Post on 24-Oct-2019
HUBUNGAN SARANA SANITASI AIR BERSIH DAN PERILAKU IBU
TERHADAP KEJADIAN DIARE PADA BALITA UMUR 10-59 BULAN
DI WILAYAH PUSKESMAS KERANGGAN KECAMATAN SETU
KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2013
Skripsi
Disusun Oleh:
ROYA SELARAS CITA
109101000049
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1435 H/2014 M
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESEHATAN LINGKUNGAN
Skripsi, Juli 2014
Roya Selaras Cita, NIM: 109101000049
HUBUNGAN SARANA SANITASI AIR BERSIH DAN PERILAKU IBU
TERHADAP KEJADIAN DIARE PADA BALITA UMUR 10-59 BULAN DI
WILAYAH PUSKESMAS KERANGGAN KECAMATAN SETU KOTA
TANGERANG SELATAN TAHUN 2013
(xxi + 106 halaman, 4 bagan, 2 gambar, 18 tabel, 5 lampiran)
ABSTRAK
Penyakit diare sampai saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama
kesakitan dan kematian, terutama pada balita. Beberapa faktor yang paling dominan
menyebabkan diare adalah sarana penyediaan air bersih dan pembuangan tinja, dimana
kedua faktor ini dapat berinteraksi dengan perilaku manusia. Dari rekapan data
mengenai 30 besar penyakit per puskesmas se-Tangerang Selatan, wilayah Puskesmas
Keranggan merupakan wilayah yang memiliki kasus diare tertinggi sepanjang tahun
2012 dengan jumlah kasus sebanyak 2.298 kasus diare. Dari hal ini peneliti tertarik
untuk mengetahui hubungan sarana sanitasi air bersih dan perilaku ibu terhadap kejadian
diare pada balita di Wilayah Puskesmas Keranggan.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan studi cross
sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah balita umur 10-59 bulan yang berjumlah
90 responden. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari
instansi terkait dan data primer yang diperoleh melalui wawancara dan observasi.
Dari hasil penelitian diperoleh sebesar 35,6% mengalami diare dan 64,4% tidak
mengalami diare. Kemudian dari hasil bivariat dengan α 5% diperoleh dua variabel yang
berhubungan dengan kejadian diare pada balita, yaitu penggunaan jamban dengan p-
value 0,024 dan kebiasaan cuci tangan p-value 0,050. Sedangkan variabel sarana sanitasi
air bersih (pv 0,082) dan memasak air (pv 1,000) tidak memiliki hubungan yang
bermakna dengan diare.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka saran yang dapat diberikan adalah
meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit diare dengan cara melakukan
penyuluhan terkait diare dan PHBS, serta meningkatkan kerjasama dan komunikasi
antara pihak puskesmas dengan masyarakat sehingga masyarakat lebih mudah
mendapatkan informasi mengenai pentingnya kesehatan.
Kata Kunci : Sarana Sanitasi Air Bersih, Perilaku Ibu, Diare, Balita, Cross Sectional
Daftar Bacaan : 65 (1993-2013)
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH
MAJOR OF ENVIRONMENTAL HEALTH
Paper, July 2014
Roya Selaras Cita, NIM: 109101000049
THE RELATIONSHIP BETWEEN CLEAN WATER SANITATION AND
MATERNAL BEHAVIOR WITH DIARRHEA IN CHILDREN AGED 10 UNTIL
59 MONTHS IN THE REGION OF KERANGGAN HEALTH CENTER SETU
SUBDISTRICT SOUTH TANGERANG CITY IN 2013
ABSTRACT
Diarrheal disease is still one of the leading causes of morbidity and mortality,
especially in children under five years. The most dominant factors that cause diarrhea
are clean water sanitation and fecal disposal. Both of these factors will interact with
human behavior. From database about 30 major of diseases in all of health center in
South Tangerang, the region of Keranggan health center has the highest incidence of
diarrhea during the year of 2012 with the number of cases is 2.298 cases of diarrhea.
From that, the researcher interested to know about the relationship between clean water
sanitation and maternal behavior with diarrhea in children aged 10 until 59 months in the
region of Keranggan health center.
The type of research is quantitative approach with cross sectional study design.
Samples in this research were all children aged 10 until 59 months amount of 90
respondents. The data used in this research is secondary data from relevant instation and
primary data from interviews and observations.
The results were obtained by 35,6% have diarrhea and 64,4% haven’t diarrhea.
Then from bivariate results with α 5% obtained two variables associated with incidence
of diarrhea in child under five years old are fecal disposal with p-value 0,024 and hand
washing habit with p-value 0,050. While clean water sanitation (pv 0,082) and boiling
water (pv 1,000) variables doesn’t have a significant relation with diarrhea.
Based on results of these research, the advice that can be given is to increase
public knowledge about diarrheal disease with giving counseling about diarrhea and
PHBS, as well as increase cooperation and communication between health center and
public, so the people easily find information about the importance of health.
Keyword : Clean Water Sanitation, Maternal Behavior, Diarrhea, Child Under
Five Years, Cross Sectional
References : 65 (1993-2013)
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Roya Selaras Cita
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat dan Tanggal Lahir : Jakarta, 14 Juni 1991
Agama : Islam
Golongan Darah : O
Alamat : JL. Dayung IV E No. 44 RT.004 RW.05 Kelapa Dua,
Tangerang, 15810
Hp : 085694871959
E-mail : aticsayor@gmail.com
Pendidikan
Tahun Pendidikan
1996 – 1997 TK Nurul Islam Tangerang
1997 – 2003 SDSI Nurul Islam Tangerang
2003 – 2006 SMP Negeri 9 Tangerang
2006 – 2009 SMA Negeri 8 Tangerang
2009 – sekarang S1 – Peminatan Kesehatan Lingkungan, Program Studi Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Organisasi
2011 – 2013 : Anggota ENVIHSA (Environmental Health Student
Association) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengalaman Kerja
Oktober 2011 : PBL (Pengalaman Belajar Lapangan) I di Puskesmas
Pamulang, Tangerang Selatan
Februari 2012 : PBL (Pengalaman Belajar Lapangan) II di Puskesmas
Pamulang, Tangerang Selatan
Februari – Maret 2013 : Kerja Praktek di OE/HES PT. Chevron Pacific Indonesia,
Riau
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan
nikmat-Nya yang tak terbatas bagi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW semoga kelak kita mendapat
syafa’at nya.
Skripsi dengan judul “Hubungan Sarana Sanitasi Air Bersih dan Perilaku Ibu
Terhadap Kejadian Diare Pada Balita Umur 10-59 Bulan di Wilayah Puskesmas
Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013” ini dibuat sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini banyak kesulitan yang dihadapi, tapi
dengan bantuan dari berbagai pihak, penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Maka dari
itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, nikmat, dan karunia-Nya sehingga
penulis diberikan kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Untuk Papa dan Mama serta adik-adikku, Reva dan Echa yang selalu mendoakan,
selalu sabar dalam memberikan semangat serta dukungan moril dan materi kepada
penulis dalam penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. MK. Tadjudin, Sp. And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
viii
4. Ibu Fajar Ariyanti, SKM, M.Kes., Ph.D, selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
5. Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM, selaku dosen penasehat akademik. Terima kasih
atas bimbingan dan nasehat serta ilmu yang ibu berikan kepada saya.
6. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes, selaku dosen pembimbing pertama
sekaligus penanggung jawab peminatan kesehatan lingkungan. Terima kasih atas
bimbingan, nasihat, ilmu, motivasi, serta doanya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Selain itu, terima kasih juga atas kesempatan dan
pengalaman yang penulis dapatkan bersama teman-teman di luar kompetensi
akademik melalui kegiatan yang bapak berikan.
7. Ibu Ela Laelasari, SKM, M.Kes, selaku dosen pembimbing kedua. Terima kasih atas
bimbingan, dorongan semangat yang tiada henti, saran-saran, arahan serta doa yang
selalu ada selama penyusunan skripsi ini.
8. Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Terima kasih atas perizinan untuk
melakukan penelitian di daerah Keranggan.
9. Kepala Puskesmas Keranggan beserta para staf, Ibu Fitri, Bidan Wiwi, Bidan Lia,
dan staf lainnya. Terima kasih atas perizinan untuk melakukan penelitian dan
kesediannya dalam memberikan informasi dan data yang penulis butuhkan.
10. Ibu-ibu Kader dari Posyandu Dahlia, Cempaka, Beringin, Anggrek, Mawar, dan
Kenanga. Terima kasih atas kesediaannya untuk membantu penulis dalam
memberikan informasi dan data yang dibutuhkan untuk penelitian ini.
ix
11. Terima kasih kepada sahabat-sahabat seperjuangan, Reni, Maya, Dilla, dan Ami
yang selalu mendukung, memotivasi, memberikan semangat yang tiada henti,
memberikan arahan, dan bantuannya untuk turun lapangan. Terima kasih untuk
kerjasama kalian dan sukses untuk kita kedepannya.
12. Untuk Keslingers 2009, The First ENVIHSA UIN (Maya, Reni, Dilla, Ami, Ziah,
Imah, Risma, Nita, Yeni, Ratna, Nisa, Tari, Yudhi, Aan, Ersa, Morrys, Udin, Rudi,
dan Agung) yang sama-sama berjuang dari awal masuk kesling sampai selesai,
terima kasih untuk perjuangannya, kekompakannya, kebersamaannya, canda tawa,
dan semangatnya saat di dalam maupun di luar kelas.
13. Untuk Dio dan Arifah, terima kasih juga atas kebersamaannya, dorongan semangat,
doa, dan canda tawanya selama kuliah sampai saat ini.
14. Teman-teman Kesmas angkatan 2009 FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Terima kasih untuk semuanya dan sukses kedepannya untuk kalian.
15. Untuk sepupu tersayang, Icha dan tanteku yang paling baik, Tante Eli. Terima kasih
untuk dukungan, doa, canda tawa, kebersamaan, dan motivasinya selama ini.
16. Untuk sahabat-sahabat seperjuangan dari SMA, Ical, Nuny, Madha, Hani, Ace, Afni,
Jajul, Bella, Babel, Idha, Dhea, Bani, Macum, Muty, Buchan, dan Bekep. Terima
kasih untuk kebersamaannya selama ini, semangat, canda tawa, serta dukungannya.
17. Kepada PT. Mudamas Intan Samudera dan CV. Gaees Indonesia, Pak Darmawan,
Ibu Yetti, Pak Ayok, Mba Rini, Pak Nur, Bu Suadah, Pak Sobirin, Pak Katiman, Mas
Bryan, Pak Udin, Eda, dan karyawan lainnya. Terima kasih untuk kesediaannya
menerima saya, mengajarkan hal-hal baru di dunia kerja, berbagi ilmu, pengalaman,
dan kebersamaannya selama ini.
x
18. Segenap pihak yang telah berperan aktif membantu penulis dalam menyelesaikan
laporan ini yang tidak dapat penulis sebutkan dalam laporan ini.
Akhir kata, kesempurnaan hanya milik Allah SWT dan kesalahan datangnya dari
penulis selaku manusia biasa, sehingga saran dan kritik dari pembaca sangat penulis
harapkan demi terciptanya perbaikan di masa yang akan datang.
Tangerang, September 2014
Penulis
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN…………………...…………………………..…….…..i
ABSTRAK………………………………….……………………………..………...ii
LEMBAR PERSETUJUAN………..………………………………………………iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP……………………………………………………..vi
KATA PENGANTAR……………………………………………………………..vii
DAFTAR ISI……………………………...…………………………………………xi
DAFTAR BAGAN………………………...…………………………………….…xvi
DAFTAR GAMBAR…………………………...…………………………………xvii
DAFTAR TABEL……………………………...……………………..…………..xviii
DAFTAR SINGKATAN……………………………………………………...…....xx
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………...1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………..4
1.3 Pertanyaan Penelitian………………………………………………………….4
1.4 Tujuan Penelitian…………………………………………………………...…5
1.4.1 Umum………………………………………………………………....5
1.4.2 Khusus……………………………………………………………..….6
1.5 Manfaat Penelitian………………………………………………….…...…....7
1.5.1 Bagi Peneliti………………………………………………….…….…7
1.5.2 Bagi Masyarakat………………………………………………………7
1.5.3 Bagi Instansi Terkait………………………………………….……....7
1.5.4 Bagi Peneliti Lain………………………………………..….…..…….7
1.6 Ruang Lingkup Penelitian……………………………………...….………….8
xii
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diare…………………………………………………………………...……..9
A. Pengertian…………………………………………………………...……9
B. Klasifikasi……………………………………………………………….10
C. Etiologi………………………………………………………………….11
D. Gejala…………………………………………………………………...12
E. Epidemiologi…………………………………………………………....13
F. Distribusi…………………………………………………………...…...14
G. Penularan………………………………………………………………..14
H. Penanggulangan…………..…………………………………………..…16
I. Pencegahan……………………………………………………………...17
J. Pemberantasan Penyakit Diare (P2D)………………………………..…20
2.2 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita...…23
a) Sarana Air Bersih…….………………………………………………....23
Sumur Gali…………………………………………………………..24
Sumur Pompa Tangan……………………………………………….25
Perpipaan…………………………………………………………….25
Penampungan Air Hujan…………………………………………….27
b) Perilaku Ibu……………………………………………………….….....28
1. Memasak Air………………………………………………………..29
2. Penggunaan Jamban………………………………………………...30
3. Kebiasaan Cuci Tangan……………………………………………..33
4. Pemberian ASI Eksklusif……………………………………………34
5. Pemberian Imunisasi Campak……………………………………….35
6. Penggunaan Botol Susu……………………………………………..36
2.3 Kerangka Teori……………………………………………………….……..37
xiii
BAB III: KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN
HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep……………………………………………………………38
3.2 Definisi Operasional…………………………………………………………40
3.3 Hipotesis Penelitian………………………………………………………….43
BAB IV: METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian………………………..……………………………….44
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian………………………………………………..44
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian…………………………………………..….44
4.3.1 Populasi……………………………………………………………...44
4.3.2 Sampel………………………………………………………….……45
4.3.3 Teknik Sampling…………………………………………………….46
4.4 Instrumen Penelitian dan Pengumpulan Data………………………….…….48
4.4.1 Instrumen Penelitian…………………………………………………48
a. Uji Coba Kuesioner……………………………………………...48
b. Kuesioner………………………………………………………...49
4.4.2 Pengumpulan Data………………………………………………...…49
a. Data Primer………………………………………………………49
b. Data Sekunder……………………………………………………49
4.5 Pengolahan Data……………………………………………………………..50
1. Editing…………………………………………………………………...50
2. Coding…………………………………………………………………...50
3. Processing……………………………………………………………….51
4. Cleaning…………………………………………………………………51
5. Manajemen Data………………………………………………………...51
6. Analisis Data…………………………………………………………….51
4.6 Analisis Data…………………………………………………………………51
1. Analisis Univariat………………………………………………………..51
xiv
2. Analisis Bivariat…………………………………………………………52
BAB V: HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian………………………………………..53
5.2 Analisis Univariat……………………………………………………………54
5.2.1 Gambaran Karakteristik Responden…………………………………54
a. Distribusi Umur Responden……………………………………..54
b. Distribusi Pendidikan Responden……………………………….54
c. Distribusi Pekerjaan Responden………………………………...55
5.2.2 Gambaran Kejadian Diare Pada Balita……………………………...55
5.2.3 Gambaran Sarana Sanitasi Air Bersih………………………………56
5.2.4 Gambaran Memasak Air………………………………….…………57
5.2.5 Gambaran Penggunaan Jamban…………………………….……….59
5.2.6 Gambaran Kebiasaan Cuci Tangan……………………………….…60
5.3 Analisis Bivariat……………………………………………………………..60
5.3.1 Hubungan Sarana Sanitasi Air Bersih dengan Kejadian Diare pada
Balita………………………………………………………………...61
5.3.2 Hubungan Memasak Air dengan Kejadian Diare pada Balita………62
5.3.3 Hubungan Penggunaan Jamban dengan Kejadian Diare pada Balita.62
5.3.4 Hubungan Kebiasaan Cuci Tangan dengan Kejadian Diare pada Balita
…………………………………………………………………….…63
BAB VI: PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian……………………………………………………...65
6.2 Kejadian Diare………………….……………………………………………66
6.3 Hubungan antara Sarana Sanitasi Air Bersih yang Digunakan dengan
Kejadian Diare pada Balita. ……………………………………………........68
6.4 Hubungan antara Memasak Air dengan Kejadian Diare pada Balita……..…70
6.5 Hubungan antara Penggunaan Jamban dengan Kejadian Diare pada Balita...72
xv
6.6 Hubungan antara Kebiasaan Cuci Tangan dengan Kejadian Diare pada
Balita……………………………………………………………………...….75
BAB VII: KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan……………………………………………………………….….78
7.2 Saran…………………………………………………………………………80
A. Bagi Pihak Puskesmas Keranggan………………………………………80
B. Bagi Penelitian Selanjutnya……………………………………………..80
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xvi
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori………………………………………………………...…37
Bagan 3.1 Kerangka Konsep………………………………………………………...39
Bagan 4.1 Sampling Frame Posyandu Dalam Penentuan Posyandu Sebagai Lokasi
Penelitian…………………………………………………………………………….48
Bagan 4.2 Sampling Frame Sampel Dalam Penentuan Sampel Penelitian…...…….48
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses Penularan Penyakit Diare I……………………………………...15
Gambar 2.2 Proses Penularan Penyakit Diare II…………………………………….16
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional………………………………………………………40
Tabel 4.1 Hasil Penghitungan Sampel Berdasarkan Uji Hipotesis Beda Dua Proporsi
Terhadap Hasil Penelitian Terdahulu………………………………………………..46
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Wilayah Puskesmas Keranggan
Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013……………………………...54
Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Wilayah Puskesmas
Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013…………………54
Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Wilayah Puskesmas
Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013…………………55
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Kejadian Diare Pada Balita Umur 10-59 Bulan di
Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun
2013………………………………………………………………………………….56
Tabel 5.5 Distribusi Balita Menurut Sarana Sanitasi Air Bersih yang Digunakan di
Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun
2013………………………………………………………………………………….56
Tabel 5.6 Distribusi Balita Menurut Kondisi Sarana Sanitasi Air Bersih di Wilayah
Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013…….57
Tabel 5.7 Distribusi Balita Menurut Sumber Air Minum di Wilayah Puskesmas
Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013…………………57
Tabel 5.8 Distribusi Sumber Air Minum Sumur Pompa dan Air Isi Ulang (Galon) di
Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun
2013…………………………………………………………………………………58
xix
Tabel 5.9 Distribusi Balita Menurut Pengolahan Memasak Air di Wilayah Puskesmas
Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013………………….58
Tabel 5.10 Distribusi Jenis Jamban yang Digunakan Responden di Wilayah
Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013……..59
Tabel 5.11 Distribusi Balita Menurut Penggunaan Jamban di Wilayah Puskesmas
Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013………………….59
Tabel 5.12 Distribusi Balita Menurut Kebiasaan Cuci Tangan di Wilayah Puskesmas
Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013………………….60
Tabel 5.13 Analisis Hubungan antara Sarana Sanitasi Air Bersih dengan Kejadian
Diare Pada Balita di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota
Tangerang Selatan Tahun 2013……………………………………………………...61
Tabel 5.14 Analisis Hubungan antara Perilaku Memasak Air dengan Kejadian Diare
Pada Balita di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang
Selatan Tahun 2013……………………………………………………………….…62
Tabel 5.15 Analisis Hubungan antara Perilaku Penggunaan Jamban dengan Kejadian
Diare Pada Balita di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota
Tangerang Selatan Tahun 2013………………………………………………..…….63
Tabel 5.16 Analisis Hubungan antara Perilaku Kebiasaan Cuci Tangan dengan
Kejadian Diare Pada Balita di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota
Tangerang Selatan Tahun 2013……………………………………………………...64
xx
DAFTAR SINGKATAN
ASI : Air Susu Ibu
CFR : Case Fatality Rate / Angka Kefatalan Kasus
Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Dinkes : Dinas Kesehatan
KepMenKes RI : Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
MDGs : Millenium Development Goals
OR : Odd Ratio
PHBS : Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
PPM & PLP : Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat
PVC : Polyvinyl chloride
P2PL : Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
UNICEF : United Nations International Children’s Emergency Fund
Lingkungan Pemukiman
WHO : World Health Organization / Organisasi Kesehatan Dunia
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Lembar Kesediaan Menjadi Responden
Lampiran 2 : Kuesioner Penelitian
Lampiran 3 : Lembar Observasi
Lampiran 4 : Dokumentasi Foto
Lampiran 5 : Output Analisis Data
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit diare sampai saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama
kesakitan dan kematian. Hampir di seluruh daerah di dunia dan semua kelompok usia
diserang oleh diare, tetapi kebanyakan yang menjadi sasaran penyakit ini adalah bayi
dan anak balita, dimana mereka mengalami rata-rata 3-4 kali kejadian diare per tahun,
akan tetapi di beberapa tempat terjadi lebih dari 9 kali kejadian diare per tahun atau
hampir 15-20% waktu hidup anak dihabiskan untuk diare (Soebagyo, 2008).
