Post on 06-Nov-2021
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Empirik
1. Ika Pratiwi (2012) judul” Analisis Pengaruh Budaya Organisasi,Insentif,
Motivasi dan Disiplin pada Kinerja Karyawan Karyawan(Studi di RSUD Ratu
Zalecha Martapura Kalimantan Selatan) tahun 2012 . Persamaan penelitian ini
adalah sama – sama meneliti tentang kinerja(Variabel terikat). Hasil penelitian
menunjukkan budaya organisasi, insentif, motivasi dan disiplin secara bersama-
sama berpengaruh terhadap kinerja karyawan di instalasi farmasi dan rekam
medik Ratu Zalecha Martapura. Perbedaan penelitian ini adalah variabel bebas
dan sampel penelitian. Sampel penelitian Ika Pratiwi adalah karyawan Instalasi
farmasi dan Rekam medis tetapi penelitian ini mengambil sampel Instalasi Rawat
Jalan dan Instalasi Gawat Darurat.
2. Suwastini dengan judul “Pengaruh Kepuasan Kerja, Motivasi kerja,
Gaya Kepemimpinan dan Budaya Kerja terhadap Kinerja Karyawan Rumah Sakit
Royal Progres Jakarta”. Analisis hipotesis menggunakan Regresi Linear. Metode
Penelitian dengan sebaran angket dengan Skala Likert, populasi adalah seluruh
karyawan rumah sakit dan populasi sebanyak 143 orang. Hasil penelitian
menunjukkan terdapat pengaruh signifikan kepuasan kerja, motivasi kerja, gaya
kepemimpinan dan budaya kerja terhadap kinerja karyawan baik secara parsial
maupun bersama-sama.
3. Misbahul Munir dengan judul “Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan
Kerja, Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan Rumah Sakit Umum
Daerah Tugurejo Semarang”. Analisa hipotesis dengan multiple regresi, metode
penelitian dengan menyebarkan angket yang telah disusun dengan Skala Likert,
sampel sebanyak 100 orang (metode sensus). Hasil penelitian adalah terdapat
pengaruh yang signifikan motivasi kerja, kepuasan kerja, budaya organisasi dan
kepemimpinan terhadap kinerja karyawan.
8
4. Marlene Merke Mamasah berjudul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan
Transformasional dan Transaksional terhadap Kepuasan Kerja dan dampaknya
terhadap Kinerja Karyawan Rumah Sakit Adi Husada Surabaya” .Metode
penelitian menggunakan explanatory yaitu penelitian yang menguji hipotesis
yang telah dirumuskan sebelumnya. Populasi adalah seluruh perawat
Departemen Pelayanan Medis . Sampel sebanyak 191 orang dengan teknik
purposive sampling. Analisa menggunakan Regresi Linear Berganda. Hasil
penelitian menunjukkan gaya kepemimpinan transformasional tidak berpengaruh
secara siknifikan terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan namun gaya
kepemimpinan transaksional berpengaruh secara siknifikan terhadap kepuasan
kerja melalui kinerja karyawan.
Penelitian – penelitian diatas dapat diringkas dalam tabel berikut:
9
Tabel 2.1 Ringkasan kajian empirik
No Peneliti Judul Variabel bebas Alat Analisis
Hasil Penelitian
1 Ika Pratiwi (2012)
Analisis Pengaruh Budaya Organisasi,Insentif,Motivasi,dan Disiplin pada Kinerja Karyawan Karyawan(Studi di RSUD Ratu Zalecha Martapura Kalimantan Selatan)
1.Budaya Organisasi 2.Insentif 3.Motivasi 4.Disiplin 5.Kinerja
1.Regresi linear 2.uji F atau ANOVA 3.Uji t
1.Pengaruh signifikan masing-masing variabel bebas terhadap kinerja 2.Pengaruh signifikan bersama variabel bebas terhadap kinerja
2 Suwastini (2011) Pengaruh Kepuasan Kerja,Motivasi Kerja,Gaya Kepemimpinan dan Budaya Kerja terhadap Kinerja Karyawan RS Royal Progress Jakarta
1.Kepuasan Kerja. 2.Motivasi Kerja 3.Gaya Kepemimpinan 4.Budaya Kerja 5.Kinerja karyawan
Analisia regresi linear
Terdapat pengaruh kepuasan kerja,motivasi,gaya kepemimpinan dan budaya kerja terhadap kinerja karyawan
3 Misbachul Munir (2013)
Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja,Budaya Organisasi dan Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan RS Tugu Rejo Semarang
1.Motivasi Kerja 2.Kepuasan Kerja 3.Budaya Organisasi 4.Kepemimpinan 5.Kinerja karyawan
Analisa regresi berganda
Terdapat pengaruh motivasi kerja,kepuasan kerja,budaya organisasi dan kepemimpinan terhadap kinerja
4 Marlene M.Mamesah (2009)
Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional terhadap Kepuasan Kerja dan dampaknya terhadap Kinerja Karyawan RS Adi Husada Surabaya
1.Gaya Kepemimpinan transformasional 2.Gaya Kepemimpinan Transaksional 3.Kinerja Karyawan
Regresi linear berganda
1.Tidak terdapat pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja. 2.Terdapat pengaruh gaya kepemimpinan transaksional terhadap kepuasan kerja dan kinerja
2.2. Kajian Teori
2.2.1 Rumah Sakit
2.2.1.1 Pengertian Rumah Sakit
Rumah sakit adalah sebuah institusi pelayanan kesehatan bagi
masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan
ilmu pengetahuan kesehatan,kemajuan teknologi,dan kehidupan sosial ekonomi
masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih
bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya.
