Post on 26-Sep-2020
i
PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG APU-APU (Pistia statiotes) TERHADAP PERSENTASI KARKAS DAN PROTEIN
DAGING PADA AYAM KAMPUNG SUPER
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Sains Jurusan ilmu Peternakan Pada Fakultas
Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar
Oleh :
MUHAMMAD BASRI 60700114013
JURUSAN ILMU PETERNAKAN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2019
i
ii
ii
iii
iii
iv
iv
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt. Atas berkat dan
bimbingannya serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik. Adapun judul dari skripsi ini adalah ―Pengaruh Pemberian Tepung
Apu-Apu (Pistia stratiotes) Terhadap Persentase Karkas Dan Protein Daging
Pada Ayam Kampung Super‖ yang merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana pada jurusan Ilmu Peternakan Fakultas Sains Dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan Rasulullah
Muhammad saw. beserta keluarga dan para sahabat-sahabatnya. Penulis
menyadari bahwa karya ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai
pihak yang telah memberi dukungan, doa, semangat, pelajaran dan pengalaman
berharga pada penulis sejak penulis menginjak bangku perkuliahan hingga proses
penyusunan skripsi ini.
Selama penyusunan skripsi, tentunya tidak lepas dari berbagai hambatan
dan tantangan, namun berkat petunjuk, bimbingan, arahan, do‘a serta dukungan
moril dari berbagai pihak maka hambatan dan tantangan tersebut dapat teratasi.
Untuk itu, perkenankanlah penulis menghanturkan ucapan terima kasih dan
penghargaan yang istimewa kepada Ayahanda tercinta Naing Daming dan Ibunda
tercinta Saria Binti Lese karena mereka saya bisa sampai ketahap ini yang
pastinya tidak lepas dari doa dan dukungan tanpa pamrih, penuh kasih sayang
v
vi
membesarkan dan mendidik penulis sejak kecil hingga menyelesaikan pendidikan
seperti saat ini. Satu hal yang memotvasi saya untuk menyelasaikan skripsi karena
saya dan saudara saya adalah harapan mereka yang bisa membahagiakan mereka
kelak dihari tua, Aamiin.
Terselesaikannya skripsi ini juga tidak lepas dari bantuan dan dorongan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini penulis dengan
segala kerendahan hati dan rasa hormat untuk mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Musafir Pabbabari, M.Si selaku rektor Universitas
Islam Negeri Alauddin Makassar.
2. Bapak Prof. Dr. H. Arifuddin, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, , Dr. Wasilah,
S.T, M.T Selaku wakil dekan 1 bidang akademik Fakultas Sains, Dr. M.
Thahir Maloko, M.Hi Selaku wakil dekan 2 bidang administrasi Fakultas
Sains dan Teknologi, dan Dr. Ir. Andi Suarda, M. Si selaku wakil dekan
3 bidang kemahasiswaan Fakultas Sains dan Teknologi.
3. Bapak Dr. Ir. M. Basir Paly, M.Si sebagai ketua Jurusan Ilmu
Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar dan dan ibu Astati, S.Pt., M. Si selaku sekretaris
jurusan Ilmu Peternakan.
4. Bapak Dr. Muh. Nur Hidayat S.Pt., MP selaku Dosen Pembimbing
pertama, dan selaku Ibu Rusny, S.Pt., M.Si Dosen Pembimbing kedua,
atas bimbingan dan panutannya selama ini dan banyak meluangkan waktu
vi
vii
untuk membimbing dan mengarahkan penulis mulai dari penyusunan
proposal sampai penyelesaian skripsi ini.
5. Ibu Rasyida Mappanganro S.Pt., M.Si dan Bapak Dr. M. Thahir
Maloko, M.Hi selaku penguji yang telah memberikan saran dan kritikan
yang konstruktif demi kesempurnaan penulisan dan penyusunan skripsi
ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Ilmu Peternakan atas bimbingan dalam
kegiatan perkuliahan, baik dalam tatap muka maupun arahan-arahan diluar
perkuliahan.
7. Bapak Muh. Arsan Jamili S.Pt., M.Si dan, Ibu Hikmawati S.Pt selaku
Laboran Jurusan Ilmu Peternakan yang telah banyak membantu dan
mengarahkan kami dalam proses selesainya penelitian.
8. Kak Andi Afriana, S.E selaku Staff Jurusan Ilmu Peternakan yang telah
membantu segala persuratan dari proposal hingga skripsi.
9. Kanda Dzul Yadaini, S.Pt selaku kakak yang senantiasa membantu dan
mengarahkan kami dalam melakukan penelitian.
10. Tim penelitian Apu-Apu Squad (Muhammad rusli, Khaerullah,
Suparman M, Makmur, Muh Awaluddin Said dan Muh. Mudzhakir)
atas kerja sama dan kerja kerasnya selama proses penelitian berlangsung
11. Buat teman-teman seangkatanku yang lebih tepatnya keluarga “E14NG”
Ilmu Peternakan Angkatan 2014 yang tidak bisa saya sebutkan namanya
satu per satu, saya mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan,
kebersamaan dan canda tawanya yang selama ini terjalin.
vii
viii
12. Buat teman-teman seangkatanku “Restorasi” yang merupakan teman
seperjuangan di fakultas saintek yang tidak bisa saya sebutkan namanya
satu per satu, saya mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan,
kebersamaan dan canda tawanya yang selama ini terjalin.
13. Senior, Adik-adik di jurusan maupun dikelembagaan.
14. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan,
namun penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua.
Gowa, Februari 2018
MUHAMMAD BASRI
viii
ix
DAFTAR ISI
JUDUL ............................................................................................................ i
PERNYATAAN KEASLIAN ....................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................... iii
PENGESAHAN .............................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xii
ABSTRAK ..................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN Halaman
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 4
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 5
E. Defenisi Operasional ........................................................................... 6
F. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................... 6
G. Hipotesis .............................................................................................. 6
H. Kajian Terdahulu ................................................................................. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Halaman
A. Ayam Kampung .................................................................................. 10
B. Tinjauan Al-Qur‘an ............................................................................. 19
1. Tinjauan Al-Qur‘an Tentang Ternak ............................................ 19
2. Tinjauan Al-Qur‘an Tentang Mikroorganisme ............................. 20
C. Pakan ................................................................................................... 21
D. Tanaman Apu-Apu (Pistia stratiotes) ................................................. 34
E. Karkas ................................................................................................. 41
ix
x
BAB III METODE PENELITIAN Halaman
A. Waktu dan Tempat .............................................................................. 45
B. Alat dan Bahan Penelitian ................................................................... 45
C. Jenis penelitian .................................................................................... 46
D. Prosedur Penelitian .............................................................................. 46
E. Parameter yang Diamati ...................................................................... 49
F. Analisis Data ....................................................................................... 51
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Halaman
A. Hasil Pengamatan ................................................................................ 52
B. Pembahasan ......................................................................................... 53
BAB V PENUTUP Halaman
A. Kesimpulan .......................................................................................... 58
B. Saran .................................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 59
LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................... xv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..................................................................... xvi
x
xi
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Jens-jenis asam amino ................................................................................ 31
2. Kandungan nutrisi tepung apu-apu (Pistia stratiotes) ................................ 47
3. Kebutuhan nutrisi ayam kampung super .................................................... 48
4. Bahan penyusun ransum penelitian ............................................................. 48
5. Kandungan nutrisi ransum penelitian .......................................................... 49
6. Rataan persentasi karkas dan kadar protein daging ayam kampung super yang
dipelihara selama 30 hari ............................................................................. 52
xi
xii
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Tanaman apu-apu (Pistia stratiotes) .......................................................... 35
2. Kadar karbohidrat beberapa tanaman gulma .............................................. 38
3. Kadar protein beberapa tanaman gulma ..................................................... 39
4. Kadar lemak beberapa tanaman gulma ...................................................... 39
5. Kadar berat kering beberapa tanaman gulma ............................................. 40
xii
xiii
ABSTRACT
Name : Muhammad Basri Nim : 60700114013 Departemant : Animal Husbandry Title : The Effect Of Pistia Stratiotes On The Percentage Of Carcass And Protein In Super-Village Chicken Meat This study aims to 1) To determine the effect of apu-apu (Pisitia stratiotes) on the percentage of carcass and super chicken meat protein, 2) To find out how to use Apu-apu plants (Pastia stratiotes) as a source of protein for chickens super village and 3) To find out the potential of apu-apu (Pistia stariotes) flour in substituting other feed ingredients such as soybean meal and fish meal. The method used in this study was a completely randomized design (CRD) with 5 treatments. The use of apu-apu content in each treatment was different, namely P0 0%, P1 5%, P2 10%, P3 15% and P4 20%. Each treatment uses 3 superfood 3-month old chickens and is maintained for 4 weeks. The results of variance showed that the average carcass percentage obtained in this study was P0 (67.51%), P1 (69.33%), P2 (69.47%), P3 (68.76%) and P4 (70.88%) while for protein content in breast meat was P0 (25.21%), P1 (26.03%), P2 (25.43%), P3 (25.86%) and P4 (25.35%). Overall, the supply of apu-flour (Pistia stratiotes) did not have a significant effect (P> 0.05) on carcass percentage and protein content of super chicken meat but could be used as feed ingredients that could substitute other feed ingredients such as soybean meal and fish meal. Keywords: Super Village chicken, Pistia stratiotes, Carcass Percentage, Meat Protein
xiii
xiv
ABSTRAK
Nama : Muhammad Basri Nim : 60700114013 Jurusan : Ilmu Peternakan Judul : Pengaruh Pemberian Tepung Apu-Apu (Pistia stratiotes)
Terhadap Persentasi Karkas Dan Protein Daging Ayam Kampung Super
Penelitian ini bertujuan untuk 1) Untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung apu-apu (Pisitia stratiotes) terhadap persentasi karkas dan protein daging ayam kampung super, 2) Untuk mengetahui bagaimana cara pemanfaatan tanaman apu-apu (Pastia stratiotes) sebagai salah satu sumber protein bagi ayam kampung super dan 3) Untuk mengetahui potensi tepung apu-apu (Pistia stariotes) dalam mensubtitusi bahan pakan lain seperti bungkil kedelai dan tepung ikan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan. Penggunaan kadar tepung apu-apu pada setiap perlakuan berdeda yaitu P0 0%, P1 5%, P2 10%, P3 15% dan P4 20%. Setiap perlakuan menggunakan 3 ekor ayam kampung super berumur 3 bulan dan dipelihara selama 4 minggu. Hasil sidik ragam menunjukan rerata persentasi karkas yang didapat pada penelitian ini adalah P0 (67.51%), P1 (69.33%), P2 (69.47%), P3 (68.76%) dan P4 (70.88%) sedangkan untuk kadar protein pada daging dada adalah P0 (25.21%), P1 (26.03%), P2 (25.43%), P3 (25.86%) dan P4 (25.35%). Secara keseluruhan pemberian tepung apu-apu (Pistia stratiotes) tidak memberikan pengaruh nyata (P>0.05) terhadap persentasi karkas dan kadar protein daging ayam kampung super tetapi bisa dimanfaat sebagai bahan pakan yang dapat mensubtitusi bahan pakan lain seberti bungkil kedelai dan tepung ikan. Kata kunci : Ayam kampung super, Pistia stratiotes, Persentasi Karkas, Protein Daging
xiv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peranan ayam kampung masih menjadi salah satu penunjang sumber protein
hewani dan salah satu penyedia daging dan telur untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat terutama di daerah perdesaan. Besarnya permintaan akan produksi
ayam kampung baik daging maupun telur belum mampu dipenuhi peternak ayam
kampung terutama bila ada permintaan dalan jumlah besar atau kontinyu.
Ayam kampung menjadi salah satu makanan yang sangat digemari oleh semua
kalangan di Indonesia karena memiliki daging yang bercitasara lebih gurih. Namun
rendahnya tingkat produktifitas ayam kampung menjadi kendala bagi masyarakat
sehingga banyak orang yang mengembangkan atau memperbaiki kualitas genetik dari
ayam kampung dengan cara melakukan persilangan dengan ayam yang memiliki genetik
yang lebih baik seperti ayam ras dan ayam Bangkok. (Nunik dkk, 2017).
Berikut adalah ayat yang bersangkutan dengan binatang ternak:
Firman Allah swt. dalam QS. Al-Nahl 16/5:
Terjemahnya:
Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat, dan sebahagiannya kamu makan (Kementerian Agama RI, 2012).
1
2
jumlah populasi dan porduktifitas unggas yang meningkat harus
diseimbangkan dengan ketersediaan bahan pakan yang akan diformulasikan
menjadi ransum. Hal ini dikarenakan bahan pakan yang mengandung zat-zat
nutrisi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan unggas baik dari segi kualitas
maupun kuantitas akan menunjang pertumbuhan dan produktifitas unggas untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Nutrisi yang dimaksud disini merupakan zat-
zat makanan seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral yang harus
terdapat pada bahan pakan yang akan diformulasikan menjadi ransum (Rasyaf,
2006).
Pada daerah pedesaaan para peternak ayam kampung hanya berternak untuk
memenuhi kebutuhannya masing-masing, sehingga tidak terlalu memperhatikan
tingkat produksi dari ayam kampung itu sendiri. Begitu pun dengan sistem
pemeliharaan yang mereka terapkan masih tergolong sangant tradisional. Dimana
mereka melepaskan ternak dari kandang dan membiarkan ternak meraka
memenuhi kebutuhannya sendiri. Adapun pemberian pakan hanya dipagi hari
dengan takaran dan waktu yang tidak konsisten.
Perkembangan ayam kampung mempunyai kendala diantaranya rendahnya
tingkat produksi baik daging maupun telur yang berhubungan dengan sistem
pemeliharaan dan pemberian pakan. Dimana peningkatan produksi ayam
kampung dapat dilakukan melalui perbaikan kualitas dan kuantitas pakan dengan
sistem pemeliharaan intensif.
Seiring perkembangan zaman, banyak cara yang dilakukan oleh para
peternak untuk mendapatkan produksi ayam kampung yang maksimal. Salah
3
satunya adalah dengan menciptakan gen baru dari persilangan bibit-bibit unggul
ayam kampung dan jadilah gen baru dengan tingkat produksi yang lebih baik
yaitu ayam kampung super.
Menurut informasi yang diutarakan oleh Iskandar (2005) yang menyatakan
bahwa ayam kampung yang dijadikan sebagai ayam penyuplai daging masih
sangat rendah tingkat pemasarannya disebabkan ketersediaan bibit yang terbatas.
Sehingga untuk mendapatkan persediaan bibit yang mempuni maka banyak orang
yang memanfaatkan teknologi pemanfaatan ayam kampung dengan cara
menyilangkan ayam kampung dengan ayam ras petelur. Cara ini dapat
menghasilkan jumlah DOC yang lebih banyak dibandingkan dengan silangan
dengan ayam lokal lainnya.
Disisi lain salah satu faktor utama dalam menunjak produksi pada ayam
kampung yaitu kualitas pakan. Meskipun kita memiliki ternak dengan kualitas gen
terbaik tetapi tidak didukung dengan kulitas pakan maka akan berpengaruh pada
pertumbuhan ternak tersebut. Pakan yang berkualitas adalah pakan yang dapat
mencukupi kebutuhan nutrien dari ternak ayam kampung baik protein, lemak,
karbuhidrat, vitamin dan mineral. Pakan merupakan makanan atau asupan yang
dikonsumsi oleh ternak yang berasal dari berbagai jenis bahan pakan yang telah
diolah maupun belum diolah untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dari ternak itu
sendiri.
