Post on 03-Jan-2016
BAB I
Pendahuluan
A. KASUS
Ny. UJ umur 33 tahun dating ke Poli Endokrin tanggal 15 Nov 2009. Pasien kontrol
rutin Poli Endokrin sejak satu tahun yang lalu (dirujuk dari Poli Penyakit Dalam).
Keluhan saat awal terdapat pembesaran leher sejak 2 bulan terakhir, keluhan lain:
keringat banyak (+), gemetar (+), berdebar-debar (+). Selama kontrol di poli
endokrin mendapat terapi PTU 3x200 kemudian diturunkan sampai terakhir 2x50
mg, saat ini kadang masih ada gemetar/keringat banyak (+).
TB: 161 cm, BB:60 kg, Kes CM, TD: 110/80 mmHg, N: 100 x/mnt, RR: 20 x/mnt,
suhu afebris
Kepala dan leher:
Normocephal, mata: eksoftalmus +/+
Konj. Pucat (-), sklera ikterik (-)
Kulit dbn, kelenjar tiroid: teraba diffuse, lingkar leher: 33,5 cm
USG Tiroid
Tiroid kiri: membesar dengan ukuran 3.33x2.82x6.56 cm. Echoparenkim homogeny
normal. Tak tampak nodul/kalsifikasi. Pada Doppler tampak vaskuler meningkat
intratiroid.
Tiroid kanan: membesar dengan ukuran 3.43x2.55x4.31 cm. Tampak nodul
hipoechoik dengan batas tegas (halo) dengan ukuran 0.96x0.85x1.11 cm dan lesi
heterogen hipo dan hiperechoik dengan ukuran 1.06x1.01x1.08 cm. pada Doppler
tampak vaskuler pada tepi lesi.
Penjabaran Kasus
Pengertian :
1. Echoparenkim homogen normal
2. Suhu afebris
3. Normocephal
4. Struma difusa bilateral
5. Terapi PTU 3x200
6. Exopthalmic goiter
7. Eksoftalmus
8. Grave’s disease
9. Hiperechoik
10. Skintigrafi tiroid
11. Doppler
12. Aspect hyperthyroidea
13. Lesi heterogen hipo
14. Teraba diffuse
15. Sugestif lesi benigna
16. Kulit dbn
17. Nodul multiple
18. USG tiroid
19. Nodul hipoechoik
20. Intratiroid
21. Fungsi uptake
Jawaban :
1. Suatu gambaran.
2. Penurunan suhu tubuh, merupakan fase kritis seperti pada DBD, dari suhu tinggi
menjadi suhu normal, suhu afebris = suhu normal.
3. Lingkar kepala, normal: 33,3 cm.
4. Struma atau nodul yang bercabang dua.
5. PTU: Propiltiourasil, obat antitiroid, fungsi menghambat hormon tiroid.
6. Pembesaran kelenjar tiroid.
7. Mata menonjol ke depan, tanda-tanda penyakit hipertiroid, adanya jaringan ikat di
daerah orbital.
8. Penyakit autoimun yang berikatan dengan TSH, proses autoantibodi, yang
seharusnya TSH menjadi TSH imunoglobin G yang menghambat kerja TSH, paling
sering menyebabkan hipertiroid, grave’s disease = penyakit gondok.
9. Suatu gambaran pada USG yang berwarna putih.
10. Pemeriksaan seperti kultur di kelenjar tiroid untuk melihat kelainan pertumbuhan
jaringan.
11. Pemeriksaan diagnostik yang mmeriksa aliran vaskuler.
12. Diduga ada pembesaran tiroid.
13. Lesi banyak dan beragam, lesinya kecil.
14. Menyebar, melebar.
15. Kesan jinak dengan lesi terkesan seperti tumor jinak .
16. Dbn singkatan dari dalam batas normal.
17. Nodul yang banyak, beranekaragam.
18. Ultra sonografi tiroid untuk melihat pembesaran tiroid.
19. Suatu gambaran pada USG yang berwarna abu-abu.
20. Vaskuler yang di dalam tiroid.
21. Pengeluaran hormone tiroid.
Penyebab :
1. Penyebab gemetar, berkeringat banyak?
2. Ukuran lingkar lehernya normal atau tidak, normalnya berapa?
3. Mengapa suhu afebris tetapi masih gemetar?
4. Ukuran normal tiroid berapa?
5. Maksud dari ukurannya?
6. Kenapa tampak nodul hipoechoik berbatas tegas?
7. Apa penyebab fungsi uptake tinggi?
8. Pada Doppler terdapat vaskuler pada tepi lesi, maksudnya?
9. Adakah terapi lain selain PTU dan kebutuhan nutrisi?
10. Penyebab lesi heterogen baik hipo maupun hiperechoik?
11. Mengapa aliran vaskuler intratiroid meningkat?
12. Kebiasaan sehari-hari berhubungan atau tidak, pencegahannya?
13. Gejala apa yang ditimbulkan sehingga terapinya diturunkan?
14. Penyebab nodul hipoechoik?
15. Bagaimana proses aktivasi hormone tiroid sebelum penyakit?
16. Hubungan hipertiroid dengan eksoftalmus?
17. Efek hipertiroid ke system lain?
18. Efek ke pencernaan? Adakah gangguan menelan?
19. Haruskah dirawat di RS, pendidikan kesehatan?
20. Beda nodul dengan lesi apa?
21. Mengapa bisa terkesan lesi benigna?
22. Mengapa masih ada gemetar dan keringat banyak padahal sudah diberi terapi?
23. Kenapa aspect hipertiroidnya berdasarkan grave’s disease?
24. Kenapa tekanan darah normal tetapi berdebar-debar?
25. Mitos blao (pembiru untuk mencuci)? Apa kandungannya? Dan benar atau tidak
mitos tersebut?
26. Pada klien ini ada gangguan nyeri atau tidak?
27. Kenapa di USG sebelah kiri tidak bernodul, dan yang kanan bernodul, apa beda
kelainannya?
28. Genetik? Prognosis?
29. Epidemiologi? Anak/dewasa?
30. Perjalanan penyakit?
Jawaban :
1. Hormon tiroid meningkat sehingga metabolism juga meningkat.
2. Tidak, karena pada kasus ini ukuran kepalanya normocephal 33,3 cm sedangkan
ukurannya leher klien 33,5 cm. Ukuran normal lingkar leher < 43 cm.
3. Kompensasi dari tubuh yang gemetar menyebabkan H2O juga meningkat.
4. Sebesar biji kacang merah pada dewasa.
5. Panjang x lebar x tinggi, diukur dengan USG.
6. Penyakit berhubungan dengan imunoglobin, gagal membuka reseptor, menumpuk
sehingga terbentuk nodul.
7. Karena ada kelainan tiroid yang menyebabkan hormon tiroid meningkat.
8. Aliran darahnya cepat ke lesi karena respon dari adanya luka/lesi.
9. Nutrisi : peningkatan asupan yodium.
10. Karena ada kelainan hormon tiroid.
11. Karena adanya pembesaran pembuluh darah pada kelenjar tiroid.
12. Hubungan sehari-hari hormon tiroid meningkat dengan pola makan.
13. Gejala TTV sudah normal, sehingga obat diberikan bertahap.
14. Karena ada kelainan hormone tiroid.
15. Hipofisis anterior menstimulasi TRH, TSH merangsang hormone tiroid.
16. Kelenjar menekan orbital dan bola mata menjadi menonjol sehingga sukar menutup.
17. Efeknya pada system pencernaan, kardiovaskuler, penginderaan, dan vaskuler
meningkat.
18. Ada gangguan menalan karena esophagus menyempit yang disebabkan oleh
pembesaran.
19. Tidak. Pendidikan kesehatan: menjaga pola makan dan pola aktivitas.
20. Nodul: lebih besar, berbatas tegas, berisi dan padat sedangkan lesi tidak.
21. Hasil USG: normal ukurannya tidak seperti ini, sehingga tim medis mendiagnosa
lesi.
22. Karena hormon tiroid masih disekresi dalam jumlah yang belum normal.
23. Pada penyakit grave manifestasinya ada aspect hipertiroid sehingga nodulnya
menyebar.
24. Tekanan darah tidak sama dengan nadi. Berdebar diakibatkan oleh meningkatnya
metaolisme dalam tubuh, jantung berkontraksi lebih cepat menyebabkan frekuensi
jantung meningkat.
25. Hal tersebut hanya mitos. Biasanya digunakan untuk penyakit gondongan (mumps,
parotitis).
26. Saat menelan, menekan esophagus menyebabkan nyeri saat menelan.
27. Karena vaskularisasi lobus sebelah kanan lebih tinggi daripada disebelah kiri.
28. Tidak. Prognosis baik bila belum terjadi komplikasi, penyakit ini masih bisa
disembuhkan. Namun, bila sudah terjadi komplikasi lebih lanjut prognosisnya buruk.
29. Biasanya menyerang dewasa, usia 20-40 tahun dan banyak terjadi pada wanita.
30. Penyakit ini dimulai dari penyakit graves yang menyebabkan autoantibodi, kemudian
menyerang sel folikel tiroid dan mata menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid dan
eksoftalmus.
B. Konsep Tiroid
a. Struktur dari Hormon Tiroid
Hormon tiroid unik karena mengandung 59-65% unsur iodin. Struktur dari
hormon ini, T4 dan T3, diperlihatkan dalam Gambar 1. Tironin yang diiodinisasi
diturunkan dari iodinisasi cincin fenolik dari residu tirosin dalam tiroglobulin
membentuk mono- dan diiodotirosin, yang digabungkan membentuk T3 atau T4.
Metabolisme Iodin
Iodin memasuki tubuh dalam makanan atau air dalam bentuk ion iodida atau
iodat, dalam lambung ion iodat diubah menjadi iodida. Dalam perjalanan 100 tahun,
iodin telah larut dari tanah dan terkuras ke dalam lautan, sehingga di daerah
pegunungan dan pedalaman pasokan iodin kemungkinan sangat terbatas, sementara
unsur ini melimpah di daerah-daerah pantai. Kelenjar tiroid memekatkan dan
menjebak iodida dan mensintesa serta menyimpan hormon tiroid dalam tiroglobulin,
yang mengkompensasi kelangkaan dari iodin. Anjuran asupan iodin adalah 150
g/hari; jika asupan di bawah 50 g/hari, maka kelenjar ini tidak mampu untuk
mempertahankan sekresi hormon yang adekuat, dan akibatnya timbul hipertrofi tiroid
(goiter) dan hipotiroidisme.
Gambar 1. Struktur kimia tiroksin (T4) dan senyawa-senyawa yang berhubungan.
(Murray RK: Harper's Biochemistry, 22nd ed, Appleton & Lange, 1990.)
Sumber-sumber dari iodin makanan termasuk garam beriodin, preparat
vitamin, obat yang mengandung iodin, dan media kontras beriodin. Iodin, seperti
klorida, diabsorbsi dengan cepat dari saluran gastrointestinal dan didistribusikan
dalam cairan ekstraselular demikian juga dalam sekresi kelenjar liur, lambung dan
ASI. Walaupun konsentrasi iodida organik dalam pool cairan ekstraselular bervariasi
langsung dengan asupan iodida, I cairan ekstraslular biasanya rendah sekali karena
bersihan iodida yang cepat dari cairan ekstraselular melalui ambilan tiroidal dan
bersihan ginjal. Konsentrasi I dalam cairan ekstraselular adalah 0,6 g/dL, atau
sejumlah 150 µg I dalam pool ekstraselular 25 L.
Dalam kelenjar tiroid, terdapat transpor aktif dari I serum melintasi membrana
basalis sel tiroid . Tiroid mengambil sekitar 115 µg I per 24 jam; sekitar 75 µg I
digunakan untuk sintesis hormon dan disimpan dalam tiroglobulin; sisanya kembali
ke dalam pool cairan ekstraselular. Pool tiroid dari iodin organik sangat besar,
mencapai rata-rata 8-10 mg; dan merupakan suatu cadangan hormon dan tirosin
teriodinisasi yang melindungi organisme terhadap periode kekurangan iodin. Dari
pool cadangan ini, sekitar 75 µg iodida hormonal dilepaskan ke dalam sirkulasi
setiap harinya. Iodida hormonal ini sebagian besar berikatan dengan protein
pengikat-tiroksin serum, membentuk suatu pool sirkulasi dari sekitar 600 µg I
hormonal (sebagai T3 dan T4). Dari pool ini, sekitar 75 µg I sebagai T3 dan T4
diambil dan dimetabolisir oleh jaringan. Sekitar 60 µg I dikembalikan ke pool iodida
dan sekitar 15 µg I hormonal dikonjugasi dengan gulkoronida atau sulfat dalam hait
dan diekskresikan ke dalam feses. Karena sebagian besar dari iodida makanan
diekskresikan ke dalam urin, iodide urin 24 jam merupakan indeks yang baik sekali
dari asupan melalui makanan. Ambilan iodin radioakif 24 jam (RAIU) oleh kelenjar
tiroid berbanding terbalik dengan ukuran dari pool iodida anorganik dan berbanding
langsung dengan aktivitas tiroid.
b. Sistesis dan Sekresi Hormon Tiroid
Sintesis dari T4 dan T3 oleh kelenjar tiroid melibatkan enam langkah utama: (1)
transpor aktif dari I melintasi membrana basalis ke dalam sel tiroid (trapping 4 of
iodide); (2) oksidasi dari iodida dan iodinasi dari residu tirosil dalam tiroglobulin; (3)
penggabungan molekul iodotirosin dalam toirglobulin membentuk T3 dan T4; (4)
proteolisis dari tiroglobulin, dengan pelepasan dari iodotirosin dan iodotironin bebas;
(5) deiodinasi dari iodotirosin di dalam sel tiroid, dengan konservasi dan penggunaan
dari iodida yang dibebaskan, dan (6) di bawah lingkungan tertentu, deiodinisasi-5'
dari T4 menjadi T3 intratiroidal.
