Post on 01-Dec-2015
Geologi Regional Bayat, Klaten
KONDISI GEOLOGI REGIONAL
1. Kondisi Umum Kecamatan Bayat
Lokasi daerah Bayat berada kurang lebih 25 km di sebelah timur kota
Yogyakarta. Secara umum fisiografi Bayat dibagi menjadi dua wilayah yaitu
wilayah di sebelah utara Kampus Lapangan terutama di sisi utara jalan raya
Kecamatan Wedi yang disebut sebagai area Perbukitan Jiwo (Jiwo Hills), dan area
di sebelah selatan Kampus Lapangan yang merupakan wilayah Pegunungan
Selatan (Southern Mountains).
2. Kondisi Geomorfologi
2.1 Perbukitan Jiwo
Perbukitan Jiwo merupakan inlier dari batuan Pre-Tertiary dan Tertiary
di sekitar endapan Quartenary, terutama terdiri dari endapan fluvio-volcanic yang
berasal dari G. Merapi. Elevasi tertinggi dari puncak-puncak yang ada tidak lebih
dari 400 m di atas muka air laut, sehingga perbukitan tersebut merupakan suatu
perbukitan rendah.
Perbukitan Jiwo dibagi menjadi dua wilayah yaitu Jiwo Barat dan Jiwo
Timur yang keduanya dipisahkan oleh Sungai Dengkeng secara antecedent.
Sungai Dengkeng sendiri mengalir mengitari komplek Jiwo Barat, semula
mengalir ke arah South-Southwest, berbelok ke arah East kemudian ke North
memotong perbukitan dan selanjutnya mengalir ke arah Northeast. Sungai
Dengkeng ini merupakan pengering utama dari dataran rendah di sekitar
Perbukitan Jiwo.Gambar 4.2. Pembagian fisiografi daerah Bayat di mana
Perbukitan Jiwo Barat dan Timur dipisahkan oleh Sungai Dengkeng
Dataran rendah ini semula merupakan rawa-rawa yang luas akibat air
yang mengalir dari lembah G. Merapi tertahan oleh Pegunungan Selatan.
Genangan air ini, di utara Perbukitan Jiwo mengendapkan pasir yang berasal dari
lahar. Sedangkan di selatan atau pada bagian lekukan antarbukit di Perbukitan
Jiwo merupakan endapan air tenang yang berupa lempung hitam, suatu sedimen
Merapi yang subur ini dikeringkan (direklamasi) oleh pemerintah Kolonial
Belanda untuk dijadikan daerah perkebunan. Reklamasi ini dilakukan degan cara
membuat saluran-saluran yang ditanggul cukup tinggi sehingga air yang datang
dari arah G. Merapi akan tertampung di sungai sedangkan daerah dataran
rendahnya yang semula berupa rawa-rawa berubah menjadi tanah kering yang
digunakan untuk perkebunan. Sebagian dari rawayang semula luas itu disisakan di
daerah yang dikelilingi Puncak Sari, Tugu, dan Kampak di Jiwo Barat, dikenal
sebagai Rawa Jombor. Rawa yang disisakan itu berfungsi sebagai tendon untuk
keperluan irigasi darah perkebunan di dataran sebelah utara Perbukitan Jiwo
Timur.
Untuk mengalirakan air dari rawa-rawa tersebut, dibuat saluran buatan
dari sudut Southwest rawa-rawa menembus perbukitan batuan metamorfik di G.
Pegat mengalir ke timur melewati Desa Sedan dan memotong Sungai Dengkeng
lewat aqueduct di sebelah seatan Jotangan menerus ke arah timur.
Daerah perbukitan yang tersusun oleh batugamping menunjukkan
perbukitan memanjang dengan punggung yang tumpul sehingga kenampakan
punca-puncak tidak begitu nyata. Tebing-tebing perbukitannya tidak terlalu
terbiku sehingga alur-alurnya tidak banyak dijumpai (Perbukitan Bawak-Temas di
Jiwo Timur dan Tugu-Kampak di Jiwo Barat). Untuk daerah yang tersusun oleh
batuan metamorfik perbukitannya menunjukkan relief yang lebih nyata dengan
tebing-tebing yang terbiku kuat. Kuatnya hasil penorehan tersebut menghasilkan
akumulasi endapan hasil erosi di kaki perbukitan ini yang dikenal sebagai
colluvial. Puncak-puncak perbukitan yang tersusun dari batuan metamorfik
terlihat menonjol dan beberapa diantaranya cenderung berbentuk kerucut seperti
puncak Jabalkat dan puncak Semanggu. Daerah degan relief kuat ini dijumpai
daerah Jiwo Timur mulai dari puncak Konang kea rah timur hingga puncak
Semanggu dan Jokotuo. Daerah di sekitar puncak Pendul merupakan satu-satunya
tubuh bukit yang seluruhnya tersusun oleh batuan beku. Kondisi morfologinya
cukup kasar mirip perbukitan metamorfik namun relief yang ditunjukkan
puncaknya tidak sekuat perbukitan metamorfik.
