Post on 18-Feb-2018
HUBUNGAN SELF-CONTROL DENGAN PERILAKU
PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA SEKOLAH
MENENGAH ATAS NEGERI 4 AMBON
OLEH
PRISILIA TUPARIA
80 2010 021
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2014
HUBUNGAN SELF-CONTROL DENGAN PERILAKU PROKRASTINASI
AKADEMIK PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGEREI 4
AMBON
Prisilia Tuparia
Berta Esti A. P
Ratriana Y. E Kusumiati
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2014
i
Abstrak
Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional yang bertujuan untuk mengetahui
signifikansi hubungan antara self-control dengan perilaku prokrastinasi akademik pada
siswa. Sebanyak 97 siswa diambil sebagai sampel yang dilakukan dengan menggunakan
teknik sampel insidental sampling. Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan metode skala, yaitu skala self-control dan skala
prokrastinasi akademik. Teknik analisa data yang dipakai adalah teknik korelasi product
moment. Dari hasil analisa ddata diperoleh koefisien korelasi (r) -0,311 dengan nilai
signifikansi 0,000 (p<0,05) yang berarti ada hubungan negatif signifikansi antara self-
control dengan perilaku prokrastinasi akademik pada siswa SMA Negeri 4 Ambon.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa self-control siswa yang tinggi akan membuat
perilaku prokrastinasi akademik menjadi rendah.
Kata Kunci : Self control, Perilaku Prokrastinasi Akademik, Siswa
ii
Abstrak
The research is a correlation research that aims to determine the significance of the
relationship between self-control and academic procrastination behavior of students. A
total of 97 students were used as a samples using insidental sampling technique. The
research method used is the scale method, like self-control scale and academic
procrastination scale. Data analysis technique used is the product moment correlation
technique. The analysis data makes a correlation coefficient (r) -0.311 with a
significance value of 0.000 (p<0.05), which means there is a significant negative
relationship between self-control and academic procrastination behavior on SMA
Negeri 4 Ambon. These result indicate that if self-control of students is high will make
academic procrastination behavior is low.
Keywords : Self-control, academic procrastination behavior, student
1
PENGANTAR
LATAR BELAKANG
Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah salah satu tempat pendidikan untuk dapat
mengembangkan kemampuan yang dimiliki individu baik dalam segi kognitif, afektif
maupun psikomotor melalui proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah. Hal
tersebut diharapkan mampu menghasilkan generasi-generasi muda yang cerdas, kreatif,
cekatan dan bertanggung jawab. Pada masa remaja, aspek afektif dan moral telah
berkembang dan diharapkan remaja mampu mendukung menyelesaikan tugas-tugasnya.
Piaget (dalam Santrock, 2007) memaparkan, masa remaja merupakan masa
perkembangan dalam aspek kognitif yang sudah mencapai taraf operasi formal,
sehingga aktivitas siswa SMA merupakan hasil dari berfikir logis. Berdasarkan
pendapat tersebut maka seorang siswa SMA sudah mampu dianggap bertanggung jawab
dalam menyelesaikan berbagai tugas termasuk tugas akademik. Namun berdasarkan
fakta dan realita yang sering terjadi didalam bidang pendidikan bahwa siswa SMA
masih mengalami masalah dalam menjalankan tugas-tugas akademik.
Fenomena yang sering terjadi pada pelajar saat ini adalah banyak waktu yang
terbuang sia-sia untuk hal lain selain belajar. Hal ini terlihat dari kebiasaan suka
begadang, jalan-jalan di mall atau plaza bersama teman-teman, menonton televisi
hingga berjam-jam, kecanduan game online dan suka menunda waktu pekerjaan (Savira
& Yudi, 2013). Selain itu juga dengan berkembangnya teknologi dan semakin banyak
media sosial/jejaring sosial yang digemari remaja indonesia, seperti Facebook, Twitter,
Instagram, Youtube dan kaskus (http://matinjoy.blogspot.com/2014/04/5-macam-sosial-
media-yang-paling.html) membuat remaja semakin banyak membuang waktu untuk
memposting aktivitasnya di jejaring sosial ketimbang mengerjakan pekerjaan rumah
2
ataupun belajar. Ketika seorang pelajar tidak dapat memanfaatkan waktu dengan baik,
banyak mengulur waktu untuk melakukan aktivitas lain dengan sengaja dan merasa
aktivitas lain lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan
sehingga tugas terbengkalai dan menyelesaikan tugas tidak maksimal maka dapat
mengakibatkan kegagalan atau terhambatnya kesuksesan. Kegagalan atau kesuksesan
individu sebenarnya bukan karena faktor intelegensi semata namun kebiasaan
melakukan penundaan terutama dalam penyelesaian tugas akademik yang dikenal
dengan istilah prokrastinasi akademik (Savira & Yudi, 2013).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa prokrastinasi merupakan salah satu
masalah yang menimpa sebagian besar anggota masyarakat secara luas, dan pelajar pada
lingkungan yang lebih kecil, seperti sebagian pelajar di sana. Sekitar 25 % sampai
dengan 75 % dari pelajar melaporkan bahwa prokrastinasi merupakan salah satu
masalah dalam lingkup akademis mereka (Ferrari, Keane, Wolf, & Beck, 1998). Hasil
pengamatan oleh Ghufron (2003), pada sebagian siswa SMU atau MA dan yang
sederajat di Yogyakarta, dapat disimpulkan bahwa penundaan merupakan salah satu
kebiasaan yang sering dilakukan remaja dalam menghadapi tugas-tugas mereka.
Kebiasaan menunda-nunda tidak hanya terjadi di Indonesia saja, di luar negeri pun
fenomena ini bukan merupakan suatu hal yang luar biasa. Hasil penelitian di luar negeri
menunjukan bahwa prokrastinasi terjadi di setiap bidang kehidupan, salah satunya di
bidang akademik. Penelitian tentang prokrastinasi pada awalnya memang banyak terjadi
di lingkungan akademik. Pada hasil survei majalah New Statement 26 Februari 1999
juga memperlihatkan bahwa kurang lebih 20% sampai dengan 70% pelajar melakukan
prokrastinasi (Yuanita, 2010 dalam Aliya & Hervi, 2011). Penelitian dari Bruno (dalam
3
Hayyinah, 2004 ) mengungkapkan bahwa ada 60% individu memasukkan sikap
menunda sebagai kebiasaan dalam hidup mereka.
Menurut Zakarilya (2002) anak-anak usia sekolah, dari SD sampai SMU cenderung
lebih banyak mengisi waktunya dengan bermain dan menonton televisi daripada belajar.
Semangat belajar para remaja ini semakin lama semakin menipis dan kalah dengan
keinginan untuk belajar. Beberapa fenomena lain yang ada menunjukan bahwa anak-
anak SMA justru menghindari kegiatan akademik dengan melakukan hal lain yang lebih
negatif seperti menggunakan obat-obatan terlarang, merokok, minum-minuman keras,
melakukan free-sex, dan sebagainya (Suara merdeka Cyber Media, 17 Juli 2006 dalam
Tyta, 2007).
Ferrari menjelaskan seseorang yang dikatakan melakukan prokrastinasi akademik
adalah ketika seseorang memiliki ciri-ciri menunda untuk memulai maupun
menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi, keterlambatan dalam mengerjakan
tugas, kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual dan melakukan aktivitas
lainyang lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan
(Ghufron & Rini, 2010).
Menurut Ferrari dan Morales (2007) prokrastinasi akademik memberikan dampak
yang negatif bagi para pelajar, yaitu banyaknya waktu yang terbuang tanpa
menghasilkan sesuatu yang berguna. Prokrastinasi juga dapat menyebabkan penurunan
produktivitas dan etos kerja individu sehingga membuat kualitas individu menjadi
rendah. Kerugian lain yang dihasilkan dari perilaku prokrastinasi menurut Solomon dan
Rothblum (1984) adalah tugas tidak terselesaikan, atau terselesaikan namun hasilnya
tidak maksimal, karena dikejar deadline.