10
Pengertian rumah sakit menurut WHO (World Health Organization)
adalah suatu bagian penyeluruh dari organisasi sosial dan medis berfungsi
memberikan pelayanan kesehatan yang lengkap kepada masyarakat, baik kuratif
maupun rehabilitatif dimana pelayanan menjangkau keluarga dan lingkungan,
rumah sakit juga merupakan pusat latihan tenaga kesehatan,serta penelitian
biososial. Disamping memberikan pelayanan yang komprehensif kepada
masyarakat rumah sakit juga sebagai pusat pendidikan calon tenaga kesehatan
Menurut Undang-Undang Rumah Sakit Nomor 44 Tahun 2009 Pasal 1
Ayat 1, Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.
2.2.1.2 Fungsi Rumah Sakit
Berdasarkan undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit, rumah sakit mempunyai fungsi dalam menjalankan
tugasnya yaitu:
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan
sesuai standar pelayanan rumah sakit
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan yang paripurna sesuai kebutuhan medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia
dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan
kesehatan.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan
kesehatan dengan memperhatikan ilmu pengetahuan bidang
kesehatan.
11
2.2.1.3 Pengertian Instalasi Rawat Jalan Rumah sakit.
Instalasi rawat jalan merupakan salah satu divisi rumah sakit yang
mempunyai pengaruh besar pada perkembangan profesional yang berpengaruh
terhadap pemasukan dan biaya total rumah sakit. Instalasi rawat jalan menjadi
show window rumah sakit yang berarti penampilan dan kinerja rumah sakit dilihat
pertama sekali dari penampilan rawat jalan.
Instalasi rawat jalan adalah pelayanan medis kepada seorang pasien
untuk tujuan pengamatan, diagnosa, pengobatan maupun rehabilitasi dan
pelayanan kesehatan lainnya tanpa mengharuskan pasien menjalani rawat inap.
Keuntungannya pasien tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk rawat
inap(opname). Instalasi rawat jalan dipimpin oleh seorang kepala instalasi yang
bertanggung jawab kepada wakil direktur pelayanan medik yang bertugas
menyediakan fasilitas terselenggaranya pelayanan medik dari berbagai disiplin
ilmu terkait. Intalasi rawat jalan juga menjadi tempat pelatihan dan pendidikan
tenaga kesehatan.
2.2.1.5.Instalasi Rawat Jalan RSUD Ratu Zalecha Martapura.
Instalasi rawat jalan RSUD Ratu Zalecha Martapura memiliki 16 poliklinik
yaitu:
1. Poliklinik Penyakit Dalam
2. Poliklinik Bedah
3. Poliklinik Bedah Ortopedi
4 .Poliklinik Gizi Klinik
5. Poliklinik Penyakit Saraf
6. Poliklinik Anak
7. Poliklinik Tumbuh Kembang Anak
8. Poliklinik Penyakit Jantung
9. Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan
10. Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin
12
11. Poliklinik Penyakit THT(Telinga Hidung dan Tenggorokan)
12 .Poliklinik Penyakit Paru dan pernafasan
13. Poliklinik Penyakit Mata
14.Poliklinik Rehabilitasi Medik(Fisioterapi)
15.Poliklinik Psikologi
16.Poliklinik Penyakit Gigi dan Mulut.
17.Poliklinik Haemodialisa
Poliklinik-poliklinik dipimpin oleh seorang kepala ruangan poliklinik yang
bertanggung jawab dan melaksanakan tugas berada di bawah kepala instalasi
rawat jalan. Kepala ruangan poliklinik bertugas merencanakan, melaksanakan
dan mengawasi kelancaran kegiatan pelayanan asuhan keperawatan serta
pendayagunaan sarana dan prasarana di masing-masing poliklinik agar efesien
dan efektif. Kepala instalasi rawat jalan mempunyai tugas pengawasan,
pengendalian dan pengorganisasian kegiatan pelayanan medis, perawatan,
ketatausahaan, pemeliharaaan sarana, pendidikan dan penelitian di lingkungan
instalasi rawat jalan.
Dalam melaksanakan tugasnya, kepala instalasi dan kepala ruangan
poliklinik wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, simplikasi dan
sinkronisasi baik dalam lingkungan instalasi maupun dengan organisasi lain di
lingkungan rumah sakit. Setiap pimpinan satuan organisasi di lingkungan
instalasi bertanggung jawab memimpin dan mengkoordinasikan bawahannya
masing-masing dan memberikan bimbingan serta petunjuk-petunjuk bagi
pelaksanaan tugas.