Sintesis hormon tiroid melibatkan suatu glikoprotein unik, tiroglobulin, dan
suatu enzim esensial, peroksidase tiroid (TPO).
1. Tiroglobulin
Tiroglobulin merupakan suatu molekul glikoprotein besar yang mengandung
5496 asam amino; dengan suatu berat molekul sekitar 660.000 dan koefisien endapan
sebesar 19S. Mengandung sekitar 140 residu tirosil dan sekitar 10% karbohidrat
dalam bentuk manosa, N-asetilglukosamin, galaktosa, fukosa, asam sialat, dan sulfat
kondroitin. Gen tiroglobulin manusia (hTg) terletak pada lengan panjang dari
kromosom 8 distal dari onkogen c-myc. TSH merangsang transkripsi dari gen
tiroglobulin, dan hipofisektomi atau terapi T3 menurunkan transkripsinya.
Gen tiroglobulin mengandung sekitar 8500 nukleotida, yang menyandi
monomer pretiroglobulin (pre-Tg). Monomer pretiroglobulin mengandung suatu
peptida sinyal 19-asamamino, diikuti oleh suatu rantai 2750-asam-amino yang
membentuk monomer 5 tiroglobulin. mRNA diterjemahkan dalam retikulum
endoplasmik kasar, dan rantai tiroglobulin diglikosilasi selama tranpor ke aparatus
Golgi . Dalam aparatus Golgi, dimer tiroglobulin dimasukkan ke dalam vesikel
eksositotik yang berfusi dengan membrana basalis dan melepaskan tiroglobulin ke
dalam lumen folikular. Di sini, pada batas koloidapikal, tiroglobulin diiodinisasi dan
disimpan dalam koloid (2).
2. Transpor lodida (The Iodide Trap)
I ditranspor melintasi membrana basalis dari sel tiroid oleh suatu proses yang
memerlukan energi aktif yang tergantung pada ATPase Na+-K+ . Sistem transpor
aktif ini memungkinkan kelenjar tiroid manusia untuk mempertahankan suatu
konsentrasi iodida bebas 30-40 kali dibandingkan plasma. Jebakan tiroiodida
dirangsang jelas oleh TSH dan oleh antibod I perangsang reseptor TSH (TSH-R ab
[stim]) ditemukan pada penyakit Graves. Jebakan ini dapat dijenuhkan dengan
sejumlah besar I dan diinhibisi oleh ionion seperti CIO4-, SCN , N03-, dan TcO4-.
Beberapa dari ion ini mempunyai manfaat klinik. Kalium perklorat secara klinik
telah digunakan dengan 123I untuk memperlihatkan cacat organifikasi dalam
kelenjar tiroid; zat ini akan menggeser dan memungkinkan perabasan (discharge)
dari I nonorganifikasi dari jebakan iodida .
Kalium perklorat dan kalium tiosianat telah digunakan untuk mengobati
hipertiroidisme yang diimt bulkan-iodida; keduanya melepaskan I dari jebakan dan
mencegah ambilan I lebih lanjut. Natrium pertehnetat Tc 99m, yang mempunyai
suatu paruh hidup 6 jam dan suatu emisi 140-keV gamma, digunakan untuk
visualisasi cepat dari tiroid untuk melihat ukuran dan fungsi dari nodul.
Walaupun I terkonsentrasi pada jaringan kelenjar liur, lambung, dan jaringan
payudara, jaringan ini tidak mengorganifikasi atau menyimpan I dan tidak
distimulasi oleh TSH. Untuk terjadinya proses ini, struktur dimerik dari tiroglobulin
penting. Di dalam molekul tiroglobulin, dua molekul DIT dapat mengadakan
penggabungan membentuk T4, dan suatu molekul MIT dan DIT dapat mengadakan
penggabungan membentuk T3. Obat-obatan tiokarbamid-terutama propiltio-urasil,
metimazol, dan karbimazol-merupakan inhibitor poten dari peroksidase tiroidal dan
akan menghambat sintesis hormon tiroid. Obat-obatan ini secara klinik berguna
dalam penatalaksanaan hipertiroidisme.
3. Proteolisis Tiroglobulin & Sekresi Hormon Tiroid
Enzim lisosomal disintesis oleh retikulum endoplasmik kasar dan dikemas oleh
aparatus Golgi ke dalam lisosom. Struktur-struktur ini, dikelilingi oleh membran,
mempunyai suatu interior yang bersifat asam dan diisi dengan enzim proteolitik,
termasuk protease, endopeptidase, hidrolisa glikosida, fosfatase, dan enzim-enzim
lain. Pada interaksi sel koloid, koloid ditelan ke dalam suatu vesikel koloid oleh
suatu proses makropinositosis atau mikropinositosis dan diabsorbsi ke dalam sel
tiroid. Kemudian lisosoma berfusi dengan vesikel koloid; dan terjadi hidrolisis dari
tiroglobulin, melepaskan T4, T3, DIT, MIT, fragmen peptida, dan asam amino.
T3 dan T4 dilepaskan ke dalam sirkulasi, semenfara DIT dan MIT dideiodinisasi
dan I dilestarikan. Tiroglobulin dengan kandungan iodin yang rendah dihidrolisa
dengan lebih cepat ketimbang tiroglobulin dengan kandungan iodin yang tinggi,
yang kemungkinan bermanfaat dalam daerah geografik di mana asupan iodin natural
rendah. Mekanisme transpor T3 dan T4 melalui sel tiroid tidak diketahui, tetapi dapat
melibatkan suatu karier hormon spesifik. Sekresi hormon tiroid distimulasi oleh
TSH, yang mengaktivasi adenilil siklase, dan oleh analog cAMP (Bu)2cAMP,
menunjukkan zat ini dependen-cAMP.
Proteolisis tiroglobulin diinhibisi oleh kelebihan iodida dan oleh litium, yang,
seperti litium karbonat, digunakan untuk terapi keadaan manik-depresif. Sejumlah
kecil tiroglobulin yang tak terhidrolisa juga dilepaskan dari sel tiroid; hal ini
meningkat dengan nyata pada situasi tertentu seperti tiroiditis subakut,
hipertiroidisme, atau goiter akibat-TSH . Tiroglobulin dapat juga disintesis dan
dilepaskan oleh keganasan tiroid tertentu seperti kanker tiroid papilaris atau folikular
dan dapat bermanfaat sebagai suatu marker untuk penyakit metastatik.
c. Kontrol Fungsi Tiroid
Pertumbuhan dan fungsi dari kelenjar tiroid paling sedikit dikendalikan empat
mekanisme :
(1) sumbu hipotalamus-hipofisis-tiroid klasik, di mana hormon pelepas-tirotropin
hipotalamus (TRH) merangsang sintesis dan pelepasan dari hormon perangsang-
tiroid hipofisis anterior (TSH), yang pada gilirannya merangsang sekresi hormon dan
pertumbuhan oleh kelenjar tiroid
(2) deiodininase hipofisis dan perifer, yang memodifikasi efek dari T4 dan T3
(3) autoregulasi dari sintesis hormon oleh kelenjar tiroid sendiri dalam
hubungannya dengan suplai iodinnya
(4) stimulasi atau inhibisi dari fungsi tiroid oleh autoantibodi reseptor TSH (1,2).
Thyrotropin-Releasing Hormone
Hormon pelepas-tirotropin (TRH) merupakan sua tu tripeptida, piroglutamil-histidil-
prolineamida, disintesis oleh neuron dalam nuklei supraoptik dan supraventrikuler
dari hipotalamus . Hormon ini disimpan eminensia mediana dari hipotalamus dan
kemudian diangkut via sistem venosa portal hipofisis ke batang hipofisis ke kelenjar
hipofisis anterior, di mana ia mengendalikan sintesis dan pelepasan dari TSH.
TRH juga ditemukan pada bagian lain dari hipotalamus, otak, dan medula spinalis, di
mana ia berfungsi sebagai suatu neurotransmiter. Gen untuk preproTRH
mengandung suatu unit transkripsi 3.3-kb yang menyandi enam molekul TRH. Gen
ini juga menyandi neuropeptida lain yang secara biologik kemungkinan bermakna.
Pada kelenjar hipofisis anterior, TRH berikatan dengan reseptor membran spesifik
pada tirotrop dan sel pensekresi-prolaktin, merangsang sintesis dan pelepasan TSH
maupun prolaktin. Hormon tiroid menyebabkan suatu pengosongan lambat dari
reseptor TRH hipofisis, mengurangi respons TRH; estrogen meningkatkan reseptor
TRH, meningkatkan kepekaan hipofisis terhadap TRH.
Gambar 3 . Sumbu hipotalamus-hipofisis-tiroid.
TRH dihasilkan di hipotalamus mencapai tirotrop di hipofisis anterior melalui
sistem portal hipotalamus-hipofisis dan merangsang sintesis dan pelepasan TSH.
Baik hipotalamus dan hipofisis, T3 terutama menghambat sekresi TRH dan TSH. T4
mengalami monodeiodinasi menjadi T3 di neural dan hipofisis sebagaimana di
jaringan perifer.
Respons dari tirotrop hipofisis terhadap TRH adalah bimodal : Pertama,
merangsang pelepasan dari hormon yang disimpan; kedua, merangsang aktivitas gen,
yang meningkatkan sintesis hormon. TRH berikatan dengan reseptornya pada
tirotrop dan mengaktivasi suatu protein G, yang pada gilirannya mengaktivasi
fosfolipase c untuk menghidrolisa fosfatidilinositol-4,5-bisfosfat (PIP2) menjadi
inositol-1,4,5-trifosfat (IP3). IP3 merangsang pelepasan dari Ca2+ intraselular, yang
menyebabkan respons letupan pertama dari pelepasan hormon.
Secara serentak, terdapat pembangkitan dari 1,2-diasilgliserol (1,2-DG), yang
mengaktivasi protein kinase C, walaupun bertanggung jawab untuk fase kedua dan
bertahan dari sekresi hormon. Peningkatan dalam Ca2+ intraselular dan kinase
protein C dapat melibatkan suatu peningkatan transkripsi. TRH juga merangsang
glikosilasi TSH, yang diperlukan untuk aktivitas biologik penuh dari hormon ini.
Dengan demikian pasien dengan tumor hipotalamus dan hipotiroidisme
kemungkinan mempunyai TSH yang terukur, yang tidak aktif secara biologik.
Penelitian in vitro dan in vivo memperlihatkan bahwa T3 secara langsung
menginhibisi transkripsi dari gen preproTRH dan dengan demikian pula sintesis
TRH dalam hipotalamus. Karena T4 diubah menjadi T3 di dalam neuron peptidergik,
maka hal ini juga merupakan inhibitor yang efektif dari sintesis dan sekresi TRH .
TRH dimetabolisir dengan cepat, dengan suatu waktu paruh hormon yang diberikan
secara intravena sekitar 5 menit. Kadar TRH plasma pada orang normal sangat
rendah, berentang dari 25 hingga 100 Pg/mL. Sekresi TSH yang dirangsang-TRH
terjadi dalam suatu cara pulsasi sepanjang 24 jam . Subjek normal mempunyai suatu
amplitudo pulsa TSH ratarata sekitar 0,6 µU/mL dan suatu frekuensi rerata satu pulsa
setiap 1,8 jam. Di samping itu, orang normal memperlihatkan irama sirkadian,
dengan suatu TSH serum puncak pada malam hari, biasanya antara tengah malam
dan jam 4 pagi. Puncak ini tidak berhubungan dengan tidur, makan, atau sekresi
hormon hipofisis lain. Irama ini kemungkinan dikontrol oleh suatu "generator pulsa"
neuronal.
Hipotalamik yang mendorong sintesis TRH dalam nuklei supraoptik dan
supraventrikular. Pada pasien hipotiroid, amplitudo dari pulsa dan peningkatan
nokturnal lebih besar dibandingkan normal, dan pada pasien dengan hipertiroidisme
kedua pulsa dan peningkatan nokturnal mengalami supresi yang nyata. Pada hewan
eksperimental dan pada neonatus, paparan dengan dingin meningkatkan sekresi TRH
dan TSH, tetapi hal ini tidak dijumpai pada manusia dewasa.
d. Faktor-faktor yang Mengatur Sekresi Hormon Tiroid
1. HIPOTALAMUS (Sintesis dan pelepasan TRH)
Perangsangan : - Penurunan Ta dan T3 serum, dan T3 intraneuronal
Neurogenik : - Sekresi bergelombang dan irama sirkadian
- Paparan terhadap dingin (hewan dan bayi baru lahir)
- Katekolamin adrenergik-alfa
- Vasopresin arginin
Penghambatan: - Peningkatan Ta dan T3 serum, dan T3 intraneuronal
- Penghambat adrenergik alfa
- Tumor hipotalamus
2. HIPOFISIS ANTERIOR (Sintesis dan pelepasan TSH)
Perangsangan : - TRH
- Penurunan T4 dan T3 serum, dan T3 intratirotrop
- Penurunan aktivitas deiodinasi-5' tipe 2
Estrogen : - Meningkatkan tempat pengikatan TRH
Penghambatan: - Peningkatan T4 dan T3 serum, dan T3 intratirotrop
- Peningkatan aktivitas deiodinase-5' Tipe 2
- Somatostatin
- Dopamin, agonis dopamin : bromokriptin
- Glukokortikoid
- Penyakit-penyakit kronis
- Tumor hipofisis
3. TIROID (Sintesis dan pelepasan hormon tiroid)
Perangsangan : - TSH
- Antibodi perangsangan TSH-R
Penghambatan : - Antibodi penghambat TSH-R
- Kelebihan iodida
- Terapi litium
Hormon dan obat-obatan tertentu dapat mengubah sintesis dan pelepasan
TRH. Sekresi TRH distimulasi oleh penurunan T4 atau T3 serum (dengan penurunan
T3 intraneuronal), oleh agonis adrenergik-alfa, dan oleh arginin vasopresin.