4
Beberapa faktor-faktor menurut Ferrari (1995), yang mempengaruhi terjadinya
perilaku prokrastinasi, seperti kelelahan, Self-afficacy, tingkat intelegensi yang dimiliki
seseorang, rendahnya self-control, motivasi yang rendah dan kondisi lingkungan lenient
(pengawasan rendah). Dari faktor-faktor tersebut dapat terjadi pada pelajar, seperti
kelelahan dalam belajar karena tugas yang banyak/padatnya jam belajar, tidak ada
semangat untuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru dan juga seperti self-
control yang rendah, sebagai remaja dunia berteman dan bergaul akan menjadi lebih
penting dibandingkan duduk mengerjakan tugas di rumah. Remaja akan lebih memilih
hal yang lebih menyenangkan seperti bersama teman sebaya dari pada duduk
mengerjakan tugas sekolahnya. Hal ini didukung dengan hasil wawancara dengan siswa
“R” ia mengatakan bahwa sering bosan dengan kegiatan belajar yang ada itu juga yang
membuat ia sering menunda-nunda mengerjakan tugas ataupun pekerjaan rumah.
Setiap individu memiliki suatu mekanisme yang dapat membantu mengatur dan
mengarahkan perilaku, yaitu self-control. Menurut Goldfried dan Marbaum (dalam
Muhid, 2009) kontrol diri diartikan sebagai kemampuan untuk menyusun, membimbing,
mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa ke arah konsekuensi
positif. Sebagai salah satu sifat kepribadian, kontrol diri pada satu individu dengan
individu yang lain tidaklah sama. Sebagai salah satu sifat kepribadian, kontrol diri pada
satu individu dengan individu yang lain tidaklah sama. Ada individu yang memiliki self-
control yang tinggi dan ada individu yang memiliki self-control yang rendah. Individu
yang memiliki self-control yang tinggi mampu mengubah kejadian dan menjadi agen
utama dalam mengarahkan dan mengatur perilaku utama yang membawa pada
konsekuensi positif (dalam Aini & Mahardayani, 2011).
5
Secara umum orang yang mempunyai self-control yang tinggi akan menggunakan
waktu dengan tepat dan mengarah pada perilaku yang lebih utama (Ghufron, 2003).
Apabila sebagai seorang pelajar yang tahu tentang kewajibannya untuk menyelesaikan
tugas dengan baik dan mempunyai self-control yang tinggi, mereka akan mampu
memandu, mengarahkan dan mengatur perilaku. Mereka mampu mengatur stimulus
sehingga dapat menyesuaikan perilakunya kepada hal-hal yang lebih menunjang untuk
menyelesaikan tugasnya. Dan sebaliknya jika pelajar yang memiliki self-control yang
rendah maka ia tidak mampu mengatur dan mengarahkan perilakunya. Ia akan
mementingkan sesuatu yang lebih menyenangkan, sehingga banyak melakukan
prokrastinasi dalam menyelesaikan tugas. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Aini
& Mahardayani (2011) dengan nilai rxy sebesar -0,401 dan p sebesar 0,000 (p<0,01),
mengemukakan bahwa seorang mahasiswa yang memiliki kontrol diri yang tinggi dapat
mengontrol perilakunya untuk segera mengerjakan skripsi. Individu tersebut mampu
mengatur stimulusnya, sehingga dapat mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus
yang tidak dihendaki (yaitu stimulus yang menghambat penyelesaian skripsi) dan
mampu menghadapi stimulus tersebut agar tidak berakibat melakukan prokrastinasi
dalam pengerjaan skripsi. Senada dengan penelitian yang dilakukan Herasti (2011),
dengan perolehan nilai koefisien korelasi sebesar 0,988 atau p mendekati 1.
Mengemukakan bahwa prokrastinasi yang diartikan sebagai proses menunda dalam
menyelesaikan tugas-tugas akademik tidak terlepas dari adanya peran kontrol diri yang
dimiliki oleh tiap siswa. Pada hakekatnya self-control pada satu individu dengan
individu yang lain tidaklah sama. Ada individu yang memiliki self-control yang tinggi,
namun ada pula individu yang memiliki self-control yang rendah.
6
Dengan demikian sejauh sepengetahuan penulis penelitian terhadap hubungan self-
control dengan perilaku prokrastinasi akademik pada siswa Sekolah Menengah Atas
Negeri 4 Ambon belum pernah dilakukan di Fakultas Psikologi Universitas Kristen
Satya Wacana Salatiga.
TINJAUAN PUSTAKA
Prokrastinasi Akademik
Berbagai macam definisi mengenai prokrastinasi akademik yang dikemukakan oleh
para ahli, sebagaimana yang dikutip oleh De Simone (dalam Wulan, 2000), Istilah
prokrastinasi berasal dari bahasa latin Procrastination dengan awalan “Pro” yang
berarti mendorong maju atau bergerak maju dan akhiran “crastinate” yang berarti
“kepunyaan hari esok”, atau jika digabungkan maka artinya menjadi “menangguhkan
atau menunda sampai hari berikutnya”. Ferrari et al. (1995), prokrastinasi berasal dari
bahasa Latin yaitu procrastinare. Kata procrastinare memiliki awalan pro yang berarti
bergerak maju atau maju ke depan dan akhiran crastinus yang berarti kepunyaan hari
esok. Jika digabungkan berarti menunda untuk hari esok. Solomon & Rothblum (1984:
503) mengatakan:“Procrastination, the act of needlessly delaying tasks to the point of
experiencing subjective discomfort, is an all-too-familiar problem”. Pernyataan ini
menjelaskan bahwa suatu penundaan dikatakan sebagai prokrastinasi apabila penundaan
itu dilakukan pada tugas yang penting, dilakukan berulang-ulang secara sengaja,
menimbulkan perasaan tidak nyaman, serta secara subyektif dirasakan oleh seorang
prokrastinator. Dalam kaitannya dengan lingkup akademik, prokrastinasi dijelaskan
sebagai perilaku menunda tugas-tugas akademis (seperti: mengerjakan PR,
7
mempersiapkan diri untuk ujian, atau mengerjakan tugas makalah) sampai batas akhir
waktu yang tersedia (Solomon & Rothblum, 1984).
Jadi berdasarkan berbagai pendapat para ahli diatas pengertian prokrastinasi
akademik dalam penelitian ini didefinisikan sebagai perilaku penundaan yang dilakukan
berulang-ulang secara disengaja dalam memulai maupun menyelesaikan tugas-tugas
yang berhubungan dengan bidang akademik dan dapat dipandang sebagai suatu
kebiasaan sehingga muncul perasaan tidak nyaman, cemas, dan rasa bersalah dalam
dirinya.
Area Prokrastinasi Akademik
Salomon & Rothblum (1984), membuat Procrastination Assesment Scale for
Student (PASS) terdiri menjadi dua bagian. bagian pertama untuk mengukur tingkat
secara umum prokrastinasi akademik dan PASS bagian ke-dua untuk memeriksa alasan
siswa melakukan prokrastinasi. berikut area-area dari PASS pertama dan kedua :
a. Tugas mengarang yang meliputi penundaan melaksanakan kewajiban atau tugas-
tugas menulis, misalnya menulis makalah, laporan, atau mengarang lainnya.
b. Tugas belajar menghadapi ujian mencakup penundaan belajar untuk menghadapi
ujian, misalnya ujian tengah semester, ujian akhir semester, dan ulangan mingguan.
c. Tugas membaca meliputi adanya penundaan untuk membaca buku atau referensi
yang berkaitan dengan tugas akademik yang diwajibkan.
d. Kinerja tugas administratif, seperti menulis catatan, mendaftarkan diri dalam
presensi kehadiran, mengembalikan buku perpustakaan.
e. Menghadiri pertemuan, yaitu penundaan maupun keterlambatan dalam mengahadapi
pelajaran.