Pimpinan satuan organisasi di lingkungan instalasi wajib mengikuti dan
mematuhi petunjuk serta bertanggung jawab kepada atasan langsungnya dan
menyampaikan laporan berkala tepat waktu. Setiap laporan yang diterima wajib
diolah dan dipergunakan sebagai bahan laporan kepada Direktur Rumah sakit
13
dan bahan evaluasi dalam rangka peningkatan kinerja di lingkungan instalasi.
Kepala Instalasi dalam memberikan bimbingan kepada bawahan wajib
mengadakan rapat secara rutin/berkala.
Penyelenggaraan pelayanan instalasi Rawat Jalan didukung oleh tenaga
medis(SMF), tenaga perawat, pekarya kesehatan dan tenaga administrasi.
Tenaga medis (dokter) dalam melaksanakan tugas profesinya di instalasi rawat
jalan bertanggung jawab secara operasional kepada kepala instalasi sedangkan
secara teknis/medis bertanggung jawab kepada ketua SMF masing-masing.
Tenaga perawat dalam melaksanakan tugasnya secara operasional dan profesi
bertanggung jawab kepada kepala instalasi melalui kepala ruangan poliklinik.
Tenaga medis yang melayani poliklinik berjumlah 22 orang dokter
spesialis, 3 dokter umum dan 4 dokter gigi serta 50 orang tenaga paramedis
yang melayani sekitar 220 orang pasien setiap harinya. Poliklinik buka setiap hari
kecuali hari libur dan besar dari jam 08.00 sampai dengan jam 13.00
2.2.2 Kinerja
Rivai,Veithizal (2009 hal 549) mengemukakan bahwa kinerja adalah
prilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang
dihasilkan seorang karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan.
Sedangkan Pabundu (2006) mendefinisikan kinerja sebagai hasil-hasil fungsi
pekerjaan atau kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang
dipengaruhioleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam
periode waktu tertentu.
Dari definisi kinerja diatas, dapat diketahui bahwa unsur-unsur yang
terdapat dalam kinerja terdiri dari (Pabundu, 2006):
1. Hasil-hasil fungsi pekerjaan
2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi karyawan
seperti, motivasi, kecakapan, persepsi peranan dan sebagainya.
14
3. Pencapaian tujuan organisasi.
4. Periode waktu tertentu.
Kinerja juga berarti hasil yang dicapai oleh seseorang baik
kuantitas maupun kualitasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Selain itu kinerja seseorang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan,
inisiatif, pengalaman kerja dan motivasi pegawai.Terhadap kinerja seseorang
harus dilakukan suatu penilaian kinerja agar merasa dihargai. Mathis dan
Jackson (2006) menyatakan bahwa penilaian kinerja adalah proses
mengevaluasi seberapa baik karyawan melakukan pekerjaan mereka jika
dibandingkan dengan seperangkat standar, dan kemudian mengkomunikasikan
informasi tersebut terhadap karyawan. Terdapat beberapa metode untuk
menilai kinerja dalam Mathis dan Jackson (2006):merupakan salah satu sumber
daya yang terdapat dalam organisasi, meliputi semua orang yang melakukan
aktivitas. Jadi secara sederhana pengertian MSDM adalah mengelola Sumber
Daya Manusia.
2.2.3 Kepemimpinan
Menurut Northouse dalam Witjaksono (2003:3) kepemimpinan adalah
suatu proses dimana individu mempengaruhi kelompok untuk mencapai tujuan
umum. Kepemimpinan mempunyai sebuah kekuasaan yang luar biasa dan
kepemimpinan bisa membuat perbedaan antara sukses dan kegagalan dalam
hal apa saja yang dikerjakan baik bagi diri sendiri maupun kelompok.
Thoyib, A (2005:64) berpendapat bahwa seorang pemimpin yang memiliki
karakteristik selalu memiliki upaya untuk menciptakan hal baru (selalu berinovasi)
dan gagasan- gagasan yang dimiliki pemimpin haruslah gagasan yang baru.
Pemimpin harus selalu berupaya untuk mengembangkan apa yang ia lakukan,
percaya kepada bawahan dan selalu menyalakan api kepercayaan pada anggota
organisasi. Gagasan seorang pemimpin harus memiliki perspektif jangka
15
panjang, menentang status quo, tidak puas dengan apa yang ada dan
bertanggung jawab atas apa yang dilakukan oleh bawahannya serta
mengerjakan yang benar.
Pada dasarnya, kepemimpinan merupakan kemampuan pemimpin untuk
mempengaruhi karyawan dalam sebuah organisasi. Dalam memberikan penilaian
terhadap gaya kepemimpinan yang diterapkan pemimpin, karyawan melakukan
proses kognitif untuk menerima, mengorganisasikan dan memberi penafsiran
terhadap pemimpin.
Salah satu teori yang menekankan pada suatu perubahan dan yang
paling komprehensif berkaitan dengan kepemimpinan adalah teori kepemimpinan
transformasional dan transaksional.
Menurut Robbins (2006:432) kepemimpinan adalah kemampuan untuk
mempengaruhi kelompok menuju pencapaian sasaran. Organisasi membutuhkan
kepemimpinan dan manajemen yang kuat untuk meraih efektifitas yang optimal.