Tumbuhan apu-apu (Pastia stratiotes) adalah salah satu tumbuhan yang
mengandung nutrisi yang dibutuhkan oleh ayam kampung, dimana tanaman apu-
apu memiliki kandungan protein yang tinggi. Tanaman apu-apu juga merupakan
4
tanaman yang dapat ditemui di daerah perairan seperti danau, empang, sawah
sampai genangan air sekalipun dan termasuk tubuhan yang mudah berkembang
biak, dan tanaman ini dianggap oleh beberapa kalangan masyarakat sebagai hama.
Tetapi pada kalangan masyarakat masih banyak yang kurang tahu bagaimana cara
pemanfaatan dari tanaman apu-apu ini.
Berdasarkan latar belakang maka dilakukanlah suatu penelitian yang
berkaitan dengan pemanfaatan hama tumbuhan yang dimaksud dengan judul
pengaruh pemberian tepung apu-apu (Pistia stratiotes) terhadap persentasi karkas
dan persentasi karkas dan protein karkas pada ayam kampung super di kabupaten
Bantaeng.
B. Rumusan Masalah
Pemanfaatan tanaman apu-apu (Patia stratiotes) menjadi salah satu yang
harus dilirik oleh para peternak agar dapan memenuhi kebuthan nutrisi dari ayam
kampung dengan modal yang lebih kecil sehingga dapat menunjang produksi dari
ayam kampung dalam hal ini persentasi karkas dan kualitas protein dari karkas.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung apu-apu (Pastia
stratiotes) dalam formulasi ransum terhadap persentasi karkas pada ayam
kampung super.
5
2. Untuk mengetahui bagaimana cara pemanfaatan tanaman apu-apu (Pastia
stratiotes) sebagai salah satu sumber protein bagi ayam kampung super.
3. Untuk mengetahui potensi tepung apu-apu (Pistia stariotes) dalam
mensubtitusi bahan pakan lain seperti bungkil kedelai dan tepung ikan.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terhadap kalangan
peternak akan pengaruh penambahan tepung apu-apu (Pastia stratiotes) dalam
ransum pakan terhadap persentasi karkas dan kadar protein karkas ayam kampung
super.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada
peternak ayam kampung bagaimana cara memanfaatkan tanaman apu-apu (Pastia
stratiotes) sebagai sumber protein bagi ayam kampung super.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan untuk para
peternak agar dapat memanfaatkan dengan maksimal bahan yang awalnya
dianggal sebagai hama serta melimpah ini menjadi bahan pakan yang bernilai
nutrisi tinggi.
4. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan minat masyarakat untuk
dalam melakukan usaha ternak ayam kampung super sehingga dapat
meningkatkan jumlah produksi ayam kampung dan dapat memenuhi kebutuhan
akan yang daging ayam kampung di indonesia.
6
E. Definisi Operasional
1. Ayam kampung super merupakan hasil persilangan antara ayam
kampung dengan ayam ras jenis petelur.
2. Pakan merupakan makanan yang dikonsumsi ternak untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi dan menunjang kelangsungan hidup ternak.
3. Apu-apu (Pistia stratiotes) merupakan gulma air yang sangat cepat
sembuh dan mempunyai daya adaptasi terhadap lingkungan baru.
4. Protein daging adalah kandungan kimia yang biasa dikenal dengan nilai
gizi yang berupa asam amino yang ada pada daging ayam dalam hal ini daging
dada ayam.
5. Persentasi karkas merukapan persentasi nilai karkas yang diperoleh dari
perhitungan untuk mengetahui efesiensi pakan terhadap pertumbuhan karkas.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan untuk
menganalisis pengaruh pemberian tepung apu-apu (Pistia stratiotes) pada susunan
ransum terhadap persentasi karkas dan kadar protein dalam hal ini persentasi
karkas dan protein ayam kampung super.
G. Hipotesis
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan pengaruh nyata antara tepung
apu-apu (Pistia stratiotes) terhadap kadar protein dan persentasi karkas ayam
kampung super.
7
H. Kajian Terdahulu
Penelitian Sagita (2015), tentang ―Pengaruh Pemberian Tepung Apu-Apu
(Pistia Stratiotes) Terhadap Laju Pertumbuhan Dan Rasio Konversi Pakan Ikan
Nilem‖. Penelitian ini menyatakan bahwa tepung apu-apu (Pistia stratiotes)
fermentasi memberikan pengaruh yang nyata (P<0.05) terhadap laju pertumbuhan
dan rasio konversi pakan ikan nilem. Penelitian mendapatkan hasil yaitu rasio
konversi pakan terbaik terletak pada perlakuan yang menggunakan daun apu-apu
(Pistia stratiotes) sebanyak 30% dengan nilai rataan berkisar 1.22% dan 4.51%.
Penelitian Herliwati (2016), tentang ―Pemanfaatan Tanaman Air (Eceng
Gondok, Kiambang Dan Apu-Apu) Difermentasi Dalam Ransum Pakan Terhadap
Pertumbuhan Ikan Nila‖. Dalam penelitain ini menggunakan rancangan acak
lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan. Perlakuan A pakan kontrol, pelakuan B
berbasis Eceng gondok, perlakuan C berbasis Kiambang dan perlakuan D berbasis
kayu apu. Hasil yang diperoleh antaralian pertumbuhan berat relatif pada ikan nila
tertinggi terdapat pada perlakuan B, sintasan tertinggi terdapat pada perlakuan D
dan konversi pakan terbaik terdapat pada perlakuan A. Namun setelah diuji
statistik terhadap pertumbuhan berat, sintasan dan rasion konversi pakan pada
semua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata.
Penelitian Harimurti (2016), yang meneliti tentang ―Pengaruh Level Protein
Pakan Yang Berbeda Pada Masa Starter Terhadap Penampilan Ayam Kampung
Super‖ dimana hasil penelitiannya menunjukkan penurunan level protein pada
pakan yang dilakukan saat pemeliharaan selama 8 minggu berpengaruh nyata
(P<0.05) terhadap persentasi karkas ayam jantan dan memberikan pengaruh yang
8
sangat nyata (P<0.01) terhadap konsumsi pakan, konversi pakan, konsumsi
energi, rasio efisiensi energi, konsumsi protein, rasio efisiensi protein,
pertambahan berat badan, berat potong ayam jantan dan lemak daging dada.
Penelitian Nunik, dkk (2017), tentang ―Pengaruh Pemberian Pakan dengan
Sumber Protein Berbeda terhadap Efisiensi Penggunaan Protein Ayam Lokal
Persilangan‖. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak
lengkap (RAL) dengan 3 pelakuan dan 7 ulangan. Dimana perlakuan 1 yaitu T1:
Menggunakan 2 sumber protein (bungkil kedelai, tepung ikan). Perlakuan 2 yaitu
T2: Menggunakan 3 sumber protein (bungkil kedelai, tepung ikan, MBM (Meat
Bone Meal)) dan perlakuan 3 yaitu T3: Menggunakan 4 sumber protein (bungkil
kedelai, tepung ikan, Meat Bone Meal (MBM), Poultry Meat Meal (PMM)). Dari
dari hasil penelitian yang dipaparkan dapat diliat bahwa penggunaan bahan pakan
dengan sumber protein yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata (p<0.05)
terhadap peningkatan konsumsi protein dengan nilai rataan berkisar T1: 7.65, T2:
9.57, dan T3: 11.40 g/ekor/hari, mampu meningkatkan asupan protein dengan
nilai rataan berkisar T1: 5.82, T2: 7.30, T3: 8.82 g/ekor/hari dan mampu
menurunkan rasio efisiensi protein berkisar T1: 1.65, T2: 1.42, T3: 1.40.
Berdasarkan hasil analisis dapat ditarik kesimpulan bahwasanya pemberian pakan
dengan sumber protein yang berbeda mampu meningkatkan efisiensi protein pada
ayam lokal persilangan.
9
Menurut Bairagi, dkk (2002), melaporkan bahwa penambahan tepung apu-
apu (Pista stratiotes) fermentasi dalam pakan benih ikan rohu (Labeo rohita)
selama 80 hari memberikan pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan, efesiensi
protein dan rasio konversi pakan. Sedangkan pada tahun berikutnya peneliti
Ghous dan Ray (2014), melaporkan bahwa pemberian tepung apu-apu (Pista
stratiotes) fermentasi sebanyak 30% pada ransum menghasilkan peforman yang
terbaik meliputi bobot, Specific Growth Rate sekitar (1.002%), FCR sekitar
(2.32%) dan Protein Effeciency Ratio sekitar (1.19%) pada benih ikan Cirrhinus
mrigala.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ayam Kampung
Ayam kampung atau yang sering dikenal dengan sebutan ayam buras
memiliki jenis yang cukup beragam dan telah melalui proses domestikasi.
Silangan dari ayam lokal maupun ayam dari luar negeri pun telah dapat
beradaptasi dengan kondisi lungkungan di Indonesia. Ayam kampung adalah
salah satu ternak penyuplai daging dan merupakan sumber protein hewani yang
disukai oleh masyarakat karena daging ayam yang mudah diperoleh serta mudah
dalam proses pengolahannya dibandingkan dengan sumber protein hewani yang
lainnya. Kebanyakan masyarakat beternak ayam kampung dengan tujuan sebagai
ternak penghasil daging sekaligus telur. Namun permintaan pasar untuk daging
ayam kampung saat ini masih sangat kurang dikarenakan rendahnya tingkat
produktifitas ayam kampung serta manajemen pemeliharaannya yang masih
menggunakan cara tradisional (Singarimbun, 2013).
Ayam kampung di Indonesia berasal dari subspesies Gallus gallus spadiceus
yang berasal dari Sumatera bagian utara, dan semenanjung Malaysia hingga Asia
Tenggara (Sulandari, dkk, 2007). Berdasarkan Fumihito, dkk, (1996) dan
Pramual, dkk, (2013) menyatakan bahwa ayam Kampung di Indonesia berasal
dari subspesies Gallus gallus bankiva yang berasal dari Lampung, Jawa, dan Bali.
Ayam yang terdapat di pedesaan Indonesia adalah keturunan ayam hutan (Gallus
10
11
gallus) yang sebagian telah didomestikasi, lalu dikenal dengan ayam
lokal/kampung atau ayam sayur.
Sebagai sumber daya genetik asli Indonesia, ayam lokal dapat
dikembangkan guna mendukung kemandirian penyediaan pangan sumber protein
hewani nasional. Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun
2002, tentang Ketahanan Pangan, yang menekankan pentingnya kemandirian
penyediaan pangan berbasis sumber daya lokal (Sindu, 2017).
Menurut Widiati (2014) yang menuliskan dalam jurnalnya bahwa ayam
kampung yang sebagian besar dipelihara oleh warga pedesaan memiliki cukup
potensi untuk menunjang konsumsi daging nasional. Hal ini dikarenakan kualitas
dan rasa dari daging ayam kampung yang enak membuat ayam kampung ini
memiliki harga yang lebih tinggi dibandungkan dengan ayam broiler. Bahkan
harga ayam kampung dapat meningkat sehingga peternakan ayam kampung bisa
menjadi usaha menarik bagi masyarakat pedesaaan. Dari segi kontribusi
pendapatan, peneliti juga melaporkan bahwa peternakan broiler tidak bergitu
berkontibusi dalam meningkatkan kesejahteraan di daerah pedesaan dikarenakan
menejemen pemeliharaan dan proses produksinya yang tergolong susah sehingga
sangat bergantung dengan proses impor.
Produktifitas ayam kampung tergolong masih sangat redah disebabkan oleh
menajemen pemeliharaan yang diterapkan masih bersifat tradisional, manajemen
pemberian pakan yang tidak teratur dan tidak mencukupi kebutuhan serta
kurangnya pengetahuan peternak terhadap kaidah ilmu nutrisi sehingga dalam
pemberian pakan kurang memperhitungkan kebutuhan zat-zat makanan yang
12
dibutuhkan untuk meningkatkan jumlah produksi (Mahardika, dkk, 2013). Maka
perlu dilakukan peningkatan manajemen pemeliharaan tradisional kearah
agrobisnis sebagai upaya untuk meningkatkan populasi, produktifitas dan
efesiensi pada usaha peternak ayam buras (Zakaria, 2004).
Pada umumnya ayam kampung memiliki pertumbuhan yang relatif bagus,
tidak rentan terhadap penyakit dan memiliki bentuk tubuh yang kompak dengan
fariasi warna bulu pada tubuhnya yang sangat beragam. Warna bulu ayam
kampung yang banyak kita jumpai antara lain merah, hitam, putih, hijau,
kecoklatan, kekuningan, dan gabungan dari beberapa warna (Agromedia, 2005).
Warna bulu ayam kampung tidak tetap seperti ayam ras sehingga tidak bisa
dijadikan sebagai patokan baku untuk mengetahui warna anak ayam yang akan
ditetaskan nantinya. Ketika induk ayam kampung berwarna kekuningan bercorak
hitam sedangkan pejantannya berwarna hitam kehijauwan tetapi belum tentu anak
ayamnya akan memiliki warna bulu yang serupa. Sedangkan untuk postur tubuh
semua ayam kampung relatif kecil sehingga agak sulit membedakan antar ayam
penghasil gading dan ayam penghasil telur. Ayam kampung jantan mempunyai
ukuran kelapa yang lebih besar dan sebaliknya ayam kampung betina memiliki
ukuran yang lebih kecil (Rasyaf, 2006).
13
Menurut Suprijatno, dkk, (2005), klasifikasi dari ayam kumpung sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Aves
Subclass : Neornithes
Ordo : Galliformes
Genus : Gallus
Spesies : Gallus domesticus
Produktivitas ayam kampung yang masih sangat rendah bila dibandingkan
dengan produktivitas ayam ras menjadi suatu kendala bagi para pengusaha ternak
ayam kampung. Sehingga perlu ada upaya untuk memperbaiki mutu genetik ayam
kampung dengan melakukan persilangan dengan ayam yang memiliki mutu
genetik yang lebih baik. Populasi ayam kampung nasional sebanyak 274.56 juta
ekor dan menyediakan daging sebanyak 267 ribu ton/tahun atau setara dengan
10.03% dari produksi daging nasional (SPKH, 2012).
Berdasarkan hasil survey Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa
pada periode 2007 – 2014 jumlah konsumsi ayam kampung rata-rata per kapita
mengalami peningkatan. Kebutuhan pasar tersebut belum dapat dipenuhi oleh
peternakan ayam buras di Indonesia karena pemeliharaannya dalam skala usaha
kecil, kondisi lingkungan yang terbatas, produktivitas yang masih rendah,
14
pertumbuhan yang lambat, serta sifat alami (mengeram dan mengasuh) yang
belum hilang (Muryanto, dkk 2005, Suryana, dkk 2008, Romanov, 2001)
Salah satu kendala dalam pengembangan ayam kampung selain tingginya
variasi genetik yaitu program breeding (pemuliabiakan) yang sifatnya
berkelanjutan masih kurang dilakukan (Aman, 2011). Krista dan Harianto (2011)
menambahkan bahwa ayam kampung hasil silangan antara F2 ayam kedu dengan
ayam kampung betina yang berkualitas baik dapat mencapai pertumbuhan bobot
hingga satu kilogram dalam waktu 2-2,5 bulan.
