan dari pemakaian suntikan bekas etanol. Kemudian pada campuran A diketahui campuran A mengandung 2 senyawa yaitu propanol dan butanol, hal ini diketahui dari nilai RT yang didapat dibandingkan dengan nilai RT standar. Sedangkan pada campuran B nilai RT tidak dapat diketahui dikarenakan terjadi gangguan teknis pada alat intrumen Kromatografi.Dari hasil praktikum ini didapat bahwa etanol lebih cepat menguap diikuti dengan propanol dan butanol. Hal tersebut dikarenakan etanol memiliki titik didih yang kecil dibandingkan dengan lainnya. Komponen yang memiliki titik didih lebih rendah akan lebih mudah menguap menjadi gas danpergerakannya lebih cepat di dalam kolom sehingga lebih cepat terdeteksi pula oleh detector.

VII. KESIMPULAN1. Pemisahan campuran dengan suhu terprogram lebih baik apabila dibandingkan dengan suhu isoterm2. Butanol memiliki waktu retensi terbesar3. Etanol memiliki waktu retensi terkecil4. Diantara larutan etanol, propanol, dan butanol , waktu retensi larutan etanol adalah yang terkecil dan waktu retensi larutan butanol adalah yang terbesar5. Jika terdapat dua puncak grafik pada kromatogram, dapat dikatakan ada zat pengotor yang terukur pada larutan dikarenakan pembilasan tidak dilakukan dengan benar

DAFTAR PUSTAKAKhopkar, S.M.1984. Konsep Dasar Kimia Analitik.Jakarta : Penerbit universitas IndonesiaAnna.2012. Laporan praktikum kromatografi gas http://serbamurni.blogspot.com/2012/11/laporan-praktikun-kromotografi-gas-gc.html

LAMPIRAN

Gambar 1. Kromatogram Suhu Isoterm

Gambar 2. Kromatogram Suhu Program