Menurut World Health Organization (WHO), tidak kurang dari satu milyar
episode diare terjadi setiap tahun di seluruh dunia, 25-35 juta diantaranya terjadi di
Indonesia (Zein, 2001). Di Indonesia, penyakit diare merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat yang utama, hal ini disebabkan karena masih tingginya angka
kesakitan diare yang menimbulkan banyak kematian terutama pada balita.
Angka kesakitan diare di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
Hal ini dilaporkan terdapat 1,6 sampai 2 kejadian diare per tahun pada balita, sehingga
secara keseluruhan diperkirakan kejadian diare pada balita berkisar antara 40 juta
setahun dengan kematian sebanyak 200.000 - 400.000 balita (Soebagyo, 2008).
Menurut Widoyono (2008), pada tahun 2008 jumlah penderita diare pun
meningkat menjadi 8.443 kasus dengan kematian 184 orang dengan CFR sebesar 2,94%.
Lebih tinggi dengan target CFR saat Kejadian Luar Biasa (KLB) yang diharapkan < 1%.
2
Penyakit diare bisa diakibatkan dari beberapa faktor. Menurut Sander (2005),
penyebab terjadinya diare bisa dari kurang memadainya ketersediaan air bersih, airnya
tercemar oleh tinja, kekurangan sarana kebersihan, pembuangan tinja yang tidak
higienis, kebersihan perorangan dan lingkungan yang jelek, serta penyiapan dan
penyimpanan makanan yang tidak semestinya.
Dari beberapa faktor yang ada, penyakit ini berhubungan langsung dengan
lingkungan dan perilaku perorangan, dimana keduanya saling berinteraksi. Apabila
faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan
perilaku manusia yang tidak sehat pula, maka penularan diare dengan mudah dapat
terjadi (Depkes RI, 2005).
Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu dari 8 kota atau kabupaten di
Provinsi Banten. Penderita diare di Kota Tangerang Selatan sampai pada pertengahan
tahun 2012 mengalami peningkatan 30% dari tahun sebelumnya dengan jumlah yang
tercatat sebanyak 1.861 penderita sepanjang tahun tersebut (Dinkes Tangsel, 2013).
Hal ini dibuktikan dengan adanya rekapan data mengenai 30 besar penyakit per
puskesmas se-Tangerang Selatan tahun 2012 (Dinkes Tangsel, 2013). Dari data tersebut
didapatkan kasus penyakit diare tertinggi terdapat di wilayah Puskesmas Keranggan
dengan jumlah kasus sebesar 2.298 kasus diare sepanjang tahun 2012.
Puskesmas Keranggan merupakan salah satu puskesmas yang ada di wilayah
Muncul, Tangerang Selatan. Wilayah puskesmas ini mencakup 2 kelurahan, yaitu
Kelurahan Keranggan dan Kademangan. Berdasarkan data Puskesmas Keranggan, kasus
diare pada balita sepanjang tahun 2012 sebanyak 206 penderita, sedangkan di tahun
2013, mulai dari bulan Januari sampai Maret, sudah terdapat 33 balita yang terkena
3
diare. Daerah dengan penderita diare paling banyak adalah Kelurahan Keranggan
dengan jumlah kasus diare pada balita pada tahun 2012 sebanyak 143 penderita. (Profil
Puskesmas Kranggan, 2012)
Sementara dari hasil pemeriksaan kepemilikan sarana sanitasi dasar dan laporan
PHBS Puskesmas Keranggan tahun 2012 mengenai akses penggunaan air bersih
sebanyak 84,2% (belum diketahui apakah sudah sesuai dengan syarat yang telah
ditetapkan) dan untuk penggunaan jamban, dari 20 kepala keluarga (kk) yang diperiksa,
hanya 15 kepala keluarga yang memiliki jamban dan hanya 5 kepala keluarga yang
memiliki jamban yang sehat. Hal ini menggambarkan bahwa masih banyak penduduk di
wilayah Puskesmas Keranggan yang belum memiliki sarana jamban yang sehat dan
penggunaan air bersih yang memenuhi syarat.
Padahal berdasarkan hasil penelitian Ratnawati, dkk (2009), penggunaan sarana
air bersih yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko balitanya untuk
terkena diare akut 1,310 lebih besar dibandingkan dengan penggunaan sarana air bersih
yang memenuhi syarat.
Kemudian, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2006 juga
mengeluarkan data yang menunjukkan bahwa berbagai intervensi perilaku melalui
modifikasi lingkungan dapat mengurangi angka kejadian diare sampai dengan 94%.
Pengolahan air yang aman dan penyimpanannya di tingkat rumah tangga dapat
mengurangi angka kejadian diare sebesar 32% dan upaya meningkatkan penyediaan air
bersih dapat menurunkan angka kejadian diare sebesar 25%. Selain itu, melakukan
praktek mencuci tangan yang efektif dapat menurunkan angka kejadian diare sebesar
45%.
4
Untuk itulah peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai hubungan sarana
sanitasi air bersih dan perilaku ibu terhadap kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan
di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013.
1.2 Rumusan Masalah
Diare masih merupakan masalah kesehatan utama pada anak balita, khusunya di
negara berkembang seperti Indonesia. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi
kejadiannya, dimana salah satunya adalah faktor lingkungan dan perilaku. Faktor
lingkungan yang berperan penting salah satunya adalah sarana sanitasi air bersih. Air
bersih merupakan salah satu media penularan diare, dimana jika sanitasi yang tersedia
dan metode pengolahan yang tidak tepat maka potensi menularkan penyakit diare
sangatlah besar. Tidak terkecuali di wilayah Puskesmas Keranggan yang memiliki kasus
diare tertinggi tahun 2012 di Kota Tangerang Selatan.
Maka dari uraian tersebut dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini
adalah bagaimana hubungan antara sarana sanitasi air bersih dan perilaku ibu terhadap
kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan
Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, yang menjadi pertanyaan penelitian
diantaranya adalah:
1. Bagaimana gambaran kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di wilayah
Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan tahun 2013
5
2. Bagaimana gambaran sarana sanitasi air bersih di wilayah Puskesmas Keranggan
Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan tahun 2013
3. Bagaimana gambaran perilaku ibu (memasak air, penggunaan jamban, dan perilaku
cuci tangan) di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang
Selatan tahun 2013
4. Apakah ada hubungan antara sarana sanitasi air bersih dengan kejadian diare pada
balita umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota
Tangerang Selatan tahun 2013
5. Apakah ada hubungan antara perilaku memasak air dengan kejadian diare pada balita
umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota
Tangerang Selatan tahun 2013
6. Apakah ada hubungan antara perilaku penggunaan jamban dengan kejadian diare
pada balita umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu
Kota Tangerang Selatan tahun 2013
7. Apakah ada hubungan antara perilaku cuci tangan dengan kejadian diare pada balita
umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota
Tangerang Selatan tahun 2013
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Umum
Untuk mengetahui hubungan antara sarana sanitasi air bersih dan perilaku
ibu terhadap kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di wilayah
Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan tahun 2013.
6
1.4.2 Khusus
a. Mengetahui gambaran kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di
wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan
tahun 2013
b. Mengetahui gambaran sarana sanitasi air bersih di wilayah Puskesmas
Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan tahun 2013
c. Mengetahui gambaran perilaku ibu (memasak air, penggunaan jamban, dan
perilaku cuci tangan) di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu
Kota Tangerang Selatan tahun 2013
d. Mengetahui hubungan antara sarana sanitasi air bersih dengan kejadian
diare pada balita umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan
Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan tahun 2013
e. Mengetahui hubungan antara perilaku memasak air dengan kejadian diare
pada balita umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan
Setu Kota Tangerang Selatan tahun 2013
f. Mengetahui hubungan antara perilaku penggunaan jamban dengan kejadian
diare pada balita umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan
Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan tahun 2013
g. Mengetahui hubungan antara perilaku cuci tangan dengan kejadian diare
pada balita umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan
Setu Kota Tangerang Selatan tahun 2013
7
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Peneliti
Memberikan pengalaman dalam melaksanakan penelitian di masyarakat
umum dan menambah wawasan serta pengetahuan mengenai penyakit diare,
terutama pada balita mengenai hubungan antara sarana sanitasi air bersih dan
perilaku ibu terhadap kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di wilayah
Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan.
1.5.2 Bagi Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat, terutama kepada orang tua
mengenai sarana sanitasi air bersih dan perilaku ibu yang dapat mempengaruhi
kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan, sehingga masyarakat, terutama
orang tua dapat melakukan tindakan preventif/pencegahan dan adanya upaya
perlindungan anak dari serangan penyakit diare.
1.5.3 Bagi Instansi Terkait
Sebagai bahan masukan dalam upaya peningkatan penanganan terhadap
penyakit diare pada balita, khususnya mengenai hubungan antara sarana
sanitasi air bersih dan perilaku ibu terhadap kejadian diare pada balita umur 10-
59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang
Selatan.
1.5.4 Bagi Peneliti Lain
Menjadi sumber referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti
pada bidang kajian sejenis sehingga hasilnya nanti diharapkan dapat
memperbaharui dan menyempurnakan penelitian ini.
8
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu
Kota Tangerang Selatan. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari – Februari 2014
dengan populasi penelitian adalah balita umur 10-59 bulan yang tinggal di wilayah
Puskesmas Kranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional, dimana membahas
hubungan sarana sanitasi air bersih dan perilaku ibu (memasak air, penggunaan jamban,
dan perilaku cuci tangan) terhadap kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan yang
diukur secara bersamaan. Pengukuran dalam penelitian ini menggunakan data primer
dari hasil wawancara terhadap responden dengan menggunakan alat bantu kuesioner dan
lembar observasi, serta melakukan observasi lapangan.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diare
A. Pengertian
Diarrhea berasal dari bahasa Greek, yaitu Dia berarti melalui dan rhien
berarti mengalir, istilah diarrhea digunakan untuk menyatakan buang kotoran yang
frekuensi dan jumlah cairannya abnormal. Untuk pengertian diare sendiri adalah
penyakit yang ditandai bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3
kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan atau tanpa darah
atau lendir (Suraatmaja, 2007).
Menurut Depkes RI (2000), diare adalah buang air besar lembek atau cair
dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali
atau lebih dalam sehari). Berdasarkan waktu serangannya terbagi menjadi dua, yaitu
diare akut (< 2 minggu) dan diare kronik (≥ 2 minggu) (Widoyono, 2008).
Sedangkan menurut Widjaja (2002), diare diartikan sebagai buang air encer lebih
dari empat kali sehari, baik disertai lendir dan darah maupun tidak.
Hingga kini diare masih menjadi child killer (pembunuh anak-anak)
peringkat pertama di Indonesia. Semua kelompok usia diserang oleh diare, baik
balita, anak-anak, dan orang dewasa. Tetapi penyakit diare berat dengan kematian
yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak balita (Zubir, 2006).
10
B. Klasifikasi
Menurut Depkes RI (2000), jenis diare dibagi menjadi 4, yaitu:
1. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang
dari 7 hari). Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan
penyebab utama kematian bagi penderita diare.
2. Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah
anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan kemungkinan terjadinya
komplikasi pada mukosa.
3. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus
menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan
metabolisme.
4. Diare dengan masalah lain, yaitu anak yang menderita diare (diare akut dan
diare persisten), mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam,
gangguan gizi atau penyakit lainnya.
Menurut Suraatmaja (2007), jenis diare dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Diare akut, yaitu diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang
sebelumnya sehat.
b. Diare kronik, yaitu diare yang berlanjut sampai dua minggu atau lebih dengan
kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah selama masa diare
tersebut.
11
C. Etiologi
Menurut Widjaja (2002), diare disebabkan oleh faktor infeksi, malabsorpsi
(gangguan penyerapan zat gizi), makanan, dan faktor psikologis.
Faktor infeksi
Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada anak.
Jenis-jenis infeksi yang umumnya menyerang, antara lain:
1) Infeksi oleh bakteri: Escherichia coli, Salmonella thyposa, Vibrio cholerae
(kolera), dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan dan patogenik,
seperti pseudomonas.
2) Infeksi basil (disentri)
3) Infeksi virus rotavirus
4) Infeksi parasit oleh cacing (Ascaris lumbricoides)
5) Infeksi jamur (Candida albicans)
6) Infeksi akibat organ lain, seperti radang tonsil, bronchitis, dan radang
tenggorokan, dan
7) Keracunan makanan.
Faktor malabsorpsi
Faktor malabsorpsi dibagi menjadi 2, yaitu malabsorpsi karbohidrat dan
lemak. Malabsorpsi karbohidrat, biasanya pada bayi memiliki kepekaan terhadap
lactoglobulis dalam susu formula sehingga dapat menyebabkan diare. Gejalanya
berupa diare berat, tinja berbau sangat asam, dan sakit di daerah perut.
Sedangkan malabsorpsi lemak, terjadi bila dalam makanan terdapat lemak yang
disebut triglyserida. Triglyserida dengan bantuan kelenjar lipase mengubah
12
lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi usus. Jika tidak ada lipase dan
terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul karena lemak tidak terserap
dengan baik.
Faktor makanan
Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi,
beracun, terlalu banyak lemak, mentah (seperti sayuran), dan kurang matang.
Makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak-
anak dan balita.
Faktor psikologis
Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat menyebabkan
diare kronis. Tetapi jarang terjadi pada anak balita, umumnya terjadi pada anak
yang lebih besar.
D. Gejala
Menurut Widjaja (2002), gejala diare pada balita, yaitu:
1) Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah. Suhu badannya pun meninggi
2) Tinja bayi encer, berlendir atau berdarah
3) Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu
4) Anusnya lecet
5) Gangguan gizi akibat asupan makanan yang kurang
6) Muntah sebelum atau sesudah diare
7) Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah)
8) Dehidrasi
13
Dehidarsi dibagi menjadi 3 macam, yaitu dehidrasi ringan, dehidrasi sedang
dan dehidarsi berat. Disebut dehidrasi ringan jika cairan tubuh yang hilang 5%. Jika
cairan yang hilang lebih dari 10% disebut dehidrasi berat. Pada dehidrasi berat,
volume darah berkurang, denyut nadi dan jantung bertambah cepat tetapi melemah,
tekanan darah merendah, penderita lemah, kesadaran menurun, dan penderita sangat
pucat.
E. Epidemiologi
Epidemiologi penyakit diare, adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2005):
1) Penyebaran kuman yang menyebabkan diare biasanya menyebar melalui fecal
oral, antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau
kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku yang dapat
menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya
diare, antara lain tidak memberikan ASI secara penuh 4 atau 6 bulan pada
pertama kehidupan, menggunakan botol susu, menyimpan makanan masak pada
suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan
dengan sabun sesudah buang air besar atau sesudah membuang tinja anak atau
sebelum makan atau menyuapi anak, dan tidak membuang tinja dengan benar.
2) Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare. Beberapa faktor
pada penjamu yang dapat meningkatkan beberapa penyakit dan lamanya diare,
yaitu tidak memberikan ASI sampai dua tahun, kurang gizi, campak,
immunodefisiensi, dan secara proporsional diare lebih banyak terjadi pada
golongan balita.
14
3) Faktor lingkungan dan perilaku. Penyakit diare merupakan salah satu penyakit
yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan
pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia.
Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta
berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan
minuman, maka dapat menimbulkan kejadian diare.
F. Distribusi
Distribusi penyakit diare berdasarkan orang (umur) sekitar 80% kematian
diare tersebut terjadi pada anak di bawah usia 2 tahun. Data tahun 2004
menunjukkan bahwa dari sekitar 125 juta anak usia 0-11 bulan dan 450 juta anak
usia 1-4 tahun yang tinggal di negara berkembang, total episode diare pada balita
sekitar 1,4 milyar kali per tahun. Dari jumlah tersebut total episode diare pada bayi
usia di bawah 0-11 bulan sebanyak 475 juta dan anakusia 1-4 tahun sekitar 925 juta
kali per tahun (Amiruddin, 2007).
G. Penularan
Penularan penyakit diare disebabkan oleh infeksi dari agen penyebab dimana
akan terjadi bila memakan makanan/air minum yang terkontaminasi tinja/muntahan
penderita diare. Akan tetapi, penularan penyakit diare adalah kontak dengan tinja
yang terinfeksi secara langsung, seperti:
Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah dicemari
oleh serangga atau terkontaminasi oleh tangan yang kotor.
15
Bermain dengan mainan yang terkontaminasi, apalagi pada bayi sering
memasukan tangan/mainan apapun ke dalam mulut. Hal ini dikarenakan virus ini
dapat bertahan di permukaan udara sampai beberapa hari.
Penggunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air dengan
benar.
Pencucian dan pemakaian botol susu yang tidak bersih.
Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah selesai buang air besar atau
membersihkan tinja anak yang terinfeksi, sehingga mengkontaminasi perabotan
dan alat-alat yang dipegang. Seperti gambar yang ada di bawah ini:
Gambar 2.1 Proses Penularan Penyakit Diare I
(WHO, 2006)
16
Gambar 2.2 Proses Penularan Penyakit Diare II
(WHO, 2006)
H. Penanggulangan
Menurut Depkes RI (2005), penanggulangan diare, antara lain:
1) Pengamatan intensif dan pelaksanaan SKD (Sistem Kewaspadaan Dini)
Pengamatan yang dilakukan untuk memperoleh data tentang jumlah penderita
dan kematian serta penderita baru yang belum dilaporkan dengan melakukan
pengumpulan data secara harian pada daerah fokus dan daerah sekitarnya yang
diperkirakan mempunyai risiko tinggi terjangkitnya penyakit diare. Sedangkan
pelaksanaan SKD merupakan salah satu kegiatan dari surveilance epidemiologi
yang kegunaanya untuk mewaspadai gejala akan timbulnya KLB (Kejadian Luar
Biasa) diare.
2) Penemuan kasus secara aktif
Tindakan untuk menghindari terjadinya kematian di lapangan karena diare pada
saat KLB di mana sebagian besar penderita berada di masyarakat.
3) Pembentukan pusat rehidrasi
17
Tempat untuk menampung penderita diare yang memerlukan perawatan dan
pengobatan pada keadaan tertentu misalnya lokasi KLB jauh dari puskesmas atau
rumah sakit.
4) Penyediaan logistik saat KLB
Tersedianya segala sesuatu yang dibutuhkan oleh penderita pada saat terjadinya
KLB diare.
5) Penyelidikan terjadinya KLB
Kegiatan yang bertujuan untuk pemutusan mata rantai penularan dan pengamatan
intensif baik terhadap penderita maupun terhadap faktor risiko.
6) Pemutusan rantai penularan penyebab KLB
Upaya pemutusan rantai penularan penyakit diare pada saat KLB diare meliputi
peningkatan kualitas kesehatan lingkungan dan penyuluhan kesehatan.
I. Pencegahan
Diare termasuk penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya (self limiting
disease). Meskipun demikian, jangan remehkan diare karena dapat mengancam jiwa.
Dua pembunuh terbesar anak-anak balita adalah diare dan radang paru-paru. Diare
umumnya ditularkan melalui 4F, yaitu Food, Feces, Fly, dan Finger. Oleh karena
itu, upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan memutus rantai penularan
tersebut. Beberapa upaya pencegahan yang mudah diterapkan adalah:
1) Penyiapan makanan yang higienis dan air minum yang bersih
Penyebab utama diare pada manusia adalah bakteri yang mengkontaminasi
makanan dan minuman, sehingga mencegah diare adalah dengan memperhatikan
18
kebersihan makanan dan minuman. Jadi pilihlah makanan yang tetap dalam
keadaan baik dan meminum air yang bersih dan matang.
2) Kesadaran pada perorangan akan pentingnya kebersihan
Berkembangnya perilaku pencegahan ini sangat tergantung pada kondisi pribadi
masing-masing individu, termasuk persepsi individu bersangkutan dalam
memandang diare. Dengan kata lain, jika seseorang mempersepsikan diare
adalah penyakit yang membahayakan maka yang bersangkutan dapat
diproyeksikan akan semakin berusaha keras untuk melakukan pencegahan agar
tidak terserang diare. Sebab, upaya pencegahan penyakit ini bersumber pada
seluruh aktivitas manusia yang berkaitan dengan upaya preventif.
3) Biasakan cuci tangan
Ada cara yang mudah untuk mencegah terkena diare, yaitu mencuci tangan
dengan sabun. Kebiasaan sederhana mencuci tangan dengan sabun, jika
diterapkan secara luas akan menyelamatkan lebih dari satu juta orang di seluruh
dunia, khususnya balita.
4) Pemberian ASI eksklusif
Tak kalah penting adalah pemberian ASI minimal 6 bulan. Sebab, di dalam ASI
terdapat antirotavirus, yaitu imunoglobulin. Makanya, anak-anak yang minum
ASI eksklusif jarang menderita diare. Selain ASI, imunisasi campak ternyata bisa
mencegah diare.
5) Buang air besar pada tempatnya (WC atau toilet)
Apabila penderita diare buang air besar tidak pada tempatnya atau di sembarang
tempat, maka kuman-kuman diare akan masuk ke dalam tubuh orang yang
19
kebetulan lewat dan menghirup udara sekitarnya ataupun membuang kotoran di
jamban-jamban di tepi sungai, dimana orang sekitarnya akan menggunakan air
tersebut untuk keperluan rumah tangganya.
6) Tempat buang sampah yang memadai
Sampah adalah semua zat atau benda yang sudah tidak terpakai baik yang berasal
dari rumah tangga atau hasil proses industri. Sampah-sampah itu dapat
menularkan berbagai penyakit, jika tempatnya tidak diatur dengan baik.
7) Berantas lalat agar tidak menghinggapi makanan
Makanan hendaknya ditutup agar serangga seperti lalat, kecoa atau vektor
pembawa penyakit lainnya tidak hinggap di makanan kita.
8) Lingkungan hidup yang sehat
Pemukiman kumuh merupakan kawasan yang menjadi tempat berkembangnya
diare. Padahal di perkotaan seperti Jakarta, kawasan kumuh terus berkembang,
karena semakin mahal dan terbatasnya lahan yang tersedia untuk pemukiman.
Kerapatan, bangunannya sangat tinggi (walaupun bangunannya permanen), tidak
teratur, kondisi ventilasinya buruk, dan sanitasi lingkungan tidak terlalu baik
merupakan ciri pemukiman kumuh. Lingkungan yang buruk disertai rendahnya
tingkat kesadaran masyarakat untuk berperilaku sehat menjadikan kawasan
kumuh sebagai kawasan yang rawan akan penyebaran penyakit. Lingkungan
yang buruk menjadi penyebab berkembangbiaknya berbagai virus penyakit
menular. Karena itu, berbagai infeksi penyakit sering terjadi pada para penghuni
kawasan kumuh.
9) Mencuci botol susu anak hingga bersih
20
Pada anak dan bayi yang menggunakan susu botol, diare dapat disebabkan
karena botol susu yang kurang bersih dan mengandung bakteri yang
menyebabkan sakit perut dan diare atau karena air susu yang sudah tidak layak
lagi dikonsumsi (basi) diberikan oleh ibu atau pengasuh yang kurang teliti.
Maka, hendaklah berhati-hati dalam memberikan makanan kepada bayi dan anak
balita, karena pada bayi dan anak balita keadaan fisiknya belum begitu kuat
untuk mempertahankan keadaan penyakit, sehingga mereka masih sangat rentan
terhadap berbagai penyakit.
J. Pemberantasan Penyakit Diare (P2D)
Ada 3 tahapan dalam program pemberantasan penyakit diare pada anak, yaitu
perencanaan dan penyusunan target, tatalaksana penderita diare dan pencegahan
diare.
1. Perencanaan adalah tersusunnya rencana kegiatan program pemberantasan
penyakit diare secara kuantitatif di wilayah kerja, yang meliputi target kebutuhan
logistik rutin dan saat Kejadian Luar Biasa (KLB).
2. Target adalah sesuatu yang ditetapkan sebelumnya dalam bentuk kuantitatif.
Hendaknya diperhitungkan secara rasional sehingga dapat dikerjakan dan dicapai
dalam waktu yang sudah direncanakan.
3. Tatalaksana penderita diare.
Prinsip tatalaksana penderita diare adalah LINTAS Diare (Lima Langkah
Tuntaskan Diare) yang terdiri dari:
a. Oralit dengan osmolaritas rendah
21
Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah
dengan memberikan oralit. Bila tidak bersedia, berikan minuman lebih
banyak cairan rumah tangga yang mempunyai osmolaritas rendah yang
dianjurkan, seperti air tajin, kuah sayur, dan air matang.
Macam-macam cairan yang digunakan bergantung pada kebiasaan
setempat dalam mengobati diare, tersedianya cairan sari makanan yang
cocok, dan jangkauan pelayanan kesehatan. Bila terjadi dehidrasi (terutama
pada anak), penderita harus segera dibawa ke petugas kesehatan atau sarana
kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat dengan oralit.
b. Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh.
Lebih dari 300 macam enzim dalam tubuh memerlukan zinc sebagai
kofaktornya, termasuk enzim superoksida dismutase. Enzim ini berfungsi
untuk metabolisme radikal bebas superoksida sehingga kadar radikal bebas
ini dalam tubuh berkurang. Pada proses inflamasi, kadar radikal bebas
superoksida meningkat, sehingga dapat merusak berbagai jenis jaringan,
termasuk jaringan epitel dalam usus (Cousins et al, 2006).
Pemberian zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan
keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume
tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya
(Black, 2003).
Zinc diberikan pada setiap diare dengan dosis untuk anak berumur
kurang dari 6 bulan diberikan 10 mg (1/2 tablet zinc per hari), sedangkan
22
untuk anak berumur lebih dari 6 bulan diberikan 20 mg (1 tablet) zinc per
hari. Pemberian zinc diteruskan sampai 10 hari walaupun sudah membaik.
Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kejadian diare selanjutnya selama 3
bulan ke depan. Cara pemberian tablet zinc adalah dengan melarutkan tablet
dalam 1 sendok makan air matang ataupun ASI.
c. Pemberian ASI/makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi
pada penderita, terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh, serta
mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus
lebih sering diberi ASI. Anak yang minum susu formula diberikan lebih
sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah
mendapat makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna
sedikit demi sedikit tetapi sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan
ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan
anak.
d. Pemberian antibiotik hanya atas indikasi
Antibiotik tidak boleh digunakan secara rutin karena kejadian diare
yang memerlukan antibiotik kurang lebih 8,4%. Antibiotik hanya bermanfaat
pada anak dengan diare berdarah (sebagian besar karena shigellosis), suspek
kolera, dan infeksi-infeksi di luar saluran pencernaan yang berat, seperti
pneumonia. Walaupun demikian pemberian antibiotik yang irasional masih
banyak ditemukan.
23
e. Pemberian nasihat
Ibu atau keluarga yang berhubungan erat dengan balita harus diberi
nasihat tentang:
Cara memberikan cairan dan obat di rumah.
Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan, seperti diare
lebih sering, muntah berulang, sangat haus, makan atau minum sedikit,
timbul demam, tinja berdarah, dan tidak membaik dalam 3 hari.
Tujuan tercapainya tata laksana penderita diare yang tepat dan efektif adalah
mencegah terjadinya dehidrasi, mengobati dehidrasi, memberi makanan/minuman,
mengobati masalah lain.
2.2 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita adalah
sebagai berikut:
a) Sarana Air Bersih
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari akan menjadi
air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Sebagai batasannya, air bersih adalah air
yang memenuhi persyaratan bagi sistem penyediaan air minum. Adapun persyaratan
yang dimaksud adalah persyaratan dari segi kualitas air yang meliputi kualitas fisik,
kimia, biologi, dan radiologis, sehingga apabila dikonsumsi tidak menimbulkan efek
samping (Kep.Men.Kes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990).
Sarana air bersih adalah bangunan beserta peralatan dan perlengkapannya yang
menyediakan dan mendistribusikan air tersebut kepada masyarakat. Sarana air bersih
harus memenuhi persyaratan kesehatan, agar tidak mengalami pencemaran sehingga
24
dapat diperoleh kualitas air yang baik sesuai dengan standar kesehatan. Ada berbagai
jenis sarana air bersih yang digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari, seperti sumur gali (SGL), sumur pompa tangan (SPT), perpipaan, dan
penampungan air hujan (PAH). (Depkes RI, 1977 dalam Marjuki, 2008)
Sumur Gali (SGL)
Pengertian dari sumur gali adalah salah satu jenis sarana penyediaan air
bersih yang dibuat dengan cara menggali tanah sampai pada kedalaman tertentu
sampai keluar mata airnya. Pernyataan teknis sumur gali dari segi kesehatan
(Depkes RI Dirjen PPM & PLP, 1995) adalah:
1) Apabila letak sumber pencemaran lebih tinggi dari sumur gali, maka jarak
minimal sumur gali terhadap sumber pencemaran adalah 11 meter, jika letak
sumber pencemaran sama atau lebih rendah dari sumur gali maka jarak
minimal sumur gali tersebut adalah 9 meter, yang termasuk sumber
pencemaran adalah: jamban, air kotor atau comberan, tempat pembuangan
sampah, kandang ternak, dan sumur saluran resapan.
2) Lantai harus kedap air minimal 1 meter dari sumur, tidak retak atau bocor
mudah dibersihkan, dan tidak tergenang air (kemiringan 1-5%).
3) Saluran pembuangan air limbah harus kedap air, tidak menimbulkan
genangan, dan kemiringan minimal 2%.
4) Tinggi bibir sumur minimal 80 cm dari lantai terbuat dari bahan yang kuat
dan rapat air.
5) Dinding sumur minimal sedalam 3 meter dari permukaan tanah, dibuat dari
bahan kedap air dan kuat.
25
6) Jika pengambilan air dengan timba harus ada timba khusus. Untuk mencegah
pencemaran, timba harus selalu digantung dan tidak boleh diletakkan di
lantai.
Sumur Pompa Tangan (SPT)
Sumur pompa tangan terdiri dari sumur pompa tangan dangkal, sedang,
dan dalam. Adapun persyaratannya adalah sebagai berikut:
1. Jarak SPT minimal 11 meter dari sumber pencemar, seperti jamban, air
kotor/comberan, tempat pembuangan sampah, kandang ternak, dan lain-lain.
2. Lantai harus kedap air, minimal 1 meter dari sumur, tidak retak/bocor, mudah
dibersihkan, dan tidak tergenang air dengan kemiringan antara 1% sampai
5%.
3. Saluran pembuangan air limbah (SPAL) harus kedap air, tidak menimbulkan
genangan. Panjang SPAL dengan sumur resapan minimal 11 meter dengan
kemiringan minimal 2%.
4. Pipa penghisap dilindungi dengan casing atau coran rapat air sekurang-
kurangnya 3 meter dari permukaan tanah.
5. Ujung pipa bawah saringan dipasang dop, bagian luar saringan diberi kerikil
sebesar biji jagung yang berukuran kurang lebih 2,5 meter. Pada bagian
pompa, klep, dan karet penghisap harus bekerja dengan baik agar tidak
memerlukan air pancingan, serta dudukan pompa harus kuat, rapat air, dan
tidak retak.
Perpipaan
Adapun syarat perpipaan yang baik adalah sebagai berikut:
26
1) Sumber air baku harus diolah terlebih dahulu sebelum didistribusikan.
2) Pipa yang baik harus tidak melarut dalam air atau tidak mengandung bahan
kimia yang dapat membahayakan kesehatan dan angka kebocoran pipa tidak
lebih dari 5%. Pemasangan pipa tidak boleh terendam dalam air kotor atau air
sungai. Bak penampungan harus rapat air dan tidak dapat dicemari oleh
sumber pencemar serta pengambilan air melalui sarana perpipaan harus
melalui kran.
Sedangkan untuk kran umum, lantai mudah dibersihkan dan harus kedap
air, luas lantai minimal 1m2, tidak tergenang air, dan kemiringan lantai 1-5%.
Tinggi kran minimal 50-70 cm dari lantai. Kran umum dilengkapi dengan
saluran pembuangan air limbah (SPAL) rapat air, kemiringan minimal 2%, air
buangan disalurkan ke sumur/saluran resapan atau saluran sumur lainnya.
Menurut Mann, H.T (1993), bahan pipa yang biasa digunakan untuk
pendistribusian air adalah:
a. Pipa Baja
Sekarang ini banyak terdapat pipa baja, baik pipa baja hitam maupun yang
disepuh dengan diameternya berkisar antara 10 sampai 150 mm (1/2 sampai
6 inchi). Pipa yang disepuh kualitasnya lebih baik, karena tahan terhadap
karat.
b. Pipa Besi
Terdapat pipa besi berukuran antara 75 sampai dengan 150 mm (3 sampai 6
inchi), tetapi pipa besi ini lebih tahan karat dibandingkan dengan baja.
c. Pipa Asbes
27
Pipa ini mempunyai ukuran yang hampir sama dengan pipa besi, tetapi pipa
asbes lebih tahan karat dibandingkan dengan pipa besi.
d. Pipa PVC
Biasanya berdiameter antara 50 sampai 150 mm (2 sampai 6 inchi) atau
lebih. Pipa ini ringan dan tahan karat.
e. Pipa Polythene
Biasanya berdiameter antara 10 sampai 75 mm (1/2 sampai 3 inchi),
merupakan pipa yang paling baik digunakan untuk pipa bor. Mempunyai
beberapa keunggulan, yaitu murah, ringan, dan jarang terjadi kebocoran.
Kelemahannya adalah tidak tahan terhadap gigitan tikus.
Penampungan Air Hujan (PAH)
Persyaratan sarana air bersih berupa penampungan air hujan adalah
sebagai berikut:
a. Talang air yang masuk ke bak PAH harus dapat diatur posisinya agar air
hujan pada 5 menit pertama tidak masuk ke dalam bak.
b. Tinggi bak saringan minimal 40 cm, terbuat dari bahan yang kuat dan rapat
nyamuk, susunan saringan terdiri dari pasir dan ijuk.
c. Pipa peluap (over flow) harus dipasang kawat kassa rapat nyamuk.
d. Tinggi kran dari lantai 50-60 cm, lantai bak pengambilan berfungsi sebagai
resapan dengan susunan batu, pasir setebal minimal 0,6 dari lantai (volume
0,6 x 0,6 x 0,6 m3).
e. Kemiringan lantai bak PAH mengarah ke pipa penguras dan mudah
dibersihkan (tidak terdapat sudut mati).
28
f. Untuk meningkatkan mineral, air hujan dialirkan pada saringan pasir, dan
untuk meningkatkan pH ditambahkan kapur.
Hasil penelitian Septian Bumulo (2012) menunjukkan bahwa responden yang
sarana penyediaan air bersih tidak memenuhi syarat dan tidak diare yaitu sebanyak
79 responden (52,7%), hal ini dikarenakan walaupun air yang dikonsumsi tidak
memenuhi syarat penyediaan air bersih namun untuk keperluan minum, responden
terlebih dahulu memasak airnya hingga mendidih dan sebagian besar responden
selalu menampung air untuk keperluan minum dan memasak dalam wadah tertutup
sehinga sedikit kemungkinan untuk terkontaminasi dengan bakteri penyebab
kejadian diare.
Di samping itu diperoleh sebanyak 32 responden (29,4%) yang sarana
penyediaan air bersih memenuhi syarat namun menyebabkan diare. Hal ini
dikarenakan sebagian responden masih ada yang menampung air untuk keperluan
minum dan memasak dalam wadah terbuka dan masih banyak pula yang jarak
jamban keluarga dengan sumber air bersihnya kurang dari 10 meter sehingga besar
kemungkinan untuk terkontaminasi dengan bakteri penyebab kejadian diare.
b) Perilaku Ibu
Perilaku merupakan cerminan dari sikap, hasil distribusi frekuensi sikap yang
baik atau positif, sikap yang positif maka perilaku yang dilaksanakan kearah positif
atau baik.