Selanjutnya menurut Robbins (2006:433) bahwa teori ciri kepribadian
adalah teori yang mengkaji ciri-ciri karakteristik pribadi yang membedakan
pemimpin dari bukan pemimpin. Terdapat enam karakter yang membedakan
pemimpin dan bukan pemimpin adalah ambisi dan semangat, hasrat untuk
memimpin, kejujuran dan integritas, kepercayaan diri, kecerdasan dan
pengetahuan yang relevan dengan pekerjaan.
Robbins (2006:435) berpendapat teori perilaku kepemimpinan adalah
teori yang mengemukakan bahwa perilaku khusus membedakan antara
pemimpin dan bukan pemimpin. Pendekatan perilaku terhadap pemimpin
akan mempunyai implikasi yang sangat berbeda dari implikasi pendekatan ciri.
Perbedaan antara teori ciri dan teori perilaku, dalam penerapan, terletak pada
asumsi yang mendasari. Seandainya teori ciri itu sahih (valid), maka
kepemimpinan pada dasarnya dibawa sejak lahir. Di lain pihak, seandainya
terdapat perilaku spesifik yang menjadi ciri khas pemimpin, maka kita dapat
16
mengajarkan kepemimpinan, kita dapat merancang program-program yang
menanamkan pola perilaku ini ke dalam individu yang berhasrat menjadi
pemimpin yang efektif.
Dalam berorganisasi setiap pemimpin memiliki gaya pendistribusian tugas
yang berbeda-beda yang dalam hal ini dapat disebut juga sebagai pola
kepemimpinan dan di setiap organisasi yang satu dengan yang lain pasti
tidak sama namun jika ada persamaan mungkin hanya sedikit sekali.
Menurut Ranupandojo dan Husnan (1995:224) gaya kepemimpinan
sebagai pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan
organisasi dengan tujuan individu guna mencapai suatu tujuan tertentu. Biasanya
pada gaya kepemimpinan inilah yang menyebabkan seseorang dipilih sebagai
pemimpin atau manajer, sebab hal ini sangat berhubungan erat dengan tujuan
perusahaan yang akan dicapai, jenis-jenis kegiatan yang harus dipimpin,
karakteristik para tenaga kerja, usaha dan lain-lain.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, maka akan diuraikan
mengenai gaya kepemimpinan yang erat hubungannya antara
anggota atau karyawan dengan kepemimpinan itu sendiri. Gaya
kepemimpinan meliputi: 1) Kepemimpinan pendukung, yaitu gaya kepemimpinan
dimana pemimpin selalu bersedia menjelaskan, mudah didekati dan
menunjukkan diri sebagai orang sejati bagi karyawan. 2) Kepemimpinan
partisipasi, yaitu gaya kepemimpinan dimana pemimpin selalu meminta dan
menggunakan saran- saran bawahannya, menciptakan kerja sama yang serasi,
menumbuhkan loyalitas dan partisipasi para bawahan. Gaya kepemimpinan ini
selalu memotivasi agar merasa ikut memiliki organisasi, namun demikian
pengambilan keputusan tetap berada pada pemimpin. 3) Kepemimpinan
delegasi, yaitu gaya kepempimpinan yang menyerahkan tanggung jawab atas
pelaksanaan pekerjaan pada bawahan. Hal ini berarti pemimpin menginginkan
para bawahan dapat mengendalikan diri dalam menyelesaikan pekerjaannya,
17
bawahan dapat mengambil keputusan dengan lebih leluasa dalam melaksanakan
tugasnya karena adanya pendelegasian dari pemimpin.
Berdasar pada beberapa pendapat di atas dapat dikatakan bahwa
penentuan gaya kepemimpinan seseorang sebenarnya terletak pada bagaimana
peran pengikut memberikan penilaian perilaku dari pemimpin ketika mereka
berhubungan dengan pengikutnya. Hal ini berarti untuk mengetahui efektifitas
pemimpin tergantung pada tanggapan para pengikutnya atas perilaku pemimpin
yang bersangkutan pada saat mereka saling berinteraksi. Apabila para pengikut
memberikan tanggapan positif dan berusaha memenuhi harapan pemimpinnya
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan maka dapat disebut sebagai
kepemimpinan yang efektif. Dengan demikian dapat diketahui bahwa tidak
ada gaya kepemimpinan yang mutlak baik dan buruk, yang penting adalah tujuan
dapat tercapai dengan baik karena kepemimpinan dipengaruhi oleh banyak faktor
seperti bawahan (karyawan), organisasi, karakter pemimpin dan situasi yang
ada.
2.3.1.1 Kepemimpinan Transformasional
Bass dalam Natsir (2004:2-3) mengemukakan bahwa kepemimpinan
transformasional berkenaan dengan pengaruh pemimpin atau atasan
terhadap bawahan. Para bawahan merasakan adanya kepercayaan,
kebanggaan, loyalitas dan rasa hormat kepada atasan dan mereka termotivasi
untuk melakukan melebihi apa yang diharapkan. Aviolo dalam Kaihatu dan
Rini (2007:51) mengemukakan bahwa fungsi utama dari seorang pemimpin
transformasional adalah memberikan pelayanan sebagai katalisator dari
perubahan (catalyst of change) namun saat bersamaan sebagai seorang
pengawas dari perubahan (a controller of change) dan meskipun terdapat
beberapa perbedaan dalam mendefinisikan kepemimpinan transformasional
18
akan tetapi secara umum mereka mengartikannya sebagai agen perubahaan
(an agent of change).