8
f. Penundaan kinerja akademik secara keseluruhan, yaitu menunda mengerjakan atau
menyelesaikan tugas-tugas akademik secara keseluruhan.
Dan, pada bagian kedua ini Solomon dan Rothblum menurunkan 13 variabel yang
terdiri dari :
1. Evaluation anxiety (kecemasan dievaluasi)
2. Perfectionism (perfeksionis)
3. Difficulty making decision (sukar membuat keputusan)
4. Dependency and help seeking (tidak mandiri dan perlu bantuan)
5. Aversiveness of the task and low frustration tolerance (aversi kepada tugas)
6. Lack of self confidence (kurang percaya diri)
7. Laziness (malas)
8. Lack of assertion (tidak asertif)
9. Fear of success (takut berhasil)
10. Tendency to feel overwhelmed and poorly manage time (tidak dapat mengatur waktu
dan beban)
11. Rebellion agains control (sikap pemberontakan)
12. Risk taking (suka pada resiko tinggi)
13. Peer influence (pengaruh teman sebaya)
Ciri-ciri Prokrastinasi Akademik
Ferrari et al. 1995 mengemukakan ciri-ciri prokrastinasi akademik (dalam Zhella,
2012):
9
a. Penundaan untuk memulai dan menyelesaikan kerja tugas.
Seseorang yang melakukan prokrastinasi tahu bahwa tugas yang dihadapi harus
segera diselesaikan dan berguna bagi diri procrastinator, akan tetapi menunda
nunda untuk mulai mengerjakannya atau menunda nunda untuk menyelesaikan
sampai tuntas jika ia sudah mulai mengerjakan sebelumnya.
b. Keterlambatan dalam mengerjakan tugas
Seorang procrastinator menghabiskan waktu yang dimilikinya untuk
mempersiapkan diri secara berlebihan maupun melakukan hal-hal yang tidak
dibutuhkan dalam menyelesaikan tugas tanpa memperhitungkan keterbatasan waktu
yang dimiliki.
c. Kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja
Seorang procrastinator mempunyai kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai
dengan batas waktu yang telah ditentukan sebelumnya.
d. Melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan yang bersifat hiburan.
Seorang procrastinator dengan sengaja tidak segera melakukan tugasnya, akan
tetapi menggunakan waktu yang dimiliki untuk melakukan aktifitas lain yang
dipandang lebih menyenangkan dan mendatangkan hiburan.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Prokrastinasi Akademik
Solomon dan Rothblum (1984), berpendapat faktor-faktor penyebab prokrastinasi
adalah:
a. Ketakutan akan gagal (Fear of Failure)
Takut gagal atau menolak kegagalan ini merupakan kecenderungan mengalami
rasa bersalah ia tidak dapat mencapai tujuan atau keinginan. Ketakutan ini
10
mendorong seseorang untuk cenderung menunda atau mengulur waktu dalam
menyelesaikan suatu pekeijaan.
b. Tidak menyukai tugas (Aversive of the task)
Perasaan tidak menyukai suatu tugas ini berkaitan dengan perasaan terbebani
tugas yang berlebihan, tidak puas dengan tugas yang didapat dan perasaan tidak
senang atau benci terhadap tugas yang diberikan.
Selain itu Menurut Ferrari (1995), faktor-faktor yang menyebabkan
prokrastinasi kademik ada dua macam, yaitu faktor dari dalam individu (internal)
dan faktor dari luar individu (eksternal) (dalam Eviisfandiari, 2003) :
a. Faktor internal
Faktor internal yang berasal dari dalam diri sendiri yaitu kondisi fisik dan
kondisi psikologis individu :
1) Kodisi fisik
Orangdengan kondisi fisik yang kurang sehat maka ia akan cenderung malas
melakukan sesuatu. Sehingga ia memiliki alasan untuk menunda-nunda
pekerjaannya.
2) Kondisi psikologis
Kondisi psikologis ini termasuk pola kepribadian yang dimiliki individu
yang ikut mempengaruhi munculnya perilaku penundaan, misalnya trait
kemampuan sosial yang tercermin dalam self regulation dan tingkat
kecemasan dalam berhubungan sosial. Aspek lain dalam diri individu yang
dapat mempengaruhi prokrastinasi adalah harga diri, efikasi diri, self
conscious, self control dan self critical (Ferrari et al., 1995).
b. Faktor eksternal
11
Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi prokrastinasi adalah gaya
pengasuhan orang tua, kondisi lingkungan yang rendah pengawasan (lenient
)serta kondisi lingkungan yang mendasarkan pada hasil akhir.
1) Gaya pengasuhan orang tua
Hasil penelitian Ferrari dan Ollivate (dalam Nurpitasari, 2000) menemukan
bahwa tingkat otoriter ayah akan menyebabkan munculnya kecenderungan
perilaku prokrastinasi kronis pada subjek penelitian anak perempuan. Ibu
yang memiliki kecenderungan melakukan penundaan perilaku (avoidance
procrastination) menghasilkan anak perempuan yang memiliki
kecenderungan melakukan prokrastinasi.
2) Kondisi lingkungan lenient
Prokrastinasi banyak terjadi pada lingkungan yang rendah pengawasan dari
pada lingkungan yang tinggi pengawasan.
3) Kondisi lingkungan yang mendasarkan pada hasil akhir
Pada lingkungan yang mendasarkan penilaian berdasarkan hasil akhir yang
ditunjukkan seseorang, tapi bukan penilaian yang didasarkan pada usaha
yang dilakukan seseorang akan menimbulkan prokrastinasi yang lebih tinggi
daripada lingkungan yang mementingkan usaha, bukan hasil akhir.
Bruno (1998) menambahkan penyebab timbulnya prokrastinasi adalah kebutuhan
akan otonomi, takut sukses, kelambanan, pengalaman masa anak-anak, rasa
permusuhan, dan besarnya pekerjaan.
12
Kontrol Diri (Self-Control)
Tangney, Baumeister, dan Boone (2004) menyatakan bahwa self-control membuat
seseorang menahan suatu respon yang dianggap negatif dan mengarahkannya kepada respon
lain yang lebih baik dalam segi self discipline, deliberate/non impulsive, healthy habits,
work ethic, dan reliability. Calhoun & Acocela (1976) mengartikan kontrol diri sebagai
pengaturan proses-proses fisik, psikologis dan perilaku seseorang. Dengan kata lain
merupakan serangkaian proses yang membentuk diri sendiri. Kontrol diri dianggap sebagai
lawan dari kontrol eksternal. Kontrol diri mengandung pengertian individu menentukan
standar perilaku, kontrol diri akan member ganjaran bila memenuhi standar tersebut. Pada
kontrol eksternal, orang lain menentukan standar dan memberi atau menahan ganjaran.
Berdasarkan berbagai pendapat para ahli diatas pengertian Self-control dalam
penelitian ini didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk menyusun,
membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang membawa individu ke
arah konsekuensi positif sehingga tingkah lakunya sesuai dengan aturan atau norma
sosial. Kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta
dorongan dari dalam dirinya dengan menggunakan sikap yang rasional sehingga mampu
membuat keputusan dan mengambil tindakan yang efektif.
