UJI POTENSI KAYU APU (Pistia stratiotes L) DALAM PENURUNAN KADAR SIANIDA (CN) PADA LIMBAH CAIR...

24
1 UJI POTENSI KAYU APU (Pistia stratiotes L) DALAM PENURUNAN KADAR SIANIDA (CN) PADA LIMBAH CAIR PENAMBANGAN EMAS Hermansyah Mamonto ABSTRAK Mamonto, Hermansyah. 2013. Uji Potensi Kayu Apu (Pistia stratiotes L) Dalam Penurunan Kadar Sianida (CN) Pada Limbah Cair Penambangan Emas, Skripsi, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I Dr. Hj. Rama P. Hiola, Dra., M.Kes dan Pembimbing II Ramly Abudi, S.Psi, M.Kes. Adanya limbah B 3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) dalam lingkungan perairan telah diketahui dapat menyebabkan kerusakan pada kehidupan air dan manusia. Dalam pertambangan Sianida digunakan untuk ekstraksi biji emas dan perak dari batuan yang dikenal dengan nama cyanide heapleacing. Manfaat tumbuhan air seperti Kayu apu dapat mengurangi konsentrasi polutan dalam limbah dapat dilakukan dengan proses fitoremediasi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat potensi Kayu apu (Pistia stratiotes L) dalam menurunkan kadar Sianida (CN) pada limbah cair penambangan Emas. Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode eksperimen kuasiSampel yang di uji adalah limbah cair yang berasal dari Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang terletak di desa Dunggilata, Kabupaten Bone Bolango. Parameter penelitian yang diamati adalah konsentrasi Sianida pada limbah cair sebelum dan sesudah perlakuan. Analisis Sianida pada limbah cair dilakukan menggunakan Teknologi Spektroskopi UV-Vis di Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Negeri Gorontalo. Hasil analisis pada kelompok eksperimen yang diberi perlakuan Kayu apu sebanyak 200 gr dengan konsentrasi awal 5 mg/l dapat mengakumulasi 63,96 % Sianida. Sedangkan Kelompok Eksperimen (B) yang diberi perlakuan Kayu apu sebanyak 300 gr mampu meremidiasi 64% Sianida dari konsentrasi awal sebesar 5mg/l. Sementara itu Sianida yang menguap berupa Phytovolatilization yakni sebesar 36%. Kayu apu berpotensi menyerap Sianida. Untuk itu diharapkan adanya sosialisasi kepada penambang emas mengenai bahaya limbah B3, serta penanggulangan limbah cair menggunakan tumbuhan hiperakumulator khususnya Kayu apu. Kata Kunci : Sianida (CN), Kayu apu (Pistia stratiotes L), Limbah Cair, Penambang Emas.

description

Skripsi Hermansyah Mamonto 2013..

Transcript of UJI POTENSI KAYU APU (Pistia stratiotes L) DALAM PENURUNAN KADAR SIANIDA (CN) PADA LIMBAH CAIR...

  • 1

    UJI POTENSI KAYU APU (Pistia stratiotes L) DALAM PENURUNAN KADAR SIANIDA (CN) PADA LIMBAH

    CAIR PENAMBANGAN EMAS

    Hermansyah Mamonto

    ABSTRAK

    Mamonto, Hermansyah. 2013. Uji Potensi Kayu Apu (Pistia stratiotes L) Dalam Penurunan Kadar Sianida (CN) Pada Limbah Cair Penambangan Emas, Skripsi, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I Dr. Hj. Rama P. Hiola, Dra., M.Kes dan Pembimbing II Ramly Abudi, S.Psi, M.Kes.

    Adanya limbah B 3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) dalam lingkungan perairan telah diketahui dapat menyebabkan kerusakan pada kehidupan air dan manusia. Dalam pertambangan Sianida digunakan untuk ekstraksi biji emas dan perak dari batuan yang dikenal dengan nama cyanide heapleacing. Manfaat tumbuhan air seperti Kayu apu dapat mengurangi konsentrasi polutan dalam limbah dapat dilakukan dengan proses fitoremediasi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat potensi Kayu apu (Pistia stratiotes L) dalam menurunkan kadar Sianida (CN) pada limbah cair penambangan Emas. Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode eksperimen kuasiSampel yang di uji adalah limbah cair yang berasal dari Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang terletak di desa Dunggilata, Kabupaten Bone Bolango. Parameter penelitian yang diamati adalah konsentrasi Sianida pada limbah cair sebelum dan sesudah perlakuan. Analisis Sianida pada limbah cair dilakukan menggunakan Teknologi Spektroskopi UV-Vis di Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Negeri Gorontalo. Hasil analisis pada kelompok eksperimen yang diberi perlakuan Kayu apu sebanyak 200 gr dengan konsentrasi awal 5 mg/l dapat mengakumulasi 63,96 % Sianida. Sedangkan Kelompok Eksperimen (B) yang diberi perlakuan Kayu apu sebanyak 300 gr mampu meremidiasi 64% Sianida dari konsentrasi awal sebesar 5mg/l. Sementara itu Sianida yang menguap berupa Phytovolatilization yakni sebesar 36%. Kayu apu berpotensi menyerap Sianida. Untuk itu diharapkan adanya sosialisasi kepada penambang emas mengenai bahaya limbah B3, serta penanggulangan limbah cair menggunakan tumbuhan hiperakumulator khususnya Kayu apu.

    Kata Kunci : Sianida (CN), Kayu apu (Pistia stratiotes L), Limbah Cair, Penambang Emas.

  • 2

    PONTETIAL TESTING OF Pistia stratiotes L IN REDUCING CYANIDE VALUE IN GOLD MINING AFFLUENT

    Hermansyah Mamonto

    ABSTRACT

    Mamonto, Hermansyah. 2013. Pontetial Testing of Pistia Stratiotes L in Reducing Cyanide Value in Gold Mining Affluent. Skripsi. Public Health Study Program, Faculty of Sports and Health Sciences, Universitas Negeri Gorontalo. It was supervised by Dr. Hj. Rama P. Hiola,Dra., M.Kes as the principal supervisor and Ramly Abudi, S.Psi., M.Kes as the co supervisor.