Menurut Bass dalam Tondok dan Andarika (2004:38) terdapat empat
karakteristik kepemimpinan transformasional yaitu:1. Karisma. Pemimpin
transformasional memberikan contoh dan bertindak sebagai role model
dalam perilaku, sikap dan komitmen bagi bawahannya. 2. Inspirasional
(Inspirasi). Pemimpin transformasional memotivasi dan memberi inspirasi
bawahannya. 3) Intelectual Stimulation (Stimulasi intelektual). Pemimpinan
transformasional berupaya menciptakan iklim yang kondusif bagi berkembangnya
inovasi dan kreativitas. 4) Individualized Consideration (Perhatian individual).
Pemimpin transformasional memberikan perhatian khusus terhadap setiap
kebutuhan individual untuk berprestasi dan berkembang dengan jalan bertindak
sebagai pelatih atau penasehat.
Keller dalam Tondok dan Andarika (2004:37) mengemukakan bahwa
kebutuhan yang lebih tinggi seperti harga diri dan aktualisasi diri hanya dapat
dipenuhi melalui praktik gaya kepemimpinan transformasional. Keberhasilan
kepemimpinan transformasional harus didukung dengan karakteristik personal
dari seorang pemimpin. Menurut Dubinsky dalam Susilawati (2001:100)
beberapa karakteristik personal yang mendukung keberhasilan
kepemimpinan trasnformasional adalah: 1) Emotional coping. Merupakan derajat
seorang individu yang mempunyai kecenderungan tidak sensitif terhadap celaan
orang lain dan tidak kuatir secara berlebihan terhadap suatu kegagalan. 2)
Behavioral coping. Berkenaan dengan karakteristik individu yang berpikir dan
berperilaku secara efektif. 3) Abstract orientation. Individu mampu menilai dan
mengevaluasi ide-ide yang kritis. 4) Risk taking. Individu memiliki kemauan untuk
berubah dan tenang menghadapi kesulitan sehingga mereka lebih persuasif,
memiliki pengaruh yang kuat dan efektif. 5) Inovation. Pemimpin transformasional
selalu ingin mencoba sesuatu yang baru dan berbeda serta lebih kreatif. 6)
19
Use of humor. Pemimpin menggunakan humor untuk mengembangkan
hubungan yang menyenangkan dan menghilangkan situasi tegang. 7)
Experience. Pengalaman akan memberikan kesempatan pada individu
untuk mengidentifikasikan dan memilih suatu pendekatan kepemimpinan yang
cocok dan meningkatkan efektifitas kepemimpinan.
Kepemimpinan transformasional merupakan salah satu alternatif bentuk
kepemimpinan yang sesuai untuk kondisi yang terus menerus berubah.
Kepemimpinan transformasional akan merubah peran sumber daya manusia.
Sumber daya manusia akan memiliki peran baru dimana mereka lebih dihargai
dan semakin banyak terlibat dalam berbagai pengambilan keputusan organisasi,
sehingga menimbulkan motivasi untuk berinisiatif, melakukan inovasi dalam
usaha untuk beradaptasi dengan perubahan yang terus menerus terjadi.
2.3.1.2 Kepemimpinan Transaksional
Kepemimpinan Transaksional adalah gaya kepemimpinan dimana
seorang pemimpin memfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal
antara pemimpin dengan karyawan yang melibatkan hubungan pertukaran.
Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai klasifikasi
sasaran, standar kerja, penugasan kerja dan penghargaan (Bycio dkk
dalam Tondok dan Andarika,2004:38).
Bass dan Yukl dalam Tondok dan Andarika (2004:38) mengemukakan
bahwa hubungan kepemimpinan transaksional dengan karyawan tercermin dari
tiga hal meliputi: (1) Pemimpin mengetahui apa yang diinginkan karyawan dan
menjelaskan apa yang mereka dapatkan apabila kerjanya sesuai dengan
harapan, (2) Pemimpin menukar usaha-usaha yang dilakukan karyawan dengan
imbalan, (3) Pemimpin responsif terhadap kepentingan pribadi karyawan selama
20
kepentingan tersebut sebanding dengan nilai pekerjaan yang telah dilakukan
karyawan.
Keller dalam Tondok dan Andarika (2004:37) mengemukakan bahwa
kebutuhan yang lebih rendah, seperti kebutuhan fisiologis dan rasa aman hanya
dapat dipenuhi melalui praktik gaya kepemimpinan transaksional. Proses
kepemimpinan transaksional dapat ditunjukkan melalui sejumlah dimensi perilaku
kepemimpinan, yakni; contingent reward, active management by exception, dan
passive management by exception dan Bass memandang kepemimpinan
transaksional sebagai sebuah pertukaran imbalan-imbalan untuk mendapatkan
kepatuhan.
2.2.4 Kepuasan kerja
2.2.4.1 Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional yang positif
yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang.