Menurut teori Green et al (1999) dalam Notoatmodjo (2003), kesehatan
individu dan masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor perilaku dan
29
faktor-faktor di luar perilaku (non-perilaku). Faktor perilaku ditentukan oleh tiga
faktor; yaitu faktor predisposisi adalah faktor yang mencakup pengetahuan, sikap,
keyakinan, nilai, dan persepsi seseorang atau kelompok untuk bertindak; lalu faktor
pemungkin (enabling factor) yaitu berbagai keterampilan dan sumber daya yang
diperlukan untuk melakukan perilaku kesehatan; dan faktor perilaku yang terakhir
adalah faktor penguat (reinforcing factor) adalah faktor yang menentukan tindakan
kesehatan memperoleh dukungan atau tidak.
Menurut Becker (1979) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), perilaku
kesehatan yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang
dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk tindakan-tindakan
untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilih makanan, sanitasi, dan
sebagainya.
Menurut Depkes RI (2005), perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran
kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare adalah sebagai berikut:
1. Memasak Air
Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa pengolahan
yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum (Kep.Men.Kes RI
No. 907/Menkes/SK/VII/2002). Air untuk minum harus diolah terlebih dahulu
dan wadah air harus bersih dan tertutup. Air yang tidak dikelola dengan standar
pengelolaan air minum rumah tangga (PAM-RT) dapat menimbulkan penyakit
(Dirjend P2PL, 2008).
Salah satu bentuk pengolahan air minum rumah tangga yang sederhana dan
sering digunakan adalah dengan cara memasak. Memasak merupakan proses
30
mematikan mikroorganisme (virus, bakteri, spora bakteri, jamur protozoa)
penyebab penyakit dengan cara pemanasan (Depkes RI, 2008).
2. Penggunaan Jamban
Penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penularan risiko
terhadap penyakit diare. Jamban adalah tempat pembuangan kotoran manusia
adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus
dikeluarkan dari dalam tubuh (Notoatmodjo, 2007). Menurut Notoatmodjo
(2003), suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan, apabila memenuhi
persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
Tidak mengotori permukaan tanah disekeliling jamban tersebut
Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya
Tidak mengotori air tanah di sekitarnya
Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat, kecoak, dan binatang-
binatang lainnya
Tidak menimbulkan bau
Mudah digunakan dan dipelihara
Sederhana desainnya
Murah
Dapat diterima oleh pemakainya
Tempat pembuangan tinja adalah sarana yang digunakan untuk buang air
besar dan tempat pembuangan akhir tinja yang digunakan keluarga sehari-hari
31
(MDGs, 2010). Menurut Entjang (2000), macam-macam kakus atau tempat
pembuangan tinja, yaitu:
Pit-privy (Cubluk/Jamban Cemplung)
Kakus ini dibuat dengan jalan membuat lubang ke dalam tanah dengan
diameter 80-120 cm sedalam 2,5-8 meter. Dindingnya diperkuat dengan batu
atau bata, dan dapat ditembok ataupun tidak agar tidak mudah ambruk. Lama
pemakaiannya antara 5-15 tahun. Bila permukaan penampungan tinja sudah
mencapai kurang lebih 50 cm dari permukaan tanah, dianggap cubluk sudah
penuh. Cubluk yang penuh ditimbun dengan tanah. Ditunggu 9-12 bulan.
Isinya digali kembali untuk pupuk, sedangkan lubangnya dapat dipergunakan
kembali.
Jamban air (Water latrine)
Jamban ini terdiri dari bak yang kedap air, diisi air di dalam tanah sebagai
tempat pembuangan tinja. Proses pembusukkannya sama seperti pembusukan
tinja dalam air kali. Untuk kakus ini, agar berfungsi dengan baik, perlu
pemasukan air setiap hari, baik sedang dipergunakan atau tidak.
Jamban leher angsa (Angsa latrine)
Jamban jenis ini merupakan jamban yang paling memenuhi persyaratan. Oleh
sebab itu cara pembuangan tinja semacam ini yang dianjurkan. Pada kakus
ini closetnya berbentuk leher angsa, sehingga akan selalu terisi air. Fungsi air
ini gunanya sebagai sumbat, sehingga bau busuk dari cubluk tidak tercium di
ruangan rumah kakus.
Jamban bor (Bored hole latrine)
32
Tipe ini sama dengan jamban cemplung hanya ukurannya lebih kecil karena
untuk pemakaian yang tidak lama, misalnya untuk perkampungan sementara.
Kerugiannya bila air permukaan banyak mudah terjadi pengotoran tanah
permukaan (meluap).
Jamban keranjang (Bucket latrine)
Tinja ditampung dalam ember atau bejana lain dan kemudian dibuang di
tempat lain, misalnya untuk penderita yang tak dapat meninggalkan tempat
tidur. Sistem jamban keranjang biasanya menarik lalat dalam jumlah besar,
tidak di lokasi jambannya, tetapi di sepanjang perjalanan ke tempat
pembuangan. Penggunaan jenis jamban ini biasanya menimbulkan bau.
Jamban parit (Trench latrine)
Dibuat lubang dalam tanah sedalam 30-40 cm untuk tempat defaecatie.
Tanah galiannya dipakai untuk menimbunnya. Penggunaan jamban parit
sering mengakibatkan pelanggaran standar dasar sanitasi, terutama yang
berhubungan dengan pencegahan pencemaran tanah, pemberantasan lalat,
dan pencegahan pencapaian tinja oleh hewan.
Jamban empang / gantung (Overhung latrine)
Jamban ini semacam rumah-rumahan dibuat di atas kolam, selokan, kali,
rawa dan sebagainya. Kerugiannya mengotori air permukaan sehingga bibit
penyakit yang terdapat di dalamnya dapat tersebar kemana-mana dengan air
yang dapat menimbulkan wabah
Chemical toilet (Chemical closet)
33
Tinja ditampung dalam suatu bejana yang berisi kaustik soda sehingga
dihancurkan sekalian didesinfeksi. Biasanya dipergunakan dalam kendaraan
umum, misalnya pesawat udara atau kereta api. Dapat pula digunakan dalam
rumah sebagai pembersih tidak dipergunakan air, tetapi dengan kertas (toilet
paper).
Berdasarkan hasil penelitian Wibowo (2004), jenis tempat pembuangan tinja
yang terbanyak digunakan pada kelompok kasus adalah jenis leher angsa
(68,3%), sedangkan 7,9% menggunakan jenis plengsengan dan 23,8% tidak
memiliki jamban. Lalu Wibowo (dalam Wulandari 2009:19) menjelaskan bahwa
tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan
meningkatkan risiko terjadinya diare pada anak balita sebesar dua kali lipat
dibandingkan dengan keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya
yang memenuhi syarat sanitasi.
Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Zubir (2006) tentang
faktor-faktor risiko kejadian diare akut pada anak 0-35 bulan (Batita) di
Kabupaten Bantul, dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis tempat
pembuangan tinja mempengaruhi terjadinya diare akut dengan nilai p < 0,05,
(OR) = 1,24.
3. Kebiasaan Cuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting
dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan
sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum
34
menyuapi makan anak, dan sesudah makan mempunyai dampak dalam kejadian
diare (Depkes, 2005).
Hal ini didukung oleh hasil penelitian Riki N.P (2013) yang menunjukkan
bahwa ada hubungan antara mencuci tangan dengan sabun sebelum menyuapi
anak makan dengan kejadian diare pada balita dimana nilai p.value = 0,015.
Hasil penelitian Anup K.C. (2012) juga menyatakan bahwa ada hubungan
antara mencuci tangan dengan sabun sebelum/sesudah melakukan kegiatan
(menyiapkan makanan, pada saat makan, menyuapi anak, selesai bekerja, dan
selesai memandikan anak) dimana hanya 2% anak-anak ditemukan terinfeksi
diare yang orang tuanya mencuci tangan dengan sabun sebelum/sesudah
melakukan kegiatan sedangkan 26 (20,5%) anak-anak ditemukan terinfeksi diare
karena orang tuanya tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum/sesudah
melakukan kegiatan.
4. Pemberian ASI Eksklusif
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012, ASI (Air Susu Ibu)
eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6
(enam) bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau
minuman lain.
Menurut Depkes (2005), ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare.
ASI Eksklusif harus diberikan secara penuh selama 4 sampai 6 bulan. Pada bayi
yang tidak diberi ASI risiko untuk menderita diare lebih besar dari pada bayi
yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih
35
besar. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya
lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai
dengan susu formula.
Hal ini didukung pula dengan hasil penelitian Karki T, dkk (2010) bahwa
balita yang mengkonsumsi susu formula selama 6 bulan di awal kelahiran
memiliki 26,32% terkena diare dengan resiko terkena diare 1,95 kali
dibandingkan dengan balita yang mengkonsumsi ASI eksklusif.
5. Pemberian Imunisasi Campak
Diare sering timbul menyertai campak, sehingga pemberian imunisasi
campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu segera memberikan anak
imunisasi campak setelah berumur 9 bulan. Imunisasi campak adalah suatu
keadaan tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara memasukkan vaksin
campak dalam tubuh bayi usia antara 9 sampai 11 bulan dan pada usia 6 sampai
7 tahun.
Diare sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang sedang
menderita campak, hal ini sebagai akibat dari penurunan kekebalan tubuh
penderita (Depkes, 2005).
Hal penelitian Olyfta A. (2010) menyebutkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara imunisasi campak dengan kejadian diare pada balita yang tidak
mendapatkan imunisasi campak akan beresiko 5,4 kali terkena diare daripada
balita yang mendapatkan imunisasi campak.
36
6. Penggunaan Botol Susu
Penggunaan botol susu memudahkan pencemaran oleh kuman, karena botol
susu susah dibersihkan. Penggunaan botol untuk susu formula, biasanya
menyebabkan risiko tinggi terkena diare sehingga mengakibatkan terjadinya gizi
buruk. (Depkes, 2005)
Hasil penelitian Wibowo, dkk (2004) menyebutan bahwa adanya hubungan
yang signifikan antara proses pencucian botol susu dengan kejadian diare pada
balita yang mengkonsumsi susu formula. Hal ini dikarenakan dari hasil
pengamatan selama satu bulan, proses pencucian botol susu yang dilakukan oleh
para ibu hanya sebesar 43% yang memenuhi syarat, sedangkan sisanya masih
kurang benar.
37
2.3 Kerangka Teori
Berdasarkan teori dan penelitian di atas, maka diperoleh kerangka teori sebagai
berikut:
Bagan 2.1. Kerangka Teori
Modifikasi teori dan penelitian dari Septian Bumolo (2012), Notoatmodjo (2003),
Depkes RI (2005), Depkes RI (2008), Zubir (2006), Karti T (2010), Riki N.P (2013),
Anup K.C (2012), dan Olyfta A. (2010)
Sarana Sanitasi Air Bersih
Perilaku Ibu
Memasak Air
Penggunaan Jamban
Kebiasaan Cuci Tangan
Pemberian ASI Eksklusif
Pemberian Imunisasi Campak
Penggunaan Botol Susu
Kejadian Diare Pada
Balita
38
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN
HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep pada penelitian ini mengacu pada modifikasi teori dan
penelitian dari Septian Bumolo (2012), Notoatmodjo (2003), Depkes RI (2005), Depkes
RI (2008), Zubir (2006), Karti T (2010), Riki N.P (2013), Anup K.C (2012), dan Olyfta
A. (2010). Berdasarkan teori dan penelitian yang ada, faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya diare pada balita, yaitu sarana air bersih dan perilaku ibu seperti memasak air,
penggunaan jamban, kebiasaan cuci tangan, pemberian ASI eksklusif, pemberian
imunisasi campak, dan penggunaan botol susu.
Pada penelitian ini terdapat beberapa variabel yang tidak diteliti, yaitu variabel
penggunaan botol susu, variabel pemberian ASI eksklusif dan variabel pemberian
imunisasi campak. Hal ini dikarenakan peneliti hanya ingin meneliti variabel-variabel
lingkungan yang mempengaruhi kejadian diare.
Kerangka konsep terdiri dari variabel terikat (dependen) dan variabel bebas
(independen). Pada penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah sarana
sanitasi air bersih dan perilaku pengguna ibu, yaitu memasak air, penggunaan jamban,
dan kebiasaan cuci tangan, sedangkan variabel dependen yaitu kejadian diare pada
balita.
39
Hubungan antara variabel dependen dan variabel independen tersebut dapat
dilihat pada bagan 3.1 sebagai berikut:
Bagan 3.1
Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Kejadian Diare
Pada Balita
Sarana Sanitasi Air Bersih
Kebiasaan Cuci Tangan
Memasak Air
Penggunaan Jamban
40
3.2 Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional
Variabel
Dependent
Definisi Cara
Ukur
Alat Ukur Hasil Skala
Diare Pada Balita Suatu keadaan dimana balita pada umur 10-59
bulan mengalami buang air besar lembek dan
cair atau dapat berupa air saja yang
frekuensinya lebih sering dari biasanya
(biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari)
Wawancara Kuesioner 1. Diare, jika:
Balita mengalami
mencret-mencret, > 3 kali
sehari, dan bentuk kotoran
lembek atau cair atau
berupa air saja
2. Tidak diare, jika:
Balita tidak mengalami
mencret-mencret, 3 kali
sehari, dan bentuk kotoran
seperti biasa
Ordinal
Variabel
Independent
Definisi Cara
Ukur
Alat Ukur Hasil Skala
Sarana Sanitasi Air
Bersih
Bangunan beserta peralatan dan
perlengkapannya yang menyediakan dan
Wawancara &
Observasi
Wawancara
& Lembar
1. Tidak memenuhi syarat
kesehatan, jika skor yang
Ordinal
41
mendistribusikan air bersih yang memenuhi
syarat kesehatan
Observasi didapatkan dari hasil
observasi pada masing-
masing SAB adalah:
SGL: 6
SP: 6
PDAM: 2
2. Memenuhi syarat
kesehatan, jika skor yang
didapatkan dari hasil
observasi pada masing-
masing SAB adalah:
SGL: 5
SP: 5
PDAM: 1
Perilaku Pengguna Air Bersih
Memasak Air Proses mematikan mikroorganisme (virus,
bakteri, spora bakteri, jamur protozoa)
penyebab penyakit dengan cara pemanasan
sampai mendidih
Wawancara Kuesioner 1. Tidak, jika tidak memasak
air sampai mendidih
sebelum dikonsumsi
2. Ya, jika memasak air
sampai mendidih sebelum
dikonsumsi
Ordinal
42
Penggunaan Jamban Sarana atau tempat untuk buang air besar dan
tempat pembuangan akhir tinja yang
memenuhi syarat jamban sehat, contohnya
jamban leher angsa
Wawancara &
Observasi
Wawancara
& Lembar
Obsservasi
1. Tidak memenuhi syarat
jamban sehat, jika skor
yang didapatkan dari hasil
observasi adalah 1
2. Memenuhi syarat jamban
sehat, jika menggunakan
jamban leher angsa dan
skor yang didapatkan dari
hasil observasi adalah 0
Ordinal
Kebiasaan Cuci
Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan
kebersihan perorangan untuk mencuci tangan
dengan sabun sebelum atau sesudah
melakukan kegiatan
Wawancara Kuesioner 1. Tidak, jika tidak mencuci
tangan dengan sabun
sebelum/sesudah
melakukan kegiatan
2. Ya, jika mencuci tangan
dengan sabun
sebelum/sesudah
melakukan kegiatan
Ordinal
43
3.3 Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara sarana sanitasi air bersih dengan kejadian diare pada balita
umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota
Tangerang Selatan tahun 2013.
2. Ada hubungan antara perilaku memasak air dengan kejadian diare pada balita
umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota
Tangerang Selatan tahun 2013.
3. Ada hubungan antara perilaku penggunaan jamban dengan kejadian diare pada
balita umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota
Tangerang Selatan tahun 2013.
4. Ada hubungan antara perilaku kebiasaan cuci tangan dengan kejadian diare pada
balita umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota
Tangerang Selatan tahun 2013.
44
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan bentuk desain studi
cross sectional, dimana variabel independen dan variabel dependen diamati pada waktu
yang bersamaan (satu waktu). Desain ini digunakan karena mudah dilaksanakan,
sederhana, menghemat waktu, dan hasilnya dapat diperoleh dengan cepat (Notoatmodjo,
2010).
Variabel Independen dalam penelitian ini adalah sarana sanitasi air bersih dan
perilaku ibu yang terdiri dari memasak air, penggunaan jamban, dan kebiasaan cuci
tangan. Sedangkan variabel dependen yaitu kejadian diare pada balita.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu
Kota Tangerang Selatan dan untuk waktu penelitiannya dilaksanakan pada bulan Januari
- Februari 2014.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita usia 10–59 bulan yang
berada di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang
Selatan.
45
4.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah balita umur 10-59 bulan, sedangkan
untuk respondennya adalah ibu dari balita. Dalam pengambilan sampel
digunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi karena untuk mengetahui
suatu hubungan di setiap variabelnya. Rumus ujinya adalah: (Ariawan, 1998)
Keterangan:
n : Jumlah sampel minimal yang diperlukan
P1 : Proporsi kejadian pada salah satu partisipasi pada kelompok
tertentu
P2 : Proporsi kejadian pada salah satu partisipasi pada kelompok
tertentu
P : Rata-rata proporsi ((P1+P2)/2)
Z1-α/2 : derajat kemaknaan, α pada dua sisi (two tail) yaitu sebesar 5 % =
1.96
Z1-β : Kekuatan uji 1-β, yaitu sebesar 95%
Perhitungan sampel dilakukan berdasarkan beberapa hasil penelitian
terdahulu dengan menggunakan rumus uji hipotesis dua proporsi yang
kemudian diperoleh hasil seperti pada tabel 4.1 berikut:
46
Tabel 4.1
Hasil Penghitungan Sampel Berdasarkan Uji Hipotesis Beda Dua Proporsi
Terhadap Hasil Penelitian Terdahulu
Variabel Diketahui p Sampel Total
Sarana Penyediaan Air Bersih
(Septian B., 2012)
P1 = 0,473
P2 = 0,294
0,3835 115 x 2 = 230
Penggunaan Jamban
(Septian B., 2012)
P1 = 0,511
P2 = 0,270
0,3905 64 x 2 = 128
Kebiasaan Cuci Tangan
(Anup K.C, 2012)
P1 = 0,205
P2 = 0,02
0,1125 45 x 2 = 90
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus di atas didapatkan
jumlah sampel minimal sebanyak 45 responden, karena besar sampel yang
digunakan adalah uji hipotesis beda dua proporsi, sehingga jumlah sampel
dikalikan dua menjadi 90 responden (P1 = proporsi hubungan kebiasaan cuci
tangan tidak memenuhi syarat dengan kejadian diare dan P2 = proporsi
hubungan kebiasaan cuci tangan yang memenuhi syarat dengan kejadian
diare). Penentuan besar sampel yang berjumlah 90 responden didasarkan pada
penyesuaian terhadap waktu, tenaga, dan biaya.