    The existence of B3 (poisonous and dangerous materials) waste in the aquatic environment has been identified destructive to humans and water. To cyanide mining, it is used for extracting gold and silver materials from the source called cyanide heapleacing. The benefits of plants, e.g. Pistia stratiotes L, may decrease pollutant concentration in the waste through phytoremediation. This research aimed to see its potential to reduce the cyanide value in the aquatic waste of gold mining. This is a pre-experiment design. The aquatic waste was determined as the samples taken from Illegal Gold Mining (PETI) located in Dunggilata, Bone Bolango. The research used cyanide concentration before and after the treatment as the parameter. Cyanide analysis of the aquatic waste was applied through UV-Vis spectroscopy technology in chemistry education laboratory, Universitas Negeri Gorontalo. The analysis showed that experiment group through Pistia Stratiotes L treatment about 200 gr starting from 5 mg/l concentration equaled to 63,96% of the cyanide. Meanwhile, experiment group through Pistia Stratiotes L treatment about 300 gr starting from 5 mg/l concentration equaled to 64% of the cyanide. Moreover, about 36% cyanide evaporate, known as Phytovolatilization. The Pistia stratiotes L is potential to absorb cyanide. It is expected that workshop of gold mining about the danger of B3 waste and the application of aquatic waste by using hyper accumulator plants, particularly Pistia stratiotes L.

    Keywords: Cyanide (CN), Pistia stratiotes L

  • 3

    PENDAHULUAN

    Adanya limbah B 3 (Bahan

    Berbahaya dan Beracun) dalam

    lingkungan perairan telah diketahui

    dapat menyebabkan kerusakan pada

    kehidupan air, disamping itu terdapat

    fakta bahwa limbah tersebut

    membunuh mikroorganisme selama

    perlakuan biologis pada limbah

    sebagai akibat kelambatan proses

    pemurnian air. Hampir semua limbah

    B 3 dapat larut dalam air dan

    membentuk larutan sehingga tidak

    dapat dipisahkan dengan pemisahan

    fisik yang sudah biasa (Rossiana,

    Nia, dan Yayat Hidayat, 2007).

    Limbah B 3 yang dapat

    mencemari air dihasilkan dari

    berbagai macam pembuangan air

    limbah seperti limbah industri,

    limbah rumah tangga maupun limbah

    hasil pengolahan emas. Dalam

    pertambangan Sianida digunakan

    untuk ekstraksi biji emas dan perak

    dari batuan yang dikenal dengan

    nama cyanide heapleacing. Pelaku-

    pelaku pertambangan kerap

    mempromosikan sianida sebagai

    bahan kimia yang aman, sehingga

    warga sekitar tambang tidak perlu

    khawatir terhadap bahan kimia ini.

    Padahal sianida seukuran biji beras

    saja bisa berakibat fatal bagi

    manusia. (Wahli, 2007 dalam

    Simange 2010).

    Pada usaha tambang emas di

    wilayah pesisir sungai di areal

    tambang Kecamatan Bulawa telah

    tercemar dengan kandungan merkuri

    dan sianida. Dari hasil observasi

    yang di lakukan peneliti pada bulan

    Maret 2013, Aktivitas Penambangan

    Emas Tanpa Izin (PETI) di Desa

    Dunggilata Kecamatan Bulawa

    Kabupaten Bone Bolango diketahui

  • 4

    bahwa penanganan dan pengelolaan

    limbah cair yang mengandung

    merkuri dan sianida adalah

    membuangnya langsung ke sungai

    atau dibiarkan meresap begitu saja ke

    tanah yang berada di sekitar tempat

    pengolahan.

    Kebiasaan yang dilakukan oleh

    penambang emas dalam mengelola

    limbah cair ini akan berpotensi

    menimbulkan permasalahan di

    kemudian hari, yaitu estetika

    lingkungan, pencemaran tanah, air

    tanah, sungai dan kesehatan

    (Achmadi, 2008). Kenyataan tersebut

    sejalan menurut Widowati (2010)

    bahwa sianida dapat menimbulkan

    suatu ancaman besar bagi kesehatan

    manusia karena sekali masuk ke

    dalam tubuh kerusakan yang terjadi

    biasanya tidak dapat diubah. Gejala

    yang terkait dengan sianida adalah

    tremor, ataksia, parestesia, gangguan

    sensorik, kolaps kardiovaskular,

    kerusakan gastrointestinal, kerusakan

    permanen pada otak, ginjal, dan

    perkembangan janin, dan bahkan

    kematian.

    Limbah cair yang mengandung

    Sianida di perairan sungai desa

    Dunggilata Kecamatan Bulawa

    Kabupaten Bone Bolango sudah

    melebihi baku mutu air limbah bagi

    usaha atau kegiatan pertambangan

    bijih emas dan atau tembaga yang

    tidak bisa > 0.5 mg/l (Kep.Men.

    Lingkungan Hidup Nomor. 202

    Tahun 2004). Data dari Balihristi

    Provinsi Gorontalo bahwa pada

    tahun 2012 kadar Sianida (CN) di

    perairan sungai Desa Dunggilata

    Kecamatan Bulawa Kabupaten Bone

    Bolango mencapai 0,8 mg/l atau

    termasuk tercemar ringan. Apabila

    hal ini dibiarkan maka akan

    berdampak pada pencemaran

  • 5

    lingkungan dan kesehatan manusia.

    Dampak sianida berpotensi

    menimbulkan efek toksik bagi

    mahluk hidup. Sifat toksik pada

    konsentrasi tinggi dapat berpengaruh

    langsung terhadap fungsi fisiologis

    dan biokimiawi pada tubuh manusia

    (Arisandi, 2006).

    Kayu Apu adalah gulma air

    yang menggenang di permukaan dan

    sering dijadikan pengisi akuarium

    atau ornamen interior kolam air.

    Deskripsi tanaman dengan habitus

    herba, mengapung di permukaan air

    dan memiliki tinggi sekitar 5-10 cm.

    Tubuh tidak berbatang, berdaun

    tunggal, berbentuk solet menyerupai

    mawar, ujung membulat, pangkalnya

    runcing, tepi daun berlekuk dengan

    panjang sekitar 2-10 cm, lebar 2-6

    cm dengan pertulangan sejajar

    (monokotil) kontras dengan warna

    hijau kebiruan (Ramey, 2001).

    Manfaat tumbuhan air seperti kayu

    apu dapat mengurangi konsentrasi

    limbah cair dalam limbah dapat

    dilakukan dengan proses

    fitoremediasi. Dari hasil penelitian

    oleh Ulfin (2000) diketahui bahwa

    tanaman air ternyata seperti kayu apu

    dapat menurunkan kadar pencemaran

    limbah cair.