Sebaliknya, sekresi TRH diinhibisi oleh peningkatan T4 dan T3 serum (dengan T3
intraneuronal yang meningkat) dan blokade alfa-adrenergik .
TRH yang diberikan secara intravena pada manusia dengan dosis bolus 200-
500 µg menimbulkan suatu peningkatan yang cepat dari TSH serum, mencapai
puncak pada sekitar 30 menit dan bertahan selama 2-3 jam. Respons yang khas
terhadap TRH dalam berbagai keadaan klinik diberikan dalam Gambar 4-24 dan 4-
25. Perhatikan respons yang diperbesar dari TSH hipofisis menjadi TRH pada pasien
dengan hipotiroidisme primer dan respons yang tersupresi pada pasien dengan
hipertiroidisme, goiter noduler dengan nodul yang berfungsi secara otonom, TRH
dan metabolit dipeptida siklo (His Pro) juga ditemukan dalam sel pulau Langerhans
pankreas, tetapi fungsinya di sini belum diketahui.
Tirotropin
Thyroid-stimulating hormone (hormon perangsang-tiroid), atau tirotropin
(TSH), merupakan suatu glikoprotein yang disintesis dan disekresikan oleh tirotrop
dari kelenjar hipofisis anterior. Mempunyai berat molekul sekitar 28.000 dan terdiri
dari dua subunit yang dihubungan secara kovalen, alfa dan beta. Subunit alfa lazim
untuk dua glikoprotein hipofisis lain, FSH dan LH, dan juga untuk hormon plasenta
hCG; subunit beta berbeda untuk setiap hormon glikoprotein dan memberikan sifat
pengikatan dan aktivitas biologik yang spesifik. Subunit alfa manusia mempunyai
suatu inti apoprotein dari 92 asam amino dan mengandung satu rantai o ligosakarida.
Glikosilasi terjadi dalam retikulum endoplasma kasar dan Golgi dari tirotrop,
di mana residu glukosa, manosa, dan fukosa dan sulfat terminal atau residu asam
sialik dihubungkan dengan inti apoprotein. Fungsi dari residu karbohidrat ini tidak
seluruhnya jelas, tetapi ada kemungkinan bahwa mereka meningkatkan aktivitas
biolgik TSH dan memodifikasi kecepatan bersihan metaboliknya. Contohnya, TSH
deglikosilasi akan berikatan dengan reseptornya, tetapi aktivitas biologiknya
menurun secara nyata dan kecepaatn bersihan metaboliknya meningkat dengan
nyata.
e. Efek dari TSH terhadap Sel Tiroid
TSH mempunyai banyak aksi pada sel tiroid. Sebagian besar dari aksinya
diperantarai melalui sistem G protein-adenilil siklase-cAMP, tetapi aktivasi dari
sistem fosfatidilinositol (PIP2) dengan peningkatan dair kalsium intraselular dapat
juga terlibat). Aksi utama dari TSH termasuk yang berikut ini :
1. Perubahan Morfologi Sel Tiroid :
TSH secara cepat menimbulkanpseudopod pada batas sel-koloid,
mempercepat resorpsi tiroglobulin.Kandungan koloid berkurang. Tetesan koloid
intraselular dibentuk danpembentukan lisosom dirangsang, meningkatkan hidrolisis
tiroglobulin .
2. Pertumbuhan Sel :
Masing-masing sel tiroid bertambah ukurannya;vaskularisasi meningkat; dan
setelah beberapa waktu, timbul pembesarantiroid, atau goiter.
3. Metabolisme Iodin :
TSH merangsang semua fase metabolismeiodida, dari peningkatan ambilan
dan transpor iodida hingga peningkatan iodinasi tiroglobulin dan peningkatan sekresi
hormon tiroid. Peningkatan dari cAMP memperantarai peningkatan transpor iodida,
sementara hidrolisa PTP2 dan peningkatan Ca2+ intraselular merangsang iodinasi dari
tiroglobulin. Efek TSH terhadap transpor iodida adalah bifasik : Pada awalnya
terdepresi (effluks iodida); dan kemudian, setelah suatu kelambatan beberapa jam,
ambilan iodida meningkat. Efluks dari iodida dapat disebabkan oleh peningkatan
yang cepat dari hidrolisis tiroglobulin dengan pelepasan hormon dan keluarnya
iodida dari kelenjar.
4. Peningkatan mRNA untuk tiroglobulin dan peroksidase tiroidal, dengan suatu
peningkatan pemasukan I ke dalam MIT, DIT, T3 dan T4.
5. Peningkatan aktivitas lisosomal, dengan peningkatan sekresi T4 dan T3 dari
kelenjar. Juga terdapat peningkatan aktivitas deiodinase-5' tipe 1, memelihara iodin
intratiroid.
6. TSH mempunyai banyak efek lain terhadap kelenjar tiroid, termasuk stimulasi
dari ambilan glukosa, konsumsi oksigen, produksi CO2, dan suatu peningkatan dari
oksidase glukosa via lintasan heksosemonofosfat dan siklus Krebs. Terdapat suatu
percepatan penggantian fosfolipid dan perangsangan sintesis prekursor purin dan
pirimidin, dengan peningkatan sintesis DNA dan RNA.
TSH Serum
Secara normal, hanya subunit α dan TSH utuh ditemukan dalam serum. Kadar dari
subunit α adalah sekitar 0,5-2,0 µg/L; terjadi peningkatan pada wanita
pascamenopause dan pada pasien dengan TSH-secreting pituitari tumor . Kadar
serum dari TSH adalah sekitar 0,5-5 mU/L; meningkat pada hipotiroidisme dan
menurun pada hipertiroidisme, baik karena endogen ataupun akibat asupan hormon
tiroid per oral yang berlebihan. Waktu-paruh TSH plasma adalah sekitar 30 menit,
dan kecepatan produksi harian adalah sekitar 40-150 mU/hari.
Kontrol Sekresi TSH Hipofisis
Dua faktor utama yang mengendalikan sintesis dan pelepasan TSH adalah kadar T3
intratirotrop, yang mengontrol mRNA untuk sintesis dan pelepasan TS, dan TRH,
yang mengendalikan glikosilasi, aktivasi, dan pelepasan TSH . Sintesis dan
pelepasan dihambat oleh kadar serum T4 dan T3 yang tinggi (hipertiroidisme) dan
dirangsang oleh kadar hormon tiroid rendah (hipotiroidisme). Di samping itu,
hormon-hormon dan obat-obatan tertentu menghambat sekresi TSH. Dalam hal ini
termasuk somatostatin, dopamin, agonis dopamin seperti bromokriptin, dan
glukokortikoid. Penyakit akut dan kronik dapat menyebabkan penghambatan dari
sekresi TSH selama penyakit aktif, dan kemungkinan terdapat peningkatan balik dari
TSH pada saat pasien pulih. Besarnya efek ini bervariasi; dengan demikian, obat-
obatan yang disebutkan di atas mensupresi TSH serum, tetapi biasanya akan dapat
dideteksi. Sebaliknya, hipertiroidisme akan menghentikan sekresi TSH sama sekali.
Pengamatan ini secara klinik penting dalam menginterpretasi kadar TSH serum pada
pasien yang mendapatkan terapi ini. Lesi atau tumor destruktif dari hipotalamus atau
hipofisis anterior dapat mengganggu sekresi TRH dan TSH dengan destruksi dari
sel-sel sekretori. Hal ini akan menimbulkan "hipotiroidisme sekunder" akibat
destruksi tirotrop hipofisis atau "hipotiroidisme tersier" akibat destruksi dari TRH-
secreting neuron. Diagnosis banding dari lesi ini dibahas di bawah .
f. Kerja Hormon Tiroid
1. Reseptor Hormon Tiroid
Hormon tiroid, T3 dan T4, beredar dalam plasma sebagian besar terikat pada
protein tetapi dalam keseimbangan dengan hormon bebas. Hormon bebaslah yang
diangkut melalui difusi pasif ataupun karier spesifik melalui membran sel, melalui
sitoplasma sel, untuk berikatan dengan suatu reseptor pesifik pada inti sel. Di dalam
sel, T4 diubah menjadi T3 melalui deiodinase-5', menunjukkan bahwa T4 merupakan
suatu prohormon dan T3 adalah bentuk hormon aktif. Reseptor inti untuk T3 telah
dimurnikan. Merupakan salah satu dari "keluarga" reseptor, kesemuanya sama
dengan reseptor untuk retrovirus yang menyebabkan eritroblastosis pada anak ayam,
v-erb A, dan terhadap reseptor inti untuk glukokortikoid, mineralokortikoid,
estrogen, progestin, vitamin D3, dan asam retinoat.
Reseptor hormon tiroid manusia (hTR) terdapat dalam paling tidak tiga bentuk :
hTR-α 1 dan 2 dan hTR-β1. hTR-α mengandung 410 asam amino, mempunyai berat
molekul sekitar 47.000, dan gennya terletak pada kromosom 17. hTR-β mengandung
456 asam amino, dengan berat molekul sekitar 52.000, dan gennya terdapat pada
kromosom 3. Setiap reseptor mengandung tiga daerah spesifik: suatu daerah amino
terminal yang meningkatkan aktivitas reseptor; suatu daerah pengikat-DNA sentral
dengan dua "jari-jari" sistein-seng; dan suatu daerah pengikat hormon terminal
karboksil. Ada kemungkinan bahwa hTR-βl dan hTR-α1 merupakan bentuk reseptor
yang aktif secara biologik; hTR-α2 tidak mempunyai kemampuan mengikat hormon,
tetapi berikatan dengan unsur respons hormon tiroid (TRE) pada DNA dan dengan
demikian dapat bertindak pada beberapa kasus untuk menghambat aktivitas dari T3 .
Afinitas pengikatan dari analog T3 terhadap reseptor T3 berbanding langsung
dengan aktivitas biologik dari analog. Mutasi titik pada gen hTR-β, yang
menimbulkan reseptor T3 abnormal, merupakan penyebab dari sindroma resistensi
generalisata terhadap hormon tiroid.
Reseptor hormon tiroid berikatan dengan tempat TRE spesifik pada DNA tanpa
adanya T3 tidak seperti kasus dengan reseptor hormon steroid. TRE terletak dekat,
dengan promotor di mana transkripsi dari gen hormon tiroid spesifik yang responsif
diawali. T3 yang berikatan dengan reseptor menimbulkan stimulasi, atau pada
beberapa kasus inhibisi, dari transkripsi gen-gen ini dengan akibat timbulnya
perubahan dari tingkat transkripsi mRNA dari mereka. Perubahan dalam tingkatan
mRNA ini mengubah tingkatan dari produk protein dari gen ini. Proetin ini
kemudian memperantarai respons hormon tiroid. Reseptor ini sering berfungsi
sebagai heterodimer dengan faktor transkripsi lain seperti reseptor retinoat X dan
reseptor asam retinoat.
2. Efek Fisiologik Hormon Tiroid
Efek transkripsional dari T3 secara karakteristik memperlihatkan suatu lag time
berjam-jam atau berhari-hari untuk mencapai efek yang penuh. Aksi genomik ini
menimbulkan sejumlah efek, termasuk efek pada pertumbuhan jaringan, pematangan
otak, dan peningkatan produksi panas dan konsumsi oksigen yang sebagian
disebabkan oleh peningkatan aktivitas dari Na+-K+ ATPase, produksi dari reseptor
beta-adrenergik yang meningkat. Sejumlah aksi dari T3 tidak genomik, seperti
penurunan dari deiodinase-5' tipe 2 hipofisis dan peningkatan dari transpor glukosa
dan asam amino. Sejumlah efek spesifik dari hormon tiroid diringkaskan berikut ini.
3. Efek pada Perkembangan Janin
Sistem TSH tiroid dan hipofisis anterior mulai berfungsi pada janin manusia
sekitar 11 minggu. Sebelum saat ini, tiroid janin tidak mengkonsentrasikan I. Karena
kandungan plasenta yang tinggi dari deiodinase-5 tipe 3, sebagian besar T3 dan T4
maternal diinaktivasi dalam plasenta, dan sangat sedikit sekali hormon bebas
mencapai sirkulasi janin. Dengan demikian, janin sebagian besar tergantung pada
sekresi tiroidnya sendiri. Walaupun sejumlah pertumbuhan janin terjadi tanpa adanya
sekresi hormon tiroid janin, perkembangan otak dan pematangan skeletal jelas
terganggu, menimbulkan kretinisme (retardasi mental dan dwarfisme/cebol).
4. Efek pada Konsumsi Oksigen, Produksi panas, dan Pembentukan Radikal
Bebas
T3 meningkatkan konsumsi O2 dan produksi panas sebagian melalui stimulasi
Na+-K+ ATPase dalam semua jaringan kecuali otak, lien, dan testis. Hal ini berperan
pada peningkatan kecepatan metabolisme basal (keseluruhan konsumsi O2 hewan
saat istirahat) dan peningkatan kepekaan terhadap panas pada hipertiroidisme.
Hormon tiroid juga menurunkan kadar dismutase superoksida, menimbulkan
peningkatan pembentukan radikal bebas anion superoksida. Hal ini dapat berperan
pada timbulnya efek mengganggu dari hipertiroidisme kronik.