Saat ini, ayam yang dikenal sebagai ayam kampung yang paling produktif
sebagai penghasil telur dan daging adalah ayam KUB (kampung unggul balitnak)
yaitu ayam hasil seleksi ayam kampung yang memiliki tingkat produksi telur
tinggi tetapi memiliki sifat mengeram yang rendah sehingga dapat dijadikan
indukan yang produktif. Kemudian ayam kampung hasil seleksi inilah yang
dikembangkan atau disilangkan dengan ayam yang lain untuk menghasilkan ayam
kampung yang lebih produktif. Bukan hanyn penghasil telur tetapi juga sebagai
penghasil daging (Preatiwi, 2016).
Ayam KUB merupakan salah satu nama ayam kampung hasil
pemuliabiakan yang dilakukan oleh Badan Pengembangan dan Pertanian yang
bertempat di Ciawi, Bogor. Proses pembentukan ayam KUB pada 1997-1998,
Balitnak berinisiatif melakukan penelitian breeding ayam kampung dengan
mendatangkan indukan ayam kampung dari beberapa daerah di Jawa Barat yakni
dari Kecamatan Cipanas/Kabupaten Cianjur, Kecamatan Jatiwangi/Kabupaten
Majalengka, Kecamatan Pondok Rangon/ Kota Depok, Kecamatan
15
Ciawi/Kabupaten Bogor, dan Kecamatan Jasinga/Kabupaten Bogor (Sartika, dkk,
2013).
Keunggulan dari ayam kampung unggul balitnak (KUB) pedaging, yaitu
bobot badan dapat mencapai 1 kg pada umur 70 hari. Keunggulan lain dari ayam
KUB diantaranya konsumsi ransum rendah, mortalitas rendah, daya tetas telur
yang tinggi, dan pertumbuhan lebih cepat (Sartika, dkk, 2013).
Proses persilangan yang dilakukan saat ini memiliki banyak manfaat bagi
para peternak maupun peneliti dikarenakan mereka dapat memilih lalu
menanamkan sifat-sifat yang baik kemudian menghilangkan sifat-sifat yang
kurang baik dari ayam kampung. Sehingga meraka dapat mengumpulkan bibit
unggul untuk dijadikan indukan pada saat proses persilangan dan menghasilkan
keturunan yang memiliki kualitas genetik yang lebih baik. Di Indonesia saat ini
sedang menganbangkan hasil persilangan ayam arab dengan ayam kampung
bangkok. Ayam arab dijadikan sebagai indukan karena ayam arab memiliki
tingkat produksi telur dan daya tetas yang tinggi sedangkan ayam kampung
bangkok dijakan sebagai pejantan karena ayam kampung bangkok karena
diharapkan agar hasil dari persilangan memilki tingkat pertumbuhan yang cepat,
memiliki postur tubuh yang besar serta memiliki tulang yang kokok.
(Singarimbun, 2013).
Menurut iskandar (2005) yang mengatakan bahwa ayam kampung super
merupakan ayam lokal yang telah melalui proses rekayaasa genetik dengan cara
persilangan antara ayam ras petelur dengan ayam kampung jantan yang memiliki
postur tubuh yang besar. Sehingga kualitas genetik ayam kampung super lebih
16
baik dibandingkan dengan ayam lokal biasa. Dengan demikian bibit hasil
persilangan memilki keunggulan karena meningkatnya prolifikasi sehingga dapat
memproduksi DOC dengan jumlah yang lebih banyak untuk jangka waktu yang
relatif lebih singkat (Salim, 2013).
Ayam kampung super merupakan hasil dari rekayasa genetik dari ayam
kampung dengan ayam ras. Pada umur 8 minggu hampir sama dengan umur 5-6
bulan ayam kampung pada umumnya. Optimalisasi pertumbuhan dari ayam
kampung super hanya akan didapat dengan pemberian pakan yang bermutu
(Abun, dkk, 2007).
Menurut Sularno (2013) ayam kampung super adalah ayam persilangan
antara jenis ayam kampung bangkok untuk jantan dengan jenis ras petelur untuk
betina yang dihasilkan melalui metode inseminasi buatan (IB) sehingga
menghasilkan telur fertil. Telur fertil tersebut kemudian ditetaskan menggunakan
inkubator (mesin tetas).
Ayam hasil persilangan ayam lokal dengan ayam ras pedaging mampu
meningkatkan produktivitas ayam lokal yaitu bobot badan, ukuran tubuh, dan
produksi telur. Bobot badan ayam persilangan yang paling berat untuk jantan
adalah ayam silangan kampung x ras pedaging sedangkan untuk betina adalah
silangan ras pedaging x kampung. Ukuran tubuh yang paling besar untuk produksi
daging adalah ayam silangan pelung x ras pedaging jantan. Ukuran tubuh yang
paling besar untuk memproduksi telur adalah ayam silangan kampung x ras
pedaging betina. Ukuran tubuh yang besar menghasilkan produksi telur harian
17
yang tinggi dan massa telur yang berat. Bobot telur silangan pelung x ras
pedaging paling berat dibandingkan jenis ayam lainnya (Hapsari, 2015).
kebutuhan gizi pada ayam ketika dilihat secara umum, paling tinggi pada
saat minggu awal yaitu (0-8 minggu), maka dari itu perlu diperhatikan pemberian
pakan yang cukup mengandung energi, protein, mineral dan vitamin dalam jumlah
yang seimbang. Selain didukung dengan perbaikan nutrisi, hal yang juga
merupakan faktor dalam menunjang produktifitas adalah perbaikan kualitas
genetik serta peningkatan managemen pemeliharaan ayam lokal (Setioko, 2005).
Sampai saat ini standar gizi pakan ayam lokal yang dipakai di Indonesia
didasarkan rekomendasi Scott, dkk, (1987). Kebutuhan energi termetabolis ayam
tipe ringan umur 2-8 minggu antara 2,600-3,100 kkal/kg dan protein pakan antara
18.0 % - 21.4 %. Kebutuhan energi termetabolis 2,900 kkal/kg dan protein 18.0
%. Standard tersebut dipakai untuk kebutuhan protein dan energi ayam ras.
Sedangkan kebutuhan protein dan energi untuk fase pertumbuhan ayam pocin 20
% dan 2.800 Kkal/kg menghasilkan bobot badan dan efisiensi ransum yang paling
tinggi (Sindu, 2017).
Sedangkan ayam kampung membutuhkan sekitar 2,850 kkal/kg energi
metabolisme dan membutuhkan sekitar 19-20% kadar protein pada ransum pada
fase starter yaitu (0-4 minggu). Pada fase grower I kebutuhan ayam terhadap
energi metabolisme meningkat yaitu sekitar 2,900 kkal/kg sedangkan kebutuhan
terhadap kadar protein menurun sekitar 18-19%. Begitupun selanjutnya pada fase
grower II kebutuhan ayam terhadap energi metabolis meningkat sekitar 3,000
18
kkal/kg sedangkan kebutuhan akan kandungan protein juga ikut menurun sebesar
16-18% (Nawawi dan Nurrohmah, 2011)
Ayam buras pada proses pertumbuhan sampai dewasa kelamin
membutuhkan kadar protein pakan sekitar 12% untuk mencukupi kenutuhannya,
sedangkan untuk kadar protein yang lebih tinggi tidak begitu efisien (Suprijatna,
dkk, 2006). Ayam ras petelur tipe ringan menuju dewasa, protein ransum yang
dibutuhkan yaitu sekitar 12% (NRC, 1984; Suprijatna, dkk, 2006). Suprijatna dkk,
(2006) mangatakan bahwa penggunaan pakan dengan kadar protein lebih tinggi
dari 12% dengan kandungan EM 2,750 kkal/kg tidak begitu efisien terhadap
pertumbuhan ayam Arab pada umur 12-20 minggu (Trisiwi, 2017).
Mengenai ayam kampung, Ketaren (2010) menuliskan bahwa pada umur
starter (0-12 minggu) ayam kampung membutuhkan kadar protein kasar (PK)
pada pakan berkisar 15.00-17.00%, metionin 0.37%, lisin 0.87%, Ca 0.90% dan
metabolis energi (ME) 2,600 Kcal/Kg, serta P tersedia 0.45%. Iskandar (2005)
juga menyatakan bahwa ayam kampung memiliki berat hidup berkisar 900g/ekor
pada umur 12 minggu yang dipelihara secara intensif, dengan konversi pakan
sekitar 3.22 dan jumlah konsumsi pakannya 3,275 g/ekor,
Menurut Rizal (2006), yang meyebutkan bahwa ayam kampung adalah
hewan yang memiliki lambung satu dan termasuk dalam golongan hewan
monogastrik. Kemudian pada rerferensi lain Suprijatno, dkk, (2005), melanjutkan
bahwasanya ayam kampung memiliki sistem pencernaan yang terdiri dari organ
aksesoris dan saluran pencernaan. Organ aksesoris adalah orgas yang terdiri dari
hati dan pancreas sedangkan saluran pencernaan adalah oragan yang terdiri dari
19
mulut berupa paruh, kerongkongan (Eshopagus), tembolok (Crop), lambung
kelenjar (Proventiculus), lambung keras (Gizzard), usus halus (Small intestine),
usus buntu (Caecum), usus besar (Colon), anus (Cloaca) yang menghubungkan
antara dunia luar dengan dunia dalam tubuh ayam yang disebut proses
metabolisme.
B. Tinjauan Al-Qur’an
1. Tinjauan Tentang Ternak
Pada hewan ternak terdapat banyak sekali manfaat yang dapat diambil serta
digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan keberlangsungan hidup manusia. Oleh
karena itulah Allah menciptakan binatang ternak dengan maksud dan tujuan
semata-mata untuk kepentingan umat manusia.
Disisi memenuhi kebutuhan nutrisi dari mahluk hihup dalam hal ini manusia
ternak juga memberikan peran yang lebih pada beberapa daerang di indonesia
yang menjadikan ternak sebagai alat transportasi dan lain sebagainya.
Berikut adalah ayat yang bersangkutan dengan binatang ternak:
Firman Allah swt. dalam QS. Al-Nahl 16/5:
Terjemahnya:
Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat, dan sebahagiannya kamu makan (Kementerian Agama RI, 2012).
20
Menurut tafsiran dari salah satu ahli tafsir Ibnu Katsir yang menyatakan
bahwa ayat diatas mengandung makna yaitu Allah swt. telah menganugrahkan
kepada hamba-hambanya dengan segala yang telah ia ciptakan untuk mereka yang
berupa binatang-binang ternak. Pada ternak terdapat banyak manfaat untuk
kemaslahatan umat manusia karena dari binatang-binatan ternak itu terdapat bulu
yang dapat dijadikan baju, terdapat susu serta daging yang dapat dikonsumsi oleh
umat manusia.
Berdasar dari penafsiran dari ahli tafsir ayat ini menjelaskan tentang
penciptaan binatang ternak sebagai salah satu anugrah yang Allah swt. turunkan
kepada umat manusia untuk dimanfaatkan dalam kehidupannya. Baik
memanfaatkan bulu ternak untuk dijadikan pakaian, memerah susu dan
mengambil daging dari ternak untuk dijadikan makanan.
2. Tinjaun Tentang Tumbuhan
Beberapa ayat dalam Al-Quran menunjukkan kekuasaan keagungan Allah
swt. diantaranya salah satu ayat Al-Quran yang membahas tentang pemanfaatan
tumbuhan sebagai makanan bagi mahluk hidup. Berikut ayat yang bersangkutan
dengan tumbuhan:
Firman Allah dalam QS. ‗Abasa 80/24-32:
21
Terjemahnya :
Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit). Kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya. Lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu. Anggur dan sayur-sayuran. Zaitun dan kurma. Kebun-kebun (yang) lebat. Dan buah-buahan serta rumput-rumputan. Untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu (Kementerian Agama RI, 2012). Dalam Tafsir Ibnu Katsir yang menafsirkan ayat diatas yang mengandung
makna bahwa ayat ini menjalaskan tentang bukti kekuasaan Allah swt. dengan
cara menurunkan air hujan dari langit ke bumi untuk menumbuhka biji-bijian (Al-
habb) yang dapat dijadi makanan seperti anggur (Al-inab) dan sayur-sayuran (Al-
qadb) yang dapat dimakan oleh ternak dalam keadaan mentah. Al-Hasan dan Al-
Basri mengatakan bahwa Al-qadb artinya makanan ternak. Ibnu Abbas juga
mengatakan bahwa Fakihah adalah buah yang dimakan dalam keadaan segar
sedangkan Al-abb artinya tumbuhan yang hanya dimakan oleh ternak dan tidak
dimakan oleh manusia (rumput-rumputan).
Jadi berdasarkan penafsiran dari parah ahli ayat ini menceritakan kekuasaan
Allah swt. dalam menciptakan segala sesuatu yang ada pada bumi dengan tujuan
dan manfaatnya masing-masing. Buah-buahan yang diciptakan untuk makanan
bagi manusia dan ruput-rumputan untuk dijadikan makanan ternak. Tanaman apu-
apu (Pistia stratiotes) adalah salah satu rumput-rumputan yang diciptakan oleh
Allah swt. untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan bagi ternak.
C. Pakan
Salah satu yang menjadi faktor yang harus diperhatikan dalam pemeliharaan
ternak dalam hal ini ayam adalah pakan. Hal itu di sebabkan karena pakan
mempunyai kontribusi yang paling tinggi pada biaya produksi. Jadi semakin lama
22
waktu pemeliharaan maka semakin tinggi biaya pakan yang harus dikeluarkan.
Peningkatan bobot badan ayam akan menurun seiring dengan bertambah tuanya
ayam yang dipelihara, sedangkan konsumsi pakan terus meningkat (Banuardi,
dkk, 2017).
Pada kegiatan pemeliharaan tidak lepas dari ketersediaan pasokan pakan
yang cukup. Menurut priyadi, dkk (2009) yang melaporkan bahwa biaya
operasional yang dikeluarkan untuk pakan cukup tinggi yaitu sekitar 60%-70%,
yang mana sebagian besar terdapat pada bahan pakan seperti tepung ikan dan
bungkil kedelai sabagai penyulai bahan pakan sumber protein, sedangkan
Indonesia masih sangat bergantung pada bahan baku pakan impor yaitu tepung
ikan dan bungkil kedelai yang menyebabkan harga pakan harus mengalami
peningkatan seiring dengan nilai rupiah yang semakin melemah (Soebjakto,
2014).
Pakan adalah salah satu faktor yang harus diperhatikan dengan jelih dalam
pemeliharaan ternak dalam hal ini ayam kampung. Hal ini disebabkan sumber gizi
dan energi yang dibutuhkan ternak untuk tumbuh, berproduksi dan
berkembangbiak dengan baik terdapat pada pakan yang diberikan (Rukmana,
2003).
Pakan merupakan campuran dari berbagai zat nutrisi seperti protein, lemak,
karbohidrat, air, mineral, dan vitamin. Zat-zat nutrisi tersebut tidak semua dapat
diabsorsi oleh tubuh, akan tetapi sebagian harus dirombak menjadi senyawa-
senyawa sederhana agar agar dapat di absorsi melalui dinding usus halus
(Hidayat, 2012).