    METODE PENELITIAN

    Penelitian ini merupakan

    penelitian deskriptif kuantitatif

    dengan menggunakan metode

    experimen quasi (experimen semu).

    Experimen quasi adalah sebuah

    metode penelitian experimen yang

    pengontrolannya tidak dilakukan

    secara ketat atau secara penuh.

    Sampel yang di uji adalah limbah

    cair yang berasal dari Penambangan

    Emas Tanpa Izin (PETI) yang

    terletak di desa Dunggilata,

    Kabupaten Bone Bolango. Parameter

  • 6

    penelitian yang diamati adalah

    konsentrasi Sianida pada limbah cair

    sebelum dan sesudah perlakuan

    selama 10 hari. Analisis Sianida pada

    limbah cair dilakukan menggunakan

    Teknologi Spektroskopi UV-Vis di

    Laboratorium Jurusan Pendidikan

    Kimia Universitas Negeri Gorontalo.

    Adapun prosedur kerja dalam

    penelitian ini adalah:

    a. Persiapan Alat dan Bahan

    Tahap awal yang dilakukan dalam

    penelitian ini adalah persiapan alat

    dan bahan alat yang digunakan

    adalah wadah akuarium 3 buah,

    perangkat spektrofotometer UV-Vis

    Perkin Elmer Lambda 25, neraca

    analitik, gelas arloji, gelas piala 150

    ml, batang pengaduk, pipet

    volumetrik, pipet tetes, buret, labu

    takar 50 ml, dan labu semprot. Bahan

    yang digunakan adalah tanaman

    Kayu apu, limbah cair yang

    mengandung sianida (CN), larutan

    natrium karbonat 10%, larutan

    ninhidrin 2%, larutan NaOH 2.5 M,

    larutan baku sianida, dan akuades.

    b. Persiapan Penanaman

    Hal pertama yang dilakukan

    adalah aklimatisasi bibit Kayu apu

    dari anakan yang diambil dari rawa

    yang berada di sekitar Gedung LPM

    Universitas Negeri Gorontalo.

    Aklimatisasi dilakukan

    menggunakan air selama 1 minggu.

    Hal ini dilakukan untuk memberikan

    waktu adaptasi Kayu apu terhadap

    lingkungan yang baru. Limbah cair

    Sianida diperoleh dari penambangan

    emas yang berlokasi di Desa

    Dunggilata Kecamatan Bulawa

    Kabupaten Bone Bolango, Provisi

    Gorontalo.

    c. Uji Pendahuuan

    Limbah cair terlebih dahulu

    dianalisis kandungan awal Sianida

  • 7

    (CN) dengan menggunakan

    Spektroskopi UV-Vis, pada tahap ini

    limbah cair yang mengandung

    Sianida yang di ambil langsung dari

    pertambangan emas di encerkan

    dengan aquades untuk mencari

    optimasi kurva standar. Selanjutnya

    kurva standar dengan konsentrasi 25,

    50, 75, 100 ppb dari larutan stok

    sianida 1000 ppb ke dalam labu takar

    50 ml, kemudian ditambahkan empat

    ml larutan ninhidrin 2% dan empat

    ml larutan natrium karbonat 10% dan

    ditambahkan air hingga 25 ml, lalu

    dihomogenkan dan didiamkan sekitar

    30 menit untuk memberikan

    kompleks warna merah, lalu

    diencerkan dengan NaOH 2.5 ml

    sampai tanda tera, larutan stabil

    selama 30 menit. Untuk penetapan

    blanko, ke dalam labu takar 50 ml

    dipipet, empat ml larutan ninhidrin

    2% dan empat ml larutan natrium

    karbonat 10%, kemudian

    ditambahkan air hingga 25 ml lalu

    dihomogenkan dan didiamkan sekitar

    30 menit untuk memberikan

    kompleks warna merah, lalu

    diencerkan dengan NaOH 2.5 M

    sampai tanda tera. Larutan-larutan

    tersebut dibaca absorbansnya dengan

    spektrofotometer pada panjang

    gelombang 608 nm (Julistiana,

    2009).

    d. Perlakuan Fitoremidiasi

    Setelah tahap persiapan selesai

    kemudian dilanjutkan dengan

    perlakuan fitoremedasi selama 10

    hari. Wadah A berisi limbah cair

    yang mengandung Sianida (CN)

    sebanyak 2 liter ditanami dengan

    Kayu apu sebanyak 200 gr (4-5

    rumpun). wadah B dengan volume

    limbah cair yang sama ditanami

    dengan Kayu apu sebanyak 300 gr

    (5- 6 rumpun). Sedangkan wadah C

  • 8

    tidak mendapat perlakuan Kayu apu

    atau di anggap sebagai kontrol.

    Setelah pelakuan fitoremediasi,

    kemudian melakukan analisis pada

    limbah cair dan analisis dengan

    menggunakan spektroskopi UV-Vis.

    Setiap wadah di uji sebanyak tiga

    kali pengulangan.

    e. Uji Akhir

    Uji akhir dilakukan dengan

    menganalisis kadar Sianida (CN)

    pada limbah cair setelah perlakuan

    fitoremediasi menggunakan

    Spektroskopi UV-Vis (langkah-

    langkahnya sama dengan uji

    pendahuluan).

    Data dalam penelitian ini

    dianalisis dengan menggambarkan

    data hasil pengamatan yang

    diperoleh dari hasil analisis yang

    dilakukan di Laboratorium Jurusan

    Pendidikan Kimia Universitas Negeri

    Gorontalo melalui penggunaan

    spektroskopi UV-Vis. Hasil yang

    diperoleh disajikan dalam bentuk

    tabel untuk selanjutnya

    dideskripsikan.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Hasil Penelitian

    Gambaran Umum Lokasi Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di

    penambangan emas Desa Dunggilata

    Kecamatan Bulawa Kabupaten Bone

    Bolango, dimana terdapat

    Penambangan Emas Tanpa Izin

    (PETI). Aktifitas PETI oleh

    penambang di Desa dalam

    penanganan dan pengelolaan limbah

    cair adalah membuangnya langsung

    ke sungai atau ditampung di kolam

    penampungan dan dibiarkan

    meresap begitu saja ke tanah yang

    berada di sekitar tempat pengolahan.