Ketidakpuasan kerja muncul ketika harapan seseorang tidak terpenuhi (Maltis
dan Jackson,2006:121). Kepuasan kerja mencakup dimensi yang bersifat
intrinsik yaitu kepuasan yang diperoleh individu dari pelaksanaan pekerjaannya
dan dimensi kepuasan bersifat ekstrinsik yaitu kepuasan yang didapat dari pihak
eksternal.
Pada dasarnya seseorang dalam bekerja akan merasa nyaman dan setia
pada perusahaan apabila dalam bekerja memperoleh kepuasan kerja sesuai
dengan apa yang diinginkan. Kepuasan kerja itu sendiri mempunyai dua kata
yaitu kepuasan dan kerja. Kepuasan adalah sesuatu perasaan yang dialami oleh
seseorang, dimana apa yang diharapkan telah terpenuhi atau bahkan apa yang
diterima melebihi apa yang diharapkan, sedangkan kerja merupakan usaha
seseorang untuk mencapai tujuan dengan memperoleh pendapatan atau
kompensasi dari kontribusinya di tempat pekerjaannya.
21
Menurut Dole and Schroeder dalam Koesmono (2005:170) kepuasan
kerja dapat didefinisikan sebagai perasaan dan reaksi individu terhadap
lingkungan pekerjaannya, sedangkan menurut Testa dan Locke dalam
Koesmono (2005:170) kepuasan kerja merupakan kegembiraan atau pernyataan
emosi yang positif hasil dari penilaian salah satu pekerjaan atau pengalaman-
pengalaman pekerjaan. Pada dasarnya makin positif sikap kerja makin besar
pula kepuasan kerja, untuk itu berbagai indikator dari kepuasan kerja perlu
memperoleh perhatian khusus agar pekerja dapat meningkatkan kinerjanya.
Pada umumnya seseorang merasa puas dengan pekerjaannya karena
berhasil dan memperoleh penilaian yang adil dari pimpinannya.
2.1.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Schemerhorn dalam Wikipedia (2008:1) mengidentifikasi lima aspek yang
terdapat dalam kepuasan kerja, yaitu: pekerjaan itu sendiri (work it self),
penyelia (supervision), teman sekerja (workers), promosi (promotion), gaji/upah
(pay).
Aspek-aspek lain yang terdapat dalam kepuasan kerja disebutkan oleh
Stephen Robins dalam Wikipedia (2008:1) yaitu: kerja yang secara mental
menantang, ganjaran yang pantas, kondisi kerja yang mendukung, rekan kerja
yang mendukung, kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan.
2.2.5 Disiplin Kerja
Secara etimologis kata disiplin berasal dari bahasa inggris “diciple” yang
berarti pengikut atau penganut pengajaran,latihan dan sebagainya.Terdapat
beberapa pendapat mengenai disiplin kerja yang dikemukakan oleh para ahli.
Disiplin kerja didefenisikan berdasarkan beberapa kategori, diantaranya
berdasarkan karyawan atau pegawai dan berdasarkan manajemen. Berikut
adalah pendapat para ahli mengenai disiplin kerja berdasarkan pegawai yaitu:
22
Disiplin kerja dapat diartikan sebagai berikut: kesadaran dan kesediaan
seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang
berlaku.”
Kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela menaati semua
peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Kesediaan adalah
suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan
peraturan perusahaan baik tertulis maupun tidak.
Pendapat tentangdisiplin kerja sebagai berikut.”Disiplin merupakan suatu
keadaan tertentu dimana orang-orang yang bergabung dalam organisasi tunduk
pada peraturan-peraturan yang ada dengan rasa senang hati.”Sedangkan kerja
adalah segala aktivitas manusia yang dilakukan untuk menggapai tujuan yang
telah ditetapkannya.
Disiplin kerja merupakan salah satu faktor penting dalam peningkatan
produktivitas. Bagaimanapun tingginya tingkat pendidikan dan kemampuan
seorang pegawai, besarnya motivasi pimpinan, maupun besarnya kompensasi
yang diberikan tidak berguna apabila karyawan tidak disiplin dalam
melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu faktor disiplin ini perlu mendapat
perhatian yang besar baik bagi pimpinan maupun karyawan yang bersangkutan.
Kedisiplinan dapat diartikan sebagai siatu sikap, tingkah laku dan
perbuatan yang sesuai dengan peraturan tertulis maupun lisan dari perusahaan
atau instansi. Dengan demikian setiap perusahaan atau merumuskan suatu
aturan yang diberlakukan untuk menjamin terlaksananya mekanisme kerja yang
teratur sehingga mencapai tujuan organisasi dengan baik.
Mengacu kepada pengertian diatas, maka seseorang atau sekelompok
orang dikatakan melaksanakan disiplin apabila seseorang atau sekelompok
orang tersebut:
a. Dapat menunjukkan kesetiaan dan ketaatannya terhadap aturan-aturan
yang berlaku bagi sebuah organisasi.