2.2 Daerah Jiwo Barat
Jiwo Barat terdiri dari deretan perbukitan G. Kampak, G. Tugu, G. Sari,
G. Kebo, G. Merak, G. Cakaran, dan G. Jabalkat. G. Kampak dan G. Tugu
memiliki litologi batugamping berlapis, putih kekuningan, kompak, tebal lapisan
20 – 40 cm. Di daerah G. Kampak batugamping tersebut sebagian besar
merupakan suatu tubuh yang massif, menunjukkan adanya asosiasi dengan
kompleks terumbu (reef). Di antara G. Tugu dan G. Sari batugamping tersebut
mengalami kontak langsung dengan batuan metamorfik (mica schist).
Daerah Jiwo Barat memiliki puncak-puncak bukit berarah utara-selatan
yang diwakili oleh puncak Jabalkat, Kebo, Merak, Cakaran, Budo, Sari, dan Tugu
dengan di bagian paling utara membelok ke arah barat yaitu G. Kampak.
Batuan metamorf di daerah ini mencakup daerah di sekitar G. Sari, G.
Kebo, G. Merak, G. Cakaran, dan G. Jabalkat yang secara umum berupa sekis
mika, filit, dan banyak mengandung mineral kuarsa. Di sekitar daerah G. Sari, G.
Kebo, dan G. Merak pada sekis mika tersebut dijumpai bongkah-bongkah andesit
dan mikrodiorit. Zona-zona lapukannya berupa spheroidal weathering yang
banyak dijumpai di tepi jalan desa. Batuan beku tersebut merupakan batuan
terobosan yang mengenai tubuh sekis mika . singkapan yang baik dijumpai di
dasar sungai-sungai kecil yang menunjukkan kekar kolom (columnar joint).
Batuan metamorfik yang dijumpai juga berupa filit sekis klorit, sekis
talk, terdapat mieral garnet, kuarsit serta marmer di sekitar G. Cakaran, dan G.
Jabalkat. Sedangkan pada bagian puncak dari kedua bukit itumasih ditemukan
bongkah-bongkah konglomerat kuarsa. Sedangkan di sebelah barat G. Cakaran
pada area pedesaan di tepian Rawa Jombor masih dapat ditemukan sisa-sisa
konglomerat kuarsa serta batupasir. Sampai saat ini batuan metamorfik tersebut
ditafsirkan sebagai batuan berumur Pre-Tertiary, sedagkan batupasir dan
konglomerat dimasukkan ke dalam Formasi Wungkal.
Di daerah ini dijumpai dua inlier (isolated hill) masing-masing di bukit
Wungkal dan bukit Salam. Bukit Wungkal semakin lama semakin rendah akibat
penggalian penduduk untuk mengambil batu asah (batu wungkal) yang terdapat di
bukit tersebut.
2.3 Daerah Jiwo Timur
Daerah ini mencakup sebelah timur Sungai Dengkeng yang merupakan
deretan perbukitan yang terdiri dari Gunung Konang, Gunung Pendul, Gunung
Semangu, Di lereng selatan Gunung Pendul hingga mencapai bagian puncak,
terutama mulai dari sebelah utara Desa Dowo dijumpai batu pasir berlapis, kadang
kala terdapat £ragmen sekis mika ada di dalamnya. Sedangkan di bagian timur
Gunung Pendul tersingkap batu lempung abu-abu berlapis, keras, mengalami
deformasi lokal secara kuat hingga terhancurkan.
Hubungan antar satuan batuan tersebut masih memberikan berbagai
kemungkinan karena kontak antar satuan terkadang tertutup oleh koluvial di
daerah dataran. Kepastian stratigrafis antar satuan batuan tersebut barn dapat
diyakini jika telah ada pengukuran umur absolut. Walaupun demikian berbagai
pendekatan penyelidikan serta rekontruksi stratigrafis telah banyak dilakukan oleh
para ahli.