Aspek-aspek Self-control
Menurut Tangney, Baumeister, dan Boone (2004), Self-control memiliki empat
domain atau aspek yakni kontrol terhadap pemikiran (kognitif), kontrol terhadap
impulse (dorongan hati), kontrol terhadap emosi, dan kontrol terhadap unjuk kerja
(performance). Berikut ini penjelasan dari keempat domain tersebut:
13
a. Kontrol terhadap pemikiran (kognitif) adalah kemampuan dari individu untuk
mengendalikan pikiran sehingga menghasilkan sikap yang yang positif atau
mengarah kepada perilaku yang objektif.
b. Kontrol terhadap impulse (dorongan hati) adalah kemampuan individu untuk
mengendalikan diri serta bertindak secara bijak terhadap setiap dorongan hati
negatif yang muncul secara tiba-tiba.
c. Kontrol terhadap emosi adalah kemampuan individu untuk memiliki kesadaran diri
emosi dalam hubungan dengan diri sendiri maupun dengan orang lain.
d. Kontrol terhadap unjuk kerja adalah kemampuan individu untuk memperoleh nilai
yang lebih baik dalam jangka waktu panjang, karena mereka akan lebih baik dalam
mengerjakan tugas tepat waktu, mencegah dari aktivitas-aktivitas untuk menunda-
nunda waktu saat bekerja, belajar dengan efektif, memilih mata pelajaran dengan
tepat dan mampu menjaga emosi negatif yang merusak kinerja.
Hubungan Self-control Dengan Perilaku Prokrastinasi Akademik
Ghufron (2003) menyatakan bahwa setiap individu memiliki suatu mekanisme yang
dapat membantu mengatur dan mengarahkan perilaku yaitu kontrol diri. Individu yang
memiliki kontrol diri yang tinggi mampu mengubah kejadian dan menjadi agen utama
dalam mengarahkan dan mengatur perilaku utama yang membawa kepada konsekuensi
positif. Individu yang kontrol dirinya rendah tidak mampu memandu, mengarahkan dan
mengatur perilaku. Mereka tidak mampu menginterpretasikan stimulus yang dihadapi,
tidak mampu mempertimbangkan konsekuensi yang mungkin dihadapi sehingga tidak
mampu memilih tindakan yang tepat (Muhid, 2009).
Dengan adanya self-control yang baik maka seorang siswa dapat menghindari
perilaku prokrastinasi terutama yang banyak terjadi di lingkungan akademik. Hal ini
14
sejalan dengan yang dituturkan oleh Muhid (2009), dalam sebuah penelitian ditemukan
aspek-aspek pada diri individu yang mempengaruhi seseorang untuk mempunyai suatu
kecenderungan perilaku prokrastinasi, antara lain rendahnya kontrol diri (self-control),
self consciuous, rendahnya self esteem, self efficacy, dan kecemasan sosial.
Ketika seorang siswa memiliki self-control yang tinggi maka ia akan tahu tentang
kewajibannya untuk menyelesaikan tugas dengan baik serta tepat pada waktunya,
sebaliknya ketika seorang siswa memiliki self-control yang rendah ia akan lebih
memilih sesuatu yang hanya menyenangkan diri pribadi seperti bersama-sama dengan
teman dari pada duduk mengerjakan tugas sekolahnya.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ghufron (2003), yang menunjukkan bahwa
prokrastinasi akademik dipengaruhi oleh kontrol diri seseorang. Self-control dapat
membawa ke arah konsekuensi positif. Sebagai seorang pelajar maka self-control yang
tinggi akan mampu mengarahkan siswa untuk bertindak dengan positif, dan
menghindari perilaku prokrastinasi. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gren
(1982), bahwa keadaan yang merugikan belajar, dikarenakan sedikit pelajar yang
menggunakan kontrol diri sebagai strategi mengelola lingkungan belajar dan mereduksi
secara simultan prokrastinasi akademiknya. Demikian ini, pelajar yang memiliki self-
control dan harga diri tinggi efektif dalam meningkatkan ketepatan waktu dalam
mengerjakan tugas, hadir di sekolah dan mereduksi kelambanan, menunda-nunda tugas
maupun belajar.
Hal senada juga dari hasil penelitian oleh Aini & Mahardayani (2011)
mengemukakan bahwa dengan kontrol diri yang tinggi seorang mahasiswa yang sedang
menyelesaikan skripsi mampu segera menyelesaikan skripsi tersebut dengan baik, dan
jika seorang mahasiswa tersebut memiliki kontrol diri yang rendah ia akan sering untuk
15
menunda-nunda dan lebih berminat dengan pekerjaan lain yang lebih menyenangkan
dan tetntunya tidak bermanfaat untuk skripsinya tersebut. Herasti (2011),
mengemukakan sebagai seorang pelajar yang mempunyai kewajiban untuk menuntut
ilmu di sekolah, apabila mempunyai self-control yang tinggi, maka akan mampu unntuk
mengarahkan dan mengatur perilakunya sehingga dapat menyesuaikan perilaku mereka
dalam kehidupan sehari-hari sehingga akan menunjang kegiatan belajar mereka, baik di
sekolah maupun di rumah. Ditambahkan oleh Herasti (2011), bahwa kontrol diri yang
tinggi pada siswa yang memiliki peringkat tinggi di kelasnya, belum tentu tidak
melakukan prokrastinasi. Hal ini kemungkinan dikarenakan faktor fear of failure atau
ketakutan akan kegagalan, sehingga para siswa tersebut memiliki kecenderungan untuk
menyelesaikan tugas lebih lama dari pada waktu yang ditentukan.
Siswa SMA Negeri 4 Ambon merupakan bagian dari tunas-tunas harapan bangsa
yang sangat diharapkan dapat memajukan Kota Ambon dan juga Negara Indonesia
kedepannya dan pula diharapkan untuk dapat mempertahankan eksistensi bangsa di
masa yang akan datang. Dan mereka juga merupakan calon kompetitor yang akan
menghadapi persaingan hidup yang tinggi, namun jika perilaku prokrastinasi akademik
sering dilakukan akan menjadi masalah tersendiri bagi diri pribadi mereka, sehingga
dapat pula dikatakan bahwa tingkat pengontrolan diri mereka rendah. Dengan demikian
itu, prokrastinasi akademik pada mereka dapat dikatakan sebagai suatu masalah dan
patut untuk diteliti lebih lanjut.
Hipotesa
Berdasarkan tinjauan yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan negatif yang signifikan antara
16
self-control dengan perilaku prokrastinasi akademik pada siswa Sekolah Menengah
Atas Negeri 4 Ambon.
Ho : rxy ≥ 0 Tidak ada hubungan negatif yang signifikan antara self-control dengan
perilaku prokrastinasi akademik pada siswa.
H1 : rxy < 0 Ada hubungan negatif yang signifikan antara self-control dengan
perilaku prokrastinasi akademik pada siswa.
METODOLOGI PENELITIAN
Populasi, Teknik Sampling dan Subjek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan siswa SMA Negeri 4 Ambon yang
berjumlah 918 siswa.
Menurut Sugiyono (2012) sampel merupakan sebagian dari jumlah karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah insidental sampling yang merupakan teknik penentuan sampel berdasarkan
kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan atau insidental bertemu dengan peneliti
dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemuin itu
cocok sebagai sumber data (Sugiyono, 2012). Dan untuk penentuan kelas mana saja
yang menjadi sampel, penulis memberikan hak kepada pihak sekolah untuk
menentukannya.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
angket atau skala pengukuran psikologi. Dalam penelitian ini memiliki 2 skala, yaitu
skala self-control dan skala prokrastinasi akademik.