5. Efek Kardiovaskular
T3 merangsang transkripsi dari rantai berat α miosin dan menghambat rantai
berat β miosin, memperbaiki kontraktilitas otot jantung. T3 juga meningkatkan
transkripsi dari Ca2+ ATPase dalam retikulum sarkoplasmik, meningkatkan kontraksi
diastolik jantung; mengubah isoform dari gen Na+ -K+ ATPase gen; dan
meningkatkan reseptor adrenergik-beta dan konsentrasi protein G. Dengan demikian,
hormon tiroid mempunyai efek inotropik dan kronotropik yang nyata terhadap
jantung. Hal ini merupakan penyebab dari keluaran jantung dan peningkatan nadi
yang nyata pada hipertiroidisme dan kebalikannya pada hipotiroidisme.
6. Efek Simpatik
Seperti dicatat di atas, hormon tiroid meningkatkan jumlah reseptor adrenergik-
beta dalam otot jantung, otot skeletal, jaringan adiposa, dan limfosit. Mereka juga
menurunkan reseptor adrenergik-alfa miokardial. Di samping itu; mereka juga dapat
memperbesar aksi katekolamin pada tempat pascareseptor. Dengan demikian,
kepekaan terhadap katekolamin meningkat dengan nyata pada hipertiroidisme, dan
terapi dengan obat-obatan penyekat adrenergik-beta dapat sangat membantu dalam
mengendalikan takikardia dan aritmia.
7. Efek Pulmonar
Hormon tiroid mempertahankan dorongan hipoksia dan hiperkapne normal pada
pusat pernapasan. Pada hipotiroidisme berat, terjadi hipoventilasi, kadangkadang
memerlukan ventilasi bantuan.
8. Efek Hematopoetik
Peningkatan kebutuhan selular akan O2 pada hipertiroidisme menyebabkan
peningkatan produksi eritropoietin dan peningkatan eritropoiesis. Namun, volume
darah biasanya tidak meningkat karena hemodilusi dan peningkatan penggantian
eritrosit. Hormon tiroid meningkatkan kandungan 2,3-difosfogliserat eritrosit,
memungkinkan peningkatan disosiasi O2 hemoglobin dan meningkatkan penyediaan
O2 kepada jaringan. Keadaan yang sebaliknya terjadi pada hipotiroidisme.
9. Efek Gastrointestinal
Hormon tiroid merangsang motilitas usus, yang dapat menimbuklan peningkatan
motilitas dan diare pada hipertiroidisme dan memperlambat transit usus serta
konstipasi pada hipotiroidisme. Hal ini juga menyumbang pada timbulnya penurunan
berat badan yang sedang pada hipotiroidisme dan pertambahan berat pada
hipotiroidisme.
10. Efek Skeletal
Hormon tiroid merangsang peningkatan penggantian tulang, meningkatkan
resorpsi tulang, dan hingga tingkat yang lebih kecil, pembentukan tulang. Dengan
demikian, hipertiroidisme dapat menimbulkan osteopenia yang bermakna, dan pada
kasus berat, hiperkalsemia sedang, hiperkalsiuria, dan peningkatan ekskresi
hidroksiprolin urin dan hubungan-silang pyridinium.
11. Efek Neuromuskular
Walaupun hormon tiroid merangsang peningkatan sintesis dari banyak protein
struktural, pada hipertiroidisme terdapat peningkatan penggantian protein dan
kehilangan jaringan otot atau miopati. Hal ini dapat berkaitan dengan kreatinuria
sontan. Terdapat juga suatu peningkatan kecepatan kontraksi dan relaksasi otot,
secara klinik diamati adanya hiperefleksia atau hipertiroidisme-atau sebaliknya pada
hipotiroidisme. Hormon tiroid penting untuk perkembangan dan fungsi normal dari
susunan saraf pusat, dan hiperaktivitas pada hipertiroidisme serta kelambanan pada
hipotiroidisme dapat mencolok.
12. Efek pada Lipid dan Metabolisme Karbohidrat
Hipertiroidisme meningkatkan glukoneogenesis dan glikogenolisis hati
demikian pula absorpsi glukosa usus. Dengan demikian, hipertiroidisme akan
mengeksaserbasi diabetes melitus primer. Sintesis dan degradasi kolesterol keduanya
meningkat oleh hormon tiroid. Efek yang terakhir ini sebagian besar disebabkan oleh
suatu peningkatan dari reseptor low-density lipoprotein (LDL) hati, sehingga kadar
kolesterol menurun dengan aktivitas tiroid yang berlebihan. Lipolisis juga
meningkat, melepaskan asam lemak dan gliserol. Sebaliknya, kadar kolesterol
meningkat pada hipotiroidisme.
13. Efek Endokrin
Hormon tiroid meningkatkan pergantian metabolik dari banyak hormon dan
obat-obatan farmakologik. Contohnya, waktu-paruh dari kortisol adalah sekitar 100
menit pada orang normal, sekitar 50 menit pada pasien hipertiroid, sekitar 150 menit
pada pasien hipotiroid. Kecepatan produksi kortisol akan meningkat pada pasien
hipertiroid; dengan fungsi adrenal normal sehingga mempertahankan suatu kadar
hormon sirkulasi yang normal. Namun, pada seorang pasien dengan insufisiensi
adrenal, timbulnya hipertiroidisme atau terapi hormon tiroid dari hipotiroidisme
dapat mengungkapkan adanya penyakit adrenal.
Ovulasi dapat terganggu pada hipertiroidisme maupun hipotiroidisme,
menimbulkan infertilitas, yang dapat dikoreksi dengan pemulihan keadaan eutiroid.
Kadar prolaktin serum meningkat sekitar 40% pada pasien dengan hipotiroidisme,
kemungkinan suatu manifestasi dari peningkatan pelepasan TRH; hal ini akan
kembali normal dengan terapi T4.
BAB II
Konsep Penyakit
1. DEFINISI
Hipertiroid dikenal juga sebagai tirotoksitosis, yang dapat di definisikan
sebagai respons jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolic hormone tiroid yang
berlebihan. (Sylvia A. Price, 2006).
Hipertiroid dalam hal prevalensi merupakan penyakit endokrin yang
menempati urutan kedua setelah Diabetes Mellitus, yang merupakan kesatuan
penyakit dengan batasan yang jelas, dan penyakit Graves menjadi penyebab
utamanya. (Brunner dan Suddarth, 2002).
2. ETIOLOGI
1. Penyakit Graves diketahui sebagai penyebab umum dari hipertiroid. Pengeluaran
hormone tiroid yang berlebihan diperkirakan terjadi akibat stimulasi abnormal
kelenjar tiroid oleh immunoglobulin dalam darah. Stimulator tiroid kerja-
panjang (LATS; Long-acting thyroid stimulator) ditemukan dalam serum
dengan konsentrasi yang bermakna pada banyak penderita penyakit ini dan
mungkin berhubungan dengan defek pada sistem kekebalan tubuh.
2. Herediter
3. Stress atau infeksi
4. Tiroiditis
5. Syok emosional
6. Asupan tiroid yang belebihan
7. Dari penyakit lain yang bukan hipertiroid, misalnya adenokarsinoma hipofisis
3. FAKTOR RESIKO
Kelainan hipertiroid sangat menonjol pada wanita, Hipertiroid menyerang
wanita lima kali lebih sering dibandingkan laki laki. Insidensinya akan memuncak
dalam decade usia ketiga serta keempat.(Schimke, 1992).
4. KLASIFIKASI
a. Goiter Toksik Difusa (Graves’ Disease)
Kondisi yang disebabkan, oleh adanya gangguan pada sistem kekebalan
tubuh dimana zat antibodi menyerang kelenjar tiroid, sehingga menstimulasi kelenjar
tiroid untuk memproduksi hormon tiroid terus menerus.
Graves’ disease lebih banyak ditemukan pada wanita daripada pria, gejalanya
dapat timbul pada berbagai usia, terutama pada usia 20 – 40 tahun. Faktor keturunan
juga dapat mempengaruhi terjadinya gangguan pada sistem kekebalan tubuh, yaitu
dimana zat antibodi menyerang sel dalam tubuh itu sendiri.
b. Nodular Thyroid Disease
Pada kondisi ini biasanya ditandai dengan kelenjar tiroid membesar dan tidak
disertai dengan rasa nyeri. Penyebabnya pasti belum diketahui. Tetapi umumnya
timbul seiring dengan bertambahnya usia.
c. Subacute Thyroiditis
Ditandai dengan rasa nyeri, pembesaran kelenjar tiroid dan inflamasi, dan
mengakibatkan produksi hormon tiroid dalam jumlah besar ke dalam darah.
Umumnya gejala menghilang setelah beberapa bulan, tetapi bisa timbul lagi pada
beberapa orang.
d. Postpartum Thyroiditis
Timbul pada 5 – 10% wanita pada 3 – 6 bulan pertama setelah melahirkan dan
terjadi selama 1 -2 bulan. Umumnya kelenjar akan kembali normal secara perlahan-
lahan.
5. MANIFESTASI KLINIS
Penderita sering secara emosional mudah terangsang (hipereksitabel), iritabel dan
terus merasa khawatir dan klien tidak dapat duduk diam
Denyut nadi yang abnormal yang ditemukan pada saat istirahat dan beraktivitas;
yang diakibatkan peningkatan dari serum T3 dan T4 yang merangsang epinefrin dan
mengakibatkan kinerja jantung meningkat hingga mengakibatkan HR meningkat.
Peningkatan denyut nadi berkisar secara konstan antara 90 dan 160 kali per menit,
tekanan darah sistolik akan meningkat.
Tidak tahan panas dan berkeringat banyak diakibatkan karena peningkatan
metabolisme tubuh yang meningkat maka akan menghasilkan panas yang tinngi dari
dalam tubuh sehingga apabila terkena matahari lebih, klien tidak akan tahan akan
panas.
Kulit penderita akan sering kemerahan (flusing) dengan warna ikan salmon yang
khas dan cenderung terasa hangat, lunak dan basah.
Adanya Tremor
Eksoftalmus yang diakibatkan dari penyakit graves, dimana penyakit ini otot-otot
yang menggerakkan mata tidak mampu berfungsi sebagaimana mesti, sehingga sulit
atau tidak mungkin menggerakkan mata secara normal atau sulit mengkordinir
gerakan mata akibatnya terjadi pandangan ganda, kelopak mata tidak dapat menutup
secara sempurna sehingga menghasilkan ekspresi wajah seperti wajah terkejut.
Peningkatan selera makan namun mengalami penurunan berat badan yang progresif
dan mudah lelah.
Perubahan defekasi dengan konstipasi dan diare
Pada usia lanjut maka akan mempengaruhi kesehatan jantung
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
T4 Serum
Tes yang paling sering dilakukan adalah penentuan T4 serum dengan teknik
radioimmunoassay atau peningkatan kompetitif. Kisaran T4 dalam serum yang
normal berada diantara 4,5 dan 11,5 mg/dl (58,5 hingga 150 nmol/L). T4 terikat
terutama dengan TBG dan prealbumin : T3 terikat lebih longgar. T4 normalnya terikat
dengan protein. Setiap factor yang mengubah protein pangikat ini juga akan
mengubah kadar T4
T3 Serum
T3 serum mengukur kandungan T3 bebas dan terikat, atau total T3 total, dalam
serum. Sekresinya terjadi sebagai respon terhadap sekresi TSH dan T4. Meskipun
kadar T3 dan T4 serum umumnya meningkat atau menurun secara bersama-sama,
namun kadar T4 tampaknya merupakan tanda yang akurat untuk menunjukan adanya
hipertiroidisme, yang menyebabkan kenaikan kadar T4 lebih besar daripada kadar T3.
Batas-batas normal untuk T3 serum adalah 70 hingga 220 mg/dl (1,15 hingga 3,10
nmol/L)
Tes T3 Ambilan Resin
Tes T3 ambilan resin merupakan pemeriksaan untuk mengukur secara tidak
langsung kaar TBG tidak-jenuh. Tujuannya adalah untuk menentukan jumlah
hormone tiroid yang terikat dengan TBG dan jumlah tempat pengikatan yang ada.
Pemeriksaan ini, menghasilkan indeks jumlah hormone tiroid yang sudah ada dalam
sirkulasi darah pasien. Normalnya, TBG tidak sepenuhnya jenuh dengan hormone
tiroid dan masih terdapat tempat-tempat kosong untuk mengikat T3 berlabel-
radioiodium, yang ditambahkan ke dalam specimen darah pasien. Nilai ambilan T3
yang normal adalah 25% hingga 35% yang menunjukan bahwa kurang lebih
sepertiga dari tempat yang ada paa TBG sudah ditempati oleh hormone tiroid. Jika
jumlah tempat kosong rendah, seperti pada hipertiroidisme, maka ambilan T3 lebih
besar dari 35%
Tes TSH (Thyroid Stimulating Hormone)
Sekresi T3 dan T4 oleh kelenjar tiroid dikendalikan hormone stimulasi tiroid
(TSH atau tirotropin) dari kelenjar hipofisis anterior. Pengukuran konsentrasi TSH
serum sangat penting artinya dalam menegakkan diagnosis serta penatalaksanaan
kelainan tiroid dan untuk membedakan kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada
kelenjar tiroid sendiri dengan kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada hipofisis
atau hipotalamus.kadar TSH dapat diukur dengan assay radioimunometrik, nilai
normal dengan assay generasi ketiga, berkisar dari 0,02 hingga 5,0 μU/ml.
Kadar TSH sensitif dan dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar
akan berada dibawah normal pada pasien dengan peningkatan autonom pada fungsi
tiroid (penyakit graves, hiperfungsi nodul tiroid).