Daerah perbukitan Jiwo Timur mempunyai puncak-puncak bukit berarah
barat-timur yang diwakili oleh puncak-puncak Konang, Pendul dan Temas,
Gunung J okotuo dan Gunung T emas.
Gunung Konang dan Gunung Semangu merupakan tubuh batuan sekis-
mika, berfoliasi cukup baik, sedangkan Gunung Pendul merupakan tubuh intrusi
mikrodiorit. Gunung Jokotuo merupakan batuan metasedimen (marmer) dimana
pada tempat tersebut dijumpai tanda-tanda struktur pense saran. Sedangkan
Gunung Temas merupakan tubuh batu gamping berlapis.
Di sebelah utara Gunung Pendul dijumpai singkapan batu gampmg
nummulites, berwarna abu-abu dan sangat kompak, disekitar batu gamping
nummulites tersebut terdapat batu pasir berlapis. Penyebaran batugamping
nummulites dijumpai secara setempat-setempat terutam di sekitar desa Padasan,
dengan percabangan ke arah utara yang diwakili oleh puncak Jopkotuo dan
Bawak.
Di bagian utara dan tenggara Perbukitan Jiwo timur terdapat bukit
terisolir yang menonjol dan dataran aluvial yang ada di sekitamya. Inlier (isolited
hill) ini adalah bukit Jeto di utara dan bukit Lanang di tenggara. Bukit Jeto secara
umum tersusun oleh batu gamping Neogen yang bertumpu secara tidak selaras di
atas batuan metamorf, sedangkan bukit Lanang secara keseluruhan tersusun oleh
batu gamping Neogen.
2.4 Daerah Pegunungan selatan
Di sebelah selatan Kampus Lapangan hingga mencapai puncak
Pegunungan Baturagung, secara stratigrafis sudah tennasuk wilayah Pegunungan
Selatan. Secara struktural deretan pegunungan tersebut, pada penampang utara-
selatan, merupakan suatu pegunungan blok patahan yang membujur barat-timur.
Untuk daerah di sekitar kampus lapangan, litologi yang dijumpai
merupakan bagian dari Fonnasi Kebo, Butak dan Semilir. Beberapa lokasi
singkapan penting penting antard lain sekitar Lanang dan desa Tegalrejo
dijumpai” batu pasir tufan dengan sisipan serpih. Di selatan desa Banyuuripan,
yaitu desa Kalisogo, ditemukan breksi autoklastik dengan pola retakan radial yang
ditafsirkan sebagai produk submarine breccia. Semakin ke selatan, sekitar desa
Tanggul, Jarum dan Pendem, terdapat singkapan endapan kip as aluvial. Di bagian
barat daya, sekitar desa Tegalrejo, dijumpai batu pasir berlapis dengan pelapukan
mengulit bawang. Di bagian timumya terdapat batu lempung abu-abu dengan
zona kekar.
Naik ke arah puncak Baturagung, perlapisan-Iperlapisan batuan sedimen
akan dijumpai dengan baik, dapat berupa batu pasir, batu lempung, batu pasir
krikilan, batu pasir tufa maupun sisipan breksi. Pengamtan sepanjang jalan ini
sangat penting untuk melacak keaadaan strtigrafis serta struktur geologi di daerah
selatan Kampus Lapangan.
3. Kondisi Statigrafi Regional
Batuan tertua yang tersingkap di daerah Bayat terdiri dari batuan
metamorf berupa filtit, sekis, batu sabak dan marmer. Penentuan umur yang tepat
untuk batuan malihan hingga saat ini masih belum ada. Satu-satunya data tidak
langsung untuk perkiraan umurnya adalah didasarkan fosil tunggal Orbitolina
yang diketemukan oleh Bothe (1927) di dalam fragmen konglomerat yang
menunjukkan umur Kapur. Dikarenakan umur batuan sedimen tertua yang
menutup batuan malihan tersebut berumur awal Tersier (batu pasir batu gamping
Eosen), maka umur batuan malihan tersebut disebut batuan Pre-Tertiary Rocks.