4.3.3 Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik
cluster random sampling, sehingga perlu memperhatikan efek desain. Efek
desain umum yang digunakan dalam cluster random sampling berkisar 2 dan
4 (Ariawan, 1998). Untuk menentukan lokasi dan elemen sampel terpilih
47
digunakan cluster random sampling pada tingkat Kelurahan dengan sampling
frame Kelurahan dan sampling frame sampel, berikut langkah-langkahnya:
1. Wilayah Puskesmas Keranggan terdiri dari 2 Kelurahan, yaitu Kelurahan
Keranggan dan Kademangan. Dari 2 Kelurahan, ditentukan ada berapa
banyak posyandu pada masing-masing Kelurahan. Kemudian dari
posyandu tersebut dibuat sampling frame posyandu.
2. Sampling frame posyandu dari masing-masing Kelurahan tersebut
kemudian dibagi secara proporsional, dimana tiap Kelurahan masing-
masing memilih 3 posyandu secara acak. (Gambar 4.1)
3. Setelah terpilih 3 posyandu secara acak di masing-masing Kelurahan,
maka dibagi lagi secara proporsional, dimana tiap posyandu menentukan
15 sampel secara acak. (Gambar 4.2)
4. Setelah diperoleh jumlah sampel pada masing-masing posyandu,
kemudian secara acak sederhana terpilihlah sampel yang akan diambil.
Wilayah Puskesmas Keranggan
Keranggan Kademangan
M
a
w
a
r
C
e
m
p
a
k
a
K
e
n
a
r
i
F
l
a
m
b
o
y
a
n
D
a
h
l
i
a
M
e
l
a
t
i
B
e
r
i
n
g
i
n
M
a
t
a
h
a
r
i
T
e
r
a
t
a
i
A
n
g
g
r
e
k
S
a
k
u
r
a
T
e
r
a
t
a
i
M
a
w
a
r
A
s
o
k
a
M
e
l
a
t
i
C
e
m
p
a
k
a
K
e
n
a
n
g
a
P
r
o
t
o
n
i
t
a
A
s
t
e
r
48
Bagan 4.1
Sampling Frame Posyandu Dalam Penentuan Posyandu Sebagai Lokasi Penelitian
Bagan 4.2
Sampling Frame Sampel Dalam Penentuan Sampel Penelitian
4.4 Instrumen Penelitian dan Pengumpulan Data
4.4.1 Instrumen Penelitian
a. Uji Coba Kuesioner
Kuesioner yang akan digunakan, terlebih dahulu dilakukan uji coba. Dari
hasil uji coba, kemudian dilakukan uji validitas dan reliabilitas pada
pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner hasil uji coba tersebut. Selanjutnya
dilakukan revisi terhadap kuesioner tersebut. Uji coba kuesioner tersebut
dilakukan kepada 10 responden dengan karakteristik sama, namun di lokasi
yang berbeda dengan lokasi penelitian untuk menghindari terpilihnya
kembali responden sebagai responden penelitian.
Keranggan Kademangan
Dahlia Cempaka Anggrek Beringin Mawar Kenanga
15 15 15 15 15 15
49
b. Kuesioner
Kuesioner dalam penelitian ini mencakup beberapa item pertanyaan
mengenai perilaku memasak air, kebiasaan cuci tangan, pemberian ASI
eksklusif, dan pemberian imunisasi campak, serta lembar observasi
mengenai sarana sanitasi air bersih yang digunakan dan penggunaan
jamban.
4.4.2 Pengumpulan Data
Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa
data primer dan data sekunder:
a. Data Primer
Data primer diperoleh langsung dari hasil wawancara
menggunakan kuesioner dan observasi langsung kepada responden
mengenai sarana sanitasi air bersih dan perilaku ibu terhadap kejadian
diare.
Variabel yang terdapat di kuesioner adalah variabel memasak air,
kebiasaan cuci tangan, pemberian ASI eksklusif, dan pemberian
imunisasi campak. Sedangkan, variabel yang dilakukan dengan
observasi adalah variabel sarana sanitasi air bersih dan penggunaan
jamban.
b. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari berbagai sumber, seperti hasil penelitian
terdahulu, hasil studi pustaka, laporan serta dokumen dari berbagai
50
instansi yang berhubungan dengan topik yang dikaji, seperti Dinas
Kesehatan Kota Tangerang Selatan, Puskesmas Keranggan, Kecamatan
Setu dan beberapa Kelurahan di wilayah Puskesmas Keranggan. .
4.5 Pengolahan Data
Dalam proses pengolahan data, ada beberapa kegiatan yang dilakukan peneliti,
yaitu:
1. Editing, merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir atau
kuesioner apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah lengkap, jelas, relevan, dan
konsekuen.
2. Coding, merupakan kegiatan untuk merubah data berbentuk huruf menjadi data
berbentuk angka/bilangan.
Diare pada balita Diare
Tidak diare
[1]
[2]
Sarana Sanitasi Air
Bersih
Tidak memenuhi syarat
kesehatan
Memenuhi syarat kesehatan
[1]
[2]
Memasak Air Tidak
Ya,
[1]
[2]
Penggunaan Jamban Tidak memenuhi syarat
jamban sehat
Memenuhi syarat jamban
sehat
[1]
[2]
51
Kebiasaan Cuci
Tangan
Tidak
Ya
[1]
[2]
3. Processing, pemprosesan dilakukan dengan cara mengentri data dari kuesioner ke
komputer dengan paket program komputer.
4. Cleaning, merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entri, apakah
ada kesalahan atau tidak.
5. Manajemen data, proses memanipulasi atau merubah bentuk data dari bentuk
numerik ke bentuk kategorik.
6. Analisis data, proses pengolahan data serta menyusun hasil yang akan dilaporkan.
(Depkes, 2004)
4.6 Analisis Data
Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan program SPSS.
Analisis data meliputi:
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi frekuensi masing-
masing variabel, baik variabel bebas (sarana sanitasi air bersih dan perilaku ibu),
variable terikat (kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan) maupun deskripsi
karakteristik responden.
Fungsi analisis univariat sebenarnya adalah menyederhanakan atau meringkas
kumpulan data hasil pengukuran sedemikian rupa sehingga kumpulan data tersebut
berubah menjadi informasi yang berguna. Peringkasan tersebut berupa ukuran-
ukuran statistik, tabel dan juga grafik. (Hastono, 2007)
52
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji chi square. Syarat uji chi
square antara lain jumlah sampel harus cukup besar, pengamatan harus bersifat
independen, dan hanya dapat digunakan pada data deskrit atau data kontinyu yang
telah dikelompokkan menjadi kategori (Budiarto, 2001). Dasar pengambilan
keputusan penerimaan hipotesis berdasarkan tingkat signifikan (nilai α) sebesar
95%:
a) Jika nilai P-value > α (0,05), maka hipotesis penelitian (Ha) ditolak.
b) Jika nilai P-value ≤ α (0,05), maka hipotesis penelitian (Ha) diterima.
53
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian
Puskesmas Keranggan masuk di wilayah Kecamatan Setu, adapun Kecamatan
Setu memiliki 3 Puskesmas, yaitu Puskesmas Setu, Puskesmas Bakti Jaya, dan
Puskesmas Keranggan. Binaan Puskesmas Keranggan terdiri dari 2 Kelurahan, yaitu
Kelurahan Keranggan dan Kelurahan Kademangan. Luas wilayah Kelurahan Keranggan
adalah 217 Ha dengan jumlah penduduk sebesar 6.229 jiwa dengan 17 RT dan 6 RW.
Sedangkan luas wilayah Kelurahan Kademangan adalah 322 Ha dengan jumlah
penduduk sebesar 20.759 jiwa dengan 55 RT dan 7 RW.
Jadi, luas wilayah Puskesmas Keranggan secara keseluruhan adalah 539 Ha,
sedangkan bangunan Puskesmas berada di atas tanah seluas 1.000 m2 dan jumlah
penduduk keseluruhan di wilayah Puskesmas Keranggan sebanyak 26.988 jiwa.
Puskesmas Keranggan terletak di Jalan Baru Lingkar Selatan, Desa Keranggan,
Kecamatan Setu, bagian barat Kota Tangerang Selatan. Adapun batas wilayah kerja
Puskesmas Keranggan adalah:
a. Utara : Wilayah kerja Puskesmas Serpong
b. Selatan : Wilayah kerja Puskesmas Gunung Sindur Bogor
c. Barat : Wilayah kerja Puskesmas Cisauk dan Suradita Kabupaten Tangerang
d. Timur : Wilayah kerja Puskesmas Setu
54
5.2 Analisis Univariat
Analisis univariat mendiskripsikan karakteristik responden, kejadian diare pada
balita umur 10-59 bulan, sarana air bersih, memasak air, penggunaan jamban, dan
kebiasaan cuci tangan.
5.2.1 Gambaran Karakteristik Responden
Deskripsi karakteristik responden mencakup umur, pendidikan dan pekerjaan
ibu yang dijelaskan sebagai berikut:
a. Distribusi Umur Responden
Tabel 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Wilayah Puskesmas
Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013
Variabel Mean SD Min-Max
Umur 29,39 6,11 18-42
Berdasarkan tabel 5.1, diperoleh hasil analisis bahwa dari 90 responden
rata-rata umur responden adalah 29 tahun dengan standar deviasi 6,11. Umur
responden termuda adalah 18 tahun sedangkan umur ibu tertua adalah 42
tahun.
b. Distribusi Pendidikan Responden
Tabel 5.2
Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Wilayah Puskesmas
Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013
Kategori Frekuensi Persentase (%)
Tidak Sekolah 0 0,0
SD 18 20,0
SMP 21 23,3
SMA 40 44,4
Perguruan Tinggi 11 12,2
Jumlah 90 100
55
Berdasarkan tabel 5.2 diperoleh distribusi tingkat pendidikan responden,
paling banyak responden memiliki pendidikan SMA yaitu 40 responden
(44,4%) sedangkan untuk responden yang memiliki latar belakang pendidikan
tidak sekolah, SD, SMP, dan perguruan tinggi masing-masing adalah 0
responden (0%), 18 responden (20%), 21 responden (23,3%), dan 11 responden
(12,2%).
c. Distribusi Pekerjaan Responden
Tabel 5.3
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Wilayah
Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun
2013
Kategori Frekuensi Persentase (%)
Ibu Rumah Tangga 69 76,7
Karyawan 11 12,2
Bidan/Petugas Kesehatan 4 4,4
Wiraswasta 6 6,7
Lain-lain 0 0,0
Jumlah 90 100
Berdasarkan tabel 5.3 diperoleh distribusi jenis pekerjaan ibu, paling
banyak ibu memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga yaitu sebanyak 69
orang (76,7%) sedangkan ibu yang bekerja sebagai karyawan, bidan/petugas
kesehatan, wiraswasta, dan lain-lain masing-masing sebanyak 11 orang
(12,2%), 4 orang (4,4%), 6 orang (6,7%), dan lain-lain 0 orang (0%).
5.2.2 Gambaran Kejadian Diare Pada Balita
Hasil penelitian mengenai kejadian diare pada balita diperoleh dari wawancara
kepada responden. Variabel kejadian diare pada balita dikategorikan menjadi dua,
56
yaitu diare dan tidak diare. Adapun hasil yang diperoleh mengenai kejadian diare
pada balita dapat dilihat dari tabel 5.4 berikut:
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Kejadian Diare Pada Balita Umur 10-59 Bulan di
Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan
Tahun 2013
Kejadian Diare Frekuensi Persentase (%)
Diare 32 35,6
Tidak Diare 58 64,4
Jumlah 90 100
Berdasarkan tabel 5.4, dari hasil analisis gambaran kejadian diare pada balita
diperoleh bahwa dari 90 balita, 32 balita (35,6%) mengalami diare dan 58 balita
(64,4%) tidak mengalami diare. Dari tabel tersebut terlihat bahwa lebih banyak
responden yang balitanya tidak mengalami diare.
5.2.3 Gambaran Sarana Sanitasi Air Bersih
Variabel sarana sanitasi air bersih merupakan salah satu variabel yang dapat
mempengaruhi kejadian diare pada balita. Di bawah ini akan dijelaskan gambaran
distribusi sarana sanitasi air bersih yang digunakan responden untuk keperluan
masak, mencuci, dan lain-lain.
Tabel 5.5
Distribusi Balita Menurut Sarana Sanitasi Air Bersih yang Digunakan di
Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan
Tahun 2013
Sarana Sanitasi Air Bersih Frekuensi Persentase (%)
Sumur Gali 6 6,7
Sumur Pompa 81 90,0
PDAM 3 3,3
Lain-lain 0 0,0
Jumlah 90 100
57
Dari tabel 5.5 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden menggunakan
sarana sumur pompa. Berdasarkan tabel di atas, dari 90 responden, 6 responden
menggunakan sarana air bersih sumur gali (6,7%) dan 3 responden menggunakan
sarana PDAM (3,3%).
Sedangkan, kondisi sarana air bersih dalam penelitian ini merupakan kondisi
fisik sarana air bersih di rumah tempat tinggal balita.
Tabel 5.6
Distribusi Balita Menurut Kondisi Sarana Sanitasi Air Bersih di Wilayah
Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013
Kondisi Sarana Sanitasi Air Bersih Frekuensi Persentase (%)
Tidak Memenuhi Syarat 42 46,7
Memenuhi Syarat 48 53,3
Jumlah 90 100
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.6, diketahui bahwa kondisi sarana
sanitasi air bersih di Wilayah Puskesmas Keranggan sebanyak 42 sarana (46,7%)
yang tidak memenuhi syarat, sedangkan 48 (53,3%) sarana yang memenuhi syarat.
5.2.4 Gambaran Memasak Air
Variabel memasak air merupakan salah satu bentuk pengolahan air minum
yang umum dilakukan oleh masyarakat. Di bawah ini akan dijelaskan sumber air
minum yang digunakan responden untuk dikonsumsi.
Tabel 5.7
Distribusi Balita Menurut Sumber Air Minum di Wilayah Puskesmas Keranggan
Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013
Sumber Air Minum Frekuensi Persentase (%)
Sumur Gali 3 3,3
Sumur Pompa 46 51,1
PDAM 3 3,3
58
Air Isi Ulang (Galon) 38 42,2
Jumlah 90 100
Berdasarkan tabel 5.7, sumber air minum yang paling banyak digunakan
responden adalah air dari sumur pompa sebanyak 46 (51,1%). Selain itu, dapat
diketahui bahwa dari 90 responden, terdapat masing-masing 3 responden yang
menggunakan air minum yang bersumber dari sumur gali (3,3%) dan PDAM
(3,3%), dan 38 responden yang menggunakan air minum yang bersumber dari air
isi ulang (galon) (42,2%).
Tabel 5.8
Distribusi Sumber Air Minum Sumur Pompa dan Air Isi Ulang (Galon) di
Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan
Tahun 2013
Sumber Air Minum
Kejadian Diare pada Balita
Diare Tidak Diare
n % n %
Sumur Pompa 14 30,4 32 69,6
Air Isi Ulang (Galon) 15 39,5 23 60,5
Berdasarkan tabel 5.8 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yang
balitanya mengalami diare adalah yang menggunakan air isi ulang (galon). Dari 29
responden, 15 responden (39,5%) yang menggunakan air isi ulang mengalami
kejadian diare pada balitanya, sedangkan 14 responden (30,4%) lainnya yang
menggunakan air sumur pompa mengalami kejadian diare pada balitanya.
59
Tabel 5.9
Distribusi Balita Menurut Pengolahan Memasak Air di Wilayah Puskesmas
Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013
Memasak Air Frekuensi Persentase (%)
Tidak 34 37,8
Ya 56 62,2
Jumlah 90 100
Berdasarkan tabel 5.9, dapat diketahui bahwa dari 90 responden, sebanyak 56
responden (62,2%) memasak air sampai mendidih sebelum dikonsumsi, sedangkan
34 responden (37,8%) tidak memasak airnya sampai mendidih sebelum
dikonsumsi.
5.2.5 Gambaran Penggunaan Jamban
Hasil penelitian mengenai penggunaan jamban diperoleh dari wawancara dan
observasi ke tempat responden. Adapun hasil yang diperoleh mengenai
penggunaan jamban dapat dilihat dari tabel 5.10 berikut:
Tabel 5.10
Distribusi Jenis Jamban yang Digunakan Responden di Wilayah Puskesmas
Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013
Jenis Jamban Frekuensi Persentase (%)
Jamban Empang 6 6,7
Jamban Leher Angsa 84 93,3
Jumlah 90 100
Berdasarkan tabel 5.10, dapat diketahui bahwa dari 90 responden, sebanyak 6
responden (6,7%) masih menggunakan jenis jamban empang, sedangkan 84
responden (93,3%) sudah menggunakan jenis jamban leher angsa.
60
Tabel 5.11
Distribusi Balita Menurut Penggunaan Jamban di Wilayah Puskesmas
Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013
Penggunaan Jamban Frekuensi Persentase (%)
Tidak Memenuhi Syarat 56 62,2
Memenuhi Syarat 34 37,8
Jumlah 90 100
Berdasarkan tabel 5.11, pada variabel di atas, jamban yang tidak memenuhi
syarat sebanyak 56 (62,2%) jamban sedangkan jamban yang memenuhi syarat
sebanyak 34 jamban (37,8%).
5.2.6 Gambaran Kebiasaan Cuci Tangan
Variabel kebiasaan cuci tangan merupakan salah satu variabel yang dapat
mempengaruhi kejadian diare pada balita. Adapun hasil yang diperoleh mengenai
perilaku kebiasaan cuci tangan dapat dilihat dari tabel 5.12 berikut ini:
Tabel 5.12
Distribusi Balita Menurut Kebiasaan Cuci Tangan di Wilayah Puskesmas
Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013
Kebiasaan Cuci Tangan Frekuensi Persentase (%)
Tidak 49 54,4
Ya 41 45,6
Jumlah 90 100
Berdasarkan hasil dari tabel di atas didapatkan sebanyak 49 responden
(54,4%) yang tidak mencuci tangannya menggunakan sabun sebelum/sesudah
melakukan kegiatan, sedangkan 41 responden (45,6%) mencuci tangannya
menggunakan sabun sebelum/sesudah melakukan kegiatan.
61
5.3 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui uji hipotesis antara variabel
independen dengan variabel dependen dengan uji statistik berupa chi-square (X2).
sehingga dapat diketahui nilai P-value dimana untuk penelitian cross sectional, nilai P-
value menunjukkan hubungan variabel independen (sarana sanitasi air bersih, memasak
air, penggunaan jamban, dan kebiasaan cuci tangan) terhadap variabel dependen
(kejadian diare pada balita).
5.3.1 Hubungan Sarana Sanitasi Air Bersih dengan Kejadian Diare pada Balita
Hasil pengujian statistik antara variabel sarana sanitasi air bersih dengan
kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan
Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013 sebagai berikut:
Tabel 5.13
Analisis Hubungan antara Sarana Sanitasi Air Bersih dengan Kejadian Diare
Pada Balita Umur 10-59 Bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan
Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013
Sarana Sanitasi Air
Bersih
Kejadian Diare pada Balita Jumlah
P-value Diare Tidak Diare
n % n % n %
Tidak Memenuhi Syarat 19 45,2 23 54,8 42 100 0,082
Memenuhi Syarat 13 27,1 35 72,9 48 100
Total 32 35,6 58 64,4 90 100
Dari tabel 5.15 diketahui responden dengan kondisi sarana sanitasi air bersih
yang tidak memenuhi syarat dan mengalami kejadian diare pada balitanya
sebanyak 19 responden (45,2%), sedangkan responden dengan kondisi sarana
62
sanitasi air bersih yang memenuhi syarat dan mengalami kejadian diare pada
balitanya sebanyak 13 responden (27,1%).