17
1. Pada Skala Self-Control.
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur Self-Control adalah Skala Self-Control
yang disusun oleh penulis berdasarkan empat domain atau aspek yang dikemukakan
oleh Tangney, Baumeister, dan Boone (2004). Empat domain atau aspek tersebut
meliputi :
a. Kontrol terhadap pemikiran (kognitif)
b. Kontrol terhadap impulse (dorongan hati)
c. Kontrol terhadap emosi
d. Kontrol terhadap unjuk kerja
Skala ini disusun dengan dua jenis pernyataan, yaitu favorable dan unfavorable
yang menggunakan model Likert. Maka skala Likert tersebut mempunyai lima
macam pilihan jawaban yaitu, sangat setuju (SS), setuju (S), netral, antara setuju
atau tidak (N), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Penyekoran ini
dilakukan dengan sistematika untuk item-item favorable, jawaban sangat setuju (SS)
mendapat skor 5 dan bergerak menuju skor 1 untuk jawaban yang sangat tidak setuju
(STS). Begitu juga dengan item-item unfavorable, jawaban sangat tidak setuju (STS)
mendapat skor 5 dan bergerak menuju skor 1 untuk jawaban sangat setuju (SS).
Sebelum peneliti menggunakan skala psikologi sebagai alat ukur pada penelitian
ini, peneliti melakukan uji bahasa pada siswa siswi SMA di Salatiga. 10 skala
psikologi dibagi pada 10 siswa SMA yang ditemui secara acak bertujuan untuk
menguji bahasa dalam skala self-control dan prokrastinasi akademik apakah telah
sesuai dan mudah untuk dimengerti. Dan dalam rangka menguji validitas dan
reliabilitas dilakukan uji try out terpakai.
18
Berdasarkan pada perhitungan uji seleksi item dan reliabilitas skala self-control
yang terdiri dari 36 item, diperoleh item yang gugur sebanyak 7 item dengan
koefisien korelasi item totalnya bergerak antara 0,303-0,704. Sedangkan teknik
pengukuran untuk menguji reliabilitas adalah menggunakan teknik koefisien Alpha
Cronbach, sehingga dihasilkan koefisien Alpha pada skala self-control sebesar
0,927. Hal ini berarti skala self-control reliabel.
2. Skala Prokrastinasi Akademik.
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur prokrastinasi akademik siswa adalah
Skala Prokrastinasi Akademik yang terbagi menjadi dua bagian dirancang
berdasarkan area prokrastinasi akademik dan variabel-variabel hasil dari pilot study
yang dikemukakan oleh Solomon dan Rothblum (1984) :
a. Tugas mengarang
b. Tugas belajar menghadapi ujian
c. Tugas membaca
d. Kinerja tugas administratif
e. Menghadiri pertemuan
f. Penundaan kinerja akademik secara keseluruhan
Dan, pada bagian kedua ini Solomon dan Rothblum menurunkan 13 variabel
yang terdiri dari :
1. Evaluation anxiety (kecemasan dievaluasi)
2. Perfectionism (perfeksionis)
3. Difficulty making decision (sukar membuat keputusan)
4. Dependency and help seeking (tidak mandiri dan perlu bantuan)
5. Aversiveness of the task and low frustration tolerance (aversi kepada tugas)
19
6. Lack of self confidence (kurang percaya diri)
7. Laziness (malas)
8. Lack of assertion (tidak asertif)
9. Fear of success (takut berhasil)
10. Tendency to feel overwhelmed and poorly manage time (tidak dapat mengatur
waktu dan beban)
11. Rebellion agains control (sikap pemberontakan)
12. Risk taking (suka pada resiko tinggi)
13. Peer influence (pengaruh teman sebaya)
Metode yang digunakan sebagai pola dasar pengukuran skala ini adalah model
Likert. Pada skala untuk mengukur prokrastinasi akademik siswa ini pilihan jawaban
disesuaikan dengan pertanyaan dan pernyataan yang dikemukakan oleh Solomon
dan Rothblum (1984). Alat ukur Procrastination Assesment Scale for Students
(PASS) memiliki dua bagian. Untuk bagian pertama subjek akan diminta memilih
antara 5 pilihan skala Linkert, yaitu skala yang pilihan jawabannya ditulis dengan
menggunakan angka a sampai e. masing-masing menunjukkan tidak pernah (a),
jarang (b), kadang-kadang (c), sering (d), sangat sering (e). Pada bagian kedua,
pilihan jawaban akan berkisar dari sama sekali tidak menggambarkan mengapa saya
menunda (a), sedikit menggambarkan mengapa saya menunda (b), ragu-ragu/netral
(c), menggambarkan mengapa saya menunda (d), sangat menggambarkan mengapa
saya menunda (e).
Dan hal yang sama dilakukan uji try out terpakai bertujuan untuk menguji
validitas dan reliabilitas pada skala prokrastinasi akademik. Perhitungan uji seleksi
item dan reliabilitas skala prokastinasi akademik yang terdiri dari 44 item, diperoleh
20
41 item yang valid dengan koefisien korelasi item total bergerak antara 0,302-0,687,
dan koefisien Alpha cronbach pada skala prokrastinasi akademik sebesar 0,943 yang
artinya skala tersebut reliabel.
HASIL PENELITIAN
Hasil Uji Deskriptif
a. Variabel Self-Control
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh pada skala self-control paling rendah
adalah 41 dan skor paling tinggi adalah 127, rata-ratanya adalah 89,84 dengan
standar deviasi 13,695.
Norma Kategorisasi hasil pengukuran Skala self-control dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :
Tabel 1.1 Kategorisasi Pengukuran Skala Self-Control
No Interval Kategori Mean N Persentase
1 121,8 ≤ x ≤ 145 Sangat
Tinggi
1 1,03%
2 98,6 ≤ x<121,8 Tinggi 23 23,71%
3 75,4 ≤ x<98,6 Sedang 89,84 64 65,98%
4 52,2 ≤ x <75,4 Rendah 8 8,25%
5 29 ≤ x <52,2 Sangat
Rendah
1 1,03%
Jumlah 97 100%
SD = 13,659 Min = 41 Max = 127 Keterangan: x = Self-Control
Dapat dilihat bahwa 1 siswa memiliki skor self-control yang berada pada
kategori sangat tinggi dengan persentase 1,03%, 23 siswa memiliki skor self-control
yang berada pada kategori tinggi dengan persentase 23,71%, 64 siswa memiliki skor
self-control yang berada pada kategori sedang dengan persentase 65,98%, 8 siswa
21
memiliki skor self-control yang berada pada kategori rendah dengan persentase
8,25%, dan 1 siswa yang memiliki skor self-control yang sangat rendah dengan
persentase 1,03%. Berdasarkan rata-rata sebesar 89,84 dapat dikatakan bahwa rata-
rata self-control siswa berada pada kategori sedang. Skor yang diperoleh subjek
bergerak dari skor minimum sebesar 41 sampai dengan skor maksimum sebesar 127
dengan standard deviasi 13,659.
b. Variabel Prokrastinasi Akademik
Dan pada variabel Prokrastinasi Akademik diperoleh skor paling rendah adalah
58 dan skor paling tinggi adalah 159, rata-ratanya adalah 119,01 dengan standar
deviasi sebesar 19,916.
Norma Kategorisasi hasil pengukuran Skala Prokrastinasi dapat dilihat pada
tabel dibawah ini :
Tabel 1.2 Kategorisasi Pengukuran Skala Prokrastinasi Akademik
No Interval Kategori Mean N Persentase
1 172,2 ≤ x ≤ 205 Sangat
Tinggi
0 0%
2 139,4 ≤ x <172,2 Tinggi 10 10,31%
3 106,6 ≤ x <139,4 Sedang 119,01 67 69,07%
4 73,8 ≤ x <106,6 Rendah 15 15,46%
5 41 ≤ x <73,8 Sangat
Rendah
5 5,16%
Jumlah 97 100%
SD = 19,916 Min = 58 Max = 159 Keterangan: x = Prokrastinasi Akademik siswa
Dilihat bahwa tidak ada siswa memiliki skor prokrastinasi yang berada pada
kategori sangat tinggi dengan persentase 0%, 10 siswa memiliki skor prokrastinasi
yang berada pada kategori tinggi dengan persentase 10,31%, 67 siswa memiliki skor
22
prokrastinasi yang berada pada kategori sedang dengan persentase 115,46%, 15
siswa memiliki skor prokrastinasi yang berada pada kategori rendah dengan
persentase 15,46%, dan 5 siswa memiliki skor prokrastinasi yang berada pada
kategori sangat rendah dengan persentase 5,16%. Berdasarkan rata-rata sebesar
119,01, dapat dikatakan bahwa prokrastinasi akademik siswa berada pada kategori
sedang. Skor yang diperoleh subjek bergerak dari skor minimum sebesar 58 sampai
dengan skor maksimum sebesar 159 dengan standar deviasi 19,916.