Secara tidak selaras menumpang di atas batuan malihan adalah batu pasir
yang tidak garnpingan sarnpai sedikit garnpingan dan batu lempung, kemudian di
atasnya tertutup oleh batu gamping yang mengandung fosil nummulites yang
melimpah dan bagian atasnya diakhiri oleh batu gamping Discocyc1ina,
menunjukkan lingkungan laut dalarn. Keberadaan forminifera besar ini bersarna
dengan foraminifera plangtonik yang sangat jarang ditemukan di dalam batu
lempung gampingan, menunjukkna umur Eosen Tengah hingga Eisen Atas.
Secara resmi, batuan berumur Eosen ini disebut Formasi Wungkal-Garnping.
Keduanya, batuan malihan dan Formasi Wungkal-Gamping diterobos oleh batuan
beku menengah bertipe dioritik.
Diorit di daerah Jiwo merupakan penyusun utam Gunung Pendul, yang
terletak di bagJn timur Perbukitan Jiwo. Diorit ini kemungkinan bertipe dike.
Singkapan batuan beku di Watuprahu (sisi utara Gunung Pendul) secara stratigrafi
di atas batuan Eosen yang miring ke arah selatan. Batuan beku ini secara
stratigrafi terletak di bawah batu pasir dan batu garnping yang masih mempunyai
kemiringan lapisan ke arah selatan. Penentuan umur pada dike! intrusi pendul oleh
Soeria Atmadja dan kawan-kawan (1991) menghasilkan sekitar 34 juta tahun,
dimana hasil ini kurang lebih sesuai dengan teori Bemmelen (1949), yang
menfsirkan bahwa batuan beku tersebut adalah merupakan leher/ neck dari
gunung api Oligosen. Mengenai genetik dan generasi magmatisme dari diorit di
Perbukitan Jiwo masih memerlukan kajian yang lebih hati-hati.
Sebelum kala Eosen tangah, daerah Jiwo mulai tererosi. Erosi tersebut
disebabkan oleh pengangkatan atau penurunan muka air laut selama peri ode akhir
oligosen. Proses erosi terse but telah menurunkan permukaan daratan yang ada,
kemudian disusul oleh periode transgresi dan menghasilkan pengendapan batu
garnping dimulai pada kala Miosen Tengah. Di daerah Perbukitan Jiwo tersebut
mempunyai ciri litologi yang sarna dengan Formasi Oyo yang tersingkap lenih
banyak di Pegunungan Selatan (daerah Sambipitu Nglipar dan sekitarnya).
Di daerah Bayat tidak ada sedimen laut yang tersingkap di antara
Formasi WungkalGampingan dan Formasi Oyo. Keadaan ini sang at berbeda
dengan Pegunungan Baturagung di selatannya. Di sini ketebalan batuan
volkaniklastik-marin yang dicirikan turbidit dan sedimen hasil pengendapan aliran
gravitasi lainnya tersingkap dengan baik. Perbedaan-perbedaan ini kemungkinan
disebabkan oleh kompleks sistem sesar yang memisahkan daerah Perbukitan Jiwo
dengan Pegunungan Baturagung yang telah aktif sejak Tersier Tengah.
Selama zaman Kuarter, pengendapan batu gamping telah berakhir.
Pengangkatan yang diikuti dengan proses erosi menyebabkan daerah Perbukitan
Jiwo berubah menjadi daerah lingkungan darat. Pasir vulkanik yang berasal dari
gunung api Merapi yang masih aktif mempengaruhi proses sedimentasi endapan
aluvial terutama di sebelah utara dan barat laut dari Perbukitan Jiwo.
Keadaan stratigrafi Pegunugan Selatan, dari tua ke muda yaitu :
1. Formasi Kebo, berupa batu pasir vulkanik, tufa, serpih dengan sisipan
lava, umur Oligosen (N2-N3), ketebalan formasi sekitar 800 meter.
2. Formasi Butak, dengan ketebalan 750 meter berumur Miosen awal bagian
bawah (N4), terdiri dari breksi polomik, batu pasir dan serpih.
3. Formasi Semilir, berupa tufa, lapili, breksi piroklastik, kadang ada sisipan
lempung dan batu pasir vulkanik. Umur N5-N9. Bagian tengah meJ1iari
dengan Formasi Nglanggran.
4. Formasi Nglanggran, berupa breksi vulkanik, batu pasir vulkanik, lava dan
breksi aliran.
5. Dari puncak Baturagung ke arah selatan, yaitu menuju dataran Wonosari
akan dijumpai Formasi Sambipitu, Formasi Oyo, Formasi Wonosari dan
6. Formasi Kepek.