23
b. Dapat menunjukkan kesetiaan dan ketaatannya terhadap norma-norma
yang berlaku bagi sebuah organisasi tersebut
c. Dapat menunjukkan kesetiaan dan ketaatannya dalam melaksanakan
instruksi-instruksi yang dibuat oleh pimpinan.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka disimpulkan bahwa disiplin
kerja merupakan suatu bentuk peraturan yang berusaha mengarahkan karyawan
atau pegawai untuk mematuhi peraturan dalam meningkatkan prestasi kerja dan
mencapai tujuan organisasi.Suatu organisasi juga sangat membutuhkan disiplin
kerja dari pegawainya karena dengan mereka merasa sebagai bagian dari
organisaai tersebut maka pegawai akan berusaha menciptakan suasana kerja
yang nyaman bagi dirinya.
PP no.53 tahun 2010 tentang disiplin Pegawai Negeri Sipil yang dimaksud
dengan disiplin PNS adalah kesanggupan PNS untuk menaati kewajiban dan
menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
dan/atau peraturan kedinasan yang apabila dilanggar dijatuhi hukuman disiplin.
Dalam menegakkan disiplin bukanlah ancaman atau kekerasan yang
diutamakan tetapi yang diperlukan adalah ketegasan.Ketegasan dan keteguhan
didalam melaksanakan peraturan merupakan modal utama dan syarat mutlak
untuk mewujudkan disiplin kerja. Pada dasarnya disiplin kerja bertujuan untuk
menciptakan suatu kondisi yang teratur, tertib dan pelaksanaan pekerjaan dapat
terlaksana sesuai dengan rencana sebelumnya.
Tujuan adanya disiplin adalah:
a. Agar para tenaga kerja menepati segala peraturan dan kebijakan
ketenagakerjaan maupun peraturan dan kebijakan perusahaan yang
berlaku, baik tertulis maupun tidak,serta melaksanakan perintah
manajemen.
b. Dapat melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya serta mampu
memberikan service yang maksimal kepada pihak tertentu yang
24
berkepentingan dengan perusahaan sesuai dengan bidang pekerjaan
yang dibebankan kepadanya.
c. Dapat menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana,barang
dan jasa perusahaan sesuai dengan bidang pekerjaan yang diberikan
kepadanya.
d. Dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang
berlaku pada perusahaan.
Follow-up dari hal-hal tersebut diatas para tenaga kerja mampu
memperoleh tingkat produktivitas kerja yang tinggi sesuai dengan harapan dari
perusahaan. Gary Desller juga memberikan pendapat bahwa tujuan disiplin
adalah untuk mendorong karyawan berperilaku hati-hati dalam pekerjaan(berhati-
hati didefenisikan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan). Dengan
perilaku penuh kehati-hatian tersebut karyawan memiliki tanggung jawab besar
terhadap pekerjaan yang telah dilimpahkan kepadanya.
Jenis-jenis disiplin:
a. Disiplin Preventif
b. Disiplin progresif
c. Disiplin korektif
d. Aturan tungku panas
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas dapat dijelaskan bahwa jenis
disiplin adalah sebagai berikut:
a. Disiplin Preventif
Disiplin Preventif adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong
para karyawan agar mengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga
penyelewengan-penyelewengan dapat dicegah. Sasaran pokoknya
adalah mendorong disiplin diri diantara para karyawan sehingga para
karyawan menjaga disiplin diri mereka bukan semata-mata karena
dipaksa manajemen.
25
b. Disiplin Progresif
Perusahaan bisa menerapkan suatu kebijaksanaan disiplin progresif,
yang berarti memberikan hukuman-hukuman yang lebih berat terhadap
pelanggaran-pelanggaran yang berulang. Tujuannya adalah
memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengambil tindakan
korektif sebelum hukuman-hukuman yang lebih serius dilaksanakan.
Disiplin progresif juga memungkinkan manajemen untuk membantu
karyawan memperbaiki kesalahan.
c. Disiplin Korektif
Disiplin korektif adalah kegiatan yang diambil untuk menangani
pelanggaran terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk menghindari
pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut. Kegiatan korektif sering berupa
bentuk hukuman dan disebut tindakan pendisiplinan (disciplinary
action). Sebagai contoh tindakan pendisiplinan bisa berupa peringatan
atau skorsing. Berbagai sasaran tindakan pendisiplinan secara ringkas
adalah sebagai berikut:
1. Untuk memperbaiki pelanggar
2. Untuk menghalangi para karyawan yang lain melakukan kegiatan-
kegiatan yang serupa.
3. Untuk menjaga berbagai standar kelompok tetap konsisten dan
efektif
d. Aturan kompor panas
Suatu pedoman yang sangat berguna untuk disiplin korektif adalah
“aturan kompor panas”.Aturan ini pada hakekatnya menyatakan bahwa
tindakan pendisiplinan hendaknya mempunyai ciri-ciri yang sama
dengan hukuman yang diterima seseorang karena menyentuh kompor
panas. karakteristik tersebut adalah bahwa disiplin hendaknya dilakukan
dengan peringatan, segera, konsisten dan tidak bersifat pribadi.
26
Pada umumnya disiplin kerja akan diperoleh apabila pegawai datang
ditempat kerja dengan teratur dan tepat pada waktunya, mereka berpakaian
sopan saat berada di lingkungan organisasi, menggunakan fasilitas dengan hati-
hati serta menghasilkan jumlah dan kualitas pekerjaanya dengan baik.