    Telah diketahui ada sekitar 11 tromol

    yang aktif dalam pengolahan tiap

    hari. Setiap pengolahan akan

  • 9

    memproduksi hasil samping berupa

    limbah buangan baik padat maupun

    cair.

    Hasil wawancara langsung

    dengan penambang di lokasi bahwa

    kegiatan PETI telah dimulai sejak

    tahun 1990 terutama di tepian

    Sungai Bulawa. Sebagian besar

    penambang menggunakan aliran

    air sungai untuk memutar tromol

    dan sekaligus sungai menjadi tempat

    pembuangan limbah. Kemampuan

    masyarakat penambang sudah

    cukup terasah dengan pengalaman

    mereka melakukan penambangan.

    Hasil pengamatan di lokasi

    sebagian masyarakat yang menetap

    di Desa Dunggilata dan Desa

    Mamungaa bukan penduduk asli,

    namun karena memiliki profesi

    sebagai penambang sehingga banyak

    yang memutuskan untuk membeli

    lahan dan membangun rumah di

    sekitar kawasan tersebut .

    Penambang di Desa ini

    menggunakan teknik sederhana pula

    dalam pengikatan unsur emas dari

    batuan, teknik sederhana tersebut

    dikenal dengan amalgamasi, yaitu

    teknik murah menggunakan logam

    merkuri dan Sianida dalam proses

    pengolahannya. Amalgamasi

    menggunakan Sianida tentunya

    bertujuan memisahkan bijih emas

    dari batuan dan dapat terlarut

    bersama Sianida. Pengolahan dan

    pembuangan limbah di tempat ini

    masih mengkhawatirkan untuk

    dampaknya terhadap pencemaran

    lingkungan. Wilayah penambangan

    dan pengolahan ini berada di sekitar

    pekarangan warga desa. Aktifitas

    masyarakat selalu bersinggungan

    dengan keadaan pengolahan tersebut.

    Penggunaan Sianida rata-rata

    untuk amalgamasi bijih emas

  • 10

    sebanyak 1 Kg CN untuk 120 Kg

    batuan, dengan kisaran limbah cair

    mengandung Sianida yang terbuang

    setiap bulannya adalah 30 Kg/bulan

    atau sekitar 360 Kg/tahun, sedangkan

    untuk volume limbah cair yang

    terbuang sekitar 3600 l/hari

    diperkirakan dari luas penampungan

    limbah olahan penambangan emas.

    Gambaran Umum Kayu Apu Selama Penelitian

    Tanaman Kayu apu yang telah

    dipelihara selama 10 hari dalam

    perlakuan fitoremediasi limbah cair

    mengandung Sianida mengalami

    beberapa perubahan morfologi yang

    tampak karena adanya respon

    toksisitas tanaman terhadap

    konsentrasi Sianida yang terkandung.

    Perubahan morfologi yang tampak

    diantaranya perubahan warna pada

    daun (klorosis) (Schulze., 2005).

    Beberapa respon yang terjadi

    tersebut dapat diketahui melalui

    perubahan yang nampak pada

    tanaman sejak persiapan

    pemeliharaan sampai akhir

    pemeliharaan yakni saat dilakukan

    masa panen dan perlakuan berakhir.

    Pada hari ke-10 perubahan

    morfologi tampak dan terjadi

    penguningan pada daun atau fase

    letal beberapa individu. Rasio dari

    perubahan morfologi dari tiap-tiap

    wadah menunjukkan perbedaan

    namun pada dasarnya memiliki

    perbandingan yang tidak jauh

    berbeda. Selain respon toksistas

    Sianida terhadap pertumbuhan Kayu

    apu diduga penguningan pada bagian

    beberapa individu Kayu apu pula

    dikarenakan kurangnya nutrisi untuk

    proses metabolisme tanaman uji.

    Nutrisi dibutuhkan untuk proses

    metabolik tanaman selama

    penelitian.

  • 11

    Hasil Analisis awal kadar

    Sianida (CN) yang dilakukan pada

    limbah cair sebelum ditanami Kayu

    apu yaitu 5 mg/l dan melewati

    baku mutu cemaran Sianida (CN)

    pada air dengan batas baku mutu

    0,5 mg/l.

    Kemampuan akumulasi Sianida

    oleh Kayu apu dimana terdapat nilai

    rata-rata dari 3 ulangan perlakuan

    fitoremediasi selama 10 hari.

    Kelompok Eksperimen (A) yang

    diberi perlakuan Kayu apu sebanyak

    200 gr mampu mengakumulasi

    3,1977 mg/l Sianida dari konsentrasi

    awal sebesar 5 mg/l dengan demikian

    ada sekitar 63,96 % Sianida yang

    berhasil diserap oleh Kayu apu.

    Sedangkan Kelompok

    Eksperimen (B) yang diberi

    perlakuan Kayu apu sebanyak 300 gr

    mampu meremidiasi 3,2 mg/l Sianida

    dari konsentrasi awal sebesar 5mg/l

    dengan demikian ada sekitar 64 %

    Sianida yang berhasil diserap oleh

    Kayu apu.

    Dalam penelitian ini ada

    sebagian Sianida yang tidak

    diakumulasi oleh tanaman dan tersisa

    dalam limbah cair pada Kelompok

    Eksperimen (A) sekitar 0,0023 mg/l

    atau 0.046 %. Sedangkan pada

    Kelompok Eksperimen (B) tidak ada

    Sianida yang tersisa atau sekitar 0%.

    Konsentrasi Sianida yang tersisa

    dalam limbah cair memiliki selisih

    terhadap konsentrasi awal Sianida

    sebelum perlakuan. Kelompok

    Eksperimen (A) sebesar 3,1977 mg/l

    atau 63,96 % Sianida sebagai total

    rata-rata akumulasi oleh Kayu apu,

    maka selisih total akumulasi adalah

    99,95 % Sianida yang diserap dan

    menguap oleh aktifitas fitoremediasi

    Kayu apu. Sedangkan pada

    Kelompok Eksperimen (B) diketahui

  • 12

    sebesar 3,2 mg/l atau 64% Sianida

    sebagai total rata-rata akumulasi oleh

    Kayu apu, maka jumlah selisih total

    rata-rata yang diserap dan menguap

    oleh aktivitas Fitoremidiasi dan

    Phytovolatilization adalah 100 %.

    jadi selama 10 hari pada konsentrasi

    awal 5 mg/l Sianida dengan 200 gr

    tanaman Kayu apu (4-5 rumpun)

    dapat mengakumulasi Sianida

    dengan rata-rata 3,1977 mg/l atau

    63,96 % Sianida. Sedangkan pada

    perlakuan dengan jumlah Kayu apu

    sebanyak 300 gr (4-5 rumpun) dapat

    mengakumulasi Sianida dengan rata-

    rata 3,2 mg/l atau 64 % Sianida.