Tes Thyrotropin Releasing Hormone
Tes Stimulasi TRH merupakan cara langsung untuk memeriksa cadangan TSH
di hipofisis dan akan sangat berguna apabila hasil tes T3 dan T4 tidak dapat dianalisa.
Pasien diminta berpuasa pada malam harinya. Tiga puluh menit sebelum dan sesudah
penyuntikan TRH secara intravena, sampel darah diambil untuk mengukur kadar
TSH. Sebelum tes dilakukan, kepada pasien harus diingatkan bahwa penyuntikan
TRH secara intravena dapat menyebabkan kemerahan pasa wajah yang bersifat
temporer, mual, atau keinginan untuk buang air kecil.
Tiroglobulin
Tiroglobulin merupakan precursor untuk T3 dan T4 dapat diukur kadarnya
dalam serum dengan hasil yang bisa diandalkan melalui pemeriksaaan
radioimmunoassay. Faktor-faktor yang meningkatkan atau menurunkan aktivitas
kelenjar tiroid dan sekresi T3 serta T4 memiliki efek yang serupa terhadap sintesis
dan sekresi tiroglobulin. Kadar tiroglobulin meningkat pada karsinoma tiroid,
hipertiroidisme dan tiroiditis subakut. Kadar tiroglobulin juga dapat akan meningkat
pada keadaan fisiologik normal seperti kehamilan.
Ambilan Iodium Radioaktif
Tes ambilan iodium radioaktif dilakukan untuk mengukur kecepatan
pengambilan iodium oleh kelenjar tiroid. Kepada pasien disuntikan atau radionuklida
lainnya dengan dosis tracer, dan pengukuran pada tiroid dilakukan dengan alat
pencacah skintilas (scintillation counter) yang akan mendeteksi serta menghitung
sinar gamma yang dilepaskan dari hasil penguraian dalam kelenjar tiroid.
Tes ini mengukur proporsi dosis iodium radioaktif yang diberikan yang
terdapat dalam kelenjar tiroid pada waktu tertentu sesudah pemberiannya. Tes
ambilan iodium-radioaktif merupakan pemeriksaan sederhana dan memberikan hasil
yang dapat diandalkan.Penderita hipertiroidisme akan mengalami penumpukan
dalam proporsi yang tinggi (mencapai 90% pada sebagian pasien).
Pemindai Radio atau Pemindai Skintilasi Tiroid
Serupa dengan tes ambilan iodium radioaktif dalam pemindaian tiroid
digunakan alat detector skintilasi dengan focus kuat yang digerakkan maju mundur
dalam suatu rangkaian jalur parallel dan secara progresif kemudian digerakkan
kebawah. Pada saat yang bersamaan, alat pencetak merekam suatu tanda ketika telah
tercapai suatu jumlah hitungan yang ditentukan sebelumnya.
Teknik ini akan menghasilkan gambar visual yang menentukan lokasi
radioaktivitas di daerah yang dipindai. Meskipun I131 merupakan isotop yang paling
sering digunakan, beberapa isotop iodium lainnya yang mencakup Tc9m (sodium
pertechnetate) dan isotop radioaktif lainnya (thalium serta americum) digunakan di
beberapa laboratorium karena sifat-sifat fisik dan biokimianya memungkinkan untuk
pemberian radiasi dengan dosis rendah.
Pemindaian sangat membantu dalam menemukan lokasi, ukuran, bentuk dan
fungsi anatomic kelenjar tiroid. Khususnya jaringan tiroid tersebut terletak substernal
atau berukuran besar. Identifikasi daerah yang mengalami peningkatn fungsi (hot
area) atau penurunan fungsi (cold area) dapat membantu dalam menegakkan
diagnosis. Meskipun sebagian besar daerah yang mengalami penurunan fungsi tidak
menunjukkan kelainan malignitas, defisiensi fungsi akan meningkatknya
kemungkinan terjadinya keganasan terutama jika hanya terdapat satu daerah yang
tidak berfungsi.
Pemindaian terhadap keseluruhan tubuh (whole body CT scan) yang
diperlukan untuk memperoleh profil seluruh tubuh dapat dilakukan untuk mencari
metastasis malignitas pada kelenjar tiroid yang masih berfungsi.
▪ Bentuk cold area
Bentuk cold area yang berupa moth eaten appearance mencurigakan keganasan.
- Hubungan cold area dengan daerah sekitarnya.
Cold area dengan distribusi jodium yang tidak merata lebih cenderung untuk
kelainan metabolik, terutama bila lobus tiroid yang kontralateral untuk membesar.
- Hubungan cold area dengan unsur jenis kelamin
Cold area pada laki-laki usia tua dan anak-anak lebih menambah kecurigaan akan
keganasan.
Hal-hal yang dapat menyebabkan cold area :
- Kista.
- Hematom.
- Struma adenomatosa.
- Perdarahan.
- Radang.
- Keganasan.
- Defek kongenital.
Hal-hal yang dpat menyebabkan hot area :
- Struma adenomatosa.
- Adenoma toksik.
- Radang.
- Keganasan.
Ultrasonografi
Pemeriksaan ini dapat membantu membedakan kelainan kistik atau solid pada
tiroid. Kelainan solid lebih sering disebabkan keganasan dibanding dengan kelainan
kistik. Tetapi kelainan kistikpun dapat disebabkan keganasan meskipun
kemungkinannya lebih kecil.
Pemeriksaan radiologik di daerah leher
Karsinoma tiroid kadang-kadang disertai perkapuran. Ini sebagai tanda yang
boleh dipegang.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan kadar kalsitonin (untuk pasien dengan
kecurigaan karsinoma medulle.
2. Biopsi jarum halus
3. Pemeriksaan sidik tiroid.
Dengan penggunaan yodium bila nodul menangkap yodium tersebut kurang dari
tiroid normal disebut nodul dingin. Bila sama afinitasnya disebut nodul hangat.
Kalau lebih banyak menangkap yodium disebut nodul panas. Sebagian besar
karsinoma tiroid termasuk nodul dingin
4. Radiologis untuk mencari metastasis
5. Histopatologi.
Masih merupakan pemeriksaan diagnostik utama. Untuk kasus inoperable,
jaringan diambil dengan biopsi insisi.
7. KOMPLIKASI
Badai tiroid adalah suatu aktivitas yang sangat berlebihan dari kelenjar
tiroid, yang terjadi secara tiba-tiba.
Badai tiroid bisa menyebakan:
1. Ulkus Kornea
Ulkus kornea terjadi oleh karena pembengkakan kelenjar retroorbita dan perubahan
degenaratif otot occuler menyebabkan mata sulit di tutup sehingga terjadi iritasi
mata, lalu infeksi yang menyebabkan ulkus kornea.
2. Gagal Jantung
Gagal jantung bisa terjadi karena disritmia yang disebabkan hipertiroid.
3. Krisis Tiroid
4. Osteoporosis premature pada wanita
5. Demam
6. Kelemahan dan pengkisutan otot yang luar biasa
7. Kegelisahan
8. Perubahan suasana hati
9. Kebingungan
10. Perubahan kesadaran (bahkan sampai terjadi koma)
11. Pembesaran hati disertai penyakit kuning yang ringan.
Badai tiroid merupakan suatu keadaan darurat yang sangat berbahaya dan
memerlukan tindakan segera. Tekanan yang berat pada jantung bisa menyebabkan
ketidakteraturan irama jantung yang bisa berakibat fatal (aritmia) dan syok.
Badai tiroid biasanya terjadi karena hipertiroidisme tidak diobati atau karena
pengobatan yang tidak adekuat, dan bisa dipicu oleh:
infeksi
trauma
pembedahan
diabetes yang kurang terkendali
ketakutan
kehamilan atau persalinan
tidak melanjutkan pengobatan tiroid
stres lainnya.
Badai tiroid jarang terjadi pada anak-anak.
8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan hipertiroidisme secara farmakologi menggunakan empat
kelompok obat ini yaitu: obat antitiroid, penghambat transport iodida, iodida dalam
dosis besar menekan fungsi kelenjar tiroid, yodium radioaktif yang merusak sel-sel
kelenjar tiroid. Obat antitiroid bekerja dengan cara menghambat pengikatan
(inkorporasi) yodium pada TBG (thyroxine binding globulin) sehingga akan
menghambat sekresi TSH (Thyreoid Stimulating Hormone) sehingga mengakibatkan
berkurang produksi atau sekresi hormon tiroid.
A. Obat-obatan anti tiroid (OAT)
Obat antitiroid dianjurkan sebagai terapi awal untuk toksikosis pada semua pasien
dengan grave disease serta digunakan selama 1-2 tahun dan kemudian dikurangi
secara perlahan-lahan. Indikasi pemberian OAT adalah :
Sebagai terapi yang bertujuan memperpanjang remisi atau
mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien – pasien muda dengan struma ringan
sampai sedang dan tirotoksikosis
Sebagai obat untuk kontrol tirotoksikosis pada fase sebelum
pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium radioaktif.
Sebagai persiapan untuk tiroidektomi
Untuk pengobatan pada pasien hamil
Pasien dengan krisis tiroid
Obat antitiroid tersebut berfungsi menghambat organifikasi iodida dan proses
berpasangan iodotirosin untuk membentuk T3 dan T4. PTU juga menghambat
perubahan T4 menjadi T3 di perifer dengan dosis 300-600 mg/hari secara oral dalam
3-4 dosis terbagi. Efek samping pengobatan yang utama adalah agranulositosis, yang
terjadi sebagai suatu reaksi idiosinkrasi pada 0,2-0,5% pasien yang diterapi.
Komplikasi ini terjadi dengan awitan yang cepat, tidak dapat diramalkan dengan
lewat pemantauan hitung darah putih, dan bersifat reversibel bila obat dihentikan.
Adapun obat-obat yang temasuk obat antitiroid adalah Propiltiourasil,
Methimazole, Karbimazol.
a. Propiltiourasil (PTU)
Nama generik : Propiltiourasil
Nama dagang di Indonesia : Propiltiouracil (generik)
Indikasi : hipertiroidisme
Kontraindikasi : hipersensisitif terhadap Propiltiourasil, blocking replacement
regimen tidak boleh diberikan pada kehamilan dan masa menyusui.
Bentuk sediaan : Tablet 50 mg dan 100 mg
Dosis dan aturan pakai : untuk anak-anak 5-7 mg/kg/hari atau 150-200 mg/ m2/hari,
dosis terbagi setiap 8 jam. Dosis dewasa 3000 mg/hari, dosis terbagi setiap 8 jam.
untuk hipertiroidisme berat 450 mg/hari, untuk hipertiroidisme ocasional
memerlukan 600-900 mg/hari; dosis pelihara 100-150 mg/haridalam dosis terbagi
setiap 8-12 jam. Dosis untuk orangtua 150-300 mg/hari (Lacy, et al, 2006)
Efek samping : ruam kulit, nyeri sendi, demam, nyeri tenggorokan, sakit kepala, ada
kecendrungan pendarahan, mual muntah, hepatitis.
Mekanisme Obat: menghambat sintesis hormon tiroid dengan memhambatoksidasi
dari iodin dan menghambat sintesistiroksin dan triodothyronin (Lacy, et al, 2006)
Resiko khusus : .
Hati-hati penggunaan pada pasien lebih dari 40 tahun karena PTU bisa menyebabkan
hipoprotrombinnemia dan pendarahan, kehamilan dan menyusui, penyakit hati (Lee,
2006).
b. Methimazole
Nama generik : methimazole
Nama dagang : Tapazole
Indikasi : agent antitiroid
Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap methimazole dan wanita hamil.
Bentuk sediaan : tablet 5 mg, 10 mg, 20 mg
Dosis dan aturan pakai : untuk anak 0,4 mg/kg/hari (3 x sehari); dosis pelihara 0,2
mg/kg/hari (3 x sehari). maksimum 30 mg dalam sehari.
Untuk dewasa: hipertiroidisme ringan 15 mg/hari; sedang 30-40 mg/hari; hipertiroid
berat 60 mg/ hari; dosis pelihara 5-15 mg/hari.
Efek samping : sakit kepala, vertigo, mual muntah, konstipasi, nyeri lambung,
edema.
Resiko khusus : pada pasien diatas 40 tahun hati-hati bisa meningkatkan
myelosupression, kehamilan (Lacy, et al, 2006)
c. Karbimazole
Nama generik : Karbimazole
Nama dagang di Indonesia : Neo mecarzole (nicholas).
Indikasi : hipertiroidisme
Kontraindikasi : blocking replacement regimen tidak boleh diberikan pada kehamilan
dan masa menyusui.
Bentuk sediaan : tablet 5 mg
Dosis dan aturan pakai : 30-60 mg/hari sampai dicapai eutiroid, lalu dosis diturunkan
menjadi 5-20 mg/hari; biasanya terapi berlangsung 18 bulan.
Sebagai blocking replacement regimen, karbamizole 20 – 60 mg dikombinasikan
dengan tiroksin 50 -150 mg.
Untuk dosis anak mulai dengan 15 mg/hari kemudian disesuaikan dengan respon.
Efek samping : ruam kulit, nyeri sendi, demam, nyeri tenggorokan, sakit kepala, ada
kecendrungan pendarahan, mual muntah, leukopenia.
Resiko khusus : penggunaan pada pasien lebih dari 40 tahun karena PTU bisa
menyebabkan hipoprotrombinemia dan pendarahan, kehamilan dan menyusui (Lacy,
et al, 2006).
d. Tiamazole
Nama generik : Tiamazole
Nama dagang di Indonesia : Thyrozol (Merck).
Indikasi : hipertiroidisme terutama untuk pasien muda, persiapan operasi.