Uji Asumsi
Uji asumsi yang dilakukan terdiri dari uji normalitas dan uji linearitas. Uji
normalitas dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1.3 Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Self-Control
Prokrastinasi
Akademik
N 97 97
Normal Parametersa Mean 119.01 89.84
Std. Deviation 19.916 13.659
Most Extreme
Differences
Absolute .121 .091
Positive .084 .085
Negative -.121 -.091
Kolmogorov-Smirnov Z 1.194 .900
Asymp. Sig. (2-tailed) .115 .392
Berdasarkan uji hasil pengujian normalitas pada tabel 4.7 di atas, kedua variabel
memiliki signifikansi p>0,05. Variabel self-control memiliki nilai K-S-Z sebesar 1,194
dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,115 (p>0.05). Oleh karena nilai
signifikansi p>0,05, maka distribusi data self-control berdistribusi normal. Hal ini juga
terjadi pada variabel prokrastinasi yang memiliki nilai K-S-Z sebesar 0,900 dengan
23
probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,392. Dengan demikian data prokrastinasi juga
berdistribusi normal.
Sementara dari hasil uji linearitas dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1.4 Uji Linearitas
ANOVA Table
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Prokrastinasi
Akademik *
Self-Control
Between
Groups
(Combined) 10083.99
4 45 224.089 1.460 .095
Linearity 46.165 1 46.165 .301 .586
Deviation from
Linearity
10037.82
9 44 228.132 1.486 .086
Within Groups 7827.367 51 153.478
Total 17911.36
1 96
Dari hasil uji linearitas diperoleh nilai Fbeda sebesar 0,1486 dengan sig.= 0,086
(p>0,05) yang menunjukkan hubungan antara self-control dengan prokrastinasi
adalahlinear
Uji Korelasi
Dari perhitungan uji korelasi antara variable bebas dan terikat, dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 1.5 Hasil Uji Korelasi antara Self-Control dengan Prokrastinasi Akademik
Correlations
Self-Control Prokrastinasi Akademik
Self-Control Pearson Correlation 1 -.311**
Sig. (1-tailed) .000
N 97 97
24
Prokrastinas
i Akademik
Pearson Correlation -.311** 1
Sig. (1-tailed) .000
N 97 97
Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi diperoleh koefisien korelasi antara self-
control dengan prokrastinasi sebesar -0,311 dengan sig. = 0,000 (p < 0.05) yang berarti
ada hubungan negatif yang signifikan antara self-control dengan prokrastinasi.
PEMBAHASAN
Hasil pengukuran diatas membuktikan terdapat hubungan negatif yang signifikan
antara self-control dengan perilaku prokrastinasi akademik pada siswa SMA Negeri 4
Ambon. Berdasarkan hasil uji perhitungan korelasi, kedua variabel memiliki r sebesar
-0,311 dengan signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05) yang berarti kedua variabel yaitu self-
control dengan prokrastinasi akademik memiliki hubungan negatif yang signifikan yang
artinya semakin tinggi self-control siswa maka semakin rendah perilaku prokrastinasi
akademik yang dilakukan, begitu juga sebaliknya semakin rendah self-control siswa
maka semakin tinggi perilaku prokrastinasi akademiknya.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Green (1982),
yang menyatakan bahwa keadaan yang merugikan pelajar dalam belajar, dikarenakan
hanya sedikit pelajar yang menggunakan kontrol diri sebagai strategi mengelola
lingkungan belajar dan mengurangi secara langsung prokrastinasi akademiknya. Secara
demikian, pelajar yang memiliki self-control dan disiplin diri yang tinggi efektif dalam
meningkatkan ketepatan waktu dalam mengerjakan tugas, belajar mandiri di rumah,
kehadiran di sekolah dan mengurangi kelambanan, serta menunda-nunda tugas maupun
pekerjaan. Demikian pula, hasil penelitian oleh Muhid (2009), yang menyatakan bahwa
kontrol diri mempengaruhi perilaku prokrastinasi akademik mahasiswa. Begitu pula
25
Ghufron (2003), yang menunjukkan bahwa semakin rendah self-control semakin tinggi
prokrastinasi akademik pada remaja, begitu pula sebaliknya, semakin tinggi self-control
remaja semakin rendah prokrastinasi akademik remaja terbukti. Jadi, prokrastinasi
akademik berkorelasi dengan self-control seseorang. Aini & Mahardayani (2011)
mengemukakan bahwa dengan kontrol diri yang tinggi mahasiswa yang sedang
menyelesaikan skripsi mampu segera menyelesaikan skripsi tersebut dan mencurahkan
segala kekuatannya agar pekerjaaan tersebut segera selesai dan terhindar dari perilaku
prokrastinasi dalam menyelesaikan skripsi.
Menurut Averill (dalam Thalib, 2010), kemampuan kontrol diri mencangkup :
mengontrol perilaku yang meliputi kemampuan mengatur pelaksanaan dan kemampuan
mengatur stimulus, mengontrol kognitif yang meliputi kemampuan untuk memperoleh
informasi dan kemampuan melakukan penilaian, serta mengontrol keputusan.
Berdasarkan kemampuan mengontrol diri yang diungkapkan oleh Averill (dalam Thalib,
2010), siswa yang memiliki self-control yang tinggi akan mampu untuk mengontrol
perilakunya untuk tidak menunda tugas atau belajar sehingga berujung pada perilaku
prokrastinasi akademik, adanya kesadaran di dalam diri untuk mengontrol pekerjaan
yang lebih penting serta didahulukan dan dapat mengetahui konsekuensi yang dilakukan
ketika menunda hal yang lebih penting tersebut, jadi siswa dapat mengetahui bagaimana
dan kapan suatu stimulus tidak dikehendaki (stimulus menghambat penyelesaian tugas
atau belajar) dan dapat mengelola dan menghadapi stimulus tersebut.
Setiap individu memiliki suatu mekanisme yang dapat membantu dan mengarahkan
perilaku yaitu kontrol diri (Ghufron, 2003). Ketika seorang siswa memiliki kontrol diri
yang tinggi maka siswa akan dapat mengarahkan perilakunya ketika stimulus negatif
datang seperti sikap menunda-nunda pekerjaan. Terutama dalam bidang akademik
26
seperti dalam hal belajar dan mengerjakan pekerjaan rumah. Dengan adanya kontrol diri
yang baik maka siswa dapat mampu mempertimbangkan tindakan tepat yang akan dia
ambil dan dapat menghindari perilaku prokrastinasi akademik. Sedangkan individu yang
self-controlya rendah tidak mampu mengarahkan dan mengatur perilakunya, dan
bertindak lebih kearah negatif, seperti melakukan hal-hal yang dirasa lebih
menyenangkan pribadinya (Muhid, 2009) misalnya dengan lebih banyak menonton
televisi, bermain media sosial, atau pun jalan-jalan bersama teman dari pada
mengerjakan tugas atau belajar di rumah, bahkan akan menunda-nunda tugas yang
sebenarnya harus dikerjakan terlebih dahulu. Self-control yang rendah inilah siswa tidak
mampu memilih tindakan yang tepat untuk dirinya sendiri dalam menggunakan waktu
atau pun sekedar mengatur dorongan hatinya.