    Sementara untuk nilai rata-rata

    Sianida yang menguap oleh aktifitas

    fitoremediasi berupa

    Phytovolatilization yakni sebesar 1,8

    mg/l atau 36%.

    PEMBAHASAN

    Amalgamasi batuan emas

    yang menggunakan sianida di

    pertambangan emas Desa Dunggilata

    menghasilkan limbah cair yang

    mengandung Sianida (CN). Sianida

    yang digunakan dalam amalgamasi

    di desa ini adalah Kalium Sianida

    (KCN) yang merupakan sianida yang

    berwarna putih berbentuk kristal.

    Sianida dan turunannya telah lama

    diketahui sangat beracun. disebutkan

    dalam Inswiasri (2008) bahwa

    Sianida di alam umumnya terdapat

    sebagai Kalium Sianida atau

    potassium cyanide (KCN), yaitu

    bentuk senyawa organik dengan

    daya racun tinggi dan sukar terurai

    dibandingkan zat asalnya. Sianida

    yang dapat diakumulasi adalah

    turunan sianida berbentuk KCN

    yang merupakan racun bagi

    manusia.

  • 13

    Konsentrasi Sianida pada limbah

    cair setelah perlakuan lebih rendah

    dibandingkan dengan akumulasi

    Sianida di Kayu apu, dengan

    demikian Kayu apu menunjukkan

    kemampuan mengakumulasi Sianida.

    Konsentrasi Sianida dalam limbah

    cair sangat berpengaruh terhadap

    akumulasi Sianida dalam tanaman

    yang tumbuh diatasnya, sehingga

    akumulasi Sianida yang tinggi atau

    rendah pada jaringan tumbuhan akan

    mencerminkan konsentrasi Sianida

    dalam limbah cair sebagai media

    tanam (Darmono, 1995 dalam

    Azizah, 2009).

    Mekanisme penyerapan dan

    akumulasi limbah cair oleh tanaman

    secara umum dapat dibagi menjadi

    tiga proses yang sinambung

    (Hardiani, 2009), yakni sebagai

    berikut :

    1. Penyerapan oleh akar. Agar

    tanaman dapat menyerap

    polutan, maka polutan harus

    dibawa ke dalam larutan di

    sekitar akar (rizosfer) dengan

    beberapa cara bergantung pada

    spesies tanaman. Senyawa-

    senyawa yang larut dalam air

    biasanya diambil oleh akar

    bersama air, sedangkan

    senyawa-senyawa hidrofobik

    diserap oleh permukaan akar.

    2. Translokasi polutan dari akar ke

    bagian tanaman lain. Setelah

    polutan menembus endodermis

    akar, polutan atau senyawa

    asing lain mengikuti aliran

    transpirasi ke bagian atas

    tanaman melalui jaringan

    pengangkut (xilem dan floem)

    ke bagian tanaman lainnya.

    3. Lokalisasi polutan pada sel dan

    jaringan. Hal ini bertujuan untuk

  • 14

    menjaga agar polutan tidak

    menghambat metabolisme

    tanaman. Sebagai upaya untuk

    mencegah peracunan limbah

    cair terhadap sel, tanaman

    mempunyai mekanisme

    detoksifikasi, misalnya dengan

    menimbun polutan di dalam

    organ tertentu seperti akar. Pada

    masing-masing organ, polutan

    yang diserap segera diuraikan

    melalui proses metabolisme

    tumbuhan secara enzimatik.

    Proses ini disebut fitodegradasi.

    Enzim yang berperan pada

    proses ini biasanya adalah

    dehaloganases, oxygenases, dan

    reductases.

    Besar akumulasi pada organ

    tanaman Kayu apu terdapat selisih

    antara kemampuan daun dan akar.

    Menurut Ulfin dan Widya (2005).

    Penyerapan terbesar terdapat

    pada bagian akar dan sedikit pada

    daun. Hal ini diduga bahwa kontak

    akar lebih lama dan langsung ke

    media terkandung Sianida dibanding

    daun. Akar Kayu apu memiliki

    jejaring bulu akar yang banyak dan

    mampu mengkhelat Sianida sehingga

    mudah diserap dan diakumulasi ke

    jaringan tanaman.

    Dalam penelitian ini ada 64%

    Sianida yang terserap oleh Kayu apu,

    menurut Meagher (2000)

    penyerapan ini terjadi karena

    terdapat zat khelat atau phytochelatin

    yang diekresikan oleh jaringan akar

    Kayu apu terhadap respon

    kandungan Sianida. Respon limbah

    cair seperti Sianida dipengaruhi oleh

    afinitas reseptor kimia yang tinggi

    Dalam mekanisme pengkhelatan,

    diperkirakan unsur polutan diserap

    tanaman dalam bentuk kompleks

    yang lebih mudah diserap akar dan

  • 15

    ditranslokasi ke tajuk Phytochelatin

    sebelumnya disintesis oleh

    phytochelatin sintase. Phytochelatin

    yang terbentuk berupa

    phytosiderophore, melalui bulu-bulu

    akar, Sianida dikhelat hingga masuk

    sistem penyerapan air dan unsur

    hara. Peng-khelatan Sianida oleh zat

    khelat dengan membentuk senyawa

    kompleks dan garam. Sianida

    berikatan dengan gugus S (sulfur)

    pada asam amino phytochelatin

    karena zat tersebut adalah enzim.

    Senyawa kompleks dan garam yang

    dibentuk selanjutnya dapat diserap

    (Schulze 2005). Jadi Sianida yang

    telah dikhelat dapat berbentuk CN-

    Phytochelatin.