23
Pakan berperan sebagai penunjang keberlangsungan hidup pokok dan
berproduksi. Pakan yang diberikan juga harus memiliki kandungan protein yang
sesuai, karena apabila kadar protein pada pakan tidak terpenuhi dapat
mengakibatkan turunnya tingkat pertumbuhan ternak begitupun sebaliknya
apabila kadar protein melebihi kebutuhan maka akan menyebabkan pemborosan
karena pakan yang diberikan tidak efisien. Protein merupakan zat kimia utama
yang dibutuhkan dalam pembentukan karkas. Peforma ternak akan lebih baik
ketika disuplai dengan pakan yang mengandung protein hewani tinggi
dibandingkan dengan disuplai dengan bahan pakan yang mengandung protein
nabati (Hossain dkk, 2013).
Pakan untuk ternak ayam kampung dapat pula dibuat dari campuran pakan
komersial ayam ras sekitar 30-50% kemudian ditambahkan dengan bahan pakan
Kampung lainnya seperti dedak dan vitamineral. Disamping itu dapat juga diracik
pakan ayam Kampung yang terdiri dari campuran antara konsentrat petelur sekitar
10%, lalu ditambahkan bahan pakan kampung sumber energi dan protein seperti
tepung ikan, dedak padi, dedak jagung, bungkil kelapa, tepung gaplek dan
sebagainya. Bahan pakan Kampung umumnya tinggi kandungan energi, rendah
protein dan kekurangan asam amino esensial, oleh karena itu pemberian asam
amino lisin dan metionin dalam ransum ayam yang menggunakan bahan pakan
kampung sehingga pemanfaatan pakan kampung menjadi lebih efisien (Zainuddin,
dkk, 2004). Menurut Nawawi (2011) menambahkan bahwa syarat-syarat bahan
pakan sebaiknya bukan dari bahan pangan manusia, terjamin pasokannya, banyak
terdapat di sekitar kita dan baik kualitasnya.
24
Pakan yang baik yang diperlukan oleh unggas adalah pakan uang memiliki
kandungan nutrisi yang lengkap, baik kadar protein, energi metabolism , serat,
lemak phosphor, kalsium dan lainnya agar dapat menunjang pertumbuhan yang
seimbang dan maksimal. Apabila kadar serat kasar dalam pakan yang terlalu
tinggi dapat mengakibatkan kecernaan protein dalam saluran pencernaan tidak
efektif, sehingga protein yang terkandung dalam pakan tidak dapat diserap dengan
optimal. Menurut Anggorodi (1994), daya cerna bahan pakan akan rendah
berbanding lurus dengan semakin tinggi kadar serat kasar yang terkandung dalam
suatu bahan pakan sehingga kandunga protein yang ada dalam pakan tidak dapat
dicerna secara maksimal oleh unggas (Widodo, 2002).
Kualitas pakan unggas dilihat dari kadar kandungan proteinnya, dimana
semakin lengkap dan tinggi kadar kandungan proteinnya maka akan semakin baik
kualitasnya. Pakan dikonsumsi oleh ayam guna memenuhi segala kebutuhan
nutrisi mulai dari protein, energi metabolisme, lemak dan yang lainnya baik untuk
pertumbuhan, produksi amupun berkembangbiak. Di Indonesia sendiri, standar
kebutuhan protein ayam lokal belum diketahui secara pasti karena kadar protein
yang diterapkan masih sangat beragam, apalagi untuk ayam lokal persilangan
(Sugiyono, dkk, 2015).
Tingkat perkembangan dan pertumbuhan ayam kampung tentunya tidak
lepas dari pemberian ransum yang memiliki kualitan protein yang baik. Kualitas
protein pada pakan yang diberikan akan memberikan hasil yang baik terhadap
pertambahan bobot badan. Hal ini disebabkan karena asupan kandungan protein
dalam daging dipengaruhi oleh kualitas protein yang baik pada pakan sehingga
25
kebutuhan asam amino dapat terpenuhi dalam tubuhnya. Asam amino yang
merupakan komponen pembentuk jaringan yang menyebabkan pertambahan bobot
badan sehingga pakan yang dikonsumsi oleh ayam kampung harus memiliki
kandungan protein yang lengkap untuk menunjang proses pertumbuhannya.
(Vika, dkk, 2016).
Purnamasari (2016) menyatakan bahwa terdapat berbagai macam bentuk
pakan yaitu bentuk pellet, yang biasanya diberikan untuk jenis ayam pedaging
fase finisher dan ayam petelur fase layer. Bentuk crumble (pecahan pellet),
biasanya diberikan pada jenis ayam petelur fase starter, grower dan layer, ayam
pedaging fase stater, dan puyuh fase stater dan grower. Bentuk tepung (mash)
yang biasanya diberikan pada jenis puyuh petelur fase stater dan layer dan pada
jenis ayam petelur fase grower dan layer. Bentuk kibble berupa campuran dari
berbagai bentuk pakan mulai dari pellet, bijian pecah dan mash biasanya diberikan
untuk jenis ayam petelur fase layer. Bentuk pakan ini jarang digunakan, hanya
pabrikan pakan tertentu yang menggunakan bentuk kibble.
Keuntungan pengolahan pakan menjadi pellet diantaranya akan mengurangi
pengambilan ransum secara selektif oleh ternak, membantu ternak untuk
menyerap nutrisi-nutrisi yang terkandung dalam pakan, karena pada setiap pellet
telah mengandung semua nutrisi yang diperlukan, sehingga tidak ada nutrisi yang
terbuang, meningkatkan kepadatan ransum, sehingga distribusi pakan lebih mudah
(Akhadiarto, 2010).
26
Ayam mengonsumsi pakan untuk memenuhi kebutuhan energi bagi
berlangsungnya proses-proses biologis ditubuh secara normal sehingga proses
pertumbuhan dan produksi telur berlangsungan optimal. Apabila kebutuhan energi
terpenuhi aayam akan menghentikan konsumsi pakan. Sebaliknya konsumsi
pakan mengingat ketika kebutuhan energi belum terpenuhi. Kandungan energi
pakan perlu memperhatikan zat-zat makanna. Meskipun energi terpenuhi tetapi
bila kandungan zat-zat makanan lainnya belum terpenuhi sesuai kubutuhan maka
efesiensi penggunaan pakan menjadi rendah. Oleh karena itu dalam formulasi
pakan harus harus memperhatikan kandungan energi dan kandungan zat-zat
makanan sesuai kebutuhan tujuan usaha peternakan (Suprijatna, 2005).
Menurut Nawawi (2011) pakan yang diberikan kepada ayam jumlahnya
berbeda-beda, tergantung pada umur, berat badan, serta tujuan produksinya. Ayam
kampung secara genetik masih alami, kebutuhan pakannya cukup diklasifikasikan
berdasarkan umur ayam, dengan asumsi bahwa semakin bertambahnya umur
maka terjadi pertambahan berat badan, sekaligus terjadi peningkatan kebutuhan
akan zat gizi. Zat gizi diperoleh ternak sebagai hasil dari metabolisme bahan
pakan.
Tata laksana pemberian ransum merupakan hal penting yang harus
diperhatikan agar mendapatkan hasil yang maksimal. Hal ini akan berpengaruh
terhadap pertambahan bobot tubuh, produksi, dan kesehatan ternak, sehingga
memerlukan imbangan ransum yang baik, frekuensi serta jumlah pemberian
ransum sesuai dengan kebutuhan. Ayam KUB diberi ransum konsentrat yang
27
mempunyai kadar protein kasar sekitar 22%, sedangkan kebutuhan protein ayam
kampung pada masa pertumbuhan adalah 14% (Resnawati, dkk, 1998).
Frekuensi pemberian pakan akan berkaitan dengan kesempatan ternak untuk
mengakses pakan. Untuk mendapatkan pertambahan bobot badan yang maksimal
maka sangat perlu diperhatikan keadaan kuantitas pakan (Yamin, 2002). Menurut
Nastiti (2010), jatah pemberian ransum dalam satu hari tidak boleh diberikan
terlalu banyak. Harus diatur agar bisa diberikan lebih dari 2 kali sehari
dikarenakan dapat menghemat ransum, mengurangi resiko kandang kotor karena
tumpahan ransum, menambah nafsu makan dan ayam tidak malas untuk minum.
Menurut Sidadolog dan Yuwanta (2011), fase hidup ayam kampung
pedaging dibagi menjadi 3 fase, yaitu sebagai berikut:
1. Fase starter, yaitu ayam kampung berumur 0-4 minggu membutuhkan
protein kasar sekitar 9-20%, energi 2,850 kkal/kg, Ca 1%, dan P 0.45%.
2. Fase grower, yaitu ayam kampung berumur 4--8 minggu membutuhkan
protein kasar 18-19%, energi 2,900 kkal/kg, Ca 1%, dan P 0.45%.
3. Fase finisher, yaitu ayam kampung berumur 8-12 minggu membutuhkan
protein kasar 16-18%, energi 3,000 kkal/kg, Ca 0.6%, dan P 0.4%.
Efesiensi pemberian pakan dapat dilakukan dengan pemberian bahan pakan
yang mengandung kadar protein tinggi serta memiliki kandungan asam amino
yang lengkap dan seimbang. Protein merupakan nutrisi yang sangat dibutuhkan
bagi pertumbuhan ternak. Kebutuhan protein hanya dapat diperoleh melalui
pemberian pakan karena tidak dapat dihasilkan sendiri dalam tubuh ternak
(Singarimbun, 2013).
28
Kebutuhan protein harus tercukupi karena protein mempunyai peranan yang
sangat penting dalam pembentukan dan peningkatan kualitas karkas ayam. Ayam
persilangan memiliki kualitas genetik yang lebih baik dibandingkan dengan ayam
lokal biasa sehingga diperlukan adanya peningkatan pemberian kadar protein
pakan seperti yang diberikan pada ayam broiler yaitu 22%. Pemberian kadar
protein pakan yang kurang tepat akan mengakibatkan terganggunya proses
pertumbuhan dan akan mengalami penurunan kualitas karkas ayam yang
dihasilkan.
Ayam kampung lokal diduga membutuhkan kadar protein ransum yang
cukup rendah dikarenakan pertumbuhannya relatif rendah juga yang hanya dapat
mencapat bobot hidup sekitar 0.5 kg/ekor pada umur 7 minggu. Sedangkan ayam
ras impor membutuhkan kadar protein yang tinggi untuk memenuhi
kebtutuhannya. Ayam ras impor dapat mencapai bobot badan 2.5 kg/ekor pada
umur yang sama. Namun bila kadar protein pada ransum yang di berikan terlalu
rendah maka akan mengakibatkan pertumbuhannya tidak maksimal dan
menghasilkan bobot badan yang rendah. (Bregendahl, dkk, 2002).
Sebaliknya, bila kadar protein pada ransum terlalu tinggi maka akan
mengakibatkan pertumbuhan meningkat, tapi biaya yang dikeluarkan untuk
meningkatlan kadar protein tidak seimbang dengan hasil yang didapatkan
(Swennen, dkk, 2004). Oleh karena itu, untuk mendukung pertumbuhan yang
masksimal dibutuhkan inovasi teknologi ayam lokal yaitu kadar optimal protein
dan energi dalam ransum sampai umur 12 minggu.
29
Trisiwi, dkk, (2004) melaporkan bahwa dengan melakukan penurunan kadar
protein dalam ransum dari 18% turun sampai 16% dengan koreksi asam amino
treonin, lisin, dan metionin dapat mempertahankan penampilan dari ayam
kampung pada umur 10 minggu. Konsumsi pakannya berkisar 2,545 dan 2,335
g/ekor, konversi pakannya berkisar 3.32 dan 3.24. dan pertambahan berat
badannya berkisar 769 dan 722 g/ekor.
Menurut Suprijatna (2005) yang menyatakan bahwa zat-zat makanan
diklasifikasikan menjadi 6 bagian antara lain karbohidrat, protein, lemak, mineral,
vitamin dan air.
1. Energi
Sebagian besar pakan yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan energi
bagi pemeliharaan fungsi tubuh dan mengatur reaksi-reaksi sintesis didalam
tubuh. Energi yang terkandung dalam pakan merupakan energi potensial atau
gross energy. Energi tersebut belum dapat dipergunakan oleh ayam. Agar dapat
fungsikan oleh tubuh harus melalui alamiah dalam tubuh yaitu proses pencernaan,
penyerapan dan metabolisme.
2. Karbohidarat
Fungsi utama karbohidrat yaitu sebagai sumber energi. Heksosa merupakan
gula sederhana karena molekulnya mengandung enam atom karbon yang
merupakan unit dasar dari karbohidrat. Karbohidrat yang dibutuhkan oleh unggas
adalah gula heksosa, maltosa, sukrosa dan pati. Laktosa adalah gula yang tidak
dapat digunakan oleh ayam dikarenakan enzim laktase yang berfungsi untuk
mencerna bahan tersebut tidak terdapat pada sekresi saluran pencernaan. Sumber
30
energi yang baik untuk unggas adalah bahan pakan yang mengandung karbohidrat
yang mudah untuk dicerna. Bagi ternak jenis unggas (Aves), bahan yang memiliki
kadungan serat kasar tinggi tidak baik bagi unggas.
3. Lemak
Lemak murni mangandung energi dua kali lipat dibandingkan dengan
karbohidrat karena memiliki senyawa oksigan yang lebih rendah. Lemak murni
adalah ester gliserol yang memiliki asam lemak rantai panjang dan merupakan
persenyawaan karbon, hidrogen, dan oksigen. Lemak merupakan sumber energi
tinggi dalam pakan unggas. Sebagian asam lemak dapat diesensi didalam tubuh,.
Namun, asam lemak linoleat dan arakhidonat tidak dapat diesensi sehingga harus
selalu terdapat dalam pakan (esensial). Asam lemak akrahidonat dapat diesensi
dari asam lemak linoleat.
4. Protein
Protein merupakan senyawa organik kompleks yang mengandung unsur-
unsur karbon, oksigen, hidrogen, nitrogen, sulfur dan fosfor. Protein juga
tersusun oleh beberapa senyawa organik yang disebut asam amino. Protein
memiliki rata-rata 16% kandungan nitrogen karena satu molekul protein disusun
oleh ikatan panjang beberapa asam amino yang dikenal dengan sebutan peptida.
Maka kandungan protein dari karkas atau bahan pakan dapat diduga dengan cara
mengalihkan kandungan nitrogen dengan 6.2. Protein yang diperoleh dengan cara
ini disebut protein kasar. Asam amino terbagi menjadi dua golongan yaitu asam
amino non esensial dan esensial. Berikut adalah tabel pembagian asam amino:
31
Tabel 1: Jenis-Jenis Asam Amino
Non esensial Esensial Arginin Alanin Sistin Asam aspartat Histidin Asam glutamat Isoleusin Glisin Leusin Hidrokprolin Lisin Serin Metionin Fenilalanin Treonin Triptofan Tirosin
Sumber: Hidayat, 2012.
5. Vitamin
Vitamin adalah senyawa organik yang diperlukan dalam jumlah yang sedikit
karena biasanya tidak disintetis oleh jaringan tubuh. Vitamin sangat diperlukan
terutama pada koenzim atau regulator metabolisem tetapi bukan merupakan
komponen struktural utama tubuh. Vitamin digolongkan menjadi dua yaitu
vitamin yang larut dalam lemak dan vitamin yag larut dalam air. Vitamin yang
larut dalam lemak yaitu vitamin A, D, E dan K sedangkan vitamin yang larut
dalam air yaitu tiamin, riboflavin, asam nikotenat, folasin, biotin, asam pentotinat,
pyridoxine, vitamin B12 dan koline.