Kontraindikasi : hipersensitivitas
Bentuk sediaan : tablet 5 mg, 10 mg
Dosis dan aturan pakai : untuk pemblokiran total produksi hormon tiroid 25-40
mg/hari; kasus ringan 10 mg (2 x sehari); kasus berat 20 mg (2 x sehari); setelah
fungsi tiroid normal (3-8 minggu) dosis perlahan-lahan diturunkanhingga dosis
pemelihara 5 – 10 mg/hari.
Efek samping : alergi kulit, perubahan pada sel darah, pembengkakan pada kelenjar
ludah.
Resiko khusus : jangan diberikan pada saat kehamilan dan menyusui, hepatitis.
B. Pengobatan dengan Yodium Radioaktif
Dianjurkan sebagai terapi definitif pada pasien usia lanjut. Indikasi :
Pasien umur 35 tahun atau lebih
Hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian dioperasi
Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
Adenoma toksik, goiter multinodular toksik
Pengobatan yodium radioaktif merupakan suatu pemancar-beta yang
terperangkap oleh sel folikular tiroid dan berada dalam tirosin beryodium dan tironin.
Pemancar-beta ini memancarkan radiasi local dan melakukan ablassi jaringan tirois.
Dosis yang diberikan bervariasi dari 40 sampai 200 mikroCi/g dari berat tiroid yang
diperkirakan.
Komplikasi utama dari terapi ini adalah munculnya hipotiroidisme yang
bergantung pada dosis. Biasanya 30 % pasien menjadi hipotiroid dalam tahun
pertama setelah terapi dan sebagian kecil mengalami hipotiroid dalam tahun
berikutnya.
C. Pembedahan Tiroidektomi
Tiroidektomi subtotal efektif untuk terapi hipertiroidisme tetapi disertai
dengan beberapa komplikasi potensial, termasuk cedera pada nervus laringeus
rekurens dan hipoparatiroidisme. Iodium biasanya diberikan sebelum operasi untuk
mengendalikan tirotoksikosis dan untuk mengurangi vaskularitas kelenjar itu.
Pengangkatan sekitar 5/6 jaringan tiroid praktis menjamin kesembuhan dalam
waktu lama bagi sebagian besar penderita penyakit goiter eksoftalmik. Sebelum
pembedahan, preparat propiltiourasil diberikan sampai tanda-tanda hipertiroidisme
menghilang.
Indikasi :
Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons
terhadap obat antitiroid.
Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid
dosis besar
Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium
radioaktif
Adenoma toksik atau struma multinodular toksik
Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
D. Obat-obatan lain
Antagonis adrenergik-beta
Digunakan untuk mengendalikan tanda-tanda dan gejala hipermetabolik (takikardi,
tremor, palpitasi). Antagonis-beta yang paling sering digunakan adalah propranolol,
yang biasanya diberikan secara oral dengan dosis 80-180 mg per hari dalam 3-4
dosis terbagi.
Kalium Iodida (SSKI:1 tetes = 50 mg iodida anorganik)
3 tetes secara oral 3 kali sehari, sering digunakan sebagai pengganti tionamid (PTU
dan metimazol) setelah terapi radioiodin.
Nonfarmakologi
Diet yang diberikan harus tinggi kalori 2600-3000 kalori perhari
Konsumsi protein yang tinggi yaitu 100-125 gr (2,5 gr/kgBB) per hari
seperti susu dan telur
Olahraga secara teratur
Mengurangi rokok, alcohol dan kafein yang dapat meningkatkan
metabolisme
9. PENDIDIKAN KESEHATAN
- Penyuluhan kesehatan secara profesional dengan memberikan materi penyuluhan
seperti : apakah itu Hipertiroid dan bagaimana penatalaksanaannya.
- Informasikan kepada keluarga klien tentang emosi klien dan anjurkan kepada
keluarga untuk menjaga emosi klien.
- Pemberian pengetahuan kepada klien dan keluarga tentang dosi-dosis obat yang
diberikan.
- Informasikan kepada klien dan keluarga untuk melakukan aktivitas yang ringan dan
tidak melakukan aktivitas yang berat-berat.
- Diet yang diberikan harus tinggi kalori, yaitu memberikan kalori 2600-3000 kalori
per hari baik dari makanan maupun dari suplemen.
- Konsumsi protein harus tinggi yaitu 100-125 gr (2,5 gr/kg berat badan ) per hari
untuk mengatasi proses pemecahan protein jaringan seperti susu dan telur.
- Olah raga secara teratur.
- Mengurangi rokok, alkohol dan kafein yang dapat meningkatkan kadar metabolisme.
- Gunakan obat tetes mata untuk mengurangi terjadinya iritai pada mata
1O. PATOFISIOLOGI
Predisposisi Genetik Autoimun
Penyakit Grave
Prod.autoimun yg mirip kerja TSH
Tidak dihambat oleh TH yg
TRH&TSH , TH
Hipertiroid (pembesaran kelenjar tiroid)
Hipermetabolisme kebutuhan O2 Hipersekresi T3, T4, TSH-R (yg
terdapat di
dan TSI; TSH fibroblast mata&sel
folikel mata)
Prod.kalor hipoksia RR Stimulasi terhadap Merangsang
limfosit
medula adrenal
Suhu tubuh metabolisme anaerob Jumlah reseptor adrenergik Jar.orbital&otot mata
membesar
Merangsang pusat penghilang ATP Respon terhadap adrenergik Eksoftalmus
rasa panas di hipotalamus berlebih
Pembuluh darah vasodilatasi Fatigue Biosintesis katekolamin oleh T3
Penguapan Resti intoleran aktivitas Reseptor α1, β1 Resti gangguan nutrisi <
kebutuhan
Pengeluaran keringat Tangan berkeringat Glukoneogenesis, lipolisis,
glikogenolisis Suplai nutrisi tidak
adekuat
Suhu afebris Pembakaran lemak Cadangan lemak
TSH oleh hipotalamus
Permeabilitas membran folikel Reseptor β1 Kelopak mata tidak mampu
untuk sintesis iodiom menutup sempurna
Bahan sintesa T3&T4 Kerja otot jantung Perlindungan mata berubah
dalam darah
Pompa iodida CO Iritasi
Hiperplasia Takikardia Resti gangguan integritas jaringan
mata
Leher membengkak Palpitasi Metabolisme basal
Gangguan body image Stimulasi SSP Panas tubuh tertimbun
Anxietas Tubuh intoleran terhadap panas lingkungan
Sistem saraf peka
Rangsang potensial aksi
Ekstremitas
Tremor
BAB III
Asuhan Keperawatan
PENGKAJIAN
A. Identitas Klien
Usia : 33 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Pekerjaan : -
TB : 161 cm
BB : 60 kg
Diagnosa Medis : Hipertiroid
B. Keluhan Utama : -
Provoking Incident ( P )
apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi pembesaran leher,
seperti kemungkinan adanya gangguan hormon kelenjar tiroid, gangguan
autoimun(teori)
Quality ( Q )
Menanyakan kepada klien seperti apa pembesaran leher yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah ada keluhan nyeri tekan atau nyeri saat menelan (teori)
Region : radiation ( R )
Pada kasus, klien merasakan pembesaran pada lehernya
Severity (Scale) ( S )
Kaji seberapa jauh pembesaran yang dirasakan atau menerangkan seberapa jauh
pembesaran leher ini mempengaruhi kemampuan fungsinya, pada kasus lingkar leher
klien 33,5cm
Time ( T )
Kaji sejak kapan pembesaran leher pada klien berlangsung, dan apakah pembesarannya
bertambah buruk (semakin besar) dari waktu ke waktu.(teori)
Pembesaran leher sudah terjadi sejak 2 bulan terakhir(kasus)
C. Riwayat Keperawatan Saat ini
Keluhan saat ini tidak ada ( gemetar atau keringat banyak (-) setelah minum obat )
D. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Dalam kasus tidak disebutkan, tetapi bila ada biasanya adanya riwayat adenoma tiroid
atau grave’s disease
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Menanyakan apakah ada anggota keluarga yang memiliki penyakit yang sama,
Kaji pada klien atau keluarga, apakah ada riwayat penyakit grave, gondok multinoduler
toksik, dan adenoma toksik.
F. Riwayat Penggunaan obat
Pengobatan atau tindakan apa sajakah yang klien lakukan selama proses penyembuhan
dan obat-obatan apa saja yang di konsumsi klien.
G. Selama kontrol di Poli Endokrin mendapat terapi PTU (obat antitiroid ; propiltiourasil) 3
x 200 kemudian diturunkan sampai terakhir 2 x 50 mg
H. Pola-pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Gaya Hidup
Menanyakan bagaimana kebiasaan klien dalam mengonsumsi makanan (frekuensi
makanan, jenis makanan, porsi makan, jenis dan kuantitas minum).
Menanyakan bagaimana asupan iodium pada klien
Bagaimana pengetahuan klien tentang makanan tinggi kalori, tinggi protein dan
makanan atau minuman yang harus dihindari (alkohol dan minuman stimulant lain)
(teori)
b. Kebutuhan nutrisi
Penderita hipertiroidisme biasanya mengeluh nafsu makan meningkat dan sering merasa
lapar tetapi terjadi penurunan berat badan akibat metabolisme tubuh yang meningkat.
(teori)
c. Kebutuhan eliminasi
Hipertiroidisme juga mempengaruhi pola eliminasi klien. Biasanya klien sering
mengalami diare, karena gerakan makanan yang cepat melalui gastrointestinal
(peningkatan peristaltis).(teori)
d. Kebutuhan istirahat dan tidur
Klien mungkin akan mengalami gangguan tidur karena merasa tidak nyaman seperti
berkeringat, ansietas, berdebar-debar, dan mengeluhkan suhu ruangan (intoleran
terhadap panas). Oleh karena itu, kamar klien harus dijaga agar suhunya selalu sejuk
serta nyaman.(teori)
e. Mempertahankan suhu tubuh
Klien dengan hipertiroidisme intoleran terhadap panas. Hal ini akibat laju metabolic dan
produksi panas yang berlebihan.(teori)
H. Pengkajian psikososial
Stress emosional.
Pada pengkajian ini, mencakup laporan pasien atau keluarga mengenai keadaan pasien
yang mudah tersinggung (iritabel), serta peningkatan reaksi emosionalnya. Status
mental, emosional dan perubahan penampilan
Kekhawatiran penderita hipertiroidisme harus diredakan dengan penjelasan bahwa
reaksi emosional yang dialaminya merupakan akibat dari penyakit dan dengan bantuan
terapi akan mengendalikan gejala tersebut.
Karena efek negative (reaksi emosional) yang ditimbulkan oleh gejala ini akan
berpengaruh terhadap keluarga dan sahabatnya maka mereka perlu diberikan penjelasan
tentang gejala penyakit ini.
I. Pengkajian spiritual
Apakah klien secara teratur melakukan ibadah sesuai keyakinannnya.
Apakah klien secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan keagamaan
J. Pemeriksaan Fisik
a. Antropometri
TB : 161 cm
BB : 60 kg
b. TTV
TD : 110/80 mmHg (N=90-130/70-90 mmHg)
RR : 20 x/menit (N=12-20 x/menit)
T : afebris (N=36,5-37,50 C)
HR : 100 x/menit (N=60-100 x/menit)
c. Pemeriksaan Head to toe
1. Kulit dan rambut
Rambut
- Inspeksi : warna rambut, jumlah rambut (biasanya menipis)
- Palpasi : konsentrasi dan tekstur rambut
Kulit : DBN (dalam kasus)
- Inspeksi : warna, adanya miksedema pratibial / dermofati (penebalan dan
hiperfigmentasi kulit lokal di aspek anterior kaki dan tungkai bawah)
- Palpasi kulit : biasanya diaporesis, hangat, dan lembab, serta intoleran terhadap panas
2. Kepala
- Inspeksi bentuk simetris antara kanan dan kiri, bentuk lonjong, tidak ada lesi
- Palpasi ada / tidaknya nyeri tekan.
3. Mata
- Inspeksi : eksoftalmus +/+ (bola mata terdorong ke depan dan mata menonjol dari tulang
orbita), mata berair, dan tidak dapat menutup dengan sempurna, konjungtiva pucat (-),
ikterik (-), penglihatan kabur, adanya globe lag, ulkus pada kornea, dan sensitive cahaya
- Palpasi : kelopak mata ( ada bagian yang menonjol)
4. Telinga
- Inspeksi : ukuran , simetris antara kanan dan kiri, tidak ada serumen pada lubang telinga,
tidak ada benjolan
5. Hidung
- Inspeksi : simetris, tidak ada secret, tidak ada lesi, tidak ada benjolan
6. Mulut
- Inspeksi : bentuk mulut simetris, kebersihan lidah dan gigi
7. Leher
- Inspeksi : terdapat pembesaran leher, pada tiroid kanan tampak nodul hipoechoik dengan
batas tegas ( halo) dan lesi hipo dan hiperechoik
- Palpasi : kelenjar tiroid (teraba difuse), lingkar leher 33,5cm(diukur), tiroid kiri
membesar dengan ukuran 3,33x2,82x6,56cm, tiroid kanan 3,43x2,55x4,31 cm tampak
nodul hipoechoik dengan batas tegas (halo)dengan ukuran 0,96x0,85x1,11cm dan lesi
heterogen hipo dan hiperechoik dengan ukuran 1,06x1,01x1,08 (diukur)
8. Dada dan thorax
- Inspeksi : dada simetris kanan dan kiri, ukuran, dan bentuk dada, nafas dangkal dan
cepat
- Palpasi : adanya masa, berdebar, getaran focal femitus sama antara kanan dan kiri, ada /
tidaknya nyeri dada
- Perkusi : pada semua bagian dada, dengarkan adanya bunyi abnormal pada paru – paru
dan jantung
- Auskultasi : bunyi jantung dan paru (biasanya denyut jantung meningkat, bunyi nafas
cepat dengan irama tidak beraturan), dengarkan pula suara abnormal dari jantung dan
paru – paru (gallop, murmur, crackle, dll)
9. Abdomen
- Inspeksi: bentuk, kesimetrisaan, warna, adanya lesi
- Palpasi : turgor, adanya masa, ada / tidaknya nyeri tekan
- Perkusi : di keempat kuadran
- Auskultasi : bunyi bising usus (peningkatan bisa mengindikasikan terjadinya diare)
10. Ekstremitas
- Inspeksi : bentuk, ukuran, warna ekstremitas atas dan bawah, pengeluaran keringat dan
gemetar
- Palpasi : suhu pada kulit ekstremitas atas dan bawah, masa otot, refleks tendon (biasanya
hiperaktif)
Pengaruh penyakit hipertiroidisme terhadap system lainnya:
Sistem gastrointestinal
1) Poliphagia → nafsu makan meningkat.