Hasil uji chi square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara sarana
sanitasi air bersih dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Wilayah
Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013,
karena nilai P-value sebesar 0,082 pada 5%.
5.3.2 Hubungan Perilaku Memasak Air dengan Kejadian Diare Pada Balita
Hasil uji statistik antara variabel memasak air dengan kejadian diare pada
balita umur 10-59 bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota
Tangerang Selatan Tahun 2013 sebagai berikut:
Tabel 5.14
Analisis Hubungan antara Perilaku Memasak Air dengan Kejadian Diare
Pada Balita Umur 10-59 Bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan
Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013
Perilaku
Memasak Air
Kejadian Diare pada Balita Jumlah
P-value Diare Tidak Diare
N % n % n %
Tidak 12 35,3 22 64,7 34 100 1,000
Ya 20 35,7 36 64,3 56 100
Total 32 35,6 58 64,4 90 100
Berdasarkan tabel 5.16 diketahui bahwa responden yang tidak memasak
airnya dan mengalami kejadian diare pada balitanya sebanyak 12 responden
(35,3%), sedangkan responden yang memasak airnya dan mengalami kejadian
diare pada balitanya sebanyak 20 responden (35,7%).
63
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai P-value sebesar 1,000, yang
artinya pada 5% tidak ada hubungan antara perilaku memasak air dengan
kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan
Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013.
5.3.3 Hubungan Perilaku Penggunaan Jamban dengan Kejadian Diare Pada Balita
Hasil pengujian statistik antara variabel penggunaan jamban dengan kejadian
diare pada balita umur 10-59 bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan
Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013 sebagai berikut:
Tabel 5.15
Analisis Hubungan antara Perilaku Penggunaan Jamban dengan Kejadian
Diare Pada Balita Umur 10-59 Bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan
Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013
Perilaku Penggunaan
Jamban
Kejadian Diare pada Balita Jumlah
P-value Diare Tidak Diare
n % n % n %
Tidak Memenuhi Syarat 25 44,6 31 55,4 56 100 0,024
Memenuhi Syarat 7 20,6 27 79,4 34 100
Total 32 35,6 58 64,4 90 100
Dari tabel 5.17 diketahui responden dengan kondisi jamban yang tidak
memenuhi syarat dan mengalami kejadian diare pada balitanya sebanyak 25
responden (44,6%), sedangkan responden dengan kondisi jamban yang memenuhi
syarat dan mengalami kejadian diare pada balitanya sebanyak 7 responden
(20,6%).
Hasil uji chi square menunjukkan bahwa ada hubungan antara penggunaan
jamban dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Wilayah Puskesmas
64
Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013, karena nilai P-
value sebesar 0,024 pada 5%.
5.3.4 Hubungan Perilaku Kebiasaan Cuci Tangan dengan Kejadian Diare Pada
Balita
Hasil uji statistik antara variabel kebiasaan cuci tangan dengan kejadian diare
pada balita umur 10-59 bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu
Kota Tangerang Selatan Tahun 2013 sebagai berikut:
Tabel 5.16
Analisis Hubungan antara Perilaku Kebiasaan Cuci Tangan dengan Kejadian
Diare Pada Balita Umur 10-59 Bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan
Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013
Perilaku Kebiasaan
Cuci Tangan
Kejadian Diare pada Balita Jumlah
P-value Diare Tidak Diare
n % n % n %
Tidak 22 44,9 27 55,1 49 100 0,050
Ya 10 24,4 31 75,6 41 100
Total 32 35,6 58 64,4 90 100
Berdasarkan tabel 5.18 diketahui bahwa responden yang tidak melakukan
kebiasaan cuci tangan dengan sabun sebelum/sesudah melakukan kegiatannya dan
mengalami kejadian diare pada balitanya sebanyak 22 responden (44,9%),
sedangkan responden yang melakukan kebiasaan cuci tangan dengan sabun
sebelum/sesudah melakukan kegiatannya dan mengalami kejadian diare pada
balitanya sebanyak 10 responden (24,4%).
65
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai P-value sebesar 0,050, yang
artinya pada 5% ada hubungan antara perilaku kebiasaan cuci tangan dengan
sabun sebelum/sesudah melakukan kegiatan dengan kejadian diare pada balita
umur 10-59 bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota
Tangerang Selatan Tahun 2013.
66
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan penelitian,
diantaranya sebagai berikut:
1. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain studi cross sectional. Dalam
desain ini hanya menjelaskan hubungan keterkaitan, tidak menjelaskan hubungan
sebab akibat. Meskipun demikian, desain ini dipilih karena paling sesuai dengan
tujuan penelitian dan efektif dari segi waktu.
2. Secara teoritis terdapat banyak faktor yang berhubungan dengan kejadian diare.
Namun, karena keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti, maka peneliti hanya
meneliti beberapa variabel lingkungan saja yang diduga berhubungan dengan
kejadian diare, yaitu sarana sanitasi air bersih, perilaku memasak air, perilaku
penggunaan jamban, kebiasaan cuci tangan.
3. Kerangka konsep yang digunakan pada penelitian ini hanya menghubungkan
variabel-variabel yang diperkirakan memiliki hubungan dengan variabel dependen
dari sisi lingkungan, sehingga masih terdapat variabel-variabel lain yang belum
masuk dalam kerangka konsep, seperti pemberian ASI eksklusif, pemberian
imunisasi campak, dan penggunaan botol susu.
4. Variabel dependen dalam penelitian ini, yaitu kejadian diare hanya diukur melalui
wawancara menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan sesuai dengan definisi
diare. Menurut Widoyono (2008), terdapat beberapa gejala dan tanda untuk
67
menentukan penyakit diare, sehingga memerlukan diagnosa dari dokter. Namun
dikarenakan keterbatasan biaya dan waktu penelitian, akhirnya penelitian ini hanya
menggunakan wawancara dengan kuesioner yang berisi pertanyaan dari definisi
penyakit diare menurut Departemen Kesehatan RI. Walaupun begitu, kuesioner ini
telah digunakan pada penelitian sebelumnya yang telah diuji secara statistik.
5. Adanya kebiasan terdapat pada saat observasi sarana air bersih dan keadaan jamban
yang digunakan responden dikarenakan peneliti tidak didampingi oleh orang yang
ahli di bidang kesehatan lingkungan, sehingga saat observasi, peneliti hanya
berlandaskan dari formulir inspeksi sanitasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
mengenai pengawasan kualitas air bersih dan jamban.
6.2 Kejadian Diare
Definisi diare adalah penyakit yang ditandai bertambahnya frekuensi defekasi
lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair),
dengan atau tanpa darah atau lendir (Suraatmaja, 2007). Sedangkan menurut Depkes RI
(2000), diare adalah buang air besar lembek atau cair dapat berupa air saja yang
frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari).
Berdasarkan waktu serangannya terbagi menjadi dua, yaitu diare akut (< 2 minggu) dan
diare kronik (≥ 2 minggu) (Widoyono, 2008).
Kejadian diare dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan kuesioner yang
berisi pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan definisi penyakit diare. Oleh
karena itu, bias informasi mungkin terjadi pada saat dilakukan wawancara. Bias pada
saat menjawab pertanyaan dari pewawancara dikarenakan responden pada penelitian ini
68
sulit mengingat dengan tepat kapan terjadi diare pada balitanya. Selain itu, kejadian
diare hanya diukur menggunakan instrumen dari kuesioner berdasarkan pengertian diare.
Padahal terdapat gejala-gejala klinis untuk penentuan penyakit diare yang didiagnosa
oleh dokter.
Dari hasil penelitian yang terdapat pada tabel 5.4 diketahui bahwa sebagian besar
balita umur 10-59 bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota
Tangerang Selatan tidak mengalami diare, yaitu sebesar 64,4% dari 90 responden. Hal
ini sejalan dengan penelitian Wulandari (2009) yang mendapatkan hasil penelitian
bahwa balita yang tidak mengalami kejadian diare lebih banyak dibandingkan dengan
balita yang mengalami kejadian diare sebesar 54,3%. Selain itu, hasil penelitian Karki
(2010) sebesar 78,77% responden yang diteliti tidak mengalami kejadian diare.
Meskipun sebagian besar balita responden di Wilayah Puskesmas Keranggan
tidak mengalami kejadian diare, apabila tidak ditangani secara serius oleh petugas
kesehatan maka dapat menimbulkan keparahan bagi penderitanya dan penularan
penyakati diare ke daerah lain. Untuk itu petugas kesehatan setempat dalam
menanggulangi kejadian diare dapat dengan meningkatkan sosialisasi kepada
masyarakat mengenai tatalaksana diare pada anak yang direkomendasikan oleh
Kemernterian Kesehatan. Prinsip tatalaksana diare adalah LINTAS DIARE (Lima
Langkah Tuntaskan diare) yang ditujukan bagi penderita diare yang bertujuan utuk
mencegah dan mengobati dehidrasi, mencegah gangguan nutrisi dengan memberikan
makanan selama dan sesudah diare serta memperpendek lamanya sakit dan mencegah
diare menjadi berat.
69
Selain itu, harus dilakukan pula tindakan pencegahan untuk memutus rantai
penularan melalui penyuluhan mengenai air bersih, cara mencuci tangan yang benar,
penggunaan jamban, dan cara membuang tinja bayi yang benar.
6.3 Hubungan antara Sarana Sanitasi Air Bersih yang Digunakan dengan
Kejadian Diare pada Balita Umur 10-59 Bulan di Wilayah Puskesmas
Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan
Sarana sanitasi air bersih merupakan bangunan beserta peralatan dan
perlengkapannya yang menyediakan dan mendistribusikan air tersebut kepada
masyarakat. Sarana air bersih harus memenuhi persyaratan kesehatan, agar tidak
mengalami pencemaran sehingga dapat diperoleh kualitas air yang baik sesuai dengan
standar kesehatan. Sarana sanitasi air bersih meliputi sarana yang digunakan,
persyaratan konstruksi, dan jarak minimal dengan sumber pencemar. Hasil penelitian
pada tabel 5.6 menunjukkan sebagian besar responden memiliki kondisi sarana sanitasi
air bersih yang memenuhi syarat yaitu sebanyak 48 responden (53,3%) dan responden
dengan kondisi sarana sanitasi air bersih yang tidak memenuhi syarat sebanyak 42
responden (46,7%).
Berdasarkan hasil analisis hubungan diketahui responden yang lebih banyak
mengalami kejadian diare pada balitanya adalah balita dengan presentase kondisi sarana
sanitasi air bersih yang tidak memenuhi syarat, yaitu sebanyak 19 responden (45,2%).
Sedangkan balita dengan presentase kondisi sarana sanitasi air bersih yang memenuhi
syarat dan menderita diare hanya sebanyak 13 responden (27,1%). Hasil analisis bivariat
menunjukkan nilai P-value sebesar 0,082 artinya pada α 5% tidak ada hubungan yang
70
signifikan antara sarana sanitasi air bersih dengan kejadian diare pada balita umur 10-59
bulan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Riki N.P (2013) pada balita di
Kelurahan Sumurejo Kecamatan Gunungpati Kota Semarang yang menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan bermakna antara sarana sanitasi air bersih dengan kejadian diare
pada balita.
Selain itu, hasil penelitian Septian Bumulo (2012) juga menunjukkan bahwa
responden yang sarana penyediaan air bersih tidak memenuhi syarat dan tidak diare
yaitu sebanyak 79 responden (52,7%), hal ini dikarenakan walaupun air yang
dikonsumsi tidak memenuhi syarat penyediaan air bersih namun untuk keperluan
minum, responden terlebih dahulu memasak airnya hingga mendidih dan sebagian besar
responden selalu menampung air untuk keperluan minum dan memasak dalam wadah
tertutup sehinga sedikit kemungkinan untuk terkontaminasi dengan bakteri penyebab
kejadian diare.
Sarana sanitasi air bersih harus memenuhi persyaratan kesehatan, agar tidak
mengalami pencemaran sehingga dapat diperoleh kualitas air yang baik sesuai dengan
standar kesehatan. Menurut Depkes RI (1977) dalam Marjuki (2008), setiap sarana
sanitasi air bersih memiliki masing-masing persyaratan yang berbeda-beda, tetapi dari
setiap persyaratan yang ada, syarat utama yang harus diperhatikan adalah jarak antara
sumber air bersih dengan tempat pembuangan tinja (septic tank) tidak boleh kurang dari
10 meter. Hal ini agar sumber air bersih yang digunakan tidak terkontaminasi oleh
kotoran tinja yang mengandung banyak bakteri dan cacing yang dapat menyebabkan
penyakit diare.
71
Menurut Depkes RI (1995), salah satu upaya untuk mengetahui kualitas sarana
penyediaan air bersih diantaranya dengan cara melakukan pengawasan atau inspeksi
terhadap kualitas sumber air. Tujuan inspeksi ini adalah untuk mengidentifikasi sumber-
sumber yang berpotensi menyebabkan terjadinya pencemaran.
6.4 Hubungan antara Memasak Air dengan Kejadian Diare pada Balita Umur 10-
59 Bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang
Selatan
Memasak air dalam penelitian ini merupakan salah satu perilaku pengolahan air
minum yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat umum. Berdasarkan hasil
penelitian ini, diketahui bahwa hampir sebagian responden (62,2%) memasak airnya
sampai mendidih sebelum dikonsumsi sedangkan 34 responden (37,8) tidak memasak
airnya sampai mendidih sebelum dikonsumsi.
Dari hasil analisis chi square menunjukkan bahwa 35,3% responden yang tidak
memasak airnya sampai mendidih memiliki balita yang mengalami kejadian diare,
sedangkan 64,3% responden yang memasak airnya sampai mendidih. Berdasarkan hasil
analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara perilaku
memasak air dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan dengan nilai P-value
sebesar 1,000.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rosa (2011) pada balita di
Puskesmas Cipayung Kota Depok yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara pengolahan air minum rumah tangga dengan kejadian diare pada balita.
72
Menurut Direktur Jenderal P2PL (2008), Air untuk minum harus diolah terlebih
dahulu dan wadah air harus bersih dan tertutup. Air yang tidak dikelola dengan standar
pengelolaan air minum rumah tangga (PAM-RT) dapat menimbulkan penyakit. Salah
satu bentuk pengolahan air minum rumah tangga yang sederhana dan sering digunakan
adalah dengan cara memasak. Memasak merupakan proses mematikan mikroorganisme
(virus, bakteri, spora bakteri, jamur protozoa) penyebab penyakit dengan cara
pemanasan (Depkes RI, 2008).
Memasak air merupakan cara paling baik untuk proses purifikasi air di rumah.
Agar proses purifikasi menjadi lebih efektif, maka air dibiarkan mendidih antara 5-10
menit. Hal tersebut bertujuan agar semua kuman, spora, kista, dan telur mati sehingga air
bersifat steril. Selain itu, proses pendidihan juga dapat mengurangi kesadahan karena
dalam proses pendidihan terjadi penguapan CO2 dan pengendapan CaCO3 (Chandra,
2007).
Tidak adanya hubungan yang bermakna antara pengolahan air minum dengan
kejadian diare dapat disebabkan karena sebagian besar responden yang tidak mengolah
air minumnya dengan cara memasaknya sampai mendidih adalah responden yang
mengonsumsi air jenis air minum isi ulang (galon). Walaupun masyarakat yang
menggunakan air isi ulang (galon) tidak memasak airnya terlebih dahulu, pada depot air
minum isi ulang (galon) telah dilakukan proses pengolahan air minum menggunakan
sinar ultraviolet dan filtrasi (Sandra, 2007).
Walaupun demikian, pada tabel silang 5.8 mengenai persentase kejadian diare
pada responden yang menggunakan sumber air dari sumur pompa dan air isi ulang
(galon) didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden yang menggunakan air isi
73
ulang (galon) mengalami kejadian diare pada balitanya. Terdapat 15 responden (39,5%)
yang menggunakan air minum isi ulang (galon) dan balitanya mengalami kejadian diare
meskipun air isi ulang (galon) sebelum dikonsumsi oleh masyarakat telah melewati
berbagai proses di depot AMIU (Air Minum Isi Ulang), masyarakat juga perlu
melakukan pencegahan dengan memasak air terlebih dahulu. Menurut Titik Wahyudjati,
mengkonsumsi air minum isi ulang yang berumur lebih dari 2 jam harus dimasak
terlebih dahulu, hal tersebut merupakan salah satu upaya pencegahan terhadap penyakit
yang mungkin timbul akibat air yang tidak sehat (Sandra, 2007).
6.5 Hubungan antara Penggunaan Jamban dengan Kejadian Diare pada Balita
Umur 10-59 Bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota
Tangerang Selatan
Penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penularan risiko
terhadap penyakit diare. Jamban adalah tempat pembuangan kotoran manusia adalah
semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari
dalam tubuh (Notoatmodjo, 2007). Jenis jamban yang banyak digunakan oleh
masyarakat adalah jamban leher angsa, karena jamban jenis ini merupakan jamban yang
paling memenuhi syarat (Entjang, 2000).
Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui bahwa hampir sebagian responden
tidak memiliki jamban yang memenuhi syarat (62,2%), sedangkan 34 responden
(37,8%) memiliki jamban yang memenuhi syarat.
Dari hasil analisis chi square menunjukkan bahwa 44,6% responden yang
jambannya tidak memenuhi syarat memiliki balita yang diare, sedangkan 79,4%
74
responden yang jambannya memenuhi syarat. Berdasarkan hasil analisis bivariat
menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara perilaku penggunaan jamban
dengan kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan dengan nilai P-value sebesar 0,024.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Septian Bumolo (2012) pada balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo yang
menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara penggunaan jamban keluarga
dengan kejadian diare pada balita dengan P-value sebesar 0,000.
Wibowo (dalam Wulandari, 2009:19) juga menjelaskan bahwa tempat
pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko
terjadinya diare pada anak balita sebesar dua kali lipat dibandingkan dengan keluarga
yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi syarat sanitasi.
Menurut Entjang (2000), jenis-jenis jamban (tempat pembuangan tinja) ada 8,
yaitu jamban cemplung, jamban air, jamban leher angsa, jamban bor, jamban keranjang,
jamban parit, jamban empang, dan chemical toilet. Tetapi, hanya jenis jamban leher
angsa yang sesuai dengan jenis jamban sehat dan memenuhi persyaratan. Dan saat ini
kebanyakan jenis jamban yang digunakan oleh masyarakat adalah jamban leher angsa.