6. Mineral
Mineral merupakan komponen dari persenyawaan organik jaringan dalam
tubuh dan persenyawaan kimiawi lainnya yang memiliki peran dalam proses
metabolisme. Kebutuhan ayam atas mineral bisa dibilang sangat sedikit, akan
tetapi sangat viral untuk ayam usia pertumbuhan karena mineral menganung
32
kalsium dan fosfor yang dapat menunjang pertumbuhan kerangka tubuh dan
kerabang telur.
7. Air
Air diperlukan ternak untuk menyusun hampir dua pertiga bagian dari bobot
tubuh ternak (55-75%). Selain itu, air juga berfungsi sebagai alat transportasi zat-
zat makanan dalam tubuh, media pembuangan limbah metabolisme, berperan
dalam reaksi metabolisme dan memelihara temperatur tubuh. Evaporasi uap air
melalui paruh merupakan salah satu metode utama menbuang panas tubuh yang
berlebihan. Setiap mengonsumsi 1.0 g pakan, ayam dan kalkun harus
mengonsumsi sekitar 2.0-2.5 g air saat periode starter dan grower, sedangkan saat
periode layer sekitar 1.5-2.0 g. Apabila ayam kekurangan air meskipun sedikit
dalam waktu yang relatif singkat maka akan berdampak pada laju pertumbuhan
dan produksi.
Setelah penjelasan diatas, bahan pakan dibagi menjadi beberapa kelompok
berdasarkan kandungan nutrisi dari bahan pakan antara lain:
a. Golongan sumber energi
Bahan pakan sumber energi adalah bahan pakan yang mengandung
karbohidrat (pati) relatif tinggi dibandingkan zat-zat bahan pakan lainnya dan
memiliki kandungan protein sekitar 10%. Di Indonesia bahan pakan sumber
energi yang umum digunakan adalah jagung kuning, dedak padi, ubi kayu,
sorghum dan sebagainya.
33
b. Bahan pakan sumber protein
Syarat bahan pakan dikatakan sumber protein yaitu ketika memiliki
kandungan protein sekitar 45% baik bahan pakan sumber protein nabati dan
hewani. Beberapa sisa olahan pabrik juga dapat dijadikan sebagai bahan
pakan tambahan sember protein. Bahan tersebut antara lain sebagai berikut:
1) Sumber protein nabati adalah yang berasal dari tumbuhan. Kadar protein
bahan dari nabati ini tidak kalah dengan kadar protein dari hewani.
Walaupun demikian kandungan asam amino esensialnya rendah sehingga
penggunaannya harus diimbangi dengan sumber protein hewani atau bahan
sumber asam amino esensial.
2) Sumber protein hewani adalah bahan pakan yang berasal dari hewan dan
memiliki asam amino yang kompleks seperti tepung ikan, tepung tulang
ikan, tepung bulu ayam dan lain-lain.
c. Bahan pakan sumber vitamin
Bahan pakan sumber vitamin berupa hijauan yang juga berperan sebagai
sumber mineral. Biasanya pemberiannya dalam jumlah dan pada saat tertentu.
Pemberiannya dengan cara dicincang terlebih dahulu agar mudah dimakan
ayam dan ada yang diolah menjadi tepung terlubih dahulu. Selain itu, ada juga
pemberian dengan cara membentuk ikantan-ikatan kemudian digantung
didalam kandang dan biasanya caranya ini dilakukan untuk jenis bahan pakan
seperti kecamba, toge, kangkung, bayam, daun turi, daun lamtoro, daun
singkong dan rumput. Biasanya pemberian hijauan yang telah diolah menjadi
tepung dalam formulasi ransum berkisar 2-5%.
34
d. Bahan pakan sumber mineral
Bahan pakan yang umum menjadi sumber mineral antara lain seperti
tepung kulit kerang, tepung tulang, dan grit. Fungisnya sebagai sumber
mineral kalsium dan paling sering digunakan pada peternakan ayam petelur.
Grit berfungsi sebagai meneral dan membantu pencernaan ayam. Oleh karena
itu, grif biasanya terdiri dari berbagai campuran seperti batu granit, kulit
kerang, batu kapur dan bahan fosfor.
D. Tanaman Apu-apu (Pistia stratiotes)
Tanaman apu-apu (Pistia stratiotes) merupakan tanaman air yang dikenal
dengan sebutan tanaman gulma dan menjadi salah satu tanaman yang dapat
merusak lingkungan. Pertumbuhannya yang sangat pesat karena karaketistik
gulma ini dapat tumbuh liar di danau, rawa, sungai, genangan air dan selokan.
Pertumbuhannya yang mampu menutupi permukaan danau ataupun sungai
membuat tanaman ini dianggap hama karena dapat mengganggu proses
fotosintesis pada tumbuhan lain dan terjadinya persaingan oksigen di pada
ekosistem perairan. Kurangnya pengetahuan terhadap pemanfaatan tanaman apu-
apu (Pistia stratiotes) sebagai bahan pakan pada masyarakat membuat minimnya
informasi mengenai batas penggunaannya dalam ransum (Diler, dkk, 2007).
Apu-apu (Pistia stratiotes) adalah salah satu tumbuhan yang mengapung
dipermukaan air dengan akar yang panjang dan lebat serta bercabang halus,
tanaman ini tumbuh dengan baik pada pH 6-7 (Adi, dkk, 2002).
35
Menurut Adi, dkk, (2002), tanaman apu-apu (Pistia stratiotes) memiliki
tinggi 10-15 cm, tidak memiliki batang, daunnya tunggal dengan roset akar yang
bentuk solet dengan ujung membulat dan pangkal runcing yang memiliki tepi
berlekuk, memiliki panjang 2-10 cm dan lebar 2-6 cm serta pada pertulangan
sejajar berwarna hijau kebiruan. Bunganya berbentuk tongkoi terlatak pada ketiak
daun yang berumah satu dengan panjang ±1 cm, serta memiliki rambut yang
dilindungi oleh seludang dengan warna putih serta akarnya serabut.
Adapun gambar tumbuhan apu-apu (Pistia stratiotes) dapat dilihat pada
gambar 1 sebagai berikut
Gambar 1.Tanaman Apu-Apu (Pistia stratiotes) Sumber : Dokumentasi pribadi
36
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisio : Spermatophyta
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Suku : Arecidae
Ordo : Arales
Familia : Araceae
Genus : Pistia
Spesies : Pistia stratiotes
Tumbuhan akuatik mempunyai peranan penting dalam ekosistem perairan,
terutama dalam menyediakan makanan dan merupakan habitat hidup bagi
berbagai organisme, dalam ekosistem perairan, tumbuhan akuatik juga berperan
dalam menstabilkan sedimen, meningkatkan kejernihan air dan menambah
keanekaraman hayati dalam perairan (Madsen, 2014). Kandungan gizi pada
berbagai tumbuhan akuatik mulai menarik minat bagi beberapa peneliti,
mengingat peranan pentingnya sebagai pensuplai paka alami bagi invertebrata,
insekta dan fauna akuatik lainnya (Akmal, dkk, 2014).
Penggunaan apu–apu (Pistia stratiotes) ataupun duckweed yang merupakan
tamaman gulma air (water plant) menjadi salah satu langkah yang tepat untuk
mengatasi masalah pasokan pakan. Diketahui bahwa apu–apu (Pistia stratiotes)
bias dijadikan bahan baku pakan lokal dengan serat, nilai nutrien, dan produksi
biomassa bahan kering yang cukup tinggi, 16.1 ton BK/ha/ tahun (Reddy dan
37
Debusk, 1985). Selain daripada itu, apu–apu juga mampu meningkatkan serat dan
menurunkan kadar energi metabolis ransum serta disukai oleh beberapa ternak
seperti unggas itik, babi dan ikan. Untuk menghasilkan daging unggas yang
memiliki kadar lemak rendah, pemberian pakan dengan kadar serat tinggi
diharapkan dapat menekan jumlah kadar lemak sebesar 25g dalam 100g pada
daging. Kelebihan dari bahan pakan ini salah satunya adalah tidak bersaing
dengan kebutuhan manusia (Cahyono, 2001).
Anon (1984), telah meneliti kandungan gizi pada beberapa tumbuhan
akuatik dalam rangka dimanfaatkan untuk pakan ternak. Hasil penemuannya
menunjukkan bahwa tumbuhan akuatik mempunyai kandungan kimia yang
bervariasi, tergantung pada jenis, musim dan lokasinya. Pemanfaatan tumbuhan
akuatik untuk pakan ternak terbukti menghasilkan air susu lebih banyak dibanding
dengan ternak yang diberi pakan meggunakan jerami saja (Shah, dkk, 2010).
Berat kering merupakan indikator penting untuk mengukur komposisi kimia suatu
tumbuhan, karena merupakan hasil bersih dari proses asimilasi (Donald, dkk,
1996).
Menurut Yudhistira (2013), yang melaporkan bahwa daun apu-apu (Pistia
stratiotes) yang diolah dengan cara fermentasi dapat menjadi bahan pakan
alternatif dan berpotensi menjadi bahan pakan sumber protein nabati. Tumbuhan
gulma ini memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi dengan kadar protein
sebesar 24.43%, kadar lemak kasar sebesar 2.15%, kadar serat kasar sebesar
12.08%, kadar air sebesar 8.74% dan nilai kecernaan protein yaitu 61.26%
38
39 34.5
46
20 20 21 19 20.5
30
05
101520253035404550
Pada tanaman apu-apu (Pistia stratiotes) terdapat berbagai macam
kandungan mineral seperti Na, Mg, K, Ca, Cu, Fe, Zn dan P. Pada bagian daun
dan batang tanaman apu-apu terdiri dari 1.4% protein, 2.6% karbohidrat, 0.3%
lemak, 0.9% serat kasar, 92.9% H2O dan 1.9% mineral (terutama kalium dan
fosfor) (Arisandi, 2006). Pada daunnya kaya akan kandunga vitamin A dan C,
stigmasterat, stigmasterl, stigmasterol dan asam palmitat (Khare, 2005). Ekstrak
apu-apu (Pistia stratiotes) mempunyai antioksidan yang tergolong sedang dengan
IC50 147,58 ppm dan memiliki komponen bioaktif antara lain steroid, saponin,
fenol dan flavonoid (Wasahla, 2015).
Berikut adalah gambar grafik persentasi kandungan karbohidrat, protein,
lemak dan berat kering beberapa tanaman gulma:
1. Kadar kabohidrat beberapa tanaman gulma
Gambar 2. Grafik rerata kadar karbohidrat beberapa tanaman gulma (mg/g) Sumber: Wasahla, 2015
39
19.4
23.5
8.9
15 14
21.6
4.9
13 13
0
5
10
15
20
25
0.5
2.1
0.83 0.34
3.9
6.1
1.9 2.12
0
1
2
3
4
5
6
7
2. Kadar protein beberapa tanaman gulma
Gambar 3. Grafik rerata kadar protein (%/berat kering) dari beberapa tanaman gulma Sumber: Wasahla, 2015
3. Kadar lemak beberapa tanaman gulma
Gambar 4. Grafik rerata kadar lemak (m/mg) dari beberapa tanaman gulma
Sumber: Wasahla, 2015
40
5 5.1
7.5
9.1
14
7.6
5.1
8.1
0
2
4
6
8
10
12
14
16
4. Kadar berat kering beberapa tanaman gulma
Gambar 5. Grafik rerata berat kering (%) dari beberapa tanaman gulma Sumber: Wasahla, 2015
Menurut Nidia (2006), dalam penelitiannya tentang apu-apu (Pistia
stratiotes) dengan empat perlakuan dimana T0, tanpa menggunakan tepung daun
apu-apu (Pistia stratiotes), T1, menggunakan tepung apu-apu (Pistia stratiotes)
dengan level peberian sebesar 5%, T2, menggunakan tepung apu-apu (Pistia
stratiotes) dengan level peberian sebesar 10% dan T3, menggunakan tepung apu-
apu (Pistia stratiotes) dengan level peberian sebesar 15%. Hasil dari penelitian
menunjukkan bahwa perlakuan T2 dengan menggunakan tepung apu-apu (Pistia
stratiotes) pada level pemberian 10% dalam ransum dapat menurunkan kadar
(Low density lipoprotein) LDL darah itik peking.
41
E. Karkas
Ayam kampung adalah hewan yang telah lama menjadi salah satu ternak
unggas penghasil daging dan telur yang telah dikenal diseluruh pelosok negeri.
Karkas adalah hal yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan ternak penghasil
daging dalam hal ini ayam kampung. Karkas yang dihasilkan oleh ayam kampung
atau biasa juga dikenal dengan nama ayam buras mempunyai tekstur daging yang
lebih alot dibandingkan dengan ayam broiler tetapi mempunyai cita rasa yang
enak dan gurih. Hal perlu diperhatikan untuk menghasilkan karkas yang baik dari
segi kualitas dan kuantitas adalah melakukan perbaikan kualitas daripada ransum
yang diberikan pada ternak. Ransum berkualitas adalah ransum yang mengandung
semua zat-zat nutrisi penunjang yang dibutuhkan untuk mencapai pertumbuhan
yang optimal. Pertumbuhan ternak berkaitan erat dengan karkas dimana
pertumbuhan yang baik akan mempengaruhi bobot hidup, berat karkas dan
persentasi karkas (Zulkaesih dan Budhirakhman, 2005).
Karkas adalah tubuh ayam yang telah disembelih kemudian dipisahkan
mulai dari kepala, kaki, bulu, organ dalam dan darah. Sedangkan Lemak
abdominal adalah lapisan lemak yang berada antara otot abdominal dan usus serta
lapisan lemak yang berada disekitar ampela (gizzard) (Salam, dkk, 2013).
Karkas berkualitas dapat dilihat dari segi fisik dan komponen kimianya.
Dari segi fisik karkas yang baik adalah karkas yang memiliki pingmentasi warna
dan tekstur daging yang baik, dimana karkas yang kulitnya berwarna kuning dan
dagingnya fleksibel lebih baik dibandingkan dengan karkas yang warna kulitnya
pucat dan bertekstur lembek. Sedangkan karkas yang baik dari segi komponen
42
kimia daging adalah karkas yang mengandung kadar protein yang tinggi tetapi
mengandung kadar lemak yang rendah dan hal tersebut dipengaruhi oleh kualitas
pakan dan menajemen pengolahannya. Manajemen pemberian pakan dengan
menggunakan bahan pakan yang mengandung nutrisi serta vitamin dan mineral
yang baik diharapkan dapat meningkatkan kualitas karkas (Asmara, dkk, 2007)
Laju pertumbuhan bobot badan dipengaruhi oleh umur, lingkungan, dan
genetik dimana berat tubuh awal fase penggemukaan berhubungan dengan berat
dewasa. Konsumsi ransum merupakan faktor utama yang memengaruhi
pertambahan bobot badan ayam, dimana kandungan energi dan protein dalam
ransum yang dikonsumsi harus mencukupi kebutuhan untuk pertumbuhan.
Adapun faktor–faktor yang memengaruhi pertambahan bobot badan pada unggas
antara lain manajemen pemeliharaan, mutu dan jumlah ransum, bentuk ransum,
sistem pemberian ransum, tipe produksi, spesies, strain, jenis kelamin, suhu
lingkungan, musim, dan berat awal (Santosa, 2012)
Produksi karkas erat kaitannya dengan pertambahan bobot badan. Besarnya
persentase karkas sekitar 75% dari bobot hidup. Sehingga besar karkas yang
dihasilkan ayam pedaging bervariasi. Hal ini disebabkan oleh bedanya tingkat
kegemukan, ukuran tubuh dan tingkat perdagingan yang menempel pada dada.