2) Diare → bising usus hyperaktif (hiperdefekasi)
3) Muntah
4) Berat badan turun
5) Disfagia
6) Splenomegali
Sistem Muskular
1) Kekuatan otot menurun
2) Kurus
3) Atrofi
4) Tremor
5) Cepat lelah
6) Hyperaktif refleks tendon
Sistem Integumen (teori)
1) Rambut kulit rontok, berkeringat, kulit basah, panas, lembab, halus, licin, mengkilat,
kemerahan.
2) Erythema, pigmentasi, mixedema local.
3) Kuku → terjadi onycholosi → terlepas, rusak.
4) Ujung kuku/jari → terjadi Aerophacy, yaitu perubahan ujung jari → tabuh / clubbing
finger disebut plumer nail
5) Kalau ada peningkatan suhu → lebih dari 37,8 C → indikasi Krisis Tyroid.
Mata
1) Retraksi kelopak mata atas → mata membelalak
2) Proptosis ( eksoptalmus : penonjolan ke depan), karena jaringan orbita dan otot-otot
mata diinfiltrasi oleh limposit.
3) Iritasi Conjunctiva
4) Lakrimasi (sekresi dan pengeluaran air mata)
5) Tanda Jefrey : kulit tidak dapat mengkerut pada waktu kepala sedikit menunduk dan
mata melihat objek yang digerakkan ke atas.
6) Tanda Rosenbach : tremor pada kelopak mata pada waktu mata menutup.
7) Tanda stelwag : mata jarang berkedip.
8) Tanda Dalrymple : retraksi kelopak mata bagian atas sehingga memberi kesan mata
membelalak.
9) Tanda Van Graefe : kelopak mata terlambat turun dibandingkan boa mata.
10) Tanda Molbius : kelemahan dalam akomodasi / konvergensi mata / gagal konvergensi.
Sistem Psikis dan saraf (teori)
1) Iritabiltas → gelisah
2) Tidak dapat berkonsentrasi
3) Pelupa
4) Mudah pindah perhatian
5) Insomnia
6) Gemetar
7) Labil
Sistem Kardiovaskuler
Hipertensi,aritmia,, palpitasi, gagal jantung,Berdebar-debar, takikardia
Sistem Hematologi dan limfatik skelet(teori)
anemia, splenomegali, leher membesar. Osteoporosis, epifisis cepat menutup dan nyeri
tulang.
Sistem Respirasi (teori)
1) Perubahan pola nafas
2) Dyspnea
3) Pernafasan dalam
4) Respirasi rate meningkat
Ginjal (teori)
1) Polyuri ( banyak dan sering kencing ).
2) Polidipsi ( rasa haus berlebihan → banyak minum
Status reproduksi (teori)
1) Pada wanita
Hypomenorrhoe (perdarahan yang berlebihan pada saat menstruasi)
Amenorrhoe (tidak ada/terhentinya haid secara abnormal)
Karena kelenjar tyroid mempengaruhi LH (laterizing hormon)
2) Laki-laki :
Kehilangan libido (keinginan seks)
Penurunan potensi
Hasil USG Tiroid
Tiroid kiri: membesar dengan ukuran 3,33x2,82x6,56cm. Echoparenkim homogen
normal. Tak tampak nodul/kalsifikasi. Pada doppler tampak vaskuler meningkat
intratiroid.
Tiroid kanan: membesar dengan ukuran 3,43x2,55x4,31cm. Tampak nodul hipoechoik
dengan batas tegas (halo) dengan ukuran 0,96x0,85x1,11cm dan lesi heterogen hipo dan
hiperechoik dengan ukuran 1,06x1,01x1,08cm. Pada doppler tampak vaskuler pada tepi
lesi
Kesan: struma difusa bilateral dengan nodul multipel di lobus kanan sugestif lesi
benigna
Saran: skintigrafi tiroid
Hasil scanning tiroid
Kesan:
1. Bilateral difusa struma
2. Fungsi uptake : tinggi, aspect hyperthyroidea dengan exopthalmic goiter sesuai grave’s
disease
ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI PROBLEM
1. DS : Berdebar
DO : Nadi 100x/menit
Hipertiroid
Hipersekresi T3&T4,
TSI, TSH menurun
Stimulasi medula
adrenal
Jumlah reseptor
adrenergik
Respon terhadap
adrenergik berlebih
biosentesis
kalekolamin oleh T3
Reseptor β1
Kerja otot jantung
meningkat
CO menurun
Penurunan cardiac
output berhubungan
dengan peningkatan
kerja jantung
ditandai oleh
takikardi
2. DS : -
DO : Pada pemeriksaan fisik
(inspeksi) mata terlihat
Predisposisi
Resiko tinggi
gangguan integritas
jaringan mata
eksolfalmus Autoimun
Penyakit Grave
Produksi autoimun
mirip kerja TSH
TSH-R meningkat
Merangsang limfosit
Jaringan orbital dan
otot mata membesar
Eksoftalmus
Kelopak mata tidak
mampu menutup
sempurna
Perlindungan mata
berubah
Iritasi
Resiko tinggi
gangguan integritas
berhubungan
dengan perubahan
mekanisme
perlindungan dari
mata; kerusakan
penutupan kelopak
mata ditandai
dengan eksolfalmus
jaringan mata
3. DS : Biasanya klien mengeluh
mual, muntah, kurang minat
terhadap nafsu makan (Doengoes,
1999)
Dalam kasus tidak ada data
DO : TB 161cm, BB 60kg
(normal)
Diare, biasanya terdapat
tanda-tanda malnutrisi, nutrisi
tidak adekuat (Doengoes, 1999)
Dalam kasus tidak ada data
Glukoneogenesis,
lipolisis,
glukogenolisis
meningkat
Pembakaran lemak
Cadangan lemak
menurun
Suplai nutrisi tidak
adekuat
Resiko tinggi
gangguan nutrisi <<
kebutuhan
Perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan b.d
peningkatan
metabolisme yang
ditandai oleh TB
161 cm BB 60 kg
4. DS : Biasanya klien mengeluh
lemah dan kekurangan energy
untuk mempertahankan
rutinitasnya, penurunan
penampilan, labilitas/peka terhadap
rangsang emosional, gugup,
tegang, perilaku gelisah
(Doengoes, 1999)
Dalam kasus tidak disebutkan
Hipermetabolisme
Kebutuhan oksigen
meningkat
Hipoksia
ATP menurun
Resiko intoleransi
aktivitas
berhubungan
dengan penurunan
ATP ditandai
dengan lemah, letih,
lesu
DO : kelemahan otot
Dalam kasus tidak disebutkan
Fatique
Resiko tinggi
intoleran aktivitas
5. DS : -
DO : Tiroid kiri membesar dengan
ukuran 3,33x2,82x6,56cm.
Tiroid kanan membesar dengan
ukuran 3,42x2,55x4,31cm,
Hipertiroid
Sekresi TSH oleh
hipotalamus
Permeabilitas
membran folikel
untuk minsintesis
iodiom meningkat
Bahan sintesa T3&T4
dalam darah
meningkat
Pompa iodida
meningkat
hiperplasia
Gangguan body
image berhubungan
dengan hiperplasia
tiroid ditandai
dengan pembesaran
ukuran kelenjar
tiroid kiri
3,33x2,82x6,56 cm
dan tiroid kanan
3,43x2,55x4,31 cm.
Leher bengkak
Gangguan body
image
6. DS : Gemetar (+), palpitasi
DO : -
Kerja otot jantung
meningkat
CO menurun
Takikardi
Palpitasi
Stimulasi SSP
anxietas
Anxietas
berhubungan
dengan stimulasi
SSP ditandai dengan
palpitasi
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
N
o
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
1 Penurunan
cardiak output
Tupen : dalam 1 X
24 jam tanda –
Mandiri
berhubungan
dengan
peningkatan kerja
jantung ditandai
oleh takikardi
tanda vital dalam
batas normal
Tupan :
mempertahakan
curah jantung yang
adekuat sesuai
dengan kebutuhan
tubuh yang
ditandai dengan
tanda – tanda vital
stabil, denyut nadi
perifer normal,
pengisian kapiler
normal, pengisian
kapiler normal,
status mental baik,
dan tidak ada
distritmia
1. Pantau tekanan darah
pada posisi tidur,
duduk, dan berdiri
jika memungkinkan.
2. Periksa kemungkinan
adanya nyeri dada
atau angina yang
dikeluhkan pasien
3. Auskultasi suara
jantung. Perhatikan
adanya bunyi jantung
tambahan, adanya
irama gallop dan
murmur sistolik
4. Pantau EKG
5. Auskultasi suara
1. Hipotensi ortostatik
dapat terjadi akibat
dari vasodilatasi
perifer yang
berlebihan dan
penurunan volume
sirkulasi
2. Merupakan tanda
adanya peningkatan
kebutuhan oksigen
oleh otot jantung atau
iskemia
3. S1 dan murmur
berhubungan dengan
curah jantung yang
meningkat pada
keadaan
hipermetabolik.
Adanya S3
kemungkinan terjadi
gagal jantung
4. Takikadia merupakan
cerminan stimulasi
otot jantung oleh
hormon tiroid
5. Tanda awal adanya
kongesti paru yang
nafas. Perhatikan
adanya suara tidak
normal
6. Catat adanya riwayat
asma /
bronkokonstriksi,
kehamilan sinus
bradikardia / blok
jantung yang
berlanjut menjadi
gagal jantung
7. Observasi efek
samping dari
antagonis adrenergik
Kolaborasi :
1. Berikan cairan IV
sesuai indikasi
2. Berikan obat –obatan
berhubungan dengan
timbulnya gagal
jantung
6. Kondisi ini
mempengaruhi
pilihan terapi
7. Satu indikasi untuk
menurunkan atau
menghrntikan terapi
1. Memperbaiki volume
sirkulasi, tetapi harus
diperhatikan terhadap
tanda gagal jantung /
kebutuhan pemberian
zat inotropik
2. Rasional pemberian
obat :
o Menurunkan
frekuensi kerja
sesuai indikasi :
o Penyekat beta
(pronolol, atenolol)
o Hormon tiroid
antagonis (PTU,
metimazol)
o Natrium iodida
(lugol) atau saturasi
kalium iodida
o RAI
o Kortikosteroid seperti
deksametason
(dekaron)
o Furosemid / lasix
jantung
o Memblok sintesis
hormon tiroid dan
menghalangi
perubahan T4 ke T3
o Mencegah
pengeluaran hormon
ke sirkulasi dengan
menyimpan hormon
tersebut dalam
kelenjar tiroid
o Menghancurkan
fungsi jaringan tiroid
o Menurunkan
hipertermia,
menghilangkan
kekurangan adrenal
secara relatif,
menghalangi absorpsi
Ca, menurunkan
perubahan T4
menjadi T3
o Diuresis mungkin
diperlukan jika terjadi
GJK
o Menurunkan suhu
tubuh berhubungan
dengan metabolisme
o Meningkatkan
istirahat sehingga
menurunkan beban
o Asetaminofen
o Sedatif, barbiturat
o Relaksan
3. Pantau hasil
laboratorium sesuai
indikasi :
o Kalium serum
o Kalsium serum
jantung
o Menurunkan proses
mengigil yang
berhubungan dengan
hipertermia
3. Rasional :
o Hipokalemia sebagai
akibat dari
kehilangan melalui
GI
o Terjadinya
peningkatan dapat
mengubah kontraksi
jantung
o Infeksi paru
merupakan faktor
pencetus kritis yang
paling sering
o Pembesaran jantung
mungkin terjadi
sebagai respon
peningkatan
kebutuhan sirkulasi
4. Mendukung
o Kultur sputum
o Sinar X dada
4. Berikan oksigen
sesuai indikasi
5. Berikan terapi
transfusi /
plasmaferesis,
hemoperfusi, dialisis
6. Siapkan untuk
peningkatan
kebutuhan
metabolisme
5. Menangani
penurunan cadangan
hormon ekstratiroid
pada penyakit berat /
koma
6. Tiroidektomi parsial
mungkin cara
penanganan pilihan
terhadap hipertiroid
jika keadaan
hipertiroid ini
membahayakan
pembedahan
2 Resiko tinggi
gangguan
integritas jaringan
mata
berhubungan
dengan perubahan
mekanisme
perlindungan dari
mata; kerusakan
penutupan
kelopak mata
ditandai dengan
eksolfalmus
Tupan :
Setelah mendapat
perawatan selama
… hari :
mekanisme
proteksi mata
adekuat
otot okuler dapat
berfungsi kembali
dan kenyamanan
meningkat
terbebas dari ulkus
Tupen :
Setelah mendapat
perawatan klien :
Klien menyatakan
nyeri pada orbita
berkurang,
Klien maampu
mempertahankan
kelembaban mata
Mandiri
1. Observasi edema
peri-orbital, lapang
pandang penglihatan
yang sempit, air mata
yang berlebih, catat
adanya fotofobia,
rasa adanya benda di
luar mata dan nyeri
pada mata.