Sumbangan efektif yang diberikan oleh variabel self-control terhadap perilaku
prokrastinasi akademik adalah sebesar 9,61% (diperoleh dari r²) dan sisanya sebesar
90,39% yang dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor-faktor lain tersebut kemungkinan
adalah rendahnya motivasi, self esteem, self efficacy, kecemasan sosial, kurangnya
pengawasan, gaya pengasuhan orang tua, persepsi terhadap guru, kurangnya dukungan,
kesulitan memperoleh bahan, kurangnya sarana, dan aktifitas lain (Aini & Mahardayani,
2011).
Berdasarkan hasil analisis deskriptif dalam penelitian ini, diperoleh data bahwa self-
control sebesar 89,84 berada pada kategori sedang. Hal ini menunjukkan 64 siswa SMA
Negeri 4 Ambon memiliki pengontrolan diri yang sedang, ini menunjukkan bahwa
belum semuanya memiliki pengontrolan diri yang baik. Pada perilaku prokrastinasi
akademik siswa sebesar 119,01 yang berada pula pada kategori sedang. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian siswa sebanyak 15 orang memiliki kategori prokrastinasi
27
yang masih rendah dan 5 orang pada kategori sangat rendah, artinya banyak melakukan
prokrastinasi akademik.
Kontrol diri dipengaruhi oleh beberapa faktor. Antara lain faktor internal (dari
dalam diri individu), dan faktor eksternal (lingkungan individu). Faktor-faktor ini yang
dapat mempengaruhi kontrol diri siswa yang masih berada pada kategori sedang. Seperti
Faktor Internal adalah usia. Nasichah (2001) mengatakan bahwa semakin bertambahnya
usia seseorang maka, semakin baik kemampuan mengontrol diri seseorang itu. Pada
jenjang Sekolah Menengah Atas kita tahu sendiri bahwa pada masa remaja inilah para
siswa masih dalam masa pencarian jati diri serta belum matang dalam proses berpikir.
Ini dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan dan mengolah perilaku negatif
serta positif. Faktor eksternal adalah lingkungan keluarga. Hurlock (1973),
mengemukakan lingkungan keluarga terutama orangtua menentukan bagaimana
kemampuan mengontrol diri seseorang. Berdasarkan pengamatan langsung peneliti
sebagian orangtua yang menerapkan pola asuh acuh tak acuh (Permissif Indifferent)
pada anak-anaknya di Ambon, tidak adanya pendampingan dan pengajaran secara
intensif serta peraturan yang diterapkan orangtua kepada anak akan membuat kurangnya
kontrol diri. Dan berdampak secara langsung terhadap seringnya mengabaikan tugas-
tugas sekolah dan jam belajar. Dengan demikian, ketika tingginya sikap disiplin akan
memacu kesungguhan dan pemanfaatan waktu yang efektif bagi para siswa. Sikap ini akan
memacu para siswa sesegera mungkin untuk mengerjakan dan menyelesaikan tugas –
tugasnya terutama tugas akademiknya. Dan sikap seperti ini juga akan menjauhkan emosi –
emosi yang tidak menyenangkan seperti kecemasan dan perasaaan bersalah dari diri mereka
(Nuroh, 2006).
Hal yang sama pada hasil analisis deskriptif perilaku prokrastinasi akademik siswa
berada pula pada kategori sedang. Hal ini kemungkinan dapat dikarenakan ketakutan
28
akan kegagalan atau fear of failure pada siswa. Banyak alasan mengapa siswa
melakukan penundaan, belum tentu karena tidak dapat mengelola waktu atau
perilakunya tapi kemungkinan siswa tersebut ingin mendapatkan hasil yang terbaik
dalam tugas-tugas akademiknya. Anggreani (2008) mengemukakan bahwa fear of
failure ketakutan yang berlebihan untuk gagal, dalam penelitian tersebut seseorang
menunda-nunda mengerjakan tugas akhir yang dihadapinya karena takut jika gagal
menyelesaikannya akan mendatangkan penilaian negatif tentang kemampuan yang
dimilikinya.
Faktor lain seperti gaya pengasuhan orang tua dan lingkungan yang kondusif dapat
mempengaruhi perilaku prokrastinasi akademik siswa. Hasil penelitian Ferrari dan
Ollivete (dalam Nurpitasari, 2000) menemukan bahwa tingkat pengasuhan otoriter ayah
menyebabkan munculnya kecenderungan prokrastinasi, sedangkan tingkat pengasuhan
pengasuhan otoritatif ayah tidak menyebabkan prokrastinasi. Hasil dari pengamatan
peneliti, dalam keseharian dan budaya orang timur terutama di Ambon, pola asuh yang
banyak diterapkan kebanyakan orangtua adalah pola asuh otoriter yang keras serta
segala aturan orangtua harus ditaati oleh anak.
Dari pengamatan langsung peneliti, banyak anak tidak dapat membantah orangtua
karena dirasa belum besar dan belum tahu apa-apa, anak seolah “robot” yang harus
mengikuti orangtua. Hal ini dapat membuat anak menjadi memberontak, nakal atau
disiplin tetapi hanya sebagai bentuk menyenangkan hati orangtua saja, dan di belakang
orang tua, anak akan menunjukan perilaku yang berbeda. Dengan pola asuh yang keras
inilah, ketika orangtua menerapkan disiplin yang tinggi dapat saja anak hanya
mengikutinya karena sekedar takut dan di kondisi dan tempat berbeda anak menunjukan
29
perilaku yang jauh dari pengajaran orangtua serta melakukan perilaku prokrastinasi
hasil dari bentuk kepatuhan yang semu atau pemberontakan.
Dan ditambahkan oleh Burka & Yuen (1983) bahwa kondisi lingkungan yang
lenient prokrastinasi akademik lebih banyak dilakukan pada lingkungan yang rendah
dalam pengawasan daripada lingkungan yang penuh pengawasan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara self-control dengan perilaku
prokrastinasi akademik pada siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Ambon, diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan negatif yang signifikan antara self-control dengan perilaku
prokrastinasi akademik pada siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Ambon.
Artinya semakin tinggi self-control siswa maka semakin rendah perilaku
prokrastinasi akademiknya, begitupun sebaliknya. Dalam hal ini dapat dilihat dari
koefisien korelasi antara self-control dengan perilaku prokrastinasi akademik pada
siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Ambon adalah sebesar -0,311 dengan
signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05). dengan sumbangan efektif sebesar
sebesar 9,61% (diperoleh dari r²) dan sisanya sebesar 90,39% yang kemungkinan
dipengaruhi oleh faktor lain.
2. Tingkat Self-control siswa sebagian besar (89,84) adalah sedang, dan perilaku
prokrastinasi akademik siswa sebagian besar (119,01) adalah sedang.
3. Yang kemungkinan mempengaruhi self-control siswa tidak berada pada kategori
tinggi adanya pengaruh faktor internal (dari dalam diri individu) yaitu usia, dan
faktor eksternal (lingkungan individu) yaitu pola asuh orangtua. Dan pada perilaku
prokrastinasi akademik yang demikian pula berada pada kategori sedang dapat
30
dipengaruhi oleh faktor fear of failure dan gaya pengasuhan orangtua dan
lingkungan linient.