Pada penelitian ini, jenis jamban dibedakan menjadi jenis jamban empang dan
jenis jamban leher angsa. Jenis jamban empang adalah jenis jamban seperti rumah-
rumahan yang dibuat di atas kolam, selokan, kali, rawa dan sebagainya. Kerugiannya
mengotori air permukaan sehingga bibit penyakit yang terdapat di dalamnya dapat
tersebar kemana-mana dengan air yang dapat menimbulkan wabah. Sedangkan jamban
leher angsa merupakan jamban yang paling memenuhi persyaratan. Oleh sebab itu cara
pembuangan tinja semacam ini yang dianjurkan. Pada kakus ini closetnya berbentuk
75
leher angsa, sehingga akan selalu terisi air. Fungsi air ini gunanya sebagai sumbat,
sehingga bau busuk dari cubluk tidak tercium di ruangan rumah kakus. Menurut Sukarni
(2003) jamban leher angsa memiliki keuntungan antara lain aman untuk anak-anak dan
dapat dibuat di dalam rumah karena tidak menimbulkan bau.
Hal ini dikarenakan hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat
di wilayah Puskesmas Keranggan, terutama di sekitar Posyandu Mawar masih ada yang
menggunakan jenis jamban empang, karena di sekitar rumah mereka masih terdapat
empang dan juga sungai, serta hampir semua responden juga sudah menggunakan
jamban leher angsa. Jadi dari 15 responden di sekitar Posyandu Mawar terdapat 6
responden yang masih menggunakan jamban empang. Jenis jamban empang ini letaknya
ada yang disamping rumah, di belakang rumah warga, dan sungai. kebanyakan dari
mereka biasanya menggunakannya pada malam hari.
Bila dilihat dari perilaku responden, masih ada sebagian responden yang tidak
membuang tinja balita dengan benar (kotoran dibuang ke jamban). Kebanyakan dari
mereka membuang tinja balitanya ke kebun dan tempat sampah. Hal ini dikarenakan
tinja balita dibuang bersamaan dengan pampers yang dipakai, tapi ada sebagian
responden yang membuang kotoran balitanya ke jamban, lalu mencuci pampersnya, baru
kemudian dibuang. Mereka juga beranggapan bahwa tinja balita tidak berbahaya.
Padahal menurut Depkes (2000), tinja balita juga berbahaya karena mengandung virus
atau bakteri dalam jumlah besar. Tinja balita juga dapat menularkan penyakit pada balita
itu sendiri dan juga pada orang tuanya.
Tinja yang dibuang di tempat terbuka dapat digunakan oleh lalat untuk bertelur
dan berkembang biak. Lalu, berperan dalam penularan penyakit melalui tinja (faecal
76
borne disease), lalat senang menempatkan telurnya pada kotoran manusia yang terbuka,
kemudian lalat tersebut hinggap di kotoran manusia dan hinggap pada makanan
manusia.
6.6 Hubungan antara Kebiasaan Cuci Tangan dengan Kejadian Diare pada Balita
Umur 10-59 Bulan di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota
Tangerang Selatan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam
penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama
sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyuapi makan anak,
dan sesudah makan mempunyai dampak dalam kejadian diare (Depkes, 2005).
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa 49 responden (54,4%) tidak mencuci
tangan sebelum/sesudah melakukan kegiatan, sedangkan 41 responden (45,6%) mencuci
tangannya menggunakan sebelum/sesudah melakukan kegiatan.
Dari hasil analisis chi square menunjukkan bahwa 44,9% responden yang tidak
mencuci tangannya dengan sabun sebelum/sesudah melakukan kegiatan memiliki balita
yang mengalami kejadian diare, sedangkan 75,6% responden yang mencuci tangannya
dengan sabun sebelum/sesudah melakukan kegiatan memiliki balita yang tidak
mengalami kejadian diare. Berdasarkan hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara perilaku kebiasaan cuci tangan dengan sabun
sebelum/sesudah melakukan kegiatannya kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan
dengan nilai P-value sebesar 0,050.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Anup (2012) di Wilayah
Nawalparasi (Nepal) yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
77
perilaku mencuci tangan dengan sabun sebelum/sesudah melakukan kegiatan dengan
kejadian diare pada balita dimana nilai P-value yang didapat sebesar 0,002.
Kebiasaan cuci tangan merupakan salah satu perilaku yang berhubungan dengan
kebersihan dan berperan penting dalam pemindahan kuman diare. Kurangnya kesadaran
akan kebersihan pada setiap orang menyebabkan kasus diare meluas. Budaya cuci
tangan dengan sabun sebelum atau sesudah melakukan kegiatan merupakan sarana
penghindar penyakit diare.
Tangan yang mengandung kuman penyakit jika tidak dibersihkan dengan benar
dapat menjadi media masuknya kuman penyakit ke dalam tubuh manusia, baik melalui
kontak langsung dengan mulut ataupun kontak dengan makanan dan minuman. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian ini.
Kebiasaan mencuci tangan sudah banyak diterapkan oleh responden. Mereka
juga mengaku membiasakan anak mereka untuk mencuci tangan sebelum makan.
Namun, banyak dari para responden yang jarang mencuci tangan dan hanya mengelap
tangan mereka ke pakaian mereka atau lap jika dirasa kotor dan adapun mereka mencuci
tangan tetapi jarang yang menggunakan sabun. Karena para responden merasa jika
sudah mencuci atau membilas tangan menggunakan air dirasa sudah bersih.
Salah satu pencegahan diare yang dibuat pemerintah salah satunya adalah PHBS
(Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) dimana didalamnya terdapat perilaku mencuci tangan
menggunakan sabun. Upaya mudah dan murah ini akan menghindarkan manusia dari
sejumlah penyakit menular yang dapat secara langsung terpapar pada tubuh manusia,
seperti diare, kolera, tifus, hingga flu burung (Nugraheni, 2012).
78
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Hasil penelitian tentang kejadian diare pada balita seperti yang sudah diuraikan
pada Bab Hasil dan Pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Distribusi responden berdasarkan umur memiliki rata-rata umur responden adalah 29
tahun, dimana umur yang termuda adalah 18 tahun sedangkan umur ibu tertua adalah
42 tahun.
2) Distribusi tingkat pendidikan responden terbanyak adalah SMA sebanyak 40
responden (44,4%).
3) Distribusi jenis pekerjaan responden terbanyak adalah sebagai ibu rumah tangga
sebanyak 69 orang (76,7%).
4) Gambaran kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan diperoleh bahwa 32 balita
(35,6%) mengalami diare dan 58 balita (64,4%) tidak mengalami diare, maka
disimpulkan bahwa lebih banyak responden yang balitanya tidak mengalami diare.
5) Gambaran sarana sanitasi air bersih di Wilayah Puskesmas Keranggan diketahui
bahwa sebagian besar responden menggunakan sarana sumur pompa (81 orang atau
90%). Kemudian kondisi sarana sanitasi air bersihnya sebanyak 42 sarana (46,7%)
yang tidak memenuhi syarat, sedangkan ada 48 (53,3%) sarana yang memenuhi
syarat.
6) Gambaran perilaku pengguna air bersih diketahui bahwa:
79
Sumber air minum yang paling banyak digunakan responden adalah air dari
sumur pompa sebanyak 46 orang (51,1%) dan yang menggunakan air isi ulang
(galon) sebanyak 38 orang (42,2%). Dari kedua sumber air minum, pengguna air
isi ulang (galon) lah yang sebagian besar balitanya mengalami diare. Kemudian
sebanyak 56 responden (62,2%) memasak air sampai mendidih sebelum
dikonsumsi, sedangkan 34 responden (37,8%) tidak memasak airnya sampai
mendidih sebelum dikonsumsi.
Jenis jamban yang paling banyak digunakan responden adalah jenis jamban leher
angsa sebanyak 84 orang (93,3%). Dan kondisi jamban yang tidak memenuhi
syarat sebanyak 56 (62,2%) jamban sedangkan jamban yang memenuhi syarat
sebanyak 34 jamban (37,8%).
Perilaku kebiasaan cuci tangan di Wilayah Puskesmas Keranggan sebanyak 49
responden (54,4%) yang tidak mencuci tangannya menggunakan sabun
sebelum/sesudah melakukan kegiatan, sedangkan 41 responden (45,6%) mencuci
tangannya menggunakan sabun sebelum/sesudah melakukan kegiatan.
7) Tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel sarana sanitasi air bersih dan
perilaku memasak air terhadap kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di
Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun
2013.
8) Ada hubungan yang bermakna antara variabel penggunaan jamban dan kebiasaan
cuci tangan terhadap kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di Wilayah
Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013.
80
7.2 Saran
A. Bagi Pihak Puskesmas Keranggan
1) Petugas puskesmas harus selalu memberikan penyuluhan kesehatan, terutama
kesehatan lingkungan dan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) kepada
masyarakat di Wilayah Puskesmas Keranggan, terutama kepada para kader.
2) Perlu dilakukan perbaikan sistem pengolahan dan penyimpanan data di
Puskesmas Keranggan agar tidak terjadi data hilang ataupun rusak.
3) Perlu adanya kerjasama dan komunikasi yang kuat antara pihak puskesmas
dengan masyarakat sehingga masyarakat mudah mendapatkan informasi
mengenai pentingnya kesehatan, terutama kesehatan lingkungan dan perilaku
untuk hidup bersih dan sehat.
B. Bagi Penelitian Selanjutnya
1) Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan dapat menambah variabel-variabel
lingkungan lainnya yang diduga berhubungan dengan kejadian diare pada
balita yang tidak diteliti pada penelitian ini.
2) Diperlukan penelitian lebih lanjut agar menjawab seluruh permasalahan diare
pada balita dengan perhitungan sampel yang sesuai dengan desain penelitian,
agar kekuatan tes lebih baik sebagai validasi kebutuhan analisis bivariat.
3) Diharapkan penelitian selanjutnya mulai banyak yang menganalisis sampai
tahap analisis multivariat agar dapat mengetahui faktor-faktor yang paling
berpengaruh terhadap kejadian diare pada balita sehingga dapat dilakukan
langkah preventif yang tepat.
81
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin R. 2007. Current Issue Kematian Anak Karena Penyakit Diare (Skripsi).
Universitas Hasanuddin Makassar
Anup K.C. 2012. A Descriptive Study On Water Sanitation Hygiene and Diarrhoeal
Morbidity Among Under Five Years Children at Community LED Total
Sanitation Elicited Area In Nawalparasi. Department of Public Health, School of
Health and Allied Sciences, Pokhara University, Kaski, Nepal 2012
Anwar, Athena & Anwar Musadad. 2009. Pengaruh Akses Penyediaan Air Bersih
Terhadap Kejadian Diare Pada Balita. Jurnal Ekologi Kesehatan. Vol. 8, No. 2,
Juni 2009: 953-963
Ariawan, Iwan. 1998. Besar dan Metode Sampel Penelitian Kesehatan. Depok: Jurusan
Biostatistika dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia
Basyir, M. 2007. Hubungan Penyediaan Air Bersih dan Sarana Sanitasi Dengan
Kejadian Diare Tahun 2006. Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Skripsi. Depok: UI
Bintoro, Bhakti Rochman Tri. 2010. Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan Dengan
Kejadian Diare Pada Balita di Kecamatan Jatipuro Kabupaten Karanganyar.
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan. Skripsi.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta
Black MM. 2003. The Evidence Linking Zinc Deficiency With Children’s Cognitive and
Motor Functioning. J Nutr. 133 (5 Suppl 1) 14735-65
Budiarto, E. 2001. Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
EGC
Bumulo, Septian. 2012. Hubungan Sarana Penyediaan Air Bersih dan Jenis Jamban
Keluarga Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Pilolodaa Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo Tahun 2012.
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan
Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo
82
Chandra, Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta
Cousins, R.J., Liuzzi, J.P. & Lichten, L.A. 2006. Mammalian Zinc Transport,
Trafficking, and Signals, J Biol Chem, Vol. 281, No. 34. Aug 25, pp. 24085-
24089, Issn 0021-9258 (Print) 0021-9258 (Linking)
Depkes RI. 1995. Pelatihan Penyehatan Air, Ditjen PPM & PLP, Jakarta: Depkes RI
Depkes RI. 2000. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta: Depkes RI
Depkes RI. 2004. Masalah Diare dan Penanggulangannya. Biro Hukum dan Hubungan
Masyarakat Depkes RI. Jakarta
Depkes RI. 2005. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta: Depkes RI
Depkes RI. 2008. Pedoman Pengelolaan Promosi Kesehatan Dalam Pencapaian
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Jakarta: Depkes RI
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. 2013. Profil Kesehatan Kota Tangerang
Selatan
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL)
Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2008 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Penyelenggaraan Hygiene Sanitasi Depot Air Minum
Dr. Suririnah. 2011. Diare Mendadak dan Penanganannya. Diakses pada 20 Maret 2011
dari http://www.infoibu.com/tipsinfosehat/diare.htm
Entjang, I. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Cetakan Ke XIII. Bandung: PT Citra
Aditya Bakti
Feliciana V.S.C.W. 2004. Hubungan Sarana Air Bersih, Jamban, dan Sarana
Pembuangan Air Limbah Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Kabupaten
Tangerang Tahun 2003. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Skripsi. Depok: UI
Hardi, Amin Rahman, Masni, Rahma. 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kejadian Diare Pada Batita di Wilayah Kerja Puskesmas Baranglompo
Kecamatan Ujung Tanah Tahun 2012. Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Penelitian. Makassar: Universitas Hasanudin.
Hastono, Susanto. 2007. Statistik Kesehatan. Rajawali Press: Jakarta
Iskandar, Komar. 2005. Hubungan Kejadian Diare Pada Balita Dengan Perilaku Hidup
Bersih, Sarana Air Bersih, dan Jamban di Wilayah Puskesmas Kasomalang
83
Kecamatan Jalan Cagak Kabupaten Subang Bulan Maret – Juni Tahun 2005.
Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat. Skripsi.
Depok: UI.
Isnaini, Ustad Ari. 2011. Hubungan Sanitasi Lingkungan dan Praktik Kesehatan Ibu
Dengan Kejadian Diare Pada Anak Toddler di Desa Jatirejo Kecamatan Sawit
Kabupaten Boyolali. Fakultas Ilmu Kesehatan. Skripsi. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Johar. 2004. Hubungan Jenis Sarana Sumber Air Penduduk dengan Kejadian Diare
Pada Balita di Sekitar TPA SAmpah Kecamatan Bantar Gebang Kota Bekasi.
Skripsi. Universitas Indonesia
Karki T, Srivanichakom S, Chompikul J. 2010. Factors Related To The Occurrence of
Diarrheal Disease Among Under-Five Children in Lalitpur District of Nepal.
Journal of Public Health and Development. Vol. 8 No. 3: 237-51
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990
Tentang Syarat –Syarat Kualitas Air Bersih
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002
Tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum
_______________________. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.
Kurniati, Siti Istiana. 2010. Hubungan Antara Faktor Lingkungan dan Perilaku Ibu
Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita di Desa Penusupan Kecamatan
Pejawaran Banjarnegara. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu
Kesehatan. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta
Mann, H.T & Williamson, D. 1993. Water Treatment and Sanitation. Nottingham
Russel Press Ltd
Marjuki, Adikuri Dini. 2008. Hubungan Kualitas Sumber Air Bersih (Inspeksi Sanitasi)
Serta Faktor Risiko Lain Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Puskesmas
Plumbon Kabupaten Cirebon Tahun 2008. Skripsi. Universitas Indonesia
The Millenium Development Goals (MDGs) Report 2010. 2010. United Nations. New
York
84
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar.
Jakarta: PT. Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: PT. Rineka
Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka
Cipta
Nugraheni, Devi. 2012. Hubungan Kondisi Fasilitas Sanitasi Dasar dan Personal
Hygiene Dengan Kejadian Diare di Kecamatan Semarang Utara Kota
Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol. 1, No. 2, Tahun 2012: 922-933.
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm
Olyfta, Asny. 2010. Analisis Kejadian Diare Pada Anak Balita di Kelurahan
Tanjungsari Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010. Skripsi. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 Tahun 1990 Tentang Syarat-Syarat dan
Pengawasan Kualitas Air
Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian ASI Eksklusif
Pratama, Riki Nur. 2013. Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan dan Personal Hygiene
Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Kelurahan Sumurejo Kecamatan
Gunung Pati Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol. 2, No. 1,
Tahun 2013. Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm
Primadani, Winda, dkk. 2012. Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare
Diduga Akibat Infeksi di Desa Gondosuli Kecamatan Bulu Kabupaten
Temanggung. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol. 1, No. 2, Tahun 2012: 535-541.
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm
Purbasari, Endah. 2009. Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Ibu Dalam
Penanganan Awal Diare Pada Balita di Puskesmas Kecamatan Ciputat,
Tangerang Selatan, Banten Pada Bulan September Tahun 2009. Program Studi
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Laporan
Penelitian. Jakarta: UIN Jakarta
Puskesmas Keranggan. 2012. Profil Pusksesmas Keranggan 2012. Tangerang Selatan:
Puskesmas Keranggan
85
Ratnawati D, Trisno A.W, Solikhah. 2009. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Akut Pada
Balita di Kabupaten Kulonprogo. Penelitian Skripsi. UNS. Surakarta
Rosa, Syaefty Dewi. 2011. Hubungan Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga dan
Perilaku Sehat Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Puskesmas Cipayung
Kota Depok Tahun 2011. Fakultas Kesehatan Masyarakat Peminatan Kebidanan
Komunitas. Skripsi. Depok: UI
Sander, M. A. 2005. Hubungan Faktor Sosio Budaya Dengan Kejadian Diare di Desa
Candinegoro Kecamatan Wonayu Sidoarjo. Jurnal Medika. Vol 2. No 2. Juli-
Desember 2005 : 163-193
Sandra, Christyana. 2007. Hubungan Pengetahuan dan Kebiasaan Konsumen Air
Minum Isi Ulang dengan Penyakit Diare. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol 3,
No.2
Santoso. Metode Pengambilan Sampel dan Pengumpulan Data. Diakses pada 21
Januari 2013 dari http://ssantoso.umpo.ac.id/wp-content/uploads/2012/03/BAB-
III.-METODE-PENGAMBILAN-SAMPEL-DAN-PENGUMPULAN-
DATA.pdf
Soebagyo. 2008. Diare Akut Pada Anak. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press
Soemirat, S.J. 2000. Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada University Press. Bulaksumur.
Yogyakarta
Suraatmaja S. 2007. Kapita Selekta Gastroentrologi. Jakarta: CV. Sagung Seto
Sukarni, Mariati. 2003. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Bogor
Umarotuzuhro. 2011. Studi Deskriptif Upaya Keluarga dalam Pencegahan Terjadinya
Penyakit Diare pada Balita di Desa Brambang RW 01 Kecamatan Karangawen
Kabupaten Demak. Skripsi: Universitas Muhammadiyah Semarang
Umiati, Badar Kirwono, Dwi Astuti. 2010. Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan
Dengan Kejadian Diare Pada Balita. Jurnal Kesehatan. ISSN 1979-7621, Vol. 3,
No.1, Juni 2010: 41-47
WHO & UNICEF. 2006. Joint Monitoring Programme for Water Supply & Sanitation.
Wibowo T, Soenarto S & Pramono D. 2004. Faktor-Faktor Resiko Kejadian Diare
Berdarah Pada Balita di Kabupaten Sleman. Berita Kedokteran Masyarakat.