    Dalam penelitian dan selama

    pemeliharaan Kayu apu dalam

    wadah berisi limbah cair terlihat

    banyak partikulat yang menempel

    dan menutupi bulu akar hingga

    berwarna kecoklatan pekat, diduga

    partikulat tersebut adalah senyawa

    Sianida (CN) atau Kalium Sianida

    (KCN) dalam limbah cair yang

    berhasil dikhelat. Secara teoritis

    ternyata bulu akar Kayu apu

    berbentuk seperti labirin-labirin

    yang lembut dan ringan, berwarna

    putih, ungu dan hitam yang banyak

    dan menyebar dengan akar pokok

    yang panjangnya dapat mencapai 90

    mm (Mustaniroh dkk, 2009) dengan

    demikian partikulat yang menempel

    adalah Sianida yang dikhelat pada

    bulu akar Kayu apu (Salt, 2000

    dalam Hidayati, 2005).

    Akar adalah organ pertama dan

    lebih lama bersentuhan dengan

    limbah cair mengandung Sianida dan

    biasanya mengakumulasi polutan

    lebih banyak dari tajuk (Salt et al,

    1995; Wojcik dan Tukiendorf 1999,

    Rout et al. 2001) dalam Schulze

  • 16

    (2005). Berdasarkan penjelasan

    sebelumnya tentang peng-khelatan

    Sianida terjadi di akar serta lama

    paparan Sianida selama

    pemeliharaan adalah alasan dimana

    jumlah akumulasi lebih besar

    dibanding akumulasi di daun Kayu

    apu. Penghambatan perpanjangan

    akar dan rontoknya beberapa bulu-

    bulu akar tampaknya menjadi efek

    yang terlihat pertama kali dari respon

    toksisitas Sianida karena adanya

    penghambatan pembelahan sel akar

    dan atau penurunan ekspansi sel

    dalam zona perpanjangan di jaringan

    meristematis akar (Fiskesjo 1997

    dalam Schulze et al.,2005) dengan

    demikian toleransi Kayu apu

    terhadap toksisitas Sianida yang

    pertama kali terlihat adalah

    perubahan morfologi yang nampak

    pada akar.

    Secara berurutan Sianida

    dalam limbah cair penambangan

    emas sebagai media tanam diserap

    oleh Kayu apu dengan cara

    Rhizofiltrasi. Selama perlakuan

    fitoremediasi terjadi interaksi

    rizoferik antara rizosfer (daerah

    perakaran Kayu apu) dengan limbah

    cair (Hidayati, 2005). Kayu apu

    terdiri dari perakaran yang banyak

    dengan rambut akar yang halus,

    sebagai syarat tumbuhan

    hiperakumulator.

    Dalam penelitian ini selain

    merujuk pada parameter utama yaitu

    potensi Kayu apu dalam penyerapan

    Sianida ada pula parameter

    penunjang yang secara langsung

    mempengaruhi pula dalam proses

    penyerapan Sianida oleh Kayu apu.

    Adapun faktor penunjang tersebut

    berupa penguapan yang terjadi

    secara alami di udara. Salisbury dan

  • 17

    Ross (1995) menyatakan bahwa

    penyerapan polutan oleh tanaman

    dipengaruhi oleh 2 faktor

    diantaranya keberadaan unsur di

    dalam lingkungannya dan penguapan

    di udara yang terjadi secara alami.

    Pengambilan polutan oleh tumbuhan

    air menjadi proses pasif yang dapat

    dipengaruhi secara tidak langsung

    oleh metabolisme.

    Penurunan metabolisme pada

    Kayu Apu yang di tanam dalam

    limbah cair Sianida, mengakibatkan

    jaringan sel dalam akar cepat

    rusak hal ini akan berdampak

    pada produksi phytochelatin karena

    menurut Nopriani (2011) jika

    tumbuhan tidak dapat mensintesis

    phytochelatin maka akan

    menyebabkan terhambatnya

    pertumbuhan yang berujung pada

    kematian atau fase letal. Turunnya

    metabolisme tanaman dapat

    diketahui dari penampakan fisik dari

    daun pada tanaman yang cepat sekali

    menguning (klorosis) dan hingga

    hari ke-10 tanaman mengalami

    kerontokan pada bulu-bulu akar

    (nekrosis). Menurut Lakitan (1995)

    dalam Nopriani (2011) proses

    akumulasi polutan akan

    membutuhkan energi metabolik.

    Turunnya metabolisme juga

    disebabkan karena hiperakumulasi

    ion Sianida yang terlalu berlebih

    sedangkan ketersediaan akan unsur

    hara dalam penelitian ini ternyata

    begitu terbatas, tanpa adanya

    penambahan nutrisi bagi

    pertumbuhan Kayu apu dan hanya

    menggunakan keseluruhan limbah

    cair mengandung Sianida sebagai

    media tumbuh juga. Pada hari ke-10

    terjadi penguningan pada daun di

    beberapa individu Kayu apu selain

    disebabkan karena adanya toksisitas

  • 18

    Sianida namun karena ketersediaan

    unsur hara dalam limbah cair pula

    yang terbatas.

    Adapun faktor yang tidak

    dapat terkontrol dengan baik adalah

    penyinaran cahaya matahari

    membias memasuki tempat

    penelitian, yakni Green House. Di

    khawatirkan adanya penyinaran yang

    berbeda yang berpengaruh pada

    perbedaan fisiologi tiap individu

    tanaman dalam melakukan

    penyerapan ataupun akumulasi

    Sianida. Kayu apu yang digunakan

    dalam penelitian berupa rumpun

    tanaman bukan secara individu

    tanaman. Setiap wadah berisi 200

    gram tanaman.

    Penelitian ini dapat dilakukan

    tindak lanjut sebagai prospek

    fitoremediasi menggunakan Kayu

    apu pada limbah cair Sianida dari

    penambangan emas. Dapat

    dikalkulasi dari jumlah buangan

    sekitar 3600 liter per harinya. Dalam

    penelitian ini digunakan 2 liter

    dengan lama 10 hari umur

    pemeliharaan Kayu apu mampu

    meremediasi limbah cair sebesar 64

    % menggunakan 4-5 rumpun atau

    sekitar 72.000 gr tanaman Kayu apu

    yang diperlukan untuk meremidiasi

    limbah cair sebanyak 36.000 liter

    selama 10 hari. maka untuk per

    bulannya dapat meremediasi sekitar

    108.000 liter. Jika waktu remidiasi 1

    tahun, maka Kayu apu mampu

    meremidiasi sekitar 1.296.000 Liter

    limbah yang dihasilkan oleh proses

    penambangan emas.