Kualitas karkas dan daging juga dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah
peyembelihan. Faktor sebelum penyembelihan yang dapat mempengaruhi kualitas
karkas diantaranya adalah spesies, genetik, bangsa, tipe ternak, umur, jenis
kelamin, kualitas ransum dan tingkat stress. Sedangkan faktor setelah
penyembelihan yang dapat mempengaruhi kualitas karkas diantaranya adalah
43
metode penyembelihan, stimulasi listrik, pH karkas dan daging, metode
pemasakan, bahan tambahan seperti pengempuk daging, antibiotik dan hormon
(Nurhayati, 2008).
Selain dari bobot hudip, persentase karkas juga dipengaruhi oleh umur
potong ayam. Karkas merupakan bagian dari produksi sehingga semakin lama
ayam dipelihara maka akan semakin bertambah berat badan ayam yang
dihasilkan. Oleh sebab itu hasil persentase karkas yang diperoleh dari beberapa
penelitian cukup beragam karena dipengaruhi oleh salah satu factor yaitu umur
potong ayam. Karkas ayam adalah ayam yang sudah disembelih dan dikurangi
bagian-bagian tertentu (Priyatno, 2000).
Karkas ayam pedaging menurut BSN (1995), ialah bagian dari ayam
pedaging hidup, setelah dipotong, dibului, dikeluarkan organ dalam dan lemak
abdominalnya, dipotong kepala dan leher serta kedua kakinya (ceker). Karkas
unggas biasanya dijual kepada konsumen dalam bentuk karkas utuh, belahan
karkas kiri dan kanan, seperempat karkas atau potongan-potongan karkas yang
lebih kecil.
Menurut Zaenab, dkk, (2005) yang menyatakan bahwa potongan komersil
karkas terbagi menjadi beberapa bagian yaitu potongan dada, sayap dan paha.
Rumus yang digunakan untuk mendapat persentase bagian-bagian karkas (g)
adalah bagian karkas (g) dibandingkan dengan bobot bobot karkas (g) kemudian
dikalikan 100%.
Fanani, dkk, (2014), Herminiati, dkk, (2015), dan Widodo, dkk, (2015) yang
menjelaskan bahwa prebiotik inulin mempengaruhi persentase karkas dengan cara
44
usus besar atau yang biasa disebut dengan mikroflora kolon melakukan fermentasi
alami terhadap inulin sehingga menghasilkan short chain fatty acids (SCFA) dan
kondisi usus yang berubah menjadi asam disebabkan menurunnya pH pada usus
dengan adanya kandungan asam laktat. Lalu terjadilah proses eliminasi bakteri
patogen yang berada pada vili-vili usus dikarenakan adanya peningkatan yang
terjadi terhadap jumlah bakteri non patogen akibat usus berada pada kondisi asam.
Hal tersebut mengakibatkan meluasnya permukaan vili-vili usus sehingga
penyerapan zat-zat pada makanan menjadi lebih efisien dan berdampak pada
performa yang berkaitan dengan persentase karkas.
Ayam buras pada pada fase grower II (12 minggu) memiliki bobot badan
bekisar 704 g dengan persentasi karkas sekitar 62.89% (Iskandar, Zainuddin,
Sastrodihardjo, Sartika, Setiadi, dan Susanti, 1998). Menurut pendapat Mansjoer
dan Martojo, (1977) dalam penelitiannya mengatakan bahwa ayam kampung pada
fase grower II (12 minggu) memiliki rataan oersentasi karkas berkisar 76.95%.
sedangkan pada penelitian lain mengemukakan bahwa ayam kampung jantan pada
fase grower II (12 minggu) memiliki bobot potong berkisar 713.70 g dengan
persentasi karkas berkisar 60.05% (Muryanto, dkk, 2002).
Peningkatan konsumsi ayam kampung harus didukung dengan peningkatan
produksi daging yang dihasilkan. Beberapa usaha yang dilakukan antara lain
peningkatan mutu genetik karena masih bervariasinya mutu genetic ayam
kampung, perubahan sistem pemeliharaan dari tradisional ke semi intensif
ataupun intensif, dan perbaikan kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan
berdasarkan perkembangan umur ayam kampung (Situmeang, 2014).
45
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 13 Oktober sampai 13 November 2018
bertempat di Desa Bonto Tallasa Kecematan Ulu Ere Kabupaten Bantaeng,
Sulawesi Selatan.
B. Alat Dan Bahan
1. Alat
Penelitian ini menggunakan alat-alat yang umum digunakan dalam
pemeliharaan unggas yaitu kandang litter, tali rapia, kantong plastik, lampu LED
15 watt 2 buah, tempat pakan, tempat air minum 800 mL, ember, palu, pisau,
tenda (tirai) dan timbangan digital.
2. Bahan
Bahan yang digunakan yaitu ayam kampung super umur 3 bulan sebanyak
45 ekor yang berjenis kelamin acak (unsexed), gula merah, apu-apu (Pistia
stratiotes), Sedangkan bahan yang digunakan untuk menghitung nilai persentase
karkas yaitu sampel (karkas) dan menghitung nilai protein pada daging yaitu
sampel (daging dada) sekitar 0,5g, H3BO3 2% 10 mL, H2SO4 pekat 25 mL, larutan
indicator 4 tetes, air suling 100 mL dan NaOH 30% 10 mL.
45
46
C. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan adalah jenis penelitian kuantitatif dengan
menggunakan metode eksperimen yaitu penelitian yang dilakukan untuk
mengetahui pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang
terkontrol.
D. Prosedur Penelitian
1. Rancangan Penelitian
Rancangan yang diterapkan dalam penelitian ini adalah metode Rancangan
Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dan 3 kali ulangan. Dimana
setiap ulangan terdiri dari 3 ekor ayam kampung super sehingga jumlah
keseluruhan ayam yang digunakan adalah 45 ekor dengan perlakuan (P) yaitu:
P0 : Pemberian pakan standar tanpa menggunakan tepung apu-apu.
P1 : Pemberian pakan strandar dengan tambahan 5% tepung apu-apu.
P2 : Pemberian pakan standar dengan tambahan 10% tepung apu-apu.
P3 : Pemberian pakan standar dengan tambahan 15% tepung apu-apu.
P4 : Pemberian pakan standar dengan tambahan 20% tepung apu-apu.
2. Persiapan Dalam Pemeliharaan Ayam Kampung Super
Persiapan yang dilakukan sebelum pemeliharaan ayam kampung super
dalam penelitian ini yaitu:
a. Kandang
Mempersiapkan bahan yang akan digunakan dalam pembuatan kandang
sekat seperti bambu, balok dan lainnya. Kemudian membuat kandang dengan luas
setiap sekatnya yaitu 60 x 60 cm. Setelah kandang selesai dikerjakan, selanjutnya
47
mengsanitasi kandang mengunakan desinfektan atau ditergen lalu menaburkan
sekam sebagai alas dengan ketebalan 7 cm. Persiapkan ayam kampung dengan
umur 3 bulan yang akan dipelihara selama 30 hari. Perlakuan diterapkan pada
ayam sejak umur 3 bulan sampai selesai penelitian. Jumlah ayam yang digunakan
dalam penelitian ini sebanyak 45 ekor yang dipilih secara acak lalu dimasukkan
ke dalam kandang sekat dimana masing-masing sekat diisi dengan 3 ekor ayam.
kemudian kandang dilengkapi dengan lampu LED 15 watt sebanyak 2 buah.
b. Pakan
1) Tanaman apu-apu (Pistia stratiotes)
Tanaman apu-apu (Pistia stratiotes) yang digunakan dalam penelitian ini
diambil di salah satu desa di Bantaeng. Diambil dalam keadaan masih segar
kemudian dijemur selama beberapa hari tergantung dari cuaca pada saat
penjemuran. Setelah kering selanjutnya dilakukan penggilingan untuk merubah
bentuk fisik bahan menjadi tepung.
2) Untuk persiapan pemberian pakan dalam penelitian ini menggunakan
formulasi ransum sebagai berikiut:
Tabel 2. Kandungan nutrisi tepung apu-apu (Pistia stratiotes)
Kandungan Nutrisi apu-apu (pistia stratiotes) Komposisi % Air 16.94 Protein kasar (%) 35.74 Lemak kasar (%) 7.67 Serat kasar (%) 15.87 BETN (%) 16.65 Abu (%) 24.07
Sumber: Hasil analisis di Laboratorium kimia makanan ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, 2018.
48
Adapun standar kebutuhan nutrisi ayam kampung, kandungan tepung apu-
apu (pistia stratiotes), bahan pakan penyusun dan kandungan nutrisi ransum yang
digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1, 2, 3 dan 4:
Tabel 3. Kebutuhan Nutrisi Ayam Kampung Super
Zat nutrisi (%) Umur (minggu)
0-4 4-6 6-8 8-12
EM 2,800 2,800 2,800 2,800
Protein 18-22* 18-22* 16-18* 16-18*
Metionin 0.30 0.30 0.25 0.25
Lisin 0.85 0.85 0.60 0.60
Ca 0.880 0.880 0.80 0.70
P 0.40 0.40 0.40 0.35
Sumber: (Peni dan Rukmiasi, 2000) (Agustina, 2013)*
Berikut adalah bahan yang digunakan dalam formulasi ransum: Tabel 4. Bahan Penyusun Ransum penelitian
Bahan Pakan Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4 Jagung (%) 54 53 53 53 53
Dedak (%) 10 9 8 7 6
Tepung Ikan (%) 10 9 7 5 3%
Bungkil Kedelai (%) 26% 24% 22% 20% 18%
Apu-Apu (%) 0% 5% 10% 15% 20%
Keterangan : Kandungan Nutrisi Berdasarkan Hasil Perhitungan
49
Berikut adalah kandungan nutrisi ransum dalam penelitian ini:
Tabel 5. Kandungan Nutrisi Ransum Penelitian
Kandungan Nutrisi Jumlah P0 P1 P2 P3 P4 Protein (%) 16.2% 16.11% 16.12% 16.3% 16.30%
EM (Kkal/kg) 2,821.5 2,808.71 2,808.03 2,807.35 2,806.67
Lemak kasar (%) 4.12% 4.29% 4.46% 4.63% 4.80%
Serat kasar (%) 3.94% 4.47% 5.01% 5.55% 6.09%
Keterangan : Kandungan Nutrisi Berdasarkan Hasil Perhitungan
E. Parameter yang Diamati
Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah persentase karkas dan
protein karkas. Pengambilan sampel dilakukan pada akhir penelitian. kemudian
dilakukan penimbangan untuk mengetahui bobot karkas dan menguji kadar
protein daging pada setiap objek penelitian (Ayam kampung super). Berikut
adalah cara untuk mendapatkan hasil berdasarkan parameter yang diamati:
1. Persentase Karkas
Cara untuk mendapatkan nilai persentasi karkas Menurut Bundy dan
Diggins (1960) adalah melakukan perhitungan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
Bobot karkas (g) Persentase karkas (%) = ———————— x 100%
BB hidup ayam (g)
2. Protein karkas
Penentuan kadar protein di analisis menggunakan metode kjedahl (AOAC,
1990). Pertama-tama mengambil dan menimbang dengan teliti kurang lebih 0.5 g
sampel lalu dimasukan kedalam labu mikro kjedahl 100 mL ditambahkan
50
sebanyak kurang lebih 1 g dan 25 mL H2SO4 pekat. Kemudian labu Khjedal
bersama isinya di goyangkan sampai semua sampel terbasahi dengan H2SO4.
Destruksi di dalam lemari asam sampai berwarna hijau jernih kemudian di
dinginkan sampai suhu kamar. Lalu dituangkan kedalam labu ukur 100 mL
kemudian dibilas dengan menggunakan air suling dan biarkan dingin. Setelah itu
diimpitkan hingga tanda garis dengar air suling selanjutnya homogenkan dengan
cara dikocok. Menyiapkan penampung yang terdiri dari 10 mL H3BO3 2% yang
ditambahkan dengan 4 tetes larutan indicator campuran pada Erlenmeyer.
mengambil larutan sampel sebanyak 5 mL dengan mengunakan pipet tetes
kemudian masukkan ke dalam labu destilasi. Lalu menambahkan 10 ml NaOH
30% dan 100 mL air suling. Kemudian di suling hingga volume penampung
menjadi kurang lebih 50 mL. Selanjutnya dibilas ujung penyuling dengan air
suling dilanjutkan pada penampung bersama isinya di titrasi dengan larutan
H2SO4 0.0171 N (Laboratorium Kimia Makanan Ternak Unhas, 2018).
Rumus yang digunakan dalam perhitungan:
V x N x 14 x 6,25 x P Protein karkas (%) = ———————— x 100%
Berat sampel (mrg)
Keterangan :
V = Volume Titrasi contoh
N = Normalitas Larutan H2SO4
P = Faktor Pengenceran
51
F. Analisis Data
Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL). Ketika hasil dari perlakuan penelitian berpengaruh nyata, maka
akan dilakukan uji lanjut wilayah berganda Ducan untuk melihat perbedaan dari
setiap sampel perlakuan.
Menurut Steel (1991) model matematika atau rumus dari Rancangan Acak
Lengkap (RAL) adalah sebagai berukut:
Y ij = µ + αi + €ij
Keterangan:
Yij= Niai pengamatan dari perlakuan ke-i dari pemberian antibiotik dan
probiotik ke-j
µ = Nilai rata-rata sesungguhnya
αi = Pengaruh perlakuan pada taraf ke-i
€ij = Galat
i = P0, P1, P2, P3 (Perlakuan)
j = 1,2,3, (Ulangan)
52
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Hasil dari penelitian selama 30 hari yang berbasis pemberian tepung Apu-
Apu (Pistia stratiotes) dalam ransum terhadap persentasi karkas dan protein
daging ayam kampung super di Kabupaten Bantaeng disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan persentase karkas dan protein daging ayam kampung super yang dipelihara selama 30 hari.
Parameter yang diukur
Perlakuan Nilai-p
P0 P1 P2 P3 P4 Persentasi karkas (%)
67.51
69.33 69.47 68.76 70.89 0.17
Protein daging (%)
25.22
26.04 25.43 25.87 25.36 0.96
Keterangan: (P0 : Pemberian pakan standar tanpa menggunakan tepung apu-apu), (P1: Pemberian pakan strandar dengan tambahan 5% tepung apu-apu), (P2: Pemberian pakan standar dengan tambahan 10% tepung apu-apu), (P3: Pemberian pakan standar dengan tambahan 15% tepung apu-apu), dan (P4: Pemberian pakan standar dengan tambahan 20% tepung apu-apu).
Hasil sidik ragam nilai persentasi karkas dan protein daging yang
diperlihatkan pada tabel 6 menunjukkan bahwa pemberian tepung apu-apu (Pistia
stratiotes) tidak berpenyaruh nyata (P>0.05) terhadap persentasi karkas dan kadar
protein daging ayam kampung super.
52
53
B. Pembahasan
1. Persentasi karkas
Karkas adalah tubuh ayam tanpa bulu , kepala, leher, kaki dan jeroan
(Arief, 2000). Rataan persentasi karkas ayam kampung super dapat dilihat pada
Tabel 6 dengan hasil berkisar P0 (67.51%), P1 (69.33%), P2 (69.47%), P3
(68.76%) dan P4 (70.88%). Berdasarkan data angka menyatakan bahwa
pemberian tepung apu-apu (Pistia stratiotes) 20% pada perlakuan P4 dengan
rataan persentasi karkas 70.89% lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan P0, P1,
P2 dan P3 dengan level apu-apu (Pistia stratiotes) mulai dari 0%, 5%, 10% dan
15%.