Setelah melihat hasil penelitian ini, maka saran yang diberikan oleh peneliti adalah
sebagai berikut :
1. Saran kepada siswa-siswi
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa siswa yang self-controlnya berada pada
kategori sedang, dan perilaku prokrastinasi akademik sedang. Adanya informasi
yang berharga ini, maka diharapkan hal ini menjadi kesadaran bagi para pelajar
untuk lebih meningkatkan kemampuan mengontrol perilaku didalam dunia
pergaulan ataupun lingkungan sehari-hari dan juga kemampuan dalam mengontrol
stimulus dari luar, serta dalam hal kemampuan mengambil keputusan sebagai salah
satu aspek kontrol diri. Dengan kecakapan para siswa-siswi dalam hal tersebut maka
dapat meningkatkan self-control yang tinggi, ini dapat berdampak positif kepada hal
akademik mereka.
2. Bagi sekolah dan guru
Dalam lembaga kependidikan, sekolah menjadi tempat untuk para siswa
menimba ilmu, itu sebabnya diharapkan sekolah dapat lebih mempertahankan
peraturan-peraturan yang bisa membina siswa dalam berperilaku lebih disiplin agar
lebih memiliki kontrol diri yang baik dan dapat mengurangi perilaku prokrastinasi
akademik. Selain itu, peran guru dalam memperhatikan para siswa-siswinya sangat
diperlukan, pengontrolan kepada setiap pelajar agar para guru lebih dapat
mengetahui masalah atau kebutuhan para siswa.
31
3. Bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan bagi peneliti selanjutnya lebih memperhatikan kemungkinan adanya
faktor lain di luar self-control yang mempengaruhi perilaku prokrastinasi akademik
sebesar 90,39% seperti faktor rendahnya motivasi, self esteem, self efficacy,
kecemasan sosial, kurangnya pengawasan, gaya pengasuhan orang tua, persepsi
terhadap guru, kurangnya dukungan, kesulitan memperoleh bahan, kurangnya
sarana, dan aktifitas lain.
32
DAFTAR PUSTAKA
Ahmat, M. (2014). Lima macam media sosial yang paling digemari. (Online).
http://matinjoy.blogspot.com/2014/04/5-macam-sosial-media-yang-paling.html.
Diakses pada tanggal 22 Mei 2014.
Aini, A.N., & Mahardayani, I.H. (2011). Hubungan antara kontrol diri dengan
prokrastinasi dalam menyelesaikan skripsi pada Mahasiswa Universitas Muria
Kudus. Jurnal Psikologi Pitutur. 1 (2), 65-67.
Anggraeni, P.D. (2007). Prokrastinasi pada mahasiswa dalam penyelesaian skripsi.
(Skripsi Tidak Diterbitkan). Depok: Universitas Gunadarma.
Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi. Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Burka, J. B. & Yuen, L. M. (1983). Procrastination: Why you do it, What to do about
it. New York: Perseus Books.
Eviisfandiari. (2003). Hubungan kecenderungan kepribadian tipe A dengan
prokrastinasi akademik. (Skripsi tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas
Psikologi Universitas Islam Indonesia. Diunduh pada tanggal 07 Febuari 2014
dari http://repository.uii.ac.id.
Ferrari, J.R. Johnson, J.L. & Mc Cown, W.G. (1995). Procrastination and task
Avoidance, Theory, Research and Treathment. New York: Plenum Press.
Ferrari, J. R., Keane, S., Wolf, R., & Beck, B. L. (1998) The antecedents and
consequences of academic excuse-making: examining individual differences in
procrastination. Research in Higher Education, 39, 199-215.
Ferari, J. R. & Morales, J. F. D. (2007). Perceptions of self-concept and self-
presentation by procrastinators: Further Evidence. The Spanish Journal of
Psychology, 10 (1), 91-96. Retrieved from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17549881.
Ghufron, N. M. & Risnawita, R. (2010). Teori-teori psikologi. Jogjakarta: Ar- Ruz
Media.
Ghufron, N. M. (2003). Hubungan kontrol diri dan persepsi remaja terhadap
penerapan disiplin orangtua terhadap prokrastinasi akademik. (Tesis Tidak
Diterbitkan). Jogjakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Green, L. (1982). Minority students, self control of procrastination, Journal of
Counseling Psychology, 29, 636-644.
Hayyinah. (2004). Religiusitas dan prokrastinasi akademik mahasiswa. Jurnal
Psikologika, 11 (17), 31-41.
33
Hurlock, E.B. (1973). Adolecent development, Tokyo: McGraw-Hill, Kogakusha, Ltd.
Husetiya, Y. (2011). Hubungan asertivitas dengan prokrastinasi akademik pada
mahasiswa fakultas psikologi universitas diponegoro semarang. (Skripsi tidak
diterbitkan). Universitas Diponegoro Semarang. Diunduh pada 12 Maret 2014,
dari http://www.eprints-undip.ac.id.
Herasti, W. (2011). Hubungan kontrol diri dengan prokrastinasi akademik pada siswa
SMP. Jurnal Gunadarma. Diunduh pada tanggal 23 Mei 2014, dari
http://publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1199/1/10507112.pdf.
Logue, A.W. (1995) Self control waiting until tommorow for what you want today.
New Jersey: Prentice Hall.
Muhid, A. (2009). Hubungan antara selfcontrol dan self-efficacy dengan
kecenderungan perilaku prokrastinasi akademik mahasiswa fakultas dakwah
IAIN sunan ampel surabaya. Jurnal Ilmu Dakwah, 18 (1), 113-119. Diunduh
pada tanggal 19 Mei 2014, dari http://www.library.gunadarma.com.
Nasichah, U. (2001). Hubungan persepsi remaja terhadap penerapan disiplin Orangtua
dengan kontrol diri. (Skripsi tidak diterbitkan). Jogjakarta: Fakultas Psikologi
Universitas Gadjah Mada.
Nuroh. (2006). Hubungan antara kontrol diri dengan perilaku prokrastinasi akademik
pada siswa sekolah menengah pertama wahid hasyim malang (SMP Wahid
Hasyim Malang). (Skripsi tidak diterbitkan). Malang: Fakultas Psikologi,
Universitas Islam Negeri Malang. Diunduh pada tanggal 16 Agustus 2014, dari
http://lib.uin-malang.ac.id.
Nurpitasari, E. (2000). Prokrastinasi akademik ditinjau dari perfeksionisme pada
mahasiswa. (Skripsi tidak diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.
Rizvi, A. (1998). Pusat kendali dan efikasi diri sebagi prediktor terhadap prokrastinasi
akademik mahasiswa. (Skripsi tidak diterbitkan). Jogjakarta: Fakultas Psikologi,
Universitas Gadjah Mada.
Savira, F. & Yudi, S. (2013). Self-regulated learning (SLR) dengan prokrastinasi
akademik pada siswa akselerasi. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 5 (2), 1-5.
Santoso, S. (2000). Buku latihan SPSS statistik parametrik. Jakarta: Alex Media
Komputindo.
Santrock, W. J. (2007). Life span development: Perkembangan masa hidup (jilid 2).
Jakarta: Erlangga.
Sugiyono. (2012). Metodologi penelitian pendidikan: pendekatan kuantitatif,
kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
34
Solomon, L. J. & Rothblum, E. D. (1984). Academic procrastination: frequency and
cognitive behavioral correlates, Journal of Counseling Psychology, 31, 504-510.
Thalib, S. B. (2010). Psikologi pendidikan berbasis analisis empiris aplikatif. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Tyta, W. S. (2007). Perilaku prokrastinasi akademik pada siswa SMA ditinjau dari
persepsi anak terhadap peran ayah dalam pengasuhan. (Skripsi tidak
diterbitkan). Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang.
Diunduh pada tanggal 15 Agustus 2014, dari http://eprints.unika.ac.id.
Zakarilya, W. (2002). Agar anak senang belajar. Gerbang. Edisi 6 Th.II.
Zhella, M. P (2012). Hubungan penggunaan jejaring sosial facebook dengan
prokrastinasi akademik mahasiswa bimbingan dan konseling Universitas Kristen
Satya Wacana. (Skripsi tidak diterbitkan). Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.