    Melihat prospek

    fitoremediasi tersebut dapat

    diaplikasikan pada lahan

    penambangan emas untuk mengatasi

    pencemaran Sianida yang dibuang ke

    badan air dan memasuki rantai

  • 19

    makanan. Aplikasi fitoremediasi

    menggunakan Kayu apu yang dapat

    dilakukan antara lain dibuatnya

    kolam penyaringan limbah cair.

    Kolam penyaringan dibuat beberapa

    seri sebagai filter lewatnya limbah

    cair dari sisa pengolahan batuan

    emas hingga memasuki badan air.

    Setiap kolam dapat ditumbuhi

    dengan tanaman air sebagai metode

    pengolahan limbah seperti Kayu apu,

    dengan demikian limbah Sianida

    yang terbuang bersama limbah cair

    akan diakumulasi oleh Kayu apu dan

    mengurangi jumlah Sianida yang

    terbuang dan masuk ke badan air.

    Untuk lebih maksimal perlu di

    bududayakan teknik fitoremidiasi

    pada muara sungai, dalam hal ini

    sungai Bone sebagai muara dari

    beberapa sungai yang berada di Bone

    Bolango.

    Aplikasi kolam penyaringan

    akan sangat optimal jika dilakukan

    oleh semua pihak industri yang

    melibatkan limbah cair mengandung

    polutan apalagi Sianida. Penambang,

    pemerintah dan masyrakat perlu

    sosialisasi yang tepat dalam

    penggunaan sistem pengolahan pada

    kolam penyaringan agar

    menimbulkan adanya kesadaran atas

    bahaya Sianida dan bagaimana

    penanggulangan pencemaran limbah

    cair mengandung Sianida ataupun

    polutan lainnya dengan baik.

    SIMPULAN

    Dari analisa penelitian yang telah

    dilakukan dapat ditarik beberapa

    kesimpulan yaitu :

    1. Kayu apu (Pistia stratiotes L)

    berpotensi menyerap Sianida

    (CN).

    2. Penyerapan dan penguapan

    yang dihasilkan dalam proses

  • 20

    fitoremidiasi dan

    Phytovolatilization oleh Kayu

    apu sebanyak 300 gr adalah

    100 % Sianida yang

    terakumulasi. Penguapan

    yang terjadi selama perlakuan

    yaitu 1,8 mg/l atau 36 %.

    3. Semakin banyak jumlah

    Kayu apu maka semakin

    besar pula potensi akumulasi

    limbah cair Sianida (CN)

    oleh Kayu apu.

    SARAN

    Adapun saran dari penelti

    yaitu:

    1. Penggunaan tanaman sebagai

    pencuci polutan pada limbah

    dapat dikembangkan dengan

    menggunakan tanaman

    hiperakumulator yang selektif

    dengan menerapkan teknik

    budidaya.

    2. Tumbuhan harus bersifat

    hipertoleran agar dapat

    mengakumulasi sejumlah

    besar polutan. Tumbuhan

    harus mampu menyerap

    logam berat dari dalam

    larutan media dengan

    penyerapan yang tinggi.

    3. Perlu adanya sosialisasi

    terhadap penambang-

    penambang emas mengenai

    bahaya limbah B3 serta

    strategi penanggulangan

    limbah cair yang efektif

    dengan menggunakan

    tanaman Kayu apu (Pistia

    stratiotes L)

    4. Perlu adanya prospek lebih

    lanjut mengenai eksperimen

    penggunaan Kayu apu

    sebagai fitoremidiator, untuk

    mengetahui potensi Kayu apu

    39

  • 21

    meremidiasi logam dan

    limbah B3 lainnya.

    5. Penelitian ini perlu

    dikembangkan dengan

    perlakuan adanya variasi

    waktu untuk mengetahui

    akumulasi tiap harinya oleh

    tanaman terhadap kadar

    Sianida.

    Daftar pustaka

    Achmadi, U. 2008. Horison Baru Kesehatan Masyarakat di Indonesia. Rineka Cipta, Jakarta.

    Ali, G. 2012. Kayu Apu (Pistia stratiotes L.) Sebagai Agen Fitoremediasi Merkuri (Hg) Dari Limbah Cair Penambangan Emas. Jakarta. : Universitas Indonesia. Vol. 3. No. 4 : 5-14 Diakses Tanggal : 18 Maret 2013

    Arisandi, D.J.2006. Pengaruh Keberadaan Kayu apu (Pistia stratiotes L) Pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L). Malang : Universitas Brawijaya. Vol. 1. No. 8 : 4-9 Diakses Tanggal : 17 Maret 2013

    Azizah, N. 2009. Kontaminasi Merkuri (Hg) Pada Purun Tikus (Eleocharis dulcis) Yang Tumbuh Di Tanah Sulfat Masam Kecamatan Alalak, Kabupaten Barito Kuala. Banjar baru : Program Studi Biologi FMIPA Unlam. Bioscientiae. Vol. 6. No. 2 : 7-14

    Balihristi, 2012. Data Kualitas Air dan Sedimen Sungai di Provinsi Gorontalo. Gorontalo

    Damayanti, Alia, Hermana. J dan Masduqi. A. 2004. Analisis Resiko Lingkungan Dari Pengolahan Limbah Pabrik Tahu Dengan Kayu Apu (Pistia stratiotes L.). Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS. Jurnal Purifikasi, Vol.5, No.4. 151-156. Diakses Tanggal : 19 Maret 2013

    Fahruddin. 2010. Bioteknologi Lingkungan. Alfabeta. Bandung

    Hardiani, H. 2009. Potensi Tanaman Dalam Mengakumulasi Logam Cu pada Media Tanah Terkontaminasi Limbah Padat Industri Kertas. Bandung : Balai Besar Pulpen dan Kertas. Jurnal BS, Vol. 44, No. 1. 27 - 40

    Hidayati, N. 2004. Fitoremediasi dan Potensi Tumbuhan Hiperakumulator. Jurnal Hayati Vol 12. No.1. Bogor : Pusat Penelitian Biologi, LIPI. Diakses Tanggal : 18 Maret 2013

  • 22

    Henry, J. 2000. An Overview of the Phytoremediation of Lead and Mercury. National Network of Environmental Management Studies (NNEMS) Fellow, Vol. 9. No. 5 : 32-39

    Irawanto, R. 2010. Fitoremidiasi Lingkungan Dalam Taman Bali. Pasuruan : UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi-LIPI. Jurnal Ilmiah Online, Local Wisdom. Volume: II. Nomor: 4. ISSN: 2086-3764 : 29 35. Diakses Tanggal : 23 Maret 2013

    Inswasri,. 2008. Paradigma Kejadian Penyakit Pajanan Merkuri (Hg). Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 7 No. 2. Puslitbang Ekologi dan Status Kesehatan.