Hasil penelitian persentasi karkas ini lebih tinggi dibandingkan dengan
penelitian (Iskandar, dkk, 1997) yang menyatakan bahwa persentase karkas yang
dihitung berdasarkan bobot badan tanpa bulu dan tanpa jeroan dibandingkan
dengan bobot hidup rata-rata dari kedua galur ayam berkisar masing-masing
62.89% untuk ayam kampung dan 64.93% untuk ayam silangan-pelung.
sedangkan (Indra, dkk, 2015) yang melaporkan bahwa umur ayam kampung
super yang berumur 12 minggu berkisar 53.04%. Hal ini didukung dengan
pendapat Iskandar (2005) menyatakan bahwa bobot karkas dipengaruhi oleh jenis
ayam, ransum, bobot hidup, jenis kelamin, dan umur.
Situmeang (2014) menyatakan bahwa rataan bobot potong dan persentase
karkas ayam kampung masing-masing adalah 537.63 g/ekor dan 62.96%.
Sedangkan menurut Kurniawan (2011) persentase ayam kampung pada umur 12
minggu adalah 66.49%-69.35%. Pada tahun sebelumnya Santoso (2004)
54
melaporkan rataan persentase bobot karkas ayam kampung umur 9 minggu
dengan pemberian ransum kombinasi pollard dan duckweed adalah 58.05%-
59.67%.
Menurut Massolo, dkk, (2016) yang melaporkan bahwa Rata-rata
persentase karkas yang diperoleh dalam penelitian tersebut berkisar antara
66.37%-73.29%. Hal ini sejalan dengan pendapat dengan penelitian sebelumnya
North dan Bell (1992) yang menyatakan bahwa persentase karkas broiler
bervariasi antara 65 – 75% dari bobot badan, semakin berat ayam yang dipotong,
maka karkasnya semakin tinggi pula. Persentase karkas broiler berkisar 65.35%
sampai 66.56% (Daud., dkk, 2007).
Jumlah kandungan protein di dalam ransum menjadi salah satu unsur
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan jaringan. Banyaknya protein dalam ransum
akan mempengaruhi pencapaian bobot badan ternak, seperti yang dibahasakan
oleh Soeparno (1998), salah satu zat makanan yang sangat mempengaruhi
pertumbuhan jaringan pembentuk karkas adalah protein. Hal ini didukung dengan
pedapat dari Rasyaf (2006) yang menyatakan bahwa bobot badan ayam
dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas pakan yang dikonsumsi oleh ternak,
sehingga perbedaan kandungan zat-zat makanan pakan dan banyaknya pakan
yang dikonsumsi akan memberikan dampak terhadap pertambahan bobot badan
yang dihasilkan karena kandungan zat-zat makanan yang seimbang dan cukup
sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan untuk pertubuhan yang optimal.
55
Resnawati (2004), menyatakan bahwa bobot karkas yang dihasilkan
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, jenis kelamin, bobot potong, besar
dan konformasi tubuh, perlemakan, kualitas dan kuantitas ransum serta strain
yang dipelihara. Bobot karkas juga dipengaruhi oleh bobot hidup, dimana bobot
hidup yang besar akan diikuti pula oleh bobot karkas yang besar dan sebaliknya.
Hal ini sesuai dengan pendapat peneliti sebelumnya Wahju (1992) dimana
tingginya bobot karkas ditunjang oleh bobot hidup akhir sebagai akibat
pertambahan bobot hidup ternak bersangkutan
2. Protein daging ayam
Protein merupakan salah satu nutrisi yang sangat dibutuhkan oleh mahluk
hidup baik hewan maupun manusia. Di Indonesia sendiri salah satu yang menjadi
pemasok kebutuhan protein adalah ayam, baik itu ayam ras maupun ayam
kampung. Hasil sidik ragam penelitian ini yang menguji kadar protein daging
dada pada ayam kampung super yang diberikan pakan dengan tambahan tepung
apu-apu (Pistia stratiotes) yang dipelihara selama 30 hari diperlihatkan pada
Tabel 6 dengan hasil berkisar antara P0 (25.21%), P1 (26.03%), P2 (25.43%), P3
(25.86%) dan P4 (25.35%). Nilai teringgi kadar protein pada peneltian ini terdapat
pada perlakuan P1 (26.04%) sedangkan nilai terendah kadar protein terdapat pada
perlakuan P0 (25.22%).
Hasil penelitian kadar protein daging ini lebih tinggi bila dibandingkan
dengan penelitian (Hartati, 2013) yang menyatakan bahwa ayam kampung yang
diberikan pakan berbasis pakan broiler 100% mendapatkan rerata kadar protein
berkisar 19.38%. (Lawrie, 1995) pada tahun sebelunya juga melaporkan bahwa
56
kandungan protein daging ayam berkisar antara 16% hingga 22%, kandungan
kimia daging dari ternak juga sangat bervariasi tergantung dari umur, bangsa,
spesies, stress, pakan dan jenis kelamin. Hal tersebut juga didukung oleh
penelitian Aberle, dkk, (2001) dan Soeparno (1994) yang melaporkan bahwa
daging ayam mengandung asam amino esensial yaitu valin, triptopan, treonin,
methionin, leusin, isoleusin, lisin dan histidin.
Menurut pendapat (Susanti, 1991) kandungan protein pada daging ayam
buras berkisar 23.05% lebih besar dibandingkan dengan kandungan protein pada
ayam ras yaitu 21.86%. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
(winedar., dkk, 2004) dengan nilai protein protein daging ayam broiler berkisar
antara 21.80% hingga 23.20%. Pakan dengan kandungan protein rendah akan
memiliki kandungan protein daging yang rendah pula (Kartikasari, dkk, 2001).
Penelitian ini membuktikan bahwa penggunaan tepung apu-apu (Pistia stratiotes)
pada pakan dapat mensubtitusi penggunaan bahan pakan dengan kadar protein
tinggi seperti bungkil kedelai dan tepung ikan.
Namun hasil yang diperoleh dalam penelitian ini terlihat pada pada Tabel 6
bahwa adanya peningkatan serta penurunan pada parameter persentasi karkas dan
protein daging. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sehingga data yang
diperoleh dari penelitian ini mengalami kenaikan serta penurunan. Salah satu
faktor yaitu bentuk fisik pakan dan kondisi fisik dari ternak itu sendiri.
Pada proses pemeliharaan selama 30 hari, pemberian pakan yang kami
terapkan adalah berbentuk tepung (mash) sehingga banyak dari pakan yang tidak
termakan oleh ayam. Mesikupun pakan yang berbentuk tepung memiliki
57
keunggulan yaitu lebih mudah tercerna oleh ternak tapi kebiasaan ayam yang
mengonsumsi makanan dalam bentuk butiran mengakibatkan kurangnya tingkat
kesukaan (palatabilitas) terhadap pakan dalam bentuk tepung. Selain dari itu
kondisi ayam pada proses pemeliharaan mengalami masalah kesehatan seperti
cacingan. Ada berberapa ayam yang terserang penyakit cacingan sehingga ayam
tersebut mengalami malasalah dalam mencernah pakan yang dikonsumsi bahkan
sampai kehilangan nafsu makan dan menjadi sangat kurus.
58
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat disampaikan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Pemberian tepung apu-apu (Pistia Stratiotes) pada level yang berbeda
mulai dari 0%, 5%, 10%, 15% dan 20% pada formulasi ransum tidak
memberikan pengaruh yang nyata (P>0.05) terhadap persentasi karkas dan
protein daging ayam kampung super.
2. Cara memanfaatkan tumbuhan apu-apu (Pistia stratiotes) dapat dilakukan
dengan pengolahan menjadi tepung sehingga mudah dicampur dengan
bahan pakan yang lain.
3. Pemberian tepunng apu-apu (Pistia stratiotes) dapat menjadi bahan pakan
yang dapat mensubtitusi bahan pakan lain yang mengandung kadar protein
tinggi seperti bungkil kedelai dan tepung ikan.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan adapun saran yang dapat dilontarkan oleh
penulis yaitu agar kiranya penelitian ini dapat diuji lebih lanjut pada level tepung
apu-apu (Pistia stratiotes) lebih tinggi atau penerapan pada pakan ternak lainnya.
58
59
DAFTAR PUSTAKA
Aberle, E, D,, C, J, Forest, H, B, Hedrick, M, D, Judge dan R,A, Merkel. 2001. The Principle of Meat Science, W,H, Freeman and Co: San Fransisco.
Abun., D. Rusmana dan D. Saefulhadjar. 2007. Efek pengolahan limbah sayuran secara mekanis terhadap nilai kecernaan pada ayam kampung super JJ101. Fakultas Peternakan, Universitas Padjajaran, Padjajaran. Jurnal Ilmu ternak. 7 (2) : 81-86.
Akhadiarto, S. 2010. Pengaruh pemanfaatan limbah kulit singkong dalam pembuatan pellet ransum unggas. J. Tek. Ling. 11 (1) : 127 – 138.
Aman, Y., 2011. Ayam Kampung Unggul. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
Anggorodi, R. 1994. Ilmu makanan ternak umum. Penerbit Gramedia. Jakarta.
Anon. 1984. Making Aquatic Weed Useful : Some Perspective For Developing Countries. National Academy of Sciences, Washington, D.C., 175
Arief, D.A., 2000. Evaluasi ransum yang menggunakan kombinasi pollard dan Duckweed terhadap persentase berat karkas, bulu, organ dalam, lemak abdominal, panjang usus, dan sekum ayam kampung. Skripsi Sarjana, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Arisandi DJ. 2006. Pengaruh keberadan kayu apu pada pertumbuhan dan hasil tanaman padi sawah (Oryza sativa L). Skirpsi. Malang: Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.
Asmara, I.Y., D. Garnida dan W. Tanwiriah. 2006. Penampila Broiler yang diberi ransum mengandung tepung daun ubi jalar (Ipomoea batatas) terhadap karakteristik karkas. J. Indonesia Tropical Animal Agriculture. 32(2): 12-130.
Bairagi, A., Ghous K. S., Sen S. K., dan Ray A. K. 2002. Duckweed (Lemna Polyrhiza) Leaf Meal as a Source of Feedstuff in Formulated Diets for Rohu, Labeo rohita (Ham.) Fingerlings after fermentation with a fish intestinal bacterium. Bioresource Technology, 85: 17-24.
Banuardi, I., W. Tanwiriah, dan H. Indrijani. 2017. Bobot badan, karkas, dan income over feed and chick cost ayam lokal Jimmy‘s farm Cipanas
Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Bandung.
Bregendahl, K., J.L. Sell, dan D.R. Zimmerman. 2002. Effect of low-protein diets on growth performance and body composition of broiler chicks. Poult. Sci. 81(8): 1156-1167.
59
60
Bundy, C.E, dan R.V. Diggins. 1960. Poultry Production. Prentice Hall Inc. New York.
Cahyono, B. 2001. Ayam Buras Pedaging. Penerbit Swadaya. Cetakan IV, Jakarta.
Diler, Z. A., Tekinay, Güroy dan Soyutürk. 2007. Effects of Pistia stratiotes on the Growth Feed Intake and Body Composition of Common carp Cyprinus carpio L. Journal of Biological Sciences, 7 (2): 305–308
Fanani. A.F., N. Suthama., dan B. Sukamto. 2014. Retensi nitrogen dan konversi pakan.ayam lokal persilangan yang diberi ekstrak umbi dahlia (Dahlia variabilis) sebagai sumber inulin. Jurnal Sains Peternakan, 12 (2): 35-37.
Fumihito A.S., Miyake, T., Takada, M., Singu, R., Endo, T., Gojobori, T., Kondo, N., Ohno, S. 1996. Monophyletic origin and unique dispersal patterns of domestic fowis. Proc Nati Acad Soi. 93: 6792--6795.
Gosh, P., dan A. K. Ray. 2014. Effects of duckweed (Lemna polyrhiza) Meal Incorporated Diet on Enzyme Producing Autochthonous Mrigal, Cirrhinus mrigala (Hamilton). International Journal of Fisheries and Aquatic Studies, 2 (1): 72-78.
Hapsari, I.P., 2015. Ukuran tubuh dan produksi telur ayam hasil persilangan ayam lokal dengan ayam ras pedagin. Skripsi Sarjana. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Harimurti, F. T. 2016. Pengaruh Level Protein Pakan Yang Berbeda Pada Masa Starter Terhadap Penampilan Ayam Kampung Super. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu, Vol. 4 N0. 3.
Hartati. S.C.D. 2013. Kualitas Kimia Daging Ayam Kampung Dengan Ransum Berbasis Konsentrat Broiler, Universitas Mercu Buana, Yogyakarta. Jurnal AgriSains. Vol. 4 No. 6.
Herliwati, Riswandi. 2016. Pemanfaatan Tanaman Air (Eceng Gondok, Kiambang Dan Kayu Apu) Yang Difermentasi Aspergillus sp Dalam Ransum Pakan Buatan Terhadap Pertumbuhan Ikan Nila (OreochromisnNiloticus) Yang Diperlihara dalam Jaring Apung. Prosiding Seminar nasional Lahan Basah, 3: 927-931
Herminiati, A, Rimbawan., B. Setiawan., D. A. Astuti dan L. Z. Udin. 2015. Karakteristik yoghurt kering yang diperkaya difructose anhydride III dari umbi dahlia sebagai minuman fungsional. AGRITECH, 35 (2); 135-145.
Hidayat. 2012. Ilmu Dasar Nutrisi Unggas. Alauddin University Press: Makassar.
61
Hossain, M.A., A.F. Islam dan P.A. Iji. 2013. Growth responses, excreta quality, nutrient digestibility, bone development and meat yield traits of broiler chickens fed vegetable or animal protein diets. South African J. Anim. Sci. 43 (2) : 208-218.
Indra, W. Tanriwiah, W. Widjastuti, T. 2015. Bobot Potong, Karkas, dan Income Over Feed Cost Ayam Sentul Jantan Pada Berbagai Umur Potong, Universitas Padjadjaran.
Iskandar, S. 2005. Pertumbuhan dan Perkembangan Karkas Ayam Silangan Kedu X Arab pada Dua Sistem Pemberian Ransum. JITV 10(4): 253-259.
2005. Pertumbuhan Ayam-Ayam Lokal sampai dengan Umur 12 Minggu pada Pemeliharaan Intensif dalam Prosiding Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.
Kartikasari, L.R., Soeparno, dan Setiyono. 2001. Komposisi kimia dan studi asam lemak daging dada ayam broler yang mendapat suplementasi metionin pada pakan berkadar protein rendah. Buletin Peternakan 25 (1): 33-39.
Kementrerian Agaman RI. 2012. Al-Qur’an Dan Terjemahan. Bandung: Syamil Qur‘an.
Ketaren, P. P. 2010. ―Kebutuhan Gizi Ternak Unggas di Indonesia‖ dalam
Wartazoa 20 (4) : 172-205
Khare CP. 2005. Ensiklopedia tanaman obat India. Berlin Heidelberg, Jerman: Springer-Verlag.