Vol.20, No.1, Maret 2004: 41-48
86
Widjaja. 2002. Mengatasi Diare dan Keracunan Pada Balita. Jakarta: Kawan Pustaka
Widoyono. 2008. Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan Pemberantasan Penyakit
Tropis. Jakarta: Erlangga
Wulandari, Anjar Purwidiana. 2009. Hubungan Antara Faktor Lingkungan dan Faktor
Sosiodemografi Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Blimbing
Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen Tahun 2009. Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan. Skripsi. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Yusuf, Muhammad AM. Naufal, 2003. Analisis Data Multivariat: Konsep dan Aplikasi
Regresi Linear Ganda. Modul Terapan. Depok
Zein T.M. 2001. Faktor Yang Berhubungan Dengan Pengetahuan Ibu Dalam
Penanggulangan Dini Diare Pada Balita di Kecamatan Baiturrahman Tahun
2000. Jurnal Kesehatan. Vol. 1 No. 1 Agustus 2001: 11-17
Zubir, Juffrie M, dan Wibowo T. 2006. Faktor-Faktor Resiko Kejadian Diare Akut Pada
Anak 0-35 Bulan (BATITA) di Kabupaten Bantul. Sains Kesehatan. Vol 19. No 3.
Juli 2006. ISSN 1411-6197 : 319-332.
87
Lampiran 1
PENELITIAN
HUBUNGAN SARANA SANITASI AIR BERSIH DAN PERILAKU IBU TERHADAP KEJADIAN
DIARE PADA BALITA UMUR 10-59 BULAN DI WILAYAH PUSKESMAS KERANGGAN
KECAMATAN SETU KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2013
PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :
Alamat :
Dengan ini menyatakan kesediaannya menjadi responden penelitian yang dilakukan oleh Roya
Selaras Cita, mahasiswi S1 dari Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan Lingkungan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya-benarnya agar dapat digunakan
sebagaimana mestinya.
Tangerang Selatan, Januari 2014
Responden
(_________________________)
88
Lampiran 2
Kode Responden
KUESIONER SARANA SANITASI AIR BERSIH DAN PERILAKU
IBU TERHADAP KEJADIAN DIARE PADA BALITA UMUR 10-59 BULAN
A. Identitas Anak
No. Pertanyaan Jawaban Kode
1. Nama Anak A1
2. Umur A2
3. Jenis Kelamin A3
B. Identitas Responden
No. Pertanyaan Jawaban Kode
4. Nama Ibu B1
5. Umur B2
6. RT – RW – No. rumah B3
7. Pendidikan 0. Tidak sekolah
1. SD
2. SMP
3. SMA
4. Perguruan tinggi
B4
8. Pekerjaan 0. Ibu rumah tangga
1. Karyawan
2. Bidan / Petugas kesehatan
3. Wiraswasta
4. Lain-lain _________________
B5
C. Kejadian Diare
No. Pertanyaan Jawaban Kode
9. Apakah anak balita anda pernah
menderita diare dalam kurun
waktu tiga bulan terakhir?
1. Ya
2. Tidak
(Lanjut ke pertanyaan no. 13)
C1
10. Apakah anak balita anda dalam
satu hari menderita diare lebih
1. Ya
2. Tidak
C2
89
dari tiga kali?
11. Apakah tinja anak balita anda
cair (lembek) dengan atau tanpa
lendir dan darah?
1. Ya
2. Tidak
C3
12. Apa yang anda lakukan bila
balita anda terkena diare?
1. Dibiarkan saja
2. Diobati sendiri
3. Dibawa ke Puskesmas/Dokter/Bidan
C4
D. Sarana Air Bersih
No. Pertanyaan Jawaban Kode
13. Darimanakah anda memperoleh air
bersih untuk kebutuhan sehari-hari?
1. Sumur gali
2. Sumur pompa
3. PDAM
4. Dan lain-lain, sebutkan _______
D1
14. Milik siapakah sarana air bersih
tersebut?
1. Milik sendiri
2. Milik saudara
3. Milik tetangga
4. Sarana air bersih umum
D2
15. Darimana sumber air minum yang
digunakan keluarga sehari-hari?
1. Sumur gali
2. Sumur pompa
3. PDAM
4. Air isi ulang (galon)
D3
16. Untuk keperluan minum apakah Ibu
memasak air sampai mendidih?
1. Tidak
(Lanjut ke pertanyaan no. 20)
2. Ya
D5
17. Apakah Ibu menampung air yang
telah dimasak di wadah tertutup?
1. Tidak
2. Ya
D6
18. Apakah Ibu menguras tempat
penampungan air yang digunakan
untuk keperluan minum?
1. Tidak
(Lanjut ke pertanyaan no. 20)
2. Ya
(Lanjut ke pertanyaan no. 19)
D7
19. Bila ya, berapa kali Ibu menguras
tempat penampungan air yang
digunakan untuk keperluan minum?
1. 1-2 kali dalam seminggu
2. > 2 kali dalam seminggu
D8
20. Berapa jarak antara sumur dengan
tempat pembuangan tinja?
1. < 10 m
2. 10 m
D9
E. Penggunaan Jamban
No. Pertanyaan Jawaban Kode
21. Apakah di rumah Ibu 1. Tidak E1
90
mempunyai jamban? (Lanjut ke pertanyaan no. 23)
2. Ya
(Lanjut ke pertanyaan no. 22)
22. Bila ya, apa jenis jamban di
rumah Ibu?
1. Jamban Cemplung / jamban tanpa
tangki septic
2. Leher Angsa / jamban dengan tangki
septic
E2
23. Bila tidak, kemana Ibu dan
keluarga buang air besar
(BAB)?
1. Sungai/kali
2. Kebun/pekarangan
3. Lain-lain, Sebutkan ______________
E3
24. Apakah Ibu membuang tinja
balita ke jamban?
1. Tidak
(Lanjut ke pertanyaan no. 25)
2. Ya
(Lanjut ke pertanyaan no 26)
E4
25. Bila tidak, kemana Ibu
membuang tinja balita?
1. Sungai/kali
2. Kebun/pekarangan
3. Lain-lain, Sebutkan ______________
26. Apakah kondisi jamban selalu
bersih dan bebas vektor (lalat)?
1. Tidak
2. Ya
E5
27. Apakah anda membersihkan
jamban?
1. Tidak
2. Ya
Berapa kali dalam seminggu? ______
E6
F. Pemberian ASI Eksklusif
No. Pertanyaan Jawaban Kode
28. Apakah anda memberikan ASI
eksklusif kepada anak anda selama
6 bulan?
1. Tidak
(Lanjut ke pertanyaan no. 31)
2. Ya
F1
29. Seberapa sering anda menyusui
anak anda dalam sehari?
1. 3-5 kali
2. > 5 kali
F2
30. Bagaimana anda memberikan ASI
kepada anak anda saat anda jauh
dari rumah?
1. Membawa anak anda bersama
anda
2. ASI yang sudah disimpan
3. Lain-lain __________________
F3
31. Pada umur berapa anak anda
berhenti menyusui?
1. 6 bulan
2. > 6 bulan
F4
32. Makanan apa yang anda berikan
kepada anak anda saat mereka
sudah tidak menyusui?
1. Nasi
2. Bubur bayi
3. Lain-lain __________________
F5
91
G. Imunisasi Campak
No. Pertanyaan Jawaban Kode
33. Apakah ada KMS (Kartu Menuju Sehat)? 1. Tidak ada
2. Ya
G1
34. Apakah anak ibu sudah diimunisasi campak? 1. Belum
2. Sudah
G2
H. Kebiasaan Cuci Tangan
No. Pertanyaan Jawaban Kode
35. Apakah Anda selalu cuci tangan dengan sabun
setelah BAB (Buang Air Besar)?
1. Tidak
2. Ya
H1
36. Apakah Anda selalu cuci tangan dengan sabun
sebelum dan sesudah melakukan kegiatan?
1. Tidak
2. Ya
H2
92
Lampiran 3
LEMBAR OBSERVASI
Beri tanda cheklist (√) pada kolom sesuai hasil pengamatan dan isi dengan lengkap, bila perlu
pewawancara dapat bertanya kepada responden.
A. OBSERVASI SARANA AIR BERSIH SUMUR GALI
No. Diagnosa Khusus Ya Tidak
1. Apakah ada jamban pada radius 10 m di sekitar sumur ?
2. Apakah ada sumur pencemar lain pada radius 10 m di sekitar sumur, misalnya
kotoran hewan, sampah, genangan air, dll ?
3. Apakah ada/sewaktu-waktu ada genangan air pada jarak 2 m di sekitar sumur ?
4. Apakah saluran pembuangan air limbah rusak/tidak ada?
5. Apakah lantai semen yang mengitari sumur mempunyai radius kurang dari 1 m ?
6. Apakah ada/sewaktu-waktu ada genangan air di atas lantai semen di sekeliling
sumur ?
7. Apakah bibir sumur (cincin) tidak sempurna sehingga memungkinkan air
merembes ke dalam sumur ?
8. Apakah dinding semen sedalam 3 m dari atas permukaan tanah tidak diplester
cukup rapat/tidak sempurna ?
9. Apakah kualitas fisik air kotor, berwarna, berbau, dan berasa?
JUMLAH
Skor resiko
pencemaran: 8 – 9 : Amat Tinggi (AT)
6 – 7 : Tinggi (T)
3 – 5 : Sedang (S)
0 – 2 : Rendah (R)
B. OBSERVASI SARANA AIR BERSIH SUMUR POMPA
No. Diagnosa Khusus Ya Tidak
1. Apakah ada jamban pada radius 10 m di sekitar sumur ?
2. Apakah ada sumur pencemar lain pada radius 10 m di sekitar sumur pompa,
misalnya kotoran hewan, sampah, genangan air, dll ?
3. Apakah ada/sewaktu-waktu ada genangan air pada jarak 2 m di sekitar sumur ?
4. Apakah saluran pembuangan air limbah rusak/tidak ada?
5. Apakah lantai semen yang mengitari sumur pompa mempunyai radius kurang dari
1 m ?
6. Apakah ada/sewaktu-waktu ada genangan air di atas lantai semen di sekeliling
93
sumur ?
7. Apakah ada keretakan pada lantai semen di sekeliling sumur pompa?
8. Apakah kualitas fisik air kotor, berwarna, berbau, dan berasa?
9. Apakah pada pipa distribusi ada kebocoran?
10. Apakah kran air kotor dan tidak terawat?
JUMLAH
Skor resiko
pencemaran: 8 – 10 : Amat Tinggi (AT)
6 – 7 : Tinggi (T)
3 – 5 : Sedang (S)
0 – 2 : Rendah (R)
C. OBSERVASI SARANA AIR BERSIH PDAM
No. Diagnosa Khusus Ya Tidak
1. Apakah kualitas fisik air kotor, berwarna, berbau, dan berasa?
2. Apakah pada pipa distribusi ada kebocoran?
3. Apakah kran air kotor dan tidak terawat?
JUMLAH
Skor resiko
pencemaran: 3 : Tinggi (T)
2 : Sedang (S)
0 – 1 : Rendah (R)
D. OBSERVASI PENGGUNAAN JAMBAN
No. Diagnosa Khusus Ya Tidak
1. Apakah jamban yang digunakan adalah jamban cemplung?
2. Apakah jarak antara sumber air minum dengan lubang penampungan kurang dari 10
m? (Pertanyaan hanya untuk responden yang menggunakan sumber air minum dari
sumur)
3. Apakah kondisi jamban yang digunakan berbau dan kotor?
4. Apakah lantai jamban tidak diplester dengan rapat?
Skor tidak memenuhi
syarat: 1 – 4 : Tidak memenuhi syarat jamban sehat
0 : Memenuhi syarat jamban sehat
94
Lampiran 4
DOKUMENTASI PENELITIAN
1. Sarana Sanitasi Air Bersih yang digunakan warga
95
2. Jenis Jamban yang digunakan warga
96
3. Wawancara dengan responden
4. Sungai di Wilayah Posyandu Beringin
5. Keadaan Sekeliling Sarana Sanitasi Air Bersih dan Jamban
97
98
HASIL ANALISIS SPSS
Output Analisis Univariat
1. Umur Responden
Statistics
UmurIbu
N Valid 90
Missing 0
Mean 29.39
Std. Deviation 6.111
Minimum 18
Maximum 42
2. Pendidikan Responden
Didik
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid SD 18 20.0 20.0 20.0
SMP 21 23.3 23.3 43.3
SMA 40 44.4 44.4 87.8
Perguruan Tinggi 11 12.2 12.2 100.0
Total 90 100.0 100.0
99
3. Pekerjaan Responden
Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ibu Rumah Tangga 69 76.7 76.7 76.7
Karyawan 11 12.2 12.2 88.9
Bidan/Petugas Kesehatan 4 4.4 4.4 93.3
Wiraswasta 6 6.7 6.7 100.0
Total 90 100.0 100.0
4. Kejadian Diare Pada Balita
Diare
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Diare 32 35.6 35.6 35.6
Tidak Diare 58 64.4 64.4 100.0
Total 90 100.0 100.0
5. Sarana Sanitasi Air Bersih
SAB
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sumur Gali 6 6.7 6.7 6.7
Sumur Pompa 81 90.0 90.0 96.7
PDAM 3 3.3 3.3 100.0
Total 90 100.0 100.0
100
6. Kondisi Sarana Sanitasi Air Bersih
Sarana Sanitasi Air Bersih
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Memenuhi Syarat 42 46.7 46.7 46.7
Memenuhi Syarat 48 53.3 53.3 100.0
Total 90 100.0 100.0
7. Sumber Air Minum Yang Digunakan
SAM
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Sumur Gali 3 3.3 3.3 3.3
Sumur Pompa 46 51.1 51.1 54.4
PDAM 3 3.3 3.3 57.8
Air Isi Ulang (Galon) 38 42.2 42.2 100.0
Total 90 100.0 100.0
SAM * Diare Crosstabulation
Diare
Total Diare Tidak Diare
SAM Sumur Gali Count 3 0 3
% within SAM 100.0% .0% 100.0%
Sumur Pompa Count 14 32 46
% within SAM 30.4% 69.6% 100.0%
PDAM Count 0 3 3
% within SAM .0% 100.0% 100.0%
Air Isi Ulang (Galon) Count 15 23 38
% within SAM 39.5% 60.5% 100.0%
Total Count 32 58 90
% within SAM 35.6% 64.4% 100.0%
101
8. Memasak Air
Memasak Air
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 34 37.8 37.8 37.8
Ya 56 62.2 62.2 100.0
Total 90 100.0 100.0
9. Jenis Jamban
JnisJmban
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Jamban Empang 6 6.7 6.7 6.7
Jamban Leher Angsa 84 93.3 93.3 100.0
Total 90 100.0 100.0
10. Kondisi Jamban
Penggunaan Jamban
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Memenuhi Syarat 56 62.2 62.2 62.2
Memenuhi Syarat 34 37.8 37.8 100.0
Total 90 100.0 100.0
11. Kebiasaan Cuci Tangan
Kebiasaan Cuci Tangan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak 49 54.4 54.4 54.4
Ya 41 45.6 45.6 100.0
Total 90 100.0 100.0
102
Output Analisis Bivariat
1. Sarana Sanitasi Air Bersih * Kejadian Diare Pada Balita
Sarana Sanitasi Air Bersih * Diare Crosstabulation
Diare
Total Diare Tidak Diare
Sarana Sanitasi
Air Bersih
Tidak Memenuhi Syarat Count 19 23 42
% within Sarana Sanitasi Air
Bersih 45.2% 54.8% 100.0%
Memenuhi Syarat Count 13 35 48
% within Sarana Sanitasi Air
Bersih 27.1% 72.9% 100.0%
Total Count 32 58 90
% within Sarana Sanitasi Air
Bersih 35.6% 64.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square 3.222a 1 .073
Continuity Correctionb 2.478 1 .115
Likelihood Ratio 3.232 1 .072
Fisher's Exact Test .082 .058
Linear-by-Linear Association 3.186 1 .074
N of Valid Casesb 90
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.93.
b. Computed only for a 2x2 table
103
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Sarana
Sanitasi Air Bersih (Tidak
Memenuhi Syarat /
Memenuhi Syarat)
2.224 .922 5.362
For cohort Diare = Diare 1.670 .944 2.957
For cohort Diare = Tidak
Diare .751 .543 1.039
N of Valid Cases 90
2. Memasak Air * Kejadian Diare Pada Balita
Memasak Air * Diare Crosstabulation
Diare
Total Diare Tidak Diare
Memasak Air Tidak Count 12 22 34
% within Memasak Air 35.3% 64.7% 100.0%
Ya Count 20 36 56
% within Memasak Air 35.7% 64.3% 100.0%
Total Count 32 58 90
% within Memasak Air 35.6% 64.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square .002a 1 .968
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .002 1 .968
Fisher's Exact Test 1.000 .576
Linear-by-Linear Association .002 1 .968
N of Valid Casesb 90
104
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.09.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Memasak Air
(Tidak / Ya) .982 .403 2.393
For cohort Diare = Diare .988 .556 1.756
For cohort Diare = Tidak
Diare 1.007 .734 1.380
N of Valid Cases 90
3. Penggunaan Jamban * Kejadian Diare Pada Balita
Penggunaan Jamban * Diare Crosstabulation
Diare
Total Diare Tidak Diare
Penggunaan
Jamban
Tidak Memenuhi Syarat Count 25 31 56
% within Penggunaan
Jamban 44.6% 55.4% 100.0%
Memenuhi Syarat Count 7 27 34
% within Penggunaan
Jamban 20.6% 79.4% 100.0%
Total Count 32 58 90
% within Penggunaan
Jamban 35.6% 64.4% 100.0%
105
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square 5.342a 1 .021
Continuity Correctionb 4.344 1 .037
Likelihood Ratio 5.584 1 .018
Fisher's Exact Test .024 .017
Linear-by-Linear Association 5.283 1 .022
N of Valid Casesb 90
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.09.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Penggunaan
Jamban (Tidak Memenuhi
Syarat / Memenuhi Syarat)
3.111 1.163 8.323
For cohort Diare = Diare 2.168 1.054 4.462
For cohort Diare = Tidak
Diare .697 .521 .932
N of Valid Cases 90
4. Kebiasaan Cuci Tangan * Kejadian Diare Pada Balita
Kebiasaan Cuci Tangan * Diare Crosstabulation
Diare
Total Diare Tidak Diare
Kebiasaan Cuci Tangan Tidak Count 22 27 49
% within Kebiasaan Cuci
Tangan 44.9% 55.1% 100.0%
Ya Count 10 31 41
% within Kebiasaan Cuci
Tangan 24.4% 75.6% 100.0%
106
Total Count 32 58 90
% within Kebiasaan Cuci
Tangan 35.6% 64.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square 4.097a 1 .043
Continuity Correctionb 3.251 1 .071
Likelihood Ratio 4.176 1 .041
Fisher's Exact Test .050 .035
Linear-by-Linear Association 4.052 1 .044
N of Valid Casesb 90
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.58.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Kebiasaan
Cuci Tangan (Tidak / Ya) 2.526 1.019 6.264
For cohort Diare = Diare 1.841 .988 3.428
For cohort Diare = Tidak
Diare .729 .536 .990
N of Valid Cases 90