    Juliawan, N dan Sabtanto. 2006. Kajian Potensi Tambang Dalam Pada Kawasan Hutan Lindung Di Tapadaa, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo.Gorontalo : Proceeding Pemaparan Hasil-Hasil Kegiatan Lapangan Dan Non Lapangan, Pusat Sumber Daya Geologi. Vol. 2. No. 4 : 7-14. Diakses Tanggal : 24 Maret 2013

    Julistiana. E. 2009. Pengembangan Dan Validasi Metode Pengujian Kadar Sianida Dalam Limbah Cair Secara Spektroskopi UV-Vis. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Vol. 2. No. 13 : 20-35 Diakses Tanggal : 15 april 2013

    Juhaeti, T, N. Hidayati, F. Syarif dan S. Hidayat. 2009. Uji Potensi Tumbuhan Akumulator Merkuri untuk Fitoremediasi Lingkungan Tercemar Akibat Kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Kampung Leuwi Bolang, Desa Bantar Karet, Kecamatan Nanggung, Bogor.Jurnal Biologi Indonesia. Vol. 6, No. 1. ISSN 0854-4425. Diakses Tanggal : 15 Maret 2013

    Keputusan Menteri Lingkungan Hidup. 2004. Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha Dan Atau Kegiatan Pertambangan Bijih Emas Dan Atau Tembaga. Nomor 202. Jakarta : KEPMEN.LH.2004. Diakses Tanggal : 19 Maret 2013

    Lakitan, B. 2011. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo Persada. Jakarta

    Majid, FZ. 2002. Aquatic Weed: Utility And Development. India: Agro Botanical Publishers

    Mulia, R. 2005. Kesehatan Lingkungan. Graha Ilmu. Jakarta.

    _______. 2008. Penambang dan Lingkungan Sekitar.. Graha Ilmu. Jakarta.

    Mustaniroh, S, A., Wignyanto dan Bernardus Endi S.2009. Efektivitas Penurunan Bahan Organik Dan An Anorganik Pada Limbah Cair Penyamakan Kulit Menggunakan Tumbuhan

    41

  • 23

    Kayu Apu (Pistia statiotes L.) Sebagai BiofilIter. Malang : Jurusan Teknologi Industri Pertanian-Fak. Teknologi Pertanian-Universitas Brawijaya. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 10 No. 1: 10 - 18

    Notoadmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

    _______________.2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Rineka Cipta. Jakarta..

    Plantamor. 2008. Kiapu (Pistia Stratiotes L.). Diakses Tanggal : 18 Maret 2013

    Ramey, V. 2001. Water Lettuce (Pistia stratiotes). Florida : Center for Aquatic and Invasive Plants, University of Florida. Vol. 5. No. 8 : 4-17. Diakses Tanggal : 18 Maret 2013

    Rossiana, Nia, Titin Supriyatun, Yayat Dhahiyat. 2007. Fitoremediasi Limbah Cair Dengan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solms) Dan Limbah Padat Industri Minyak Bumi Dengan Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) Bermikoriza. Laporan Penelitian. Jatinangor : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Vol. 6. No. 12 : 44-51. Diakses Tanggal : 18 Maret 2013

    Salisbury, Frank B., and Cleon W, R. 1995. Fisiologi Tumbuhan: Jilid 3. Diterjemahkan oleh Diah R. lukman dan Sumaryono. Bandung: ITB. Vol. 3. No. 9 : 12-22

    Salt, D.E., R.D. Smith and I. Raskin. 1998. Annual Review Plant Physiology and Plant Molecular Biology : Phytoremediation. Annual Reviews. USA. 501662. Diakses Tanggal : 26 Maret 2013

    Schulze, Neuenschwander, Peter, Mic. H. Julien, Ted D. Center and Martin P. Hill. 2009 Pistia stratiotes. L (Araceae). Biological Control of Tropical Weeds using Arthropods, ed. R. Muniappan, G. V. P. Reddy, and A. Raman. Published by Cambridge University Press. Vol. 11. No. 5 : 10-14. Diakses Tanggal : 27 Maret 2013

    Shardendu, S. Sufia Irfan, D.Sayantan dan Deepti Sharma. 2009. Luxury uptake and Removal of Phosphorus by Pistia stratiotesL. In the Kabar Wetland of the Eastern Indian Gengetic Plain. India : Laboratory of Enviroment and Biotechnology. Vol. 3. No. 4 : 5-21. Diakses Tanggal : 18 Maret 2013

    Simange, S. 2010. Analisis Kandungan Merkuri (Hg) dan Sianida (CN) Pada Beberapa Jenis Ikan Hasil Tangkapan Nelayan di Teluk KAO,

  • 24

    Halmahera Utara. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Vol. 9. No. 8 : 23-41. Diakses Tanggal : 17 Maret 2013

    Sumual, H. 2009. Karakterisasi Limbah Tambang Emas Rakyat Dimembe Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal Agritek Vol. 17 No. 5. ISSN. 0852-5426. Diakses Tanggal : 16 Maret 2013

    Sutoto. 2007. Studi Efek Iradiasi Radium Untuk Pengolahan Limbah Sianida Industri Pertambangan Emas Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management Technology), Vol.10 No.2. Diakses Tanggal : 18 Maret 2013

    Ulfin, ita dan Widya W. 2005. Study Penyerapan Kromium Dengan Kayu Apu (Pistia stratiotes, L). Jurnal Akta Kimindo Vol. 1 No. 1 : 41-48. Surabaya : ITS Keputih. Diakses Tanggal : 18 Maret 2013

    Widowati, Sastiono, Jusuf. R. 2011. Efek Toksik Logam. Andi Graha

    Widiatna. M. 2007. Sistem Pengolahan Limbah Terpadu Pada Penambangan Emas di Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo. Vol. 3. No. 9 : 5-22. Diakses Tanggal : 18 Maret 2013

    Wikipedia. 2012. Pistia. Tersedia di : en.wikipedia.org. Diakses tanggal : 20 Maret 2013