Disiplin kerja memiliki komponen indikator seperti:
a. Kehadiran.
Hal ini menjadi indikator mendasar untuk mengukur kedisiplinan dan
biasanya karyawan yang memiliki disiplin kerja rendah terbiasa untuk
terlambat dalam bekerja.
b. Ketaatan pada peraturan kerja.
Karyawan yang taat pada peraturan kerja tidak akan melalaikan
prosedur kerja dan akan selalu mengikuti pedoman kerja yang
ditetapkan oleh perusahaan.
c. Ketaatan pada standar kerja.
Hal ini dapat dilihat melalui besarnya tanggung jawab karyawan
teerhadap tugas yang diamanahkan kepadanya.
d. Tingkat kewaspadaan tinggi.
Karyawan memiliki kewaspadaan tinggi akan selalu berhati-hati, penuh
perhitungan dan ketelitian dalam bekerja serta selalu menggunakan
sesuatu secara efektif dan efesien.
e. Bekerja etis
Beberapa karyawan mungkin melakukan tindakan yang tidak sopan ke
pelanggan atau terlibat dalam tindakan yang tidak pantas. Hal ini
merupakan salah satu bentuk tindakan indisipliner sehingga bekerja
etis sebagai salah satu wujud dari disiplin kerja karyawan.
27
2.2.6 Pelatihan
Istilah pelatihan (training) dan pengembangan (development)
dikemukakan oleh Dale Yoder dan Edwin B.Filipo bahwa pelatihan untuk
pegawai pelaksana dan pengawas. Sedangkan istilah pengembangan ditujukan
untuk pegawai tingkat manajemen. Pelatihan merupakan serangkaian aktivitas
yang dirancang untuk meningkatkan keahlian, pengetahuan, pengalaman
ataupun perubahan sikap seseorang. Pelatihan dimaksudkan untuk memperbaiki
penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu, terinci
dan rutin.
Pengembangan merupakan suatu proses pendidikan jangka panjang
yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir dimana pegawai
manajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis guna mencapai
tujuan yang bersifat umum. Pelatihan dan pendidikan merupakan upaya untuk
mengembangkan sumber daya manusia terutama untuk mengembangkan
sumber daya manusia terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual
dan kepribadian manusia. Peningkatan,pengembangan dan pembentukan tenaga
kerja dilakukan melalui upaya pembinaan, pendidikan dan pelatihan. Ketiga
upaya ini saling terkait untuk meningkatkan kemampuan kerja peserta dalam
bidang pekerjaan tertentu guna meningkatkan efektifitas dan produktivitas dalam
suatu organisasi.
Pengembangan(development) mewakili usaha-usaha meningkatkan
kemampuan karyawan untuk menangani beraneka tugas dan untuk
meningkatkan kapabilitas diluar kapabilitas yang diperlukan oleh pekerjaan saat
ini. Pengembangan menguntungkan organisasi dan individu. Pengembangan
karyawan ini lebih berorientaasi pada masa depan yaitu peningkatan
kemampuan seseorang untuk memahami dan menginterprestasikan
pengetahuan.
28
Pentingnya pendidikan dan pelatihan bagi sumber daya manusia dalam
suatu organisasi adalah sumber daya manusia yang menduduki suatu jabatan
tertentu belum tentu mempunyai kemampuan yang sesuai persyaratan yang di
perlukan dalam jabatan tersebut. Hal ini sering terjadi karena seseorang
menduduki jabatan tertentu bukan karena kemampuannnya melainkan
tersedianya formasi.
Tujuan pelatihan dan pengembangan salah satunya untuk memperbaiki
kinerja. Karyawan-karyawan yang bekerja secara tidak memuaskan karena
kekurangan keterampilan merupakan calon utama program pelatihan.
Kendatipun pelatihan tidak dapat memecahkan semua masalah kinerja yang
tidak efektif, program pelatihan dan pengembangan yang sehat sering
bermanfaat dalam meminimalkan masalah tersebut.
Fungsi pelatihan:
1. Fungsi edukatif, mengacu pada peningkatan kemampuan profesional,
kepribadian, kemasyarakatan, dedikasi dan loyalitas pada
perusahaan.
2. Fungsi administratif, mengacu pada pemenuhan syarat-syarat
administratif yang dituntut bagi setiap pegawai.
3. Fungsi personal,menekankan pada pembinaan kepribadian dan
bimbingan personal untuk mengatasi kesulitan dan masalah
pekerjaan.
Ketiga fungsi ini saling mengait karena setiap karyawan dituntut agar
memiliki kemampuan profesional, memenuhi persyaratan administrasi dan
kepribadian yang baik.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa yang
dimaksud dengan pelatihan adalah kegiatan yang diselenggarakan suatu
organisasi untuk meningkatkan kinerja karyawan baik dalam hal kompetensi
kerja, produktivitas maupun keterampilan yang dibutuhkan dalam suatu
29
pekerjaan tertentu di organisasi tersebut. Adapun bentuk pelatihan dalam
penelitian ini adalah pelatihan teknis fungsional. Dalam penelitian ini pelatihan
yang diukur dari aspek pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh karyawan
setelah diberikan pelatihan.