Krista, B., dan B. Harianto., 2011. Petunjuk Praktis Pembesaran Ayam Kampung Pedaging. AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Kurniawan, H. 2011. Karkas dan potongan karkas ayam kampung umur 10 minggu yang diberi ransum mengandung bungkil biji jarak pagar (Jatropha curcas L) terfermentasi Rhizopus oligosporus. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lawrie, R.A. 1995. Ilmu Daging. Edisi Ke-5. Universitas Indonesia. Press: Jakarta
Madsen, J.D. 2014. Impact of Invasive Aquatic Plants on Aquatic Botany. Dalam Biology and Aquatic Ecosystem Restoration Foundatio (AERF). Missisippi State University. Missisippi, USA. of Myriophullum spicatum and six submerged aquatic macrophyte species native to lake George. New York. Freshwater Biology, Vol 26. Issue 2. Pp 232 – 240.
Mahardika, I.G., G.A.M.K. Dewi., I.K. Sumaidi, dan I.M. Suasta. 2013. Kebutuhan energi dan protein untuk hidup pokok dan pertumbuhan pada
62
ayam kampung umur 10-20 minggu. Majalah ilmiah peternakan 16 (1): 6-11.
Mansjoer, SS. dan H. Martojo. 1977. Produktifitas Ayam Kampung dan Ayam Persilangan F1 (Native x RIR) pada Pemeliharaan dalam Kandang. Seminar Ilmu dan Industri Perunggasan I. Cisarua. Bogor.
Massolo, R. Mujnisa, A. Agustina, L. Persentase Karkas Dan Lemak Abdominal Broiler Yang Diberi Prebiotik Inulin Umbi Bunga Dahlia (Dahlia Variabillis),
Universitas Hasanuddin, Makassar. Buletin Nutrisi dan makanan Ternak 12 (2) : 50- 58.
McDonald, A.J.S., T. Ericsson dan C.M. Larsson. 1996. Plant Nutrition, Dry matter gain and Partitioning at the whole Plant Level.
Muryanto, P.S. Hardjosworo, R. Herman, dan H. Setijanto. 2002. Evaluasi Karkas Hasil Persilangan Antara Ayam Kampung Jantan dengan Ayam Ras Petelur Betina. J. Anim. Prod. 4(2):71−76.
Nastiti, R. 2010. Menjadi Milyarder Budidaya Ayam Broiler. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.
Nawawi, N. T., dan Nurrohmah. 2011. Pakan ayam kampung. Penebar Swadaya. Jakarta.
Nidia, Dian, Pratiwi, H. 2016. Pemanfaatan Tepung Daun Apu-Apu (Pistia stratiotes) Dalam Ransum Terhadap Kadar HDL (High density lipoprotein) dan LDL (Low density lipoprotein) Darah Itik Peking. Universitas Sumatra Utara.
North, M. D., dan D. D. Bell., 1992. Comersial Chicken Prodiction Manual. Second Editon. The Avi Publishing Co. Inc. Wasport, Conecticut.
Nunik, Ita, Varianti, Dkk. 2017. Pengaruh Pemberian Pakan Dengan Konsentrasi Berbeda Terhadap Efesiensi Penggunaan Protein Ayam Lokal Persilangan. Universitas Deponegoro Semarang.
Nurhayati, 2008. Pengaruh Tingkat Penggunaan Campuran Bungkil Inti Sawit dan Onggok yang Difermentasi dengan Aspergillus niger dalam Pakan terhadap Bobot dan Bagian-bagian Karkas Broiloer. J Anim Prod. 10:55-59.
Pramual, P., Meeyen, K., Wongpakam, K., Klinhom, U. 2013. Genetic diversity of thai native chicken inferred from mitocondrial DNA sequences. Trop Nat Hist. 13: 97--106.
Priyatno, M. A. 2000. Mendirikan Usaha Pemotongan Ayam. Cetakan Ketiga. Penebar Swadaya, Jakarta.
63
Purtnamasari. D. K, Erwan, Syamsuhaidi dan Kuerniawan. M. 2016. Evaluasi Kualitas Pakan Komplit Dan Konsentrat Uanggas Yang Diperdagangkan di Kota Mataram. Jurnal Peternakan Sriwijaya. Mataram, Vol 5 No.1: 30-38.
Trisiwi, H. F. Zuprizal, dan Supadmo. 2004. Pengaruh Level Protein dengan Koreksi Asam Amino Esesnsial dalam Pakan terhadap Penampilan dan Nitran Nitrogen Ekskreta Ayam Kampung. Buletin Peternakan 28 (3) : 131-141.
Rasyaf, M. 2006. Beternak Ayam Kampung. Penebar Swadaya: Jakarta.
Redaksi Agromedia, 2005. Berternak ayam kampung petelur, Agromedia Pustaka: Jakarta.
Reddy, K.R. and W. F. Debusk. 1985. Growth characteristic of aquatic macrophytes cultured in nutrient enriched water.II: Azola, Duckweed and Salvinia. Economie Botany, 38: 200 – 208.
Resnawati, H., A. Gozali., I Barchia., A. P. Sinurat., T. Antawidjaja. 1998. Penggunaan Berbagai Tingkat Energi dalam Ransum Ayam Buras yang Dipelihara secara Intensif. Laporan Penelitian. Balai Penelitian Ternak. Bogor.
Resnawati, H. Bobot Potongan Karkas Dan Lemak Abdomen Ayam Ras Pedaging yang Diberi Ransum Mengandung Tepung Cacing Tanah. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor, 2004.
Rizal, Y. 2006. Ilmu Nutrisi Unggas. Andalas University Press: Padang
Romanov, M. N. 2001. Genetics of Broodiness in Poultry – A Review. Asian Australian Journal Animal Science. 14 (11): 1647- 1654.
Rumana, R. 2003. Ayam Buras: Intensifikiasi Dan Kiat Pengembangan. Kanisius: Yogyakarta
Sagita, Y., Iskandar., Adriani, Y. 2015. Pengaruh Penggunaan Daun Apu-Apu (Pistia Stratiotes) Fermentasi Dalam Pakan Terhadap Pertumbuhan Harian dan Rasio Konversi Pakan Benih Ikan Nilem. Jurnal Akuatika, 6 (2): 118-127.
Salam, S., A. Fatahilah., D. Sunarti dan Isroli. 2013. Bobot karkas dan lemak abdominal broiler yang diberi tepung jintan hitam (Nigella sativa) dalam ransum selama musim panas. Jurnal Sains Peternakan, 11 (2): 84-89.
Salim, E. 2013. Empat Puluh Lima Hari Siap Panen Ayam Kampung Super. Lily Publisher: Yogyakarta.
64
Santosa, K., S.ST., Warsito., dan A. Andoko. 2012. Bisnis Penggemukan Sapi. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Santoso, D.H., 2004. Persentase karkas dan potongan komersial karkas ayam kampung dengan pemberian pakan mengandung bungkil inti sawit dan enzim. Skripsi Sarjana. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sartika, T. 2016. Panen Ayam Kampung 70 Hari. Penebar Swadaya. Jakarta.
Scott, M.L., M.C, Nesheim and R.J. Young. 1982. Nutritions of the Chickens. Second Ed. M.L. Scott and Associates Ithaca, New York.
Setioko, A.R. dan S. Iskandar. 2005. Review Hasil Hasil Penelitian dan Dukungan Teknologi dalam Pengembangan Ayam Lokal. Prosiding Lokakarya Nasional Inovasi teknologi Pengembangan Ayam Lokal. Semarang, 25 September 2005. Pusat penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor, Hl. 10-19.
Shah, dkk. 2010. A Study of Nutritional Potential of Aquatic plants. Online Veterinary Journal, Vol 5, No 1, Article 53.
Sidadolog, J.H.P., dan T.Yuwanta. 2011. Pengaruh konsentrasi protein-energi pakan terhadap pertambahan berat badan, efisiensi energi dan efisiensi protein pada masa pertumbuhan ayam merawang. Animal Production 11 Lab. Ternak Unggas, Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. (1) : 15--22.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging, Gadjah Mada, University Press: Yogyakarta.
1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan Ketiga. Gadjah Mada Univercity. Press: Yogyakarta.
Steel, R.G.D., dan Torrie, J.H., 1991. Prinsip Dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. PT. Gramedia. Jakarta.
Sulandari, S., M.S.A. Zein., S. Paryanti., T. Sartika., M. Astuti., T. Widjastuti., E. Sujana., S.Darana., I. Setiawan., dan D. Garnida. 2007. Sumber Daya Genetik Lokal Indonesia. dalam: Keragaman Sumber Daya Hayati Ayam Lokal Indonesia : Manfaat dan Potensi. LIPI Press. Bogor.
Sularno, 2013. Praktikum ternak Unggas Komparatif. APB University Yogyakarta.
Suprijatna, E.,L. D. Mahfudz,dan H. Saputra. 2006. Pengaruh LevelProtein Ransum saat Pertumbuhan terhadap Efisiensi Penggunaan Protein dan
65
Performan Awal Peneluran pada Ayam Arab. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 31 (2) : 111-116.
Suprijatna, E. Atmumarsono, U dan Kartosudjono, R. 2006. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penerbit Swadaya: Jakarta
Suryana, A. Hasbianto. 2008. Usaha Tani Ayam Buras di Indonesia: Permasalahan dan Tantangan. Jurnal Litbang Pertanian. 27 (3): 75-83.
Susanti, S. 1991. Perbedaan Karakteristik Fisikokimiawi dan Histologi Daging Sapi dan Daging Ayam. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB: Bogor.
Singarimbun, J.L., L. D. Mahfud dan E. Suprijatna. 2013. Pengaruh pemberian pakan dengan level protein berbeda terhadap kualitas karkas hasil persilangan ayam bangkok dan ayam arab. Animal Agricultural journal. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang. (2) : 15-25.
Situmeang, E.C. 2014. Persentase karkas ayam kampung hasil penambahan zeolit dalam ransum. Skripsi Sarjana. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Swennen, Q., G.P.J. Janssens, E. Decuypere, and J. Buyse. 2004. Effect of substitution between fat and protein on feed intake and its regulatory mechanisms in broiler chicken: Energy and protein metabolism and dietinduced thermogenesis. Poult. Sci.83(12): 731-742.
Wahju, J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan Ketiga. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Wasahla. 2015. Analisis senyawa fitokimia dan aktivitas antioksidan ekstrak tumbuhan apu-apu (Pistia stratiotes).
Widiati, R., A. Rahman, S. Sudaryati. 2014. ―Semi Intensive Native Chicken Farming As An Alternative Establish Food Sovereignity of Rural Communities‖ dalam Proceeding Seminar Sustainable Livestock Production Based on Local Resources in the Global Climate Change Era : Prospect and Chalanges. Faculty of Animal Husbandry, University of Brawijaya. Malang, Indonesia.
Widodo. W. 2002. Nutrisi dan pakan unggas konteksual. UMM. Malang
Widodo, T. S., B. Sulistiyanto dan C. S. Utama. 2015. Jumlah bakteri asam laktat (bal) dalam digesta usus halus dan sekum ayam broiler yang diberi pakan ceceran pabrik pakan yang difermentasi. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang. AGRIPET, 15 (2) : 98-103.
66
Winedar., Hanifiasi., Shanti Listyawati Dan Sutarno. 2004. Daya Cerna Protein Pakan, Kandunngan Protein Daging Dan Pertambahan Berat Badan Ayam Broiler Setelah Pemberian Pakan Yang Difermentasi Dengan Effective Microorganisme-4 (Em-4). Bioteknologi, MIPA UNS, ISSN: 0216-6887.
Yuwanta, T. 2008. Dasar Ternak Unggas. Cetakan ke 5. Kanisius. Yogyakarta
Zaenab, A, B. Bakrie., T. Ramadhan dan Nasrullah. 2005. Pengaruh Pemberian Jamu Ayam terhadap Kualitas Karkas Ayam Buras Potong. Laporan Penelitian Balai Pengkajian Tekhnologi Pertanian DKI Jakarta: Jakarta.
Zainuddin, D., B. Gunawan., S. Iskandar dan E. Juarini, 2004. Pengujian efisiensi penggunaan gizi ransum pada ayam kampung (F-6) periode produksi telur secara biologis dan ekonomis. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002.
Zakaria, S. 2004. Pengaruh luas kandang terhadap produksi dan kualitas telur ayam buras yang dipelihara dengan sistem litter. Buletin Nutrisi dan Makanan Ternak 5 (1): 1-11.
Zulkaesih, Elly dan R. Budirakhman. 2005. Pengaruh substitusi pakan komersial dengan dedak padi terhadap persentase karkas ayam kampung jantan. Ziraa`ah Majalah Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Islam Kalimantan, Banjarmasin. 14 (3): 100-104.
1
L
A
M
P
I
R
A
N
xv
2
Lampiran 1. Uji SPSS Versi 25 Pengaruh Pemberian Tepung Apu-Apu (Pistia Stratiotes) Terhadap Persentase Karkas Dan Protein Daging Pada Ayam Kampung Super
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Persentasi Karkas Between
Groups 17.960 4 4.490 2.011 .169
Within Groups 22.324 10 2.232
Total 40.284 14
Protein_Daging Between
Groups 1.485 4 .371 .156 .956
Within Groups 23.814 10 2.381
Total 25.299 14
3
Lampiran 2: Dokumentasi Penelitian
Gambar Pembuatan Kandang
Gambar Pemberian Sekam Pada Kandang
4
Gambar Sanitasi Kandang Dengan Desinfektan
Gambar Tanaman Apu-Apu (Pistia stratiotes)
5
Gambar Pengambilan Tanaman Apu-Apu (Pistia Stratotes)
Gambar Penggilingan Bahan Pakan
6
Gambar Penimbangan Bahan Pakan
7
Gambar Pencampuran Bahan Pakan
Gambar Pengambilan Ayam Di UPTD Bantaeng
8
Gambar Pemberian Pakan
Gambar Pemberian Air Minum
9
Gambar Penimbangan Ayam
Gambar Pemotongan Ayam
10
Gambar Penimbangan Karkas
Gambar Sampel Uji Protein Daging Dada Ayam
11
Gambar Uji Analisi Laboratorium
12
RIWAYAT HIDUP
Muhammad Basri biasa di sapa Bas
lahir di Sabah, 21 Juni 1995. Lahir dari keluarga
yang sederhana, anak ke-3 dari 4 bersaudara
yakni dari pasangan suami istri Naing Daming
dan Saria Binti Lese. Sekarang tinggal di Jln.
Mustafa Dg. Bunga perumahan Graha Surandar
2 Blok.A2, paccinongan. Penulis pernah belajar
di SDN 127 Matakali Kec. Maiwa, Kab.
Enrekang selama 6 Tahun. Setelah lulus dari sekolah darsar penulis melanjutkan
pendidikannya di SMPN 4 Maiwa Kec Maiwa Kab. Enrekang. Pada tahun 2011
penulis mengecap pendidikan di SMK Negeri 1 Bulukumba Kec. Ujungbulu Kab.
Bulukumba dan tamat pada tahun 2014. Kemudian penulis melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu perguruan tinggi Universitas Islam
Negeri Alauddin Makassar Fakultas Sains Dan Teknologi Jurusan Ilmu
Peternakan melalui jalur SNPTN pada tahun 2014.
Penulis bersyukur atas karunia Allah swt. sehingga dapat mengenyam
pendidikan yang merupakan bekal untuk masa depan dan juga berharap dapat
mengamalkan ilmu yang telah diperoleh dengan sebaik-baiknya dan
membahagiakan orang tua serta berusaha menjadi manusia yang berguna bagi
agama ,keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Wassalamu‘alaikum wr.wb.
xvi