2. Evaluasi ketajaman
mata, laporkan
adanya pandangan
yang kabur atau
pandangan ganda
(diplopia).
1. Manifestasi umum
dari stimulasi
adrenergik yang
berlebih berhubungan
dengan tirotoksikosis
yang memerlukan
intervensi pendukung
sampai resolusi krisis
dapat menghilangkan
simtomatologis
2. Oftalmopati infiltratif
(p. Graves) adalah
akibat dari
peningkatan jaringan
retro-orbita, yang
menciptakan
eksoftalmus dan
infiltrasi limfosit dari
otot ekstraokuler
yang menyebabkan
kelelahan.
Munculnya gangguan
penglihatan dapat
memperburuk atau
memperbaiki
3. Anjurkan pasien
menggunakan kaca
mata gelap ketika
terbangun dan
tertutup dengan
penutup mata selama
tidur sesuai
kebutuhan.
4. Bagian kepala tempat
tidur ditinggikan dan
dibatasi pemasukan
garam, jika ada
indikasi.
5. Instruksikan agar
pasien melatih otot
mata ekstraokuler
jika memungkinkan.
6. Berikan kesempatan
kemandirian terapi
dan perjalanan klinis
penyakit.
3. Melindungi
kerusakan kornea jika
pasien tidak dapat
menutup mata dengan
sempurna karena
edema atau karena
fibrosis bantalan
lemak
4. Menurunkan edema
jaringan bila ada
komplikasi yang
dapat memperberat
eksoftalmus
5. Memperbaiki
sirkulasi dan
mempertahankan
gerakan mata.
6. Bola mata yang agak
menonjol
menyebabkan
seseorang tidak
menarik, hal ini dapat
pasien untuk
mendiskusikan
perasaannya tentang
perubahan gambaran
atau bentuk ukuran
tubuh untuk
meningkatkan
gambaran diri.
Kolaborasi
1. Berikan obat sesuai
indikasi:Obat tetes
mata metil selulosa.
2. ACTH, Prednison.
3. Obat antitiroid,
4. dieuretik
dikurangi dengan
menggunakan tata
rias, menggunakan
kaca mata.
1. Sebagai lubrikasi
mata
2. Diberikan untuk
menurunkan radang
yang berkembang
dengan cepat.
3. Dapat menurunkan
tanda/ gejala atau
mencegah keadaan
semakin memburuk.
4. Dapat menurunkan
edema pada keadaan
ringan
3 Perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan b.d
Tupen :
Dalam waktu 3 x
Mandiri
1. Auskultasi bising 1. Mengetahui bising
peningkatan
metabolisme yang
ditandai oleh TB
161 cm BB 60 kg
24 jam klien
menunjukkan
tanda-tanda
pemulihan nutrisi
dengan kriteria
hasil :
Klien makan
walaupun sedikit
Klien tidak
mengeluhkan mual
dan muntah
Tupan :
Menunjukkkan BB
yang stabil disertai
dengan nilai
laboratorium yang
normal dan
terbebas dari
tanda-tanda
malnutrisi
usus
2. Catat dan laporkan
adanya anoreksia,
kelemahan
umum,nyeri
abdomen, munculnya
mual-muntah
3. Pantau masukan
makanan setiap hari.
Dan timbang BB
setiap hari serta
laporkan adanya
penurunan BB
4. Dorong pasien untuk
makan dan
meningkatkan jumlah
makan dan juga
makanan kecil
dengan menggunakan
makanan tinggi kalori
yang mudah dicerna
5. Hindari pemberian
makanan yang dapat
meningkatkan
peristaltik usus (teh,
usus normal klien
2. Memantau nafsu
makan klien
3. Peningkatan atau
penurunan BB klien
akan berpengaruh
terhadap penyakit
klien
4. Memulihkan nutrisi
klien dan
mengembalikan BB
yang telah hilang
5. Menghindari
kopi dan makanan
berserat lainnya ) dan
cairan yang
menyebabkan diare
Kolaborasi :
1. Konsul dengan ahli
gizi untuk
memberikan diet
tinggi kalori, protein,
karbohidrat dan
vitamin
2. Berikan obat dengan
indikasi:
a. glukosa,vitamin B
kompleks
b. Insulin (dengan dosis
kecil)
komplikasi lbih lanjut
1. Kebutuhan zat-zat
makanan klien
terpenuhi
a. Glukosa dibutuhkan
klien untuk proses
metabolisme tubuh
b. Insulin dibutuhkan
klien untuk proses
metabolisme sel
4 Resiko intoleransi
aktivitas
Tupen : setelah
perawatan selama
Mandiri :
1. Pantau tanda vital 1. Nadi secara luas
berhubungan
dengan
penurunan ATP
ditandai dengan
lemah, letih, lesu.
2 X 24 Jam
mengungkapkan
secara verbal
tentang
peningkatan energi
Tupan :
Setelah dilakukan
perawatan selama
6 x 24 jam klien
menunjukan
perbaikan
kemampuan untuk
berpartisipasi
dalam melakukan
aktivitas.
dan catat nadi baik
saat istirahat maupun
saat melakukan
aktivitas.
2. Catat berkembangnya
takipnea, dispnea,
pucat, dan sianosis
3. Berikan / ciptakan
lingkungan yang
tenang ;ruangan yang
dingin, turunkan
stimulasi sensori,
warna – warna yang
sejuk, dan musik
santai (tenang)
4. Sarankan pasien
untuk mengurangi
aktivitas dan
meningkatkan
istirahat di tempat
meningkat dan
bahkan saat istirahat,
takikardia ( diatas
160x/menit)mungkin
akan ditemukan.
2. Kebutuhan dan
konsumsi oksigen
akan ditingkatkan
pada keadaan
hipermetabolik, yang
merupakan potensial
akan terjadi hipoksia
saat melakukan
aktivitas.
3. Menurunkan
stimulasi yang
kemungkinan besar
dapat menimbulkan
agitasi, hiperaktif,
dan insomnia.
4. Membantu melawan
pengaruh dari
peningkatan
metabolisme
tidur sebanyak –
banyaknya jika
memungkinkan.
5. Berikan tindakan
yang membuat pasien
nyaman, seperti
sentuhan/masase,
bedak yang sejuk.
6. Memberikan aktivitas
pengganti yang
menyenangkan dan
tenang, seperti
membaca,
mendengarkan radio
dan mnonton televisi.
7. Hindari
membicarakan topik
yang menjengkelkan
atau yang
mengancam pasien.
Diskusikan cara
untuk berespons
terhadap perasaan
tersebut.
8. Diskusikan dengan
orang terdekat
keadaan lelah dan
5. Dapat menurunkan
energi dalam saraf
yang selanjutnya
meningkatkan
relaksasi
6. Memungkinkan
untuk menggunakan
energi dengan cara
konstruktif dan
mungkin juga akan
menurunkan ansietas
7. Peningkatan
kepekaan dari
susunan saraf pusat
dapat menyebabkan
pasien mudah untuk
terangsang, agitasi,
dan emosi yang
berlebihan
8. Mengerti bahwa
tingkah laku tersebut
secara fisik
meningkatkan koping
emosi yang tidak
stabil ini.
Kolaborasi :
1. Berikan obat sesuai
indikasi :
Sedatif; mis ,
fenobarbital
(luminal), tranquilizer
mis ,
klordiazepoksida
(librium)
terhadap situasi saat
itu dorongan dan
saran orang terdekat
untuk berespons
secara positif dan
berikan dukungan
pada pasien
1. Untuk mengatasi
keadaan (gugup),
hiperaktif, dan
insomnia
5 Gangguan body
image
berhubungan
dengan
hiperplasia tiroid
ditandai dengan
pembesaran
ukuran kelenjar
tiroid kiri
3,33x2,82x6,56
cm dan tiroid
kanan
Tupen:
Klien mampu
mengungkapkan
perubahan dalam
gaya hidup tentang
dirinya (perasaan
tidak berdaya,
putus asa, dan
tidak mampu
beraktivitas)
Mandiri:
1. Kontak dengan klien
secara sering,
mempertahankan
kontak mata, dan
perlakukan klien
dengan hangat, beri
penghargaan yang
positif.
1. Kontak yang sering
oleh pemberi
perawatan
menunjukkan
penerimaan dan dapat
mempermudah rasa
percaya. Klien dapat
enggan untuk
mendekati staf karena
konsep diri yang
negatif; perawat yang
3,43x2,55x4,31
cm.
Tupan:
Klien mampu
mengungkapkan
tentang perubahan
tubuh, penerimaan
diri dalam situasi
dan mulai
mengembangkan
mekanisme koping
untuk menghadapi
maslah secara
efektif (Klien
mampu menerima
kondisi diri)
2. Berikan dorongan
kepada klien untuk
mengungkapkan
perasaannya tentang
penampilan dan
persepsi dampak gaya
hidup.
3. Bantu klien dalam
mengidentifikasi
atribut dan kekuatan
pribadi. Berikan
kemudahan
penyesuaian melalui
harus mendekati
pasien (Dudas, 1993)
2. Mengekspresikan
perasaan dan persepsi
meningkatkan
kewaspadaan diri
klien dan membantu
perawat
merencanakan
intervensi yang
efektif untuk
memenuhi
kebutuhannya.
Memvalidasi persepsi
klien memberikan
keyakinan dan dapat
menurunkan
kecemasan. (Dudas,
1993)
3. Hal ini dapat
membantu klien
berfokus pada
karakteristik yang
positif yang
menunjang konsep
diri secara
keseluruhan daripada
hanya pada
perubahan citra
mendengar secara
aktif.
4. Siapkan orang
terdekat terhadap
perubahan fisik dan
emosional.
5. Diskusikan dengan
sistem pendukung
klien pentingnya
mengkomunikasikan
nilai dan kepentingan
klien.
Kolaborasi:
1. Rujuk klien yang
beresiko tinggi pada
konseling profesional
bila diindikasikan.
tubuh. Perawat harus
menguatkan aspek
positif ini dan
mendorong klien
untuk memadukan ke
dalam konsep dirinya
yang baru. (Dudas,
1993)
4. Dukungan dapat
diberikan lebih bebas
dan lebih realistik
jika orang lain
disiapkan (Dudas,
1993)
5. Hal ini meningkatkan
harga diri dan
meningkatkan
penyesuaian. (Dudas,
1993)
1. Konseling
profesional
diindikasikan untuk
klien dengan
kekuatan ego yang
buruk dan sumber
koping yang tidak
adekuat
6 Anxietas
berhubungan
dengan stimulasi
SSP ditandai
dengan palpitasi
Tupen :
Setelah perawatan
1 X 24 jam klien
menyatakan
ansietas berkurang
Tupan :
Klien tampak
rileks dan mampu
mengidentifikasi
cara hidup yang
sehat untuk
membagikan
perasaannya
Mandiri :
1. Observasi tingkah
laku yang
menunjukkan tingkat
anxietas
2. Pantau respon fisik,
palpitasi, gerakan
berulang – ulang,
hiperventilasi,
insomnia
1. Anxietas ringan dapat
ditunjukkan dengan
peka rangsang dan
insomnia. Anxietas
berat dapat
ditunjukkan dengan
keadaan panik,
berteriak – teriak, dan
ketidakmampuan
berbicara
2. Peningkatan
pengeluaran penyekat
beta-adrenergik pada
daerah reseptor,
bersamaan dengan
efek – efek kelebihan
hormon tiroid,
menimbulkan
manklin dari
peristiwa kelebihan
katekolamin ketika
kadar epinefrin /
norepinefrin dalam
keadaan normal
3. Memberikan
informasi akurat yang
dapat menurunkan
3. Jelaskan prosedur,
lingkungan sekeliling
atau suara yang
mungkin terdengar
oleh pasien
4. Kurangi stimulus dari
luar, berikan
lingkungan terapeutik
5. Tekankan harapan
bahwa pengendalian
emosi itu harus tetap
diberikan sesuai
dengan
perkembangan terapi
obat
Kolaborasi :
1. Berikan obat
distorsi / kesalahan
interpretasi yang
dapat berperan pada
reaksi anxietas dan
ketakutan
4. Menciptakan
lingkungan yang
terapeutik dapat
meningkatkan
ketenangan pasien
5. Meyakinkan pasien
bahwa keadaan itu
adalah sementara dan
akan membaik
dengan pengobatan
1. Menurunkan
pengaruh sekresi
hormon tiroid yang
berlebihan
2. Terapi penyokong
yang terus menerus
mungkin dibutuhkan
pasien atau orang
terdekat jika krisis itu
menimbulkan
antiansietas ( seperti,
sedatif), pantau
efeknya
2. Rujuk kepada sistem
penyongkong sesuai
dengan kebutuhan
seperti, konseling,
ahli agama, dan
pelayanan sosial
perubahan gaya hidup
pada pasien
Daftar Pustaka
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta:
EGC
Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/05/fungsi_dan_kelainan_kelenjar.pdf [di
akses tgl 14 November 2012 pukul 19.00]
Mutaqin, Halim. 2001. Ilmu Penyaakit Dalam Diagnosis dan Terapi. Jakarta: EGC
Smeltzer, C. Suzzane. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Vol.2. Jakarta:
EGC
Stein, MD, Jay. H. 2001. Panduan Klinik lmu Penyakit Dalam Edisi 3. Jakarta: EGC
Sylvia A. Price. 2006. Patologi. Jakarta ; EGC